TERIMA KASIH Om Suastiastu. · vii TERIMA KASIH Om Suastiastu. Dengan menghaturkan puji syukur...
Transcript of TERIMA KASIH Om Suastiastu. · vii TERIMA KASIH Om Suastiastu. Dengan menghaturkan puji syukur...
vii
TERIMA KASIH
Om Suastiastu.Dengan menghaturkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Mahaesa/Ida
Sang Hyang Widhi Wasa atas asung waranugraha-Nya serta kemauan penulis
yang tinggi, sehingga disertasi ini dapat terselesaikan sesuai dengan rencana.
Penulis menyadari bahwa menulis disertasi merupakan aktivitas akademis
bersifat ilmiah dan pekerjaan yang tidak mudah. Dalam hal ini dibutuhkan kerja
keras, kesabaran, ketekunan, dan tekad yang kuat serta keyakinan tinggi
terhadap karunia Tuhan. Berkat sinar suci Beliaulah disertasi yang berjudul
“Marginalisasi Tari Kontemporer Dalam Pesta Kesenian Bali” merupakan bukti
sebagian usaha dalam menuntut ilmu pada jenjang pendidikan tertinggi.
Disertasi ini digunakan sebagai persyaratan untuk memproleh gelar doktor pada
Program Doktor Program Studi Kajian Budaya, Program Pascasarjana
Universitas Udayana Denpasar. Disertasi ini tidak dapat selesai tanpa adanya
dukungan, kebaikan hati dan kebijaksanaan dari berbagai pihak baik secara
material maupun spiritual. Untuk itu, penulis menghaturkan ucapan terima kasih
dengan setulus-tulusnya dan penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, MA selaku Dekan Ilmu Budaya
Universitas Udayana Denpasar, atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menempa ilmu pada Program Studi Kajian Budaya, Program
Pascasarjana Universitas Udayana.
2. Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U selaku promotor/pembimbing utama atas
perhatian, pengorbanan, ketekunan, dan kesungguhan beliau dalam
menuangkan berbagai ilmu dan dedikasinya, membimbing penulis sejak awal
sampai dengan selesainya disertasi ini. Rasa hormat dan terima kasih
disampaikan kehadapan Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum selaku ko-
promotor I/pembimbing I yang dengan penuh kesabaran, pengertian, dan
ketelitiannya telah memberikan tuntunan dan arahan yang konstruktif dalam
proses penulisan disertasi ini. Begitu pula penulis menyampaikan terima
viii
kasih kepada Dr. I Made Ruastiti, SST., M.Si., yang tidak mengenal lelah
membimbing penulis dalam proses penulisan disertasi ini.
3. Ketua dan Sekretaris Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya Universitas
Udayana Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A. dan Dr. I Ketut Setiawan
M.Hum, atas kemudahannya selama penulis menempuh studi.
4. Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof. Dr. I Gede Arya
Sugiartha, S.Skar., M.Hum dan segenap pimpinan Fakultas Seni
Pertunjukkan dan Program Studi Tari, atas izin studi serta dukungan moral
yang diberikan untuk melanjutkan studi.
5. Tim penguji, Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U., Prof. Dr. Phil. I Ketut
Ardhana, M.A., Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., Prof. Dr. A.A. N.
Anom Kumbara, M.A., Dr. Ni Made Ruastiti, SST.,M.Si., Dr. Ni Made
Wiasti, M.Hum., Dr. Putu Sukardja M.Si., Dr. I Nyoman Dana, M.A., atas
saran, kritik dan masukan yang konstruktif.
6. Para informan terutama Drs. Dewa Putu Beratha, M.Si sebagai informan
kunci. Seniman alam dan akademis, para informan lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu serta pribadi-pribadi yang telah banyak membantu
sejak awal sampai disertasi ini selesai.
7. Seluruh dosen dan staf administrasi Program Studi Doktor Kajian Budaya
Universitas Udayana, atas kemuliaan semua ilmu pengetahuan dan
pengalaman serta layanan yang diberikan dari sejak awal studi.
8. Teman-teman seperjuangan mahasiswa angkatan 2013/2014 pada Program
Studi Doktor Kajian Budaya dengan penuh keakraban dan kekeluargaan
telah memberikan motivasi, saran dan masukannya.
9. Para guru, baik formal maupun nonformal yang telah banyak memberikan
petunjuk dan jalan kehidupan di dalam dunia pendidikan seni tari yang
penulis jadikan landasan dan acuan dalam melanjutkan pendidikan tertinggi.
10. Istri penulis (Ni Made Seri) dan anak-anak tercinta (Ni Putu Wulantari, SS.,
M.Si., I Kadek Puriartha, S.Sn., M.Sn.) serta para menantu, yaitu: I Gede
Sinu Pradnyana dan Ni Wayan Ariyati, S.E. Para cucunda tersayang, antara
lain: Ni Putu Nessa Shivana Pradnyani, I Putu Gede Arinanda Puriartha,
ix
I Made Bandem Wistara Puriartha dan Ni Made Tantri Shivana Pradnyani
atas dukungan, pengertian, dan keiklasannya dalam keterbatasan waktu
bersama mereka. Bapa I Nyoman Puri (alm), Meme Gusti Anom dan tidak
penulis lupakan juga kakak I Made Kardita Bandem dan adik I Ketut Gede
Sumertha, SH para ipar dan seluruh keluarga besar atas doa dan energinya
dalam memberikan semangat, dukungan moral, dan material.
Menyadari atas keterbatasan kemampuan penulis, maka disertasi ini
masih jauh dari sempurna. Dalam segala kesederhanaannya, penulis
persembahkan disertasi yang berjudul “Marginalisasi Tari Kontemporer Dalam
Pesta Kesenian Bali” ini kepada jagat dan masyarakat seni, semoga dapat
bermanfaat dan bermakna bagi keberadaan kajian budaya (cultural stadies),
masyarakat seni pertunjukkan, khususnya para pencinta tari kontemporer
Om Santih, Santih, Santih, Om.
Denpasar, 25 Agustus 2016
Penulis
x
ABSTRAK
Tari kontemporer merupakan karya tari baru yang pola penggarapannyabertitik tolak kepada unsur-unsur budaya modern dan global yang dikemasdalam nuansa kekinian. Sebagai karya tari eksploratif yang menekankankebebasan berkreativitas, tari kontemporer memiliki ruang yang besar untukhidup dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman kekinian. Secara teoretistari kontemporer diciptakan melalui cipta, karsa, dan rasa yang merupakanbagian dari kebudayaan serta lahir pada zaman kekinian seharusnya dapatberfungsi penting untuk membangun dinamika pembaharuan di dalam programPesta Kesenian Bali (PKB).Tetapi berdasarkan data empiris baik secara implisitmaupun eksplisit dalam PKB empat tahun terakhir, yaitu: 2013, 2014, 2015, dan2016 terdapat unsur-unsur kekuasaan dan hegemoni di dalam program senipertunjukannya, sehingga terjadi marginalisasi pada tari kontemporer. Untuk itu,penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang, bentuk-bentuk, maknadan implikasi marginalisasi tari kontemporer dalam PKB pada perioda dimaksuddari perspektif kajian budaya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara,observasi, dan studi dokumen. Data dianalisis dengan menggunakan teori-teorisecara ekklektik, yaitu: teori hegemoni oleh Gramsci, kekuasaan/pengetahuandari Foucault, dan estetika oleh Piliang.
Hasil penelitian menunjukkan suatu fenomena ironis bahwa, tarikontemporer yang lahir pada zaman masyarakat kontemporer yang ditandai olehderasnya pengaruh globalisasi, seperti; teknologi, telekomunikasi, informasi dansains serta didukung oleh era reformasi dari tahun 1998. Kehadirannya belumditerima oleh masyarakat Bali baik formal maupun nonformal. Secaragenealogis, perkembangan tari kontemporer di tengah-tengah dominasi taritradisional penuh dengan rintangan serta berbagai wacana dekonstruktifsehingga menjadi stigma di dalam kehidupan sosiokultural masyarakat Bali.Dalam hal ini masyarakat dominan (tradisional) yang didukung oleh kekuasaan,kebijakan dan birokrasi pemerintah menghegemoni melalui visi dan misi PKB,termasuk tema, kriteria, rancangan program dan seluruh prangkatpendukungnya, membuat aktivitas dan kreativitas para seniman kontemporerterpasung.
Marginalisasi tari kontemporer dalam demensi makna berimplikasiterhadap dinamika perkembangan seni budaya Bali dalam prinsipkeuniversalannya, sebagai budaya yang supel dan fleksibel, akulturatif, adaptifdalam multikulturalisme. Selalu terbuka terhadap pengaruh dari budaya luar,namun tetap berpijak pada nilai-nilai dan jatidiri. Marginalisasi tari kontemporerdalam PKB empat tahun terakhir merupakan proses pemaknaan terhadap hakikattari kontemporer dalam kehidupan sosiokultural masyarakat Bali yang masih kuatdan kokoh dengan nilai-nilai tradisionalnya. Dalam perjuangannya terhadapkekuatan hegemoni PKB empat tahun terakhir untuk merebut ruang maknasebagai bagian dari kebudayaan. Berjuang untuk merebut emansipasi dankesetaraan, kedudukan yang sama terhadap eksistensinya di dalam senipertunjukan Bali. Perjuangan tersebut terus berlanjut, baik secara orisontalmaupun vertikal.
Kata kunci: Pesta Kesenian Bali, Marginalisasi, Tari Kontemporer,multikulturalisme, dan hegemoni.
xi
ABSTRACT
Contemporary dance is a new dance works that pattern of choreographystarting point to elements of modern culture and the global crated incontemporary nuance. As an exploratory dance works that emphasize freedom ofcreativity, contemporary dance has a large space to exist and develop inaccordance with the demands of contemporary times.Theoreticallycontemporary dance created through creativity, initiative, and a sense that is partof their culture, was born in present time believe it should be important toestablish the dynamics of change within the program Bali Arts Festival (PKB).However, based on implicit and explicit empirical data, from the four year priod,betwen 2013, 2014, 2015, and 2016, the Bali Art Festival exhibits of power andhegemony structure in it performing arts program, which couses themarginalization of contemporary dance pieces.Therefore, this study aims todetermine the background, forms, meanings and implications of themarginalization of contemporary dance in the PKB from the last four yearsthrough a cultural studies perspective. The data has been collected frominterviews, observation and documents, and has undergone an eclectic analysisvia theories such as: the theory of hegemony by Gramsci, power/ knowledge ofFoucault, and aesthetics by Piliang.
The results illuminate an ironic phenomenon in that even though,contemporary dance arose out of modern societel movements, is marked withthe effects of globalization, technology, telecommunications, information andscience, and has even been supported by reformation govermment policy since1998. Its existence is still not entirely accepted by Balinese society of bothformal and non-formal.The development of contemporary dance in Bali isdominated and stifled by traditional dance forms and deconstructive discourses itcausing to become stigmatized in socio-cultural life. The dominant traditionalsociety in Bali is supported by the power structures, policies, and hegemonicbureaucracies that administer the themes, included in criteria, performanceprograms parties involved in the Bali Arts Festival, severely hindering the creativeoutlets of contemporary artists.
Marginalization of contemporary dance in the dimension of meaningimplications on dynamic development of Balinese art and culture in the principleof universality, as supple and flexible culture, acculturative, adaptive inmulticulturalism. Always open to the influence of foreign cultures, whileremaining grounded in it own values and identity. In certain ways thismarginalization in PKB last four years is a process of meaning to the nature ofcontemporary dance in the sociocultural life of Balinese are still strong andsturdy with traditional values.
In his struggle against power and hegemonic force of PKB past fouryears to seize the meaning of space as part of the culture. Struggle foremancipation and equality, the same position against the existence in Balineseperforming arts. The struggle continues, both orisontal and vertically
Keywords : Bali Arts Festival, Marginalization, Contemporary Dance,Multiculturalism and hegemony.
xii
RINGKASAN
Disertasi ini merupakan hasil penelitian tentang marginalisasi tari
kontemporer dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) empat tahun terakhir, yaitu:
perioda tahun 2013, 2014, 2015, dan 2016. PKB merupakan helatan akbar seni
budaya Bali yang memiliki fungsi dan makna penting dalam sosiokultural
masyarakat Bali. Hal ini disebabkan karena kesenian Bali sebagai bagian dari
kebudayaan nasional, merupakan salah satu unsur budaya Bali yang memiliki
fungsi mendasar dalam proses peradaban masyarakat Bali yang perlu dipelihara
keberlanjutannya. PKB merupakan kegiatan seni budaya yang memiliki fungsi
budaya, pendidikan, dan ekonomi. Implementasinya dilakukan secara periodik
setiap tahun yang di dalamnya terkandung secara integral dan kuat unsur-unsur
budaya lokal Bali. Bagi masyarakat Bali, PKB telah menjadi harga mati karena
merupakan pesta rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat. PKB menjungjung tinggi
nilai-nilai intelektual, spiritual, dan kultural sebagai puncak memuliakan seni
dan budaya Bali. Dalam pelaksanaannya berorientasi dan penekananya kepada
pembangunan harkat dan martabat budaya Bali di kancah nasional dan
internasional. Dilandasi visi dan misi yang kuat, yaitu: pengkajian, penggalian,
pelestarian dan pengembangan di dalam membangun strategi budaya, aktualisasi
budaya, identitas budaya untuk dapat hidup dan perkembang secara konstruktif
dan positif di tengah-tengah derasnya pengaruh globalisasi.
PKB dalam empat tahun terakhir telah terjadi pergeseran terhadap
sistem pelaksanaannya seiring dengan pesatnya perkembangan zaman
kontemporer yang meliputi; informasi, telekomunikasi, teknologi dan sains yang
telah berdampak besar terhadap kehidupan sosiokultural masyarakat Bali.
Konsekuensi logisnya di zaman kontemporer seperti sekarang ini terdapat
peluang signifikan terhadap karya-karya tari kontemporer untuk ikut
berpartisipasi dalam program pergelarannya. Kehadiran tari kontemporer dalam
program pagelaran PKB semestinya dapat membangun dinamika seni
pertunjukan Bali lebih kreatif, inovatif dan dinamis. Akan tetapi terdapat
kesenjangan yang tajam terhadap keberadaan tari kontemporer sebagai bagian
xiii
dari kebudayaan, apabila dibandingkan dengan tari-tari tradisional. Secara
realitas tari tradisional mendominasi setiap program PKB empat tahun terakhir.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, tari kontemporer secara koreografis
merupakan ciptaan baru dengan pola penggarapannya yang berorientasi kepada
budaya global dan kekinian telah mengalami marginalisasi. Data empiris
menunjukan bahwa tari kontemporer hanya dipentaskan pada PKB tahun 2014
saja, sedangkan tahun 2013, 2015, dan 2016 tidak dipentaskan.
Berdasarkan fenomena dan peristiwa tersebut, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian ini, yaitu: Pertama, mengapa tari kontemporer
mengalami marginalisasi dalam PKB empat tahun terakhir? Kedua, bagaimana
bentuk marginalisasi tari kontemporer dalam PKB empat tahun terakhir? Ketiga,
apa makna dan implikasi marginalisasi tari kontemporer dalam PKB empat
tahun terakhir? Melalui ketiga permasalahan tersebut dijadikan acuan analisis
untuk mendapatkan hipotesis sebagai dasar temuan baru dari hasil penelitian ini.
Tujuan penelitian dipilah menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum meliputi pemahaman terhadap eksistensi tari sebagai bagian dari
kebudayaan, memiliki fungsi dan makna penting bagi kehidupan sosio-kultural
masyarakat Bali sehingga perlu dilestarikan dan dikembangkan berdasarkan
nilai, dan jatidiri budaya Bali. Tujuan khusus, yaitu: (1) untuk mengkaji,
mendapatkan pengetahuan secara deskriptif dan holistik sekaligus mengetahui
serta memahami tentang marginalisasi tari kontemporer dalam PKB empat tahun
terakhir; (2) untuk mengetahui dan memahami latar belakang marginalisasi tari
kontemporer dalam PKB empat tahun terakhir; (3) untuk mengetahui dan
memahami bentuk marginalisasi tari kontemporer dalam PKB empat tahun
terakhir; (4) untuk mengetahui, memahami makna dan implikasi marginalisasi
tari kontemporer dalam PKB empat tahun terakhir. Manfaat penelitian ini dapat
ditinjau dari dua aspek, yaitu: manfaat teoretis dan manfaat praktis. Pada
dasarnya penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai
pemikiran baru, landasan konseptual, studi perbandingan, sumber informasi,
xiv
dokumentasi terhadap keberadaan tari kontemporer dalam PKB empat tahun
terakhir.
Marginalisasi tari kontemporer dalam PKB empat tahun terkhir diteliti
berdasarkan data empiris melalui kaidah-kaidah metodelogi serta dibedah
dengan menggunakan teori-teori kritis kajian budaya secara eklektik, yaitu: teori
hegemoni, teori kuasa dan pengetahuan, dan teori estetika. Teori hegomoni yang
dicetuskan oleh Gramsci digunakan sebagai alat untuk membedah unsur-unsur
yang berkaitan dengan terjadinya hegomoni terhadap tari kontemporer dalam
pelaksanaan PKB empat tahun terakhir. Teori kuasa dan pengetahuan dari
Foucault digunakan untuk membedah unsur-unsur relasi kuasa yang berkaitan
dengan kebijakan dan birokrasi pemerintah dan masyarakat dominan
(tradisional), sebagai agen-agen yang membentuk marginalisasi tari kontemporer
dalam pelaksanaan PKB empat tahun terakhir. Teori estetika Piliang untuk
membedah unsur-unsur keindahan yang menyangkut nilai-nilai artistik, bentuk,
filosofi, yang meliputi: isi, tema, bobot, karakteristik dan daya pikat dalam tari
kontemporer.
Sebagai penelitian berparadigma kajian budaya, penelitian ini
menggunakan metode kualitatif yang proses pencarian jenis dan sumber data
menggunakan metode studi perpustakaan (library research). Sumber data
sekunder yang dikoleksi dari data tertulis dalam bentuk literatur-literatur,
rekaman audio visual, baik berupa kaset, video, film, maupun foto-foto. Studi
lapangan (field research) merupakan data primer yang diproleh melalui
wawancara mendalam dan observasi langsung serta melakukan dokumentasi.
Data dikumpulkan dan diklasifikasikan berdasarkan potensi, fungsi, serta
relevansinya dengan tujuan untuk memudahkan melakukan analisis melalui
tahap open coding, axial coding dan selective coding. Lokasi penelitian
dilakukan di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan Taman Budaya serta
Kabupaten Buleleng, Badung, Gianyar, Bangli, dan Karangasem yang berkaitan
dengan kebutuhan data.
Marginalisasi tari kontemporer dalam PKB empat tahun terakhir yaitu
tahun 2013, 2014, 2015, dan 2016 dilatar belakangi oleh kekuatan sosial budaya
xv
yaitu telah terjadi pergulatan dan perdebatan nilai dalam masyarakat baik formal
maupun nonformal terhadap keberadaan tari kontemporer di Bali. Nilai
sosiokultural yang tercermin dalam kehidupan masyarakat Bali terutama
masyarakat dominan (tradisional) yang memegang teguh nilai dan norma
tradisional berpengaruh besar terhadap marginalisasi kontemporer di Bali.
Secara historis dalam masyarakat tradisional terjadi perubahan berkesenian
secara gradual, tidak evolusioner, yaitu melalui proses filterisasi, penyesuaian,
akulturasi dan adaptasi. Bagi masyarakat Bali tradisional, berkesenian
merupakan wujud pelestarian dan pengembangan budaya melalui proses
institusionalisasi dalam bentuk penyesuaian-penyesuaian yang umumnya
perubahan terjadi hanya dalam kulit luarnya saja. Tidak mengherankan,
masyarakat dominan tradisional apabila menghadapi unsur-unsur budaya baru
yang tidak menyentuh nilai dan norma tradisional Bali muncul rasa skeptis dan
ketidak percayaan bahkan penolakan. Berdasarkan kekuatan tersebut
memunculkan berbagai macam wacana dan diskursus-diskursus dekonstruktif
sehingga membuat image tari kontemporer menjadi stigma yang dikonotasikan
pada hal-hal yang bersifat asumtif, skeptis ke arah negatif.
Tari kontemporer yang merupakan karya seni berkiblat global dan
kekinian, dalam pandangan masyarakat yang fanatik dengan kesenian
tradisional, baik formal maupun noformal menganggap sebagai karya tari yang
tidak sesuai dengan etika, logika, estetika, dan praktika masyarakat Bali. Bahkan
diklaim sebagai karya perombak dan mendobrak tradisi yang telah mapan.
Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan benang merah sebagai sejarah kelam
konstelasi kehidupan tari kontemporer di Bali, sehingga sampai sekarang masih
mengalami marginalisasi.
Bentuk marginalisasi tari kontemporer dalam PKB empat tahun terakhir
dapat dicermati dari dua faktor, yaitu: faktor internal dan eksternal. Faktor
internal merupakan unsur-unsur yang terjadi secara interen (dari dalam) tari
kontemporer, seperti bentuk pertunjukannya yang menyangkut masalah artistik
dan filosofi termasuk pelaku atau senimannya. Berkaitan dengan pakem, norma,
nilai dan kriteria estetik seni pertunjukan Bali, marginalisasi tari kontemporer
xvi
dalam faktor internal, meliputi: wujud atau rupa (appearance), isi atau bobot
karya (content, substance), dan penampilan atau penyajian (presentation).
Bentuk terdiri, atas: bentuk dan struktur. Bobot atau isi terdiri atas tiga aspek,
yaitu: suasana, gagasan, dan ibarat/pesan. Aspek penampilan juga mencakup tiga
unsur, yaitu: bakat, keterampilan, dan sarana atau media termasuk senimannya.
Di samping itu, proses konstruksi atau penggarapan tari kontemporer juga
menjadi unsur penting sebagai faktor internal dalam pembahasan bentuk-bentuk
marginalisasi tari kontemporer terutama yang berkaitan dengan kriteria artistik
seni pertunjukan Bali. Kesemua faktor internal tersebut menjadi landasan
penting dalam menganalisis bentuk-bentuk marginalisasi tari kontemporer dalam
PKB empat tahun terakhir.
Faktor eksternal merupakan unsur-unsur yang mempengaruhi dari luar
yang membentuk marginalisasi tari kontemporer dalam PKB empat tahun
terakhir. Faktor ini menyangkut keberadaan seni tari kontemporer dalam
kehidupan sosial masyarakat Bali. Seni tari dalam sosiokultural masyarakat Bali
terdapat berbagai ciri sebagai identitas kebudayaan daerah masing-masing. Ciri-
ciri itu terwujud melalui proses yang lama kemudian mengkristal berdasarkan
kesepahaman, kesepakatan, dan sepenanggungan bersama. Seniman dalam
proses beraktivitas dan berkreativitas sebagai wujud karya mengacu kepada
nilai-nilai tersebut, sehingga hasil karyanya dapat hidup dan berkembang di
tengah-tengah masyarakat pendukungnya. Dalam hal itu, tari kontemporer
secara tekstual, konseptual, dan kontekstual berorientasi kepada kebebasan
berkreativitas dan menjelajah unsur-unsur modern dan kekinian tidak bisa lepas
dari unsur eksternal yang berbenturan dengan nilai-nilai tersebut. Secara
ideologis PKB merupakan spirit kekuatan seni dan budaya Bali yang
pelaksanaannya secara implisit dan eksplisit terdapat unsur-unsur relasi kuasa
dan hegemoni melalui kebijakan dan birokrasi pemerintah sebagai faktor
eksternal. Kekuatan tersebut tersebar dan cair dalam visi dan misi, tema, kriteria
program pagelaran, tim kurator, pembina, panitia, bentuk pertunjukan dan
pengamat termasuk penonton PKB empat tahun terakhir, sehingga membuat tari
kontemporer mengalami marginalisasi. Menghadapi situasi dan kondisi seperti
xvii
itu, tari kontemporer terus berjuang mencari peluang untuk dapat eksis di
tengah-tengah dominasi masyarakat tradisional dalam program-program
pertunjukan PKB empat tahun terakhir melalui entitas dan kualitasnya sebagai
bagian dari seni pertunjukan Bali.
Tari kontemporer hanya terdapat pementasannya dalam program
pagelaran PKB tahun 2014 saja, dan PKB tahun 2013, 2015, dan 2016 tidak ada.
Terdapat lima jenis bentuk pertunjukan tari kontemporer yang pentas, yaitu:
group Rare Kual dari kabupaten Buleleng, group Pancer Langit dari kabupaten
badung, group Rare Perhyangan dari kabupaten Gianyar, SMK Seni dari
kabupaten Bangli, dan group Citta Wistara dari kabupaten Karangasem. Fakta
menujukkan bahwa, kelima bentuk pertunjukan tari kontemporer tersebut telah
mulai menggeser anggapan dan pandangan masyarakat dominan kepada
eksistensinya. Unsur-unsur kontemporer yang menjadi pijakan karya-karyanya
telah beradaptasi dengan unsur-unsur tari tradisional Bali. Kelimanya telah
mengacu kepada makna tema PKB 2014 yaitu kertamasa yang mengandung
makna dinamika kehidupan agraris menuju kesejahteraan semesta yang dikemas
secara menarik dan kekinian. Apabila dilihat dari aspek kriteria artistik
petunjukan Bali, bentuk-bentuk pertunjukan tersebut telah menunjukkan adanya
akulturasi dan inkulturasi secara harmonis dan dinamis dengan nilai dan norma
budaya lokal Bali.
Makna dan implikasi marginalisasi tari kontemporer dalam PKB empat
tahun terakhir berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap nilai
sosial dan budaya. Dalam kompleksitasnya makna seni, membuat kehadiran
karya tari kontemporer di Bali mengalami perjuangan yang berat di dalam
merebut ruang makna di tengah-tengah dominasi tari tradisional. Nilai
sosiokultural yang diyakini berkekuatan suci karena bersumber pada agama
Hindu dan kekuasaan yang masih berlaku bahkan sangat kuat di Bali
menempatkan bayang-bayang kekaburan makna terhadap karya tari
kontemporer. Hal ini berdampak di samping terhadap keberadaan tari
kontemporer dan juga terhadap perkembangan seni pertunjukan di Bali. Tari
kontemporer yang unsur-unsurnya sebagai spirit perubahan, pembaharuan dan
xviii
kebebasan berkreativitas apabila tidak difungsikan untuk kepentingan
perkembangan dan kemajuan seni pertunjukan, maka berdampak kepada kesan
seni pertunjukan Bali menjadi statis atau menoton baik di dalam fungsinya
sebagai pertunjukan adat dan agama, pariwisata, maupun lembaga-lembaga
formal. Budaya yang statis adalah budaya yang tidak memiliki masa depan,
budaya yang tidak berdaya, dan budaya yang ketinggalan zaman.
Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian dapat dideskripsikan temuan
baru penelitian, yaitu: pertama, marginalisasi tari kontemporer merupakan
proses pemaknaan terhadap nilai-nilai tekstual, kontekstual dan kultural dalam
kehidupan sosial masyarakat Bali yang masih kuat dan kokoh dengan nilai-nilai
tradisional. Dalam proses ini terdapat berbagai asumsi, interpretasi, persepsi,
apriori, dan skeptis dari masyarakat dominan terhadap keberadaan tari
kontemporer sehingga menjadi stigma atau dikonotasikan negatif. Kedua, secara
ideologis PKB merupakan pandangan hidup yang dianggap memiliki kebenaran
mutlak bagi masyarakat Bali dalam penegasan fungsi dan makna pelestarian dan
pengembangan nilai-nilai seni budaya sebagai landasan dalam kehidupan
masyarakat Bali yang beradab, bermartabat dan terhormat. Oleh karena itu, tari
kontemporer yang diciptakan melalui proses kreatif secara koreografis
mengandung unsur-unsur artistik dan filosofis yang menyangkut kemanusiaan,
ingin merebut ruang makna sebagai bagian dari kebudayaan. Berjuang merebut
emansipasi dan kesetaraan atau kesamaan kedudukan sebagai bagian dari seni
pertunjukan Bali dalam multikulturalisme. Perjuangan tersebut terus berlanjut
secara orisontal dan vertikal.
Simpulan penelitian ini adalah, PKB merupakan investasi kultural yang
ditekankan pada ranah keharkatan dengan meningkatkan mutu dan produktivitas,
partisipasi publik serta keyakinan sekala dan niskala. Investasi kultural adalah
investasi jangka panjang yang tetap efektif, prospektif dan prosperitif karena
yang disegarkan, dimekarkan, ditegarkan dan digetarkan adalah totalitas pondasi
kemanusiaan yang mencakup roh, kebanggaan, dan keharkatan bangsa,
xix
khususnya Bali. Kuat dan kokohnya nilai-nilai tradisi dalam pelaksanaan PKB di
Bali dalam implementasinya empat tahun terakhir membuat tari kontemporer
termarginalkan. Hal itu disebabkan oleh ideologi PKB, kekuasaan, hegemoni
kebijakan dan birokrasi formal dan nonformal.
Latar belakang marginalisasi tari kontemporer dalam PKB empat tahun
terakhir bersumber dari realitas kehadirannya di tengah-tengah kehidupan
masyarakat yang didominasi oleh nilai-nilai tradisional, sehingga selalu
berhadapan dengan polemik dan kritik sosial serta pergulatan makna bagi
penonton tradisional. Hal itu berkembang terus sampai sekarang sebagai
wacana-wacana dan diskursus-diskursus dekonstruktif dalam kehidupan sosial
masyarakat baik formal maupun nonformal. Marginalisasi terjadi karena tari
kontemporer yang oleh masyarakat dominan dianggap sebagai tari global yang
radikal, mendobrak dan merombak nilai atau norma tradisional yang telah
mapan. PKB sebagai amanat rakyat membuat kebijakan dan birokrasi
pemerintah berserta masyarakat dipengaruhi kuat oleh unsur ideologi,
kekuasaan, dan hegemoni, sehingga eksistensi tari kontemporer termarginalisasi
dalam PKB empat tahun terakhir. Implikasi marginalisasi tari kontemporer
hingga sekarang masih berjuang terhadap berbagai aktivitas dan kreativitas
dalam pengembangan seni dan budaya dalam fungsinya sebagai pembaharuan,
perubahan, dan kemajuan seni pertunjukan Bali sesuai dengan tuntutan zaman.
Saran yang dapat diajukan adalah: pertama, seniman kontemporer
apabila berkarya di Bali hendaknya jangan mengadopsi begitu saja unsur-unsur
budaya global, hendaknya diadaptasikan secara kreatif dan dinamis ke dalam
budaya lokal sebagai akulturasi budaya dalam multikulturalisme. Kedua,
pemegang kebijakan dan birokrasi di pemerintahan bersama masyarakat,
disarankan untuk memberikan perhatian khusus terhadap tari kontemporer
sebagai tujuan untuk membangkitkan dinamika seni pertunjukan Bali. Ketiga,
fasilitas yang menyangkut kebutuhan pementasan tari kontemporer di Taman
Budaya belum representatif. Bentuk-bentuk stage atau tempat pementasan seni
pertunjukan di PKB dikonstruksi dalam bentuk konvensional yang disebut
dengan “kalangan”. Seluruh sarana dan prasarana dalam seni pertunjukan di
xx
Taman Budaya didominasi oleh unsur-unsur tradisional Bali, sehingga tidak
representatif apabila difungsikan untuk pementasan tari kontemporer yang
bersifat eksploratif dan kekinian. Oleh karena itu, dimohon kepada pemerintah
agar memperhatikan dengan membuatkan panggung/stage yang representatif
untuk kepentingan pementasan tari kontemporer.
xxi
DAFTAR ISI
LEMBAR UJIAN TERBUKA................................................................. iPERSYARATAN GELAR ...................................................................... iiLEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iiiPENETAPAN PANITIA PENGUJI......................................................... ivSURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.......................................... vSLOKA ................................................................................................... viPERSEMBAHAN ................................................................................... viiUCAPAN TERIMA KASIH.................................................................... viiiABSTRAK.............................................................................................. xiABSTRACT............................................................................................ xiiRINGKASAN DISERTASI..................................................................... xiiDAFTAR ISI........................................................................................... xxiiDAFTAR GAMBAR............................................................................... xxviiDAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xxxGLOSARIUM ......................................................................................... xxxi
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1Latar Belakang ........................................................................................ 1Rumusan Masalah ................................................................................... 121.1 Tujuan Penelitian............................................................................... 121.1.1 Tujuan Umum ............................................................................... 12
1.1.2 Tujuan Khusus .............................................................................. 13
1.2 Manfaat Penelitian ............................................................................. 13
1.2.1 Manfaat Teoretis ........................................................................... 13
1.2.2 Manfaat Praktis ............................................................................. 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DANMODEL PENELITIAN.............................................................. 15
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................... 15
2.2 Konsep .............................................................................................. 24
2.2.1 Marginalisasi ................................................................................. 24
2.2.2 Tari Kontemporer .......................................................................... 26
2.2.3 Pesta Kesenian Bali ....................................................................... 27
xxii
2.3 Landasan Teori ................................................................................. 28
2.3.1 Teori Hegemoni ............................................................................ 29
2.3.2 Teori Kuasa dan Pengetahuan ....................................................... 32
2.3.3 Teori Estetika................................................................................ 35
2.4 Model Penelitian ............................................................................... 40
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 44
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 44
3.2 Lokasi Penelitian............................................................................... 44
3.3 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 45
3.4 Instrumen Penelitian ......................................................................... 45
3.5 Teknik Penentuan Informan .............................................................. 47
3.6 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 48
3.6.1 Observasi Partisipatif .................................................................... 50
3.6.2 Wawancara Mendalam.................................................................. 52
3.6.3 Dokumentasi ................................................................................. 54
3.7 Teknik Analisis Data......................................................................... 55
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ............................................... 56
BAB IV GAMBARAN UMUM PESTA KESENIAN BALI (PKB)........ 57
4.1 PKB Dalam Gagasan Ida Bagus Mantra ............................................ 57
4.1.1 PKB Sebagai Persembahan ........................................................... 60
4.1.2 PKB Sebagai Aktualisasi Identitas Budaya ................................... 63
4.1.3 PKB Sebagai Upaya Membangun Strategi Budaya........................ 67
4.2 Pemahaman Terminologi PKB .......................................................... 71
4.3 Visi dan Misi PKB ............................................................................ 77
4.3.1 Sebagai Wadah Pengkajian............................................................ 78
xxiii
4.3.2 Sebagai Wadah Penggalian............................................................. 85
4.3.3 Sebagai Wadah Pelestarian............................................................. 90
4.3.4 Sebagai Wadah Pengembangan ...................................................... 95
4.4 Rancangan Program Pagelaran PKB Empat Tahun Terakhir .............. 102
4.5 Tema PKB Empat Tahun Terakhir ..................................................... 111
4.6 Logo PKB Dalam Perspektif Filosofi dan Makna............................... 114
BAB V LATAR BELAKANG MARGINALISASI TARI KONTEMPORERDALAM PKB EMPAT TAHUN TERAKHIR............................ 118
5.1 Genealogi Dalam Kritik dan Polemik Tari Kontemporer Di Tengah DominasiTari Tradisional ................................................................................. 118
5.1.1 Polemik dan Kritik Karya Sardono W. Kusumo Berjudul “Kecak Rina” DiDesa teges, Ubud Gianyar Tahun 1972 .......................................... 120
5.1.2 Polemik dan Kritik Karya I Wayan Dibia yang Berjudul “Setan Bercanda”Tahun 1978.................................................................................... 123
5.1.3 Kajian Teoretis Kritik dan Polemik Tari Kontemporer Cak Rina karyaSardono dan Serta Setan Bercanda Karya I Wayan Dibia ............... 125dddd
5.2 Wacana-Wacana Marginalisasi Tari Kontemporer ............................. 129
5.2.1 Wacana Seniman Alam Terhadap Tari Kontemporer....................... 138
5.2.2 Wacana Seniman Akademis Terhadap Tari Kontemporer............. 144
5.3 Nilai Objektivitas Dalam Komparasi Antara Tari Kontemporer dan TariTradisional......................................................................................... 153
BAB VI BENTUK MARGINALISASI TARI KONTEMPORER DALAMPKB EMPAT TAHUN TERAKHIR ......................................... 161
6.1 Hegemoni Dalam Marginalisasi Tari Kontemporer Dalam PKB Empat TahunTerakhir ............................................................................................. 161
6.1.1 Hegemoni Dalam Kebijakan dan Birokrasi Pemerintah .................. 161
6.1.2 Hegemoni Dalam Konstruksi Tema PKB Empat Tahun Terakhir ... 168
xxiv
6.1.3 Hegemoni Pembentukan Kriteria Dalam Tema Pagelaran PKB EmpatTahun Terakhir.............................................................................. 174
6.1.4 Hegemoni Tim Kurator Terhadap Tari Kontemporer Dalam PKB EmpatTahun Terakhir.............................................................................. 190
6.2 Marginalisasi Tari Kontemporer Dalam Program Pagelaran Seni PertunjukanPKB Empat Tahun Terakhir .............................................................. 196
6.2.1 Pagelaran Seni Pertunjukan Dalam PKB 2013............................... 199
6.2.2 Pagelaran Seni Pertunjukan Dalam PKB 2014............................... 206
6.2.3 Pagelaran Seni Pertunjukan Dalam PKB 2015............................... 209
6.2.4 Pagelaran Seni Pertunjukan Dalam PKB 2016............................... 211
6.3 Hegemoni Nilai-Nilai Tari Tradisional Pada Tari Kontemporer Dalam PKBEmpat Tahun terakhir........................................................................ 219
6.4 Kurangnya Minat Penonton Pada Pertunjukan Tari Kontemporer Dalam PKBEmpat Tahun Terakhir ...................................................................... 225
6.5 Marginalisasi Pada Bentuk Pertunjukan ............................................ 230
6.5.1 Pertunjukan Tari Kontemporer Komunitas Rare Kual Kabupaten Buleleng 231
6.5.2 Pertunjukan Aci Tabuh Rah Pengangon dari Komunitas Pancer LangitKabupaten Badung ........................................................................ 236
6.5.3 Tari kontemporer Berjudul “Sehari-hari” Dari Komunitas RareParhyangan Kabupaten Gianyar.................................................... 246
6.5.4 Pertunjukan Tari Kontemporer SMK Seni Kabupaten Bangli ........ 253
6.5.5 Pertunjukan Tari Kontemporer Citta Wistara Kabupaten Karangasem 266
6.5.6 Analisis Marginalisasi Bentuk Pertunjukan Tari Kontemporer Dalam PKBTahun 2014 ................................................................................... 273
6.6 Minimnya Seniman dan Pelaku Tari Kontemporer Dalam PKB Empat TahunTerakhir ............................................................................................ 279
xxv
BAB VII MAKNA DAN IMPLIKASI MARGINALISASI TARIKONTEMPORER DALAM PKB EMPAT TAHUN TERAKHIR 286
7.1 Makna Marginalisasi Tari Kontemporer............................................. 286
7.2 Implikasi Marginalisasi Tari Kontemporer ......................................... 290
7.2.1 Implikasi Terhadap Eksistensi Seni Pertunjukan ............................... 291
7.2.2 Implikasi Dalam Pendidikan........................................................... 294
7.2.2.1 Implikasi Dalam Pendidikan Formal ............................................ 296
7.2.2.2 Implikasi Dalam Pendidikan Nonformal....................................... 307
7.2.3 Implikasi Dalam Pariwisata ............................................................ 314
7.2.4 Implikasi dalam Komunitas Tari Kontemporer ............................... 320
7.2.4.1 Komunitas Geria Olah Kreativitas Seni (Gioks) ........................... 322
7.2.4.2 Komunitas Penggak Men Mersi ................................................... 325
7.2.4.3 Komunitas Pancer Langit ............................................................ 330
7.3 Implikasi Tari Kontemporer dalam Alienasi Kultural ......................... 332
BAB VIII PENUTUP .............................................................................. 337
8.1 Simpulan ........................................................................................... 337
8.2 Temuan Baru Penelitian..................................................................... 340
8.3 Saran
341
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xxvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Model Penelitian............................................................... 40
Gambar 4.1 Peta Pulau Bali ................................................................. 75
Gambar 4.2 Pertunjukan Topeng Panca Duta Kabupaten Jemberana DalamPKB tahun 2015................................................................ 81
Gambar 4.3 Pagelaran Tari Joged Pingitan Dalam Bentuk KesenianRekonstruksi pada PKB XXXVI Tahun 2014 ................... 86
Gambar 4.4 Pagelaran Janger Klasik Dalam Program Pelestarian Pada PKBTahun 2013....................................................................... 94
Gambar 4.5 Pagelaran Kesenian Pengembangan Kreasi Baru Dalam BentukSendratari Kolosal di Ajang PKB Tahun 2013. ................. 101
Gambar 4.6 Para Pimpinan Sekaa, Sanggar, Group Kesenian Yang PentasDalam Acara Pagelaran PKB 2014 Sedang Mendapat Pembinaandari Tim Kurator ............................................................... 105
Gambar 4.7 Para Tim dan Panitia PKB 2015 Sedang Rapat Tentang MateriPagelaran .......................................................................... 107
Gambar 4.8 Para Tim Perumus Tema PKB Dalam Pemantapan Sosialisasi danAktualisasi Tema PKB 2015 Pada Para Panitia dan Tim DariMasing-masing Kabupaten dan Kota................................. 113
Gambar 4.9 Logo Pesta Kesenian Bali ................................................. 116
Gambar 5.1 Tari Kontemporer Sehari-hari Dari komunitas Rare ParhyanganKabupaten Gianyar ........................................................... 134
Gambar 5.2 Tari Kontempor Pancer Langit Kabupaten Badung........... 158
Gambar 6.1 Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali (Drs. Dewa Putu Beratha,M.Si.) Sedang Memimpin Rapat Dalam Perencanaan PKB Tahun2015 ................................................................................. 162
Gambar 6.2 Tema PKB Empat Tahun Terakhir Yaitu: 2013, 2014 2015, dan2016 ................................................................................. 170
xxvii
Gambar 6.3 Rapat Panitia PKB 2014 Dalam Pemantapan Kriteria ProgramPagelaran........................................................................... 176
Gambar 6.4 Penampilan Tari Kontemporer Dalam Program Pagelaran PKBTahun 2014 Dari komunitas Pancer Langit Kabupaten Badung 189
Gambar 6.5 Tim Kurator Sedang Menyeleksi dan Menentukan Materi-materiPagelaran Untuk PKB 2014 ............................................... 191
Gambar 6.6 Bentuk-bentuk Pertunjukan Partisipasi dari Luar Bali Dalam PKBEmpat Tahun Terakhir....................................................... 215
Gambar 6.7 Penggambaran Tipat dan Bantal Sebagai Simbol Dari Purusa danPredana Penampilan dalam PKB 2014 .............................. 238
Gambar 6.8 Penggambaran Para Prajurit Ki Kebo Iwa Yang MerupakanBagian Pementasan Dari Komunitas Pancer Langit KabupatenBadung Dalam Rangka PKB 2014 Di Gedung Ksirarnawa 242
Gambar 6.9 Adegan Duet yang Menggambarkan Tipat dan Bantal SebagaiSimbol Purusa dan Predana Yang Merupakan Bagian PementasanDari Komunitas Pancer Langit (PKB 2014) ....................... 245
Gambar 6.10 Tari kontemporer yang berjudul “Sehari-hari” Merupakan KaryaKolaborasi Dalam Bentuk Dramatari Yang Dipersembahkan OlehKomunitas Rare Parhyangan Kabupaten Gianyar Dalam PKB2014 .................................................................................. 252
Gambar 6.11 Penggambaran Tokoh Putu dan Ayu Dalam Suasana Romantis DiBawah Pepohonan Yang Asri Yang Merupakan BagianPementasan SMK Seni Kabupaten Bangli (PKB 2014) ...... 254
Gambar 6.12 Para Penari Sedang Berhias Di Belakang Panggung (PKB 2014) 256
Gambar 6.13 Tari Kontemporer Dari Komunitas Citta Wistara KabupatenKarangasem (PKB 2014) ................................................... 272
Gambar 7.1 Karya Tari Kontemporer Ujian Akhir Mahasiswa Program StudiTari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasartahun 2013......................................................................... 302
xxviii
Gambar 7.2 Ujian Tengah Semester Mahasiswa Program Studi Tari FakultasSeni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar Dalam MataKuliah Koreografi Lingkungan di Area Taman Budaya Tahun2013 ................................................................................... 306
Gambar 7.3 Tampak Depan Gedung GEOKS......................................... 323
Gambar 7.4 Panggung Pementasan GEOKS........................................... 324
Gambar 7.5 Tempat Pementasan Penggak Men Mersi ............................ 328
xxix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara ......................................................... 354
Lampiran 2. Daftar Informan.................................................................. 361
Lampiran 3. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Tentang PKB.........
xxx
GLOSARIUM
Alternite : selang-seling; motif gerak selang-seling di antara penari diatas panggung. Gerakan ini sangat lazim digunakan dalamtari-tari kontemporer.
Akulturasi : (acculturation) merupakan suatu perpaduan budaya yangkemudian menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkanunsur-unsur asli dalam budaya tersebut. Misalnya, sebuahproses percampuran dua budaya atau lebih yang salingbertemu dan berlangsung dalam waktu yang lamasehingga dapat saling mempengaruhi.
Canon : motif gerak yang dilakukan oleh penari secara bergantiandengan penari yang satu dengan yang lain
encahcerengu : perubahan raut muka atau permainan ekspresi dalam tariBali.
flat : rata, adalah motif gerak dengan membuka kedua kaki penariselebar-lebarnya ke samping sampai pada posisi rata antarakedua kaki dengan pantat di lantai.
ibing-ibingan : penonton yang ditunjuk oleh penari joged untuk menariberpasangan ketika saat pentas di atas panggung. Menariberpasangan dengan improvisasi dalam suasana romantik dankelucu-lucuan.
Inkulturasi : adalah proses yang di dalamnya terjadi “asimilasi”, yaitu:penyesuaian, penyelarasan, pemaduan, dan langkahpenyamaan ideologi atau sistem dan nilai dari dua budayayang berbeda.
janger : salah satu bentuk pertunjukan tradisional Bali yangdiperkirakan mulai muncul sekitar tahun 1920-an. Tarian inibiasanya ditarikan oleh sekelompok penari muda mudi yangsecara koreografi dominan menggunakan posisi duduksetengah lingkaran. Merupakan tarian pergaulan yangmenggunakan lagu-lagu yang bersifat ceria diolah secaratekstual dan kontekstual sesuai fenomena masyarakatpendukungnya.
Jumping : lompat yaitu salah satu motif gerak mengangkat kaki danmengangkat tubuh setinggi-tingginya. Dilakukan secarabersama, bergantian, sendiri, sesuai dengan keinginankoreografinya.
xxxi
kalangan : tempat pertunjukan tradisional dalam bentuk arena yangdibatasi oleh bambu dan gamelan serta perlengkapan pentas.Kalangan biasanya dilengkapi dengan tempat para penarimempersiapkan diri menjelang pentas yang disebut dengankrebeng, sedangkan langse sebagai pembuka dari suatupertunjukannya.
kontemporer : perkembangan karya-karya tari masa kini yang mulai dikenaldi Bali pada tahun 1974 di kalangan akademis. Golongan tariini merupakan karya cipta yang berkiblat teori koreografimodern atau Barat.
koreografi : pengetahuan penyusunan tari atau hasil penciptaan danpencatan tentang tari.
kreasi baru : golongan karya-karya tari baru yang pola penggarapannyaberpijak pada unsur-unsur tradisional Bali. Karya-karya tariini mulai muncul bersamaan dengan munculnya gamelangong kebyar pada tahun 1914 di Bali Utara.
level : posisi tinggi-rendah para penari baik dilakukan secaraberkelompok maupun sendiri-sendiri.
lifting : merupakan motif gerakan yang dilakukan denganmengangkat salah satu penari ke atas setinggi-tingginya, danpenari yang lainnya menjadi tumpuan.
lighting : tata lampu/cahaya di dalam seni pertunjukan.
pragina : pelaku, aktor atau penari dalam seni pertunjukan Bali.
rolling : berguling salah satu motif gerakan yang dominan dilakukandalam tari kontemporer yaitu menggulingkan diri di lantaiatau di panggung
sandyagita : paduan suara sejenis koor yang dibawakan oleh sekelompokpria dan wanita dengan diiringi oleh gamelan gong kebyar.
satyam : suatu istilah sansekerta yang berarti kebenaran, kejujuran danketulusan.
sendratari : merupakan singkatan dari seni drama dan tari yaitu senipertunjukan yang menggunakan cerita (drama) denganpenekanannya pada gerak tari sebagai representasikarakternya dan menggunakan dalang sebagai penggarisbawah dari setiap dialognya. Sendratari muncul pada tahun1961 sebagai karya dari I Wayan Beratha (almarhum).
xlix
siwam : suatu istilah sansekerta yang berarti kesucian.
sliding : suatu motif gerakan yang divisualkan dalam bentuk luncuranatau sedang meluncur, bergeser dan tergelincir.
smoothly : motif gerak-gerak yang sangat banyak digunakan dalam tarikontemporer yaitu gerak-gerak mengalun sangat halus, lancarseperti air.
stacato : motif gerak-gerak dalam tari kontemporer yang dilakukanoleh para penari secara terpatah-patah dalam intensitas yangkuat dan tegas.
sumersault : koprol memutar seluruh badan di lantai diawali dengankepala dilakukan dengan teknik yang lentur sesuai arahkoreografinya.
sundharam : suatu istilah sansekerta yang berarti keindahan.
taksu : kekuatan spiritual atau karisma seorang penari di dalammembawakan suatu tarian sehingga membuat penonotonterpukau, terpesona dan menakjubkan.
unison : suatu gerakan yang dilakukan secara seragam atau rampakoleh para penari dalam bentuk masal atau kelompok.
upside-down : jungkir balik adalah motif gerak yang biasa dilakukan dalamtari kontemporer yaitu menjungkir balikan seluruh badansecara lentur sesuai dengan arah yang diinginkan
weathercock : baling-baling; merupakan motif gerakan memutar seluruhtubuh dengan kedua kaki lurus ke atas dan tangan sebagaitumpuannya.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesenian merupakan bagian dari kebudayaan dengan kandungan nilai-
nilai artistik dan filosofis yang tinggi, memiliki fungsi serta makna dalam
kehidupan masyarakat pendukungnya. Kesenian telah menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat yang secara historis diperkirakan mulai ada bersamaan
dengan adanya peradaban manusia. Damajanti (2006: 13) menyebutkan bahwa
Homosapiens, nenek moyang yang paling awal yaitu manusia Cro-Magnon
(33.000-10.000 SM) membuat lukisan, juga musik, menari dan drama.
Penemuan seruling dari tulang binatang di gua memberikan gambaran tentang
penemuan awal musik. Beranalogi dari penemuan artefak tersebut menunjukan
bahwa kesenian telah diwarisi oleh nenek moyang dari zaman yang lampau dan
telah menjadi bagian dari peradabannya. Dalam perkembangan berikutnya
sejalan dengan norma-norma, adat, agama, dan tradisi, eksistensinya selalu
dijunjung tinggi, dilestarikan, dan dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai
sosiokultural masyarakatnya.
Dalam situasi tertentu, kesenian dipandang sebagai media pembelajaran
intelektual dan spiritual yang memiliki konstribusi dalam memberikan tuntunan
dan pencerahan terhadap masyarakat berdasarkan nilai-nilai filosofisnya.
Apabila diposisikan sebagai sumber pembelajaran intelektual, maka sumber ilmu
pengetahuan dapat membentuk karakter dan jati diri, mempertebal rasa percaya
diri, membuka wawasan, pengalaman pada setiap orang untuk dijadikan
2
pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Apabila diposisikan sebagai
media spiritual seni merupakan pendewasaan rohani dan jasmani kehidupan
masyarakat melalui pemahaman, penghayatan fungsi dan makna simbol-simbol
yang dirangkai dengan indah dan menarik. Hal ini diyakini oleh umat Hindu di
Bali dapat dijadikan media untuk mendekatkan diri, mempertebal rasa srada dan
bakti untuk mencapai ajaran-Nya yaitu kebenaran (dharma).
Dalam sejarah umat manusia dikenal sejumlah lembaga kebenaran
sebagai media untuk mencari dan menemukan kebenarannya sendiri, yaitu:
agama, ilmu, filsafat, dan seni (Sumardjo, 2000:4). Keempat lembaga kebenaran
tersebut, agama dan seni memiliki fungsi serta makna yang dekat. Lebih jauh
Sumardjo (2000:4-5) mengatakan bahwa agama melalui keyakinan dapat
menjangkau kebenaran mendasar, universal, menyeluruh, dan mutlak serta
abadi. Seni pun menjangkau hal-hal tersebut, dan dalam seni, alat untuk
mencapai hal itu adalah perasaan dan intuisi.
Seni tari merupakan salah satu cabang kesenian yang dijiwai oleh agama
Hindu. Keterpautan seni tari dengan agama Hindu di Bali telah menjadi
khasanah budaya yang tetap eksis hingga sekarang. Seni tari tergolong dalam
seni pertunjukan (performing arts) merupakan fenomena yang mendapat
perhatian dari penikmat atau penonton. Tari ibarat bahasa gerak sebagai alat
ekspresi dan komunikasi universal yang bisa dilakukan, dinikmati oleh siapa
saja, kapan saja dan dimanapun juga. Seni tari merupakan aksi yang diwujudkan,
berdaya kuat, sebagai suatu praktik kultural yang terletak dalam diri sendiri dan
disingkap melalui aksi-aksi tubuh yang ditata sedemikian rupa secara
koreografis (Felicia Hughes-Freeland, terjemahan Nin Bakdi Soemanto,
3
2009:31). Berdasarkan bentuk koreografinya, seni tari Bali dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: (1) tari rakyat, (2) tari klasik, dan (3) tari
kreasibaru (Soedarsono, 1972:19).
Tari rakyat adalah golongan seni tari Bali yang melalui proses
pembentukan dari unsur-unsur tradisi kecil, yaitu budaya lokal masyarakat
golongan kecil di luar lingkungan adat dan tradisi istana atau puri. Ciri-ciri
golongan seni tari ini bersifat sederhana, polos, tulus, mengandung unsur-unsur
keceriaan, keakraban, magis religius dengan fungsi dan makna sebagai
persembahan. Tari rakyat ini pada zaman masyarakat feodal (400-1945) masih
berkembang di kalangan masyarakat jelata, bersifat sakral serta sebagian
fungsinya sebagai tari hiburan (Soedarsono,1972:20). Di Bali tari rakyat yang
masih populer hingga sekarang seperti: tari Jangger, tari Kecak, Gebug Ende,
Perang Pandan, tari Joged, dan tari Gandrung.
Tari klasik merupakan golongan seni tradisional yang dibentuk oleh
unsur-unsur tradisi besar, yaitu semua jenis tari yang mendapat perhatian,
pembinaan, pengayoman, pemeliharaan, pengembangan secara formal, khusus
dan serius dari kaum bangsawan yang ada di istana atau puri. Peranan kekuasaan
raja-raja sebagai kekuatan kebenaran aksioma, bahkan diyakini sebagai titisan
Dewa yang membentuk tari-tari tradisional Bali yang bersifat sakral, spiritual
dan intelektual sesuai dengan kaidah-kaidah formal kerajaan yang secara
koreografis memiliki kompleksitas yang tinggi. Sebagai catatan penting bahwa,
pada masa kejayaan masyarakat feodal di Bali, yaitu pada masa pemerintahan
Raja Waturenggong tahun 1460-1550, beliau bergelar Kresna Kepakisan dengan
pusat pemerintahannya di Gelgel menaruh perhatian dan pengayoman yang
4
besar terhadap perkembangan kesenian termasuk seni tari (Team Penyusun
Naskah dan Pengadaan Buku Sejarah Bali Daerah Tingkat I Bali, 1980:60).
Bentuk-bentuk tari klasik yang diwarisi oleh masyarakat Bali, adalah seperti: tari
Legong, tari Baris, tari Jauk, tari Topeng, Barong, Telek, dan lain-lain
sejenisnya.
Tari kreasi baru adalah jenis tari ciptaan baru yang penggarapannya
bertitik tolak kepada tari tradisi dan dipadukan dengan unsur-unsur tradisi
modern yang berorientasi kepada unsur-unsur tradisi yang berkembang dari
zaman penjajahan, sampai pada zaman globalisasi. Embrio dari tari kreasi baru
adalah tari kekebyaran yang merupakan bentuk pertunjukan spektakuler di Bali
Utara, yaitu di Kabupaten Buleleng yang bernama tari kebyar legong. Tari
kekebyaran diiringi oleh musik dari gamelan gong kebyar yang berlaraskan
pelog lima nada, diciptakan pertama kali di Kabupaten Buleleng tahun 1914.
Gamelan ini merupakan klasifikasi ensambel golongan baru dengan memiliki
karakteristik tersendiri, yaitu: gagah, wibawa, dan agung yang secara historis
telah mampu menggebrak serta mengangkat popularitas seni pertunjukan secara
signifikan ke seluruh pelosok desa di Bali. Berbagai macam bentuk tari
kekebyaran yang tetap eksis hingga sekarang, seperti: tari Kebyar Duduk, tari
Teruna Jaya, tari Mergapati, tari Oleg Tambulilingan, dan tari kekebyaran yang
lain. Sebagai pertunjukkan primadona di Bali, tari kekebyaran juga telah
mengalami popularitas yang mapan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun
internasional.
Perkembangan selanjutnya muncul golongan seni tari yang berorientasi
kepada zaman kekinian yang disebut dengan tari kontemporer. Tari kontemporer
5
tergolong seni tari ciptaan baru yang bentuk garapannya merupakan proses
pencarian berdasarkan kebebasan berkreativitas untuk menunjukan identitas
sebagai seni tari global dan kekinian. Secara das solen, pada era kontemporer
yang ditandai dengan derasnya pengaruh globalisasi dan perkembangan
teknologi, telekomunikasi, dan informasi sehingga sulit membendung perubahan
budaya yang cepat. Globalisasi yang menyatukan Bali dengan negara-negara
kapitalisme global-Bali sebagai bagian dari kampung global, mengakibatkan
agama pasar dengan cepat masuk ke dalam sistem sosio-budaya Bali (Atmaja,
2010:74).
Tari kontemporer diciptakan melalui proses eksploratif, kreatif, dan
inovatif yang merupakan bagian dari kebudayaan, serta lahir pada zaman
kekinian seharusnya dapat diterima dan digemari oleh masyarakat karena sesuai
dengan preferensi artistik masyarakat kekinian. Secara teoretis, pandangan
seperti ini logis karena unsur-unsur budaya, termasuk keseniannya yang
berfungsi bagi kehidupan masyarakat akan tetap survive di tengah-tengah
masyarakat yang sezaman. Dengan pengertian lain bahwa, jika masyarakat dan
kebudayaannya mengalami perubahan, maka tidak tertutup kemungkinannya
nilai artistik dan filosofi seni tari ikut berubah mengikuti zamannya. Oleh karena
itu, seni tari tetap bertahan, bahkan berkembang sesuai dengan kondisi sosio-
kultural masyarakat bersangkutan.
Lebih-lebih pada era reformasi seperti sekarang ini yang penekanannya
terhadap perubahan di segala lini dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat
baik bidang pendidikan, ekonomi, politik, pemerintahan, dan sosial budaya.
Perubahan yang melibatkan masyarakat menurut Lijan Poltak Sinambela
6
(2014:25) bahwa reformasi mengandung pengertian penataan kembali bangunan
masyarakat, termasuk cita-cita, lembaga-lembaga, dan saluran yang ditempuh
untuk mencapai cita-cita. Reformasi di segala bidang yang di dalamnya
termasuk bidang seni dan budaya merupakan paradigma baru terhadap
perubahan atau pembaharuan bagi kehidupan masyarakat. Perubahan oleh
runtuhnya rezim Soeharto yang dikenal dengan zaman orde baru pada tahun
1998 di seluruh polosok kepulauan Nusantara. Hal itu memberikan ruang
terbuka terhadap para seniman seni pertunjukan untuk beraktivitas dan
berkreativitas sebagai jawaban terhadap tantangan serta tuntutan zaman
pembaharuan dengan memunculkan tari kontemporer yang lebih bebas dan
global. Khusus di bidang seni tari, era ini dijadikan momentum perubahan,
pembaharuan, dan pengembangan tari kontemporer yang merupakan tari
kekinian sekaligus sebagai peluang untuk menunjukkan kebangkitan seniman-
seniman kreatif dan inovatif di Bali.
Berkenaan dengan hal itu, pemerintah Propinsi Bali, melalui pembinaan-
pembinaan, seperti: program revitalisasi, rekonstruksi, penggalian, pelestarian
dan pengembangan, seni tari dirangsang, dibangkitkan spirit/rohnya untuk lebih
bergairah, bersemangat meningkatkan entitas dan kualitas pertunjukannya.
Berbagai event telah dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah, seperti:
festival, parade, dan pementasan lainnya untuk memberikan ruang yang lebih
luas terhadap pelestarian dan pengembangan seni tari di Bali. Salah satu event
yang paling bergengsi adalah Pesta Kesenian Bali (PKB).
PKB yang dipayungi oleh Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor
7 Tahun 1986, kemudian direvisi dengan Perda Nomor 4 Tahun 2006,
7
merupakan program besar seni budaya Bali yang secara periodik dilakukan
setiap tahun sebagai ajang pertunjukan kesenian secara kreatif, kompetitif,
apresiatif, dan edukatif. Perda tersebut dikeluarkan berdasarkan dua landasan
yang kuat, yaitu: kesenian Bali sebagai bagian integral kebudayaan nasional
yang merupakan salah satu unsur budaya Bali yang memiliki fungsi mendasar
dalam proses peradaban masyarakat Bali. Fungsi dan keberadaannya perlu
dipelihara secara keberlanjutan. PKB merupakan kegiatan budaya yang memiliki
fungsi budaya, pendidikan, pariwisata, dan ekonomi (Pemerintah Provinsi Bali,
2006:1)
Selain peranan pemerintah, lembaga-lembaga swasta atau tradisional,
seperti: Banjar, Desa Pakraman, sanggar-sanggar, dan sekaa-sekaa kesenian
memiliki andil besar di dalam usaha pelestarian dan pengembangan seni tari di
Bali. Bahkan, seni tari sebagai budaya lokal, dengan beranekaragam gaya dan
jenisnya memiliki daya pikat serta karakteristik yang sudah menjadi milik
masyarakat. Ekspresi kehidupan seni tari telah merata di masyarakat, sudah
mendapat tempat, bahkan telah menjadi darah dagingnya sehingga layak
mendapat pengayoman dari komponen masyarakat, baik formal maupun
nonformal.
Tari kontemporer dalam perspektif perkembangan seni pertunjukan
memiliki peranan penting untuk memacu dinamika kehidupan berkesenian di
Bali. Melalui perkembangan tari kontemporer di Bali diyakini mampu
mengubah sudut pandang masyarakat, bahwa seni pertunjukan Bali sedang
mengalami perjalanan statis, bahkan stagnan karena dibelenggu oleh nilai-nilai
tradisi. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, kemunculan tari kontemporer
8
senantiasa memiliki nuansa kebaruan, kreatif, dan inovatif dan dapat
membangkitkan dinamika seni pertunjukan Bali. Nilai-nilai yang terkandung
dalam tari kontemporer didukung oleh zaman mutakhir seperti sekarang dan
dapat menjadi bagian dari seni pertunjukan Bali. Diharapkan seni pertunjukan
mampu berkembang, memperkaya dan memupuk pertumbuhannya sebagai
warna-warni budaya zaman.
Secara realitas (das sein) terdapat kesenjangan yang tajam keberadaan
tari kontemporer di Bali. Bentuk-bentuk tari kontemporer justru belum diterima
oleh masyarakat. Sebagai karya tari global, oleh masyarakat dominan
tradisional, tari kontemporer dianggap tergolong dalam kesenian hedonistik dan
esoterik (Soedarso, 2006:94). Kehadirannya di atas panggung hanya dapat
dipentaskan pada event-event tertentu dan untuk penonton tertentu pula. Sebagai
bentuk karya seni sesaat, kekinian, eksistensinya sebagai seni pertunjukan Bali,
tari kontemporer selalu termarginalkan dalam berbagai event seni pertunjukan di
Bali.
Keterpinggiran tari kontemporer di Bali dapat dilihat dalam acara PKB
yang dirancang oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, kemudian ditindaklanjuti
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di masing-masing kabupaten/kota.
Pengkajian yang matang sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat Bali,
mengacu kepada enam pokok program PKB, yakni: pawai, pameran, pagelaran,
lomba, sarasehan, dan dokumentasi. Dari keenam program pokok PKB tersebut,
pagelaran seni merupakan ajang yang paling bergengsi. Mempelajari data dari
program pagelaran PKB empat tahun terakhir terdapat beranekaragam bentuk
9
seni pertunjukan yang dipentaskan dalam bentuk kesenian lokal, nasional, dan
internasional.
Mencermati materi pementasan PKB setiap tahun, secara faktual terdapat
perbedaan dan kesenjangan yang tajam terhadap kuantitas pementasan tari
kontemporer apabila dibandingkan dengan kesenian tradisional dan tari kreasi
baru. Fakta semakin jelas terhadap marginalisasi tari kontemporer terdapat
dalam program PKB dari empat tahun terakhir. Program PKB tahun 2013
menunjukan bahwa tari kontemporer tidak ada dimasukan ke dalam program
pementasan. Jenis-jenis kesenian yang dipentaskan terdiri atas: 107 jenis
kesenian tradisi, 43 jenis tari kreasi baru, 20 jenis partisipasi dari provinsi luar
Bali, 1 jenis partisipasi group asing, 4 jenis kesenian kolaborasi, 3 jenis kesenian
inovasi, dan 13 jenis seni rekonstruksi (Program PKB oleh Dinas Kebudayaan
Provinsi Bali, 2013).
Materi pementasan kesenian PKB tahun 2014 terdiri atas: 127 jenis
kesenian tradisi, 38 jenis tari kreasi baru, 21 jenis partisipasi provinsi luar Bali, 6
jenis partisipasi asing, 4 jenis seni kolaborasi, 1 jenis seni inovasi, 8 jenis seni
rekonstruksi dan 5 jenis tari kontemporer (Program PKB oleh Dinas
Kebudayaan Provinsi Bali, 2014). Pada PKB tahun 2015, materi-materi
pagelaran yang ditampilkan terdiri atas: 130 jenis kesenian tradisi; 31 jenis
kesenian kreasi baru; 17 jenis partisipasi provinsi luar Bali; 2 jenis partisipasi
asing; 9 jenis kesenian inovatif; 4 jenis kesenian rekonstruksi; 1 jenis kesenian
kolaborasi; dan tari kontemporer nihil (Program PKB oleh Dinas Kebudayaan
Provinsi Bali, 2015). Begitu juga dalam PKB 2016, materi pementasanya terdiri
atas: 133 kesenian tradisi; 24 jenis kesenian kreasi baru; 15 jenis kesenian
10
partisipasi provinsi luar Bali; 6 jenis kesenian partisipasi asing; 13 jenis kesenian
inovatif; 3 jenis kesenian rekonstruksi dan 1 jenis kesenian kontemporer
(Program PKB oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, 2016)
Fakta tersebut di atas menunjukan bahwa keberadaan tari kontemporer
tidak sejalan dengan visi dan misi PKB, yaitu sebagai pengkajian, penggalian,
pelestarian dan pengembangan. Di dalam implementasinya telah diproporsikan
berdasarkan potensi, relevansi dan perkembangan kesenian di era global yang
terdiri atas enam puluh persen (60%) bidang pelestarian dan empat puluh persen
(40%) bidang pengembangan (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali 2015:13).
Memperhatikan proporsi, potensi visi dan misi PKB tersebut, konsekwensi
logisnya tari kontemporer dapat hidup dan berkembang di ruang empat puluh
persen (40%) program pengembangan. PKB melibatkan jutaan masyarakat, baik
yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, seperti: seniman,
penonton, panitia dan pemerintah, pengamat, media dan lainnya merupakan
ajang yang paling bergengsi untuk menunjukan jati diri para seniman dalam
berkarya khususnya tari kontemporer. Akan tetapi, tari kontemporer dalam PKB
semakin ditinggalkan bahkan hampir punah. Hal ini pula tidak sesuai dengan
cita-cita dan tujuan PKB yang diamanatkan oleh Prof. Dr. Ida Bagus Mantra
(almarhum) sebagai penggagasnya. Setiap pidatonya pada pembukaan PKB,
beliau berkali-kali menegaskan bahwa, di dalam pengembangan seni budaya
hendaknya jangan bersifat statis. Di samping pelestarian, perlu dikembangkan
agar dapat berfungsi dan hidup pada zaman global (Dinas Kebudayaan Provinsi
Bali 2004:vi). Berdasarkan amanat tersebut ruang penampilan tari kontemporer
dalam PKB terbuka lebar bagi para seniman yang beraliran eksploratif.
11
Kesenjangan itu disebabkan oleh popularitas suatu seni tari yang
berkaitan erat dengan domain spirit dan ideologi PKB yang ada di balik
konstruksi atau garapan seni yang bersangkutan dan preferensi (pilihan ideal)
atau selera masyarakat. Spirit, ideologi, dan konstruksi seni itulah yang
diekspresikan oleh para koreografer dan penari di atas panggung dan ditonton
oleh masyarakat. Jika spirit dan ideologi PKB serta konstruksi seni itu
bersesuaian dengan preferensi seni atau selera masyarakat, maka seni itu akan
menjadi populer dan berkembang secara bersinambungan di tengah masyarakat
bersangkutan. Sebaliknya, khusus tari kontemporer yang kurang populer bahkan
dimarginalkan dalam event PKB empat tahun terakhir dapat diduga karena tari
kontemporer digarap sedemikian rupa oleh para seniman yang menciptakannya
sesuai dengan kemampuan imajinasi dan ideologinya. Garapan tari kontemporer
yang dihasilkan itu telah diamati oleh warga masyarakat yang masih kuat dan
integral dengan tradisi, sehingga mereka mempunyai pandangan tersendiri yang
mendasari sikap dan prilaku mereka yang kurang menggemari tari kontemporer.
Berdasarkan fakta serta pemikiran termasuk dugaan-dugaan tentang tari
kontemporer di atas, maka selera seni masyarakat, baik formal maupun
nonformal dalam perkembangan tari kontemporer di Bali termasuk pada
program PKB menarik untuk dikaji melalui penelitian yang berjudul
“Marginalisasi Tari Kontemporer Dalam Pesta Kesenian Bali”. Untuk
menghidari terjadinya bias dan kompleksitas permasalahan terhadap penelitian
ini, maka fokus pengkajian serta analisisnya dibatasi pada marginalisasi
pertunjukan tari kontemporer dalam PKB empat tahun terakhir, yaitu: PKB
tahun 2013, 2014, 2015 dan 2016. Terkait dengan judul ini, ada tiga hal yang
12
menarik dan penting dikaji, yaitu: pertama, marginalisasi tari kontemporer dalam
PKB empat tahun terakhir. Kedua, bentuk marginalisasi tari kontemporer dalam
PKB empat tahun terakhir. Ketiga, makna dan implikasi marginalisasi tari
kontemporer dalam PKB empat tahun terakhir.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dikaji
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Mengapa tari kontemporer mengalami marginalisasi dalam Pesta
Kesenian Bali empat tahun terakhir?
2. Bagaimana bentuk marginalisasi tari kontemporer dalam Pesta Kesenian
Bali empat tahun terakhir?
3. Apa makna dan implikasi marginalisasi tari kontemporer dalam Pesta
Kesenian Bali empat tahun terakhir?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara historis dan empiris seni tari, baik tari tradisional, kreasi baru
maupun kontemporer memiliki peranan penting dalam menentukan harkat dan
martabat suatu daerah yang berbudaya dan beradab. Melalui penampilan di atas
panggung, dapat menunjukan identitas dan karakteristik yang unik dan menarik.
Begitu pula dapat memberikan kontribusi yang tinggi dalam mengangkat
popularitas, kewibawaan, dan keagungan budaya Bali baik di tingkat lokal,
nasional maupun internasional.
13
Menyadari bahwa semua golongan seni tari merupakan bagian dari
kebudayaan Bali yang bertauatan dengan kemanusiaan , maka seni tari perlu
diteliti secara konprehensif dan holistik. Di samping itu, perlu dideskripsikan
secara metodelogis sesuai kaidah-kaidah kajian budaya dengan sasaran sebagai
upaya emansipasi bagi kelompok-kelompok yang terpinggirkan di dalamnya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan latar belakang
marginalisasi tari kontemporer dalam PKB empat tahun terakhir.
2. Untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan bentuk
marginalisasi pertunjukan tari kontemporer dalam PKB empat tahun
terakhir.
3. Untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan makna dan
implikasi marginalisasi tari kontemporer dalam PKB empat tahun
terakhir.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan konseptual
dalam meneliti fenomena-fenomena seni pertunjukan Bali, khususnya
tentang marginalisasi pertunjukan tari kontemporer dalam Pesta
Kesenian Bali empat tahun terakhir
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pemikiran baru dalam
menambah khasanah keilmuan di bidang humaniora sekaligus sebagai
14
motivator konstruktif, membangun atmosfir akademik untuk meneliti
ilmu-ilmu kesenian Bali.
3. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai studi perbandingan
dalam penelitian berikutnya, khususnya tentang permasalahan yang
berkaitan dengan pertunjukan tari kontemporer.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah, kalangan swasta
atau masyarakat sebagai dasar pemikiran dalam mengambil kebijakan
serta keputusan strategis terutama bagi pemerhati dan pelaku seni tari
kontemporer sebagai bagian dari kebudayaan Bali.
2. Diharapkan dapat bermanfaat bagi seniman, baik seniman alam maupun
akademis terutama yang bergelut di bidang tari kontemporer. Di samping
itu, dapat membangun kesadaran dalam proses pemberdayaannya. Dalam
hal ini peranannya sebagai pembina, pengembang, pemelihara, dan
mempertahankan tari kontemporer sebagai bagian dari budaya global,
khususnya yang ada di Bali.
3. Bagi masyarakat penelitian bermanfaat untuk memberikan pemahaman
bahwa kebudayaan mereka harus tetap hidup dalam proses globalisasi.
Di samping itu, memiliki kesadaran kritis bahwa dalam
perkembangannya tidak meninggalkan jatidiri.