TEKNIK INTERPOLASI SEDIAAN TEGAKAN BERBASIS IHMB … · Interpolasi spasial adalah suatu model atau...
Transcript of TEKNIK INTERPOLASI SEDIAAN TEGAKAN BERBASIS IHMB … · Interpolasi spasial adalah suatu model atau...
TEKNIK INTERPOLASI SEDIAAN TEGAKAN BERBASIS
IHMB PADA HUTAN LAHAN KERING PT INHUTANI I
LABANAN KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR
I PUTU ARIMBAWA PANDE
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
I PUTU ARIMBAWA PANDE. E14070015. Tehnik Interpolasi Sediaan Tegakan
Berbasis IHMB pada Hutan Lahan Kering PT Inhutani I Labanan Kabupaten Berau
Kalimantan Timur. Skripsi. Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing
oleh I NENGAH SURATI JAYA.
Interpolasi spasial adalah suatu model atau fungsi matematis untuk menduga
nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak terwakili. Metode ini mengasumsikan
bahwa atribut data bersifat kontinu di dalam ruang dan atribut ini saling berhubungan
secara spasial. Penelitian ini melakukan pengujian-pengujian terhadap beberapa
metode interpolasi spasial yang akan dapat diterapkan dalam pendugaan sediaan
tegakan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi metode interpolasi yang
terbaik digunakan untuk menduga sediaan tegakan berbasis IHMB pada hutan lahan
kering di PT Inhutani I Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Tahapan
penelitian ini meliputi: a) pengumpulan data dan b) pengolahan data. Pengolahan data
mencakup beberapa tahapan yaitu: perhitungan volume per hektar, pemilihan data
contoh, analisis spasial dengan Sistem Informasi Geografis, validasi, dan pemilihan
model terbaik dengan pendekatan skoring. Pada analisis spasial, dilakukan beberapa
tahapan yaitu: pembuatan isoline, pembangunan TIN (Triagulated Irreguler
Network), konversi ke grid, konversi grid ke vektor, dan mencari nilai tengah.
Penelitian ini menemukan bahwa metode terbaik guna interpolasi sediaan
tegakan pada kelas dbh >10 cm untuk jenis kayu indah , kayu lindung , kayu
meranti, dan kayu rimba adalah metode Kriging. Sedangkan untuk kelas dbh >40 cm
jenis kayu indah , metode terbaiknya adalah IDW. Metode yang paling baik
digunakan untuk kelas dbh > 40 cm jenis kayu lindung adalah metode Spline. Secara
umum, metode interpolasi Kriging lebih akurat menduga sediaan tegakan
dibandingkan metode lain.
Kata Kunci: Spatial Interpolation, IHMB, Inverse Distance Weight, Spline, Kriging,
Semivariogram
SUMMARY
I PUTU ARIMBAWA PANDE. E14070015. Interpolation Method of IHMB based
Standing Stock on Dry Land Forest, PT Inhutani I Labanan, Berau Regency, East
Borneo. Report. Forest Management, Bogor Agricultural University. Supervised by I
NENGAH SURATI JAYA.
Spatial interpolation is a method or a mathematical function to estimate values
in the locations where data is not represented. This method assumes that the attribute
data is spatially continuous and having spatial relationship. This study examined
several spatial interpolation technique that could be applied on standing stock
estimation.
The objective of this research is to identify the best method for interpolating
the IHMB based standing stock of dry land forest in PT Inhutani I Labanan, Berau
Regency, East Kalimantan. This research includes two main steps, namely a) data
collection and b) data processing. Data processing cover the following steps:
calculation of volume per hectare, the selection of sample data, spatial analysis using
geographic information systems, validation, and selection of the best model using
scoring approach. Within the spatial analysis, the following steps are included:
creation of isoline, development of TIN (Triagulated Irreguler Network), conversion
of vector to the grid, conversion from grid to vector and identifying median value of
interval.
This study found that the best method for interpolating dbh class standing stock
of fancy wood, protected wood, meranti and rimba group for dbh class larger than 10
cm is the Kriging Method . While for fancy wood of dbh class > 40 cm, the IDW was
identified as the best method . The best method for protected wood group of dbh class
> 40 cm is Spline. In general, the Kriging interpolation method estimate more
accurate standing stock than the other method.
Keyword: The Interpolation Method, Inverse Distance Weight, IHMB, Splines,
Kriging, Semivariogram.
TEKNIK INTERPOLASI SEDIAAN TEGAKAN BERBASIS
IHMB PADA HUTAN LAHAN KERING PT INHUTANI I
LABANAN KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
I PUTU ARIMBAWA PANDE
E14070015
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Teknik Interpolasi Sediaan Tegakan Berbasis IHMB pada
Hutan Lahan Kering PT Inhutani I Labanan Kabupaten Berau
Kalimantan Timur
Nama Mahasiswa : I Putu Arimbawa Pande
Nomor Pokok : E14070015
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr
NIP. 1960909 198601 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS.
NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Interpolasi Sediaan
Tegakan Berbasis IHMB pada Hutan Lahan Kering PT Inhutani I Labanan Kabupaten
Berau Kalimantan Timur. Adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah
pada Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan Maupin tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Bogor, Maret 2012
I Putu Arimbawa Pande
NRP. E14070015
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Juni 1988 di Karangasem, Bali. Penulis
adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak I Made Putra Ariawan P
dan Ibu Ni Made Puspani. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN No. 8
Pempatan lulus tahun 2001, pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 2
Rendang lulus tahun 2004, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1
Semarapura lulus tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima di IPB melalui
jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun 2008 penulis masuk
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2009-2010 dan 2012-2013, asisten
mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah pada tahun ajaran 2010-2011,
dan asisten mata kuliah Geomatika dan Inderaja Kehutanan pada tahun ajaran 2012-
2013. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam berbagai organisasi kemahasiswaan
seperti UKF (Uni Konservasi Fauna) pada tahun 2007-2010, FMSC (Forest
Management Student Club) tahun 2009-2010, dan KMHD (Kesatuaan Mahasiswa
Hindu Dharma) tahun 2007-2011. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan di
Institut Pertanian Bogor.
Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Gunung Sawal dan Pangandaran, Jawa Barat pada tahun 2009, Praktek Pengenalan
Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan KPH
Cianjur jawa Barat pada tahun 2010 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT.
Balikpapan Forest Industries, Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2011. Penulis
juga melakukan kegiatan lain seperti magang mandiri di BP3K (Balai Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan), magang mandiri di Taman Burung Taman
Mini Indonesia Indah Jakarta, kegiatan Eksplorasi Lapang ke Suaka Margasatwa
Cikepuh, kegiatan Ekspedisi Global ke Taman Nasional Ujung Kulon, survey lapang
dalam rangka penafsiran citra resolusi tinggi di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun
2011, dan survey lapang dalam rangka pemetaan biomassa di Provinsi Riau tahun
2012.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian ini sebagai syarat untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Teknik
Interpolasi Sediaan Tegakan Berbasis IHMB pada Hutan Lahan Kering PT Inhutani I
Labanan Kabupaten Berau Kalimantan Timur” dengan sebaik-baiknya. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2011. Sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2009
Tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) Pada Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi, sediaan tegakan pada lokasi-
lokasi yang tidak terwakili oleh plot contoh diprediksi menggunakan melalui tehnik
interpolasi. Untuk menduga sediaan tegakan diperlukan metode interpolasi yang
akurat dan menghasilkan kisaran estimasi yang mendekati kondisi aktualnya.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun
untuk perbaikan penelitian ini sangat penulis harapkan. Semoga ini memberikan
manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ibu tercinta Ni Made Puspani, Bapak I Made Putra Ariawan P, dan Adik
tercinta Ni Kadek Ayu Rimbawati P serta Keluarga besar penulis yang tak
pernah lelah memberikan perhatian, semangat dan kasih sayang, serta
kepercayaan dan doa yang selalu dipanjatkan untuk keberhasilan penulis.
2. Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, atas
segala bimbingan pengarahan, motivasi, kesabaran, biaya, dan waktu yang
telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ir. Agus Priyono , MS selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Muhdin, MSc selaku
Ketua sidang dalam ujian komprehensif.
4. Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS sebagai komisi pendidikan yang telah
meluangkan waktu membaca dan mengoreksi penulisan skripsi.
5. Bapak. Uus Saepul M dan Aa Edwine Setia P, S.Hut atas segala bantuan dan
pengarahan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Komang Alit Paramitasari atas semangat, waktu, dukungan, dan perhatiannya
kepada penulis.
7. I Putu Mandala Artha Kusuma, Ida Bagus Adi Anditayana, dan Marvin Lucky
atas semangat, bantuan, dan kerjasamanya.
8. Teman-teman satu bimbingan Fathia Amalia Ramadhani, Eri Septiawardani dan
Sri Wahyuni atas motivasi dan dukungan semangat serta bantuan yang sangat
banyak dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat seperjuangan di laboratorium fisik remote sensing Tantri
Janiatri S.Hut, Erry Maulana Wicaksono, Aditya Pradhana, Aditya Sani
Sasmita, I Made Haribhawana Wijaya, Vivi Selviana, Nuraini Erisa dan Monika
Turana atas bantuan semangat yang sangat berarti bagi penulis, serta keluarga
besar laboratorium fisik Remote Sensing Kak pipit, Kak Wuland, Kak Ratih,
Bli Puan, Kak Anom, Bli Puin, Kak Ina, Kak Chika, Kak Dian, Kak Baki, Kak
Puput, Ibu Eva, Ibu Immy, Ibu Tien, Bunda, Pak sigit, Pak Anwar, Pak Jaya dan
Tulang atas semangat yang diberikan.
10. Seluruh Dosen dan Staf Departemen Manajemen Hutan, seluruh Teman-teman
Departemen Manajemen Hutan dan Fakultas Kehutanan IPB Angkatan 44 atas
kebersamaannya selama ini yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu
persatu-satu.
11. Kepada segenap pihak yang telah membantu baik itu moril dan materil serta
bantuan lain yang sangat berarti bagi penulis.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa memberikan limpahan atas kebaikan berupa
pahala, serta diberikan balasan yang setimpal. Awignamastu
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL.......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………….. 1
1.2 Permasalahan…………………………………………………………. 4
1.3 Tujuan………………………………………………………………... 5
1.4 Manfaat……………………………………………………………… 5
BAB II METODOLOGI............................................................................. 6
2.1 Waktu dan Tempat………………………………………………….. 6
2.2 Data, Software, dan Hardware……………………………………... 6
2.3 Metode Interpolasi………………………………………………….. 9
2.4 Metode Penelitian…………………………………………………... 14
BAB III LOKASI DAN KEADAAN UMUM......................................... 25
3.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan………………………………………... 25
3.2 Kondisi Biofisik dan Sosiologi Ekonomi…………………………... 28
3.2.1 Kondisi Biofisik………………………………………………... 28
3.2.2 Kondisi Sosial Ekonomi……………………………………….. 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 38
4.1 Hasil……………………………………………………………….... 38
4.2 Pembahasan………………………………………………………… 51
4.2.1 Analisis Data…………………………………………………… 51
4.2.2 Analisis Spasial…………………………………………………. 53
4.2.3 Uji Validasi dan Peringkat……………………………………... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 70
5.1 Kesimpulan………………………………………………………… 70
5.2 Saran……………………………………………………………….. 70
BAB VI DAFTAR PUSTAKA.................................................................. 71
LAMPIRAN............................................................................................... 73
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Data hasil IHMB di PT Inhutani I UMH Labanan ................................ 6
2. Variasi bobot pada metode interpolasi IDW dan Spline yang digunakan 16
3. Variasi bobot pada metode interpolasi Kriging yang digunakan ............ 16
4. Letak dan luas areal kerja IUPHHK PT Inhutani I UMH Labanan ........ 25
5. Fungsi kawasan hutan areal kerja IUPHHK PT Inhutani I UMH
Labanan ............................................................................................... 26
6. Kondisi topografi/kelerengan areal kerja IUPHHK PT Inhutani I UMH
Labanan ............................................................................................... 27
7. Sebaran formasi geologi di areal kerja IUPHHK PT Inhutani I UMH
Labanan ............................................................................................... 28
8. Sebaran jenis tanah di areal kerja IUPHHK PT Inhutani I UMH Labanan
............................................................................................................ 29
9. Kondisi penutupan lahan di areal kerja IUPHHK PT Inhutani I UMH
Labanan ............................................................................................... 30
10. Jumlah penduduk desa sekitar areal kerja IUPHHK PT Inhutani I UMH
Labanan ............................................................................................... 33
11. Nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan SD data model ................... 51
12. Bobot terbail metode IDW ................................................................... 54
13. Bobot terbaik metode Spline ................................................................. 54
14. Bobot terbaik metode Kriging .............................................................. 55
15. Hasil validasi interpolasi IDW, Spline, dan Kriging kelas dbh >10 cm . 65
16. Skor hasil validasi interpoalsi IDW, Spline, dan Kriging kelas dbh >10
cm ....................................................................................................... 65
17. Hasil validasi interpolasi IDW, Spline, dan Kriging kelas dbh >40 cm . 67
18. Skor hasil validasi interpoalsi IDW, Spline, dan Kriging kelas dbh >40
cm ................................................................................................ 67
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu indah ........................... 7
2. Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu lindung ........................ 7
3. Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu meranti ........................ 8
4. Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu rimba ........................... 8
5. Ilustrasi metode interpolasi IDW .......................................................... 10
6. Ilustrasi pembangunan TIN .................................................................. 17
7. Diagram alur penelitian ........................................................................ 20
8. Peta petak lokasi PT Inhutani I Labanan Kabupaten Berau Kalimantan
Timur ................................................................................................... 23
9. Kontur metode interpolasi IDW ........................................................... 34
10. Kontur metode interpolasi Spline.......................................................... 35
11. Kontur metode interpolasi Kriging (circular) ...................................... 35
12. Kontur metode interpolasi Kriging (exponential) .................................. 36
13. Kontur metode interpolasi Kriging (gaussian) ...................................... 36
14. Kontur metode interpolasi Kriging (linier with sill) .............................. 37
15. Kontur metode interpolasi Kriging (spherical) ..................................... 37
16. Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik kayu indah pada dbh >10
cm ....................................................................................................... 39
17. Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik kayu indah pada dbh >10
cm ........................................................................................................ 39
18. Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik kayu indah pada dbh >10
cm ....................................................................................................... 40
19. Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik kayu indah pada dbh >40
cm ....................................................................................................... 40
20. Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik kayu indah pada dbh >40
cm ....................................................................................................... 41
21. Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik kayu indah pada dbh >40
cm ....................................................................................................... 41
22. Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik kayu lindung pada dbh >10
cm ....................................................................................................... 42
No.
Halaman
23. Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik kayu lindung pada dbh
>10 cm ................................................................................................ 42
24. Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik kayu lindung pada
dbh >10 cm ......................................................................................... 43
25. Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik kayu lindung pada dbh
> 40 cm ............................................................................................... 43
26. Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik kayu lindung pada
dbh >40 cm ......................................................................................... 44
27. Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik kayu lindung pada
dbh >40 cm ......................................................................................... 44
28. Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik kayu meranti pada dbh
>10 cm ................................................................................................ 45
29. Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik kayu meranti pada dbh
>10 cm ................................................................................................ 45
30. Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik kayu meranti pada
dbh >10 cm ......................................................................................... 46
31. Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik kayu meranti pada dbh
>40 cm ................................................................................................ 46
32. Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik kayu meranti pada dbh
>40 cm ................................................................................................ 47
33. Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik kayu meranti pada
dbh >40 cm ......................................................................................... 47
34. Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik kayu rimba pada dbh
>10 cm ................................................................................................ 48
35. Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik kayu rimba pada dbh
>10 cm ................................................................................................ 48
36. Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik kayu rimba pada dbh
>10 cm ................................................................................................ 49
37. Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik kayu rimba pada dbh
>40 cm ................................................................................................ 49
38. Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik kayu rimba pada dbh
>40 cm ................................................................................................ 50
39. Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik kayu rimba pada dbh
>40 cm ................................................................................................ 50
40. Diagram perbandingan sebaran volume model dengan volume aktual .. 51
No.
Halaman
v
41. Semivariogram metode Kriging (circular) pada kayu indah dbh >10 cm 56
42. Semivariogram metode Kriging (gaussian) pada kayu indah dbh
>40 cm ................................................................................................ 56
43. Semivariogram metode Kriging (spherical) pada kayu lindung dbh
>10 cm ................................................................................................. 57
44. Semivariogram metode Kriging (circular) pada kayu lindung dbh
>40 cm ................................................................................................. 57
45. Semivariogram metode Kriging (circular) pada kayu meranti dbh
>10 cm ................................................................................................. 58
46. Semivariogram metode Kriging (circular) pada kayu meranti dbh
>40 cm ................................................................................................. 58
47. Semivariogram metode Kriging (ekponential) pada kayu rimba dbh
>10 cm ................................................................................................. 59
48. Semivariogram metode Kriging (spherical) pada kayu rimba dbh
>40 cm ................................................................................................. 59
49. Kurva bobot (power) metode IDW pada diameter >10 cm .................... 61
50. Kurva bobot (power) metode IDW pada diameter >40 cm .................... 61
51. Kurva bobot (weight) metode Spline pada diameter >10 cm ................. 62
52. Kurva bobot (weight) metode Spline pada diameter >40 cm ................. 62
53. Kurva bobot (method) metode Kriging pada diameter >10 cm .............. 63
54. Kurva bobot (method) metode Kriging pada diameter >40 cm .............. 63
55. Diagram total skor beberapa metode interpolasi diameter >10 cm ........ 66
56. Diagram total skor beberapa metode interpolasi diameter >40 cm ........ 68
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Hasil interpolasi metode IDW kayu indah pada dbh >10 cm ................. 73
2. Hasil interpolasi metode IDW kayu indah pada dbh >40 cm ................. 74
3. Hasil interpolasi metode IDW kayu lindung pada dbh >10 cm.............. 75
4. Hasil interpolasi metode IDW kayu lindung pada dbh >40 cm.............. 76
5. Hasil interpolasi metode IDW kayu meranti pada dbh >10 cm.............. 77
6. Hasil interpolasi metode IDW kayu meranti pada dbh >40 cm.............. 78
7. Hasil interpolasi metode IDW kayu rimba pada dbh >10 cm ................ 79
8. Hasil interpolasi metode IDW kayu rimba pada dbh>40 cm ................. 80
9. Hasil interpolasi metode Spline kayu indah pada dbh >10 cm ............... 81
10. Hasil interpolasi metode Spline kayu indah pada dbh >40 cm ............... 82
11. Hasil interpolasi metode Spline kayu lindung pada dbh >10 cm .......... 83
12. Hasil interpolasi metode Spline kayu lindung pada dbh >40 cm ........... 84
13. Hasil interpolasi metode Spline kayu meranti pada dbh >10 cm ........... 85
14. Hasil interpolasi metode Spline kayu meranti pada dbh >40 cm ........... 86
15. Hasil interpolasi metode Spline kayu rimba pada dbh >10 cm .............. 87
16. Hasil interpolasi metode Spline kayu rimba pada dbh >40 cm .............. 88
17. Hasil interpolasi metode Kriging kayu indah pada dbh >10 cm ............ 89
18. Hasil interpolasi metode Kriging kayu indah pada dbh >40 cm ........... 90
19. Hasil interpolasi metode Kriging kayu lindung pada dbh >10 cm.. …… 91
20. Hasil interpolasi metode Kriging kayu lindung pada dbh >40 cm.. …… 92
21. Hasil interpolasi metode Kriging kayu meranti pada dbh >10 cm.. …… 93
22. Hasil interpolasi metode Kriging kayu meranti pada dbh >40 cm.. …… 94
23. Hasil interpolasi metode Kriging kayu rimba pada dbh >10 cm ........... 95
24. Hasil interpolasi metode Kriging kayu rimba pada dbh >40 cm ........... 96
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam merupakan kekayaan Negara
yang harus dikelola secara bijaksana guna kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu pengelolaan hutan harus dilaksanakan secara baik
melalui perencanaan yang cermat, rasional dan terarah. Pengelolaan hutan yang
baik membutuhkan adanya data dan informasi yang memadai (handal, akurat,
dibutuhkan, standar, tidak berbias dan dapat diakses). Untuk keperluaan data
informasi tersebut maka diperlukan suatu kegiatan inventarisasi hutan.
Inventariasasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan
kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik-karakteristik areal tempat
tumbuhnya. Suatu inventarisasi yang lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu
harus berisi deskripsi areal berhutan serta kepemilikannya, penaksiran volume
pohon-pohon yang masih berdiri, penaksiran riap dan pengeluaran hasil (Husch
1987).
Secara umum inventarisasi hutan didefinisikan sebagai pengumpulan dan
penyusunan data dan fakta mengenai sumberdaya hutan untuk perencanaan
pengelolaan sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara lestari dan
serbaguna. Inventarisasi hutan dilakukan untuk mengetahui kondisi biofisik
sumberdaya hutan baik yang berupa flora, fauna maupun keadaan fisik lapangan,
serta kondisi social ekonomi dari areal atau kawasan hutan yang diinventarisasi.
Istilah inventore atau inventarisasi hutan, merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris yaitu forest inventory, atau bahasa Belanda bosch inventarisatie. Secara
umum, pengertian inventarisasi hutan adalah suatu tindakan untuk mengum
pulkan informasi tentang kekayaan hutan. Istilah lain yang sering dipakai dalam
bahasa Indonesia adalah perisalahan. Istilah serupa dalam bahasa Inggris yang
mempunyai arti lebih spesifik, adalah timber cruising, yang lebih menitikberatkan
pengumpulan informasi tentang potensi kayu dari suatu areal hutan dalam rencana
pembalakan atau logging (Departemen Kehutanan RI 1992).
Jenis informasi yang akan dikumpulkan dalam suatu inventore hutan
tergantung pada tujuan. Tingkat kecermatan masing-masing informasi juga
bervariasi sesuai dengan peranan informasi tersebut dalam tujuan pengelolaan
hutan ini.
Tujuan utama inventarisasi hutan adalah untuk mendapatkan datan tentang
areal berhutan dan komposisi tegakannya. Kegiatan inventarisasi hutan dapat
dilaksanakan dengan penginderaan jauh, pengamatan langsung di lapangan atau
gabungan keduanya (Simon 1993).
Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) merupakan kegiatan
inventarisasi hutan berkala sepuluh tahunan yang dilakukan oleh perusahaan
pemegang konsesi pengelolaan hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman
yang mempunyai maksud sebagai panduan dasar bagi pengelola unit manajemen
tingkat tapak (KPH dan IUPHHK) dalam melaksanakan kegiatan inventarisasi
hutan menyeluruh berkala pada areal unit pengelolaan dan areal IUPHHK-HA dan
IUPHHK-HT sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu (RKUPHHK) sepuluh tahunan. Sedangkan tujuan kegiatan IHMB ini
adalah:
1. untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock)
secara berkala,
2. sebagai bahan penyusunan RKUPHHK-HA dan atau RKUPHHK-HT,
3. sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian tegakan tinggal
di areal KPH dan atau IUPHHK-HA atau IUPHHK-HT,
4. sebagai dasar penyusunan proposal teknis permohonan IUPHHK
(Peraturan Menteri Kehutanan No. 34 tahun 2007)
Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) merupakan inventarisasi
hutan berkala sepuluh tahunan untuk menyusun rencana kerja usaha pemanfaatan
hasil hutan sepuluh tahunan, yang wajib dilakukan oleh para pemegang Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan
Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 6
Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
serta Pemanfaatan Hutan.
2
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Inventarisasi Hutan
Menyeluruh Berkala (IHMB) Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada
Hutan Produksi, sediaan tegakan pada lokasi-lokasi yang tidak terwakili oleh plot
contoh diprediksi menggunakan metode interpolasi.
Menurut Webster dan Oliver (2007) dalam Primatika (2011), interpolasi
spasial adalah suatu metode atau fungsi matematis untuk menduga nilai pada
lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia dan metode ini mengasumsikan bahwa
atribut data bersifat kontinu di dalam ruang dan atribut ini saling berhubungan
secara spasial. Teknik interpolasi yang digunakan, antara lain metode interpolasi
IDW (Inverse Distance Weight), Spline dan Kriging. Pendugaan sediaan tegakan
pada wilayah-wilayah yang tidak diwakili plot dilakukan dengan pendekatan
interpolasi spasial. Pengujian teknik interpolasi pada IHMB belum banyak
dilakukan terutama untuk beberapa jenis tegakan hutan. Beberapa peneliti sudah
melakukan pengujian metode interpolasi ini, namun dalam kasus yang berbeda
seperti Pramono (2008) yang pernah melakukan pengujian akurasi metode IDW
dan Kriging untuk interpolasi sebaran sedimen tersuspensi di Sulawesi Selatan.
Primatika (2011) melakukan pendugaan dengan metode Kriging (Circular
Kriging) dalam pengaruh arah sirkular terhadap laju deformasi. Selain itu, Naoum
and Tsanis (2002) melakukan kajian Dasar SIG (Sistem Informasi Geografis)
dalam membangun Decision Support System (DSS) dengan menguji beberapa
teknik interpolasi. Metode yang direkomendasikan pada pelaksanaan IHMB
adalah metode IDW. Namun demikian, beberapa IHMB ada yang menggunakan
metode interpolasi Spline dan Kriging. Pada penelitian ini akan dilakukan
pengujian teknik interpolasi sediaan tegakan hutan berbasis IHMB di Kalimatan
Timur.
Dalam IHMB data dari lokasi-lokasi titik-titik sampel input dari data yang
telah diukur ditransformasikan menjadi informasi petak. Selanjutnya kondisi titik-
titik lainnya yang terletak di antara titik-titik sampel tersebut diestimasi
menggunakan metode “interpolasi permukaan” (surface interpolation). Pada
prinsipnya interpolasi permukaan ini, titik-titik inputnya dapat berupa titik pusat
plot yang tersebar secara acak (random) maupun secara sistematik beraturan
3
(regularly spaced). Dalam IHMB ini, titik tersebut adalah realisasi lokasi dari
titik-titik pusat plot pengamatan.
Salah satu teknik interpolasi yang digunakan adalah metode IDW (Inverse
Distance Weight) atau Invers Jarak Tertimbang dengan nilai pangkat 2. Metode
IDW belum banyak diuji sampai bobot (power) yang tinggi. Oleh karena itu,
kajian terhadap beberapa metode interpolasi ini perlu dilakukan untuk mengetahui
sampai sejauh mana tingkat keakuratannya untuk menghasilkan dugaan sediaan
yang menghasilkan kesalahan yang relatif rendah.
Metode interpolasi yang digunakan umumnya membuat suatu asumsi
tentang bagaimana menentukan estimasi terbaik. Apapun metode yang digunakan,
hasil yang lebih reliable (handal) selalu akan diperoleh dari input titik-titik yang
lebih rapat dengan distribusi yang lebih menyebar. Setiap metode ini akan
memberikan hasil interpolasi yang berbeda. Akan menjadi mudah dan bermanfaat
bagi pengguna berikutnya apabila ada kajian tentang perbandingan hasil
interpolasi dengan metode yang berbeda sehingga metode yang tepat dapat dipilih.
1.2 Permasalahan
Secara umum, teknik interpolasi yang digunakan adalah metode IDW
(Inverse Distance Weight) atau Invers Jarak Tertimbang dengan nilai pangkat 2.
Ada beberapa pertanyaan mendasar yang perlu dikaji dalam rangka aplikasi
metode ini, antara lain:
1. Benarkah metode IDW ini paling sesuai untuk interpolasi IHMB
dibandingkan dengan metode lain (Spline dan Kriging)?
2. Berapakah nilai bobot yang paling optimal?
3. Seberapa besar keakuratan masing-masing metode tersebut?
Berdasarkan pertanyaan di atas, maka perlu dilakukan pengujian beberapa
metode interpolasi dan bobotnya dalam mengestimasi sediaan tegakan yang
mendekati kondisi aktualnya di lapangan.
4
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi metode interpolasi yang
terbaik digunakan untuk menduga sediaan tegakan berbasis IHMB pada hutan
lahan kering di PT Inhutani I Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan bermanfaat:
1. Bagi penulis sebagai panduan dalam melaksanakan penelitian untuk bahan
penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
2. Bagi pembaca, pemerintah daerah setempat dan pihak-pihak yang terkait,
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan pertimbangan
dalam menentukan metode interpolasi yang paling baik untuk menduga
(estimasi) sediaan tegakan berbasis IHMB.
5
BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2011 sampai dengan
Januari 2012 di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS, Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
2.2 Data, Software, dan Hardware
a). Data IHMB
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data hasil IHMB
(Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala) di PT Inhutani I UMH Labanan,
Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Jumlah plot yang digunakan disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Data hasil IHMB di PT. Inhutani I UMH Labanan
No Jenis Jumlah plot
Total Plot model Plot validasi
1 Kayu Lindung 126 125 251
2 Kayu Meranti 544 543 1087
3 Kayu Rimba 500 494 994
4 Kayu Indah 376 353 729
Sumber: RKUPHHK-HA PT Inhutani I Labanan (2010)
Peta sebaran plot model dan plot validasi disajikan pada Gambar 1 sampai
dengan Gambar 4. Plot pada jenis kayu meranti dan kayu rimba tersebar secara
merata berselang-seling (Gambar 3 dan Gambar 4). Jenis kayu indah plot tersebar
sembarang berselang-seling dan jarang (Gambar 1). Plot untuk jenis kayu lindung
sangat jarang dan tersebar tidak merata berselang-seling (Gambar 2).
Gambar 1 Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu indah.
Gambar 2 Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu lindung.
7
8
Gambar 3 Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu meranti.
Gambar 4 Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu rimba.
b). Software
Software yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah
seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software ArcView 3.3 (Extension
berbasis IHMB dan Kriging Interpolator 3.2), dan MS Excel.
c). Hardware
Hardware yang digunakan adalah seperangkat komputer ( 2 buah) dan PC
(Portable Computer), dan printer.
2.3 Metode Interpolasi
Interpolasi spasial adalah suatu teknik untuk menghitung nilai antara di
antar dua titik atau lebih titik yang secara spasial berdekatan. Metode interpolasi
permukaan umumnya dilakukan dengan 2 metode: Inverse Distance Weight
(IDW), Spline, dan Kriging.
Dalam interpolasi dengan menggunakan metode IDW, terdapat dua
parameter yang bisa dipelajari yaitu power dan jumlah sampel. Pada penelitian ini
hanya dipelajari parameter power. Metode Spline memiliki dua parameter juga,
yaitu regularized dan tension. Namun dalam penelitian ini hanya akan dikaji
parameter regularized . Sedangkan pada metode Kriging hanya akan dipelajari
parameter dari Ordinary Kriging saja. Hasil interpolasi dari ketiga metode
tersebut ditransformasi menjadi isoline yang selanjutnya ditransformasi menjadi
polygon .
Selain itu pada metode Kriging ditunjukkan beberapa bentuk semivariogram
berdasarkan bobot yang terbaik pada masing-masing jenis kayu. Semivariogram
ini merupakan proses awal ketika melakukan interpolasi menggunakan metode
Kriging. Semivariogram akan menampilkan nilai aktual dan nilai prediksi dari
bobot (method) yang dipilih.
1. Metode IDW
Metode Inverse Distance Weight (IDW) interpolator ini mengasumsikan
bahwa masing-masing input titik mempunyai pengaruh lokal, dimana-mana
9
pengaruh lokalnya akan berkurang dengan bertambahnya jarak. Bobot dari titik-
titik yang lebih dekat dari titik yang diproses lebih besar dari yang jaraknya lebih
jauh. Oleh karena itu, sejumlah piksel (titik) tertentu atau semua titik dalam radius
tertentu dapat digunakan untuk menentukan nilai outputnya.
(a) (b)
Gambar 5 Ilustrasi metode interpolasi IDW.
Metode interpolasi dengan Jarak Terbalik Tertimbang adalah metode
interpolasi dimana nilai sel yang dihitung berdasarkan kombinasi linear
tertimbang dari suatu set titik. Besarnya bobot merupakan fungsi dari besarnya
nilai kebalikan jarak. Permukaan yang akan diinterpolasi sebaiknya merupakan
suatu variabel yang sangat bergantung pada lokasi. Pilihan dari besarnya nilai
”pangkat” dari IDW menyebabkan kita bisa mengendalikan signifikansi dari titik-
titik yang akan diinterpolasi. Hal itu mampu mengendalikan signifikansi dari titik-
titik yang diketahui pada nilai interpolasi, berdasarkan jarak dari output.
Dengan mendefinisikan nilai pangkat yang lebih tinggi, penekanan lebih
diberikan pada titik-titik yang lebih dekat, sehingga nilai yang lebih dekat
memberikan pengaruh yang lebih besar, serta bentuk permukaan menjadi lebih
detail (mendekati halus). Jika nilai pangkat semakin besar, maka nilai hasil
interpolasi mulai mendekati nilai-nilai dengan jarak yang terdekat. Dengan kata
lain, jika nilai pangkatnya semakin rendah maka akan menghasilkan pengaruh
sedikit dibandingkan pengaruh yang lebih tinggi terhadap titik-titik yang
lokasinya lebih jauh. Oleh karena rumus IDW tidak terkait dengan proses fisik
yang riil, maka tidak ada untuk menentukan nilai pangkat yang terlalu besar.
10
Titik Contoh
Titik Contoh
Nilai yang
tidak
diketahui
“?”
Secara umum, pangkat dengan nilai 30 merupakan nilai yang sangat besar dan
sering menjadi pertanyaan besar (Jaya 2010).
Pangkat (power) yang digunakan dalam IDW akan mengatur signifikasi
pengaruh dari titik-titik yang ada di sekitar. Dengan pangkat yang lebih tinggi
maka akan menghasilkan pengaruh jarak ke titik di sekitarnya lebih rendah.
Masing-masing titik pada barrier thema garis input digunakan sebagai batas yang
membatasi pencarian titik-titik input contoh. Dengan metode IDW, beberapa
pilihan yang harus dilakukan adalah menggunakan:
a. Interpolasi Tetangga Terdekat (Nearest Neighbors/NN), dimana harus
memilih sejumlah input titik di sekitarnya (number of neighbours/input
points); dan
b. Radius Tetap (Fixed Radius/FR), yaitu radius pencarian point. Tetapkan
berapa pangkatnya (power) dan barriernya.
Secara matematis rumus IDW disajikan pada persamaan (1):
n
i i
n
i i
i
D
DZ
Z
12
12
1
1
Keterangan:
Z = nilai sediaan pada lokasi tertentu
Zi = nilai sediaan tegakan ke-i
Di = jarak ke-i
2. Metode Spline
Metode atau Interpolator spline adalah metode dengan tujuan umum untuk
meminimumkan lekukan-lekukan (patahan) permukaan yang melewati titik-titik
input. Konsepsinya dari metode Spline ini adalah seperti menekuk-nekuk karet
untuk melewati suatu titik sekaligus meminimalkan jumlah patahan dari
permukaan. Metode ini cocok dengan fungsi matematis terhadap sejumlah input
titik ketika melewati seluruh titik-titik contoh. Untuk interpolasi data IHMB,
metode Spline ini tidak diajurkan mengingat hasil interpolasinya bisa berada di
luar nilai-nilai sediaan tegakannya. Hal yang paling mencolok, metode ini dapat
menghasilkan nilai sediaan yang negatif. Metode ini sangat cocok untuk
11
………………………(1)
permukaan yang topografinya bergelombang seperti permukaan air tanah,
ketinggian dan atau konsentrasi polusi yang perubahan spasialnya sangat halus.
Ini sangat tidak cocok untuk ada perubahan yang besar dalam suatu permukaan
untuk jarak yang pendek, karena hasilnya akan dapat melampaui nilai estimasi.
Metode Spline ini dapat menggunakan pendekatan yaitu:
a) Metode tertatur (Regularized method) akan menghasilkan permukaan yang
halus (smooth surface). Dengan pendekatan ini harus menetapkan bobot
parameter yang mendefinisikan bobot dari turunan ketiga dari suatu
permukaan dalam expresi untuk minimasi lekukan.
b) Metode tensi (Tension method), yang akan mengatur tingkat
kekasaran/kekakuan permukaan sesuai dengan karakter dari fenomena yang
dimodelkan. Jika memilih pendekatan ini, maka parameter weight
menyatakan bobot tensi. Jumlah dari parameter titik mengidentifikasi
jumlah titik per region yang digunakan untuk aproksimasi lokal. Metode
tension ini akan mengatasi kekakuan interpolasi permukaan sesuai dengan
karakter dari fenomena yang dimodelkan (Jaya et al. 2010).
Secara umum metode Spline disajikan pada persamaan (2):
)(),(),( rj
N
ij
yxyx RjTS
Keterangan:
j = 1,2,…..,N
N = jumlah titik
j = koefisien yang ditemukan dari suatu sistem pada persamaan linier
rj = jarak dari titik (x,y) ke j
T(x,y) dan R (r) didefinisikan secara terpisah, tergantung pada opsi pilihan:
Untuk pilihan REGULARIZED:
yaxaaT yx 321),(
Untuk TENSION:
1),( aT yx
12
13
…………………..(2)
………………………….(3)
…………………………………(4)
3. Metode Kriging
Menurut Primatika (2011), metode Kriging merupakan interpolasi suatu
nilai peubah pada suatu titik (lokasi) tertentu yang dilakukan dengan mengamati
data yang sejenis di lokasi lainnya. Metode ini menghasilkan dugaan yang bersifat
tak bias linier terbaik (Best Linier Unbiased Estimator). Metode interpolasi untuk
pendugaaan dalam geostatistika yang disebut sebagai Kriging , didasarkan atas
struktur spasial dari data yang dimodelkan oleh variogram (Wackernagel 1998
dalam Tiryana 2005). Pada dasarnya, suatu metode Kriging akan menentukan
pembobot (weights) untuk nilai-nilai pengamatan yang kemudian digunakan untuk
memprediksi nilai dugaan pada lokasi-lokasi yang tidak diambil sampelnya, serta
meminimumkan sisaan dan menghasilkan nilai-nilai dugaan yang tidak berbias
(Watson et al. 2001).
Salah satu metode Kriging yang umum digunakan adalah Ordinary Kriging,
dimana nilai dugaan pada lokasi x (dinotasikan sebagai Z(x)) diduga dari nilai
pengamatan (xi) disekitarnya dengan pembobot (αi) melalui persamaan (5). Pada
penelitian ini metode Ordinary Kriging digunakan karena dapat menghasilkan
beberapa bentuk semivariogram yang berbeda dibandingkan dengan metode
Kriging lainnya. Semivariogram ini nantinya berguna dalam menentukan dan
memilih dialog yang terbaik berdasarkan informasi dari masing-masing
semivariogram. Selain itu tidak ada trend dalam data dan tidak ada pengaruh
lokal, seperti tinggi. Artinya metode ini hanya dipengaruhi oleh faktor jarak.
)()( xiZZ ix
Keterangan:
∑αi =1
Z(x) = nilai dugaan pada lokasi x
Xi = nilai pengamatan
αi = pembobot
Ordinary Kriging yaitu metode Kriging yang digunakan jika data memenuhi
asumsi stasioner intrinsik dan mean dari populasi diasumsikan konstan akan tetapi
nilainya tidak diketahui. Ketepatan dugaan Kriging sangat bergantung pada model
semivariogram yang dipilih yang digunakan untuk menentukan bobot Kriging.
…………………………(5)
13
(Cressie 1993 dalam Primatika 2011). Pertimbangan terpenting dalam Kriging
adalah metode ini memberikan bobot yang lebih besar pada titik contoh dengan
jarak yang lebih dekat dibandingkan dengan titik contoh dengan jarak lebih jauh
(Khoerudin 2010 dalam Primatika 2011).
Ukuran keragaman spasial antar titik contoh dapat ditunjukkan oleh
semivarian yang besarnya bergantung pada jarak antar titik (Khoerudin 2010
dalam Primatika 2011). Jarak antar titik contoh yang kecil akan menghasilkan
semivarian yang kecil dan semakin besar jarak antar titik contoh akan
menghasilkan semivarian yang semakin besar. Konsep jarak yang digunakan
adalah jarak euclide. Plot semivarian sebagai fungsi jarak disebut variogram.
Semivariogram berfungsi untuk menggambarkan dan memodelkan korelasi
spasial antar data.
Adapun metode-metode Kriging lainnya, seperti Universal Kriging dan
Kriging with External Drift, merupakan perluasan dari Kriging (Tiryana 2005).
2.4 Metode Penelitian
2.4.1 Pengumpulan Data
Pada tahap ini, dilakukan studi pustaka tentang penelitian ini. Pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan secara tidak langsung (sekunder).
Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengambil data sekunder yaitu berupa
data kondisi umum lokasi penelitian antara lain :
a. Letak dan luas areal
b. Fungsi hutan
c. Iklim
d. Topologi dan Kelerengan
e. Geologi
f. Tanah
g. Hidrologi
h. Kondisi Vegetasi
i. Aksesbilitas
j. Kondisi Sosial Ekonomi
14
Selain data kondisi umum lokasi penelitian juga dilakukan pengumpulan
atribut data hasil IHMB {urut, blok, idplot, easting, northing, N (jumlah), No RG,
tinggi, slope (U;T;S;B), fisiografi, tapak, tekstur, bekas tebang, tutupan lahan,
idpohon, no pohon, jumlah jenis, kelompok jenis, diameter pohon, kualitas tajuk,
cacat batang, kerusakan batang, x pohon, y pohon, jarak x, jarak y, tinggi total,
tinggi bebas cabang, diameter tajuk, volume dan kondisi}.
2.4.2 Pengolahan Data
2.4.2.1 Perhitungan Volume per Hektar
Volume per hektar dihitung berdasarkan volume per plot dalam atribut data
hasil IHMB yang dibagi dengan luasan plot masing-masing. Untuk kelas dbh 10-
19 memiliki luas plot sebesar 0,01 ha, kelas dbh 20-29 sebesar 0,04 ha, kelas dbh
30-39; 40-49; 50-59; dan kelas dbh 60 ke atas sebesar 0,25 ha. Berdasarkan
volume per hektar dari masing-masing kelas, dibagi lagi menjadi 2 kelas dbh
utama yaitu kelas dbh >10 cm dan kelas dbh >40 cm. Perhitungan Volume per
hektar dilakukan dengan bantuan ekstension IHMB pada software ArcView 3.3.
2.4.2.2 Pemilihan Data Contoh
Kajian interpolasi ini dilakukan menggunakan data sampel IHMB sebanyak
4 jenis pohon, yaitu kayu indah, kayu lindung, kayu meranti, dan kayu rimba.
Data yang diolah untuk jenis kayu indah sebanyak 729 plot, kayu lindung
sebanyak 251 plot, kayu meranti sebanyak 1087 plot, dan kayu rimba sebanyak
994 plot. Untuk kajian ini data tersebut kemudian dibagi menjadi 2 kelompok
secara berselang-seling, yaitu setengah plot digunakan untuk membangun model
dan setengahnya lagi untuk validasi model. Data yang dikaji adalah volume
sediaan tegakan keempat jenis pohon dengan dbh 10 cm atau lebih dan 40 cm atau
lebih.
2.4.2.3 Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG)
Rekap data hasil pengolahan dan pengelompokkan data yang telah diolah
menggunakan program pengolahan data, selanjutnya dilakukan analisis spasial
menggunakan software ArcView 3.3 (Extension berbasis IHMB dan Kriging
15
Interpolator 3.2) guna menghasilkan estimasi penyebaran potensi volume per
petak.
a. Pembuatan Isoline Sediaan Tegakan
Secara umum, isoline dapat dibangun dengan beberapa macam teknik
interpolasi, yaitu metode Inverse Distance Weight (IDW), metode Spline dan
metode Kriging. Untuk penelitian ini, metode IDW yang dikaji menggunakan
metode “nearest neighbors” dengan berbagai tingkat power (power 1 sampai 30),
jumlah titik 12 dan ukuran sel 30 m. Metode Spline yang dikaji menggunakan
metode “regularized” dengan berbagai tingkat weight (0,1; 0,3; 0,5; 1; 2; 3; 4 dan
5), jumlah titik 12 dan ukuran sel 30 m (Tabel 2). Sedangkan metode Kriging
dikaji menggunakan metode “Ordinary Kriging” dengan berbagai tingkat method
(Circular, Exponential, Gaussian, Linier with Sill dan Spherical), lag interval 30
m, search distance 50 m dan ukuran sel 30 m (Tabel 3).
Tabel 2 Variasi bobot pada metode interpolasi IDW dan Spline yang digunakan
No Tehnik
Interpolasi
Metode Bobot Jumlah
Titik
Ukuran
Sel (m)
1 IDW Nearest
Neigbors
1,2,3…, 30 12 30
2 Spline Regularized 0,1
0,3
0,5
1
2
3
4
5
12 30
Tabel 3 Variasi bobot pada metode interpolasi Kriging yang digunakan
No Tehnik
Interpolasi
Type
Kriging
Lag
Interval
(m)
Method Radius
Type
Search
Distance
(m)
1 Kriging Ordinary
Kriging
30 Circular
Exponential
Gaussian
Linier with sill
Spherical
Fixed 50
16
b. Pembangunan TIN Sediaan Tegakan
Untuk mendapatkan sediaan tegakan yang mencakup semua lokasi termasuk
yang tidak terwakili oleh sampel titik IHMB, maka perlu dilakukan proses
pengolahan untuk mengubah fitur garis hasil interpolasi menjadi fitur polygon.
Proses ini dapat dilakukan menggunakan metode Triangulated Irreguler Network
yang dikenal dengan TIN. Hasil TIN yang terbentuk selanjutkan dapat dikonversi
ke grid (convert to grid) dan kemudian ditransformasikan ke vector (convert grid
to vector). Hasil dari konversi vektor ini dapat digunakan sebagai data per petak.
TIN perlu dipelajari atau setidak-tidaknya perlu dipahami oleh teknisi
pelaksana IHMB karena TIN mempunyai kemampuan menurunkan data
kemiringan lereng yang diperlukan dalam melengkapi daftar isian IHMB, mampu
membuat isoline atau kontur dari potensi hutan sehingga hasil interpolasi dapat
digunakan untuk menduga perkiraan potensi hutan per petak, dan mampu
menurunkan data arah lereng yang diperlukan untuk perspektif landscape yang
terkait dengan pengelolaan hutan.
Gambar 6 Ilustrasi pembangunan TIN.
2.4.2.4 Analisis Uji Validasi
Untuk mendapatkan informasi tentang keakuratan dan peringkat dari setiap
metode, maka dilakukan uji validasi menggunakan setengah data plot yang secara
sengaja dipisahkan untuk melakukan pengujian. Ukuran yang digunakan untuk
validasi ini adalah RMSPE (Root Mean Squared Prediction Error), SR
(Simpangan rata-rata) dan SA (Simpangan Agregat).
17
Plot
Jaringan segitiga
radius
a. RMSPE (Root Mean Squared Prediction Error), merupakan akar dari
rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih volume dugaan dari
model (Tim) dengan volume aktualnya (Tia) terhadap volume aktual.
Nilai RMSPE yang lebih kecil menunjukkan model penduga volume
yang lebih baik. RMSPE memiliki rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Ti(m) = nilai dugaan ke-i berdasarkan interpolasi
Ti(a) = nilai aktual hasil IHMB
b. SR (Simpangan Rata-rata), merupakan rata-rata jumlah dari nilai
mutlak selisih antara jumlah volume dugaan dari model (Tim) dan
volume aktual (Tia), proporsional terhadap jumlah volume dugaan
(Tim). Nilai simpangan rata-rata yang baik adalah tidak lebih dari 10%
(Spurr 1952). SR memiliki rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Ti(m) = nilai dugaan ke-i berdasarkan interpolasi
Ti(a) = nilai aktual hasil IHMB
c. SA (Simpangan Agregat), merupakan selisih antara jumlah volume
aktual (Tia) dan volume dugaan (Tim) yang diperoleh berdasarkan dari
tabel volume pohon, sebagai persentase terhadap volume dugaan
(Tim). Persamaan yang baik memiliki nilai simpangan agregat (SA)
5.0
%1001
2
)(
)()(
n
n
i aiT
aiTmiT
RMSPE
100%
i m i a
i m
T T
TSR x
n
18
yang berkisar dari -1 sampai 1 (Spurr 1952). SA memiliki rumus
sebagai berikut:
Keterangan:
Ti(m) = nilai dugaan ke-i berdasarkan interpolasi
Ti(a) = nilai aktual hasil IHMB
2.4.2.5 Pembuatan rangking (Skoring)
Hasil dari validasi (RMSPE, SR dan SA) akan dihitung nilai skornya
dengan rumus sebagai berikut:
14)min()max(
)min(
aiai
aiaiskor
Keterangan:
ai = nilai peubah uji validasi
min = nilai terendah
max = nilai tertinggi
n
i
T
n
i
Tn
i
T
SA
mi
aimi
1
11
)(
)()(
19
Tahapan Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan secara umum dapat dilihat pada Gambar 7.
.
Gambar 7 Diagram alur penelitian.
Mulai Persiapan dan
Pengumpulan Data
Perhitungan
Volume per Hektar
Pemilihan Data
Contoh
Data Model Data Validasi
Analisis SIG
Pembuatan
Isoline
Pembangunan
TIN
Convert to
grid
Convert grid to
vector
Uji
Validasi
Skoring
Selesai
20
Nilai Tengah
Model
BAB III
LOKASI DAN KEADAAN UMUM
3.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan
Kegiatan pemanfaatan hutan oleh PT. INHUTANI 1 telah dimulai sejak
tahun 1976 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 352/Kpts/Um/6/1976
tanggal 8 Juni 1976 dan Keputusan Menteri Kehutanan No. 39/Kpts-IV/1987
tanggal 6 Pebruari 1987 dengan luas areal kerja adalah ± 2.422.000 ha yang
terletak di Provinsi Kalimantan Timur. Jangka waktu IUPHHK PT. INHUTANI I
tersebut tealh berakhir pada tanggal 8 Desember 1993. Selanjutnya, berdasarkan
Surat Menteri Kehutanan Nomor 656/Menhut-IV/1995 tanggal 24 April 1995, PT.
INHUTANI I memperoleh persetujuan prinsip perpanjangan IUPHHK untuk
jangka waktu sampai dengan tanggal 7 Desember 2013, dengan luas ± 2.207.700
ha.
Selanjutnya untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan hutan guna
mewujudkan pengelolaan hutan alam produksi lestari, selanjutnya areal PT.
INHUTANI I tersebut dibagi menjadi beberapa Unit Manajemen Hutan. Terhadap
masing-masing areal UMH telah dilakukan pembuatan Working Area oleh Badan
Planologi Departemen Kehutanan yang selanjutnya dijadikan dasar diterbitkannya
SK. Perpanjangan IUPHHK.
Unit Manajemen Hutan (UMH) Labanan merupakan salah satu UMH yang
berada di wilayah kerja Unit Balikpapan dan telah diterbitkan SK. Perpanjangan
IUPHHK-nya melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 484/MENHUT-II/2006
tanggal 19 Oktober 2006 tentang Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu pada Hutan Alam PT. Inhutani I (UMH Labanan) atas Areal Hutan
Produksi seluas ± 138.210 ha di Provinsi Kalimantan Timur.
Berdasarkan Izin Perpanjangan tersebut, jangka waktu berlakunya IUPHHK
ini adalah selama 45 tahun dan berlaku surut sejak tanggal 8 Desember 1993 dan
berakhir tanggal 7 Desember 2038. PT Inhutani I selaku BUMN Departemen
Kehutanan mulai melaksanakan kegiatan Pengusahaan Hutan sejak diterbitkannya
Akte Pendirian Perusahaan hingga terbitnya SK HPH/IUPHHK. Secara
kronologis dapat ditelusuri dari rangkaian dokumen-dokumen di bawah ini:
a. Akte Notaris Soelaiman Ardjasasmita, SH No. 5 tanggal 8 Desember 1973
tentang Pendiriran Perseroan Terbatas (PT) Inhutani I.
b. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 352/Kpts/UM/1976 tanggal 8 Juni
1976 (berdasarkan surat 8 Desember 1973) tentang pemberian HPH kepada
PT. Inhutani I.
c. Surat Menteri Kehutanan No. 656/Menhut-IV/1995 tanggal 24 April 1995
tentang Persetujuan Prinsip Perpanjangan HPH/IUPHHK pada hutan alam
an. PT. Inhutani I
d. Surat Gubernur Provinsi Kalimantan Timur No. 522/8737/Proda 2.2/EK
tanggal 17 Oktober 2000 tentang Rekomendasi Working Area an. PT.
Inhutani I UMH Labanan.
22
Gambar 8 Peta petak lokasi PT Inhutani I Labanan Kabupaten Berau Kalimantan Timur.
23
3.2 Kondisi Biofisik dan Sosial Ekonomi
3.2.1 Kondisi Biofisik
a. Letak dan Luas
Secara geografis, areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan terletak
antara 01048’30”-02014’20” Lintang Utara dan 116051’30”-117021’00” Bujur
Timur. Berdasarkan pembagian kelompok hutan termasuk dalam kelompok hutan
Sungai Segah dan Sungai Kelai. Sedangkan menurut administrasi pemerintah
termasuk Kecamatan Sambaliung, Kecamatan Segah dan Teluk Bayur, Kabupaten
Berau Provinsi Kalimantan Timur.
Berdasarkan administrasi pemangkuan hutan, areal IUPHHK PT. Inhutani I
UMH Labanan termasuk ke dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan
(BKPH) Gunung Tabur dan BKPH Sambaliung Dinas Kehutanan Kabupaten
Berau, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur.
Adapun luas areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan ini
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 484/MENHUT-II/2006 tanggal
19 Oktober 2006 adalah seluas ± 138.210 ha.
Mengingat luasnya areal tersebut, maka dalam upaya efisiensi kegiatan
operasional serta menjaga areal dari perambahan hutan, maka areal tersebut dibagi
menjadi 2 Unit, yaitu Unit I seluas ± 78.436 ha dan Unit II seluas ± 59.774 ha
dengan batas berupa jalan utama angkutan kayu.
Adapun batas-batas areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan
disajikan dalam Tabel 4.
24
Tabel 4 Letak dan luas areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan
No Uraian Keterangan
1. Luas Areal IUPHHK 138.210 ha
2. Batas Geografis 01048’30” - 02
014’20” Lintang Utara dan
116051’30” - 117
021’00” Bujur Timur.
3. Kelompok Hutan Sungai Segah dan Sungai Kelai
4. Batas areal kerja:
a. Sebelah Utara
b. Sebelah Timur
c. Sebelah Selatan
d. Sebelah Barat
1) Perk. PT. Palma Kharisma
Sekawan
2) Lahan Transmigrasi & Lahan
Masyarakat
1) Sungai Kelai
2) Lahan Masyarakat & Lahan
KHDTK
1) PT. Mardhika Insan Mulia
2) PT. Aditya Kirana Mandiri
3) Hutan Lindung
1) PT. Sumalindo L.J.IV
5. Administrasi Pemerintah Kecamatan Sambaliung, Kecamatan Segah
dan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, Provinsi
Kalimantan Timur
6. Administrasi Pemangkuan
Hutan
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan
(BKPH) Gunung Tabur, dan BKPH
Sambaliung Dinas Kehutanan Kabupaten
Berau, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan
Timur
Sumber: RKUPHHK-HA PT Inhutani I Labanan (2010)
b. Fungsi Hutan
Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi
Kalimantan Timur skala 1 : 250.000, areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH
Labanan terletak pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 84.306 ha
dan Hutan Produksi (HP) seluas 53.904 ha. Pada kawasan HP terhadap Buffer
Zone Hutan Lindung seluas 1.078 ha. Untuk lebih jelasnya, rincian masing-
masing fungsi kawasan disajikan pada Tabel 5.
25
Tabel 5 Fungsi kawasan hutan areal kerja IUPHHK PT Inhutani I UMH Labanan
No Fungsi Hutan Luas
(ha) (%)
1 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 84.306 39,00
2 Hutan Produksi (HP) 53.904 61,00
Jumlah 138.210 100,00
Sumber: RKUPHHK-HA PT Inhutani I Labanan (2010)
c. Iklim
Informasi tentang iklim sangat diperlukan dalam perencanaan kegiatan
IUPHHK. Kegiatan pemanenan, khususnya dalam pengangkutan kayu dilakukan
pada saat musim kemarau (curah hujan rendah). Hal ini terkait dengan kondisi
jalan dan laju erosi yang akan ditimbulkan, sebaliknya kegiatan penanaman dan
pengayaan dilakukan menjelang musim hujan.
Informasi tentang karakteristik iklim di areal disajikan melalui karakterisasi
curah hujan dan unsur-unsur iklim lainnya, seperti suhu udara, kelembaban udara,
penyinaran matahari dan kecepatan angin. Untuk tujuan tersebut telah
dikumpulkan data iklim dari Stasiun Meteorologi dan Geofisika Bandara
Kalimarau Tanjung Redeb.
Letak geografis Kabupaten Berau yang dekat dengan garis Khatulistiwa
menjadikan daerah ini memiliki iklim tropis yang akan memiliki curah hujan
dengan hari hujan merata sepanjang tahun. Intensitas penyinaran matahari yang
tinggi menjadikan suhu udara relatif tinggi sepanjang tahun dengan kelembaban
yang tinggi pula.
Sebagai daerah dengan iklim tropis, Kabupaten Berau memiliki dua musim
yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Kedua musim tersebut diselingi
dengan masa peralihan yang umumnya disebut masa pancaroba. Pada musim
peralihan tersebut curah hujan relatif banyak. Namun demikian kondisi alam
Kabupaten Berau yang masih dikelilingi oleh hutan tropis yang masih lebat
menjadikan daerah ini menunjukkan sifat sebagai daerah hutan hujan tropis
dengan curah hujan yang relatif rata sepanjang tahun. Dengan hari hujan yang
hampir sama setiap bulannya. Hal ini didorong dengan kelembaban udara yang
tinggi dan daerah perairan yang masih luas.
26
d. Topografi dan Kelerengan
Areal IUPHHK PT. Inhutani UMH Labanan pada daerah hulu Sungai Segah
sampai Sungai Siduung memiliki topografi curam, sedangkan darah bagian timur
memiliki topografi sedang sampai curam dengan ketinggian antara 100 sampai
dengan 300 meter di atas permukaan laut. Secara umum pengelompokan kelas
lereng areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Kondisi topografi/kelerengan areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH
Labanan
No Konfigurasi Lahan Kelas Lereng Ha %
1. Datar A (0 – 8%) 37.635 27,23
2. Landai B (8 – 15%) 2.303 1,67
3. Agak Curam C (15 – 25%) 53.350 38,60
4. Curam D (25 – 40%) 44.922 32,50
5. Sangat Curam E (> 40%) - -
Jumlah 138.210 100,00
Sumber: RKUPHHK-HA PT Inhutani I Labanan (2010)
Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa kondisi fisiografi areal kerja ini
didominasi oleh kelas lereng D (curam). Dengan kondisi lereng yang umumnya
curam, akan berdampak terhadap kemampuan kerja alat berat serta kemungkinan
munculnya bahaya erosi. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dan
penerapan RIL (Reduce Impact Logging).
e. Geologi
Berdasarkan Peta Geologi Bersistem Indonesia Kalimantan, wilayah
Tanjung Redeb skala 1 : 250.000 yang diterbitkan oleh Pusat penelitian dan
Pengembangan Geologi Bandung Tahun 1995, formasi geologi di wilayah
Kabupaten Berau terdiri dari formasi batuan yang berumur antara Pratersier
sampai Kwarter. Sedangkan formasi geologi di wilayah IUPHHK PT. Inhutani I
UMH Labanan tersusun oleh 10 (sepuluh) formasi geologi, namun yang paling
menonjol adalah formasi Mentarang (26,35%) yang merupakan batu lempung,
batu lanau dan batu pasir di bagian bawah, batu pasir kuarsa, batu gamping
pasiran, rijang dan tuf dibagian atas mengandung fosil. Formasi Jelai Volcanic
Rock (18,68%) merupakan formasi perselingan rupal, batu gamping dan tuf
27
dibagian atas dan perselingan nafal, rijang, konglomerat, batu pasir kuarsa dan
batu gamping dibagian bawah. Formasi Birang (13,10%) merupakan perselingan
tuf, aglomerat, lapili, lava andesit piroksen, tuf terkesikkan, batu lempung dan
kaolin, mengandung lignit, kuarsa, feldspar dan mineral hitam.
Untuk lebih jelasnya, sebaran formasi geologi yang berada di areal kerja
IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran formasi geologi di areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH
Labanan
No Formation Luas
ha %
1 Birang Formation 18.099 13,10
2 Intrusive Rock 222 0,16
3 Jelai Volcanic Rock 25.815 18,68
4 Karamuan Formation 2.525 1,83
5 Labanan Formation 16.212 11,73
6 Langap Formation 16.469 11,92
7 Lebak Formation 2.141 1,55
8 Mentarang Formation 36.415 26,35
9 Sembakung Formation 17.012 12,31
10 Sinjin Formation 3.300 2,39
jumlah 138.210 100,00
Sumber: RKUPHHK-HA PT Inhutani I Labanan (2010)
f. Tanah
Berdasarkan Peta Tanah Areal Kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH
Labanan skala 1 : 500.000 yang bersumber dari Peta Tanah Provinsi Kalimanta
Timur skala 1 : 1.000.000 dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian tahun 1993, jenis tanah areal IUPHHK
PT. Inhutani I UMH Labanan didominasi oleh jenis tanah Podsolik Merah Kuning
(Tropudults, Dystropepts). Di beberapa tempat dijumpai kandungan tanah yang
berpasir halus. Sifat-sifat tanah, tekstur tanah berupa lempung berdebu dan
lempung berat berdebu.
Untuk lebih jelasnya, jenis-jenis tanah yang ada di areal kerja IUPHHK PT.
Inhutani I UMH Labanan ini disajikan pada Tabel 8.
28
Tabel 8 Sebaran jenis tanah di areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan
No Klasifikasi Luas
ha %
1 Tropaquepts, Fluvaquents, Tr 17.842 12,91
2 Tropudults, Dystropepts 82.238 59,50
3 Tropudults, Tropaquepts 38.130 27,59
Jumlah 138.210 100,00
Sumber: RKUPHHK-HA PT Inhutani I Labanan (2010)
g. Hidrologi
Areal IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan termasuk dalam DAS Segah
dan DAS Kelai. Sungai-sungai yang ada di wilayah UMH Labanan antara lain:
Sungai Kelai, Sungai Siduung, Sungai Merasak, Sungai Siagung, Sungai-sungai
tersebut sebagai besar digunakan untuk sarana transportasi dalam kehidupan
sehari-hari termasuk untuk mengangkut hasil sumber daya alam yang berupa
kayu, rotan dan lain-lain.
h. Kondisi Vegetasi
1. Penutupan Lahan
Hasil perhitungan digitasi terhadap Peta Penafsiran Citra Satelit 7 ETM
Band 542 Path 117 Row 58 liputan tanggal 28 Mei 2008 dan tanggal 1 Oktober
2007, Path 117 Row 59 liputan tanggal 1 Oktober 2007 skala 1 : 100.000 yang
telah dinilai Departemen Kehutanan melalui Surat Kepala Pusat Inventarisasi dan
Perpetaan Kehutanan Nomor: S.787/VII/Pusin-1/2008 tanggal 31 Desember 2008,
kondisi penutupan lahan areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan,
terdiri atas hutan primer seluas 20.403 ha, hutan bekas tebangan 86.582 ha, areal
non hutan seluas 22.429 ha dan tertutup awan seluas 8.796 ha. Berdasakan hasil
survey lapangan dan data citra Landsat tahun sebelumnya, kondisi penutupan
lahan areal tertutup awan berupa hutan primer, hutan bekas tebangan dan areal
non hutan. Pada areal tersebut terdapat Buffer Zone Hutan Lindung seluas 952 ha
dengan kondisi penutupan lahan berupa hutan bekas tebangan.
Secara rinci kondisi penutupan lahan di areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I
UMH Labanan disajikan pada Tabel 9.
29
Tabel 9 Kondisi penutupan lahan di areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH
Labanan
No Penutupan Lahan Luas (ha) Daerah
Penyangga
Jumlah
(ha) HPT HP
1 Hutan Primer 20.403 20.403
2 Hutan Bekas Tebangan 51.636 33.994 952 86.582
(LOA)
3 Non Hutan (NH) 8.479 13.950 22.429
4 Tertutup Awan (TA) 2.836 5.960 8.796
Jumlah 83.354 53.904 138.21
Sumber: RKUPHHK-HA PT Inhutani I Labanan (2010)
2. Vegetasi
Hutan di areal IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan termasuk tipe hutan
tropika basah dataran tinggi yang dicirikan oleh dominasinya family
Dipterocarpaceae (kelompok meranti). Jenis-jenis dari family Dipterocarpaceae
yang mendominasi areal antara lain adalah keruing, meranti merah, dan bangkirai.
Jenis vegetasi dikelompokan menjadi (1) Kelompok kayu meranti, (2) Kelompok
Kayu rimba campuran, (3) Kelompok kayu indah, dan (4) Kelompok kayu
dilindungi. Berdasarkan data hasil survey lapangan dengan intensitas 1 %, potensi
tegakan untuk jenis boleh ditebang dengan diameter 40 cm up adalah sebesar
102,78 m3/ha dengan kerapatan 33,06 pohon/ha sedangkan untuk diameter 50 cm
up adalah sebesar 83,22 m3/ha dengan kerapatan 20,86 pohon/ha.
i. Aksesibilitas
Untuk mencapai areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan dapat
ditempuh melalui udara, darat dan sungai (laut). Melalui udara ditempuh dari
Bandara Sepingan Balikpapan ke Berau (Bandara Kalimarau) dengan pesawat
udara jenis ATR 42, lama perjalanan ± 40 menit, kemudian dilanjutkan dengan
menyeberang Sungai Segah, perjalanan dilanjutkan lewat darat dengan jarak
tempuh ± 80 km ( ± 120 menit).
30
3.2.2 Kondisi Sosial Ekonomi
a. Administrasi Pemerintahan
Berdasarkan administrasi pemerintahan, areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I
UMH Labanan masuk dalam 3 (tiga) wilayah kerja kecamatan, yaitu Kecamatan
Sambaliung, Kecamatan Segah dan Teluk Bayur yang seluruhnya masuk dalam
administrasi Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan timur.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar IUPHHK PT. Inhutani I UMH
Labanan sangat bervariatif, hal ini terkait dengan letak IUPHHK yang relatif
dekat dengan kota kabupaten bahkan ada dua kota kecamatan berdampingan
dengan areal IUPHHK Labanan. Di sekitar areal kerja Labanan memiliki lebih
dari 10 (sepuluh) desa yaitu: Labanan Jaya, Labanan makmur, Labanan Makarti,
Tumbit Melayu, Long Lanuk, Nyapa Indah, Merasak, Siduung, Bukit Makmur
dan Gunung Sari. Atas kondisi tersebut diatas PT. Inhutani I UMH Labanan
memiliki tantangan yang komplek terhadap pengusahaan hutan, terutama dalam
hal perlindungan dan pengamanan hutan. Kondisi masyarakat yang relatif modern
memiliki faktor resiko yang besar terhadap kegiatan pengamanan dan
perlindungan terutama pencurian kayu, perambahan hutan dan konflik sosial.
b. Kependudukan
Penduduk Kabupaten Berau dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan
yang cukup berarti. Jumlah penduduk pada tahun 2004 sebanyak 146.451 jiwa
dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 157.453 jiwa.
Karakteristik penduduk Kabupaten Berau dapat dilihat dari angka sex ratio,
yaitu perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan penduduk perempuan.
Sex ratio pada tahun 2004 sebesar 122,41 dan pada tahun 2005 sex rasionya
sebesar 122,08. Angka menunjukkan bahwa pada 100 orang penduduk perempuan
akan terdapat 122 penduduk laki-laki.
Tingkat kepadatan penduduk antar kecamatan di Kabupaten Berau sangat
timbang. Hal ini karena tidak meratanya persebaran penduduk. Daerah pedalaman
yang memiliki luas wilayah yang besar hanya dihuni oleh sedikit penduduk.
Kepadatan terkecil terdapat di Kecamatan Kelay yaitu sebanyak 0,84 jiwa/km2.
31
Berdasarkan data statistik kepadatan per rumah tangga penduduk Kabupaten
Berau masih sangat rendah, dengan rata-rata hampir sama antar kecamatannya.
Sedangkan kepadatan per kilometer persegi terdapat angka yang sangat mencolok
yaitu kepadatan penduduk Kecamatan Tanjung Redeb sebanyak 2.105,30
jiwa/km2. Hal ini wajar karena Kecamatan Tanjung Redeb merupakan Ibu kota
Kabupaten Berau.
Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2005 sebesar 7.51% meningkat
dari 6,85% pada tahun 2004. Pertumbuhan ini merupakan pertumbuhan total yang
meliputi pertumbuhan alami karena kelahiran dan kematian serta migrasi netto
yang diperoleh dari pengurangan migrasi ke luar dengan migrasi masuk ke
Kabupaten Berau selama kurun waktu satu tahun.
Penduduk berusia 10 tahun keatas dibagi dalam dua kelompok yaitu
penduduk yang termasuk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Penduduk
yang termasuk angkatan keja terbagi menjadi penduduk yang bekerja dan yang
mencari kerja. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk
yang mengurus rumah tangga, bersekolah dan melakukan aktivitas lainnya.
c. Kondisi Sosial Ekonomi Sekitar Areal kerja
Tipologi areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan tergolong berat
dalam aspek sosial. Hal ini dikarenakan lokasi areal kerja yang berbatsan
langsung dengan pemukiman masyarakat bahkan dengan lokasi transmigrasi.
Disamping itu tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi. Bahkan di dalam areal
kerja terdapat jalan kabupaten yang menghubungkan Tanjung Redeb ke
Samarinda dan jalan kecamatan yang menghubungkan Kecamatan Tepian Buah
ke Tanjung Redeb. Kondisi ini menyebabkan areal kerja IUPHHK ini sangat
rentan terhadap konflik kepemilikan lahan dan perambahan.
Beberapa Desa dan Pemukiman Transmigrasi serta jumlah penduduk yang
ada di sekitar areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH Labanan disajikan pada
Tabel 10.
32
Tabel 10 Jumlah peduduk desa sekitar areal kerja IUPHHK PT. Inhutani I UMH
Labanan
No. Desa Jumlah Penduduk
(jiwa)
Jumlah KK
(jiwa)
1. Gunung Sari 1,233 143
2. SP2 Transmigrasi Malinau-Segah 600 200
3. SP6 Transmigrasi Siduung 900 300
4. SP3 Transmigrasi Siduung 900 300
5. Labanan Makarti 654 147
6. Labanan Makmur 1,193 262
7. Labanan Jaya 1,087 252
8. Inaran 832 153
9. Tumbit Melayu 1,209 256
10. Tumbit Dayak 584 130
11. Long Lanuk 501 81
12. Merasak 564 126
Sumber: RKUPHHK-HA PT Inhutani I Labanan (2010)
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan bobot yang digunakan, hasil kontur yang dihasilkan akan
berbeda untuk masing-masing metode interpolasi. Bentuk konturnya ditampilkan
pada Gambar 6 sampai dengan Gambar 12.
Bentuk kontur metode interpolasi Spline (Gambar 10) lebih rapat
dibandingkan bentuk kontur metode IDW (Gambar 9). Metode Spline
menghasilkan kontur yang sangat rapat di luar batas PT Inhutani I Labanan. Hal
itu menunjukkan bahwa nilai dugaan yang dihasilkan bisa melebihi dan berada
dibawah nilai yang diduga (underestimate dan overestimate). Kontur yang
ditampilkan oleh metode interpolasi Kriging sangat bervariasi tergantung bobot
yang akan digunakan (Gambar 11 sampai dengan Gambar 15). Pada umumnya
metode Kriging dengan bobot Gaussian menhasilkan nilai dugaan yang
overestime dan underestimate seperti halnya pada kontur metode Spline.
Gambar 9 Kontur metode interpolasi IDW.
Gambar 10 Kontur metode interpolasi Spline.
Gambar 11 Kontur metode interpolasi Kriging (circular).
35
Gambar 12 Kontur metode interpolasi Kriging (exponential).
Gambar 13 Kontur metode interpolasi Kriging (gaussian).
36
Gambar 14 Kontur metode interpolasi Kriging (linier with sill).
Gambar 15 Kontur metode interpolasi Kriging (spherical).
37
Pada Gambar 11 sampai Gambar 15 disajikan bentuk kontur dan sebaran
variasi warna yang berbeda dengan metode Kriging. Hal itu disebabkan oleh
model semivariogram yang berbeda saat sebelum melakukan interpolasi.
Ketepatan hasil dugaan dari Kriging bergantung pada model semivariogram yang
dilakukan. Tampilan bobot (method) Gaussian hampir sama dengan metode
Spline yang memiliki nilai dugaan bernilai negatif, sehingga menghasilkan nilai
sebaran volume/ha di luar selang yang ada (overestimate dan underestimate).
Berdasarkan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), hasil interpolasi
serta sebarannya untuk masing-masing metode pada semua jenis kayu dapat
berdasarkan bobot terbaik dapat dilihat pada Gambar 16 sampai Gambar 39.
Hasil yang ditampilkan berupa perbandingan interpolasi pada ketiga metode
interpolasi dengan bobot terbaiknya. Perbandingan yang dijabarkan adalah
berupa gradasi warna dan perubahan spasialnya. Setiap metode interpolasi
memiliki perubahan spasial yang berbeda dan sebaran gradasi warna yang berbeda
pula. Masing-masing cakupan warna mewakili sebuah nilai yang tidak sama. Nilai
itu merupakan sebaran volume per hektarnya.
Berdasarkan hasil interpolasi masing-masing metode pada semua jenis kayu,
dipilih metode dengan bobot terbaik seperti ditampilkan pada Gambar 16 sampai
dengan Gambar 39.
38
Gambar 16 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu indah dbh >10
cm.
Gambar 17 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu indah dbh
>10 cm.
39
Gambar 18 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu indah dbh
>10 cm.
Gambar 19 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu indah dbh >40
cm.
40
Gambar 20 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu indah dbh
>40 cm.
Gambar 21 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu indah dbh
>40 cm.
41
Gambar 22 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu lindung dbh
>10 cm.
Gambar 23 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu lindung dbh
>10 cm.
42
Gambar 24 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu lindung dbh
>10 cm.
Gambar 25 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu lindung dbh
>40 cm.
43
Gambar 26 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu lindung dbh
>40 cm.
Gambar 27 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu lindung dbh
>40 cm.
44
Gambar 28 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu meranti dbh
>10 cm.
Gambar 29 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu meranti dbh
>10 cm.
45
Gambar 30 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu meranti dbh
>10 cm.
Gambar 31 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu meranti dbh
>40 cm.
46
Gambar 32 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu meranti dbh
>40 cm.
Gambar 33 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu meranti dbh
>40 cm.
47
Gambar 34 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu rimba dbh
>10 cm.
Gambar 35 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu rimba dbh
>10 cm.
48
Gambar 36 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu rimba dbh
>10 cm.
Gambar 37 Hasil interpolasi metode IDW bobot terbaik pada kayu rimba dbh
>40 cm.
49
Gambar 38 Hasil interpolasi metode Spline bobot terbaik pada kayu rimba dbh
>40 cm.
Gambar 39 Hasil interpolasi metode Kriging bobot terbaik pada kayu rimba dbh
>40 cm.
50
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Data
Data yang sudah divalidasi selanjutnya dianalisis kelogisannya terhadap
data dilapangan. Maksud dari kelogisan disini adalah mengetahui seberapa besar
data model bisa mendekati atau menggambarkan nilai aktual di lapangan.
Berdasarkan nilai minimal, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi data dapat
dibandingkan sebarapa jauh data model dari masing-masing metode terbaik dapat
mendekati nilai sebenarnya di lapangan (data validasi). Pada Tabel 11 disajikan
nilai minimum, maksimum, dan rata-rata untuk metode terbaik pada jenis kayu
komersial (Kayu Meranti) dbh >40 cm.
Tabel 11 Nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan SD data model
Metode Volume
Min Max Rata-rata SD
IDW
24,930 262,990 102,280522 59,515
Spline -533,200 951,500 102,146185 742,350
Kriging 37,400 234,600 100,784739 49,300
Nilai aktual 6,060 519,124 100,420273 128,266
-800
-600
-400
-200
0
200
400
600
800
1000
1200
IDW Spline Kriging Nilai aktual
min
max
rata - rata
SD
Gambar 40 Diagram perbandingan sebaran volume model dengan volume aktual.
51
Volume
(m3/ha)
Metode Interpolasi
Pada Tabel 11 diketahui bahwa seberapa besar data model dapat
mengestimasi dugaan volume di lapangan dengan data aktual (validasi) di
lapangan. Berdasarkan nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan SD volume/ha
dibandingkan hasil dugaan volume/ha antara ketiga metode interpolasi dengan
volume/ha aktual (lapangan). Sedangkan pada Gambar 40 menunjukkan
perbandingan volume/ha yang ditampilkan dalam bentuk diagram.
Berdasarkan nilai minimal, interpolasi dengan metode IDW paling
mendekati nilai aktualnya. Begitu juga dengan metode Kriging yang juga
mendekati nilai aktual. Berbeda halnya dengan kedua metode tersebut, metode
Spline menghasilkan nilai minimal yang sangat jauh dari nilai aktualnya. Nilai
yang dihasilkan sampai bernilai negatif (underestimate). Nilai maksimal yang
dihasilkan metode Spline jauh melebihi (overestimate) dari nilai aktulnya
dibandingkan metode IDW dan metode Kriging yang lebih mendekati nilai aktual.
Metode Kriging paling mendekati nilai aktualnya dilihat dari nilai rata-rata.
Sedangkan dari nilai SD (Standar Deviasi), metode IDW yang paling mendekati
dibandingkan dengan metode lainnya dan metode Spline menghasilkan nilai SD
yang sangat jauh dari nilai SD aktual.
Pada diagram perbandingan sebaran volume dapat dilihat volume dugaan
yang dihasilkan dengan metode Spline sangat mencolok. Besarnya volume dugaan
maksimum yang diperoleh melebihi nilai volume aktual (overestimate) dan
volume dugaan minimum berada jauh dibawah nilai volume aktual
(underestimate). Selain itu yang paling mencolok adalah nilai negatif yang
dihasilkan oleh metode Spline dalam menduga volume per hektar. Hal itu
menyebabkan ketidaklogisan data volume dan mempunyai error yang cukup besar
dibandingkan kedua metode lainnya. Oleh karena itu, interpolasi dengan metode
Spline tidak disarankan untuk digunakan dalam mengestimasi sediaan tegakan
berbasis IHMB.
Berbeda halnya dengan metode Spline, metode IDW lebih dapat mendekati
nilai volume aktualnya. Begitu juga dengan hasil volume dugaan menggunakan
metode Kriging. Dilihat dari volume rata-rata ketiga metode interpolasi, metode
Kriging paling mendekati nilai volume aktualnya dengan selisih volume sebesar
0,365/ha.
52
4.2.2 Analisis Spasial
Pada Lampiran 1 disajikan sebaran volume per ha dbh >10 cm dengan dan
dbh >40 cm metode interpolasi IDW pada berbagai bobot. Bobot (power) 1
memiliki nilai kesalahan paling kecil diantara bobot yang diuji untuk jenis kayu
indah dbh >10 cm (Gambar 16). Pada jenis kayu indah diameter >40 cm, bobot
(power) 21 merupakan bobot terbaik (Gambar 19). Hal itu disebabkan karena
pada bobot ini total kesalahan (error) yang dimilikinya paling kecil diantara bobot
1 sampai dengan bobot 30.
Kontur yang dihasilkan juga semakin merapat seiring bertambahnya bobot.
Jumlah volume pada dbh >40 cm tentunya akan lebih kecil jumlahnya
dibandingkan jumlah volume pada dbh >10 cm. Hal itu akan mempengaruhi jarak
terhadap jumlah titik terdekat yang telah ditentukan. Sehingga ketika jumlah
volume pada dbh >40 cm lebih kecil dibandingkan dbh >10 cm, maka jarak untuk
mencari titik-titik terdekat yang telah ditentukan akan semakin lebar.
Untuk jenis kayu lindung, kayu meranti, dan kayu rimba dengan metode
IDW diperoleh bobot terbaik seperti pada Tabel 12 (Gambar 22, Gambar 25,
gambar 28, Gambar 31, Gambar 34, dan Gambar 37). Sebaran volume yang
dihasilkan dengan bobot terbaik hampir mendekati volume yang sebenarnya di
lapangan. Pada masing-masing gambar menampilkan berbagai variasi warna yang
berbeda. Hal itu menunjukkan bahwa warna yang sama memiliki sebaran volume
yang sama pula. Semakin besar pangkat atau bobotnya (power) maka kontur yang
dihasilkan semakin rapat. Menurut Jaya (2010), jika pangkatnya besar, maka
hasilnya menjadi tidak benar. Dengan kata lain, tingkat kesalahan yang dihasilkan
semakin besar seiring bertambahnya pangkat atau bobot (power).
Metode IDW utamanya bergantung pada kebalikan dari jarak pangkat nilai
tertentu. Dari hasil uji validasi berdasarkan bobot (power) 1 sampai 30, dipilih
bobot (power) terbaik untuk jenis kayu indah , kayu lindung , kayu meranti dan
kayu rimba pada dbh >10cm dan dbh >40cm (Tabel 12).
53
Tabel 12 Bobot terbaik metode IDW
Jenis
Bobot Terbaik
Dbh >10 cm Dbh >40 cm
Kayu indah 1 21
Kayu lindung 1 3
Kayu meranti 1 1
Kayu rimba 1 1
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilhat bahwa, bobot (power) 1 merupakan
power terbaik yang digunakan untuk interpolasi metode IDW (Inverse Distance
Weight) dalam mengestimasi sediaan tegakan pada semua jenis kayu indah pada
dbh >10 cm. Sedangkan pada dbh >40 cm, bobot terbaik pada kayu indah adalah
bobot 21, kayu lindung adalah bobot 3, kayu meranti adalah bobot 1 dan kayu
rimba adalah bobot 1.
Begitu juga dipilih bobot (weight) terbaik untuk metode interpolasi Spline
(bobot 0,1; 0,3; 0,5; 1; 2; 3; 4; dan 5) pada Tabel 13. Hasil sebaran spasialnya
ditampilkan pada Gambar 17, Gambar 20, Gambar 23, Gambar 26, Gambar 29,
Gambar 32, dan Gambar 35 berdasarkan bobot terbaik. Hasil interpolasi metode
Spline menunjukkan adanya nilai sebaran yang bernilai negatif terutama pada
variasi warna di luar batas area PT Inhutani I Labanan. Sebaran volume yang
bernilai negatif tersebut menyatakan bahwa terjadinya underestimate dalam
menduga sediaan tegakan. Dalam menduga sediaan, metode Spline meminimalkan
jumlah patahan dari permukaan, seperti menekuk-nekuk karet untuk melewati
seuatu titik. Pada volume di luar sebaran volume yang ada, interpolator Spline
akan tetap melakukan proses interpolasi dengan meminimumkan patahan-patahan
permukaan, sehingga daerah di luar area akan menghasilkan nilai negatif
(underestimate) di bawah sebaran volume yang paling minimum.
Tabel 13 Bobot terbaik metode Spline
Jenis
Bobot Terbaik
Dbh >10 cm Dbh >40 cm
Kayu indah 0,3 0,1
Kayu lindung 5 1
Kayu meranti 5 0,3
Kayu rimba 1 2
54
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilhat bahwa, bobot (weight) 0,3 merupakan
weight terbaik yang digunakan untuk proses interpolasi pada metode Spline jenis
kayu indah pada dbh >10 cm. Berturut-turut untuk dbh >10 cm pada kayu lindung
adalah bobot 5, kayu meranti adalah bobot 5 dan kayu rimba adalah bobot 1.
Sedangkan pada dbh >40 cm, bobot terbaik pada kayu indah adalah bobot 0,1;
kayu lindung adalah bobot 1; kayu meranti adalah bobot 0,3 dan kayu rimba
adalah bobot 2.
Pada metode Kriging bobot yang digunakan adalah metode Circular,
Exponential, Gaussian, Linier with Sill dan Spherical dengan bobot terbaik pada
masing-masing jenis kayu ditampilkan di Tabel 14. Bobot terbaiknya ditampilkan
pada Gambar 18, Gambar 21, Gambar 24, Gambar 27, Gambar 30, Gambar 33,
Gambar 36, dan Gambar 39. Bentuk semivariogramnya disajikan pada Gambar 41
sampai dengan Gambar 48.
Tabel 14 Bobot terbaik metode Kriging
Jenis
Bobot Terbaik
Dbh >10 cm Dbh >40 cm
Kayu indah Circular Gaussian
Kayu lindung Spherical Circular
Kayu meranti Circular Circular
Kayu rimba Exponential Spherical
Untuk Tabel 14 pada dbh >10 cm, bobot (method) yang terbaik berturut-
turut pada jenis kayu indah, kayu lindung, kayu meranti dan kayu rimba adalah
Circular, Spherical, Circular, dan Exponential. Sedangkan dbh >40cm, bobot
(method) yang terbaik berturut-turut pada jenis kayu indah, kayu lindung, kayu
meranti, dan kayu rimba adalah Gaussian, Circular, Circular dan Spherical.
Adapun tampilan semivariogram pada keempat jenis kayu dengan bobot
yang terbaik sebagai berikut:
55
Gambar 41 Semivariogram metode Kriging (circular) pada kayu indah dbh >10
cm.
Gambar 42 Semivariogram metode Kriging (gaussian) pada kayu indah dbh >40
cm.
Nilai aktual
Nilai prediksi
Nilai aktual
Nilai prediksi
56
Gambar 43 Semivariogram metode Kriging (spherical) pada kayu lindung dbh
>10 cm.
Gambar 44 Semivariogram metode Kriging (circular) pada kayu lindung dbh
>40 cm.
Nilai aktual
Nilai prediksi
Nilai aktual
Nilai prediksi
57
Gambar 45 Semivariogram metode Kriging (circular) pada kayu meranti dbh
>10 cm.
Gambar 46 Semivariogram metode Kriging (circular) pada kayu meranti dbh
>40 cm.
Nilai aktual
Nilai prediksi
Nilai aktual
Nilai prediksi
58
Gambar 47 Semivariogram metode Kriging (exponential) pada kayu rimba dbh
>10 cm.
Gambar 48 Semivariogram metode Kriging (spherical) pada kayu rimba dbh >40
cm.
Nilai aktual
Nilai prediksi
Nilai aktual
Nilai prediksi
59
Gambar 41 dan Gambar 42 merupakan bentuk semivariogram pada kayu
indah untuk bobot yang terbaik. Begitu juga untuk Gambar 43 sampai dengan
Gambar 48 berturut-turut adalah semivariogram pada kayu lindung, kayu meranti
dan kayu rimba. Semivariogram pada semua jenis kayu menunjukkan varian nilai
aktual dan nilai prediksinya. Menurut Tiryana (2005), nilai RMSE pada
semivariogram semakin kecil, maka nilai dugaan yang dihasilkan semakin
mendekati nilai sebenarnya. Artinya semivariogram dengan nilai RMSE kecil
dapat dipilih sebagai dialog atau skenario yang terbaik. Pada semivariogram di
atas untuk semua jenis kayu menunjukkan nilai RMSE yang paling kecil.
Pada kasus hasil interpolasi metode Kriging kayu lindung dbh >40 cm,
secara spasial hasil interpolasinya tidak mengalami perubahan yang berarti.
Namun hal itu dapat dibedakan dari semivariogram yang dihasilkan, dimana pada
method Circular memiliki nilai RMSE yang paling kecil dibandingkan method
yang lain. Oleh karena itu method Circular merupakan method terbaik untuk jenis
kayu lindung dbh >40 cm.
Pada Gambar 49 sampai dengan Gambar 54 dapat dilihat bobot masing-
masing metode interpolasi untuk dbh >10 cm dan dbh >40 cm berdasarkan nilai
dari total skornya. Gambar 49 dan Gambar 50 menunjukkan bahwa semakin besar
bobot (power), maka semakin besar juga nilai total skornya untuk semua jenis
kayu. Dapat dikatakan bahwa, semakin besar bobot (power), maka semakin besar
tingkat kesalahannya (error). Kurva bobot (weight) pada Gambar 51 dan Gambar
52 menunjukkan terjadinya hubungan yang berbanding terbalik dan fluktuatif
antara bobot dengan total skor, terutama pada dbh >10 cm. Hal itu disebabkan
karena metode Spline dapat menghasilkan dugaan yang bernilai negatif
(underestimate) dan overestimate diluar nilai yang diduga. Gambar 53 dan
Gambar 54 menunjukkan bahwa bobot (method) Gaussian pada metode Kriging
adalah bobot yang paling besar tingkat kesalahannya (error). Dugaan yang
dihasilkan dengan bobot (method) Gaussian bernilai negatif (underestimate) yang
sangat besar dan mencolok.
60
Gambar 49 Kurva bobot (power) metode IDW pada dbh > 10 cm.
Gambar 50 Kurva bobot (power) metode IDW pada dbh >40 cm.
61
Gambar 51 Kurva bobot (weight) metode Spline pada dbh >10 cm.
Gambar 52 Kurva bobot (weight) metode Spline pada dbh >40 cm.
62
Gambar 53 Kurva bobot (method) metode Kriging pada dbh >10 cm.
Gambar 54 Kurva bobot (method) metode Kriging pada dbh >40 cm.
4.2.2 Uji Validasi dan Peringkat
Di dalam melakukan interpolasi, sudah pasti dihasilkan error. Error yang
dihasilkan sebelum melakukan interpolasi bisa dikarenakan kesalahan
menentukan metode sampling data, kesalahan dalam pengukuran dan kesalahan
63
dalam analisa di laboratorium (Pramono 2008). Pada Tabel 15 dan 16 disajikan
hasil validasi interpolasi metode IDW, Spline dan Kriging untuk volume pada dbh
>10cm. Berdasarkan nilai total skor yang merupakan penjumlahan dari ranking
pada nilai SR, RMSPE, dan SA diketahui bahwa kesalahan terkecil diperoleh dari
metode Kriging dengan total skor 3 untuk jenis kayu indah, total skor 6,18 untuk
jenis kayu lindung dan total skor 3,23 untuk jenis kayu meranti. Sedangkan pada
jenis kayu rimba, metode IDW memiliki kesalahan terkecil dengan total skor 5,64.
Selain itu dapat dilihat bahwa nilai ukuran kesalahan antara metode IDW dan
Kriging tidak jauh berbeda dibandingkan dengan metode Spline. Metode Spline
memiliki tingkat kesalahan yang paling besar pada semua jenis kayu.
Menurut Jaya (2011), untuk data IHMB metode Spline ini tidak dianjurkan
mengingat hasil interpolasinya bisa berada diluar nilai sediaan tegakannya dan
yang paling mencolok, metode ini dapat menghasilkan nilai sediaan yang negatif.
Namun, metode ini sangat cocok untuk permukaan yang topografinya
bergelombang (permukaan air tanah, ketinggian dan atau konsentrasi polusi yang
perubahan spasialnya sangat halus) seperti pada Tabel 17, dimana metode terbaik
yang digunakan untuk jenis kayu lindung dbh >40 cm adalah metode Spline.
Berdasarkan uji validasi kelas dbh >10 cm diatas, dapat dikatakan bahwa
metode yang paling baik digunakan untuk interpolasi spasial pada jenis kayu
indah, kayu lindung dan kayu meranti adalah metode Kriging, sedangkan untuk
jenis kayu rimba metode yang paling baik adalah metode IDW.
64
Tabel 15 Hasil validasi interpolasi IDW, Spline dan Kriging kelas dbh >10 cm
Jenis Ukuran Kesalahan Metode Interpolasi
IDW Spline Kriging
kayu
indah
SR 62,605 110,644 62,547
RMSE 2,148 3,504 2,072
SA 0,034 0,050 0,027
kayu
lindung
SR 77,172 92,778 75,808
RMSE 2,835 6,160 2,768
SA 0,084 0,042 0,076
kayu
meranti
SR 50,807 56,110 51,110
RMSE 7,548 7,654 7,343
SA 0,068 0,081 0,067
kayu
rimba
SR 42,334 79,498 42,366
RMSE 2,380 2,228 2,486
SA 0,053 0,163 0,045
Tabel 16 Skor hasil validasi interpolasi IDW, Spline dan Kriging kelas dbh >10
cm
Jenis Ukuran Kesalahan Metode Interpolasi
IDW Spline Kriging
kayu
indah
SR 1,004 5 1
RMSE 1,211 5 1
SA 2,282 5 1
Total skor 4,498 15 3*
kayu
lindung
SR 1,321 5 1
RMSE 1,078 5 1
SA 5 1 4,181
Total skor 7,400 11 6,181*
kayu
meranti
SR 1 5 1,228
RMSE 3,641 5 1
SA 1,044 5 1
Total skor 5,686 15 3,228*
kayu
rimba
SR 1 5 1,003
RMSE 3,365 1 5
SA 1,277 5 1
Total skor 5,643* 11 7,003 Keterangan: * = total skor terendah (error kecil)
65
Hasil validasi dan total skor interpolasi metode IDW, Spline dan Kriging
untuk dbh >40cm disajikan pada Tabel 17 dan 18. Berdasarkan nilai total skor
yang diketahui bahwa kesalahan terkecil diperoleh dari metode IDW dengan total
skor 6,15 untuk jenis kayu indah. Untuk jenis kayu lindung kesalahan terkecil
terdapat pada metode Spline dengan total skor 7 . Jenis kayu meranti kesalahan
terkecil pada metode Kriging dengan total skor 3,35 dan kesalahan terkecil pada
jenis kayu rimba dengan total skor 3,62. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode
yang paling baik digunakan untuk interpolasi spasial pada jenis kayu meranti dan
kayu rimba adalah metode Kriging, untuk jenis kayu lindung metode yang paling
baik adalah metode Spline dan pada jenis kayu indah metode yang paling
digunakan adalah metode IDW.
024
68
1012
1416
kayu indah kayu
lindung
kayu
meranti
kayu rimba
IDW
Spline
Kriging
Gambar 55 Diagram total skor beberapa metode interpolasi diameter >10 cm.
Berdasarkan Gambar 55 dapat dilihat, metode Spline berada di posisi
puncak (tertinggi) pada semua jenis kayu. Hal itu berarti bahwa tingkat kesalahan
(error) yang dimilkinya paling besar dibandingkan dengan kedua metode lainnya.
Metode Kriging merupakan metode dengan kesalahan paling kecil dan berada
pada posisi terendah untuk jenis kayu indah, kayu lindung, kayu meranti.
Sedangkan pada jenis kayu rimba metode dengan kesalahan paling rendah adalah
metode IDW. Semakin besar total skor dari masing-masing metode, maka
semakin besar juga tingkat kesalahan yang dimilikinya.
66
Total
skor
Jenis
Tabel 17 Hasil validasi interpolasi IDW, Spline dan Kriging kelas dbh >40 cm
Jenis Ukuran Kesalahan Metode Interpolasi
IDW Spline Kriging
kayu
indah
SR 78,678 72,182 90,572
RMSE 1,149 2,162 0,955
SA 0,092 0,015 0,299
kayu
lindung
SR 139,035 81,763 103,135
RMSE 1,331 2,739 1,101
SA 0,131 0,004 0,309
kayu
meranti
SR 58,294 79,881 59,771
RMSE 2,844 3,987 2,867
SA 0,018 0,017 0,003
kayu
rimba
SR 59,209 57,954 58,011
RMSE 1,3459 2,030 1,348
SA 0,001 0,137 0,016
Tabel 18 Skor hasil validasi interpolasi IDW, Spline dan Kriging kelas dbh >40
cm
Jenis Ukuran Kesalahan Metode Interpolasi
IDW Spline Kriging
ki
SR 2,412 1 5
RMSE 1,644 5 1
SA 2,093 1 5
Total skor 6,150* 7 11
kl
SR 5 1 2,492
RMSE 1,562 5 1
SA 2,669 1 5
Total skor 9,231 7* 8,492
km
SR 1 5 1,273
RMSE 1 5 1,080
SA 5 4,673 1
Total skor 7 14,673 3,354*
kr
SR 5 1 1,182
RMSE 1 5 1,016
SA 1 5 1,418
Total skor 7 11 3,617* Keterangan: * = total skor terendah (error kecil)
67
0
2
4
6
8
10
12
14
16
kayu indah kayu lindung kayu meranti kayu rimba
IDW
Spline
Kriging
Gambar 56 Diagram total skor beberapa metode interpolasi diameter >40 cm.
Pada Gambar 56 total skor terendah pada jenis kayu meranti dan kayu
rimba adalah metode Kriging dengan kesalahan yang paling rendah. Begitu juga
sebaliknya, metode Spline memiliki tingkat kesalahan paling besar dengan total
skor yang paling tinggi. Metode IDW merupakan metode dengan total skor
terendah pada jenis kayu indah, sedangkan pada jenis kayu lindung, metode Spline
memilki total skor terendah dengan kesalahan yang paling kecil. Hal itu
menunjukkan bahwa model hasil interpolasi dengan metode Spline lebih dapat
menjelaskan sediaan tegakan aktualnya.
Kayu meranti dan kayu rimba merupakan jenis kayu komersial. Oleh karena
itu, dengan mengetahui metode interpolasi yang terbaik dalam menduga sediaan
tegakan, secara tidak langsung juga dapat mengetahui sediaan tegakan kayu
komersial dengan baik. Hal itu akan memberikan dampak positif dari segi
ekonomi. Didandingkan dengan metode interpolasi lain , metode Kriging paling
baik dalam menduga sediaan tegakan kayu komersial pada dbh >40 cm.
68
Total
skor
Jenis
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Metode terbaik dengan kesalahan terkecil yang digunakan pada kelas dbh
>10 cm untuk jenis kayu indah , kayu lindung , dan kayu meranti
adalah metode Kriging. Sedangkan untuk jenis kayu rimba, metode IDW
paling baik digunakan.
2. Pada kelas dbh >40 cm kayu komersial , metode yang paling baik
digunakan adalah metode Kriging dengan kesalahan terkecil (total skor
terendah).
3. Sedangkan pada kelas dbh >40 cm untuk jenis kayu indah , metode IDW
paling baik digunakan. Metode yang paling baik digunakan untuk jenis
kayu lindung adalah metode Spline.
4. Secara umum, model hasil interpolasi dengan metode Kriging lebih dapat
menjelaskan dan menduga sediaan tegakan di lapangan (aktual).
Ketepatan metode Kriging bergantung pada model semivariogramnya.
5.2 Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengujian tehnik interpolasi
dengan metode interpolasi lain dan pada parameter yang berbeda pada tempat
yang berbeda pula dalam menduga sediaan tegakan berbasis IHMB.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan RI. 1992. Manual Kehutanan. Jakarta: Departemen
Kehutanan RI.
Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2009
tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan kayu pada Hutan Produksi. Jakarta:
Dephut.
Hush B. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan (Terjemahan Agus Setyarso).
Jakarta: UI Press.
Jaya INS. 2002. Aplikasi SIG untuk Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Jaya INS. 2010. Inventarisasi Hutan dan Perencanaan Pengaturan Kelestarian
Tegakan Hutan. Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan. Jakarta:
Departemen Kehutan RI.
Naoum S, Tsanis I K. 2002. Ranking Spatial Interpolation Techniques Using a
GIS-Based DSS. Departement of Civil Engineering, McMaster University.
Canada
Prabowo DA, Nugroho T, Palapa, Ardiansyah H. 2005. Modul Pengenalan GIS,
GPS & Remote Sensing. Dept. GIS. Jakarta: FWI.
Prahasta E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung:
Informatika.
Pramono GH. 2008. Akurasi metode IDW dan Kriging untuk interpolasi sebaran
sedimen tersuspensi di Maros, Sulawesi Selatan. Forum Geografi, 22 (1)
:145-158.
Primatika RA. 2011. Pengaruh Arah Sirkular terhadap Laju Deformasi dan
Pendugaan Laju Deformasi dengan Metode Kriging (Circular Kriging).
[Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pernanian Bogor.
Simon H. 1993. Metode Inventarisasi Hutan. Yogyakarta: Aditya Media.
Spurr SH. 1952. Forest Inventory. New York: The Ronald Press Company.
Tiryana T. 2005. Biomassa dan Simpanan karbon pada Hutan Tanaman Mangium
(Acacia mangium Willd). Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Watson WD, Ruppert LF, Bragg LJ, Tewalt SJ. 2001. A geostatiscal approach to
predicting sulfur content in the pittsburgh Coal Bed. International Journal
of Coal Geology, 48:1-22.
71
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil interpolasi metode IDW kayu indah pada dbh >10 cm
Power 1 Power 2 Power 3
Power 11 Power 12 Power 13
Power 21 Power 22 Power 23
73
Lampiran 2 Hasil interpolasi metode IDW kayu indah pada dbh >40 cm
Power 1 Power 2 Power 3
Power 11 Power 12 Power 13
Power 21 Power 22 Power 23
74
Lampiran 3 Hasil interpolasi metode IDW kayu lindung pada dbh >10 cm
Power 1 Power 2 Power 3
Power 11 Power 12 Power 13
Power 21 Power 22 Power 23
75
Lampiran 4 Hasil interpolasi metode IDW kayu lindung pada dbh >40 cm
Power 1 Power 2 Power 3
Power 11 Power 12 Power 13
Power 21 Power 22 Power 23
76
Lampiran 5 Hasil interpolasi metode IDW kayu meranti pada dbh >10 cm
Power 1 Power 2 Power 3
Power 11 Power 12 Power 13
Power 21 Power 22 Power 23
77
Lampiran 6 Hasil interpolasi metode IDW kayu meranti pada dbh >40 cm
Power 1 Power 2 Power 3
Power 11 Power 12 Power 13
Power 21 Power 22 Power 23
78
Lampiran 7 Hasil interpolasi metode IDW kayu rimba pada dbh >10 cm
Power 1 Power 2 Power 3
Power 11 Power 12 Power 13
Power 21 Power 22 Power 23
79
Lampiran 8 Hasil interpolasi metode IDW kayu rimba pada dbh >40 cm
Power 1 Power 2 Power 3
Power 11 Power 12 Power 13
Power 21 Power 22 Power 23
80
Lampiran 9 Hasil interpolasi metode Spline kayu indah pada dbh >10 cm
Weight 0,1 Weight 0,3 Weight 0,5
Weight 1 Weight 2 Weight 3
Weight 4 Weight 5
81
Lampiran 10 Hasil interpolasi metode Spline kayu indah pada dbh >40 cm
Weight 0,1 Weight 0,3 Weight 0,5
Weight 1 Weight 2 Weight 3
Weight 4 Weight 5
82
Lampiran 11 Hasil interpolasi metode Spline kayu lindung pada dbh >10 cm
Weight 0,1 Weight 0,3 Weight 0,5
Weight 1 Weight 2 Weight 3
Weight 4 Weight 5
83
Lampiran 12 Hasil interpolasi metode Spline kayu lindung pada dbh >40 cm
Weight 0,1 Weight 0,3 Weight 0,5
Weight 1 Weight 2 Weight 3
Weight 4 Weight 5
84
Lampiran 13 Hasil interpolasi metode Spline kayu meranti pada dbh >10 cm
Weight 0,1 Weight 0,3 Weight 0,5
Weight 1 Weight 2 Weight 3
Weight 4 Weight 5
85
Lampiran 14 Hasil interpolasi metode Spline kayu meranti pada dbh >40 cm
Weight 0,1 Weight 0,3 Weight 0,5
Weight 1 Weight 2 Weight 3
Weight 4 Weight 5
86
Lampiran 15 Hasil interpolasi metode Spline kayu rimba pada dbh >10 cm
Weight 0,1 Weight 0,3 Weight 0,5
’
Weight 1 Weight 2 Weight 3
Weight 4 Weight 5
87
Lampiran 16 Hasil interpolasi metode Spline kayu rimba pada dbh >40 cm
Weight 0,1 Weight 0,3 Weight 0,5
Weight 1 Weight 2 Weight 3
Weight 4 Weight 5
88
Lampiran 17 Hasil interpolasi metode Kriging kayu indah pada dbh >10 cm
Circular Exponential Gaussian
Linier Spherical
89
Lampiran 18 Hasil interpolasi metode Kriging kayu indah pada dbh >40 cm
Circular Exponential Gaussian
Linier Spherical
90
Lampiran 19 Hasil interpolasi metode Kriging kayu lindung pada dbh >10 cm
Circular Exponential Gaussian
Linier Spherical
91
Lampiran 20 Hasil interpolasi metode Kriging kayu lindung pada dbh >40 cm
Circular Exponential Gaussian
Linier Spherical
92
Lampiran 21 Hasil interpolasi metode Kriging kayu meranti pada dbh >10 cm
Circular Exponential Gaussian
Linier Spherical
93
Lampiran 22 Hasil interpolasi metode Kriging kayu meranti pada dbh >40 cm
Circular Exponential Gaussian
Linier Spherical
94
Lampiran 23 Hasil interpolasi metode Kriging kayu rimba pada dbh >10 cm
Circular Exponential Gaussian
Linier Spherical
\
95
Lampiran 24 Hasil interpolasi metode Kriging kayu rimba pada dbh >40 cm
Circular Exponential Gaussian
Linier Spherical
96