Referat PA DM.doc

26
Penegakan Diagnosis 1. Anamnesis Pada anamnesis dapat ditemukan beberapa keluhan penyakit Diabetes Melitus (DM). Keluhan – keluhan tersebut dapat digolongkan menjadi 2 kelompok : (Perkeni,2011) a. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. 2. Pemeriksaan Fisik Untuk membantu penegakan diagnosis, setelah anamnesis dapat dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah : (Perkeni, 2011) a. Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang : obesitas b. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi c. Pemeriksaan funduskopi : retinopati

Transcript of Referat PA DM.doc

Page 1: Referat PA DM.doc

Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis dapat ditemukan beberapa keluhan penyakit Diabetes

Melitus (DM). Keluhan – keluhan tersebut dapat digolongkan menjadi 2

kelompok : (Perkeni,2011)

a. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

2. Pemeriksaan Fisik

Untuk membantu penegakan diagnosis, setelah anamnesis dapat dilakukan

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah : (Perkeni, 2011)

a. Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang : obesitas

b. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi

berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle

brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah

arteri tepi

c. Pemeriksaan funduskopi : retinopati

d. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid : tidak ada pembengkakan

e. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

f. Pemeriksaan kulit ; pruritus

g. Pemeriksaan neurologis : neuropati

3. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: (Perkeni, 2011)

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu

>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan

klasik.

Page 2: Referat PA DM.doc

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g

glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa

plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.

TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang

dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. TTGO yang dilakukan

dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g

glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA (American Diabetes Association)

2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika

dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.

Patofisiologi

1. Diabetes Melitus Tipe I (DMT1)

Bagan 1. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe I (Tjokroprawiro, 2007)

Idiopatik + imunologik kelainan β pancreas DMT1

1. Tidak mampu sintesis dan sekresi insulin dengan kualitas dan kuantitas yang cukup

2. Tidak ada sekresi insulin sama sekali(reseptor insulin cukup dan normal)

Page 3: Referat PA DM.doc

2. Diabetes Melitus Tipe II (DMT2)

Bagan 2. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2 (Arslanian, 2002)

Resisten Insulin

1. Resistensi insulin

2. Fungsi sel beta

3. Produksi glukosa oleh hati

Fungsi sel beta

Hiperinsulinemia + hiperglikemia pospandrial

Hiperinsulinemia + toleransi glukosa normal

Genetik

Glukotoksisiti

+

Lipotksisiti

Page 4: Referat PA DM.doc

Resistensi Insulin yang kemudian disusul dengan disfungsi sel Beta

pankreas yaitu : (Tjokroprawiro, 2007)

1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup / kurang, namun keterlambatan

sekresi insulin fase-1(fase cepat atau acute insulin response), sehingga

glukosa sudah diabsorpsi masuk darah tetapi jumlah insulin yang efektif

belum memadai

2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 2000-3000), pada obesitas

jumlah reseptor bahkan hanya sekitar 2000

3. Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek, sehingga

kerja insulin tidak efektif (afinitas atau sensitivitas insulin terganggu)

4. Terdapat kelainan di pasca reseptor, sehingga proses glikolisis intraselular

terganggu.

Page 5: Referat PA DM.doc

Bagan 3. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe II (Ganong, 2001)

Resistensi Insulin

Hiperglikemi

Meningkatnya kadar glukosa di sirkulasi darah

+

Pemasukan glukosa ke jaringan perifer menurun

Menurunnya glukosa di dalam nucleus ventromedial hipotalamus

Defisiensi glukosa intrasel

poliphagi

Merangsang rasa lapar

Kapasitas ginjal menyerap kembali glukosa terlampaui

+

Glukosa banyak menyerap air

Ekskresi glukosa menyebabkan hilangnya sejumlah air yang

lebih banyak

Dehidrasi

hipovolemik

Merangsang renal untuk mengahsilkan

Renin Angiotensin II

Mengaktifkan saraf yang berkaitan dengan HAUS

polidipsi

Page 6: Referat PA DM.doc

Terapi Lama

1. Perencanaan Makan

Pada konsesus PERKENI standar yang dianjurkan adalah makanan

dengan komposisi : (Mansjoer, 1999).

a. Karbohidrat 60-70%, protein 10-15% dan lemak 20-25%. Jumlah

kandungan kolesterol disarankan <300 mg/hari. Jumlah kandungan serat

± 25 g/hr, diutamakan serat larut.

b. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress

akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal

Rumus Broca :

Berat badan idaman = (tinggi badan – 100) – 10 %

(pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10% lagi).

2. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu

selama ± 30 menit). Prinsip : CRIPE (Continuous – Rythmical – Interval –

Progressive – Endurance). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona

latihan, yaitu 75-85% denyut nadi maksimal. Denyut nadi maksimal (DNM)

dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut :

DNM = 220 – umur (dalam tahun)

Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani adalah jangan memulai

olahraga sebelum makan, harus didampingi oleh orang yang tahu mengatasi

serangan hipoglikemia, memeriksa secara cermat setelah olahraga (Mansjoer,

1999).

3. Intervensi Farmakologis

Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang

teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan

pemakaian obat (Mansjoer, 1999).

a. Obat Hipoglikemia Oral (OHO) (Mansjoer, 1999).

Page 7: Referat PA DM.doc

i. Sulfonilurea untuk menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan

dan menurunkan ambang sekresi urin. Diberikan kepada pasien dengan

berat badan normal dan berat badannya sedikit lebih. Klorpropamid

kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal. Untuk orang tua :

tolbutamid, glikuidon. Untuk pasien DM dengan gangguan fungsi

ginjal atau hati dapat menggunakan glikuidon.

ii. Biguanid untuk menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di

bawah normal. dianjurkan untuk pasien gemuk.

iii. Inhibitor α glukosidase untuk menurunkan penyerapan glukosa dan

menurunkan hiperglikemi posprandial

iv. insulin sensitizing agent

Thoazolidinediones untuk meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga

menurunkan resistensi insulin

b. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan: (Mansjoer, 1999).

i. Penurunan berat badan yang cepat

ii. Ketoasidosis, asidosis laktat dan koma hiperosmolar

iii.Gagal dikelola dengan OHO dosis maksimal dan atau kontraindikasi

dengan obat tersebut.

iv.Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

v. Kehamilan yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

Page 8: Referat PA DM.doc

Tabel 1. Preparat insulin yang tersedia (Mansjoer, 1999).

Jenis Kerja Preparat

Kerja pendek Actrapid Human 40 / Humulin

Actrapid Human 100

Kerja sedang Monotard Human 100

Insulatard

NPH

Kerja panjang PZI (tidak dianjurkan karena

resiko hipoglikemi)

Campuran kerja pendek dan

sedang / panjang

Mixtard

Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah, lalu

dinaikkan perlahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien (Mansjoer,

1999).

Terapi Baru

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani

selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai

sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan

atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara

tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi

metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan

cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan (Perkeni, 2011).

Pilar penatalaksanaan DM adalah

1. Edukasi

Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,

keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju

perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,

dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

Page 9: Referat PA DM.doc

Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala

hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan

kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan

khusus (Perkeni, 2011).

2. Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara

menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta

pasien dan keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM

sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Pada penyandang

diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,

jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat

penurun glukosa darah atau insulin (Perkeni, 2011)..

a. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: (Perkeni, 2011).

1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

2) Lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.

a) Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

b) Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh

tunggal.

c) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung

lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu

penuh (whole milk).

d) Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

3) Protein dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

4) Natrium, serat ± 25g/hari

5) Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam,

sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.

b. Kebutuhan kalori

Page 10: Referat PA DM.doc

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan

penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan

kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau

dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur,

aktivitas, berat badan, dll (Perkeni, 2011)..

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang

dimodifikasi adalah sbb: (Perkeni, 2011).

1) Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

2) Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150

cm, rumus dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

a) BB Normal : BB ideal ± 10 %

b) Kurus : < BBI - 10 %

c) Gemuk : > BBI + 10 %

3) Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks

massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT

a) BB Kurang < 18,5

b) BB Normal 18,5-22,9

c) BB Lebih ≥ 23,0

Klasifikasi IMT menurut WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific

Perspective:RedefiningObesity and its Treatment (Perkeni, 2011).

a) Dengan risiko 23,0-24,9

b) Obes I 25,0-29,9

c) Obes II > 30

3. Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit) dengan prinsip CRIPE (Continuous –

Page 11: Referat PA DM.doc

Rythmical – Interval – Progressive – Endurance), merupakan salah satu pilar

dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,

menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain

untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan

jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan

kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif

sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat

komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak

atau bermalas-malasan (Perkeni, 2011).

4. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan

bentuk suntikan(Perkeni, 2011).

a. Obat hipoglikemik oral

1) Pemicu Sekresi Insulin

a) Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien

dengan berat badan normal dan kurang. Untuk menghindari hipoglikemia

berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal

ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak

dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang (Perkeni, 2011).

b) Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase

pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat

asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorpsi

Page 12: Referat PA DM.doc

dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat

melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial

(Perkeni, 2011).

2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin

a) Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan

sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin

dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena

dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal

hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan

pemantauan faal hati secara berkala. Golongan rosiglitazon sudah ditarik

dari peredaran karena efek sampingnya (Perkeni, 2011).

3) Penghambat glukoneogenesis

a) Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa

perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum

kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan

kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis,

renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping

mual (Perkeni, 2011).

4) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping

yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens (Perkeni, 2011).

Page 13: Referat PA DM.doc

5) DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptida

yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel

mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan.

GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus

sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-

1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit

GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM

tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk

aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan

konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat

kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli

atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk

golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-

1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu

merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glucagon

(Perkeni, 2011).

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai

respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal (Perkeni,

2011).

1. Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan

2. Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan

3. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

4. Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama

5. Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

6. DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

b. Suntikan

1) Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan: (Perkeni, 2011).

Page 14: Referat PA DM.doc

a) Penurunan berat badan yang cepat

b) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

c) Ketoasidosis diabetic

d) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

e) Hiperglikemia dengan asidosis laktat

f) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

g) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

h) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

i) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Efek samping terapi insulin (Perkeni, 2011).

a) Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

b) Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang

dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

2) Agonis GLP-1

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan

baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang

penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun

peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan

insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan

berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan

glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada

percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta

pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa

sebah dan muntah (Perkeni, 2011).

Page 15: Referat PA DM.doc

Tabel 2. Perbandingan Obat (Perkeni, 2011)

Efek samping utama

Cara kerjautama

ReduksiA1C

Keuntungan Kerugian

Sulfonilurea Meningkatkansekresi insulin

BB naik,hipoglikemia

1,0-2,0% Sangat efektif Meningkatkan beratbadan,hipoglikemia(glibenklamid danklorpropamid)

Glinid Meningkatkansekresi insulin

BB naik,hipoglikemia

0,5-1,5% Sangat efektif Meningkatkan beratbadan, pemberian 3x/hari,harganya mahal danhipoglikemia

Metformin Menekanproduksiglukosa hati &menambahsensitifitasterhadap insulin

Dispepsia,diare, asidosislaktat

1,0-2,0% Tidak ada kaitandengan berat badan

Efek sampinggastrointestinal,kontraindikasi padainsufisiensi renal

Penghambatglukosidasealfa

Menghambatabsorpsiglukosa

Flatulens, tinjalembek

0.,5-0,8% Tidak ada kaitandengan berat badan

Sering menimbulkan efekgastrointestinal, 3x/hari danmahal

Tiazolidindion Menambahsensitifitasterhadap insulin

Edema 0,5-1,4% Memperbaiki profillipid(pioglitazon),berpoten si menurunkan infarkmiokard (pioglitazon)

Retensi cairan, CHF,fraktur, berpotensimenimbulkan infarkmiokard, dan mahal

DPP-4inhibitor

Meningkatkansekresi insulin,menghambatsekresiglukagon

Sebah, muntah 0,5-0,8% Tidak ada kaitandengan berat badan

Penggunaan jangkapanjang tidak disarankan,mahal

Insulin Menekan produksiglukosa hati,stimulasipemanfaatan glukosa

Hipoglikemi, BBnaik

1,5-3,5% Dosis tidak terbatas,memperbaiki profillipid da sangat efektif

Injeksi 1-4 kali/hari, harusdimonitor, meningkatkanberat badan, hipoglikemiadan analognya mahal

Page 16: Referat PA DM.doc

c. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,

untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa

darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan

dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini.

Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination

dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang

mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum

tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda

atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan

klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan

kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin,

yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin

kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari

menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat

diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup

kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan

sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai

kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas

kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO

dihentikan dan diberikan terapi kombinasiinsulin (Perkeni, 2011).

5. Monitoring

Monitoring rutin jangka panjang untuk menilai status glukosa pasien DM

dengan menggunakan HbA1c. HbA1c disarankan untuk diperiksa 3 bulan 1 kali

untuk pasien DM

Page 17: Referat PA DM.doc

Tabel 3. Interpretasi Hasil HbA1c (A1C) (Perkeni 2002)

Kriteria Pengendalian DM

Kriteria

Pengendalian

Kadar A1C

(%)

Baik

Sedang

Buruk

<6,5

6,5-8

> 8

Prognosis

Sekitar 60% pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti

orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan

kemungkinan untuk meninggal lebih cepat. Pada pasien DMT2 dengan terapi yang

sesuai dan terkontrol dapat meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi angka

morbiditas (Tjokroprawiro, 2007).

Arslanian S. Type 2 diabetes in children: clinical aspects and risk factors. Horm Res 2002

Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif; Triyanti, Kuspuji; Savitri, Rahmi; Wardhani, Wahyu I; Setiowulan, Wiwiek. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Perkeni. 2002. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2002.

. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2011.

Tjokroprawiro, Askandar; Hendromartono; Sutjahjo, Ari; Pranoto, Agung; Murtiwi, Sri; Adi S, Soebagijo; Wibisono, Sony. 2007. Diabetes Mellitus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Airlangga University Press.