TB dengan DM.doc

25
TB PARU KASUS KAMBUH DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Program Pendidikan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Kebumen Oleh: Mely Ekajayanti 10711048 Dosen Pembimbing Klinik: dr. Miftahuddin, Sp.P

Transcript of TB dengan DM.doc

Page 1: TB dengan DM.doc

TB PARU KASUS KAMBUH DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Program Pendidikan Klinik Stase Ilmu

Penyakit Dalam di RSUD Kebumen

Oleh:

Mely Ekajayanti

10711048

Dosen Pembimbing Klinik:

dr. Miftahuddin, Sp.P

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen

2015

Page 2: TB dengan DM.doc

BAB I

STATUS PASIEN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

STATUS PASIEN UNTUK UJIAN

Untuk Dokter Muda

Nama Dokter Muda Mely Ekajayanti Tanda Tangan

NIM 10711048

Tanggal Ujian 13 April 2015

Rumah sakit RSUD Kebumen

Gelombang Periode 16 Maret- 30 Mei 2015

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. D

RM : 879963

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 53 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Penjatan, Karang Anyar

II. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal : 26 Maret 2015 pukul: 10.00 WIB. Os masuk

RS pada tanggal 23 Maret 2015

II.1. Keluhan Utama

Batuk berdahak

II.2. Riwayat Penyakit Sekarang

± 1 bulan SMRS os mengeluh batuk berdahak yang dirasa terus- menerus. Pada

awalnya os mengeluh batuk kering yang lama- kelamaan berdahak. Os juga mengeluh ± 2

minggu SMRS os batuk disertai darah berwarna merah segar. Selain itu os juga

mengeluh sesak nafas yang dirasa setiap hari dan dirasa tidak berkurang ketika istirahat.

Keluhan ini seringkali membuat os tidak dapat tidur. Os juga mengeluh lemas, tidak nafsu

makan dan berat badan dirasa turun beberapa bulan terakhir.

Beberapa bulan ini os mengaku buang air kecil sering di malam hari. Buang air

kecil dirasa lebih dari 5 kali di malam hari dan seringkali membangunkan os dari tidur.

keluhan sering lapar disangkal.Keluhan sering buang air kecil dirasakan setelah os tidak

Page 3: TB dengan DM.doc

meminum obat diabetes dari dokter. Os juga mengaku sudah beberapa bulan ini tidak

kontrol berobat.

± 2 jam SMRS os mengeluh sesak nafas yang tidak tertahankan. Keluarga os

membawa os ke Puskesmas dan akhirnya dirujuk ke IGD RSUD kebumen. Saat dilakukan

anamnesis os mengeluh sesak, sering batuk dan lemas. Os juga mengeluh tidak nafsu

makan.

II.3. Riwayat Penyakit Dahulu

Os pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Os pernah menjalani

pengobatan paru selama 6 bulan pada tahun 2013. Os mempunyai riwayat diabetes sejak

tahun 2009 yang tidak rutin kontrol sejak ± 5 bulan SMRS. Riwayat hipertensi disangkal,

riwayat asma disangkal, riwayat mondok disangkal, riwayat alergi obat disangkal.

II.4. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Keluhan serupa disangkal, riwayat diabetes disangkal, riwayat hipertensi disangkal.

II.5. Riwayat Pribadi

Os tinggal di rumah dengan suami dan 4 anaknya. Ventilasi dan kebersihan rumah

dirasa cukup. Jarak antara rumah yang satu dengan rumah yang lain dirasa cukup jauh.

Tetangga yang mempunyai riwayat batuk lama (?)

Resume anamnesis :

Dari anamnesis ditemukan:

Riw. batuk berdahak ± 1 bulan SMRS. Riwayat batuk darah merah segar (+)

Sesak nafas terus- menerus, tidak membaik dengan istirahat

Lemas, nafsu makan menurun, berat badan dirasa turun beberapa bulan ini

Riw. pengobatan paru selama 6 bulan ± 2 tahun SMRS

Riw. diabetes melitus ± 6 tahun SMRS dan 5 bulan tidak kontrol dan minum obat

III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)

Dilakukan pada tanggal : 26 Maret 2015 pukul 19.00 WIB

Tekanan darah : 125/70 mmHg

Suhu tubuh : 36,7 C

Frekuensi denyut nadi : 103x/menit

Frekuensi nafas : 29x/menit

Page 4: TB dengan DM.doc

IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK :

IV. A. KEADAAN UMUM

Keadaan umum, kesadaran : Os tampak lemah, Compos mentis, E4V5M6

Tinggi badan : 150 cm

Berat badan : 43 kg

Status gizi : kesan cukup

IV.B. PEMERIKSAAN KEPALA IV.C. PEMERIKSAAN LEHER

Inspeksi

Palpasi

Pemeriksaan trakea

Pemeriksaan kel. Tiroid

Pemeriksaan tekanan vena sentral

IV.D. PEMERIKSAAN THORAKS Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

IV.E. PEMERIKSAAN ABDOMEN : Inspeksi

Auskultasi

: Normochepal, KA (-/-), SI (-/-)

: leher tampak simetris, masa (-), pembesaran limfonodi (-), jaringan paru (-): pembesaran nodus preaurikular dextra (+), nyeri tekan limfonodi dextra (+)

:deviasi trakea (-)

: pembesaran kelenjar tiroid (-)

: JVP 5+2 , tidak ditemukan pembesaran tekanan vena sentral

: dinding thoraks kanan dan kiri simetris, deformitas dinding thoraks (-), deviasi tulang belakang (-), retraksi dinding dada (-), ketinggalan gerak (-), lesi kulit (-), dinding dada lebih tinggi dibanding dinding abdomen, iktus kordis tidak terlihat

:nyeri (-), masa (-), krepitasi (-), pergerakan dinding dada simetris, fremitus taktil simetris,

: posterior: batas pengembangan paru 5 cm dari suara sonor hilang Anterior: batas paru hepar di SIC V, batas jantung kesan dbn.

: terdapat rhonki basah kasar (+) di lapang pulmo sinistra , Wheezing (+) di kedua lapang paru, BJ I-II reg, ST (-)

: Supel, Sikatriks (-), striae (-), bentuk dinding abdomen datar, dinding abdomen simetris, pembesaran organ (-)

Page 5: TB dengan DM.doc

Perkusi

Palpasi

Pemeriksaan ren

Pemeriksaan hepar Pemeriksaan lien

Pemeriksaan asites

IV.F. PEMERIKSAAN EKSTREMITAS Ekstremitas atas Ekstremitas bawah

: BU (+) 10x/menit: suara timpani di empat regio abdomen, batas hepar dbn., pembesaran lien (-): NT (-) di sembilan regio abdomen

:ginjal tidak teraba saat pemeriksaan, nyeri ketok ginjal (-)

: hepar tidak teraba saat pemeriksaan

: perkusi pada lin. Axila anterior timpani ketika os menarik nafas dalam

: tes undulasi (-) Tes redup berpindah (-)

: odem (-), kekuatan otot 5: odem (-), kekuatan otot 5

V. RESUME PEMERIKSAAN FISIK :

Dari pemeriksaan fisik ditemukan:

Pembesaran nodus preaulikular dextra disertai nyeri tekan limfonodi

Rhonki basah kasar di lapang pulmo sinistra

Wheezing di kedua lapang paru

VI. DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK)

VI.A. Masalah aktif :

Batuk berdahak lebih dari 3 minggu disertai sesak nafas yang mengganggu tidur os

Riwayat diabetes yang tidak terkontrol

VI. B. Masalah pasif :

Tidak ditemukan masalah pasif pada pasien

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG TELAH DILAKUKAN

a. Pemeriksaan darah rutin dan glukosa darahPemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 12,3 g/dl 13,2-17,3 Leukosit 11,0x 103/µl 3,8-10,6Hematokrit 36 % 40-52Eritrosit 5,3x 106/µl 4,40-5,90Trombosit 454x103/µl 150-400MCH 23 pg 26-34MCHC 34 g/dl 32-36MCV 67 fL 80-100

Page 6: TB dengan DM.doc

Diff Count Eosinofil Basofil Netrofil Limfosit Monosit

0,00 %0,10 %84,20 %8,60 %5,60 %

1-40-150-7022-404-8

SGOT 7 U/L 0-50SGPT 5 U/L 0-50GDS 591 mg/dl 70-120Ureum 81 mg/dl 0,40-0,90Kreatinin 1,09 mg/dl 0,4-0,9

b. Ro.thoraks

Kesan: TB paru sinistra dengan perluasan ke pulmo dextra

c. Pemeriksaan BTA Didapatkan hasil BTA SPS (3+)

VII. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis dari os adalah TB paru kasus kambuh dengan DM tipe II

VIII. TATALAKSANAA. TINDAKAN TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN

a. Tindakan Farmakologi

O2 3 lpm

FDC

Levemir 0-0-0-20

Noverapid 10-10-10

Page 7: TB dengan DM.doc

b. Tindakan Nonfarmakologi

Edukasi untuk makan dan menjalani pengobatan sesuai anjuran dokter

Edukasi mengenai penyakit pasien dan kepatuhan dalam pengobatan

Pernyataan :

Bahwa semua data yang saya tulis dalam status ujian ini adalah berdasarkan pemeriksaan yang saya lakukan sendiri

Kebumen, 13 April 2015

Mahasiswa Dosen pembimbing

Mely Ekajayanti dr. Miftahuddin Sp.P

Page 8: TB dengan DM.doc

BAB IITINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tuberkulosis Paru

2.1.1. Definisi Tuberkulosis Paru

Menurut Sudyo at l., (2009) dan Konsensus Tuberkulosis (2014), tuberkulosis

adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis

complex.

2.1.2. Biomolekuler Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri basil lurus atau sedikit

melengkung, tidak berspora dan berkapsul. Bakteri ini berukuran 0,3-0,6 µm dan panjang

1-4 µm. Dinding bakteri ini terdiri dari asam mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat,

dan sulfolipid yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat dihubungkan dengan

arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan

fosfodiester. Bakteri ini juga memiliki polisakarida seperti arabinogalaktan dan

arabinomanan. Bakteri ini mempunyai struktur- struk tur yang kompleks sehingga bakteri

ini dapat taham asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap penghilangan zat

warna tersebut dengan larutan asam2. Bakteri ini mempunyai komponen antigen dalam

dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein, Konsensus

Tuberkulosis, (2014).

Gambar 1. Mycobacterium tuberculosis

Page 9: TB dengan DM.doc

2.1.3. Patogenesis Tuberkulosis

2.1.3.1. Tuberkulosis Primer

Tuberkulosis primer didapat secara inhalasi. Kuman TB yang dibatukan akan

menetap di udara selama 1-2 jam, namun apabila lingkungan gelap dan tidak terdapat

sinar ultraviolet kuman TB ini dapat bertahan berhari- hari sampai berbulan- bulan,

Sudoyo at al. (2009).

Sudoyo at al., (2009) menyatakan bahwa kuman TB yang masuk secara inhalasi

akan bersarang di jaringan paru, dimana dia akan membentuk sarang pneumonik atau

sarang primer, afek primer atau fokus gohn. Sarang primer ini terjadi dapat dimanapun di

parenkim paru, namun sering terjadi pada afek paru karena sifat kuman TB yang aerob.

Dari sarang primer akan terbentuk peradangan saluran getah bening menuju hilus yang

disebut dengan limfangitis lokal. Peradangan tersebut selanjutnya diikuti dengan

pembesaran kelenjar getah bening hilus yang disebut dengan limfadenitis regional. Afek

primer yang ditambah dengan limfangitis lokal dan limfadenitis regional disebut dengan

kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami hal- hal berikut.

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan bekas sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang ghon, garis fibrotik, sarang

perkapuran hilus)

3. Menyebar dengan cara:

a. Perkontinuatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contohnya adalah

epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus,

biasanya bronkus lobus medus oleh kelenjar hilus yang membesar

sehingga menimbulkan obstruksi pada salauran napas bersangkutan,

dengan akibat atelektasis. Kuman TB kan menjalar sepanjang bronkus

yang tersumbat ke lobus yang atelektasis dan menimbulakn peradangan

pada lobus yang atelektasis tersebut.

b. Penyebaran bronkogen, baik di paru bersangkutan atau di paru

sebelahnya.

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini

sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh dan jumlah virulensi basil.

Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi jika

imun tidak kuat penyebaran ini akan menimbulkan keadaan yang cukup

gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, yphobacilous

landouzy. Penyebaran seperti ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis

pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, genitalia dan sebagainya.

Komplikasi ini dapat menjadi:

i. Sembuh dengan meninggalkan sekuele

Page 10: TB dengan DM.doc

ii. Meninggal

2.1.3.2. Tuberkulosis Post Primer

Konsensus Tuberkulosis, (2014), menyatakan bahwa tuberukulosis primer akan

dorman dan akan muncul bertahun- tahun kemudian menjadi tuberkulosis post- primer.

Biaasanya hal ini terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer dimulai dari

sarang dini, yang umurnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus

inferior. Sarang ini awalnya berbentuk sarang pneumotik kecil yang dapat menjadi:

1. Diresorbsi kembali dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan bekas

2. Sarang tadi mula- mula meluas tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih

keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya

dapat juga sarng tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan

menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukan keluar.

3. Sarang pneumotik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kavitas

akan muncul dengan dibatukannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya

berdinding tipis, kemudian dindingnya menjadi tebal (kavitas sklerotik). Sarang

pneumonik ini dapat menjadi:

a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumotik baru. Sarang

pneumotik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan

diatas.

b. Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut

tuberkuloma. Tuberkuloma dapt mengapur dan menyembuh, tapi mungkin

pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kavitas lagi.

c. Dapat menjadi bersihdan menyembuh (open healed cavity), atau kaviti

menyembuh dengan membungkus diri. Akhirnya mengecil. Kemungkinan

berakhir sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatn

seperti bintang (stellate shaped).

2.1.4. Klasifikasi Tuberkulosis Paru

Konsesnsus Tuberkulosis (2014) mendefinisikan tuberkulosis paru merupakan

tuberkulosis yang menyerang jaringan paru dan tidak termasuk pleura. Berdasarkan hasil

pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi menjadi:

1. TB paru BTA (+)

Sekurang- kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil

BTA positif.

Page 11: TB dengan DM.doc

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukan BTA positif

dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif

dan biakan positif.

2. TB paru BTA (-)

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,

gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis

aktif srta tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas.

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan

biakan M. tuberkulosis positif

Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

Berdasat tipe penderita, TB dibagi menjadi:

1. Kasus baru

Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 hari).

2. Kasus kambuh (relaps)

Penderita tuberkulosis yang sebelumnya prnah mendapat pengobatan tuberkulosis

dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi

berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

3. Kasus pindahan (transfer in)

Penderita yang sdang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan

kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus

membawa surat rujukan.

4. Kasus lalai berobat

Penderita yang berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih,

kemudian datan kembali berobat. Umumnya penderita tersebut datang kembali

dengan hasil pemeriksaan BTA positif.

5. Kasus gagal

Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif

pada akhir bulan ke-5.

Penderita dengan hasil BTA negatif, gambaran radiologik positif menjadi

BTA positif pada bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik

ulang hasilnya mengalami perburukan.

6. Kasus kronik

Penderita dengan hasil pemeriksaan hasil BTA masih positif setelah selesai

pengobatan ualng kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

7. Kasus bekas TB

Page 12: TB dengan DM.doc

Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik negatif dan gambaran radiologik

paru menunjukkn lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial

menunjukkan gambaran yang menetap.

Kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun

setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada

perubahan gambaran radiologik.

2.1.5. Diagnosis Tuberkulosis

2.1.5.1. Manifestasi Klinik

Secara umum manifestasi tuberkulosis dapat dibagi menjadi manifestasi

respiratorik, yaitu batuk > 3 minggu, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada dan gejala

sistemik seperti demam dan gejala sistemik lain (malaise, keringat malam, anoreksia, dan

berat badan menurun). Gejala- gejala ini sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala

sampai terdapat gejala berat tergantung dari luas lesi, Konsensus Tuberkulosis (2014).

2.1.5.2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat didapatkan suara napas bronkial, amforik, suara

napas melemah, ronki basah, dan tanda- tanda penarikan paru, diafragma dan

mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa didapatkan perkusi pekak pada parenkim paru,

pada auskultasi didapatkan sara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi

yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa terdapat pembesaran kelenjar getah

bening yang paling sering terjadi di daerah leher dan kadang- kadang di daerah ketiak,

Konsensus Tuberkulosis (2014).

2.1.5.3. Pemeriksaan Penunjang

2.1.5.3.1. Pemeriksaan Bakteriologik

Sudoyo at al., 2009, bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat dari dahak,

cairan pleura, liquor serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

beronkoalveolar, urin, faeces dan jaringan biopsi. Cara pengumpulan dan pemgiriman

bahan, yaitu dahak diambil 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut- turut atau dengan cara:

Sewaktu/ spot (dahak sewaktu kunjungan)

Dahak pagi (keesokan harinya)

Sewaktu/spot (pada waktu mengantarkan dahak pagi)

Untuk interpretasi pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan adalah:

2 kali positif, 1 kali negatif mikroskopik positif

1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian

o Bila 1 kali positif, 2 kali negatif mikroskopik positif

Page 13: TB dengan DM.doc

o Bila 3 kali negatif mikroskopik negative

2.1.5.3.2. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologik merupakan pemeriksaan standar pada penyakit

tuberkulosis. Foto yang digunakan adalah foto PA denan atau tanpa foto lateral.

Gambaran radiologik tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang multiform

(bermacam- macam). Konsensus Tuberkulosis (2014), mendeskripisikan gambaran yang

dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:

Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal ndan posterior lobus atas paru

dan segmen superior lobus bawah.

Kavitas terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

nodular.

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Sementara itu, gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif adalah:

Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas

Kelainan atau fibrotik

Fibrotoraks atau fibrosis parenkim paru dan tau penebalan pleura

Gambaran luluh paru (destroyed lung):

Gambaran radiologik yang menunjukkan kaerusakan jaringan paru yang berat,

biasanya secara klinis disebut luluh paru (atelektasis, multikaviti dan fibrosis

parenkim paru)

Bila BTA negatif, dapat dinilai luas lesi dari radiologi:

Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas

tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga

kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra

troakalis 5

Lesi luas, jika lesi melebihi lesi minimal

Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan lain seperti PCR, pemeriksaan

serologi (ELISA, mycodot, PAP, ICT), pemeriksaan BACTEC, pemeriksaan cairan pleura,

pemeriksaan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah dan uji tuberkulin, Konsensus

Tuberkulosis (2014).

Page 14: TB dengan DM.doc

Gambar 2. Skema alur diagnosis TB pada orang dewasa

2.1.6. Pengobatan Tuberkulosis

Konsensus Tuberkulosis (2014), menyatakan pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2

fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4 atau 7 bulan). Obat anti TB yang

digunakan adalah:

1. Obat lini pertama yang digunakan adalah:

a. Rifampisin, 10 mg/kgBB, maksimal 600 mg 2-3 x/minggu atau

i. BB >60 kg : 600 mg

ii. BB 40-60 kg : 450 mg

iii. BB < 40 kg : 300 mg

iv. Dosis intermitten : 600 mg/kali

b. INH, 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg, 10 mg/kgBB 3x seminggu, 15 mg/kgBB 2x

seminggu atau 300 mg/hari untuk dewasa, intermitten 600 mg/kali

c. Pirazinamid,fase intensif 25 mg/kgBB, 35 mg/kgBB 3x seminggu, 50 mg/kgBB

2x seminggu atau

i. BB > 60 kg : 1500 mg

ii. BB 40-60 kg : 1000 mg

iii. BB < 40 kg : 750 mg

d. Streptomisin, 15 mg/kgBB atau

i. BB >60 kg : 1000 mg

Page 15: TB dengan DM.doc

ii. BB 40-60 kg : 750 mg

iii. BB < 40 kg : sesuai BB

e. Etambutol fase intensif 20 mg/kgBB, fase lanjutan 15 mg/kgBB, 30 mg/kgBB 3x

seminggu, 45 mg/kgBB 2x semingu atau:

i. BB 60 kg : 1500 mg

ii. BB 40-60 kg : 1000 mg

iii. BB <40 kg : 750 mg

2. Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination), terdiri dari:

a. Empat OAT dalam satu tablet yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg,

pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg

b. Tiga OAT dalam satu tablet yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan

pirazinamid 400 mg

3. Obat lini kedua, yaitu

a. Kanamisin

b. Kuinolon

c. Obat lain (makrolid, amoksilin+asam klavulanat)

d. Derivat rifampisin dan INH

Efek samping OAT dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Efek Samping Ringan OAT

Efek Samping Penyebab Penanganan

Tidak nafsu makan, mual, sakit perut

Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendi pirazinamid Beri aspirin/ allopurinolKesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki

INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 100 mg/ hari

Warna kemerahan pada air seni

Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu diberikan apa- apa

Tabel 2. Efek Samping Berat OAT

Efek Samping Penyebab PenangananGatal dan kemerahan pada kulit

Semua jenis OAT Beri antihistamin dan dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikanGangguan keseimbangan

streptomisin Streptomisin dihentikan

Ikterik Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang

Bingung dan muntah- Hampir semua OAT Hentikan semua OAT,

Page 16: TB dengan DM.doc

muntah lakukan pemeriksaan hepar

Gangguan penglihatan etambutol Hentikan etambutolPurpura dan henjatan syok

Rifampisin Hentikan rifampisin

Ringkasan panduan obat untuk pasien TB.

Tabel 3. Panduan Obat untuk Pasien TB

Kategori KasusPanduan obat yang

dianjurkanKeterangan

I

TB paru BTA +, BTA -, lesi luas, TB di luar paru kasus berat

2 RHZE/4RH atau RHZE/6 HE atau 2RHZE/4RH3

II Kambuh, gagal pengobatan

3 RHZE/6 RH, atau 2RHZES sesuai hasil sensitivitas

Bila streptomisin alergi dapat diganti kanamisin

III TB paru lalai berobat

2RHZES/1RHZE/5R3H3E3

2.2. Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes melitus

Cahyadi (2011) menyatakan bahwa DM merupakan faktor resiko paling penting

dalam perburukan TB. Sejak abad 20 para klinisi menyatakan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara TB dengan DM walaupun penyebabnya sampai sekarang belum

jelas, namun kemungkinan besar DM berdampak terhadap imunitas pasien TB.

DM menyebabkan defek fungsi sel- sel imun dan mekanisme pertahanan penjamu.

Sampai sekarang patogenesisnya masih belum jelas. Namun, dari beberapa penelitian

didapatkan bahwa tingkat bakterisidal leukosit pada pasien TB dengan DM lebih rendah

dibanding non DM, terutama bagi pasien- pasien dengan kontrol gula yang buruk. Selain

itu, penelitian yang dilakukan oleh Wang et al., menyatakan meningkatnya resiko TB pada

pasien DM disebabkan oleh defek pada makrofag alveolar atau limfosit T. Wang

menemukan bahwa pada pasien TB dengan DM terdapat peningkatan jumlah makrofag

alveolar matur yang dianggap bertanggung jawab terhadap perluasan TB dan jumlah

bakteri dalam sputum pasien TB.

Kemudian Cahyadi (2011) juga menyatakan prevalensi TB meningkat seiring

dengan meningkatnya prevalensi DM. Frekuensi DM pada pasien TB dilaporkan sebanyak

10-15% dan penyakit ini dilaporkan 2-5% lebih banyak dibanding pasien TB tanpa DM.

Penelitian di Taiwan (dalam Cahyadi, 2011) juga menyatakan DM merupakan faktor

komorbid TB sebesar 21,5 %.

Page 17: TB dengan DM.doc

DM tidak bepengaruh pada manifestasi, hasil bakteriologi, reaksi tuberkulin, dan

lokalisasi infiltrat gambaran radiografi. Namun, ada penelitian yang menyatakan bahwa

pada pasien wanita dengan usia lebih dari 40 tahun didapatkan adanya keterlibatan

lapang paru bawah yang secara statistik berbeda secara bermakna dibandingkan dengan

yang bukan DM.(Cahyadi, 2011)

Kemudian pada penelitian Wang et al.,(dalam Cahyadi, 2011), menyatakan bahwa

DM dengan TB paru menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi terhadap demam,

hemoptisis, pewarnaan sputum BTA yang positif, lesi konsolidasi, kavitasi dan lapan paru

bawah pada gambaran radiologi serta angka kematian yang lebih tinggi.

Kemudian, Ali Syahbana (dalam Cahyadi, 2011) juga menyatakan pasien TB

dengan DM mempunyai gejala klinis yang lebih banyak dan keadaan umum yang lebih

buruk.

2.3. Pengobatan TB dengan DM

Prinsip pengobatan pasien TB dengan DM serupa dengan pengobatan pada

pasien non DM dengan syarat gula darah terkontrol. Yang menjadi perhatian pada pasien

ini adalah efek samping dari obat- obatan TB yang seharus dapat dicegah. Hal lain yang

perlu diprehatikan adalah pada pasien dengan pengobatan antidiabetes sulfonilurea

karena obat- obatan TB dapat meningkatkan metabolisme sulfonilurea sehingga apabila

diberikan golongan sulfonilurea dosisnya dapat ditingkatkan.

Kemudian perlu diketahui bahwa kadar rifampisin dalam plasma pasien TB degnan

DM hanya 50% dibandingkan dengan non DM. Sehingga dapat mendeskripsikan bahwa

respons pengobatan pasien TB dengan DM lebih rendah dibanding pasien non DM.

Page 18: TB dengan DM.doc

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Alius. 2011. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Melitus. J Indon Med Assoc, vol. 61,no. 4 : 173-178

Konsensus TB. 2014. Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia

Sudoyo, A.W., Bambang S., Idrus, A., Marcellus S.K., Siti, S., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta: Internal Publishing