Tempe
-
Upload
risto-arsowati-christiningrum -
Category
Documents
-
view
110 -
download
0
Transcript of Tempe
![Page 1: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/1.jpg)
ACARA II
TEMPE
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum “Tempe” yaitu antara lain:
1. Mahasiswa mengetahui tahapan dalam pembuatan tempe.
2. Mahasiswa mengetahui pengaruh perlakuan suhu ruang, suhu inkubasi,
dan presentasi ragi terhadap kualitas produk tempe.
3. Mahasiswa mengetahui faktor-faktor keberhasilan dan kegagalan dalam
pembuatan tempe.
B. Tinjauan Pustaka
Kandungan gizi pada kedelai, berbeda dengan tempe. Perbedaan
kandungan gizi antara kedelai dan tempe (dalam 100 gram) yaitu :
Kandungan gizi Kedelai TempeProtein (g) 46,2 46,5Lemak (g) 19,1 19,7Karbohidrat (g) 28,2 30,2Kalsium (mg) 254 347Besi (mg) 11 9Fosfor (mg) 781 724Vitamin B1 (UI) 0,48 0,28Vitamin B2 (UI) 0,2 3,9
Sumber : Kandungan gizi aneka bahan makanan (2004)
Zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh
dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Proses fermentasi yang
terjadi pada tempe berfungsi untuk mengubah senyawa mekromolekul
komplek yang terdapat pada kedelai (seperti protein, lemak, dan
karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptida, asam
amino, asam lemak, dan monosakarida. Selama proses fermentasi kedelai
menjadi tempe akan terjadi peningkatan kandungan fosfor karena hasil kerja
enzim fitase yang dihasilkan oleh kapang R. olygosporus (Handajani, 2010).
Kacang-kacangan ada yang memsukkan dalam serelia. Kacang-
kacangan termasuk famili Leguminosa atau disebut juga polongan
(berbunga kupu-kupu). Berbagai kacang-kacangan yang telah banyak
![Page 2: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/2.jpg)
dikenal adalah kacang kedelai (Glycine max), kacang tanah (Arachis
hypogea), kacang hijau (Phaseoulus radiatus), kacang gude (Cajanus cajan)
dan masih banyak lagi. Kacang-kacangan merupakan sumber utama protein
nabati dan mempunyai daya guna yang sangat luas. Kacang tanah dan
kacang kedelai merupakan sumber utama minyak di samping komoditi
lainnya. Pengupasan kulit kedelai sangat membantu penyediaan kedelai
guna proses selanjutnya misalnya dalam pembuatan susu kedelai, tempe,
dan sebagainya (Muchtadi, 2010).
Secara umum kedelai merupakan salah satu penghasil protein nabati
yang cukup tinggi. Kandungan protein pada kedelai berkisar 35-43%.
Namun, protein yang terkandung di dalam kedelai ini bias dicerna secara
efektif oleh tubuh manusia. Tidak dalam keadaan mentah, teteapi setelah
difermentasi. Pasalnya, kandungan protein kedelai yang sudah diubah
menjadi tempe dapat meningkat secara signifikan. Selain itu, pengoalahan
kedelai menjadi tempe juga menyebabkan menurunnya kandungan raffinosa
dan stakiosa. Kandungan kedua unsure tersebut dalam kedelai mentah atau
kedelai belum terfermentasi sangat tinggi. Raffinosa dan stakiosa yang
tinggi bisa menyebabkan flatulensi atau kembung di dalam perut dan
saluran pencernaan. Sebaliknya, tempe justru memiliki senyawa yang bias
mencegah diare (Agromedia, 2009).
Sementara ini masyarakat luas mengenal kedelai melalui beberapa
produknya seperti tempe, kecap, tauco, dan lain-lain. Hampir semua produk
kedelai tersebut dikenal sebagai sumber protein. Kandungan lemak kedelai
sekitar 18-22%. Sebagian besar komponen trigliserida menyusun 99%
lemak kedelai. Komponen minornya meliputi fosfolipid, senyawa yang
tidak tersaponifikasi (tokoferol, fitosterol, dan karbohidrat), dan asam lemak
bebas (Winarsi, 2010).
Tempe merupakan produk fermentasi kedelai oleh jamur Rhizopus
orizae. Tempe makanan yang digemari masyarakat Indonesia karena
kandungan gizi cukup tinggi mengandung berbagai zat gizi yang bermanfaat
bagi kesehatan antara lain karbohidrat, protein, serat, vitamin, dan harganya
![Page 3: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/3.jpg)
murah. Selain itu tempe merupakan makanan tradisional yang berpotensi
sebagai makanan fungsional. Beberapa jenis peptide terdapat pada tempe
sebagai senyawa bioaktif, mempunyai fungsi penting bagi kesehatan,
misalnya untuk meningkatkan penyerapan kalsium dan zat besi, sebagai
senyawa antitrombotik, menurunkan kolesterol (Muslikhah, 2013).
Komposisi protein, lemak, dan karbohidrat tempe tidak banyak
berubah dibandingkan dengan kedelai, namun karena adanya enzim
pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan
karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna dalam tubuh
dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Tempe mempunyai daya simpan
yang singkat dan akan segera membusuk selama penyimpanan. Hal ini
disebabkan oleh fermentasi lanjut, menyebabkan degradasi protein yang
lebih lanjut sehingga terbentuk amoniak. Amoniak yang terbentuk
menyebabkan munculnya aroma busuk (Bastian, 2012).
Banyak faktor keunggulan yang dimiliki oleh tempe yaitu : rasanya
enak, kandungan protein tinggi, dan mengandung 8 macam asam amino
essensial, mengandung berbagai senyawa yang memiliki sifat antioksidan
(misalnya senyawa isoflavon, genistein (5,7,4’-trihidroksi isoflavon),
diadzein (7,4’-dihidroksi isoflavon), glisitein (7,4’-dihidroksi-6-metoksi
isoflavon), dan faktor-faktor (6,7,4’-trihidroksi isoflavon)), mengandung zat
antibakteri serta antitoksin. Di samping itu kandungan lemak jenuh dan
kolesterol tempe rendah, nilai gizi tinggi, dan mudah dicerna dan diserap,
serta kandungan vitamin B12 tinggi (Kusumaningrum, 2004).
Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang merupakan
hasil fermentasi kedelai. Fermentasi tempe terjadi karena aktivitas kapang
Rhizopus sp. pada kedelai sehingga membentuk massa yang kompak dan
padat. Kandungan tempe rata-rata adalah air 64%, protein 18,3%, lemak
4%, karbohidrat 12,7%, kalsium 129mg/100gr, fosfor 154mg/100gr dan zat
besi 10mg/100gr. Selama proses fermentasi dalam pembuatan tempe,
banyak bahan dalam kedelai menjadi bersifat lebih larut dan mudah dicerna.
Setengah dari kandungan protein awal dipecah menjadi produk yang lebih
![Page 4: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/4.jpg)
kecil dan larut dalam air, misalnya asam amino dan peptide. Demikian pula
dengan lemak dalam kedelai. Fermentasi kedelai selama 48 jam akan
meningkatkan jumlah asam lemak bebas dari 1% pada kedelai menjadi 30%.
Asam lemak terbesar yang diproduksi adalah asam linolenat, yang
merupakan asam lemak tidak jenuh esensial (Santoso, 2005).
Faktor terpenting dalam pembuatan tempe adalah inokulum atau laru
yang mengandung kapang Rhizopus sp. Jenis kapang yang berperan dalam
fermentasi tempe adalah R. oligosporus dan R. oligosporus dan kapang lain
seperti R. stolonifer dan R. arrhizus. Inokulum tempe digunakan sebagai
agensia pengubah kedelai yang telah mengalami proses perebusan dan
perendaman menjadi tempe. Usar merupakan inokulum tempe yang dibuat
dari kedelai. Penentu kualitas ragi adalah konsentrasi spora yang aktif
karena hal ini dapat mempengaruhi kemampuan ragi dalam memfermentasi
kedelai. Konsentrasi mikroorganisme pada media fermentasi akan
mempengaruhi jumlah sel yang hidup dan aktif (Hidayat, 2009).
Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang berasal dari
kedelai (Glycine max) melalui fermentasi menggunakan kapang Rhizopus
oligosporus. Umumnya, tempe memiliki penampilan putih yang disebabkan
oleh pertumbuhan miselia pada proses fermentasi tersebut. Miselia
menghubungkan kedelai dan membentuk tekstur yang kompak pada tempe.
Telah ada banyak bukti ilmiah yang menunjukkan sifat fungsional tempe
untuk kesehatan manusia. Kondisi ini memungkinkan tempe untuk
dikembangkan sebagai makanan fungsional. Tempe adalah sumber gizi
yang baik, seperti protein, asam amino esensial, asam lemak esensial,
vitamin B, dan serat makanan dalam jumlah yang memadai. Tempe
mengandung fitoestrogen yang disebut isoflavon. Dalam tubuh manusia,
isoflavon dapat bertindak sebagai antioksidan, antikanker, anti-osteoporosis
dan agen hipokolesterolemik. Isoflavon juga dapat bertindak sebagai
antiaging dan membantu wanita pasca-menopause melalui masalah yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan estrogen. Isoflavon dalam tempe
memiliki bioavailabilitas tinggi dari isoflavon pada kedelai (Surya, 2012).
![Page 5: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/5.jpg)
C. Metodologi
1. Alat
a. Timbangan
b. Kompor
c. Panci
d. Irus
e. Nampan
f. Plastik
g. Inkubator
2. Bahan
a. Kedelai kuning lokal
b. Kedelai kuning impor
c. Ragi tempe 0,2%
d. Ragi tempe 0,4%
e. Air
![Page 6: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/6.jpg)
3. Cara Kerja
Kedelai
Kedelai dicuci
Kedelai direndam
Penghilangan kulit
Kedelai dicuci kembali
Diinokulasi dengan ragi tempe
Tempe
Diinkubasi pada suhu ruang dan inkubator 310C
Ditiriskan
Ditimbang
Kedelai didinginkan
![Page 7: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/7.jpg)
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Kekompakan Miselia pada Tempe
Kelompok
Sampel Suhu Kekompakan Miselia0 jam 24 jam 48 jam
1 K1.R1 Suhu ruang - - -2 K1.R2 Suhu ruang - + +++3 K2.R1 Suhu ruang - - -4 K2.R2 Suhu ruang - - ++++5 K1.R1 Suhu inkubator 310C - ++ +++6 K1.R2 Suhu inkubator 310C - - -7 K2.R2 Suhu inkubator 310C - ++ ++8 K2.R2 Suhu inkubator 310C - + +
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan sampel :
K1 = kedelai lokal
K2 = kedelai impor
R1 = ragi tempe (0,2%)
R2 = ragi tempe (0,4%)
Keterangan kekompakan miselia :
- = belum terbentuk
+ = sedikit terbentuk
++ = agak kompak
+++ = kompak
++++ = sangat kompak
Pembahasan :
Pada praktikum ini tentang “Tempe” menggunakan dua jenis kedelai,
yaitu kedelai lokal dan kedelai impor. Ragi tempe yang digunakan juga
berbeda konsentrasinya, yaitu ragi tempe 0,2% dan ragi tempe 0,4%.
Percobaan di atas menggunakan perlakuan dalam suhu ruang dan suhu
inkubator 310C. Menurut SNI 3144 (2009), tempe kedelai yaitu produk yang
diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan kapang
Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-
abuan dan berbau khas tempe.
![Page 8: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/8.jpg)
Menurut Dinda (2008), mekanisme pembentukan tempe adalah
perkecambahan spora, dalam proses ini perkecambahan Rhizopus
oligosporus berlangsung melalui dua tahapan yang amat jelas, yaitu
pembengkakan dan penonjolan keluar tabung kecambah. Kondisi optimal
perkecambahan menggunakan suhu 420C dan pH 4,0. Beberapa senyawa
karbohidrat tertentu diperlukan agar awal pembengkakan spora ini dapat
terjadi. Pembengkakan tersebut diikuti dengan penonjolan keluar tabung
kecambahnya, bila tersedia sumber-sumber karbon dan nitrogen dari luar.
Senyawa-senyawa yang dapat menjadi pendorong terbaik agar terjadi proses
perkecambahan adalah asam amino prolin dan alanin, dan senyawa gula
glukosa annosa dan xilosa.
Setelah proses perkecambahan sopra dilanjutkan pada proses miselia
menembus jaringan biji kedelai. Proses fermentasi hifa jamur tempe dengan
menembus biji kedelai yang keras itu dan tumbuh dengan mengambil
makanan dari biji kedelai. Karena penetrasi dinding sel biji tidak rusak
meskipun sisi selnya dirombak dan diambil. Rentang kedalaman penetrasi
miselia ke dalam biji melalui sisi luar kepiting biji yang cembung, dan
hanya pada permukaan saja dengan sedikit penetrasi miselia, menerobos ke
dalam lapisan sel melalui sela-sela di bawahnya. Konsep tersebut didukung
adanya gambar foto mikrograf dari beberapa tahapan terganggunya sel biji
kedelai oleh miselia tidak lebih dari 2 lapisan sel. Sedangkan perubahan
kimiawi seterusnya dalam biji terjadi oleh aktifitas enzim ekstraseluler yang
diproduksi atau dilepas ujung miselia.
Pada percobaan di atas kelompok 1, 2, 3, dan 4 dengan perlakuan suhu
ruang. Kelompok 1 menggunakan sampel kedelai lokal dan ragi tempe 0,2%
dari 0 jam, 24 jam, dan 48 jam kekompakan miselia belum terbentuk.
Kelompok 2 menggunakan sampel kedelai lokal dan ragi tempe 0,4% dari 0
jam kekompakan miselia belum terbentuk, 24 jam kekompakan miselia
sedikit terbentuk, dan pada 48 jam miselia terlihat kompak. Kelompok 3
menggunakan sampel kedelai impor dan ragi tempe 0,2% dari 0 jam, 24
jam, dan 48 jam kekompakan miselia belum terbentuk. Kelompok 4
![Page 9: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/9.jpg)
menggunakan sampel kedelai impor dan ragi tempe 0,4% dari 0 jam dan 24
jam kekompakan miselia belum terbentuk, sedangkan pada 48 jam miselia
yang terbentuk sangat kompak.
Pada percobaan kelompok 5, 6, 7, dan 8 dengan perlakuan suhu
inkubator 310C. Kelompok 5 dengan sampel kedelai lokal dan ragi tempe
0,2% dari 0 jam kekompakan miselia belum terbentuk, 24 jam miselia yang
terbentuk agak kompak, dan pada 48 jam miselia yang terbentuk kompak.
Kelompok 6 dengan sampel kedelai lokal dan ragi tempe 0,4% dari 0 jam,
24 jam, dan 48 jam kekompakan miselia belum terbentuk. Kelompok 7
dengan sampel kedelai impor dan ragi tempe 0,2% sari 0 jam kekompakan
miselia belum terbentuk, 24 jam dan 48 jam miselia yang terbentuk agak
kompak. Kelompok 8 dengan sampel kedelai impor dan ragi tempe 0,4%
dari 0 jam kekompakan miselia belum terbentuk, 24 jam dan 48 jam miselia
sedikit terbentuk.
Menurut Hayes (1978) pertumbuhan mikroorganisme memerlukan
waktu dan kondisi tertentu yang disebut masa inkubasi dari miselia.
Pentingnya suhu inkubasi dalam pengamatan kecepatan pertumbuhan
miselia. Mims dan Alexopoulus (1979) menyebutkan suhu 21,10C
merupakan suhu yang ideal. Hayes (1978) menyatakan bahwa secara umum
suhu inkubasi untuk pertumbuhan miselia ini berkisar antara 21-250C
dengan kisaran pH 6,5-7,0. Adapun suhu terendah untuk pertumbuhan
miselia ini 30C dan suhu tertinggi 300C. Perlakuan terbaik dalam pembuatan
tempe menurut hasil praktikum yaitu pada suhu ruang. Karena pada suhu
ruang ini miselia yang terbentuk sangat kompak. Hayes (1978) menyatakan
adapun suhu optimal untuk iklim subtropis bagi media ini antara 24-250C.
Syarief (1999) menyatakan ciri-ciri tempe yang kurang baik atau
gagal, sering kali didapatkan tempe yang pecah-pecah, pertumbuhan kapang
yang tidak merata atau bahkan tidak tumbuh sama sekali, kedelai menjadi
busuk dan berbau amoniak atau alkohol bahkan kedelai menjadi berlendir,
asam dan penyimpangan lainnya. Beberapa penyimpangan dan penyebeb
kegagalan pembuatan tempe adalah sebagai berikut :
![Page 10: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/10.jpg)
1. Tempe terlalu basah : suhu fermentasi terlalu tinggi, kelembaban
udara terlalu tinggi, kedelai terlalu basah karena kurang tiris, lubang
pembungkus terlalu kecil, alat tidak bersih dan tidak higienis.
2. Tempe tidak kompak : kapang tidak aktif atau sudah mati, laru terlalu
sedikit, laru terlalu tua, pengadukan laru tidak merata, waktu
fernentasi kurang lama, suhu fermentasi terlalu rendah.
3. Permukaan tempe bercak-bercak : pembentukan spora kapang akibat
bercak hitam oksigen terlalu banyak, fermentasi terlalu lama, suhu
terlalu tinggi, kualitas laru rendah, kelembaban terlalu kering.
4. Tempe berbau : terlalu lama fermentasi amoniak atau alkohol, suhu
terlalu tinggi, alat tidak bersih, kadar air terlalu tinggi.
5. Tempe pecah-pecah : pencampuran laru tidak merata, pertumbuhan
kapang tidak merata, suhu ruang inkubasi tidak merata, lubang aerasi
dan pergerakan udara dalam ruang tidak merata.
6. Tempe terlalu panas : pengatur suhu, kelembaban, ventilasi
(overheating) tidak baik, suhu terlalu tinggi, inkubasi terlalu tertutup,
bahan terlalu banyak.
7. Tempe beracun : bahan atau laru terkontaminasi mikroba pathogen,
bahan beracun, laru terlalu lemah keaktifannya atau terlalu sedikit
sehingga justru mikroba berbahaya yang tumbuh, ruang dan alat tidak
higienis.
Menurut Pusbangtepa (1982) faktor-faktor kegagalan untuk
mendapatkan tempe yang baik yaitu :
a. Oksigen
Oksigen memang diperlukan untuk pertumbuhan kapang, tetapi
bila berlebihan tidak seimbang dengan pembuangnya (panas yang
ditimbulkannya menjadi lebih besar dari pada panas yang dibuang dari
bungkusan). Bila hal ini terjadi suhu kacang kedelai yang sedang
mengalami fermentasi menjadi tinggi dan akan mengakibatkan
kapangnya mati. Oleh karena itu pada pembuatan tempe selalu
menggunakan kantong plastik sesuai dengan kebutuhannya.
![Page 11: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/11.jpg)
Sebaliknya jika oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhan kapang
kurang, maka pertumbuhan kapang akan terhambat (lambat).
b. Suhu
Kapang tempe bersifat mesofilik, yaitu untuk tumbuhnya
memerlukan suhu antara 25-300C atau suhu kamar, oleh sebab iitu
suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan dengan
memberikan ventilasi cukup baik.
c. Jenis laru
Untuk mendapatkan tempe yang baik maka laru dalam keadaan
aktif, artinya kapang tempe mampu tumbuh dengan baik.
Menggunakan laru yang masih baru akan berpeluang menghasilkan
tempe yang baik, laru sangat berpengaruh terhadap pembentukan rasa,
aroma, dan flavor tempe yang dihasilkan.
d. Nilai pH (derajat keasaman)
Derajat keasaman memegang peranan penting dalam proses
pembuatan tempe. Bila kondisinya kurang asam atau pH tinggi maka
kapang tempe tidak dapat tumbuh dengan baik sehingga pembuatan
tempe akan mengalami kegagalan. Di samping untuk memenuhi
kondisi yang dibutuhkan oleh kapang tempe, suasana asam berguna
untuk mencegah tumbuhnya mikroba lain yang tidak diinginkan dalam
pembuatan tempe.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan tempe
antara lain kedelai, suhu, banyaknya ragi yang diberikan, semakin banyak
ragi yang diberikan maka tempe akan cepat jadi, namun akan lebih cepat
busuk, kesterilan alat dan bahan, serta lama proses fermentasi. Menurut
Handajani (2010) dalam pembuatan tempe melibatkan tiga faktor
pendukung, yaitu bahan baku yang dipakai (kedelai), mikrooorganisme
(kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan
kelembaban). Dalam proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang
digunakan adalah keping-keping biji kedelai yang telah direbus dan
mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara lain Rhizopus
![Page 12: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/12.jpg)
olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat terdiri atas
kombinasi dua spesies atau ketiganya) dan lingkungan pendukung yang
terdiri dari suhu 300C, pH awal 6,8, kelembaban nisbi 70-80%.
Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Aroma pada Tempe
Kelompok
Sampel Suhu Aroma0 jam 24 jam 48 jam
1 K1.R1 Suhu ruang Khas kedelai Khas tempe Berbau busuk2 K1.R2 Suhu ruang Khas kedelai Berbau asam Berbau busuk3 K2.R1 Suhu ruang Khas kedelai Berbau asam -4 K2.R2 Suhu ruang Khas kedelai Khas tempe Khas tempe5 K1.R1 Suhu inkubator 310C Khas kedelai Khas tempe Khas kedelai6 K1.R2 Suhu inkubator 310C Khas kedelai Berbau busuk Berbau busuk7 K2.R1 Suhu inkubator 310C Khas kedelai Berbau asam Berbau busuk8 K2.R2 Suhu inkubator 310C Khas kedelai Berbau asam Berbau busuk
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan aroma :
Aroma khas kedelai
Aroma khas tempe
Berbau alkohol
Berbau asam
Berbau busuk
Pembahasan :
Pada percobaan di atas pada pengamatan aroma menggunakan dua
perlakuan, yaitu perlakuan tempe pada suhu ruang dan suhu inkubator 310C.
Pada kelompok 1, 2, 3, dan 4 menggunakan suhu ruang. Kelompok 1
dengan sampel kedelai lokal dan ragi tempe 0,2% diperoleh hasil pada 0 jam
aroma khas kedelai, 24 jam aroma khas tempe, dan 48 jam aroma berbau
busuk. Kelompok 2 dengan sampel lokal dan ragi tempe 0,4% diperoleh
hasil pada 0 jam aroma khas kedelai, 24 jam aroma berbau asam, dan 48
jam aroma berbau busuk. Kelompok 3 dengan sampel kedelai impor dan
ragi tempe 0,2% diperoleh hasil pada 0 jam aroma khas kedelai, 24 jam
aroma berbau asam, dan 48 jam tidak dilakukan pengamatan dikarenakan
tempe hilang. Kelompok 4 dengan sampel kedelai impor dan ragi tempe
![Page 13: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/13.jpg)
0,4% diperoleh hasil pada 0 jam aroma khas kedelai, 24 jam dan 48 jam
aroma khas tempe.
Pada kelompok 5, 6, 7, dan 8 menggunakan perlakuan suhu inkubator
310C. Kelompok 5 dengan sampel kedelai lokal dan ragi tempe 0,2%
diperoleh hasil pada 0 jam aroma khas kedelai, 24 jam aroma khas tempe,
dan 48 jam aroma khas kedelai. Kelompok 6 dengan sampel kedelai lokal
dan ragi tempe 0,4% diperoleh hasil pada 0 jam aroma khas kedelai, 24 jam
dan 48 jam aroma berbau busuk. Kelompok 7 dengan sampel kedelai impor
dan ragi tempe 0,2%, sedangkan kelompok 8 dengan sampel kedelai impor
dan ragi tempe 0,4% diperoleh hasil yang sama yaitu pada 0 jam aroma khas
kedelai, 24 jam aroma berbau asam, dan 48 jam aroma berbau busuk.
Hubungan antara terbentuknya aroma-aroma tertentu dengan
keberhasilan pembuatan tempe yaitu apabila aroma pada tempe berbau
busuk dan asam berarti tempe tersebut gagal, disebabkan karena terlalu lama
fermentasi amoniak atau alkohol, suhu terlalu tinggi, alat tidak bersih, kadar
air terlalu tinggi. Tempe yang mempunyai aroma busuk atau asam bias
disebabkan suhu terlalu tinggi atau lamanya proses fermentasi sehingga
banyak komponen-komponen terdegradasi menjadi senyawa volatile seperti
ammonia (bau busuk), fenol (bau asam), dan aldehid (bau tengik).
E. Kesimpulan
Pada praktikum ‘Tempe” ini dapat diambil kesimpulan antara lain :
1. Untuk membuat tempe diperlukan proses antara lain kedelai
disiapkan, pencucian, perendaman, penghilangan kulit, pencucian,
penirisan, dilakukan penimbangan, pendinginan, inokulasi dan
inkubasi. Inkubasi pada suhu ruang dan suhu inkubator 310C.
2. Perlakuan pada suhu ruang hasilnya lebih baik daripada suhu inkubasi,
karena pada suhu ruang kekompakan miselia yang terbentuk sangat
kompak. Presentasi ragi yang digunakan semakin banyak jumlah
presentasinya maka hasil tempe yang diperoleh akan lebih baik.
3. Faktor keberhasilan dan kegagalan dalam pembuatan tempe yaitu
oksigen, suhu, jenis laru, derajat keasaman (pH), kedelai, banyaknya
![Page 14: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/14.jpg)
ragi yang diberikan, semakin banyak ragi yang diberikan maka tempe
akan cepat jadi, namun akan lebih cepat busuk, kesterilan alat dan
bahan, serta lama proses fermentasi
![Page 15: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/15.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia, 2009. Membuat Tahu & Tempe. Argomedia, Jakarta.
Bastian, F., E. IShak, A. B. Tawali, dan M. Bilang. 2012. Daya Terima Dan Kandungan Zat Gizi Formula Tepung Tempe Dengan Penambahan Semi Refined Carrageenan (SRC) Dan Bubuk Kakao. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 2 No. 1. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Handajani, Sri, Endang Setyorini, dan Danar Praseptiangga. 2010. Pengolahan Hasil Pertanian, Teknologi Tradisional dan Terkini. UNS Press, Surakarta.
Hidayat, Nur, Wignyanto, Sri Suhartini, dan Novena Aprin Noranita. 2009. Produksi Inokulum Tempe dari Kapang R. oligosporus dengan Substrat Limbah Industri Keripik Singkong. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
Kusumaningrum, Elizabeth Novi. 2004. Pembuatan Minuman Soygurt dari Sari Tempe dengan menggunakan bakteri Lactobacillus plantarum. Jurnal Matematika, Sains dan Teknologi, Vol. 5 No. 1, Maret 2004.
Muchtadi, Tien R., Sugiyono, dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan. Alfabeta, Bandung.
Muslikhah, Sri, Choirul Anam, dan MA. Martina Andriani. 2013. Penyimpanan Tempe Dengan Metode Modifikasi Atmosfer (Modified Atmosphere) Untuk Mempertahankan Kualitas Dan Daya Simpan. Jurnal Tenosains Pangan Vol. 2 N. 3 Juli 2013. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Santoso. 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori dan Praktek). http://labfpuwg.files.wordpress.com/2010/02/teknologi-pengolahan-kedelai-teori-dan-praktek.pdf. ebookPangan.com tahun 2005.
Surya, Reggie, dan Winiati P. Rahayu. 2012. Production and characteristics of canned tempe extract. As. J. Food Ag-Ind. 2012, 5(04), 299-306. Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor.
Winarsi, Hery. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaatnya Bagi Kesehatan. Kanisius, Yogyakarta.
![Page 16: Tempe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082821/55cf9acc550346d033a372ea/html5/thumbnails/16.jpg)
LAPORAN
MIKROBIOLOGI INDUSTRI
Disusun Oleh :
Kelompok VI
1. Anjani Dwi P. (H3111007)2. Enjar Prastiti (H3111020)3. Febriana Risnasari V. (H3111026)4. Ida Aisyah K. (H3111033)5. Khoirul Rizka K. (H3111038)6. Kingkin Siwi S. (H3111039)7. Rico Aditya P. (H3111054)8. Wibowo Ary J. (H3111067)
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013