Teori Calista Roy
-
Upload
ichamustika09 -
Category
Documents
-
view
912 -
download
60
Transcript of Teori Calista Roy
TUGAS MAKALAH
MATA KULIAH : SAINS DALAM KEPERAWATAN
Tentang :
NURSING MODEL
THEORY SISTER CALISTA ROY
APLLIKASI KASUS
Dosen Pembimbing : Dr. Yati Afiyanti, MN
Disusun Oleh :
1. Laura Mariati Siregar2. Lisa Mustika Sari3. Merra Rachmawaty4. Mila Sartika5. Mira Andika6. Muhammad Arif
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Model konseptual mengacu pada ide – ide global mengenai individu,
kelompok situasi atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin
yang spesifik. Teori-teori yang terbentuk dari penggabungan konsep dan
pernyataan yang berfokus lebih khusus pada suatu kejadian dan
fenomena dari suatu disiplin ilmu. Model konseptual keperawatan
dikembangkan atas pengetahuan para ahli keperawatan tentang
keperawatan yang bertolak dari paradigma keperawatan. Model
konseptual dalam keperawatan dapat memungkinkan perawat untuk
menerapkan cara perawat bekerja dalam batas kewenangan sebagai
seorang perawat. Perawat perlu memahami konsep ini sebagai kerangka
konsep dalam memberikan asuhan keperawatan dalam praktek
keperawatan atau sebagai filosofi dalam dunia pendidikan dan kerangka
kerja dalam riset keperawatan.
Keperawatan sebagai suatu profesi yang sampai saat ini masih
dianggap profesi yang kurang eksis, kurang profesional, bahkan kurang
menjanjikan dalam hal finansial. Oleh karena itu keperawatan harus
berusaha keras untuk menunjukkan pada dunia luar, di luar dunia
keperawatan bahwa keperawatan juga bisa sejajar dengan profesi –
4
profesi lain. Tugas ini akan terasa berat bila perawat-perawat Indonesia
tidak menyadari bahwa eksistensi keperawatan hanya akan dapat dicapai
dengan kerja keras perawat itu sendiri untuk menunjukkan
profesionalismenya dalam memberikan pelayanan kesehatan terutama
pelayanan keperawatan baik kepada individu, keluarga maupun
masyarakat.
Salah satu cara untuk menunjukkan eksistensi keperawatan adalah
dengan mengembangkan salah satu model pelayanan keperawatan yang
sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Model keperawatan Roy,
dikenal dengan model “adaptasi” dimana Roy memandang setiap
manusia pasti mempunyai potensi untuk dapat beradaptasi terhadap
stimulus baik stimulus internal maupun eksternal dan kemampuan
adaptasi ini dapat dilihat dari berbagai tingkatan usia.
Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy di Rumah
Sakit telah banyak diterapkan namun sedikit sekali perawat yang
mengetahui dan memahami bahwa tindakan keperawatan tersebut telah
sesuai. Bahkan perawat melaksanakan asuhan keperawatan tanpa
menyadari sebagian tindakan yang telah dilakukan pada klien adalah
penerapan konsep teori Roy.
Oleh karena itu, kami memandang perlu untuk mengetahui dan
mengkaji lebih jauh tentang penerapan model keperawatan yang sesuai
dengan teori Sister Callista Roy di lapangan atau rumah sakit, sehingga
5
dapat diketahui apakah teori Roy dapat diaplikasikan dengan baik dalam
pelayanan keperawatan/ asuhan keperawatan.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu memahami konsep model keperawatan menurut Roy dalam
manajemen asuhan keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan riwayat hidup Sister Calista Roy
b. Mampu menyelaraskan dan mendefinisikan model konseptual
sister Calista Ror
c. Mampu memahami konsep dasar atau asumsi dasar dalam model
konseptual stress dan adaptasi Roy
d. Mampu menjelaskan komponen – komponen model konsep
keperawatan sister Calista Roy
e. Mampu menjelaskan karakteristik model konsep keperawatan
sister Calista Roy
f. Mampu menerapkan konsep keperawatan sister Calista Roy pada
asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan.
6
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. RIWAYAT SISTER CALISTA ROY
Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of
Carondelet.Roy dilahirkan pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles
California. Roy menerima Bachelor of Art Nursing pada tahun 1963 dari
Mount Saint Marys College dan Magister Saint in Pediatric Nursing pada
tahun 1966 di University of California LosAngeles.
Roy memulai pekerjaan dengan teori adaptasi keperawatan pada
tahun 1964 ketika dia lulus dari University of California Los Angeles.
Dalam Sebuah seminar dengan Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang
untuk mengembangkan sebuah model konsep keperawatan. Konsep
adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka konsepnya yang sesuai
dengan keperawatan. Dimulai dengan pendekatan teori sistem. Roy
menambahkan kerja adaptasi dari Helsen (1964) seorang ahli fisiologis –
psikologis. Untuk memulai membangun pengertian konsepnya. Helsen
mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari datangnya stimulus
sampai tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan individu. Derajat
7
adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu : focal stimuli,
konsektual stimuli dan residual stimuli.
Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan
pandangan terhadap manusia sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep-
konsep tersebut, Roy juga mengadaptasi nilai “ Humanisme” dalam model
konseptualnya berasal dari konsep A.H. Maslow untuk menggali
keyakinan dan nilai dari manusia. Menurut Roy humanisme dalam
keperawatan adalah keyakinan, terhadap kemampuan koping manusia
dapat meningkatkan derajat kesehatan.
Sebagai model yang berkembang, Roy menggambarkan kerja dari
ahli-ahli lain di area adaptasi seperti Dohrenwend (1961), Lazarus
(1966), Mechanic ( 1970) dan Selye (1978). Setelah beberapa tahun,
model ini berkembang menjadi sebagai suatu kerangka kerja pendidikan
keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun 1970, model
adaptasi keperawatan diimplementasikan sebagai dasar kurikulum
sarjana muda keperawatan di Mount Saint Mary’s College. Sejak saat itu
lebih dari 1500 staf pengajar dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk
mengklarifikasi, menyaring, dan memperluas model. Penggunaan model
praktek juga memegang peranan penting untuk klarifikasi lebih lanjut
dan penyaringan model.
8
Sebuah studi penelitian pada tahun 1971 dan survey penelitian
pada tahun 1976-1977 menunjukkan beberapa penegasan sementara
dari model adaptasi. Perkembangan model adaptasi keperawatan
dipengaruhi oleh latar belakang Roy dan profesionalismenya. Secara
filosofi Roy mempercayai kemampuan bawaan, tujuan,, dan nilai
kemanusiaan, pengalaman klinisnya telah membantu perkembangan
kepercayaannya itu dalam keselarasan dari tubuh manausia dan spirit.
Keyakinan filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya yang baru pada model
adaptasikeperawatan.
B. FILOSOFI
Filosofi tidak didasarkan terhadap hal yang bersifat empiris, tetapi
merupakan suatu keyakinan dan penyataan yang terkait terhadap
praktek keperawatan dan mempengaruhi munculnya model konseptual .
Asumsi Humanism dan Veritivity yang diturunkan dari teori
Spiritual oleh Swimme dan Berry ( 1992 ) menjadikan Philosifical dari
teori ini.
Humanism menegaskan bahwa seseorang atau pengalaman
manusia sangat essensial untuk pengetahuannya dan bernilai. Hal itu
dapat menjadi kekuatan untuk berkreatif.
Veritivity menegaskan tentang kepercayaan, nilai dan arti pada
semua kehidupan manusia.
9
Selain itu Asumsi dari Teori System dan Teori level adaptasi
digabungkan menjadi kesatuan asusmsi yang scientific.
Dari teori System, sistim adaptasi manusia dipandang sebagai
sesuatu yang berinteraksi yang bekerja sebagai kesatuan untuk mencapai
tujuan. Sistem adaptasi manusia adalah sesuatu yang kompleks, memiliki
banyak factor dan juga merupakan respon terhadap stimulus lingkungan
untuk mencapai adaptasi.
Dalam beradaptasi dengan stimulus lingkungan , manusia
mempunyai kapasitas untuk mengadakan perubahan - perubahan pada
lingkungan ( Roy and Andrew, 1999 ).
C. POLA PENGEMBANGAN MODEL KONSEPTUAL CALISTA ROY.
Sister Calista Roy mengembangkan model adaptasi dalam
keperawatan pada tahun 1964. Model ini banyak di gunakan sebagai
falsafah dasar dan model konsep dalam pendidikan keperawatan. Model
adaptasi Roy adalah system model yang esensial dalam keperawatan. Roy
menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial sebagai satu
kesatuan yang utuh. Dalam memenuhi kebutuhan manusia selalu di
hadapkan berbagai persoalan yang kompleks. Dalam menghadapi
persoalan tersebut Roy mengemukakan teori adaptasi. Penggunaan
koping atau mekanisme pertahanan diri, berespon melakukan peran dan
fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri keadaan
lingkungan sekitarnya dalam suatu rentang kontinu sehat – sakit.
10
Sumber- sumber yang mendukung perkembangan teori ini :
Didasari dari teori adaptasi Helson, yang mengatakan bahwa respon
adaptive adalah fungsi yang muncul ketika ada stimulus dan level
adaptasi..
Stimulus adalah setiap factor yang mengakibatkan sebuah respon.
Stimulus dapat muncul dari lingkungan internal maupun eksternal ( Roy ,
1984 ).
Setelah mengembangkan teorinya, Roy mempresentasikan teori
tersebut pada praktek keperawatan, riset dan pendidikan keperawatan.
Selain itu pengembangan model konseptual C.Roy di kontribusi
oleh Lebih dari 1500 mahasiswa di fakultas di mana C.Roy bekerja.
Pemerintah Amerika saat itupun sangat mendukung perkembangan
teori ini, diantaranya dengan menyediakkan 100. 000 perawat di USA
disiapkan untuk praktek menggunakan teori ini.
D. PARADIGMA KEPERAWATAN MENURUT SISTER CALISTA ROY
Empat Elemen utama dari teori Roy adalah : Manusia sebagai penerima
asuhan keperawatan, Konsep lingkungan, Konsep sehat dan
Keperawatan. Dimana antara keempat elemen tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain karena merupakan suatu sistem.
1. Manusia
Manusia merupakan fokus utama yang perlu diperhatikan karena
manusialah yang menjadi penerima asuhan keperawatan, baik itu
11
individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat, yang dipandang
sebagai “Holistic Adaptif System”. Dimana “Holistic Adaptif System “
ini merupakan perpaduan antara konsep sistem dan konsep adaptasi.
a. Konsep Sistem
Roy memandang manusia sebagai mahluk holistik yang dalam
sistem kehidupannya akan selalu berinteraksi dengan
lingkungannya, dimana diantara keduanya akan terjadi
pertukaran informasi, “matter” dan energi. Adapun karakteristik
sistem menurut Roy adalah input, output, control dan feed back
b. Konsep Adaptasi
Output dalam sistem adaptasi ini berupa respon perilaku individu
yang dapat dikaji oleh perawat baik secara objektif maupun
subjektif. Respon perilaku ini dapat menjadi umpan balik bagi
individu maupun lingkungannya. Roy mengkategorikan output
dari sistem adaptasi ini berupa respon adaptif dan respon
inefektif. Respon adaptif dapat meningkatkan integritas individu
sedangkan respon inefektif tidak dapat mendukung untuk
pencapaian tujuan perawatan individu.
Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk
menggambarkan proses kontrol individu dalam sistem adaptasi
ini. Beberapa koping ada yang bersifat genetik seperti : WBC (sel
darah putih) sebagai benteng pertahanan tubuh terhadap adanya
12
kuman, sedangkan beberapa koping lainnya ada yang merupakan
hasil belajar seperti : menggunakan antiseptik untuk
membersihkan luka. Dalam mekanisme kontrol ini, Roy
menyebutnya dengan istilah “Regulator” dan “Cognator”.
Transmitter dari sistem regulator berupa kimia, neural atau
sistem saraf dan endokrin, yang dapat berespon secara otomatis
terhadap adanya perubahan pada diri individu. Respon dari
sistem regulator ini dapat memberikan umpan balik terhadap
sistem cognator. Proses kontrol cognator ini sangat berhubungan
dengan fungsi otak dalam hal fungsi persepsi atau memproses
informasi, pengambilan keputusan dan emosi.
2. Lingkungan
Stimulus yang berasal dari individu dan sekitar individu merupakan
elemen dari lingkungan, menurut Roy. Lingkungan didefinisikan oleh
Roy adalah “ Semua kondisi, keadaan dan pengaruh-pengaruh
disekitar individu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku individu dan kelompok “(Roy and Adrews, 1991 dalam
Nursing Theory : 260) . Dalam hal ini Roy menekankan agar
lingkungan dapat didesign untuk meningkatkan kemampuan adaptasi
individu atau meminimalkan resiko yang akan terjadi pada individu
terhadap adanya perubahan.
13
3. Sehat
Roy mendefinisikan sehat adalah “A State and a process of being and
becoming an integrated and whole person” (Roy and Adrews, 1991
dalam Nursing Theory : 261). Integritas individu dapat ditunjukkan
dengan kemampuan untuk mempertahankan diri, tumbuh,
reproduksi dan “mastery”. Asuhan keperawatan berdasarkan model
Roy bertujuan untuk meningkatkan kesehatan individu dengan cara
meningkatkan respon adaptifnya.
4. Keperawatan
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan keperawatan
menurut Roy adalah meningkatkan respon adaptif individu dan
menurunkan respon inefektif individu, dalam kondisi sakit maupun
sehat. Selain meningkatkan kesehatan di semua proses kehidupan,
keperawatan juga bertujuan untuk mengantarkan individu meninggal
dengan damai.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat harus dapat mengatur
stimulus fokal, kontekstual dan residual yang ada pada individu,
dengan lebih menitikberatkan pada stimulus fokal, yang merupakan
stimulus tertinggi.
14
E. TEORI ADAPTASI SISTER CALISTA ROY
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan
informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat
menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu input,
proses dan output.
1. Input
Input atau masukan terdiri dari stimulus dan level adaptasi. Stimulus
terdiri dari :
a. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan
seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi .
b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi
situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif
dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana
dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti
anemia, isolasi sosial.
c. Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan
dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi
kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman
yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya
pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada
yang tidak.
15
Level adaptasi dapat menjadi data masukan yang akan
mempengaruhi respon adaptasi seseorang. Menurut Roy level
adaptasi seseorang dibagi menjadi 3,yaitu : integrated ,
compensatory, compromised.
2. Proses
Mekanisme kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk
mekanisme koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi
atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem.
a. Subsistem regulator
Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter
regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks
otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord
yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem.
Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku
regulator subsistem.
b. Subsistem kognator.
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun
internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat
menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem.
Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak
dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi
atau proses informasi berhubungan dengan proses internal
16
dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar
berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan)
dan insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah
dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang
berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah
proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan
penilaian dan kasih sayang.
Dalam memelihara integritas, kognator dan regulator
saling bekerjasama dan menguatkan .
Selanjutnya Roy mengembangkan proses internal
seseorang sebagai sistem adaptasi dengan menetapkan sistem
efektor, yaitu 4 mode adaptasi meliputi fisiologis, konsep diri,
fungsi peran dan interdependensi.
a. Mode Fungsi Fisiologi
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh
dan fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan
dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan
integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi
fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan
fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4
bagian yaitu :
17
1) Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan
prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor
gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
2) Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan
untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan
pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri.
(Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
3) Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari
instestinal dan ginjal. ( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991)
4) Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan
aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan untuk
mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki
dan memulihkan semua komponen-komponen tubuh.
(Cho,1984 dalam Roy, 1991).
5) Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh
termasuk proses imunitas dan struktur integumen ( kulit,
rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi
proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu. (Sato,
1984 dalam Roy 1991).
6) The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran,
perkataan, rasa dan bau memungkinkan seseorang
berinteraksi dengan lingkungan Sensasi nyeri penting
18
dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll,
1984, dalam Roy, 1991).
7) Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan
elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit, asam basa
dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya
inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy
1991).
8) Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan
neurologis merupakan bagian integral dari regulator
koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai
fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi
pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif
yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh
(Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).
9) Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran
horman sesuai dengan fungsi neurologis, untuk
menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas
endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam
respon stress dan merupakan dari regulator koping
mekanisme ( Howard& Valentine dalam Roy,1991).
19
b. Mode Konsep Diri
Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan
penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia.
Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas
psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan.
Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the
physical self dan the personal self.
1). The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang
dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran
tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat
merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau
hilang kemampuan seksualitas.
2). The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri,
ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut.
Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan
hal yang berat dalam area ini.
c. Mode Fungsi Peran
Mode fungsi peran mengenal pola–pola interaksi sosial seseorang
dalam hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam
peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana
seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai
kedudukannya
20
d. Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang
dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling
memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling
menghargai.
Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan
kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya.
Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi
dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan
berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi
dirinya.Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara
dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima.
3. Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di
amati, diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal
dari dalam maupun dari luar. Perilaku ini merupakan umpan balik
untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon
yang adaptif atau respon yang tidak efektif / mal-adaptif. Respon
yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara
keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu
melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup,
21
perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon
yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.
Tingkat adaptasi seseorang sebagai sistem adaptasi
dipengaruhi oleh perkembangan individu itu sendiri, dan
penggunaan mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping
yang maksimal mengembangkan tingkat adaptasi seseorang dan
meningkatkan rentang stimulus agar dapat berespon secara positif.
INPUT PROSES EFFECTOR OUTPUT
Stimulus(Fokal, contextual dan residual,
Mekanisme koping Fungsional Fisik Respon Adaptife
Level Adaptasi(Integrated, compensatory, compromise )
Regulator Konsep diri Respon Ineffectife
Kognator Fungsi Peran
Interdependency
22
BAB 3
PROSES KEPERAWATAN
Sebagai dasar dalam melaksanakan proses keperawatan, Roy
berpendapat bahwa pasien harus di pandang sebagai manusia yang utuh
(pandangan menyeluruh) baik dari aspek biologis, psikologis dan spiritual. Di
samping itu pasien pun harus di pandang sebagai suatu system yang dapat
hidup melalui interaksi yang konstan dengan lingkungannya.
HUBUNGAN TEORI SISTER CALISTA ROY DENGAN PROSES KEPERAWATAN
Model adaptasi Roy menawarkan standar untuk mengembangkan atau
melaksanakan proses keperawatan melalui elemen –elemen Roy meliputi :
A. Tahap I : Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian perilaku
Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan
data dan memutuskan klien adaptif atau maladaptif. Termasuk dalam
model ini adalah kebutuhan dasar manusia apakah dapat dipengaruhi
oleh kekurangan atau kelebihan, misalnya terlalu sedikit oksigen , terlalu
tinggi gula darah atau terlalu banyak ketergantungan. Perawat
menggunakan wawancara, observasi dan pengukuran untuk mengkaji
perilaku klien sekarang pada setiap mode. Berdasarkan pengkajian ini
23
perawat menganalisis apakah perilaku ini adaptif, maladaptif atau
potensial maladaptif.
2. Pengkajian faktor – faktor yang berpengaruh
Pada tahap ini termasuk pengkajian stimuli yang signifikan terhadap
perubahan perilaku seseorang yaitu stimuli focal, kontekstual dan
residual.
a. Identifikasi stimuli focal
Stimuli focal merupakan perubahan perilaku yang dapat diobservasi.
Perawat dapat melakukan pengkajian dengan menggunakan
pengkajian perilaku yaitu: keterampilan melakukan observasi,
melakukan pengukuran dan interview.
b. Identifikasi stimuli kontekstual
Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya
perilaku atau presipitasi oleh stimulus focal. Sebagai contoh anak
yang di rawat dirumah sakit mempunyai peran perilaku yang inefektif
yaitu tidak belajar. Focal stimulus yang dapat diidentifikasi adalah
adanya fakta bahwa anak kehilangan skedul sekolah. Stimulus
kontekstual yang dapat diidentifikasi adalah secara internal faktor
anak menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah anak terisolasi.
Stimulasi kontekstual dapat diidentifikasi oleh perawat melalui
observasi, pengukuran, interview dan validasi.
24
Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual yang
mempengaruhi mode adaptif adalah genetic, sex, tahap
perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi,
interdependensi, pola interaksi sosial, koping mekanisme, stress
emosi dan fisik religi, dan lingkungan fisik.
c. Identifikasi stimuli residual
Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu.
Helson dalam Roy, 1989 menjelaskan bahwa beberapa faktor dari
pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan saat
ini. Sikap, budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit diukur
dan memberikan efek pada situasi sekarang.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai
suatu hasil dari proses pengambilan keputusan berhubungan dengan
kurang mampunya adaptasi. Diagnosa keperawatan dirumuskan dengan
mengobservasi tingkah laku klien terhadap pengaruh lingkungan.
Menurut Roy (1991) ada 3 metode dalam membuat diagnosa
keperawatan :
25
I. Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri,
fungsi peran dan interdependen
1) Physiological model
a. Oksigenasi
Hipoksia/shock
Kerusakan ventilasi
Ketidakadequat pertukaran gas
Perubahan perfusi jaringan
Ketidakmampuan dlm proses kompensasi pada perubahan
kebutuhan oksigen
b. Nutrisi
Nutrisi kurang / lebih dari kebutuhan tubuh
Anoreksia
Nausea / Vomiting
Ketidak efektifan strategi koping thd penurunan ingestik
c. Eliminasi
D i a r e
Inkontinensia
Konstipasi
Retensi urine
Ketidakefektifan strategi koping thp penurunan fungsi
eliminasi.
26
d. Aktifitas dan istirahat
Ketidak adequate aktifitas & istirahat
Keterbatasan mobilitas & Koordinasi
Intoleransi aktifitas
Immobilisasi
Sleep deprivation
Resiko gangguan pola tidur
Kelelahan (Fatigue)
e. Proteksi
Gatal-gatal
Infeksi
Ketidak efektifan koping thd perubahan status imun
Kulit Kering
f. Sense
Resiko injuri
Kehilangan kemampuan self-care
Resiko distorsi komunikasi
Stigma
Sensori monoton / distorsi
Nyeri akut
Gangg. Persepsi
Koping tak efektif thd perubahan sensori
27
g. Cairan dan elektrolit
D e h i d r a s i
Udem
Retensi cairan intra sel
Hyper/Hypo Kalsemia, kalemia, Natrium
Ketidakseimbngan asam-basa
Ketidakefektifan regulasi system Bufer pda perub. pH.
h. Fungsi neurologi
Penurunan tingkat kesadaran
Pengurangan fungsi memori (daya ingat)
Konpensasi tak efektif pd penurunan fgs. Kognitif
Resiko terjadi kerusakan otak sekunder
i. Fungsi endokrin
Ketidakefektifan regulasi/pengaturan hormon yg
direfleksikan dlmfatigue, iritabilitas dan intoleransi pd
panas
Ketidak efektifan perkembangan reproduksi
Ketidak stabilan system hormone
Ketidak stabilan siklus internal stress.
2) SELF KONSEP MODE
a. Physical Self
Gangguan body image
28
Disfungsi seksual
Kehilangan
Rape Trauma syndrome
b. Personal self
Ansietas
Ketidak berdayaan
Perasaan bersalah
Harga diri rendah
3) ROLE FUNCTION MODE
a. Transisi Peran
b. Konflik Peran
c. Gangguan / Kehilangan Peran
II. Mengobservasi respon klien yang paling menonjol pada satu mode adaptif,
misalnya ; mode fisisiologis sub kebutuhan cairan.
Contoh kasus untuk diare intake : 1200 ml, out put : 3500 ml, keluhan
haus (+), turgor tidak elastis, kelopak mata tampak cekung. Dari respon
pasien tersebut dapat disimpulkan bahwa diagosa keperawatan pasien
menurut Roy adalah defisit volume cairan.
III. Menyimpulkan respon klien dari satu atau lebih dari mode adaptif yang
terkait dengan stimulus yang sama. Misalnya mode yang terganggu adalah
: mode
fisiologis, konsep diri dan interdependensi.
29
Contoh kasus ; klien mengeluh tidak mau makan, makan hanya habis ¼
porsi, BB turun 2 Kg dari normal. Dari data tersebut klien mengalami
gangguan kebutuhan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan (mode
fisiologis). Karena klien kekurangan nutrisi mengakibatkan posturnya
tampak kurus, hal ini membuat klien mengalami gangguan Body Image
( Mode Konsep diri ), kondisi ini juga mengakibatkan klien tidak dapat
memenuhi kebutuhannya sehari-hari ( Mode Interdependensi )
C. Penentuan Tujuan
Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada intervensi
keperawatan adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku
adaptif dan mengubah perilaku inefektif menjadi adaptif. Penentuan tujuan
dibagi atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka
panjang yang akan dicapai meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan
kekuasaan. Tujuan jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang
diharapkan setelah dilakukan manipulasi terhadap stimulus focal,
konteksual dan residual.
D. Intervensi
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau
memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual, juga difokuskanpada
koping individu atau zona adaptasi, sehingga seluruh rangsang sesuai
dengan kemampuan individu untuk beradaptasi.
Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus menuju perilaku
30
adaptif. Hal ini menekankan kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab
selama pengkajian tahap II.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan
sehubungan dengan tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah
laku pasien setelah diimplementasi. Intervensi keperawatan dinilai efektif
jika tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
31
BAB 4
PENERAPAN TEORI MODEL CALISTA ROY
Kasus :
Tn A, usia 50 tahun, dirawat dengan keluhan Luka dikaki kanan
yang timbul sejak 7 hari lalu.Tn.A mengeluh kaki kanan terasa nyeri
mengeluarkan bau busuk dan terdapat nanah,Tn A malu dengan
keadaannya . Saat ini ia juga mengeluh sering BAK bahkan pada malam
haripun sering mengalami BAK ( 5 kali ), Dan ia mengatakan sudah 1
tahun ini mengalami impoten.
Tn.A mengatakan menderita penyakit DM 10 tahun yang lalu
( dari status terlihat bahwa pasien sudah menderita 10 th lalu )
Tn.A. mengatakan saat ini mengkonsumsi OHO tetapi kadang –
kadang suka lupa dan dia menyalahkan kondisi ini pada istrinya.
Vital signs BP : 150/90 mmHg, RR : 20x/menit, P : 76x/menit, S :
38,5C. Istri Tn.A mengatakan akhir-akhir ini sering marah –marah dan
Tn A tidak patuh terhadap diet nya.
Hasil pemeriksaan terakhir kadar gula darah puasa 350
mg/dl,2jam pp : 400 mg/dl.
32
Pengkajian Dua Level (Two-Level Assessment)
Pada kasus Tn. A, digunakan teori adaptasi Roy yang diawali dengan
pengkajian dua level.
A. Pengkajian level pertama merupakan pengkajian perilaku (behavior
assessment) yang terdiri dari empat mode :
1. Mode fisiologis
a. Oksigenasi : RR : 20 x/menit,
b. Nutrisi : menurut istrinya Tn A tidak patuh terhadap diet nya.
c. Eliminasi : sering BAK bahkan pada malam haripun sering
mengalami BAK ( 5 kali ).
d. Aktivitas dan Istirahat : Tn R tidak mampu berjalan, kaki
terasa sakit dan sering terbangun pada malam hari.
e. Proteksi (perlindungan) : Luka dikaki kanan timbul sejak 7
hari yang lalu.Tn.R mengeluh kaki kanan terasa nyeri
mengeluarkan bau busuk dan terdapat nanah..
2. Mode konsep diri
a. Physical self : cemas karena perubahan fisik tetapi menerima
pengobatan, adanya penurunan libido/seksual, hubungan dan
komunikasi dengan keluarga inti dan lingkungan sekitarnya
baik.
b. Personal self : Harga diri terganggu karena beban finansial dan
hospitalisasi
33
3. Mode fungsi peran
Tn.A mengatakan sudah 1 tahun ini mengalami impoten,( berarti
klien mengalami gangguan fungsi primer sebagai seorang suami.)
4. Mode interdependensi
Tn.A. mengatakan saat ini mengkonsumsi OHO tetapi kadang –
kadang suka lupa dan klien menyalahkan kondisi ini pada istrinya.
Istri Tn.A mengatakan akhir-akhir ini sering marah –marah.
(terlihat perilaku Tn.A : memiliki ketergantungan yang tinggi ,
kurang dapat menumbuhkan perasaan mencintai )
B. Dilanjutkan dengan pengkajian tahap dua, yaitu pengkajian stimulus yang
mempengaruhi perilaku :
1. Fokal Stimuli :
Terdapat luka pada daerah kaki kanan, ada pus dan bau menyebar,
S : 38,5C ( mengalami infeksi )
Hasil pemeriksaan terakhir kadar gula darah puasa 350 mg/dl,2jam
pp : 400 mg/dl.
Tn.A mengatakan menderita penyakit DM 10 tahun yang lalu ( dari
status terlihat bahwa pasien sudah menderita 10 th lalu )
2. Contextual Stimuli
Tn.A mengatakan menderita penyakit DM 10 tahun yang lalu ( dari
status terlihat bahwa pasien sudah menderita 10 thn lalu ), dan
pasien mengatakan sudah 1 tahun ini mengalami impoten. (stress)
34
3. Residual Stimuli
1) Tn.A. mengatakan saat ini mengkonsumsi OHO tetapi kadang –
kadang suka lupa.
2) Istri Tn.A mengatakan akhir-akhir ini sering marah –marah dan
Tn A tidak patuh terhadap diet nya.
C. Membuat pernyataan diagnosa
1. Mode Fisiologik
a. Resiko perluasan infeksi berhubungan dengan penurunan regulasi
hormonal sekunder dari penyakitnya
b. Gangguan nutrisi berhubungan dengan penurunan regulasi
hormonal sekunder dari penyakitnya
2. Mode Konsep Diri
Phisical Self : Gangguan gambaran diri berhubungan dengan luka
infeksi
3. Mode Role Function
Gangguan fungsi peran berhubungan dengan penurunan fungsi
seksual
4. Mode Interdependency
Resiko terjadinya gangguan integritas keluarga berhubungan dengan
perubahan gambaran diri
35
D. Menyusun tujuan untuk meningkatkan adaptasi
1. Memfasilitasi penurunan kemampuan regulasi hormonal : berikan
obat OHO atau insulin sesuai program medis, rawat luka dengan
aseptik teknik
2. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi : berikan obat OHO atau dan
insulin sesuai program medis, jelaskan tentang pentingnya kepatuahn
diet untuk tubuhnya
3. Gambaran diri pasien menjadi positif : jelaskan bahwa kondisi ini
terjadi juga pada pasien lain, suport dengan nilai- nilai moral dan
spiritual yg dia miliki
4. Penerimaan pasien dan istrinya tentang penurunan fungsi peran
primer : libatkan diskusi keluarga ( istri ) tentang adanya perubahan
fungsi peran primer pada pasien, jelaskan hal-hal yg dapat dilakukan
untuk meningkatkan kembali fungsi primer tersebut dengan
mengembangkan nilai-etikal dan spiritual pada pasien dan istri.
5. Integritas keluarga tetap adekuat : sediakan waktu untuk berdialaog
dengan pasien dan keluarga, berikan kesadaran bahwa perubahan
emosi yang terjadi pada pasien adalah sesuatu yang bisa diantisipasi,
kembangkan nilai kecintaan yang positif yang dimiliki keluarga
36
E. Mengimplementasi intervensi yang ditujukan untuk menangani
stimulus sehingga dapat meningkatkan adaptasi
F. Mengevaluasi pencapaian tujuan
1. Infeksi hilang : luka busuk dan bernanah hilang, integritas kulit
kembali utuh
2. Gambaran diri tetap positip : pasien tidak merasa malu dengan
lingkungannya
3. Pasien nampak menerima perubahan fungsi primer : lebih relaks,
tidak sering marah
4. Integritas keluarga tetap adekuat : pasien tidak sering marah, istrinya
tetap menjaga pasien
37
DAFTAR PUSTAKA
Andrews A Heather (1991), The Roy Adaptation Model The Definitive Statement, Appletion & Lange, California
Marriner-Tomey, A. & Alligood, M. R. (2006). Nursing theorists and their work. Elsevier Health Sciences. USA:Mosby
Fitzpatrick & Whall (1989), Conceptual Models of Nursing, Appleton & Lange, California
Polit, D. and Beck, C. T. (2004). Nursing research: Principles and methods. Lippincott Williams & Wilkins.
Tomey & Alligood (2006), Nursing Theorist, Mosby Elsevier, United States of Amerika
38