terapi inhalasi

22
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam proses pengobatan penyakit respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik. Penumpukan mukus di dalam saluran napas, peradangan dan pengecilan saluran napas ketika serangan asma dapat dikurangi secara cepat dengan obat dan teknik penggunaan inhaler yang sesuai. 1 Setelah sekian lama, terapi inhalasi memainkan peranan penting di dalam merawat penyakit asma dan penyakit paru lainnya. Obat yang diberikan dengan cara ini absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati, dan pada penyakit paru-paru misalnya asma bronkial, obat dapat diberikan langsung pada bronkus. Tidak seperti penggunaan obat secara oral (tablet dan sirup) yang terpaksa melalui sistem penghadangan oleh pelbagai sistem tubuh, seperti eleminasi di hati. 1,2 Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk segera bekerja. Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah obat yang perlu diberikan adalah lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya. Sayangnya pada cara pemberian ini diperlukan 1

Transcript of terapi inhalasi

Page 1: terapi inhalasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam proses

pengobatan penyakit respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik.

Penumpukan mukus di dalam saluran napas, peradangan dan pengecilan saluran

napas ketika serangan asma dapat dikurangi secara cepat dengan obat dan teknik

penggunaan inhaler yang sesuai. 1

Setelah sekian lama, terapi inhalasi memainkan peranan penting di dalam

merawat penyakit asma dan penyakit paru lainnya. Obat yang diberikan dengan

cara ini absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan absorpsinya luas, terhindar

dari eliminasi lintas pertama di hati, dan pada penyakit paru-paru misalnya asma

bronkial, obat dapat diberikan langsung pada bronkus. Tidak seperti penggunaan

obat secara oral (tablet dan sirup) yang terpaksa melalui sistem penghadangan

oleh pelbagai sistem tubuh, seperti eleminasi di hati. 1,2

Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk

segera bekerja. Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah obat

yang perlu diberikan adalah lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya.

Sayangnya pada cara pemberian ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak

sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya mengiritasi epitel paru. 1,2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.   DEFINISI

Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara

inhalasi. 3 Terapi inhalasi juga dapat diartikan sebagai suatu pengobatan yang

1

Page 2: terapi inhalasi

ditujukan untuk mengembalikan perubahan-perubahan patofisiologi pertukaran

gas sistem kardiopulmoner ke arah yang normal, seperti dengan menggunakan

respirator atau alat penghasil aerosol. 4

B.   TINJAUAN ANATOMI-FISIOLOGIS SALURAN NAPAS

Untuk memahami tentang penggunaan serta farmakokinetik (terutama

absorpsi dan bioavailabilitas) dan farmakodinamik obat secara inhalasi,

sebelumnya kita harus memahami anatomi dan fisiologi pernapasan terlebih

dahulu.

Secara fungsional saluran pernapasan dibagi atas bagian yang berfungsi

sebagai konduksi (penghantar udara) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi

(pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara bolak-balik di antara atmosfir dan

jalan napas seakan organ ini tidak berfungsi (dead space), akan tetapi organ

tersebut selain sebagai konduksi juga berfungsi sebagai proteksi dan pengaturan

kelembaban udara. Adapun yang termasuk ke dalam konduksi adalah rongga

hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkur dan bronkiolus

nonrespiratorius. 5

Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difus) yang sering

disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius,

duktus alveolaris, atrium dan sakus alveolaris. 5

Secara histologis epitel yang melapisi permukaan saluran pernapasan

terdiri dari epitel gepeng berlapis berkeratin dan tanpa keratin di bagian rongga

mulut; epitel silindris bertingkat bersilia pada rongga hidung, trakea, dan bronkus;

epitel silindris rendah/kuboid bersilia dengan sel piala pada bronkiolus terminalis;

epitel kuboid selapis bersilia pada bronkiolus respiratorius; dan epitel gepeng

selapis pada duktus alveolaris dan sakus alveolaris serta alveolus. Di bawah

lapisan epitel tersebut terdapat lamina propria yang berisi kelenjar-kelenjar,

pembuluh darah, serabut saraf dan kartilago. Dan berikutnya terdapat otot polos

dan serabut elastin. 6

Dari semua itu barulah kita pahami bagaimana obat dapat masuk dan

bekerja pada paru-paru. Obat masuk dengan perantara udara pernapasan

(mekanisme inspirasi dan ekspirasi) melalui saluran pernapasan, kemudian

2

Page 3: terapi inhalasi

menempel pada epitel selanjutnya diabsorpsi dan sampai pada target organ bisa

berupa pembuluh darah, kelenjar dan otot polos. Agar obat dapat sampai pada

saluran napas bagian distal dan mencapai target organ, maka ukuran partikel obat

harus disesuaikan dengan ukuran/diameter saluran napas.

C.   TUJUAN DAN SASARAN

Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya

terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi

sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan segera

dan untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkannya.

Biasanya terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme,

mengencerkan sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi

infeksi. Terapi inhalasi ini baik digunakan pada terapi jangka panjang untuk

menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkan obat, terutama penggunaan

kortikosteroid. 3

C.   INDIKASI

Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan asma,

penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), sindrom obstruktif post tuberkulosis,

fibrosis kistik, bronkiektasis, keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang

kental dan lengket. 3 Penggunaannya terbatas hanya untuk obat-obat yang

berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap dan obat lain yang berbentuk

aerosol. 2

Pada penyakit Asma dan Chronic Obstructive pulmonal disease (COPD =

PPOK & PPOM) terapi inhalasi merupakan terapi pilihan. 7 Dengan terapi inhalasi

obat dapat masuk sesuai dengan dosis yang diinginkan, langsung berefek pada

organ sasaran. Dari segi kenyamanan dalam penggunaan, cara terapi MDI banyak

disukai pasien karena obat dapat mudah di bawa ke mana-mana. Kemasan obat

juga menguntungkan karena dalam satu botol bisa dipakai untuk 30 atau sampai

90 hari penggunaan. 8

D.   KONTRA INDIKASI

3

Page 4: terapi inhalasi

Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Indikasi relatif pada

pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan. 3

E.   CARA PENGGUNAAN BERBAGAI TERAPI INHALASI

Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur

(MDI, metered dose inhaler), (2) penguapan (gas powered hand held nebulizer),

(3) inhalasi dengan intermitten positive pressure breathing (IPPB), serta (4)

pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan ventilator. 3,7

7.1. INHALER DOSIS TERUKUR

Inhaler dosis terukur atau lebih sering disebut MDI diberikan dalam

bentuk inhaler aerosol dengan/tanpa spacer dan bubuk halus (dry powder inhaler)

yaitu diskhaler, rotahaler, dan turbohaler. Pada umumnya digunakan pada pasien

yang sedang berobat jalan dan jarang dipergunakan di rumah sakit. Cara ini sangat

mudah dan dapat dibawa kemana-mana oleh pasien, sehingga menjadi pilihan

utama pagi penderita asma. 1,3,7

MDI terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian kotak yang mengandung zat dan

bagian mouthpiece. Bila bagian kotak yang mengandung zat ini dibuka (ditekan),

maka inhaler akan keluar melalui mouthpiece. 1,7

Pemakaian inhaler aerosol. Inhaler dikocok lebih dahulu agar obat homogen,

lalu tutupnya dibuka inhaler dipegang tegak, kemudian dilakukan maksimal

ekspirasi pelan-pelan mulut inhaler diletakan di antara kedua bibir, lalu katupkan

kedua bibir dan lakukan inspirasi pelan-pelan. Pada waktu yang sama kanester

ditekan untuk mengeluarkan obat tersebut dan penarikan napas diteruskan

sedalam-dalamnya tahan napas sampai 10 detik atau hitungan 10 kali dalam hati.

Prosedur tadi dapat diulangi setelah 30 detik sampai 1 menit kemudian tergantung

dosis yang diberikan oleh dokter. 1,3

4

Page 5: terapi inhalasi

Gambar 7.1.1

Pemakaian inhaler aerosol dengan ruang antara (spacer). Inhaler dikocok

lebih dahulu dan buka tutupnya, kemudian mulut inhaler dimasukan ke dalam

lubang ruang antara mouth piece diletakan di antara kedua bibir, lalu kedua bibir

dikatupkan, pastikan tidak ada kebocoran tangan kiri memegang spacer, dan

tangan kanan memegang kanester inhaler tekan kanester sehingga obat akan

masuk ke dalam spacer, kemudian tarik napas perlahan dan dalam, tahan napas

sejenak, lalu keluarkan napas lagi. Hal ini bisa diulang sampai merasa yakin obat

sudah terhirup habis. 3

Gambar 7.1.2

5

Page 6: terapi inhalasi

Pemakaian diskhaler. Lepaskan tutup pelindung diskhaler, pegang kedua sudut

tajam, tarik sampai tombol terlihat tekan kedua tombol dan keluarkan talam

bersamaan rodanya letakkan diskhaler pada roda, angka 2 dan 3 letakkan di depan

bagian mouth piece masukan talam kembali, letakan mendatar dan tarik penutup

sampai tegak lurus dan tutup kembali keluarkan napas, masukan diskhaler dan

rapatkan bibir, jangan menutupi lubang udara, bernapas melalui mulut sepat dan

dalam, kemudian tahan napas, lalu keluarkan napas perlahan-lahan. putar

diskhaler dosis berikut dengan menarik talam keluar dan masukan kembali. 3

6

Page 7: terapi inhalasi

Gambar 7.1.3

Pemakaian rotahaler. Pegang bagian mulut rotahaler secara vertikal, tangan lain

memutar badan rotahaler sampai terbuka masukan rotacaps dengan sekali

menekan secara tepat ke dalam lubang empat persegi sehingga puncak rotacaps

berada pada permukaan lubang pegang permukaan rotahaler secara horizontal

dengan titik putih di atas dan putar badan rotahaler berlawanan arah sampai

maksimal untuk membuka rotacaps keluarkan napas semaksimal mungkin di luar

rotahaler, masukan rotahaler dan rapatkan bibir dengan kepala agak ditinggikan

dengan kepala agak ditengadahkan ke belakang hiruplah dengan kuat dan dalam,

kemudian tahan napas selama mungkin lalu keluarkan rotahaler dari mulut, sambil

keluarkan napas secara perlahan-lahan. 3

Gambar 7.1.4

Pemakaian turbuhaler. Putar dan lepas penutup turbohaler pegang turbohaler

dengan tangan kiri dan menghadap atas lalu dengan tangan kanan putar pegangan

(grip) ke arah kanan sejauh mungkin kemudian putar kembali keposisi semula

sampai terdengar suara klik hembuskan napas maksimal di luar turbohaler

letakkan mouth piece di antara gigi, rapatkan kedua bibir sehingga tidak ada

kebocoran di sekitar mouth piece kemudian tarik napas dengan tenang sekuat dan

sedalam mungkin sebelum menghembuskan napas, keluarkan turbohaler dari

mulut. Jika yang diberikan lebih dari satu dosis ulangi tahapan 2 – 5 (tanda panah)

dengan selang waktu 1 – 2 menit – pasang kembali tutupnya. 3

7

Page 8: terapi inhalasi

Gambar 7.1.5

Setelah penggunaan inhaler. Basuh dan kumur dengan menggunakan air. Ini

untuk mengurangi/menghilangkan obat yang tertinggal di dalam rongga mulut dan

tenggorokan, juga untuk mencegah timbulnya penyakit di mulut akibat efek obat

(terutama kortikosteroid). 1

Cara mencuci. Kegagalan mencuci inhaler dengan cara yang benar akan

menimbulkan sumbatan dan pada akhirnya dapat mengurangi jumlah/dosis obat.

Cuci bekas serbuk yang tertinggal di corong inhaler. Keluarkan belas obat dan

basuh inhaler dengan air hangat dengan sedikit sabun. Keringkan dan masukan

kembali ke dalam tempatnya. 1

Bagaimana cara untuk mengetahui inhaler sudah kosong. Setiap inhaler telah

dilabelkan dengan jumlah dosis yang ada. Contoh di bawah akan menerangkan

bagaimana untuk menentukan kandungan obat di dalam inhaler. Jika botol obat

mengandungi 200 hisapan dan kita harus mengambil 8 hisapan sehari, maka obat

habis dalam 25 hari. Jika kita mula menggunakan inhaler pada tanggal 1 Mei,

maka gantikan inhaler tersebut dengan yang baru pada/atau sebelum tanggal 25

Mei. Tulis tanggal mula menggunakan inhaler pada botol obat untuk menghindari

kesalahan. Kandungan inhaler juga boleh diperkirakan dengan cara memasukkan

botol obat ke dalam air. Kedudukan botol obat di dalam air menggambarkan

kandungan obat dalam inhaler.

8

Page 9: terapi inhalasi

7.2. PENGUAPAN (NEBULIZER)

Cara ini digunakan dengan memakai disposible nebulizer mouth piece dan

pemompaan udara (pressurizer) atau oksigen. Larutan nebulizer diletakan di

dalam nebulizer chamber. Cara ini memerlukan latihan khusus dan banyak

digunakan di rumah sakit. Keuntungan dengan cara ini adalah dapat digunakan

dengan larutan yang lebih tinggi konsentrasinya dari MDI. Kerugiannya adalah

hanya 50 – 70% saja yang berubah menjadi aerosol, dan sisanya terperangkap di

dalam nebulizer itu sendiri. 7

Jumlah cairan yang terdapat di dalam hand held nebulizer adalah 4 cc

dengan kecepatan gas 6 – 8 liter/menit. Biasanya dalam penggunaannya digabung

dalam mukolitik (asetilsistein) atau natrium bikarbonat. Untuk pengenceran

biasanya digunakan larutan NaCl. 1,7

Cara menggunakannya yaitu: Buka tutup tabung obat, masukan cairan obat

ke dalam alat penguap sesuai dosis yang ditentukan à gunakan mouth piece atau

masker (sesuai kondisi pasien). Tekan tombol “on” pada nebulizer jika memakai

masker, maka uap yang keluar dihirup perlahan-lahan dan dalam inhalasi ini

dilakukan terus menerus sampai obat habismasker. Bila memakai mouth piece,

maka tombol pengeluaran aerosol ditekan sewaktu inspirasi, hirup uap yang

keluar perlahan-lahan dan dalam. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai obat

habis (10 – 15 menit). 3

Beberapa contoh jenis nebulizer antara lain:

Simple nebulizer; Jet nebulizer, menghasilkan partikel yang lebih halus, yakni

antara 2 – 8 mikron. Biasanya tipe ini mempunyai tabel dan paling banyak dipakai

di rumah sakit. Beberapa bentuk jet nebulizer dapat pula diubah sesuai dengan

keperluan, sehingga dapat digunakan pada ventilator dan IPPB, dimana

dihubungkan dengan gas kompresor. 7

9

Page 10: terapi inhalasi

Gambar 7.2.1

Ultrasonik nebulizer, alat tipe ini menggunakan frekuensi vibrator yang tinggi,

sehingga dengan mudah dapat mengubah cairan menjadi partikel kecil yang

bervolume tinggi, yakni mencapai 6 cc/menit dengan partikel yang uniform.

Besarnya partikel adalah 5 mikron dan partikel dengan mudah masuk ke saluran

pernapasan, sehingga dapat terjadi reaksi, seperti bronkospasme dan dispnoe.

Oleh karena itu alat ini hanya dipakai secara intermiten, yakni untuk

menghasilkan sputum dalam masa yang pendek pada pasien dengan sputum yang

kental. 7

Gambar 7.2.2

10

Page 11: terapi inhalasi

Atomizer nebulizer, partikel yang dihasilkan cukup besar, yakni antara 10 – 30

mikron. Digunakan untuk pengobatan laring, terutama pada pasien dengan

intubasi trakea.7

Gambar 7.2.3

7.3. INTERMITEN POSITIVE PRESSURE BREATHING

Cara ini biasanya diberikan di rumah sakit dan memerlukan tenaga yang

terlatih. Cara ini jauh lebih mahal dan mempunyai indikasi yang terbatas, terutama

untuk pasien yang tidak dapat bernapas dalam dan pasien-pasien yang sedang

dalam keadaan gawat yang tidak dapat bernapas spontan. Untuk pengobatan di

rumah cara yang terbaik adalah dengan menggunakan MDI. 7

Gambar 7.3

11

Page 12: terapi inhalasi

7.4. VENTILATOR

Dapat dengan menggunakan MDI atau hand held nebulizer, yakni melalui

bronkodilator Tee. Dengan cara ini sebenarnya tidak efektif oleh karena banyak

aerosol yang mengendap, sehingga cara ini dianggap kurang efektif dibandingkan

dengan MDI. 7

Gambar 7.4

F.   AEROSOL DAN KEBERHASILAN TERAPI

Berhasil atau tidaknya pengobatan aerosol ini tergantung pada beberapa

faktor, yaitu: Ukuran partikel. Partikel dengan ukuran 8 – 15 mikron dapat

sampai ke bronkus dan bronkiolus, sedangkan partikel dengan ukuran 2 mikron

dapat sampai le alveolus. Akan tetapi partikel dengan ukuran 40 mikron hanya

dapat sampai di bronkus utama. Partikel yang banyak digunakan pada terapi

aerosol adalah partikel yang berukuran antara 8 – 15 mikron. 7

Gravitasi (gaya berat). Semakin besar suatu partikel, maka akan semakin cepat

pula partikel tersebut menempel pada saluran pernapasan. Akan tetapi keadaan ini

juga tergantung pada viskositas dari bahan pelarut yang dipakai. 7

Inersia. Inersia menyebabkan partikel didepositkan. Molekul air mempunyai

massa yang lebih besar daripada molekul gas di dalam saluran pernapasan.

Partikel yang ada di bronkus lebih mudah bertabrakan daripada partikel yang ada

di saluran pernapasan yang besar. Semakin kecil diameter saluran pernapasan,

maka akan semakin besar pula pengaruh dari inersia gas. 7

12

Page 13: terapi inhalasi

Aktivitas kinetik. Keadaan ini dialami oleh partikel yang lebih kecil dari 0,5

mikron. Semakin besar energi kinetik yang digunakan, maka akan semakin besar

kemungkinan terjadinya tabrakan di antara aerosol dan akan semakin mudah

terjadinya kolisi dan selain itu juga akan semakin mudah partikel tersebut

bergabung. 7

Sifat-sifat alamiah dari partikel. Sifat-sifat alamiah dari partikel ditentukan oleh

tonik (osmotik). Larutan yang hipotonik akan mudah kehilangan air akibat dari

penguapan. Aerosol elektrik yang dihasilkan oleh ultrasonik nebulizer bermuatan

lebih besar daripada mekanikal nebulizer. Pada temperatur yang panas molekul-

molekul akan mempunyai ukuran yang lebih besar dan akan mudah jatuh. 7

Sifat-sifat dari pernapasan. Pada prinsifnya jumlah dari aerosol yang berubah

menjadi cairan ditentukan pula oleh volume tidal, frekuensi pernapasan, kecepatan

aliran inspirasi, dan apakah bernapas melalui mulut atau hidung, dan juga

memeriksa faal pernapasan pada umumnya. 7

G.   OBAT/ZAT PADA TERAPI INHALASI

Obat/zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya adalah

beta 2 simpatomimetik, seperti metaprotenolol (Alupen), albuterol (Venolin dan

Proventil), terbutalin (Bretaire), bitolterol (Tornalat), isoetarin (Bronkosol);

Steroid seperti beklometason (Ventide), triamnisolon (Azmacort), flunisolid

( Aerobid); Antikolinergik seperti atropin dan ipratropium (Atrovent); dan

Antihistamin sebagai pencegahan seperti natrium kromolin (Intal). 7

Keuntungan dari aerosol ini baik diberikan secara aerosol maupun dengan

inhaler, adalah memberikan efek bronkodilator yang maksimal yang lebih baik

dari cara pemberian lain, sementara itu pengaruh sistemiknya hampir tidak ada.

Oleh karena itu cara pengobatan ini adalah merupakan cara yang paling optimal. 1,7,8

H.   EFEK SAMPING DAN KOMPLIKASI

Jika aerosol diberikan dalam jumlah besar, maka dapat menyebabkan

penyempitan pada saluran pernapasan (bronkospasme). Disamping itu bahaya

iritasi dan infeksi pada jalan napas, terutama infeksi nosokomial juga dapat

terjadi. 7

BAB III

13

Page 14: terapi inhalasi

KESIMPULAN

Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara

inhalasi. Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam proses

pengobatan penyakit respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik. Terapi

inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk segera bekerja.

Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah obat yang perlu

diberikan adalah lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya. Sayangnya pada

cara pemberian ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit dikerjakan,

sukar mengatur dosis, dan sering obatnya mengiritasi epitel paru.

Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya

terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi

sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan segera

dan untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkannya. Seperti

untuk  mengatasi bronkospasme, meng-encerkan sputum, menurunkan

hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi infeksi. Penggunaannya terbatas hanya

untuk obat-obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap dan obat

lain yang berbentuk aerosol. Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada.

Kontra indikasi relatif pada pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang

digunakan

Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur

(MDI, metered dose inhaler), (2) penguapan (gas powered hand held nebulizer),

(3) inhalasi dengan intermitten positive pressure breathing (IPPB), serta (4)

pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan ventilator.

Setelah penggunaan inhaler, basuh dan kumur dengan menggunakan air.

Ini untuk mengurangi/menghilangkan obat yang tertinggal di dalam rongga mulut

dan tenggorokan, juga untuk mencegah timbulnya penyakit di mulut akibat efek

obat (terutama kortikosteroid). Berhasil atau tidaknya pengobatan aerosol ini

tergantung pada beberapa faktor, yaitu: ukuran partikel, gaya gravitasi, inersia

partikel, aktivitas kinetik, sifat alamiah partikel, dan sifat dari pernapasan pasien.

Obat/zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya adalah

beta 2 simpatomimetik, kortikosteroid, antikolinergik, dan antihistamin. Bahaya

14

Page 15: terapi inhalasi

iritasi saluran napas dan terjadinya bronkospasme serta reaksi hipersensitivitas

(obat atau vehikulum) dapat terjadi pada penggunaan terapi ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Terapi Inhalasi. Available from: URL:

http://www.pharmacy.gov.my/patient_educa tion/inhalation_malay.shtml.

2. Setiawati A, Zunilda SB, Suyatna FD. Pengantar Farmakologi. Dalam:

Ganiswara SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, Ed.

Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta.

1995; 6.

3. Rasmin M, Rogayah R, Wihastuti R, Fordiastiko, Zubaedah, Elsina S.

Prosedur Tindakan Bidang Paru dan Pernapasan–Diagnostik dan Terapi.

Bagian Pulmonologi FKUI. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001; 59-64.

4. Bia FJ, Brady JP, Brady LW, et al. Kamus Kedokteran Dorlan. Alih

Bahasa: Harjono RM, Hartono A, Japaries W, et al. Harjono RM, Oswari

J, Ronardy DH, et al, Ed. EGC. Jakarta. 1994; 1910.

5. Rab T. Prinsip Gawat Paru. Hipokrates. Jakarta. 1996; 1-19.

6. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Review of Medical

Physiology). Alih Bahasa: Andrianto P. Oswari J, Ed. EGC. Jakarta. 1995;

609-21.

7. Rab T. Ilmu Penyakit Paru. Qlintang S, Ed. Hipokrates. Jakarta. 1996;

674-81.

8. Inhalation Therapy. Available from: URL:

http://www.unc/~chooper/classes/voice/ webtherapy/inhalationtx.html.

15