Kmb Pencernaan.appendiks

59
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM ) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma . (Bruner & Suddarth, 2002). Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. PPOM lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. PPOM juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang dirurunkan. 1

description

usus buntu

Transcript of Kmb Pencernaan.appendiks

Page 1: Kmb Pencernaan.appendiks

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru

Obstruktif Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang

mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner &

Suddarth, 2002).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary

Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk

sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi

utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal

dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma

bronchiale.

PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea

saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. PPOM

lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. PPOM juga lebih

sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang

dirurunkan.

Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu yang

tidak berbahaya, bisa meningkatkan resiko terjadinya PPOM. Tetapi kebiasaan

merokok pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan seseorang,

dimana sekitar 10-15% perokok menderita PPOM.

1

Page 2: Kmb Pencernaan.appendiks

1.2 Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit paru obstruktif

menahun (PPOM) dan proses asuhan keperawatan pada klien dengan

diagnosa penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).

2. Tujuan khusus

Mampu menjelaskan konsep dasar kebutuhan manusia tentang penyakit

paru obstruktif menahun (PPOM).

Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan diagnose penyakit

paru obstruktif menahun (PPOM).

Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

diagnose penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).

Mampu menjelaskan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnose

penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).

1.3 Manfaat

Makalah ini dapat dijadikan sebagai panduan dan pedoman bagi

mahasiswa keperawatan untuk mempelajari dan memahami tentang

penyakit paru obstruktif menahun

Makalah ini dapat dijadikan panduan bagi mahasiswa keperawatan

untuk mencegah masalah yang mungkin timbul khususnya masalah

penyakit paru obstruktif menahun

Makalah ini dapat dijadikan panduan bagi mahasiswa keperawatan

untuk menambah wawasan dan pemahamana mengenai masalah

keperawatan.

BAB II

2

Page 3: Kmb Pencernaan.appendiks

TUNJAUAN PUSTAKA

Penyakit paru obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonary disease-

COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok

penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan

resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga

penyakit yang membentk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah

bronchitis kronis, emfisema paru-paru, dan asma bronchial, sering juga penyakit

ini disebut dengan chronic airflow limitation (CAL) dan crhonic obstructive lung

disease (COLD)

2.1 ASMA

2.1.1 Pengertian

Asma adalah gangguan pada saluran bronchial dengan ciri

brngkospasme periodic (kontraksi Spasme pada saluran napas). Asma

merupakan penyakit yang kompleks dapat disebabkan oleh factor

biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi

Definisi lain mengatakan bahwa Asma adalah penyakit jalan

napas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon

secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu

Asma terbagi menjadi alergi, ideopatik, nonalergik, dan campuran

(mixed):

1. Asma alergik/ekstrinsik, merupakan suatu jenis asma yang disebabkan

oleh allergen (misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari,

makanan, dan lain-lain). Allergen yanag paling umum adalah allergen

yang perantaraan penyebarannya melalui udara (airborne) dan allergen

yang muncul secara musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik

biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan

riwayat pengobatan eczema atau rhinitis alergik. Paparan terhadap

alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya

dimulai saat kanak-kanak.

3

Page 4: Kmb Pencernaan.appendiks

2. Idiopatik atau nonallergic asthma/intrinsic, merupakan jenis asma yang

tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Factor-

faktor seperti infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi, dan polusi

lingkungan dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa agen

farmakologi, antagonis beta adrenergic, dan agen sulfite (penyedap

makanan) juga dapat berperan sebagai factor pencetus. Serangan asma

idiopatik atau nonallergic dapat menjadi lebih berat dan sering kali

dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronchitis dan

emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang

menjadi asma campuran. Bentuk asma ini baiasanya dimulai pada saat

dewasa (>35 tahun).

3. Asma campuran, merupakan bentuk asma yang paling sering

ditemukan. Dikarekteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi

dan idiopatik atau nonallergi.

2.1.2 Etiologi

Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun

suatu hal yang sering kali terjadi pada semua penderita asma adalah

fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka

terhadap rangsang imunologi maupun nonimunologi. Karena sifat

tersebut, maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang

baik fisik, metaboslime, kimia, allergen, infeksi, dan sebagainya. Factor

penyebab yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat

mungkin dihindarkan. Factor-faktor tersebut adalah :

a. Allergen utama : debu rumah, sepora jamur, dan tepung sari rerumputan

b. Iritan seperti : asap, bau-bauan dan polutan

c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus

d. Perubahan cuaca yang ekstrim

e. Aktivitas fisik yang berlebihan

f. Lingkungan kerja

4

Page 5: Kmb Pencernaan.appendiks

g. Obat-obatan

h. Emosi

i. Lain-lain : seperti refluks gastroesofagus

2.1.3 Patofisiologi

Asma adalah abstruksi jalan napas difus reversible. Obstruksi

disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini :

1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan

jalan napas

2. Pembengkakan membrane yang melapisi bronki

3. Pengisian bronki dengan mucus yang kental. Selain itu, otot-otot

bronchial dan kelenjar mukosa membesar : sputum yang kental,

banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperimplasi, dengan udara

terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari

perubahan ini tidak diketahui tetapi apa yang paling diketahui

adalah keterlibatan sistem imunologis dengan saraf otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang

buruk terhadap lingkungan mereka. Antibody yang dihasilkan

kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang

terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody,

menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti

histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anapilaksis dari substansi

yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru

mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkakn

bronkospasme, pembengkakakn membrane mukosa, dan pembentukan

mucus yang sangat banyak.

Sistem sarap otonom mempersarapi paru. Tonus otot bronchial

diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma

idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang

5

Page 6: Kmb Pencernaan.appendiks

oleh factor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan,

jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini

secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang

pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas. Individu dengan

asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.

2.1.4 Tanda dan gejala

1. Batuk

2. Dispnea

3. Mengi

4. Hipoksia

5. Takikardi

6. Berkeringat

7. Pelebaran tekanan nadi

2.1.5. Pemeriksaan fisik

Dari hasil wawancara maka perawat akan dapat lebih terfokus

kepada satu sistem tubuh yang terkait dengan penyakit yang diderita

klien. Ada 2 metode pendekatan dalam pemeriksaan fisik yaitu

pendekatan sistem tubuh dan pendekatan head to toe (ujung kepala ke

kaki). Sangat direkomendasikan kita mengkombinasikan kedua

pendekatan tersebut sangat baik jikat kita sebagai perawat memulai

pemeriksaan fisik dari kepala dan leher, kemudian ke dada, dan

abdomen, daerah pelvis, genital area, dan terakhir di ekstremitas

(tangan dan kaki). Dalam hal ini dapat saja beberapa sistem tubuh

dapat dievaluasi sekaligus, sehingga pendokumentasiannya dapat

dilakukan melalui pendekatan sistem tubuh. Tehnik yang dilalkukan

meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Umummnya

semua berurutan, kecuali pengkajian fisik di abdomen, yang auskultasi

dilakukan setelah inspeksi.

Pemeriksaan fisik yang penting adalah meliputi :

6

Page 7: Kmb Pencernaan.appendiks

a. tanda-tanda vital/ vital sign (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan

darah)

b. observasi keadaan umum pasien dan perilakunya

c. kaji adanya perubahan penglihatan dan pendengaran

d. pengkajian head to toe seluruh sistem tubuh dengan memaksimalkan

tehnik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

1. Sistem Saraf Pusat

a. kaji LOC (level of consiousness) atau tingkst kesadaran : dengan

melakukan pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu,

tempat, dan orang.

b. Kaji status mental

c. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi

tipe dan pengobatannya.

d. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami

gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas.

e. Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot,

pergerakan dan postur

f. Kaji adanya kejang atau tremor

g. Kaji catatan penggunaan obat dan diagnostik tes yang mempengarhi

SSP.

2. Sistem Kardiovaskuler

a. kaji nadi : frekuensi, irama, kualitas (keras dan lemah) serta tanda

penurunan kekuatan/pulse defisit

7

Page 8: Kmb Pencernaan.appendiks

b. periksa tekanan darah : kesamaan antara tangan kanan dan kiri atau

postural hipotensi

c. inspeksivena jugularis sseperti distensi, dengan membuat posisi semi

fowlers

d. cek suhu tubuh dengan metode yang tepat, atau palpasi kulit.

e. Palpasi dada untuk menentukan bunyi jantung S1-S2 di titik tersebut

adanya bunyi jantung tambahan, murmur dan bising

f. Inspeksi membran mukosa dan warna kulit, lihat tanda sianosis

g. Palpasi adanya edema di ekstremitas dan wajah

h. Periksa adanya jari-jari tabuh dan pemeriksaan pengisian kapiler di

kuku

i. Kaji adanya tanda-tanda perdarahan (epistaksis, perdarahan saluran

cerna, phebitis, kemerahan di mata atau kulit).

j. Kaji obat-obatan yang mempengaruhi sistem kardiovaskuler dan test

diagnostik.

3. Sistem Respirasi

a. kaji keadaan umum dan pemenuhan kebutuhan respirasi

b. kaji respiratoryrate, irama dan kualitasnya

c. inspeksi fungsi otot bantu napas, ukuran rongga dada, termasuk

diameter enterior dan posterior thorax, dan adanya gangguan spinal

d. palpasi posisi trakea dan adanya subkutan emfisema

e. auskultasi seluruh area paru dan kaji suara paru normal (vesikular,

bronkovesikuler atau bronkial) dan kaji juga adanya bnyi paru

patologis (wheezing, cracles atau ronkhi)

8

Page 9: Kmb Pencernaan.appendiks

f. kaji adanya keluhan batuk, durasi, frekuensi dan adanya sputum/

dahak, cek warna, konsistensi dan jumlahnya dan apakah disertai

darah

g. kaji adanya keluhan SOB (shortness of breath) /sesak napas, dyspnea

dan orthopnea.

h. Inspeksi membran mukosa dan warna kulit

i. Tentukan posisi yang tepat dan nyaman untuk meningkatkan fungsi

pernapasan pasien

j. Kaji apakah klien memiliki riwayat merokok (jumlah perhari) dan

berapa lama telah merokok

k. Kaji catatan obat terkait dengan sistem pernapasan dan test diagnostik

Dan lain-lain

2.1.6 Pemeriksaan penunjang

1. Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma

2. Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar

eosinofil). Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik

3. AGD : hipoksi selama serangan akut

4. Fungsi pulmonari :

Biasanya normal

Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC

agak menurun

2.1.7 Penatalaksanaan medic

9

Page 10: Kmb Pencernaan.appendiks

Dalam lingkungan kedaruratan, pasien mula-mula diobati dengan

agonis beta (misalnya metaproterenol, terbutalin, dan albuterol) dan

kortikosteroid. Pasien mungkin juga membutuhkan oksigen sublemental

dan cairan intravena untuk hidrasi.

Terapi oksigen dilakukan untuk mengatasi dispnea, sianosis, dan

hipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan

masker venturi atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang

diberikan didasarka pada nila-nilai gas darah. PaO2 dipertahankan

antara 65 dan 5 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontra indikasi.

Jika tidak terdapat respon terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan

perawatan di rumah sakit.

Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas

darah (respirasi asidosis), mungkin menandakan bahwa pasien menjadi

lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah kriteria lain

yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun

kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini

digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka

yang kelelahan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang

mengkondisinya tidak berespon terhadap pengobatan awal. (Suzzane

C.Smeltzer, 2001 : 612)

2.2 BRONKITIS KRONIK

2.2.1 Pengertian

Bronchitis kronik didifinisikan sebagai adanya batuk produktif yang

berlangsung tiga bulan dalam satu tahun selama dua tahun berturut-

turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkiolus menganggu

pernapasan yang efektif. Merokok atau pemajanan terhadap polusi

adalah penyebab utama bronchitis kronis. Pasien dengan bronchitis

kronis lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi sealuran pernapasan

10

Page 11: Kmb Pencernaan.appendiks

bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikroplasma yanag luas

dapat menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis

kronik hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara

yang dingin dapat menyebabkan bronkospasme bagi mereka yang

rentan.

2.2.2 Etiologi

Adalah 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu

rokok, infeksi dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan

faktor keturunan dan status sosial.

- Rokok

Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking

Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat

hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume

ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan

hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel

saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut.

- Infeksi

Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan

infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri.

Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan

streptococcus pneumonie.

- Polusi

Pulusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab,

tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia

dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti

O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.

- Keturunan

11

Page 12: Kmb Pencernaan.appendiks

Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan

atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang

merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara

autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang

sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk

jaringan paru.

- Faktor sosial ekonomi

Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan

sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan

ekonomi yang lebih jelek.

2.2.3 Patofisiologi

Asap mengiritasi jalan napas, menngakibatkan hipersekresi lendir

dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang

mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia

menurun dan lebih banyak lender yang dihasilkan. Sebagai akibat,

bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang

berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk

fibrosis, mengkibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang

berperan penting dalam menghancurkan partikel asing, termasuk

bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi

pernapasan. Penyempitan bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat

perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya,

mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible, kemungkinan

menyebabkan emfisema dan bronkiektasis. (Suzzane C.Smeltzer, 2001

: 612)

2.2.4 Tanda dan gejala

12

Page 13: Kmb Pencernaan.appendiks

Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah

tanda dini bronchitis kronik. Batuk mungkin dapat diperburuk oleh

cuaca yang dingin, lembab, dan iritan paru. Pasien biasanya

mempunyai riwayat merokok dan sering mengalami infeksi

pernapasan. (Suzzane C.Smeltzer, 2001 : 612)

2.2.5 Pemeriksaan fisik

Dari hasil wawancara maka perawat akan dapat lebih terfokus

kepada satu sistem tubuh yang terkait dengan penyakit yang diderita

klien. Ada 2 metode pendekatan dalam pemeriksaan fisik yaitu

pendekatan sistem tubuh dan pendekatan head to toe (ujung kepala ke

kaki). Sangat direkomendasikan kita mengkombinasikan kedua

pendekatan tersebut sangat baik jikat kita sebagai perawat memulai

pemeriksaan fisik dari kepala dan leher, kemudian ke dada, dan

abdomen, daerah pelvis, genital area, dan terakhir di ekstremitas

(tangan dan kaki). Dalam hal ini dapat saja beberapa sistem tubuh

dapat dievaluasi sekaligus, sehingga pendokumentasiannya dapat

dilakukan melalui pendekatan sistem tubuh. Tehnik yang dilalkukan

meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Umummnya

semua berurutan, kecuali pengkajian fisik di abdomen, yang auskultasi

dilakukan setelah inspeksi.

Pemeriksaan fisik yang penting adalah meliputi :

tanda-tanda vital/ vital sign (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan

darah)

observasi keadaan umum pasien dan perilakunya

kaji adanya perubahan penglihatan dan pendengaran

pengkajian head to toe seluruh sistem tubuh dengan memaksimalkan

tehnik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

4. Sistem Saraf Pusat

13

Page 14: Kmb Pencernaan.appendiks

kaji LOC (level of consiousness) atau tingkst kesadaran : dengan

melakukan pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu,

tempat, dan orang.

Kaji status mental

Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi

tipe dan pengobatannya.

Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami

gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas.

Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot,

pergerakan dan postur

Kaji adanya kejang atau tremor

Kaji catatan penggunaan obat dan diagnostik tes yang mempengarhi

SSP.

5. Sistem Kardiovaskuler

kaji nadi : frekuensi, irama, kualitas (keras dan lemah) serta tanda

penurunan kekuatan/pulse defisit

periksa tekanan darah : kesamaan antara tangan kanan dan kiri atau

postural hipotensi

inspeksivena jugularis sseperti distensi, dengan membuat posisi semi

fowlers

cek suhu tubuh dengan metode yang tepat, atau palpasi kulit.

Palpasi dada untuk menentukan bunyi jantung S1-S2 di titik tersebut

adanya bunyi jantung tambahan, murmur dan bising

Inspeksi membran mukosa dan warna kulit, lihat tanda sianosis

Palpasi adanya edema di ekstremitas dan wajah

14

Page 15: Kmb Pencernaan.appendiks

Periksa adanya jari-jari tabuh dan pemeriksaan pengisian kapiler di

kuku

Kaji adanya tanda-tanda perdarahan (epistaksis, perdarahan saluran

cerna, phebitis, kemerahan di mata atau kulit).

Kaji obat-obatan yang mempengaruhi sistem kardiovaskuler dan test

diagnostik.

6. Sistem Respirasi

Kaji keadaan umum dan pemenuhan kebutuhan respirasi

Kaji respiratoryrate, irama dan kualitasnya

Inspeksi fungsi otot bantu napas, ukuran rongga dada, termasuk

diameter enterior dan posterior thorax, dan adanya gangguan spinal

Palpasi posisi trakea dan adanya subkutan emfisema

Auskultasi seluruh area paru dan kaji suara paru normal (vesikular,

bronkovesikuler atau bronkial) dan kaji juga adanya bnyi paru

patologis (wheezing, cracles atau ronkhi)

Kaji adanya keluhan batuk, durasi, frekuensi dan adanya sputum/

dahak, cek warna, konsistensi dan jumlahnya dan apakah disertai darah

Kaji adanya keluhan sob (shortness of breath) /sesak napas, dyspnea

dan orthopnea.

Inspeksi membran mukosa dan warna kulit

Tentukan posisi yang tepat dan nyaman untuk meningkatkan fungsi

pernapasan pasien

Kaji apakah klien memiliki riwayat merokok (jumlah perhari) dan

berapa lama telah merokok

Kaji catatan obat terkait dengan sistem pernapasan dan test diagnostik

Dan lain-lain

2.2.6 Pemeriksaan penunjang15

Page 16: Kmb Pencernaan.appendiks

1.  Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnea

2.  Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma

normal/mendatar

3.  Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan

volume ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV),

kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.

4. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

2.2.7 Penatalaksanaan medic

Objek utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronkiolus

terbuka dan berfungsi, untuk memudahkakn pembuangan sekresi

bronchial, untuk mencegah infeksi, dan untuk mencegah kecacatan.

Perubahan dalam pola sputum (sifat, warna, jumlah, ketebalan) dan

dalam pola betuk adalah tanda yang penting untuk dicatat. Infeksi

bakteri kambuhan diobati dengan terapi antibiotic berdasarkan hasil

pemerikasaan kultur dan sensitivitas.

Untuk membantu membuang sekresi bronchial, diresepkan

bronkodilator untuk menghilangkan brongkospasme dan mengurangi

obstruksi jalan napas sehingga lebih banyak oksigen didistribusikan ke

seluruh bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki. Drainase

postural dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat

membantu, terutama jika terdapat bronkiektasis. Cairan (yang

diberikan peroral atau parenteral jika brokospasme berat) adalah

bagian penting dari terapi, karena hidrasi yang baik membantu untuk

mengencerkan sekresi sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan

dengan membatuk-batukkannya. Terapi kortikosteroid mungkin

digunakan ketika pasien tidak menunjukan keberhasilan terhadap

pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus berhenti merokok

karena menyebabkan bronkokonstriksi, melumpuhkan silia, yang

penting dalam membuang partikel yang mengiritasi, dan

16

Page 17: Kmb Pencernaan.appendiks

menginaktivasi surfaktan, yang memainkan peran penting dalam

memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih rentan

terhadap infeksi bronchial.

2.3 EMFISEMA

2.3.1 Pengertian

Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang

ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai

destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut maka dapat dkatakan

bahwa tidak termasuk emfisema jika ditemukan kelainan berupa

pelebaran ruang udara (alveoulus) tanpa disertai adanya destruksi

jaringan. Namun, keadaan tersebut hanya overinflation. (kapita)

Atau bisa juga dikatakan bahwa emfisema merupakan suatu

abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dan kerusakan

dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang

mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada

kenyataannya ketika pasien mengalami gejala fungsi paru sering sudah

mengalami kerusakan yang ireversible. Dibarengi dengan bronchitis

obstruksi kronik, kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan.

2.3.2 Etiologi

Merokok merupakan penyebab enfisema. Akan tetapi, pada sedikit

pasien (dalam presentasi yang kecil) terdapat predisposisi familiar

terhadap emfisema yang bisa diidentifikasi kaitan dengan abnormalitas

protein plasma defisiensi, anti tripsin-α1, yang merupakan suatu enzim

inhibitor. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan merusak

jaringan paru. Individu yang secara genetic sensitive terhadap daktor-

faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen)

dan, pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif kronis. Sangat

penting bahwa karier defek genegtik ini harus diidentifikasikan untuk

memungkinkan modifikasi factor-faktor lingkungan untuk menghambat

17

Page 18: Kmb Pencernaan.appendiks

atau mencegah timbulnya gejala-gejala penyakit konseling gengetik

juga harus diberikan. (Suzzane C.Smeltzer, 2001 : 612)

2.3.3 Patofisiologi

Pada emfisema, beberapaa factor penyebab obstruksi jalan napas

yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki ; produksi lendir yang

berlebihan, kehilangan recoil elastic jalan napas, dan kolaps bronkiolus

serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang

dipercepat oleh infeksi kambuhan), area permukaan alveolar yang

kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang,

menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada

pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan difusi oksigen.

Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir

penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan,

mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri

(hiperkapnea) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring

kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan

ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang

tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah

kanan (korstripulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema.

Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena

leher, atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal

jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak

mampu untuk membengikitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan

sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru-

paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah.

18

Page 19: Kmb Pencernaan.appendiks

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai

oleh peningkatan tahanan jalan napas) ke aliran masuk dan kealiran

keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan hiperekspansi

kronik. Untuk megalirkan udara ke dalam dannke luar paru-paru,

dibutuhkan tekanan negative selama inspirasi dan tekanan positif dalam

tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.

Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Dari pada menjalani aksi

pasif involuter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-

otot. Dan iga-iga terpiksasi pada persendiannya. Dada seperti tong

(barel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas

paru karena adanya kecendrungan yang berkelanjutan pada dinding

dada untuk mengembung.

Pada beberapa kasus barel chest terjadi akibat kifosis dimana

tulang belakang bagian atas secara abnormal bentuknya menjadi

membulat dan cembung. Beberapa pasien membungkuk ke depan untuk

dapat bernapas, menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Restraksi

fosa supraklapikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu

melengkung ke depan. Pada penyakit lebih lanjut, otot-otot abdomen

juga berkontraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan proresif dalam

kapasitas vital. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak

memungikinkan. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal.

2.3.4 Tanda dan gejala

Dispnea

Takipnea

Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan

Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru

Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi

Hipoksemia

Hiperkapnia

19

Page 20: Kmb Pencernaan.appendiks

Anoreksia

Penurunan BB

Kelemahan

2.3.5 Pemeriksaan fisik

Secara umum tindakan pemeriksaan fisik pada emfisema paru

adalah sama dengan pemerikasaan fisik pada asma dan bronkitis kronis

2.3.6 Pemeriksaan penunjang

a. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya

diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda

vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler

(bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).

b. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,

untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau

restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk

mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.

c. TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada

asma; penurunan emfisema

d. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema

e. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma

f. FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat

menurun pada bronkitis dan asma

g. GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis

h. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada

inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema);

pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis

20

Page 21: Kmb Pencernaan.appendiks

i. JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas),

peningkatan eosinofil (asma)

j. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan de

fisiensi dan diagnosa emfisema primer

k. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi

patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau

gangguan alergi

l. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat);

disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III,

AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)

m. EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi

paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator,

perencanaan/evaluasi program latihan.

2.3.7 Penatalaksanaan medic

Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup,

untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi

obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan

terapeutik mencakup:

Tindakan pemgobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi

dan menurunkan upaya bernapas

Pencegahan dan pengobatan cepat infeksi

Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi

volmunari

Pemeliharaaan kondisi linkungan yang sesuai untuk memudahkan

pernafasan

Dukungan psikologis

21

Page 22: Kmb Pencernaan.appendiks

Penyuluhan pasien dan rehabilitas yang bersinambungan

Bronkodilator. Bronkodolator diresepkan untuk mendilatasi jalan

napas karena preparat ini melawan baik edema mukosa maupun spasme

muscular dan membantu baik dalam mengurangi obstruksi jalan napas

maupun dalam memperbaiki pertukaran gas.

Medikasi ini mencakup agonis β-adrenergik

(metaproterenol,isoproterenol) dan metilxantin (tefilin, aminofilin),

yang menghasilkan dilatasi bronchial melalui mekanisme yang berbeda.

Bronkodilator munkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per

rectal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol

bertekanan, nebuleser balon-genggam, nebuleser dorongan-pompa,

inhaler dosis-terukur, atau IPPB.

Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang tidak

diinginkan, yang termasuk takikardia, disritmia jantung, dan

perangsangan sistem saraf pusa. Metilxantin dapat juga menyebabkan

gangguan gastrointestinal seperti mual muntah. Karena efek samping

ini umum, dosis dapat disesuaikan dengan cermat sesuai dengan

toleransi pasien dan respon klinis.

Terapi aerosol. Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi

serbuk yang sangat halus) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering

kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Ukuran partikel

dalam kabut aerosol harus cukup kecil untuk memungkinkan medikasi

dideposisikan dalam-dalam didalam percabangan trakeobronkial.

Aerosol yang dinebuleser menghilangkan bronkuspasme,

menurunkan edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal

ini memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu

mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi . alat

nebulizer dengan balon genggam dan aerosol dosis terukur memberikan

peredaan yang cepat bagi pasien. Nebulise dengan tenaga listrik dan

nebulizer dengan tenaga udara sangat membantu jika pasien mengalami

22

Page 23: Kmb Pencernaan.appendiks

kerusakan ventilasi yang lebih parah. Perbaikan saturasi oksigen dari

darah arteri dan reduksi kandungan karbondioksidanya membantu

dalam menghilangkan hipoksia pasien dan memberikan peredaan besar

akibat keletihan pernapasan yang konstan.

Tindakan nebulizer dengan oksigen harus diberikan dengan

waspada pada pasien yang mengalami penaikan tekanan karbondioksida

secara kronis dan pasien yang bernapas pada stimli hipoksik.

Pengobatan infeksi, pasien dengan emfisema rentan terhadap infeksi

paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S.

pneumonia, H. influenza, dan bronhamila katerhalis adalah organism

yang paling umum pada infeksi tersebut. Terapi anti mikroba dengan

tetrasiklin, amfisilin, amoksisilin, atau trimetoprim-sulfametoxazol

(bactrim) diresepkan. Regimen antimikroba digunakan pada tanda

pertama infeksi pernapasan, seperti yang dibuktikan dengan sputum

purulen, batuk meningkat dan demam.

Kortikosteroid tetap menjadi controversial dalam pengobatan

emfisema. Kortikosteroid digunakan setelah tidakan lain untuk

melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi tidak menunjukan hasil.

Prednisone biasanya diresepkan.

Dosis digunakan untuk menjaga pasien pada dosiis yang terendah

mungkin. Efek samping termasuk gangguan gastrointestinal dan

peniongkatan napsu makan. Jangka panjang, pasien mungkin

mengalami ulkus peptikum, osteoporosis, supresi adrenal, miopati

steroid, dan pembentukan katarak.

Oksigenasi. Terapi oksigen dapat meningkatkan kelansungan hidup

pada pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan

konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan PaO2. Hingga antara

65 dan 80 mmHg. Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya

16 jam perhari, dengan 24 Jam lebih baik.modalitas ini dapat

menghilangkan gejala-gejala pasien dan memperbaiki kualitas hidup

23

Page 24: Kmb Pencernaan.appendiks

pasien. Beberapa pasien perlu menggunakan oksigen di rumah dalam

jangka waktu yang panjang.

Metode pemberian oksigen dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :

a. Sistem aliran rendah

Tehnik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi

udara ruangan. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditunjukan untuk

klien yang memerlukan O2 tetap amsih mampu bernapas dengan pola

pernapasan normal, misalnya klien dengan volume tidal 500 ml dengan

kecepatan pernapasan 16-20 kali permenit. Contoh sistm aliran rendah

ini adalah : kateter nasal, kanul nasal, sungkup muka sederhana,

sungkup muka dengan kantong rebreathing, sungkup muka dengan

kantong non rebrathing.

1. Kateter nasal merupakan alat sederhana yang dapat memberikan O2

secara kontinudengan aliran 1-6 l/mnt dengan konsentrasi 24%-

44%.

Keuntungan : pemberian O2 Stabil, klien bebas bergerak, makan dan

berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai

kateter peghisap

Kerugian : tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari

45%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanul

nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput

lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 l/mnt dapat

menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter

mudah tersumbat.

2. Kanula nasal merupakan alat sederhana yang dapa memberkan O2

kontinue dengan aliran 1-6 l/mnt dengan konsentrasi O2 sama

dengan kateter nasal.

24

Page 25: Kmb Pencernaan.appendiks

Keuntungan : pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju

pernapasan teratur, mudah memasukan kanul dibanding kateter,

klien bebas makan. Bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien

dan nyaman.

Kerugian : tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%,

suplai o2 berkurang bila klien bernapas lewat mulut, mudah lepas

karena ke dalam kanul haya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.

3. Sungkup muka sederhana merupakan alat pemberian O2 kontinu

atau selang seling 5-8 l/mnt dengan konsentrasi O2 40-60%.

Keuntungan : konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter

atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui

pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam

pemberian terapi aerosol.

Kerugian : tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%,

dapat menyebabkan penumpukan C O2 ika aliran rendah

4. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : suatu tehnik

pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60-80% dengan aliran

8-12 l/mnt

Keuntungan : konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka

sederhana, tidak mengeringkan selapu lendir.

Kerugian : tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika

aliran lebih rendah daat menyebabkan penumpukan CO2, kantong

O2 bisa berlipat.

25

Page 26: Kmb Pencernaan.appendiks

5. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing merupakan tehnik

pemberian O2 mencapai 99% dengan aliran 8-12 l/mnt dimana udara

inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi.

Keuntungan : konsentrasi O2 yang diperleh dapat mencapai 100%,

tidak mengeringkan selaput lendir.

Kerugian : kantong O2 bisa terlipat.

b. Sistem aliran tinggi

Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak

dipengaruhi oleh tipe pernapasan, sehingga dengan tehnik ini dapat

menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur. Adapun

contoh tehnik sistem aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan

ventury. Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang

dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang dihimpit untuk

mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya

udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih

banyak. Aliran udara pada alat ini sekitar 4-14 l/mnt dengan

konsentrasi 30-55%

Keuntungan : konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan

petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola napas

terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontri serta tidak

terjadi penumpukan CO2.

26

Page 27: Kmb Pencernaan.appendiks

Kerugian : pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka

yang lain pada aliran rendah.

27

Page 28: Kmb Pencernaan.appendiks

WEB OFF CAUTION

Pencetus serangan

(alergen, emosi/stres, obat-obatan, infeksi)

Reaksi antigen dan antibodi

Release vasoactive substance(histamin, bradikinin, anafilatoxin)

Konttriksi otot polos permeablitas kapiler sekresi mukus

Bronchospasme Kontraksi otot polos produksi mukusEdema mukosa

Hipersekrsi

obstruksi saluran napas

Hipoventilasi Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru

Gangguan difusi gas di alveoli

Hipoxemia hiperkapnia

28

Ketidak simbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan

tubuh (risiko aktual)Bersihan jalan

napas tak efektif

Kecemasan berhubungan dengana kesulitan bernapas san takut tercekik

Kerusakan pertukaran gas gas

Intoleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan oksigenasi yang tidak adekuat dan dyspnea.

Perubahan pola tidur berhubungan dengan dypnea dan stimulus eksternal.

Page 29: Kmb Pencernaan.appendiks

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH GANGGUAN

SISTEM PERNAPASAN “PPOM”

3.1 Pengkajian keperawatan

3.1.1 Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :

a. Identitas Pasien

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis

kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa

yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien

mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada

pasien dengan PPOM didapatkan keluhan berupa batuk yang

disebabkan oleh inflamasi kronis bronkiolus

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan PPOM biasanya akan diawali dengan adanya tanda-

tanda seperti batuk, sesak nafas, dan sebagainya. Perlu juga

ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah

dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-

keluhannya tersebut.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti

TBC paru, pneumoni, gagal jantung, dan sebagainya. Hal ini

diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor

predisposisi.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita

penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab seperti Ca paru,

asma, TB paru dan lain sebagainya.

29

Page 30: Kmb Pencernaan.appendiks

f. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara

mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan

yang dilakukan terhadap dirinya.

g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit

mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi

kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap

pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan

merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa

menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan

pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status

nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan

minum sebelum dan selama MRS

2) Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan

mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS.

Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih

banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain

akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan

penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

1) Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang

terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas

minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi

aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi

30

Page 31: Kmb Pencernaan.appendiks

kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh

perawat dan keluarganya.

2) Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu

tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur

dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari

lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit,

dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain

sebagainya.

3) Pola hubungan dan peran

Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan

mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah

tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai

seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.

Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami

perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal

pasien.

4) Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang

tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada.

Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa

penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam

hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif

terhadap dirinya.

5) Pola sensori dan kognitif

Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan,

demikian juga dengan proses berpikirnya.

6) Pola reproduksi seksual

Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks

intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien

berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.

7) Pola penanggulangan stress

31

Page 32: Kmb Pencernaan.appendiks

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya

akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya

pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang

mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.

8) Pola tata nilai dan kepercayaan

Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan

dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini

adalah suatu cobaan dari Tuhan.

3.1.2 Analisa Data

Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan

dianalisa sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada

penderita PPOM. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam

diagnosa keperawatan.

3.2 Diagnose keperawatan yang mungkin muncul

1. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan

Bronkospasme

2. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan

produksi secret (secret yang tertahan atau kental)

3. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan menurunnya

energy/fatigue

4. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan napas,

kelelahan.

5. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai O2

(obstruksi jalan napas oleh secret, bronkospasme dan terperangkapnya

udara)

6. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan destruksi alveoli

7. Kecemasan berhubungan dengana kesulitan bernapas san takut tercekik

8. Intoleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan oksigenasi yang tidak

adekuat dan dyspnea.

9. Perubahan pola tidur berhubungan dengan dypnea dan stimulus eksternal.

32

Page 33: Kmb Pencernaan.appendiks

10. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan dispnea

11. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan efek samping pengobatan

12. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan produksi sputum

13. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan anoreksia, nausea/vomiting

3.3 Perencanaan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan :

Bronkospasme

Peningkatan produksi secret (secret yang tertahan atau kental)

Menurunnya energy/fatigue

Data-data

Pasien mengeluh sulit untuk bernapas

Perubahan kedalaman/ jumlah napas, dan penggunaan otot bantu

pernapasan

Suara napas abnormal seperti wheezing, ronchi, dan crackles

Batuk dengan atau tanpa produksi sputum

Intervensi

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan

klien bisa bernapas dengan normal dengan kriteria hasil :

Tidak ada cemas

RR dalam batas normaml

Irama napas dalam batas normal

Pergerakan sputum keluar dari jalan napas

33

Page 34: Kmb Pencernaan.appendiks

Bebas dari suara napas tambahan

Intervensi keperawatan (NIC)

1) Penurunan kecemasan

Rasional : memberikan ketenangan dan kenyamanan pada pasien.

2) Lakukan Fisioterapi dada

Rasional : dengan melakukan fisioterapi dada, dapat membantu

mengurangi gejala-gejala yang timbul oleh karena penyakit yang

diderita.

3) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif

Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.

Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

4) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan

serta foto thorax.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan

mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat

dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang

paru.

5) Pemberian posisi untuk memaksimalkan ventilasi

Membaringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk,

dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.

Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga

ekspansi paru bisa maksimal.

6) Memonitor respirasi

Rasional : dengan memonitor respirasi, dapat mengetahui

perkembangan pasien.

7) Memonitor keadaan umum

34

Page 35: Kmb Pencernaan.appendiks

Rasional : Dengan memonitor keadaan umum, kita dapat melihat

sejauh mana perkembangan klien sehingga dapat mengambil tindakan

yang tepat.

8) Memonitor tanda-tanda vital seperti : suhu, nadi, pernapasan, dan

tekanan darah

Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya

penurunan fungsi paru.

2. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan :

Kurangnya suplai O2 (obstruksi jalan napas oleh secret, bronkospasme

dan terperangkapnya udara)

Destruksi alveoli

Data-data :

Dispnea

Bingung, lemah

Tidak mampu mengeluarkan secret

Nilai ABGs abnormal (hipoksia dan hiperkapnea)

Perubahan tanda-tanda vital

Menurunya toleransi aktivitas

Intervensi

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan

klien bisa bernapas dengan normal dengan kriteria hasil :

Status mental dalam batas normal

Bernapas dengan mudah

Tidak ada sianosis

PO2 dan PCO2 dalam batas normal

35

Page 36: Kmb Pencernaan.appendiks

Saturasi O2 dalam rrentang normal

Intervensi keperawatan (NIC)

1) Manajmen asam dan basa tubuh

2) Manajmen jalan napas

3) Latihan batuk

4) Peningkatan aktivitas

5) Terapi oksigen

6) Memonitor respirasi

7) Memonitor tanda-tanda vital seperti : suhu, nadi, pernapasan, dan

tekanan darah

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan :

Dispnea

Efek samping pengobatan

Produksi sputum

Anoreksia, nausea/vomiting

Data-data :

Penurunan berat badan

Kehilangan masa otot, tonus otot jelek

Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa

Tidak bernapsu untuk makan dan tidak tertarik makan

intervensi

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, kebutuhan

akan intake cairan dan makanan terpenuhi dengan kriteria hasil :

Intake makanan adekuat

Intake cairan peroral adekuat

36

Page 37: Kmb Pencernaan.appendiks

Intake cairan adekuat

Intake kalori adekuat

Intake protein, karbohidrat, dan lemak juga adekuat

Control berat badan :

Mampu menjaga intake kalori secara optimal

Mampu menjaga keseimbangan cairan

Mampu mengontrol intake makanan secara adekuat

Intervensi keperawatan (NIC)

1) Manajmen cairan

2) Memonitor cairan

3) Status diet

4) Manajmen gangguan makan

5) Manajmen nutrisi

6) Terapi nutrisi

7) Konseling nutrisi

8) Pengaturan nutrisi

9) Terapi menelan

10) Memonitor tanda-tanda vital seperti : suhu, nadi, pernapasan, dan

tekanan darah

11) Bantuan untuk peningkatan BB

12) Manajmen berat badan

3.4 Tindakan keperawatan

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat

terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan

rencana keperawatan diantaranya :

Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;

ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat

37

Page 38: Kmb Pencernaan.appendiks

dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien

dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.

Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana

intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan

perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).

3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana

evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan

melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana

keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian

ulang (US. Midar H, dkk, 1989).

BAB III38

Page 39: Kmb Pencernaan.appendiks

PENUTUP

KESIMPULAN

Penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) adalah kondisi dimana aliran

udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini sering kali

merupakan kombinasi dari dua atau tiga kondisi berikut ini dengan satu penyebab

primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer tersebut yaitu :

1. Asma

2. Bronkitis kronis

3. Emfisema

Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu yang tidak

berbahaya, bisa meningkatkan resiko terjadinya PPOM. Tetapi kebiasaan

merokok pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan seseorang,

dimana sekitar 10-15% perokok menderita PPOM.

DAFTAR PUSTAKA

39

Page 40: Kmb Pencernaan.appendiks

Tanujaya, Edward. 2008. Asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem

pernapasan. Jakarta : salemba medika

Corwin, Elisabeth. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC

40