TEKNIK NEGOSIASI - MATERI : Konflik dan Negosiasi
-
Upload
diana-amelia-bagti -
Category
Education
-
view
200 -
download
7
Transcript of TEKNIK NEGOSIASI - MATERI : Konflik dan Negosiasi
KONFLIK DAN NEGOSIASI
Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negative, atau akan memengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Hal ini menggambarkan satu titik dalam kegiatan yang sedang berlangsung ketika sebuah interaksi “berubah” menjadi suatu konflik antar pihak.
Definisi Konflik
1. Pandangan TradisionalBerpandangan bahwa semua konflik itu berbahaya
dan harus dihindari. Pandangan ini sejalan dengan sikap yang dianut banyak orang menyangkut perilaku kelompok tahun 1930-an dan 1940-an
Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional dari komunikasi yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan kepercayaan antar anggota, serta ketidakmampuan para manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan mereka.
kita hanya perlu mengarahkan perhatian pada sebab-sebab konflik serta mengkoreksi malfungsi ini untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.
Perkembangan Pemikiran Tentang Konflik
2. Pandangan Hubungan ManusiaPandangan ini berpendapat bahwa konflik
adalah kejadian alamiah dalam semua kelompok dan organisasi.
Karena konflik tak terhindarkan, mazhab hubungan manusia mendorong kita untuk menerima keberadaan konflik.
Pandangan hubungan manusia ini mendominasi teori konflik dari akhir tahun 1940-an sampai pertengahan tahun 1970-an.
3. Pandangan InteraksionisPandangan ini mendorong munculnya konflik dengan dasar pemikiran bahwa sebuah kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif biasanya menjadi statis, apatis, serta tidak tanggap terhadap perlunya perubahandan inovasi. Pandangan ini tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa semua konflik adalah baik.
Terdapat dua kategori konflik, yaitu:1. Konflik fungsional, yaitu konflik yang mendukung tujuan
kelompok dan meningkatkan kinerjanya.2. Konflik disfungsional, yaitu konflik yang menghambat
kinerja kelompok.
Secara spesifik, ada tiga tipe konflik:3. Konflik tugas, yaitu berhubungan dengan muatan dan
tujuan pekerjaan.4. Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan
antarpersonal.5. Konflik proses, berhubungan dengan bagaimana suatu
pekerjaan dilaksanakan.
Tahap 1: Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Secara sederhana, kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:KomunikasiStrukturVariabel-variabel Pribadi
Proses Konflik
Sebagaimana yang telah disinggung dalam definisi mengenai konflik, disyaratkan adanya persepsi. Karena itu, salah satu pihak (atau lebih) harus menyadari adanya kondisi-kondisi pendahulu. Namun karena suatu konflik yang dipersepsi, tidak berarti bahwa konflik itu dipersonalisasi.
Konflik yang dipersepsi merupakan kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik. Pada tahap ini mungkin tidak berpengaruh apapun pada perasaan satu dan yang lainnya. Baru pada tingkat perasaan, yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional, para pihak tersebut merasakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau rasa bermusuhan.
Tahap ini penting karena disinilah isu-isu konflik biasanya didefinisikan. Pada tahapan proses inilah, para pihak memutuskan konflik itu tentang apa, dan pada akhirnya ini sangat penting karena cara sebuah konflik didefinisikan akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik.
Tahap 2: Kognisi dan Personalisasi
Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka. Masud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Seseorang harus menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
Tahap 3: Maksud
Dengan menggunakan sifat kooperatif (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memuaskan kepentingan pihak lain) dan sifat tegas (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri), lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasi:
BersaingBekerja samaMenghindarAkomodatifKompromis
Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.
Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
Tahap 4: Perilaku
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.
Akibat fungsionalAkibat disfungsionalMenciptakan konflik fungsional
Tahap 5: Akibat
Negosiasi merasuki setiap interaksi dari hampir semua orang dalam kelompok dan organisasi. Ada yang jelas: buruh melakukan tawar-menawar dengan manajemen. Ada yang tidak begitu jelas: para manajer bernegosiasi dengan karyawan, rekan sejawat, dan atasan, agen bernegosiasi dengan pemasok. Ada pula yang sangat sederhana: seorang karyawan setuju menjawab telepon dari seorang koleganya selama beberapa menit untuk saling berbagi keuntungan.
Negosiasi
Negosiasi didefinisikan sebagai sebuah proses dimana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya. Strategi tawar-menawar
Tawar-menawar distributifTawar menawar Integratif
Syarat-syarat : Pihak-pihak yang terbuka pada informasi dan jujur dengan kepentingan mereka, kepekaan kedua belah pihak terhadap kebutuhan pihak lain, kemampuan untuk saling percaya, dan kesediaan kedua belah pihak untuk menjaga fleksibilitas.
Ada beberapa cara untuk mencapai hasil yang lebih integratif, yaitu:Melakukan tawar menawar dalam tim untuk mencapai
kesepakatan lebih integratif daripada mereka yang melakukan tawar menawar secara individual.
Mengajukan lebih banyak persoalan di meja perundingan.Kompromi, sebab kompromi bisa menjadi musuh terburuk
dalam menegosiasikan kesepakatan yang saling menguntungkan.
1. Persiapan dan perencanaan2. Penentuan aturan dasar3. Klarifikasi dan justifikasi4. Tawar menawar dan pemecahan masalah5. Penutupan dan implementasi
Proses Negosiasi
Peran suasana hati dan sifat kepribadian dalam negosiasi Para perunding yang mempunyai suasana hati positif cenderung memperoleh hasil
yang lebih baik daripada bersuasana hati negatif. Karena perunding yang gembira lebih mempercayai pihak lain maka mencapai lebih banyak penyelesaian yang saling menguntungkan.
Perbedaan gender dalam negosiasi Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan dalam bernegosiasi. Tetapi gender
mempengaruhi negosiasi walaupun terbatas. Keyakinan bahwa wanita lebih menyenangkan dalam bernegosiasi tidak dapat dijadikan patokan karena jarang wanita yang menduduki posisi manajemen puncak. Terdapat sebuah penelitian bahwa seseorang yang tidak mempunyai banyak kekuasaan (tanpa melihat jenis kelamin) cenderung berusaha menyenangkan lawan mereka dan menggunakan taktik persuasif yang lembut daripada konfrontasi langsung dan ancaman. Kesimpulannya bahwa perempuan bisa menjadi terlalu menghukum diri sendiri karena tidak bisa ikut dalam negosiasi padahal ini merupakan kepentingan terbesar mereka.
Pemakaian pihak ketiga dalam negosiasi
Perbedaan kultur dalam negosiasi Gaya negosiasi antara budaya satu dengan yang lainnya tentu berbeda (Adler, 2002).
Orang Perancis menyukai konflik, orang Cina suka mengulur-ulur perundingan tapi mereka mempunyai kepercayaan bahwa hal ini tidak akan pernah selesai, orang Jepang didalam bernegosiasi melakukan komunikasi secara tidak langsung sedangkan orang Amerika cenderung tidak sabar dalam berunding dan selalu ingin untuk disukai.
Isu-isu dalam Negosiasi
Berikut ini ada satu studi yang membandingkan orang Amerika Utara, Arab dan Rusia yang dilakukan oleh Glenn, Witmeyer dan Stevenson pada tahun 1977. Glenn et all melihat dari faktor-faktor sebagai berikut:
1. Gaya bernegosiasi2. Cara menanggapi argumen lawan3. Pendekatan untuk menghasilkan konsensi4. Cara menangani negosiasi dengan tenggang
waktu yang ditentukan
Dari faktor-faktor di atas maka diperoleh hasil dari studi tersebut yaitu:
Faktor-faktor Amerika Utara Arab Rusia
Gaya bernegosiasi Mengandalkan fakta dan
menggunakan logika
Menggunakan emosi Menggunakan standar
yang tegas
Cara menanggapi
argumen lawan
Menangkis argumen lawan
dengan fakta-fakta objektif
Menangkis argumen lawan
dengan perasaan subjektif
Ditanggapi dengan
standar yang tegas
Pendekatan untuk
menghasilkan konsesi
Membuat konsesi kecil di awal
negosiasi untuk membangun
hubungan dan biasanya
membalas konsesi lawan
Membuat konsesi sepanjang
proses negosiasi dan hampir
selalu membalas konsesi lawan
Jika bisa jangan sampai
ada konsesi
Cara menangani
negosiasi dengan
tenggang waktu yang
ditentukan
Tenggang waktu dianggap sangat
penting
Memperlakukan tenggang
waktu dengan santai
Cenderung
mengabaikan tenggang
waktu
Mediator Pihak ketiga yang bersikap netral yang menfasilitasi negosiasi solusi dengan
menggunakan penalaran dan persuasi, menyodorkan alternatif dan semacamnya. Mediator banyak digunakan dalam negosiasi buruh dengan manajer dan dalam sengketa perdata.
Arbitrator Pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk menentukan kesepakatan. Arbitrasi bisa
bersifat voluntary ataupun mandatory. Kelebihan arbitrasi dibanding mediator adalah arbitrasi selalu menghasilkan penyelesaian.
Konsiliator Pihak ketiga yang dipercaya untuk membangun relasi komunikasi informal antara
perunding dan lawannya. Konsiliasi banyak digunakan dalam sengketa internasional, buruh dan masyarakat. Dalam praktiknya biasanya konsiliator bertindak lebih dari sekedar saluran komunikasi.
Konsultan Pihak ketiga yang terlatih dan tak berpihak yang berupaya menfasilitasi pemecahan
masalah melalui komunikasi dan analisis dengan dibantu oleh pengetahuan mereka mengenai manajemen konflik. Peran konsultan adalah memperbaiki hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik sehingga mereka dapat mencapai penyelesaian sendiri.
Pemakaian pihak ketiga dalam negosiasi
Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. Perilaku Organisasi. Buku 2. 2008. Penerbit Salemba Empat: Jakarta.
Sumber Pustaka