Makalah Konflik dan Negosiasi II

19
Makalah Konflik dan Negosiasi II 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya setiap individu dianugerahkan karakteristik-karakteristik yang berbeda antara satu sama lain, perbedaan-perbedaan karakteristik tersebut tidak jarang membuat gesekan-gesekan dalam setiap aspek kehidupannya, inilah yang kemudian muncul istilah manusia tidak luput dari masalah, atau biasa disebut juga dengan konflik. Menurut Robins SP (2001) Konflik adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Konflik ini dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan ciri-ciri individual yang turut disertakan dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik yang senantiasa muncul tersebut harus mendapatkan penanganan dengan cepat dan tepat agar konflik yang ada tidak berlarut-larut dan menyebar ke substansi konflik yang lain. Dan tanpa kita sadari setiap hari kita sesungguhnya selalu melakukan negosiasi. Negosiasi merupakan sesuatu yang kita lakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan kita. Selain itu negosiasi adalah cara yang efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan seperti yang disebutkan diatas. Bila dihubungkan dengan peran sseorang pemimpin (manajer) dalam sebuah organisasi, hal ini sudah barang tentu menjadi hal yang wajib dimiliki oleh para pimpinan yaitu mereka harus memiliki kemampuan untuk mengatasi konflik yang senantiasa ada tersebut. Sangat sulit bila seorang pemimpin tidak memiliki kemampuan tersebut walaupun mereka memiliki kemampuan-kemampuan yang lain. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam menyikapi setiap permasalahan yang muncul bila tidak diputuskan dengan cepat dan tepat akan seringkali menjadi polemik dan konflik di dalam organisasi. Penyelesaian konflik bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara negosiasi. Negosiasi

Transcript of Makalah Konflik dan Negosiasi II

Page 1: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada hakikatnya setiap individu dianugerahkan karakteristik-karakteristik yang

berbeda antara satu sama lain, perbedaan-perbedaan karakteristik tersebut tidak jarang

membuat gesekan-gesekan dalam setiap aspek kehidupannya, inilah yang kemudian muncul

istilah manusia tidak luput dari masalah, atau biasa disebut juga dengan konflik. Menurut

Robins SP (2001) Konflik adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki

persepsi lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau

kepentingan pihak pertama. Konflik ini dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa

individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut

ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan

ciri-ciri individual yang turut disertakan dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi

yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah

mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik

hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik yang senantiasa muncul tersebut harus mendapatkan penanganan dengan

cepat dan tepat agar konflik yang ada tidak berlarut-larut dan menyebar ke substansi konflik

yang lain. Dan tanpa kita sadari setiap hari kita sesungguhnya selalu melakukan negosiasi.

Negosiasi merupakan sesuatu yang kita lakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek

kehidupan kita. Selain itu negosiasi adalah cara yang efektif untuk mengatasi dan

menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan seperti yang disebutkan diatas.

Bila dihubungkan dengan peran sseorang pemimpin (manajer) dalam sebuah

organisasi, hal ini sudah barang tentu menjadi hal yang wajib dimiliki oleh para pimpinan

yaitu mereka harus memiliki kemampuan untuk mengatasi konflik yang senantiasa ada

tersebut. Sangat sulit bila seorang pemimpin tidak memiliki kemampuan tersebut walaupun

mereka memiliki kemampuan-kemampuan yang lain. Keputusan-keputusan yang dibuat

dalam menyikapi setiap permasalahan yang muncul bila tidak diputuskan dengan cepat dan

tepat akan seringkali menjadi polemik dan konflik di dalam organisasi. Penyelesaian konflik

bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara negosiasi. Negosiasi

Page 2: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

2

biasanya dilakukan untuk mendapat jalan tengah dalam sebuah kasus agar keadaan bisa

menemui titik terang dan jalan penyelesaian.

Kita harus melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari pihak

lain yang memilikinya dan yang juga mempunyai keinginan atas sesuatu yang kita miliki.

Ada bermacam-macam pendekatan, proses, isu-isu dan ringkasan implikasi bagi para manajer

yang selanjutnya akan dibahas dalam makalah ini.

1.2 Ruang Lingkup

Makalah ini berisi tentang penjelasan cara penanganan dan penyelesaian konflik

melalui proses negosiasi. Adapun ruang lingkup makalah ini terdiri atas beberapa bab yang

akan dirinci sebagai berikut :

1. BAB I PENDAHULUAN

Berisi mengenai latar belakang dan ruang lingkup.

2. BAB II PEMBAHASAN

Berisi mengenai sub bab yang dibahas dalam makalah ini mengenai negosiasi yang

meliputi:

a. Definisi negosiasi

b. Strategi tawar menawar (negosiasi)

1) Tawar menawar distributif

2) Tawar menawar integratif

c. Proses negosiasi

1) Persiapan dan perencanaan

2) Penentuan aturan dasar

3) Klarifikasi dan justifikasi

4) Tawar menawar dan pemecahan masalah

5) Penutupan dan implementasi

d. Isu-isu dalam negosiasi

e. Ringkasan dan implikasi bagi para manajer

3. BAB III PENUTUP

Berisi mengenai kasus pendek dan analisis dengan teori.

Page 3: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Negosiasi atau Perundingan

Negosiasi merupakan proses yang sering sekali dilakukan dalam hidup dan sering pula

tidak disadari oleh pelakunya ketika tengah melakukan negosiasi dan terjadi hampir di setiap

aspek kehidupan. Selain itu negosiasi adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dan

menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan.

Menurut Stephen P. Robbins (2001) negosiasi atau perundingan adalah proses dimana

dua pihak atau lebih bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati nilai tukar barang

dan jasa tersebut. Negosiasi atau perundingan mewarnai interaksi hampir semua orang dalam

kelompok dan organisasi. Contohnya adalah tawar menawar antara karyawan dengan pihak

manajemen mengenai gaji.

Menurut Phil Baguley (2003), dijelaskan tentang definisi negosiasi yaitu suatu cara

untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan

menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa negosiasi atau perundingan adalah proses

mencapai keputusan bersama melalui diskusi dan tawar menawar, agar mencapai kesepakatan

bersama dan berkenaan tindakan apa yang akan dilakukan di masa mendatang. Seseorang

berunding untuk menyelesaikan perselisihan, mengubah perjanjian atau syarat-syarat, atau

menilai komoditi atau jasa, atau permasalahan yang lain. Agar perundingan berhasil, masing-

masing pihak harus sungguh-sungguh menginginkan persetujuan yang dapat ditindaklanjuti,

dan sebagai perjanjian jangka panjang.

2.2 Strategi Tawar-menawar (Negosiasi)

Pada strategi tawar-menawar, terdapat dua pendekatan terhadap negosiasi. Pendekatan

tersebut yaitu tawar-menawar distributif dan tawar-menawar integratif. Untuk mengetahui

perbandingan antara kedua pendekatan tersebut, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Page 4: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

4

Tabel 2.1 Tawar Menawar Distributif Versus Integratif

Karakteristik

Tawar-menawar Tawar-menawar Distributif Tawar-menawar Integratif

Tujuan Mendapatkan potongan kue

sebanyak mungkin

Memperbesar kue sehingga

kedua belah pihak puas

Motivasi Menang-kalah Menang-menang

Fokus Posisi (“Saya tidak dapat memberi

lebih banyak daripada ini.”)

Kepentingan (“Dapatkah Anda

jelaskan mengapa isu ini begitu

penting bagi Anda.”)

Kepentingan Berlawanan Selaras

Tingkat berbagi

informasi

Rendah (berbagi informasi hanya

akan memungkinkan pihak lain

mengambil keuntungan dari kita)

Tinggi (berbagi informasi akan

memungkinkan masing-masing

pihak untuk menemukan cara

yang akan memuaskan

kepentingan kedua belah pihak

Lama hubungan Jangka pendek Jangka panjang

Sumber : Luthan, Fred (2005)

2.2.1 Tawar Menawar Distributif

Seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.1, strategi tawar menawar ini berusaha

untuk membagi sejumlah tetap sumber daya, dimana terdapat situasi kalah-menang.

Greenberg, J dan Baron, RA mengasumsikan jenis strategi ini merupakan bagian tetap

dan berfokus pada bagaimana mendapatkan bagian terbesar, atau bagian keuntungan.

Seperti menurut Luthan, Fred bahwa hakikat strategi jenis ini adalah

menegosiasikan siapa yang mendapat bagian apa dari sebuah kue yang besarnya sama

dan tetap (fixed pie). Maksud kue tersebut adalah bahwa pihak-pihak yang saling

menawar meyakini hanya ada sejumlah barang atau jasa untuk dibagi. Karena itu, kue

tetap adalah permainan zero-sum dalam arti bahwa setiap dolar di salah satu pihak

adalah satu dolar yang keluar dari saku lawan tawar mereka. Ketika para pihak

meyakini kuenya tetap, mereka cenderung melakukan tawar menawar distributif ini.

Contoh, dalam perundingan buruh-manajemen mengenai upah. Umumnya, wakil

buruh datang ke meja perundingan dengan tekad memperoleh sebanyak mungkin

Page 5: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

5

uang dari tangan manajemen. Ketika bernegosiasi masing-masing pihak

memperlakukan lawan yang harus ditaklukan.

Gambar 2.1 Wilayah Negosiasi Distributif

Sumber : Luthan, Fred (2005, p. 192)

Gambar diatas menunjukkan bahwa masing-masing pihak yang bernegosiasi

memiliki titik penolakan (resistence point), yang menandai hasil terendah yang dapat

diterima baik di bawah titik negosiasi dihentikan dan penyelesaian yang kurang

menguntungkan itu ditolak. Bidang antara kedua titik ini merupakan rentang aspirasi

A dan aspirasi B, ada rentang penyelesaian dimana aspirasi masing-masing pihak

dapat dipertemukan.

2.2.2 Tawar Menawar Integratif

Merupakan negosiasi atau tawar menawar yang mengusahakan satu

penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan suatu pemecahan yang saling

menguntungkan.

Menurut Kreitner dan Knicki (2004) tawar menawar (negosiasi) integratif di

dalam perilaku intraorganisasi ini dapat memberi keuntungan. Karena dapat membina

hubungan jangka panjang dan mempermudah kerja sama di masa mendatang.

Greenberg, J., & Baron, RA mengatakan bahwa tawar menawar integratif ini

mengharuskan negosiator yang efektif untuk menggunakan keahlian seperti :

1. Menetapkan tujuan superordinat

2. Memisahkan orang dari masalah

3. Berfokus pada minat, bukan pada posisi

4. Menemukan pilihan untuk keuntungan bersama, dan

5. Menggunakan kriteria yang objektif.

Rentang aspirasi Pihak A

Rentang aspirasi Pihak B

Rentang penyelesaian

Poin Target Pihak A

Poin Resisten Pihak B

Poin Resisten Pihak A

Poin Target Pihak B

Page 6: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

6

2.3 Proses Negosiasi

Proses negosiasi memiliki lima tahapan. Menurut RobbinS SP (2001), Tahapan-tahapan

tersebut adalah persiapan dan perencanaan, penentuan aturan dasar, klarifikasi dan justifikasi,

tawar-menawar dan pemecahan masalah, dan penutupan serta implementasi. Seperti terlihat

pada gambar model dibawah ini :

Gambar 2.2 Proses Negosiasi

Sumber : Robbins, S.P. (2001, p.156)

2.3.1 Persiapan dan Perencanaan

Tahapan pertama ini dilakukan untuk mengetahui hakikat dari konflik tersebut,

alur dari konflik tersebut sehingga harus melakukan negosiasi, tujuan dari negosiasi

dilakukan, orang-orang yang terlibat dalam konflik, dan persepsi orang-orang yang

terlibat dengan konflik tersebut.

Menurut Robin, S.P (2001) dalam persiapan negosiasi ini harus ada yang

dipersiapkan, salah satunya adalah konsep BATNA (Best Alternative To a Negotiated

Agreement), yakni alternatif terbaik pada suatu persetujuan yang dirundingkan, nilai

terendah yang dapat diterima pada seorang individu untuk suatu persetujuan yang

dirundingkan. Dengan mengetahui apa yang menjadi BATNA kita dalam sebuah

Persiapan dan perencanaan

Penentuan aturan dasar

Klarifikasi dan justifikasi

Tawar menawar dan pemecahan masalah

Penutupan dan implementasi

Page 7: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

7

negosiasi, artinya kita mengetahui apa yang akan dilakukan saat menjalankan

negosiasi dan mengetahui langkah apa yang akan diambil ketika negosiasi menemui

jalan buntu.

2.3.2 Penentuan Aturan Dasar

Setelah diselesaikan tahapan perencanaan dan persiapan, maka tahap

selanjutnya yaitu menentukan aturan-aturan dan prosedur dengan pihak lawan

mengenai siapa saja yang melakukan negosiasi, waktu dan tempat melakukan

negosiasi, batasan-batasan mengenai persoalan yang akan dibahas, dan prosedur

khusus apa jika negosiasi menemui jalan buntu. Dan pada fase ini, para pihak juga

akan bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.

2.3.3 Klarifikasi dan Justifikasi

Pada tahap selanjutnya, yang harus dilakukan adalah semua pihak untuk

memaparkan, menerangkan, mengklarifikasi, mempertahankan dan menjustifikasi

tuntutan awal, pada fase ini juga mungkin perlu untuk memberikan segala

dokumentasi kepada pihak lain yang akan mebantu mendukung posisi kita.

2.3.4 Tawar-menawar dan Penyelesaian Masalah

Pada tahap ini hakikatnya dari proses negosiasi yang terletak pada tindakan

memberi dan menerima dengan baik apa yang sesungguhnya guna mencari suatu

kesepakatan.

2.3.5 Penutupan dan Implementasi

Pada tahap ini merupakan tahap terakhir dalam proses negosiasi, yaitu

memformalkan kesepakatan yang telah dicapai dan menyusun prosedur-prosedur yang

diperlukan untuk mengimplementasikannya dan mengawasi pelaksanaannya. Tetapi

pada kebanyakan kasus, penutupan proses negosiasi tidak lebih formal dari sekedar

berjabat tangan.

2.4 Isu-Isu dalam Negosiasi

Menurut Luthan Fred (2005) terdapat empat isu kontemporer dalam negosiasi, antara

lain peran suasana hati dan sifat-sifat kepribadian, perbedaan gender dalam negosiasi, efek

Page 8: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

8

perbedaan kultur terhadap gaya bernegosiasi, dan pemakaian pihak ketiga untuk membantu

menyelesaikan perbedaan. Berikut ini penjelasan dari setiap isu-isu tersebut :

1. Peran Suasan Hati dan Sifat Kepribadian dalam Negosiasi

Suasana hati sangat penting dalam negosiasi. Berunding atau bernegosiasi dengan

suasana hati yang positif akan memperoleh hasil yang lebih baik dari pada

bernegosiasi dengan suasana hati yang buruk. Sifat kepribadian seseorang juga

berpengaruh terhadap suatu negosiasi. Misalnya, orang yang ekstrovert sering kali

gagal dibandingkan orang yang introvert.

2. Perbedaan Gender dalam Negosiasi

Antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan dalam bernegosiasi, tetapi

dapat mempengaruhi hasil negosiasi secara terbatas. Menurut Robbins S.P (2001),

bukti menunjukan bahwa sikap perempuan terhadap negosiasi dan terhadap diri

mereka sendiri sebagai perunding tampaknya sangat berbeda dengan sikap laki-laki.

Manajer perempuan memperlihatkan rasa kurang percaya diri dalam mengantisipasi

negosiasi dan lebih tidak puas dengan kinerja mereka setelah proses perundingan

selesai, bahkan ketika kinerja mereka dan hasil yang mereka capai sama dengan

yang dicapai perunding laki-laki.

3. Perbedaan Kultur dalam Negosiasi

Gaya dalam bernegosiasi berbeda-beda antara satu kultur dengan kultur lainnya.

Kultur dalam bernegosiasi berpengaruh dalam jumlah dan jenis persiapan untuk

negosiasi, menekankan pada tugas dibanding hubungan interpersonal,

mempengaruhi taktik yang digunakan, dan tempat dimana negosiasi akan

dilaksanakan.

4. Negosiasi Pihak Ketiga

Pihak ketiga ini memiliki empat peran pokok. Menurut Luthan Fred (2005) peran

tersebut antara lain mediator, arbitrator, konsiliator, dan konsultan. Berikut adalah

penjelasan untuk pihak ketiga yang membantu dalam proses negosiasi antara pihak

pertama dan kedua dalam menyelesaikan konflik.

a. Mediator

Mediator merupakan pihak ketiga yang bersikap netral. Mediator

berfungsi untuk memfasilitasi solusi dari negosiasi dengan menggunakan

Page 9: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

9

penalaran dan persuasi, menyodorkan alternatif, dan semacamnya. Persepsi

tentang mediator sangat penting, agar negosiasi berjalan efektif, mediator

harus dipersepsi sebagai pihak ketiga yang netral dan nonkoersif.

b. Arbitrator

Arbitrator adalah pihak ketiga yang berwenang untuk menentukan hasil

berupa kesepakatan. Arbitrator bersifat sukarela karena diminta atau wajib

karena dipaksakan berdasarkan undang-undang atau kontrak yang berlaku.

Kelebihan arbitrasi dengan mediasi adalah selalu menghasilkan penyelesaian

tetapi kadang menimbulkan konflik kembali ketika ada salah satu pihak yang

tidak terima terhadap keputusan tersebut.

c. Konsiliator

Konsiliator merupakan pihak ketiga yang ditunjuk untuk membangun

relasi komunikasi informal antara perunding dengan lawannya. Konsiliator

bertindak juga sebagai pencari fakta, penafsiran pesan, dan berusaha untuk

membujuk pihak-pihak yang bersengketa untuk membangun kesepakatan.

d. Konsultan

Konsultan adalah pihak ketiga yang memang terlatih dan tidak berpihak.

Konsultan memfasilitasi pemecahan suatu masalah melalui komunikasi dan

analisis dengan bantuan kemampuan pengetahuan mereka mengenai

manajemen konflik. Konsultan lebih berperan dalam memperbaiki hubungan

antara pihak-pihak yang berkonflik sehingga mereka dapat mencapai

penyelesaian sendiri. Seorang konsultan membantu para pihak untuk saling

belajar memahami satu sama lain dan saling bekerja sama.

2.5 Ringkasan dan Implikasi Bagi Para Manajer

Menurut Robbins S.P (2001) dalam menghadapi konflik yang berlebihan dan untuk

menguranginya, manajer dapat melakukan berbagai cara, yaitu :

1. Gunakan persaingan apabila tidakan cepat dan tegas bersifat vital (dalam keadaan

darurat); jika persoalannya penting, di mana tindakan tidak popular perlu

dilaksanakan (dalam pemangkasan biaya, penegakan aturan yang todak popular,

pendisiplinan).

Page 10: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

10

2. Gunakan kolaborasi untuk menemukan penyelesaian integratif bila kedua

perangkat kepentingan itu terlalu penting sehingga tidak dapat dikompromikan.

Memperoleh komitmen dengan memasukkan kepentingan ke dalam konsensus dan

menyelesaikan perasaan yang telah mengganggu hubungan.

3. Gunakan penghindaran ketika persoalan tertentu tidak terlalu penting, atau terdapat

persoalan yang lebih penting yang mendesak.

4. Gunakan akomodasi bila didapati adanya kekeliruan dan untuk menunjukkan

rasionalitas serta persoalan lebih penting bagi orang lain daripada bagi diri sendiri

dan ingin memuaskan orang lain serta memelihara kerjasama.

5. Gunakan kompromi bila sasarannya penting tetapi tidak layak mendapatkan upaya

pendekatan-pendekatan yang lebih tegas yang disertai kemungkinan gangguan; bila

lawan dengan kekuasaan yang sama berkomitmen terhadap sasaran yang timbal

balik eksklusif; bila ingin mencapai penyelesaian sementara atas persoalan yang

rumit; bila ingin menghasilkan pemecahan yang bijaksana di bawah tekanan waktu;

dan bila ingin cadangan bila kolaborasi atau persaingan tidak berhasil.

Perundingan terbukti sebagai kegiatan yang berjalan terus-menerus dalam kelompok

dan organisasi. Tawar-menawar distributif dapat memecahkan pertikaian tetapi sering

mempengaruhi secara negatif kepuasan satu atau lebih perunding karena difokuskan pada

jangka-pendek dan bersifat konfrontasional. Sebaliknya tawar menawar integratif cendering

memberikan hasil yang memuaskan semua pihak dan membina hubungan yang bertahan

lama.

Page 11: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

11

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

3.1 Kasus

“Ambalat Akan Dibahas di GBC Malindo”

Gambar 3.1 Patroli TNI Angkatan Laut RI di sekitar Ambalat

Sumber : KOMPAS/Korano Nicolash

PADANG, SENIN - Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso mengemukakan, sengketa

perbatasan di wilayah perairan Ambalat akan dibahas pada Komite Tingkat Tinggi General

Border Committee (GBC) Malaysia-Indonesia (Malindo). "Hingga kini memang masih ada

sengketa garis batas antara Indonesia-Malaysia di perairan Ambalat, tetapi kita akan

kedepankan dulu pendekatan diplomasi," katanya, usai membuka Latsitrada XXIX di

Padang, Sumatera Barat, Senin (27/10).

Terkait itu, menurut Panglima TNI, persoalan di Ambalat akan dibahas pada Komite Tingkat

Tinggi GBC Malindo, yakni forum bilateral antara panglima angkatan bersenjata RI-

Malaysia.

Pada kesempatan terpisah, KSAL Laksamana Tedjo Edhy Purdijatno mengemukakan, hingga

kini pembahasan batas laut antara Indonesia dengan Malaysia, terutama di Ambalat, belum

selesai. "Malaysia dengan kita memang beda paham soal batas wilayah itu," katanya seusai

Page 12: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

12

pelantikan perwira lulusan Pendidikan Pembentukan Perwira di Komando Pengembangan

dan Pendidikan TNI AL (Kobangdikal), Surabaya.

Menurut KSAL, kalau Indonesia menganggap bahwa kapal Malaysia melakukan pelanggaran

batas wilayah, Malaysia juga menganggap kapal Indonesia demikian. Karena itu memang

harus ditentukan batas wilayah.

KSAL mengemukakan bahwa dua pekan lalu, masalah itu telah ditindaklanjuti dengan rapat

di Kementerian Polhukam yang diikuti Menko Polhukam, Menlu, Panglima TNI dan para

kepala staf angkatan serta Kapolri. "Dalam rapat itu kita bahas bahwa Malaysia memang

masih banyak melakukan pelanggaran di Ambalat. Sementara ini kapal-kapal mereka hanya

kita usir keluar melalui komunikasi atau kita giring," ujarnya.

Sumber : I Made Asdhiana (KOMPAS.COM) | Senin, 27 Oktober 2008 | 16:54 WIB

3.2 Analisis Kasus

Kasus diatas merupakan cerita lama antara dua negara tetangga dan serumpun yang

masih memperebutkan wilayah teritorial, hubungan kedua negara tetangga tersebut

mengalami ketegangan yang mencemaskan. Setelah kasus Sipadan dan Ligitan, blok Ambalat

sampai sekarang masih menjadi persengketaan, saling mengklaim antar kedua negara tersebut

tidak dapat dihindari, karena masing-masing pihak merasa pihaknya yang paling benar.

Permasalahan antara RI-Malaysia ini pun akan semakin tegang dan menyeret konflik yang

lebih luas. Seperti yang dikutip dari kasus diatas “Terkait itu, menurut Panglima TNI,

persoalan di Ambalat akan dibahas pada Komite Tingkat Tinggi GBC Malindo, yakni forum

bilateral antara panglima angkatan bersenjata RI-Malaysia”. Proses negosiasi atas inisiatif

kedua belah pihak masih tidak menggunakan pihak ketiga yakni antara dua pihak yang

bersengketa saja yaitu forum bilateral angkatan panglima bersenjata RI-Malaysia yang

menurut pemberitaan kerap kali bersitegang, saat keduanya melakukan patroli di blok

Ambalat yang diakuinya sebagai bagian dari kedaulatan masing-masing negara.

Dalam kasus diatas akan terjadi proses negosiasi yang diprakarsai oleh dua negara yang

bersengketa melalui forum GBC Malindo. Seperti dikatakan Robin S.P (2001) ada 5 tahapan

dalam proses negosiasi, dan bila diaplikasikan ke dalam kasus akan menjadi seperti ini :

1. Persiapan dan perencanaan

Page 13: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

13

Tahapan pertama ini dilakukan untuk mengetahui hakikat dari konflik

tersebut, alur dari konflik tersebut sehingga harus melakukan negosiasi, tujuan

dari negosiasi dilakukan, orang-orang yang terlibat dalam konflik, dan

persepsi orang-orang yang terlibat dengan konflik tersebut. Dalam rangka

menyelesaikan persengketaan klaim yang tumpang tindih ini, harus dilihat

kembali rangkaian proses negosiasi antara kedua negara berkaitan dengan

penyelesaian perbatasan di Pulau Kalimantan yang sesungguhnya telah

dimulai sejak tahun 1974 (menurut Departeman Luar Negeri).

Gambar 3.2 Peta Sengketa Blok Ambalat antara RI – Malaysia

Sumber : tarunalaut.blogspot.com (2011)

Diketahui secara luas bahwa Perbatasan Indonesia-Malaysia di mana Ambalat

berada, memang belum menemui titik terang penyelesaiannya. Ketidaktuntasan ini

sesungguhnya sudah berbuah kekalahan di pihak Indonesia ketika Sipadan dan

Ligitan dipersengketakan dan akhirnya dimenangkan olehMalaysia. Jika memang

belum pernah dicapai kesepakatan yang secara eksplisit berkaitan dengan Ambalat

Page 14: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

14

maka perlu dirujuk kembali Konvensi Batas Negara tahun 1891 yang

ditandatangani oleh Belanda dan Inggris sebagai penguasa di daerah tersebut di

masa kolinialisasi. Konvensi ini tentu saja menjadi salah satu acuan utama dalam

penentuan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan. Perlu diteliti

apakah Konvensi tersebut secara eksplisit memuat/mengatur kepemilikan

Ambalat. Hal ini sama halnya dengan penggunaan Traktat 1904 dalam penegasan

perbatasan RI dengan Timor Leste.

2. Penentuan Aturan Dasar

Setelah diselesaikan tahapan perencanaan dan persiapan, maka tahap

selanjutnya yaitu menentukan aturan-aturan dan prosedur dengan pihak lawan

mengenai siapa saja yang melakukan negosiasi, waktu dan tempat melakukan

negosiasi, batasan-batasan mengenai persoalan yang akan dibahas, dan prosedur

khusus apa jika negosiasi menemui jalan buntu. Dan pada fase ini, para pihak juga

akan bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.

Disni baik dari pihak RI dan Malaysia harus menentukan aturan main dari

negosiasi seperti yang disebutkan poin-poin diatas serta merta proposal awal atas

tuntutan dari masing-masing kedua belah pihak bisa saling dipertukarkan di tahap

ini, karena antar keduanya pun disinyalir terdapat perbedaan paham, seperti yang

dikutip dari kasus “Pada kesempatan terpisah, KSAL Laksamana Tedjo Edhy

Purdijatno mengemukakan, hingga kini pembahasan batas laut antara Indonesia

dengan Malaysia, terutama di Ambalat, belum selesai. "Malaysia dengan kita

memang beda paham soal batas wilayah itu,". Pemahaman yang baik dari segi

ilmiah, teknis dan hukum yang baik oleh kedua pihak diharapkan akan

mengurangi langkah-langkah provokatif yang tidak perlu. Pemahan seperti ini

tentu saja tidak cukup bagi pemerintah saja, melainkan juga masyarakat luas untuk

bisa memahami dan mendukung terwujudkannya penyelesaian yang adil dan

terhormat.

3. Klarifikasi dan Justifikasi

Pada tahap selanjutnya, yang harus dilakukan adalah semua pihak untuk

memaparkan, menerangkan, mengklarifikasi, mempertahankan dan menjustifikasi

tuntutan awal, pada fase ini juga mungkin perlu untuk memberikan segala

dokumentasi kepada pihak lain yang akan mebantu mendukung posisi kita.

Page 15: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

15

Prof Hasyim Djalal mengemukakan bahwa “dari sisi hukum, Malaysia adalah

negara pantai biasa. Oleh karena itu dia hanya bisa memakai dua tipe, yaitu

normal baseline dan straight baseline untuk semua wilayah laut. Kalau Indonesia

bisa memakai garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline). Itu bisa kita

tetapkan mana pulau-pulau terluar kita. Karang Unarang adalah sebenarnya

baseline yang ingin kita pakai sebagai pengganti baseline kita di Sipadan Ligitan.

Kalau dilihat ke PP 38/2002, Sipadan dan Ligitan masih masuk dalam garis

pangkal. Itu sebelum putusan. Namun sebagai negara yang baik dan menerima

putusan, sekarang PP itu sedang dirubah dan kita sedang mengukur-ukur kembali

dan Karang Unarang menjadi pilihan base line kita. Karang Unarang sendiri

berada dalam 12 mil laut dari (pulau) Sebatik yang bagian Indonesia. Jadi kita

berhak. Kita berhak sampai 100 mil laut. Kalau ada karang kita masih bisa klaim

bahwa itu titik terluar kita. Karang Unarang sendiri bukan pulau, itu adalah elevasi

pasang surut. Jadi kalau air laut pasang dia tidak terlihat, begitu pula sebaliknya.

Namanya law tide elevation harus ada permanent structure, maka itu kita buat

mercusuar sekarang ini. Sipadan Ligitan sendiri adalah pulau kecil yang jauh dari

daratan utama Malaysia. Lagipula mereka kan bukan negara kepulauan, jadi

mereka tidak bisa menuntut itu. Dari yurisprudensi hukum internasional,

penetapan batas landas kontinen pulau-pulau kecil itu tidak ada.

Jadi posisi tawar untuk Indonesia jelas lebih besar, bargaining position Indonesia

sendiri untuk kasus Ambalat ini sangat besar. Seperti yang diaktakan oleh, ia ingin

tahu dasar hukum apa yang dipakai oleh Malaysia dalam mengklaim blok

Ambalat tersebut. Karena kalau anda lihat dan otak-atik UNCLOS, mereka tidak

punya dasar hukum. Sipadan Ligitan sendiri bisa menjadi as an island, tapi kalau

dalam perundingan batas landas kontinen itu tidak bisa dipaksakan. Dari segi

hukum internasional posisi kita kuat.”

4. Tawar-menawar dan Penyelesaian Masalah

Pada tahap ini hakikatnya dari proses negosiasi yang terletak pada tindakan

memberi dan menerima dengan baik apa yang sesungguhnya guna mencari suatu

kesepakatan. Proses tawar menawar dilakukan akan terjadi kealotan dalam proses

ini, dikareenakan ini permasalahan yang menyangkut kedaulatan suatu bangsa,

tinggal bagaimana salah satu pihak bisa mengkuatkan bahwa argumen yang dia

Page 16: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

16

bawa itu ada benar adanya tentunya diserrtai dengan bukti-bukti otentik yang

dilindungi oleh hukum.

5. Penutupan dan Implementasi

Pada tahap ini merupakan tahap terakhir dalam proses negosiasi, yaitu

memformalkan kesepakatan yang telah dicapai dan menyusun prosedur-prosedur

yang diperlukan untuk mengimplementasikannya dan mengawasi pelaksanaannya.

Tetapi pada kebanyakan kasus, penutupan proses negosiasi tidak lebih formal dari

sekedar berjabat tangan.Ini bila kesepakatan bisa tercapai sendiri oleh kedua belah

pihak yang bersengketa saja, maka akan lebih baik seperti itu, tapi jika

kesepakatan pada pertemuan yang diselenggarkan di GBC Malindo belum adanya

kata sepakat maka alternatif bisa menggunakan negosiasi pihak ke 3.

Peranan Pihak Ketiga

Seperi yang disebutkan Robin S.P bahwa pihak ketiga ini memiliki empat

peran pokok. Peran tersebut antara lain mediator, arbitrator, konsiliator, dan

konsultan. Pihak ketiga tersebut adalah yang membantu dalam proses negosiasi

antara pihak pertama dan kedua dalam menyelesaikan konflik.

Seperti yang diketahui kekuatan dari sebuah negosiasi terletak pada fokusnya,

yaitu yang bertumpu pada pencapaian kesepakatan yang saling menguntungkan.

Negosiasi membuka jalan baru yang membawa harapan baru pula bagi semua

pihak yang terlibat dengan cara yang unik, yaitu dengan motivasi. Jadi kekuatan

inti negosiator ulung adalah kemampuannya untuk memotivasi pihak lain atau

yang diajak berunding untuk menerima tujuan negosiasi. Atau dengan kata lain,

kekuatan negosiasi terletak pada kemampuan si negosiator untuk memunculkan

kekuatan persuasi atau faktor intelektual nonaggressiveness yang melekat.

Kenyataannya, tidak mudah untuk menciptakan suasana win-win yang menuju

pada kesepakatan bersama, terlebih pada kasus persengketaan wilayah batas

negara, yang merupakan hal krusial bagi tiap-tiap negara yang bersengketa.

Berbagai faktor dapat mempengaruhi suasana negosiasi dan dapat menurunkan

rasa percaya antar-pihak yang berunding. Apabila hal ini tidak diatasi, maka

negosiasi yang sebenarnya merupakan sarana strategis dapat berbalik menjadi

sarana destruktif yang akibatnya dapat berkepanjangan.

Page 17: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

17

Apabila perjalanan sengketa ini tidak menemui titik terang, maka tidak

mungkin kejadian Papua Barat saat menggunakan pihak ketiga. Dimana setelah

perang dunia ke-II PBB menyeruhkan agar segala persoalan harus diselesaikan

secara damai. Penyelesaian damai dilakukan melalui badan Arbitrase dan organ

PBB yaitu Mahkamah Internasional.

1. Secara Arbitrase berarti penyelesaian sengketa politik melalui pihak

ketiga. Hal ini sesuai kesepakatan wilayah yang bertikai. Dalam sejarah

kasus Papua Barat, cara arbitrase ini dilakukan secara sepihak oleh

Belanda dan Indonesia yang menunjuk Amerika Serikat yang pada saat itu

sedang memiliki nafsu kepentingan ekonomi (Freeport) untuk menjadi

arbitrator (pihak ketiga). Perjanjian itu adalah New York Agreement.

Perjanjian ini sepihak karena tidak melibatkan orang Papua Barat dan

perjanjian itu tidak dilaksanakan sesuai kesepakatan. Untuk menyelesaian

persoalan Papua Barat, pihak Indonesia dan Papua Barat harus sepakat

untuk menyerahkan penyelesaian status politik Papua Barat kepada pihak

ketiga yang ditentukan bersama.

Pelajaran dari kasus ini agar tidak terulang pada kasus Ambalat adalah

dalam pemilihan dan penjukan arbitrator harus pihak-pihak yang tidak

mempunyai kepentingan baik ekonomi, politik atau hal lainnya, seperti

tidak memilih negara Inggris dan Belanda yang mempunyai kepentingan

ekonomi atas blok Ambalat, karena perusahaan Shell yang mendapat izin

pengeksplorasian dari negara Malaysia akan ditengarai cenderung lebih

berpihak kepada salah satu pihak saja.

2. Melalui Mahkama h Internasional (International Court of Justice/ICJ)4.

Karena ICJ adalah organ PBB, maka dalam penyelesaian kasusnya, harus

melalui lembaga-lembaga Internasional PBB seperti Majelis Umum PBB,

Dewan Keamanan PBB dan organisasi non pemerintahan atau lembaga

hukum internasional lainnya yang kapasitasnya diakui oleh PBB.

Dalam kasus Papua Barat, proses penyelesaian sengketa politik

wilayah Papua Barat pada masa lalu hingga pada PEPERA 1969 itu tidak

dilakukan sesuai prinsip-prinsip dan aturan-aturan hukum internasional.

Maka, Negara-negara anggotan PBB bisa mendesak Majelis Umum PBB

di setiap pertemuannya agar meminta ICJ memberikan pendapat

hukumnya atas status hukum Papua Barat.

Page 18: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

18

Dan Indonesia Belajar dari kasus Sipadan dan Ligitan, kasus tersebut

langsung dibawa ke Mahkamah Internasional, karena kurang sabarnya

melakukan usaha-usaha penyelesaian secara politis, melalui jalan

diplomasi kasus itu berakhir dengan hasil Pulai Sipadan dan Ligitan yang

jatuh ke tangan Malaysia.

Dan penyelesaian kasus ini sampai pada saat ini masih menggunakan

menggunakan strategi tawar menawar distributif, strategi tawar menawar ini

berusaha untuk membagi sejumlah tetap sumber daya Seperti menurut Luthan,

Fred bahwa hakikat strategi jenis ini adalah menegosiasikan siapa yang mendapat

bagian apa dari sebuah kue yang besarnya sama dan tetap (fixed pie). Maksud kue

tersebut adalah bahwa pihak-pihak yang saling menawar meyakini hanya ada

sejumlah barang atau jasa untuk dibagi. Karena itu, kue tetap adalah permainan

zero-sum dalam arti bahwa dalam kasus ini kue yang dimaksud adalah blok

Ambalat, yang apabila telah dimiliki oleh satu pihak maka pihak yang lain berarti

kehilangan sepenuhnya atas hak kedaulatan blok kepulauan tersebut.

Page 19: Makalah Konflik dan Negosiasi II

Makalah Konflik dan Negosiasi II

19

DAFTAR PUSTAKA

Baguley, Phil.2003.Teach Yourself Negotiating. Lincolnwood, Ill.:McGraw-Hill

Greenberg, J., & Baron, RA.2003. Behavior in Organizations. Englewood Clift, Ng: Prentice

Hall, Inc

Kreitner & Knicki.2004.Organizational Behavior 6-th ed.Mc Graw-Hill Companies, Inc.

Luthan, Fred. 2005. Organizational Behavior. Avenue of the Americas. New York: McGraw-

Hill Companies, Inc

Robbins, S.P. 2001.Organizational Behavior (Alih Bahasa Tim Indeks Gramedia). Jilid 1.

New Jersey. Prentice Hall International.

Robbins, S.P. 2001.Organizational Behavior (Alih Bahasa Tim Indeks Gramedia). Jilid 2.

New Jersey. Prentice Hall International.