teori humanistik

88
Image by Cool Text: Logo and Button Generator - Create Your Own Logo Minggu, 22 Mei 2011 Perbedaan behavioristik, humanistik, konstruktivistik belajar , Disain Pembelajaran Landasan teori belajar mengungkapkan dasr hubungan antara kegiatan siswa dengan proses-proses psikologi dalam diri siswa.Landasan teori belajar mengungkapkan hubungan yang dasar antara fenomena yang ada dalam diri siswa. Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Teori belajar humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud – maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman- pengalamn mereka senidri.Proses belajar dilakukan dengan memberikan kebebesan yang sebesar – besarnya kepada individu. Teori belajar kontruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri.Pengetahuan ada dalam diri seseorang.Si belajar dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas. Behavioristik menekankan pada keterampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan Humanistik menekankan bahawa perilaku setiap orang ditentukan oleh orang itu sendiri yang dihubungkan dengan pengalaman – pengalaman mereka sendiri. kontruktivistik menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam , pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya , meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya ,Suatu pengetahuan diangap benar bila pengetahuan itu berguna menghadapi

description

pendidikan

Transcript of teori humanistik

Image by Cool Text: Logo and Button Generator - Create Your Own LogoMinggu, 22 Mei 2011Perbedaan behavioristik, humanistik, konstruktivistik belajar, Disain PembelajaranLandasan teori belajar mengungkapkan dasr hubungan antara kegiatan siswa dengan proses-proses psikologi dalam diri siswa.Landasan teori belajar mengungkapkan hubungan yang dasar antara fenomena yang ada dalam diri siswa.Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.Teori belajar humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman- pengalamn mereka senidri.Proses belajar dilakukan dengan memberikan kebebesan yang sebesar besarnya kepada individu.Teori belajar kontruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri.Pengetahuan ada dalam diri seseorang.Si belajar dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas. Behavioristik menekankan pada keterampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan Humanistik menekankan bahawa perilaku setiap orang ditentukan oleh orang itu sendiri yang dihubungkan dengan pengalaman pengalaman mereka sendiri. kontruktivistik menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam , pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa.Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya , meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya ,Suatu pengetahuan diangap benar bila pengetahuan itu berguna menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja , melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatun yang sudah ada,melainkan suatun proses yang berkembang terus menerus. Dalam proses itui keaktifan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuanya

Dalam suatu satuan pendidikan, pada umumnya terdapat pembelajaran-pembelajaran yang berbeda antara tingkat satuan pendidikan yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan adanya pendapat para ahli yang berbeda-beda mengenai pembelajaran. Jadi, antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain berbeda-beda dalam menerapkan teori pembelajaran, yang mereka terapkan di sekolahnya yaitu teori pembelajaran yang dianggapnya sejalan dengan pemikiran mereka.Teori pembelajaran itu sendiri yaitu pendekatan terhadap suatu bidang pengetahuan. Terdapat teori-teori dalam pembelajaran diantaranya yaitu: teori koneksionisme, teori kognitif, teori konstruktivisme, teori humanisme, teori behaviorisme.Dari teori-teori pembelajaran tersebut dapat diklasifikasikan menurut beberapa cara. Dimana teori koneksionisme memandang persoalan pembelajaran sebagai persoalan hubungan (koneksi) antara stimulus dan respon. Respon bisa mewujudkan item perilaku, sementara stimulus bisa berwujud sembarang input energi yang cenderung untuk mempengaruhi perilaku.para teoritisi koneksionisme pada umumnya berasumsi bahwa semua respon dihasilkan oleh stimulus.Sedangkan pada teori kognitif memusatkan pembahasannya pada kognisi (persepsi, sikap,atau keyakinan) yang dimiliki oleh individu dalam menghadapi lingkungannya, dan pada bagaimana kognisi ini menentukan perilaku. Dalam interpretasi ini, pembelajaran adalah studi mengenai bagaimana kognisi dimodifikasi oleh pengalaman.Dan pada teori konstruktivisme ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Berbeda dengan teori humanisme yaitu konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut.Sedangkan pada teori behaviorisme adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.Perbedaan Teori Rogers dengan Teori MaslowCarl Rogers (1902-1987) adalah seorang humanistik psikolog setuju dengan sebagian besar dari apa Maslow percaya, tetapi menambahkan bahwa bagi seseorang untuk "tumbuh", mereka memerlukan suatu lingkungan yang menyediakan mereka dengan genuinness (keterbukaan dan self-disclosure), penerimaan (yang dilihat dengan hal positif tanpa syarat), dan empati (didengarkan dan dipahami). Satu perbedaan antara Maslow dan Rogers adalah penekanan bahwa Maslow memberikan ke puncak pengalaman. Puncak pengalaman saat di dalam hidup yang membawa kita melampaui persepsi biasa, pikiran, dan perasaan. Biasanya, individu merasa berenergi, lebih "hidup". Dalam beberapa hal, pengalaman puncak mirip dengan konsep Zen satori (harfiah "pencerahan"), yang, seperti pengalaman puncak, datang tanpa diduga, dan mengubah pemahaman individu tentang diri dan dunia. Karena sifat "mistis" dari pengalaman puncak, beberapa psikolog kurang nyaman dengan teori Maslow daripada dengan Rogers, yang menggunakan konsep yang lebih mudah berhubungan dengan psikologi "mainstream". Mungkin, ini account untuk Maslow yang dipandang sebagai kurang berpengaruh di antara terapis. Dalam setiap kasus, tidak ada keraguan bahwa gagasan Maslow tentang motivasi telah menjadi dikenal secara luas dan digunakan, sebagai link di bawah ini membantu untuk menggambarkan. Perbedaan teori Rogers dan teori Maslow adalah menurut Rogers bagi seseorang untuk "tumbuh", mereka memerlukan suatu lingkungan yang menyediakan mereka dengan genuinness (keterbukaan dan self-disclosure), penerimaan (yang dilihat dengan hal positif tanpa syarat), dan empati (didengarkan dan dipahami). Perbedaan yang lain adalah penekanan bahwa Maslow memberikan ke puncak pengalaman.Teori behaviorisme menitikberatkan pada perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi stimulus dan respon. Teori belajar behavioristik sangat menekankan pada hasil belajar, yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat. Hasil belajar diperoleh dari proses penguatan atas respons yang muncul terhadap stimulus yang bermacam macam. Beberapa teori yang termasuk teori belajar behaviorisme adalah teori classical conditioning dari Pavlov, teori connectionism dari Thorndike dan teori belajar behaviorisme dari Watson.Apabila dilihat dari teori classical conditioning, teori connectionism dan teori belajar behaviorisme dari Watson, diketahui bahwa teori behaviorisme pada intinya pembelajaran yang terjadi karena adanya stimulus dan respon. Selain stimulus dan respon, faktor lain yang dianggap penting dalam teori behaviorisme ini yaitu faktor penguatan yang dapat memperkuat timbulnya respon. Jadi intinya yang berpengaruh dalam pembelajaran yaitu stimulus, respon dan penguatan.Teori humanisme menitikberatkan pada pembelajaran yang berfokus pada potensi peserta didik untuk mencari, menemukan dan mengembangkan kemampuan yang mereka miliki. Pada intinya teori humanistik itu memanusiakan manusia. Setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Dalam aliran humanisme, belajar bukan sekadar pengembangan kualitas kognitif saja, melainkan juga suatu proses dalam diri individu yang melibatkan seluruh bagian yang ada meliputi kognitif, afektif, dan psikomotorik.Teori konstruktivisme menitikberatkan pada proses belajar sebagai kegiatan membangun pengetahuan dengan cara mencoba memberi makna pada pengetahuan sesuai pengalamannya. Belajar menurut konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit. Selain itu, teori ini mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan proses belajar, sehingga mengharuskan siswa bersikap aktif. Hasil belajar dan proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar mempunyai nilai penting. Hal ini disebabkan proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan berpikir seseorang.Teori kognitif menitikberatkan pada pembelajaran yang berorientasi terhadap kognisi atau intelektual saja. Menurut teori ini, belajar akan lebih berhasil jika disesuaikan dengan tahap perkembangan peserta didik. Tahapan perkembangan intelektual anak dimulai dari tahap sensorimotorik (umur 0-2 tahun), tahap pra opersional (umur 2-7 tahun), tahap operasional konkret (umur 7-11 tahun) dan tahap operasional formal (umur 11-18 tahun).Dari penjelasan beberapa teori di atas, saya menyimpulkan teori pembelajaran secara umum yaitu proses pembelajaran yang melibatkan stimulus, respon, dan penguatan serta kemampuan kognisi peserta didik. Selain itu, pembelajaran dapat membangun potensi peserta didik melalui mencari dan mengembangkan kemampuan yang mereka miliki dengan cara memberikan makna pada setiap pengetahuan sesuai dengan pengalamannya

A. Teori Belajar HumanistikTeori belajar humanistic sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistic lebih mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.Dalam pelaksanaannya, teori humanistic ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau Meaningful Learning yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Teori humanistik berpendapat bahwa belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Berikut adalah tokoh-tokoh yang bergerak dalam aliran humanistik.B. Arthur Combs (1912-1999)Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.C. MaslowTeori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

D. Carl RogersCarl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak.Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy.Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:1. Kognitif (kebermaknaan)2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :

1. Merespon perasaan siswa2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa4. Menghargai siswa5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)7. Tersenyum pada siswaDari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.II. Tokoh-tokoh HumanistikA. Pandangan Kolb terhadap BelajarKolb seorang ahli penganut aliran humanistik membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu ; a) Tahap pengalaman konkretPada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagai mana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceriterakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seorang pada tahap awal dalam proses belajar.

b) Tahap pengamatan aktif dan reflektifSeseorang semakin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi.c) Tahap konseptualisasiSeseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi obyek perhatiannya. Berfikir induktif banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya.d) Tahap eksperimentasi aktifSeseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan kedalam situasi nyata. Berfikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep dilapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal usul teori atau rumusan, tetapi ia mampu menggunakan teori atau rumusan-rumusan tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.B. Pandangan Honey dan Mumford terhadap belajarHoney dan Mumford menggolong-golongkan orang yang belajar kedalam empat macam golongan ;a) Kelompok aktivisOrangorang yang termasuk kedalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Orangorang tipe ini mudah diajak berdialog, memiliki pemikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain, dan mudah percaya pada orang lain. Namun dalam rnelakukan sesuatu tindakan sering kali kurang pertimbangan secara matang, dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan diri. Dalarn kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada halhal yang sifatnya penemuan-penemuan baru, seperti pemikiran baru, pengalaman baru, dan sebagainya, sehingga metode yang cocok adalah problem solving, brainstorming. Namun mereka akan cepat bosan dengan kegiatankegiatan yang implementasinya memerlukan waktu lama.b) Kelompok reflektorMereka yang termasuk dalam kelompok reflektor mempunyai kecenderungan yang berlawanan dengan mereka yang tennasuk kelompok aktivis, Dalam melakukan suatu tindakan, orangorang tipe reflektor sangat berhatlhati dan penuh pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan baikburuk dan untungrugi, selalu diperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orangorang demikian tidak mudah dipengaruhi, sehingga mereka cenderung bersifat konservafifc) Kelompok teorisLain haInya dengan orangorang tipe teoris, mereka memiliki kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu sering dikembalikan kepada teori dan konsepkonsep atau hukumhukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam melakukan atau memutuskan sesuatu, kelompok teoris penuh dengan pertimbangan, sangat skeptis dan tidak menyukai halhal yang bersifat spekulatif. Mereka tampak lebih tegas dan mempunyai pendirian yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain.d) Kelompok pragmatisBerbeda dengan orangorang tipe pragmatis, mereka memiliki sifatsifat yang prakfis, tidak suka berpanjang lebar dengan teoriteori, konsepkonsep, dalil-dalil, dan sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspekaspek praktis, sesuatu yang nyata dan dapat dilaksanakan. Sesuatu hanya bermanfaat jika dapat dipraktekkan. Teori, konsep, dalil, memang penting, tetapi Jika itu semua tidak dapat dipraktekkan maka teori, konsep, dalil, dan lainlain itu tidak ada gunanya. Bagi mereka, sesuatu adalah baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.C. Pandangan Habermas terhadap BelajarTokoh humanis lain adalah Hubermas. Menurutnya, belajar baru akan terjadi jlka ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang yang dimaksud disini adalah lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian pandangan dari tokoh ini dibagi 3, antara lain : a) Belajar Teknis (technical learning)Yang dimaksud belajar teknis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar. Pengetahuan dan ketrampilan apa yang dibutuhkan dan perlu dipelajari agar mereka dapat menguasai dan mengelola lingkungan alam sekitarya dengan baik. b) Belajar Praktis (practical learning)Sedangkan yang dimaksud belajar praktis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik. Kegiatan belajar ini lebih mengutamakan interaksi yang harmonis antara sesama manusia. c) Belajar Emansipatoris (emancipatory learning)Lain halnya dengan belajar emansipatoris. Belajar emansipatoris menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Dengan pengertian demikian maka dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan serta sikap yang benar untuk mendukung terjadinya transformasi kultural tersebut. D. Pandangan Bloom dan Krathwohl terhadap BelajarSelam tokohtokoh di atas, Bloom dan Krathwohl juga termasuk penganut aliran humanis. Mereka lebih menekankan perhatiannya pada apa. yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakannya dirangkum ke dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom. Ada tiga kawasan dalam taksonomi Bloom tersebut :a) Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu:1) Pengetahuan (mengingat, menghafal)2) Pemahaman (menginterpretasikan)3) Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)4) Analisis (menjabarkan suatu konsep)5) Sintesis ( menggabungkan bagianbagian kosep menjadi suatu konsep utuh)6) Evaluasi ( membandingkan nilainila, ide, metode, dsb.) b) Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:1) Peniruan (menirukan gerak)2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)4) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar) c) Domain afektif terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)2) Merespon (aktif berpartisipasi)3) Penghargaan (menerima nilainilai, setia kepada nilainilai tertentu)4) Pengorganisasian (menghubunghubungkan nilainilai yang dipercayainya)5) Pengamalan (menjadikan nilainilai sebagai bagian dari pola hidupnya)III. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan PembelajaranAplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar siswa:1. Partisipasi. Dalam dunia pendidikan, partisipasi mampu menghidupkan suasana yang interaktif. Dua belah pihak, guru dan siswa, perlu saling peduli, saling sharing, melakukan negosiasi, dan sama-sama bertanggung jawab atas proses dan output pendidikan. Hal ini penting agar di akhir tahun, ketika terjadi kegagalan studi, maka tidak terjadi saling tuding antara para pihak yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan (guru, siswa, orangtua siswa, ahli kurikulum, dan masyarakat luas). 2. Integrasi. Di sini, perlu ditekankan interaksi, interpenetrasi, serta integrasi pemikiran, perasaan dan tindakan. Membangun manusia yang seutuhnya berarti membangun manusia yang konsisten dalam ketiga hal tersebut.3. Keterkaitan. Bahwa materi yang diajarkan perlu memiliki hubungan yang erat dengan kebutuhan hidup dasar peserta didik serta berpengaruh nyata untuk mereka, baik secara emosional maupun secara intelektual. 4. Transparansi dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Para siswa pun berhak mengetahui bahwa pada akhir pelajaran, mereka harus memahami hal-hal tertentu yang mampu meningkatkan pengetahuan mereka. Dari sini, semakin nyata bahwa siswa perlu tahu ke mana mereka diarahkan dalam sebuah pelajaran. Banyak guru kurang menekankan bagian ini, dan langsung masuk ke "inti" pembahasan, padahal hal ikhwal menjelaskan tujuan adalah termasuk hal "inti" pula. 5. Terakhir, tentu saja tujuan sosial dari pendidikan. Karena pendidikan adalah sebuah sarana menyiapkan manusia untuk untuk berkarya dalam masyarakat, maka pendidikan perlu menekankan penempaan akal dan mental peserta didik, agar mampu menjadi sosok intelektual yang berbudaya.

IV. Kelebihan dan kekurangan teori HumanistikA. Kelebihan Teori Humanistik1. selalu mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis, partisipatif-dialogis dan humanis. 2. Suasana pembelajaran yang saling menghargai, adanya kebebasan berpendapat, kebebasan mengungkapkan gagasan.3. keterlibatan peserta didik dalam berbagai aktivitas di sekolah, dan lebih-lebih adalah kemampuan hidup bersama (komunal-bermasyarakat) diantara peserta didik yang tentunya mempunyai pandangan yang berbeda-beda. B. Kekurangan Teori Humanistik :1. Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah.2. Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.3. Psikologi humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis(Disusun oleh Titik, Arif dan Retci).

Daftar PustakaC. Asri Budiningsih. (2005). Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: Rineka Cipta. Seels, Barbara& Richey, Rita C..(2005). Instructional Technology, the Definition and Domain of the Field, Washington: AECT.

Sugihartono,dkk. (2006). Psikologi Pendidikan.Yoyakarta: FIP UNY.Dakir. (1993). Dasar dasar psikologi.Yogyakarta: Pustaka pelajar.C. TOKOH-TOKOH TEORI BELAJAR HUMANISTIKAdapun tokoh tokoh yang mempelopori psikologi humanistik yang digunakan sebagai teori belajar humanisme sebagai berikut :a) Abraham MaslowDi kenal sebagai pelopor aliran humanistik.Maslow percaya bahwa manusia bergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang paling di kenal adalah teori tentang Hierarchy of Needs( Hirarki kebutuhan ). Dia mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri orang memiliki rasa takut yang dapat membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan. Manusia juga bermotivasi untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan kebutuhan tersebut memiliki hirarki ( tingkatan ) mulai dari yang rendah sampai yang tinggi. Adapun hirarki hirarki tersebut adalah :a. Kebutuhan fisiologis atau dasarb. Kebutuhan akan aman dan tenteramc. Kebutuhan akan dicintai dan disayangid. Kebutuhan untuk dihargaie. Kebutuhan untuk aktualisasi diri

b) Arthur Combs Bersama dengan Donald Syngg ( 1904 1967 ) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning( makna atau arti ) konsep sering yang di gunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak di sukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut, sehingga apabila merubah perilakunya, seorang guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya.Padahal arti tidak menyatu pada materi pelajaran itu.Sehingga yang terpenting adalah bagaimana membawa siswa untuk memperoleh arti bagi kepribadiannya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkan dalam kehidupan. Combs memberikan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran ( kecil dan besar ).a. Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri b. Lingkaran besar adalah persepsi dunia.

c) Carl RogersAdalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu mengatasi masalah masalah kehidupannya.[footnoteRef:2][1][2] Menurutnya hal yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran yaitu : [2: ]

1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal hal yang tidak ada artinya.2. Siswa akan mempelajari hal hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bahan yang bermakna bagi siswa.4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

Dari bukunya Freedom to learn, ia menunjukan sejumlah prinsip prinsip yang terpenting adalah :1. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud maksud tersendiri.3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri di anggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.4. Belajar yang bermakna di peroleh siswa dengan melakukanya.5. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :1. Merespon perasaan siswa2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa4. Menghargai siswa5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa ( penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa )7. Tersenyum pada siswa

Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme? Orang balajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.

d) Bloom dan KrathwohlDalam hal ini, Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai ( dipelajari ) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut.1. KognitifKognitif terdiri dari tiga tingkatan:1) Pengetahuan ( mengingat, menghafal );2) Pemahaman ( menginterpretasikan );3) Aplikasi ( menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah );4) Analisis ( menjabarkan suatu konsep );5) Sintesis ( menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh);6) Evaluasi ( membandingkan ide, nilai, metode, dsb ).

2. PsikomotorPsikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu:1) Peniruan ( menirukan gerak );2) Penggunaan ( menggunakan konsep untuk melakukan gerak );3) Ketepatan ( melakukan gerak dengan benar );4) Perangkaian ( melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar );5) Naturalisasi ( melakukan gerak secara wajar ).

3. Afektif Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu:1) Pengenalan ( ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu );2) Merespon ( aktif berpartisipasi );3) Penghargaan ( menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu);4) Pengorganisasian ( menghubung - hubungkan nilai-nilai yang dipercayai );5) Pengalaman ( menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup ).[footnoteRef:3][2][6] [3: ]

e) KolbSementara itu, Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu:1. Pengalaman konkret;Pada tahap ini seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian.Dia belum mempunyai kesadaran tentang hakikat kejadian tersebut.Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu.2. Pengalaman aktif dan reflektif;Siswa lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.3. Konseptualisasi;Siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau teori tentang sesuatu hal yang pernah diamatinya. Pada tahap ini siswa diharapkan sudah mampu untuk membuat aturan-aturan umum ( generalisasi ) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda, tetapi mempunyai landasan aturan yang sama.4. Eksperimentasi aktifSiswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Dalam dunia matematika misalnya, siswa tidak hanya memahami asal-usul sebuah rumus, tetapi ia juga mampu memakai rumus tersebut untuk memecahkan suatu masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya.[footnoteRef:4][3][7] [4: ]

5. Honey dan MumfordBerdasarkan teori Kolb ini, Honey dan Mumford menggolongkan siswa menjadi empat tipe, yakni:1. AktivisCiri dari siswa ini adalah suka melibatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru dan cenderung berpikiran terbuka serta mudah diajak berdialog.Namun, siswa seperti ini biasanya kurang skeptis terhadap sesuatu.Dalam belajar mereka menyukai metode yang mampu mendorong seseorang menemukan hal-hal baru, seperti brainstorming atau problem solving.Akan tetapi mereka cepat merasa bosan dengan hal-hal yang perlu waktu lama dalam implementasi.2. ReflektorSiswa tipe ini cenderung sangat berhati-hati mengambil langkah sehingga dalam mengambil keputusan mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat baik buruknya.3. TeorisSiswa tipe ini biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif.Berpikir rasional adalah sangat penting.Dan mereka cenderung sangat skeptis dan tidak suka hal-hal yang spekulatif.4. PragmatisSiswa pada tipe ini menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala hal. Bagi mereka teori memang penting, tapi tidak akan berguna jika tidak dipraktikkan.[footnoteRef:5][4][8] [5: ]

6. HabermasMenurutnya belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dari lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini Habermas membagi belajar menjadi tiga bagian, yaitu:1. Belajar teknis ( technical learning ) Dalam belajar teknis siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.2. Belajar praktis ( practical learning )Pada belajar ini siswa juga belajar berinteraksi, tetapi yang lebih dipentingkan adalah interaksi dia dengan orang-orang di sekelilingnya.3. Belajar emansipatoris ( emancipatory learning)Pada belajar ini siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan ( transformasi ) kultural dari suatu lingkungan. Inilah tujuan pendidikan yang paling tinggi.[footnoteRef:6][5][9] [6: ]

Psikologi humanistik dan pengajaran di dalam bagian ini berisi tentang bagaimana para psikolog humanistik berupaya menggabungkan keterampilan dan informasi kognitif dengan segi efektif , nilai nilai, dan perilaku antar pribadi. Sehubungan dengan itu akan di bicarakan tiga macam program :a. Confluent education Adalah proses pendidikan yang memadukan atau mempertemukan pengalaman pengalaman efektif dengan belajar kognitif di dalam kelas.[footnoteRef:7][6][10] Sebagai contoh guru bahasa indonesia memberikan tugas pada para siswa untuk membaca sebuah novel, katakanlah misalnya tentang keberanian sebuah novel perang. Melalui tugas itu siswa diharapkan memahami isi bacaan tersebut dengan sebaik sebaiknya tetapi juga memperoleh kesadaran antar pribadi yang lebih baik dengan jalan membahas pengertian mereka sendiri mengenai keberanian dan perasaan takut. Untuk keperluan itu tugas tersebut di lengkapi dengan tugas tugas yang berkaitan, antara lain : [7: ]

1) Mewawancarai orang orang yang tahu tentang perang.2) Mendengarkan musik perang, menuliskan pikiran pikiran dan perasaan yang timbul secara bebas, kemudian menghayatinya dalam kelompok kelompok kecil.3) Memperdebatkan apakah perang itu dapat dihindari ataukah tidak.4) Membandingkan perang saudara dengan sajak sajak perang.

b. Open EducationAdalah proses pendidikan terbuka, Menurut Walberg dan Thomas (1972), open education itu memiliki delapan kriteria :1) Kemudahan belajar tersedia, artinya berbagai macam bahan yang di perlukan untuk belajar tersedia2) Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat artinya menggunakan bahan buatan siswa : guru menangani masalah masalah tingkah laku dengan jalan berkomunikasi secara pribadi dengan siswa yang bersangkutan saja.3) Mendiagnosis peristiwa peristiwa belajar , artinya siswa siswa memeriksa pekerjaan mereka sendiri.4) Pengajaran, artinya pengajaran individual ; tidak ada tes ataupun buku kerja.5) Penilaian, artinya guru membuat penilaian secara individual : hanya sedikit sekali di adakan test formal.6) Mencari kesempatan untuk pertumbuhan profesional, artinya guru menggunakan bantuan orang lain, guru bekerja dengan teman teman sekerjanya.7) Persepsi guru sendiri, artinya guru berusaha mengamati semua siswa untuk memantau kegiatan mereka.8) Asumsi tentang para siswa dan proses belajar, artinya suasana kelas hangat dan ramah, sehingga para siswa asyik melakukan sesuatu.[footnoteRef:8][7][11] [8: ]

Meskipun pendidikan terbuka itu memberikan kesempatan pada para siswa untuk bergerak secara bebas di sekitar ruangan dan memilih aktifitas belajar mereka sendiri, namun bimbingan guru tetap di perlukan. Kira-kira perlu di catat bahwa open education ini lebih efektif dari pada pendidikan tradisional dalam hal meningkatkan hal belajar yang bersifat efektif, kerja sama, kreatifitas, dll.c. Cooperative learningBelajar cooperative merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin (1980) cooperative memiliki tiga karakterisik sebagai berikut :1) Siswa belajar dalam tim tim yang kecil (4-6 orang anggota) komposisi ini tetap selama berminggu minggu.2) Siswa di dorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.3) Siswa diberi imbalan atau hadiah bagi yang berprestasi.Adapun teknik dalam belajar cooperative learning itu ada empat macam :a) Team game tournament (TGT); dalam teknik ini siswa siswa yang kemampuan dan jenis kelaminnya berbeda di satukan dalam team (4 orang). Setelah itu guru menyajikan soal dan team lalu mengerjakan, saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama se team untuk menghadapi tournament yang biasanya di selenggarakan seminggu sekali.b) Teams achievement divisions; teknik ini juga menggunakan team (4 orang) tetapi kegiatan tournament di ganti dengan bertanya selama lima belas menit. Skor skor pertanyaan menjadi skor team.c) Jigsaw, dalam teknik ini siswa di masukan dalam tim tim kecil yang bersifat heterogen. Bahan pelajaran di bagikan kepada anggota anggota team. Kemudian siswa tersebut mempelajari bahan pelajaran yang sama dengan team lain kemudian mereka kembali ke kelompoknya masing masing dan menjelaskan apa yang telah dipelajari dari kelompok lain tersebut kepada kelompoknya.d) Group investigation adalah teknik di mana para siswa bekerja di dalam kelompok kelompok kecil yang menangani berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok membagi tugas tersebut menjadi sub topik sub topik, kemudian setiap anggota kelompok melakukan penelitian yang di perlukan untuk mencapai tujuan kelompok, setelah itu kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas. Dalam metode ini hadiah atau point tidak di berikan.Menurut cooperative learning itu pada umumnya mempunyai efek yang positif terhadap prestasi akademik.Keberhasilan cooperative learning ini juga tergantung dengan kemampuan siswa berinteraksi di dalam kelompok.

D. CIRI-CIRI DAN PRINSIP DALAM TEORI BELAJAR HUMANISTIKPendekatan humanismedalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif.Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut.Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat.Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jikasiswamemahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.Ada salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harusmampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya. Dan juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar. Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu dapat meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.Dengan kata lain, pendekatan humanismemenekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa.Sehinggapara pendidik/guru diharapkan dalam pembelajaran lebihmenekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaransehingga menghasilkan suatu proses pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil belajar yang dicapai siswa.[footnoteRef:9][8][14] [9: ]

E. PRINSIP TEORI BELAJAR HUMANISTIKBeberapa prinsip Teori belajar Humanistik:1. Manusia mempunyai belajar alami.2. Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu.3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.4. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil.5. Bila ancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.6. Belajar yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya.7. Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.8. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.9. Kepercayaan pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.10. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa, (3) belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasi jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri, orang lain tidak begitu penting.Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan daam konteks yang lebih praktis.Teori ini diangagap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sukar menterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih kongkret dan praktis.Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan manusia, maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut.Semua komponen pendidikan temasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri.Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasi dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri.Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh guru dalam merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang. Dengan demikian teori humanistik mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan dalam konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ni amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut.Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagai mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang dapat diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Rogers dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan teori humanistik.Menurut teori ini, agr belajar bermakna bagi siswa, diperlukan insiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperiensial (experiential learning).Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Oleh sebab itu, walaupun secara ekspilsit belum ada pedman baku tantang langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, namun paling tidak langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, namun paling tidak langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digumakan sebagi acuan. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagi berikut :1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.2. Menentukan materi pembelajaran.3. Mengidentifikasi kemampuan awal (entri behvior) siswa.4. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.5. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.6. Membimbing siswa belajar secara aktif.7. Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.8. Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.9. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata.10. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

F. APLIKASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN

a) Guru Sebagai FasilitatorPsikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes ( petunjuk ) :1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganalisis dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.[footnoteRef:10][9][15] [10: ]

b) Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran SiswaAplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.

G. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR HUMANISTIK

1. KELEBIHANa. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.b. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.c. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.

2. KEKURANGANa. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.b. Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar. 2.1 Konsep Teori Belajar HumanismeTeori belajar yang humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusikan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 56).

Senada dengan pendapat di atas, belajar adalah pentingnya isi dari proses belajar bersifat elektrik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, dan membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatnya masing-masing didepan kelas. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti terhadap materi yang diajarkan. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi pola perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri (Herpratiwi, 2009: 39).

Awal timbulnya psikologi humanistis terjadi pada akhir tahun 1940-an yaitu munculnya suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam pengembangan ini. Misalnya; ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial, konselor, bukan merupakan hasil penelitian dalam bidang proses belajar. Gerakan ini berkembang dan kemudian dikenalkan dengan psikologi humanistis, eksternal, perseptual atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha memahami perilaku seseorang dari sudut perilaku (behavior), bukan dari pengamat observer. Dalam dunia pendidikan aliran humanisme muncul pada tahun 1960 sampai dengan 1970-an dan mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir pada abad ke-20 ini pun juga akan menuju pada arah ini (Herpratiwi, 2009: 37).

Perhatian psikologi humanistik terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistis penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Gerakan munculnya psikologi humanistik disebabkan oleh semacam kesadaran bersama beranggapan bahwa pada dasarnya tidak ada teori psikologi yang berkemampuan menjelaskan manusia sebagai suatu totalitas dan yang sewajarnya mengfungsikan manusia. Mereka meyakini bahwa tiap individu pada dasarnya mempunyai kapasitas serta dorongan sendiri untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya (Herpratiwi, 2009: 37).

Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan juga belajar (Sukarjo dan Komarudin, 2009: 56). Teori humanisme berfokus pada sikap dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri, bebas memilih untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan bertanggung jawab, kecemasan sebagai suatu unsur dasar pencarian. Maka yang unik didalam dunia yang tidak bermakna, berada sendirian dan berada dalam hubungan dengan orang lain keterhinggaan, kematian, dan kecenderungan mengaktualisasikan diri. Perkembangan pribadi yang muncul berdasarkan keunikan masing-masing individu. Teori ini berfokus pada saat sekarang dan menjadi apa seorang itu dimasa depan. Pendekatan ini menyajikan kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan perkembangan. Menghapus penghambat aktualisasi potensi pribadi. Membantu siswa menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran diri dan bertanggung jawab atas arah kehidupanya sendiri (Herpratiwi, 2009: 38).Senada dengan pendapat di atas, konsep pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 57).

Keleluasaan untuk memilih apa yang akan dipelajari dan kapan serta bagaimana mereka akan mempelajarinya merupakan ciri utama pendekatan humanisme. Bertujuan untuk membantu siswa menjadi self-directed serta self-motivated leaner. Penganut paham ini yakin bahwa siswa akan bersedia melakukan banyak hal apabila mereka memiliki motivasi yang tinggi dan mereka diberi kesempatan untuk menentukan apa yang mereka inginkan dan mereka hindari pemberian nilai dan tes standar atau evaluasi formal lainnya. Pengertian humanisme yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Kata humanisme dalam pendidikan, dalam artikel what is humanistic education?, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanisme (Herpratiwi, 2009: 38).

Beberapa ciri khas yang dominan dalam psikologi humanisme sebagai berikut.a. Mereka menekankan bahwa psikologi seharusnya memperlakukan keseluruhan kepribadian manusia meliputi seluruh aspek-aspeknya.b. Mereka menekankan kepada aktivitas dari sudut pandang personnya dari sudut pandang peninjau (observer). Pengikut psikologi humanisme menyatakan bahwa dalam melihat manusia sebagian besar ahli-ahli psikologi mengambil sudut pandang orang ketiga, sedangkan cara yang paling nyata untuk mempelajari psikologi ialah melalui mata person yaitu dirinya sendiri.c. Mereka juga menekankan kepada self-actualization, self-fulfillment atau self-realization.d. Mengenai perkembangan pribadi seseorang dalam arah apapun, orang tersebut selalu memilih atau menilai (Herpratiwi, 2009: 40).

Nilai-nilai penting yang ditumbuhkembangkan dalam pendidikan humanisme sebagai berikut.1. Kejujuran (tidak menyontek, tidak merusak, dan bisa dipercaya).2. Menghargai hak orang lain (menerima dan menghormati perbedaan individu yang ada, mau mendengarkan orang lain, menolong orang lain, dan bisa berempati terhadap problem orang lain).3. Menjaga lingkungan (menghemat penggunaan listrik, gas, kayu, logam, kertas, dll. Menjaga barang milik sendiri ataupun milik orang lain).4. Perilaku (mau berbagi, menolong orang lain, ramah terhadap orang lain, dan berlaku pantas didepan publik).5. Perkembangan pribadi (menjalankan tanggung jawab, menghargai kesehatan dan kebersihan fisik, mengembangkan bakat yang dimiliki secara optimal, mengembangkan rasa hormat dan rasa bangga terhadap diri sendiri, mengontrol perilaku, memiliki sikap berani, terhormat dan patriotik, serta menghargai keindahan) (Herpratiwi, 2009: 41).

Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus kepada ketidak normalan atau sakit seperti dilihat oleh teori psikoanalisa freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah sakit tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan pembelajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini (Herpratiwi, 2009: 42).

Kemampuan positif disini erat kaitanya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam dominan efektif, misalnya keterampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, kesadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas keterampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari. Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidiknya yang beraliran humanisme juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanisme mencoba untuk melihat dalam spektrum yang lebih luas mengenai perilaku manusia. (Herpratiwi, 2009: 42).

Melihat hal-hal yang diusahakan oleh para pendidik humanisme, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu dalam perkembangan, sementara humanisme melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakteristik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Karena berfikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikan salah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanisme ini sama seperti yang ingin kita dapatkan dari pendidikan yang menitik beratkan kognitif (Herpratiwi, 2009: 42-43).

2.2 Tokoh-Tokoh Teori Belajar HumanismeTokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain: Arthur W. Comb, Abraham Maslow, dan Carl Ranson Rogerss. Teori belajar humanistik berdasarkan pendapat tokoh-tokohnya dapat dijelaskan sebagai berikut.1. Athur W. Combs (1912-1999)Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan dalam teori belajar humanistik. Dengan demikian, belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya Konsep pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif (Herpratiwi, 2009: 45).

Untuk itu, guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut. Sehingga, apabila ingin mengubah perilaku siswa tersebut guru harus mengubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal makna yang diharapkan siswa tidaklah menyatu pada materi pelajaran tersebut. Dalam hal ini yang penting ialah bagaimana membawa persepsi siswa untuk memperoleh makna belajar bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut yang menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupannya sehari-hari (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 58).

Arthur W. Comb ialah seorang humanis, ia berpendapat bahwa perilaku batiniah seperti perasaan, persepsi, keyakinan, dan maksud menyebabkan seseorang berbeda dengan orang lain. Untuk memahami orang lain, kita harus melihat dunia orang lain seperti ia merasa dan berfikir tentang dirinya. Pendidikan dapat memahami perilaku peserta didiknya jika ia mengetahui bagaimana peserta didik mempersepsikan perbuatannya pada suatu situasi. Apa yang kelihatanya aneh bagi kita, mungkin saja tidak aneh bagi orang lain. Dalam pembelajaran menurut para ahli psikologi humanistis, jika peserta didik memperoleh informasi baru informasi itu dipersonalisasikan ke dalam dirinya. Sangatlah keliru jika pendidik beranggapan bahwa peserta didik akan mudah belajar kalau bahan ajar disusun rapi dan disampaikan dengan baik. Karena peserta didik sendirilah yang menyerap dan mencerna pelajaran itu. Yang menjadi masalah dalam mengajar bukanlah bagaimana bahan ajar itu disampaikan, tetapi bagaimana membantu peserta didik memetik arti dan makna yang terkandung di dalam bahan ajar itu. Apabila peserta didik dapat mengaitkan bahan ajar dengan kehidupannya, pendidik boleh berbesar hati karena misinya telah berhasil (Herpratiwi, 2009: 45).

Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang tertitik pusat satu. Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkaran besar adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri, makin berkurang pengaruhnya terhadap perilaku. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, akan makin mudah hal itu terlupakan oleh siswa (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 58).

Combs dan kawan-kawan menyatakan bahwa apabila kita ingin memahami perilaku orang lain kita harus memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah keyakinan atau pandangan orang itu, perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dari yang lain. Selanjutnya bahwa perilaku buruk itu sungguh tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seseorang guru mengeluh apabila siswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh guru itu. Apabila guru itu memberikan aktivitas yang lain, mungkin sesekali siswa akan memberikan reaksi yang positif. Para ahli humanisme melihat adanya bagian dari learning, ialah pemerolehan informasi baru dan personalisasi informasi ini pada individu. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajarn itu, sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkan dengan kehidupannya (Herpratiwi, 2009: 46). 2. Abraham MaslowTeori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal: (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang dan (2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dala upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hierarkis. Pada diri setiap orang terdapat pelbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut dengan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi disisi lain, seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju kearah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar, dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 58).

Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hierarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting dan harus diperhatikan oleh guru pada waktu mengajar. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 59).

Adapun hierarki kebutuhan menurut Maslow sebagai berikut.a. Kebutuhan fisiologis/ dasar.b. Kebutuhan akan rasa aman dan tentram.c. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi.d. Kebutuhan untuk dihargai.e. Kebutuhan untuk aktualisasi diri (Herpratiwi, 2009: 49).

Dalam artikel some educational implications of the Humanistic Psychologist, Maslow mencoba untuk mengkritik Freud dan Behavioristik. Menurut Maslow, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimiliknya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada ketidaknormalan atau sakit seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisis Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah sakit tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia. Para pendidika yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan pengajaranya pada pembangunan kemampuan positif (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 59).

Kemampuan positif disini erat kaitanya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain efektif, misalnya keterampilan membangun dan menjaga hubungan yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, kesadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya ialah meningkatkan kualitas keterampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 59).

Melihat hal-hal yang diusahakan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi, dapat dikatakan bahwa emosi adalah karakteristik yang sangat kuat yang tampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berfikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikan salah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita peroleh dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 60).

Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia atau dengan Freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara motivasi yang dimiliki binatang. Hierarki kebutuhan motivasi Maslow menggambarkan motivasi manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motivasi dalam tingkat yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 60).3. Carl Ransom Rogerss (1902-1987)Carl Ramson Rogerss lahir di Oak Park, Llinois pada tanggal 8 Januari 1902 di sebuah keluarga protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian di usianya ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus tahun 1924, ia masuk ke Union Theologi Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher Collage yang bertetangga dengan seminarinya (Herpratiwi, 2009: 48).

Tahun 1927, Rogerss bekerja di Institute For Child Guindance dan menggunakan psikonalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogerss juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan Jhon Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkan justru membuatnya menemukan benang merah yang kemudian dikembangkan dan dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak (Herpratiwi, 2009: 49).

Pada tahun 1931, Rogerss bekerja di Child Study Departement of The Society For The Prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan terhadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/ nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul The Clincai Treatment Of The Problem Child, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State University dan pada tahun 1942. Rogerss menjabat sebagai ketua dari American Psychological Society (Herpratiwi, 2009: 49).

Tahun 1957, Rogerss pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikitari. Setelah mendapat gelar doktor, Rogerss menjadi profesor psikologi di Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogerss mengembangkan metode client-contered psycotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah siswa terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien (Herpratiwi, 2009: 49).

Rogerss ialah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapisit) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogerss meyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapis hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogerss, teknik-teknik assesment dan pendapat para terapis bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien (Herpratiwi, 2009: 49).

Kecewa karena tidak bisa menyatukan psikiatri dengan psikolog. Rogerss pindah ke California pada tahun 1964 dan bergabung dengan western behavioral science institute. Ia lalu mengembangkan teorinya dibidang pendidikan. Selain itu ia banyak memberikan workshop di Hongaria, Brazil, Afrika Selatan, dan bahkan Uni Soviet. Rogerss wafat pada tanggal 4 Februari 1987. Meskipun teori yang dikemukakan oleh Rogerss ialah salah satu teori humanistik, namun keunikan teori pada sifat humanis yang terkandung di dalamnya (Herpratiwi, 2009: 50).

Rogerss membedakan dua tipe belajar, yaitu kognitif (kebermaknaan) dan experiental (pengalaman atau signifikan). Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai, seperti mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki mobil. Experiental learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiental learning mencakup; keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa. Menurut Rogerss, yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, sebagai berikut.a. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.b. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.c. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.d. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern belajar tentang proses (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 61).

Asumsi teori Rogerss sebagai berikut.1. Kecenderungan formatifSegala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.2. Kecenderungan aktualisasiKecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju kesempurnaan atau pemenuhan potensi dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya (Herpratiwi, 2009: 50).

Menurut teori di atas, tujuan belajar ialah untuk memanusiakan manusia. Prose belajar dianggap berhasil jika si pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan sudut pandang pengamatnya (Herpratiwi, 2009: 50).

Dari bukunya freedom to learn, ia menunjukan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya sebagai berikut.1. Mannusia mempunyai kemampuan belajar secara alami.2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri.3. Belajar yang menyangkur perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabika ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.5. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.6. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.7. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam prose belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.8. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas lebih mudah divapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri. Penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus-menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 61-62).

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada pproses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui sebagai berikut.a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.b. Mengusahakan partisipasi siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan positif.c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.e. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari pelaku yang ditunjukan.f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.g. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.h. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi belajar siswa (Herpratiwi, 2009: 52).

Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogerss, diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975. Model ini mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung, yaitu empati, penghargaan, dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif sebagai berikut.1. Merespons perasaan siswa.2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang.3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.4. Menghargai siswa.5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.6. Menyesuaikan isi kerangka berfikir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa).7. Tersenyum pada siswa (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 62-63).

Berdasarkan pendapat di atas, diketahui bahwa guru yang fasilitatif mampu mengurangi angka membolos, meningkatkan angka konsep diri, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat masalah yang berkaitan dengan disiplin, mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta menjadikan siswa lebih spontan dan menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 63).

Teori Rogerss dalam bidang-bidang pendidikan dibutuhkan 3 (tiga) sikap oleh fasilitator belajar, yaitu: (1) realitas di dalam fasilitator belajar, (2) penghargaan, penerimaan dan kepercayaan, dan (3) pengertian empati. Dari ketiga sikap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.1. Realitas di dalam fasilitator belajarMerupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri. Sehingga ia dapat masuk ke dalam hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.

2. Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaanMenghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebutm maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan yang lainnya.3. Pengertian yang empatiUntuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus memiliki kesadaran yang senditif bagi jalanya proses pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari sudut murid bukan guru (Herpratiwi, 2009: 53).

Kesimpulan Teori Humanisme Carl Rogerss ialah sebagai berikut.1. Teori Rogerss disebut humanis karena teori ini dipercaya bahwa setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan behaviorisme.2. Asumsi dasar teori Rogerss ialah kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi.3. Diri (self) terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, dimana penghargaan positif (positive regard) dan penghargaan diri yang positif (positive self regard).4. Stagnasi psikis terjadi bila pengalaman dan konsep diri yang tidak konsisten, untuk menghindarinya adalah pertahanan distorasi dan penyangkalan. Jika gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut konsep diri akan hancur dan menyebabkan psikotik.5. Dalam terapi, terapi hanya menolong dan mengarahkan siswa yang melakukan perubahan adalah siswa itu sendiri (Herpratiwi, 2009: 52).

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar HumanismeDi bawah ini akan dijelaskan kelebihan dan kelamahan teori belajar humanistik, sebagai berikut.a. Kelebihan teori belajar humanismePembelajaran dengan teori ini sangat cocok diterapkan untuk materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini ialah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara tanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang-orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku (Herpratiwi, 2009: 56).b. Kelemahan teori belajar humanismeKarena dalam teori ini guru ialah sebagai fasilitator maka kurang cocok menerapkan yang pola pikirnya kurang aktif atau pasif. Karena bagi siswa yang kurnag aktif, dia akan takut atau malu untuk bertanya pada gurunya sehingga dia akan tertinggal oleh teman-temannya yang aktif dalam kegiatan pembelajaran, padahal dlaam teori ini guru akan memberikan respons bila murid yang diajar juga aktif dalam menanggapi respons yang diberikan oleh guru. Karena siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) maka keberhasilan proses belajar lebih banyak ditentukan oleh siswa itu sendiri, peran guru dalam proses pembentukan dan pendewasaan kepribadian siswa menjadi berkurang (Hepratiwi, 2009: 56).

2.4 Pendekatan Pembelajaran HumanismePendekatan pembelajaran humanisme memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggung jawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam pembelajaran yang humanisme ialah pendekatan reflektif, dialogis, dan ekspresif. Pendekatan reflektif mengajak peserta didik untuk berfikir bersama secara kritis dan kreatif. Pendidik tidak bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan partner dialog, pendekatan dialogis menagajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri. Sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktualisasi diri). Dengan demikian, pendidik tidak mengambil alih tanggung jawab, melainkan sekedar membantu dan mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri. Penentuan sikap dan pemilihan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya (Herpratiwi, 2009: 57).

Pendidikan yang humanistik menekan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama ialah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antar pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunikasi sekolah. Relasi ini berkembang dengan pesat dan menghasilkan buah-buah pendidikan jika dilandasi oleh cinta kasih atas mereka. Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika berada dalam suasana yang penuh cinta, hati yang penuh pengertian serta relasi pribadi yang efektif. Dalam mendidik seseorang kita hendaknya mampu menerima diri sebagaimana adanya dan kemudian mengungkapkannya secara jujur. Mendidik tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada peserta didik, namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuhkembangkan dirnya secara optimal (Herpratiwi, 2009: 57).

Mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga pendidik memiliki relasi bermakna pendidikan dengan siswa dan mereka mampu menumbuhkembangkan dirinya menjadi pribadi dewasa dan matang. Pendidikan yang efektif ialah yang berpusat pada siswa atau pendidikan bagi siswa. Dasar pendidikanya ialah peserta didik menemukan, mengembangkan, dan mencoba mempraktikan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki. Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa ialah bahwa pendidik menghormati, menghargai dan menerima sebagaimana adanya. Komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan dalam mode