TB dengan DM.doc
-
Upload
mely-eka-jayanti -
Category
Documents
-
view
82 -
download
2
Transcript of TB dengan DM.doc
TB PARU KASUS KAMBUH DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Program Pendidikan Klinik Stase Ilmu
Penyakit Dalam di RSUD Kebumen
Oleh:
Mely Ekajayanti
10711048
Dosen Pembimbing Klinik:
dr. Miftahuddin, Sp.P
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen
2015
BAB I
STATUS PASIEN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
Untuk Dokter Muda
Nama Dokter Muda Mely Ekajayanti Tanda Tangan
NIM 10711048
Tanggal Ujian 13 April 2015
Rumah sakit RSUD Kebumen
Gelombang Periode 16 Maret- 30 Mei 2015
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
RM : 879963
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 53 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Penjatan, Karang Anyar
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal : 26 Maret 2015 pukul: 10.00 WIB. Os masuk
RS pada tanggal 23 Maret 2015
II.1. Keluhan Utama
Batuk berdahak
II.2. Riwayat Penyakit Sekarang
± 1 bulan SMRS os mengeluh batuk berdahak yang dirasa terus- menerus. Pada
awalnya os mengeluh batuk kering yang lama- kelamaan berdahak. Os juga mengeluh ± 2
minggu SMRS os batuk disertai darah berwarna merah segar. Selain itu os juga
mengeluh sesak nafas yang dirasa setiap hari dan dirasa tidak berkurang ketika istirahat.
Keluhan ini seringkali membuat os tidak dapat tidur. Os juga mengeluh lemas, tidak nafsu
makan dan berat badan dirasa turun beberapa bulan terakhir.
Beberapa bulan ini os mengaku buang air kecil sering di malam hari. Buang air
kecil dirasa lebih dari 5 kali di malam hari dan seringkali membangunkan os dari tidur.
keluhan sering lapar disangkal.Keluhan sering buang air kecil dirasakan setelah os tidak
meminum obat diabetes dari dokter. Os juga mengaku sudah beberapa bulan ini tidak
kontrol berobat.
± 2 jam SMRS os mengeluh sesak nafas yang tidak tertahankan. Keluarga os
membawa os ke Puskesmas dan akhirnya dirujuk ke IGD RSUD kebumen. Saat dilakukan
anamnesis os mengeluh sesak, sering batuk dan lemas. Os juga mengeluh tidak nafsu
makan.
II.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Os pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Os pernah menjalani
pengobatan paru selama 6 bulan pada tahun 2013. Os mempunyai riwayat diabetes sejak
tahun 2009 yang tidak rutin kontrol sejak ± 5 bulan SMRS. Riwayat hipertensi disangkal,
riwayat asma disangkal, riwayat mondok disangkal, riwayat alergi obat disangkal.
II.4. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Keluhan serupa disangkal, riwayat diabetes disangkal, riwayat hipertensi disangkal.
II.5. Riwayat Pribadi
Os tinggal di rumah dengan suami dan 4 anaknya. Ventilasi dan kebersihan rumah
dirasa cukup. Jarak antara rumah yang satu dengan rumah yang lain dirasa cukup jauh.
Tetangga yang mempunyai riwayat batuk lama (?)
Resume anamnesis :
Dari anamnesis ditemukan:
Riw. batuk berdahak ± 1 bulan SMRS. Riwayat batuk darah merah segar (+)
Sesak nafas terus- menerus, tidak membaik dengan istirahat
Lemas, nafsu makan menurun, berat badan dirasa turun beberapa bulan ini
Riw. pengobatan paru selama 6 bulan ± 2 tahun SMRS
Riw. diabetes melitus ± 6 tahun SMRS dan 5 bulan tidak kontrol dan minum obat
III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)
Dilakukan pada tanggal : 26 Maret 2015 pukul 19.00 WIB
Tekanan darah : 125/70 mmHg
Suhu tubuh : 36,7 C
Frekuensi denyut nadi : 103x/menit
Frekuensi nafas : 29x/menit
IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK :
IV. A. KEADAAN UMUM
Keadaan umum, kesadaran : Os tampak lemah, Compos mentis, E4V5M6
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 43 kg
Status gizi : kesan cukup
IV.B. PEMERIKSAAN KEPALA IV.C. PEMERIKSAAN LEHER
Inspeksi
Palpasi
Pemeriksaan trakea
Pemeriksaan kel. Tiroid
Pemeriksaan tekanan vena sentral
IV.D. PEMERIKSAAN THORAKS Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
IV.E. PEMERIKSAAN ABDOMEN : Inspeksi
Auskultasi
: Normochepal, KA (-/-), SI (-/-)
: leher tampak simetris, masa (-), pembesaran limfonodi (-), jaringan paru (-): pembesaran nodus preaurikular dextra (+), nyeri tekan limfonodi dextra (+)
:deviasi trakea (-)
: pembesaran kelenjar tiroid (-)
: JVP 5+2 , tidak ditemukan pembesaran tekanan vena sentral
: dinding thoraks kanan dan kiri simetris, deformitas dinding thoraks (-), deviasi tulang belakang (-), retraksi dinding dada (-), ketinggalan gerak (-), lesi kulit (-), dinding dada lebih tinggi dibanding dinding abdomen, iktus kordis tidak terlihat
:nyeri (-), masa (-), krepitasi (-), pergerakan dinding dada simetris, fremitus taktil simetris,
: posterior: batas pengembangan paru 5 cm dari suara sonor hilang Anterior: batas paru hepar di SIC V, batas jantung kesan dbn.
: terdapat rhonki basah kasar (+) di lapang pulmo sinistra , Wheezing (+) di kedua lapang paru, BJ I-II reg, ST (-)
: Supel, Sikatriks (-), striae (-), bentuk dinding abdomen datar, dinding abdomen simetris, pembesaran organ (-)
Perkusi
Palpasi
Pemeriksaan ren
Pemeriksaan hepar Pemeriksaan lien
Pemeriksaan asites
IV.F. PEMERIKSAAN EKSTREMITAS Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
: BU (+) 10x/menit: suara timpani di empat regio abdomen, batas hepar dbn., pembesaran lien (-): NT (-) di sembilan regio abdomen
:ginjal tidak teraba saat pemeriksaan, nyeri ketok ginjal (-)
: hepar tidak teraba saat pemeriksaan
: perkusi pada lin. Axila anterior timpani ketika os menarik nafas dalam
: tes undulasi (-) Tes redup berpindah (-)
: odem (-), kekuatan otot 5: odem (-), kekuatan otot 5
V. RESUME PEMERIKSAAN FISIK :
Dari pemeriksaan fisik ditemukan:
Pembesaran nodus preaulikular dextra disertai nyeri tekan limfonodi
Rhonki basah kasar di lapang pulmo sinistra
Wheezing di kedua lapang paru
VI. DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK)
VI.A. Masalah aktif :
Batuk berdahak lebih dari 3 minggu disertai sesak nafas yang mengganggu tidur os
Riwayat diabetes yang tidak terkontrol
VI. B. Masalah pasif :
Tidak ditemukan masalah pasif pada pasien
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG TELAH DILAKUKAN
a. Pemeriksaan darah rutin dan glukosa darahPemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 12,3 g/dl 13,2-17,3 Leukosit 11,0x 103/µl 3,8-10,6Hematokrit 36 % 40-52Eritrosit 5,3x 106/µl 4,40-5,90Trombosit 454x103/µl 150-400MCH 23 pg 26-34MCHC 34 g/dl 32-36MCV 67 fL 80-100
Diff Count Eosinofil Basofil Netrofil Limfosit Monosit
0,00 %0,10 %84,20 %8,60 %5,60 %
1-40-150-7022-404-8
SGOT 7 U/L 0-50SGPT 5 U/L 0-50GDS 591 mg/dl 70-120Ureum 81 mg/dl 0,40-0,90Kreatinin 1,09 mg/dl 0,4-0,9
b. Ro.thoraks
Kesan: TB paru sinistra dengan perluasan ke pulmo dextra
c. Pemeriksaan BTA Didapatkan hasil BTA SPS (3+)
VII. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis dari os adalah TB paru kasus kambuh dengan DM tipe II
VIII. TATALAKSANAA. TINDAKAN TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN
a. Tindakan Farmakologi
O2 3 lpm
FDC
Levemir 0-0-0-20
Noverapid 10-10-10
b. Tindakan Nonfarmakologi
Edukasi untuk makan dan menjalani pengobatan sesuai anjuran dokter
Edukasi mengenai penyakit pasien dan kepatuhan dalam pengobatan
Pernyataan :
Bahwa semua data yang saya tulis dalam status ujian ini adalah berdasarkan pemeriksaan yang saya lakukan sendiri
Kebumen, 13 April 2015
Mahasiswa Dosen pembimbing
Mely Ekajayanti dr. Miftahuddin Sp.P
BAB IITINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tuberkulosis Paru
2.1.1. Definisi Tuberkulosis Paru
Menurut Sudyo at l., (2009) dan Konsensus Tuberkulosis (2014), tuberkulosis
adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis
complex.
2.1.2. Biomolekuler Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri basil lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan berkapsul. Bakteri ini berukuran 0,3-0,6 µm dan panjang
1-4 µm. Dinding bakteri ini terdiri dari asam mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat,
dan sulfolipid yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat dihubungkan dengan
arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan
fosfodiester. Bakteri ini juga memiliki polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Bakteri ini mempunyai struktur- struk tur yang kompleks sehingga bakteri
ini dapat taham asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap penghilangan zat
warna tersebut dengan larutan asam2. Bakteri ini mempunyai komponen antigen dalam
dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein, Konsensus
Tuberkulosis, (2014).
Gambar 1. Mycobacterium tuberculosis
2.1.3. Patogenesis Tuberkulosis
2.1.3.1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer didapat secara inhalasi. Kuman TB yang dibatukan akan
menetap di udara selama 1-2 jam, namun apabila lingkungan gelap dan tidak terdapat
sinar ultraviolet kuman TB ini dapat bertahan berhari- hari sampai berbulan- bulan,
Sudoyo at al. (2009).
Sudoyo at al., (2009) menyatakan bahwa kuman TB yang masuk secara inhalasi
akan bersarang di jaringan paru, dimana dia akan membentuk sarang pneumonik atau
sarang primer, afek primer atau fokus gohn. Sarang primer ini terjadi dapat dimanapun di
parenkim paru, namun sering terjadi pada afek paru karena sifat kuman TB yang aerob.
Dari sarang primer akan terbentuk peradangan saluran getah bening menuju hilus yang
disebut dengan limfangitis lokal. Peradangan tersebut selanjutnya diikuti dengan
pembesaran kelenjar getah bening hilus yang disebut dengan limfadenitis regional. Afek
primer yang ditambah dengan limfangitis lokal dan limfadenitis regional disebut dengan
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami hal- hal berikut.
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan bekas sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran hilus)
3. Menyebar dengan cara:
a. Perkontinuatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contohnya adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medus oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada salauran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman TB kan menjalar sepanjang bronkus
yang tersumbat ke lobus yang atelektasis dan menimbulakn peradangan
pada lobus yang atelektasis tersebut.
b. Penyebaran bronkogen, baik di paru bersangkutan atau di paru
sebelahnya.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini
sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh dan jumlah virulensi basil.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi jika
imun tidak kuat penyebaran ini akan menimbulkan keadaan yang cukup
gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, yphobacilous
landouzy. Penyebaran seperti ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis
pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, genitalia dan sebagainya.
Komplikasi ini dapat menjadi:
i. Sembuh dengan meninggalkan sekuele
ii. Meninggal
2.1.3.2. Tuberkulosis Post Primer
Konsensus Tuberkulosis, (2014), menyatakan bahwa tuberukulosis primer akan
dorman dan akan muncul bertahun- tahun kemudian menjadi tuberkulosis post- primer.
Biaasanya hal ini terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer dimulai dari
sarang dini, yang umurnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang ini awalnya berbentuk sarang pneumotik kecil yang dapat menjadi:
1. Diresorbsi kembali dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan bekas
2. Sarang tadi mula- mula meluas tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya
dapat juga sarng tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukan keluar.
3. Sarang pneumotik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kavitas
akan muncul dengan dibatukannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya menjadi tebal (kavitas sklerotik). Sarang
pneumonik ini dapat menjadi:
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumotik baru. Sarang
pneumotik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan
diatas.
b. Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapt mengapur dan menyembuh, tapi mungkin
pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kavitas lagi.
c. Dapat menjadi bersihdan menyembuh (open healed cavity), atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri. Akhirnya mengecil. Kemungkinan
berakhir sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatn
seperti bintang (stellate shaped).
2.1.4. Klasifikasi Tuberkulosis Paru
Konsesnsus Tuberkulosis (2014) mendefinisikan tuberkulosis paru merupakan
tuberkulosis yang menyerang jaringan paru dan tidak termasuk pleura. Berdasarkan hasil
pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi menjadi:
1. TB paru BTA (+)
Sekurang- kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif.
2. TB paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis
aktif srta tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M. tuberkulosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa
Berdasat tipe penderita, TB dibagi menjadi:
1. Kasus baru
Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 hari).
2. Kasus kambuh (relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya prnah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
3. Kasus pindahan (transfer in)
Penderita yang sdang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan.
4. Kasus lalai berobat
Penderita yang berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih,
kemudian datan kembali berobat. Umumnya penderita tersebut datang kembali
dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
5. Kasus gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5.
Penderita dengan hasil BTA negatif, gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik
ulang hasilnya mengalami perburukan.
6. Kasus kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan hasil BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ualng kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
7. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik negatif dan gambaran radiologik
paru menunjukkn lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial
menunjukkan gambaran yang menetap.
Kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun
setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologik.
2.1.5. Diagnosis Tuberkulosis
2.1.5.1. Manifestasi Klinik
Secara umum manifestasi tuberkulosis dapat dibagi menjadi manifestasi
respiratorik, yaitu batuk > 3 minggu, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada dan gejala
sistemik seperti demam dan gejala sistemik lain (malaise, keringat malam, anoreksia, dan
berat badan menurun). Gejala- gejala ini sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala
sampai terdapat gejala berat tergantung dari luas lesi, Konsensus Tuberkulosis (2014).
2.1.5.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat didapatkan suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, dan tanda- tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa didapatkan perkusi pekak pada parenkim paru,
pada auskultasi didapatkan sara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa terdapat pembesaran kelenjar getah
bening yang paling sering terjadi di daerah leher dan kadang- kadang di daerah ketiak,
Konsensus Tuberkulosis (2014).
2.1.5.3. Pemeriksaan Penunjang
2.1.5.3.1. Pemeriksaan Bakteriologik
Sudoyo at al., 2009, bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat dari dahak,
cairan pleura, liquor serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
beronkoalveolar, urin, faeces dan jaringan biopsi. Cara pengumpulan dan pemgiriman
bahan, yaitu dahak diambil 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut- turut atau dengan cara:
Sewaktu/ spot (dahak sewaktu kunjungan)
Dahak pagi (keesokan harinya)
Sewaktu/spot (pada waktu mengantarkan dahak pagi)
Untuk interpretasi pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan adalah:
2 kali positif, 1 kali negatif mikroskopik positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian
o Bila 1 kali positif, 2 kali negatif mikroskopik positif
o Bila 3 kali negatif mikroskopik negative
2.1.5.3.2. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik merupakan pemeriksaan standar pada penyakit
tuberkulosis. Foto yang digunakan adalah foto PA denan atau tanpa foto lateral.
Gambaran radiologik tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang multiform
(bermacam- macam). Konsensus Tuberkulosis (2014), mendeskripisikan gambaran yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:
Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal ndan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
Kavitas terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Sementara itu, gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif adalah:
Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
Kelainan atau fibrotik
Fibrotoraks atau fibrosis parenkim paru dan tau penebalan pleura
Gambaran luluh paru (destroyed lung):
Gambaran radiologik yang menunjukkan kaerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru (atelektasis, multikaviti dan fibrosis
parenkim paru)
Bila BTA negatif, dapat dinilai luas lesi dari radiologi:
Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga
kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
troakalis 5
Lesi luas, jika lesi melebihi lesi minimal
Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan lain seperti PCR, pemeriksaan
serologi (ELISA, mycodot, PAP, ICT), pemeriksaan BACTEC, pemeriksaan cairan pleura,
pemeriksaan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah dan uji tuberkulin, Konsensus
Tuberkulosis (2014).
Gambar 2. Skema alur diagnosis TB pada orang dewasa
2.1.6. Pengobatan Tuberkulosis
Konsensus Tuberkulosis (2014), menyatakan pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2
fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4 atau 7 bulan). Obat anti TB yang
digunakan adalah:
1. Obat lini pertama yang digunakan adalah:
a. Rifampisin, 10 mg/kgBB, maksimal 600 mg 2-3 x/minggu atau
i. BB >60 kg : 600 mg
ii. BB 40-60 kg : 450 mg
iii. BB < 40 kg : 300 mg
iv. Dosis intermitten : 600 mg/kali
b. INH, 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg, 10 mg/kgBB 3x seminggu, 15 mg/kgBB 2x
seminggu atau 300 mg/hari untuk dewasa, intermitten 600 mg/kali
c. Pirazinamid,fase intensif 25 mg/kgBB, 35 mg/kgBB 3x seminggu, 50 mg/kgBB
2x seminggu atau
i. BB > 60 kg : 1500 mg
ii. BB 40-60 kg : 1000 mg
iii. BB < 40 kg : 750 mg
d. Streptomisin, 15 mg/kgBB atau
i. BB >60 kg : 1000 mg
ii. BB 40-60 kg : 750 mg
iii. BB < 40 kg : sesuai BB
e. Etambutol fase intensif 20 mg/kgBB, fase lanjutan 15 mg/kgBB, 30 mg/kgBB 3x
seminggu, 45 mg/kgBB 2x semingu atau:
i. BB 60 kg : 1500 mg
ii. BB 40-60 kg : 1000 mg
iii. BB <40 kg : 750 mg
2. Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination), terdiri dari:
a. Empat OAT dalam satu tablet yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg,
pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg
b. Tiga OAT dalam satu tablet yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan
pirazinamid 400 mg
3. Obat lini kedua, yaitu
a. Kanamisin
b. Kuinolon
c. Obat lain (makrolid, amoksilin+asam klavulanat)
d. Derivat rifampisin dan INH
Efek samping OAT dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Efek Samping Ringan OAT
Efek Samping Penyebab Penanganan
Tidak nafsu makan, mual, sakit perut
Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur
Nyeri sendi pirazinamid Beri aspirin/ allopurinolKesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki
INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 100 mg/ hari
Warna kemerahan pada air seni
Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu diberikan apa- apa
Tabel 2. Efek Samping Berat OAT
Efek Samping Penyebab PenangananGatal dan kemerahan pada kulit
Semua jenis OAT Beri antihistamin dan dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikanGangguan keseimbangan
streptomisin Streptomisin dihentikan
Ikterik Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang
Bingung dan muntah- Hampir semua OAT Hentikan semua OAT,
muntah lakukan pemeriksaan hepar
Gangguan penglihatan etambutol Hentikan etambutolPurpura dan henjatan syok
Rifampisin Hentikan rifampisin
Ringkasan panduan obat untuk pasien TB.
Tabel 3. Panduan Obat untuk Pasien TB
Kategori KasusPanduan obat yang
dianjurkanKeterangan
I
TB paru BTA +, BTA -, lesi luas, TB di luar paru kasus berat
2 RHZE/4RH atau RHZE/6 HE atau 2RHZE/4RH3
II Kambuh, gagal pengobatan
3 RHZE/6 RH, atau 2RHZES sesuai hasil sensitivitas
Bila streptomisin alergi dapat diganti kanamisin
III TB paru lalai berobat
2RHZES/1RHZE/5R3H3E3
2.2. Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes melitus
Cahyadi (2011) menyatakan bahwa DM merupakan faktor resiko paling penting
dalam perburukan TB. Sejak abad 20 para klinisi menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara TB dengan DM walaupun penyebabnya sampai sekarang belum
jelas, namun kemungkinan besar DM berdampak terhadap imunitas pasien TB.
DM menyebabkan defek fungsi sel- sel imun dan mekanisme pertahanan penjamu.
Sampai sekarang patogenesisnya masih belum jelas. Namun, dari beberapa penelitian
didapatkan bahwa tingkat bakterisidal leukosit pada pasien TB dengan DM lebih rendah
dibanding non DM, terutama bagi pasien- pasien dengan kontrol gula yang buruk. Selain
itu, penelitian yang dilakukan oleh Wang et al., menyatakan meningkatnya resiko TB pada
pasien DM disebabkan oleh defek pada makrofag alveolar atau limfosit T. Wang
menemukan bahwa pada pasien TB dengan DM terdapat peningkatan jumlah makrofag
alveolar matur yang dianggap bertanggung jawab terhadap perluasan TB dan jumlah
bakteri dalam sputum pasien TB.
Kemudian Cahyadi (2011) juga menyatakan prevalensi TB meningkat seiring
dengan meningkatnya prevalensi DM. Frekuensi DM pada pasien TB dilaporkan sebanyak
10-15% dan penyakit ini dilaporkan 2-5% lebih banyak dibanding pasien TB tanpa DM.
Penelitian di Taiwan (dalam Cahyadi, 2011) juga menyatakan DM merupakan faktor
komorbid TB sebesar 21,5 %.
DM tidak bepengaruh pada manifestasi, hasil bakteriologi, reaksi tuberkulin, dan
lokalisasi infiltrat gambaran radiografi. Namun, ada penelitian yang menyatakan bahwa
pada pasien wanita dengan usia lebih dari 40 tahun didapatkan adanya keterlibatan
lapang paru bawah yang secara statistik berbeda secara bermakna dibandingkan dengan
yang bukan DM.(Cahyadi, 2011)
Kemudian pada penelitian Wang et al.,(dalam Cahyadi, 2011), menyatakan bahwa
DM dengan TB paru menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi terhadap demam,
hemoptisis, pewarnaan sputum BTA yang positif, lesi konsolidasi, kavitasi dan lapan paru
bawah pada gambaran radiologi serta angka kematian yang lebih tinggi.
Kemudian, Ali Syahbana (dalam Cahyadi, 2011) juga menyatakan pasien TB
dengan DM mempunyai gejala klinis yang lebih banyak dan keadaan umum yang lebih
buruk.
2.3. Pengobatan TB dengan DM
Prinsip pengobatan pasien TB dengan DM serupa dengan pengobatan pada
pasien non DM dengan syarat gula darah terkontrol. Yang menjadi perhatian pada pasien
ini adalah efek samping dari obat- obatan TB yang seharus dapat dicegah. Hal lain yang
perlu diprehatikan adalah pada pasien dengan pengobatan antidiabetes sulfonilurea
karena obat- obatan TB dapat meningkatkan metabolisme sulfonilurea sehingga apabila
diberikan golongan sulfonilurea dosisnya dapat ditingkatkan.
Kemudian perlu diketahui bahwa kadar rifampisin dalam plasma pasien TB degnan
DM hanya 50% dibandingkan dengan non DM. Sehingga dapat mendeskripsikan bahwa
respons pengobatan pasien TB dengan DM lebih rendah dibanding pasien non DM.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, Alius. 2011. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Melitus. J Indon Med Assoc, vol. 61,no. 4 : 173-178
Konsensus TB. 2014. Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia
Sudoyo, A.W., Bambang S., Idrus, A., Marcellus S.K., Siti, S., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta: Internal Publishing