TB citizen kontrol.docx
Click here to load reader
-
Upload
yasnaa-hernandoo -
Category
Documents
-
view
52 -
download
4
description
Transcript of TB citizen kontrol.docx
KONTROL WARGA DALAM PEMBANGUNAN HIPPAM DI
DESA ARJOWINANGUN KABUPATEN MALANG
Tugas Kelompok
Mata Kuliah PBM
Disusun Oleh :
Dimas Arya (125060607111018)
Eftyca Fragmawati (125060600111050)
Eko Supryanto K.J. (125060607111012)
Nur Ika Rahmawati (125060600111005)
Tiara Faradina Prasti (125060600111026)
Yasna Hernando M. (125060600111035)
Dosen Pembimbing :
Mustika Anggraeni, ST.,MT.
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini permasalahan penataan ruang yang sering terjadi adalah
ketidakpedulian masyarakat (publik) untuk ikut serta dalam pelaksanaan penataan
ruang. Adanya sikap acuh dan kurang terlibatnya peran masyarakat untuk ikut serta
dalam penataan ruang seringkali menyebabkan pembangun tidak berjalan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Masyarakat adalah subyek dari proses pembangunan sedangkan pemerintah
adalah pihak yang mengarahkan dan sebagai fasilitator. Jika subyek tidak berperan
secara baik, maka proses pembangunan tidak akan berhasil. Keterlibatan masyarakat
pada rencana tata ruang sangat diperlukan demi suksesnya tujuan penataan ruang.
Masyarakat yang terlibat harus memahami apa dan bagaimana rencana tata ruang
wilayah di mana masyarakat tersebut tinggal. Di sisi lain, pemerintah juga perlu
didorong untuk menyelenggarakan pemerintahaan secara baik ( good governance).
Pelibatan masyarakat bisa dipandang sebagai kontrol masyarakat yang akan
mendorong pemerintah untuk konsisten melaksanakan rencana tata ruang yang
aspiratif.
Keterlibatan masyarakat dalam penataan ruang telah muncul sejak
dikeluarkannya Pasal 12 UU No.24/1992. Dalam UU Penataan Ruang no 27 tahun
2007 hal tersebut ditegaskan lagi pada beberapa pasal. Jadi, masyarakat berperan
sebagai mitra dalam penyelenggaraan penataan ruang. Keterlibatan masayarakat
merupakan critical succes factor dalam pencapaian tujuan penataan ruang.
Untuk kesuksesan program keterlibatan masyarakat tersebut diperlukan
perubahan paradigma dalam penyelenggaraan penataan ruang. Konsep stakeholder
dan social transformation adalah pendekatan baru yang harus diterapkan sebagai
pengganti pendekatan lama yang memandang masyarakat sebagai obyek peraturan
dan homogen. Social transformation memandang masyarakat sebagai subyek
peraturan dan keanekaragaman perilaku. Masyarakat didorong untuk menentukan
nasibnya sendiri (bottom up planning). Pendekatan ini akan menuntut peranan
pemerintah bersama dengan masyarakat, untuk mengembangkan visi bersama dalam
merumuskan wajah ruang masa depan, standar kualitas ruang, aktivitas yang
diperbolehkan dan dilarang pada suatu kawasan, distribusi dan alokasi fasilitas artic,
dan development control system.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari partisipasi?
2. Apa saja bentuk-bentuk partisipasi?
3. Bagaimana bentuk implementasi dari partisipasi citizen control?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian secara umum tentang partisipasi.
2. Menjelaskan bentuk-bentuk partisipasi.
3. Menjelaskan bentuk implementasi tingkat partisipasi citizen control
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Partisipasi
Pengertian partispasi menurut menurut Cohen dan Uphoff (1977) partisipasi
adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembuatan keputusan
tentang apa yang dilakukan, dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan
untuk berkontribusi sumberdaya atau bekerjasama dalam organisasi atau kegiatan
khusus, berbagi manfaat dari program pembangunan dan evaluasi program
pembangunan.
Sedangkan menurut Ndraha (1990) partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan dapat dipilah meliputi :
(1) Partisipasi dalam / melalui kontak dengan pihak lain sebagai awal perubahan
social
(2) Partisipasi dalam memperhatikan / menyerap dan artic tanggapan terhadap
informasi, baik dalam arti menerima, menerima dengan syarat, maupun dalam
arti menolaknya
(3) Partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan
(4) Partisipasi dalam pelaksanaan operasional
(5) Partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil
pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai tingkat
pelaksanaan pembangunan.
Berdasarkan beberapa definisi menurut para ahli tersebut, bisa ditarik
kesimpulan bahwa partisipasi merupakan pengambilan bagian atau keterlibatan
anggota masyarakat dengan cara memberikan dukungan (tenaga, pikiran maupun
materi) dan tanggung jawabnya terhadap setiap keputusan yang telah diambil demi
tercapainya tujuan yang telah ditentukan bersama.
2.2 Tangga Partisipasi
Tangga partisipasi menggambarkan derajat keterlibatan masyarakat dalam
proses partisipasi yang didasarkan pada seberapa besar kekuasaan (power) yang
dimiliki masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Kegunaan dari adanya
tipologi partisipasi ini adalah: (a) untuk membantu memahami praktek dari proses
pelibatan masyarakat, (b) untuk mengetahui sampai sejauh mana upaya peningkatan
partisipasi masyarakat dan (c) untuk menilai dan mengevaluasi keberhasilan kinerja
dari pihak-pihak yang melakukan pelibatan masyarakat.
Sherry Arnstein adalah yang pertama kali mendefinisikan strategi partisipasi
yang didasarkan pada distribusi kekuasaan antara masyarakat (komunitas) dengan
badan pemerintah. Dengan pernyataannya bahwa partisipasi masyarakat identik
dengan kekuasaan masyarakat (citizen articipation is citizen power). Tangga
partisipasi Arnstein menggambarkan setiap anak tangga mewakili strategi partisipasi
yang berbeda yang didasarkan pada distribusi kekuasaan.
Gambar 2.1 Tangga partisipasi menurut Arnstein (1969)
Sumber : Bappeda Depok, 2007
2.2.1 Non Participation
Tangga terbawah merepresentasikan kondisi tanpa partisipasi (non
participation), meliputi (1) manipulasi (manipulation) dan (2) terapi (therapy).
1. Manipulasi (manipulation). Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif
tidak ada komunikasi apalagi dialog. Tujuan sebenarnya bukan untuk
melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program tapi
untuk mendidik partisipan (masyarakat tidak tahu sama sekali terhadap
tujuan, tapi hadir dalam forum).
2. Terapi (therapy). Pada level partisipasi ini ada komunikasi namun bersifat
terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah.
2.2.3 Tokenisme
Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme
dimana peran serta masyarakat diberikan kesempatan untuk berpendapat dan
didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan
jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan.
Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk
menghasilkan perubahan dalam masyarakat.
1. Informasi (information). Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak
terjadi komunikasi, tetapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana
timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi
masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tangapan balik (feed
back).
2. Konsultasi (consultation). Pada tangga partisipasi ini komunikasi telah
bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada
penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan
bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan
apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi.
3. Penentraman (placation). Pada level ini komunikasi telah berjalan baik dan
sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat
dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan.
Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan
dan keberadaan usulan tersebut.
2.2.4 Citizen Power
Tiga tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari
partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan
keputusan.
1. Kemitraan (partnership). Pada tangga partisipasi ini, pemerintah dan
masyarakat merupakan mitra sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah
ada negosiasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi. Kepada
masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses
pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk bernegosiasiai dan
melakukan kesepakatan.
2. Pendelegasian kekuasaan (delegated power). Ini berarti bahwa pemerintah
memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus sendiri
beberapa kepentingannya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan yang
jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program.
3. Pengendalian warga (citizen control). Dalam tangga partisipasi ini,
masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk
kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan
pemerintah
2.3 Pentingnya Partisipasi
Menurut Conyers (1994:154) dalam Suciati (2006) ada tiga alasan utama
mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting. Pertama, partisipasi
masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi,
kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program
pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, masyarakat akan lebih
mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses
persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk
proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga,
timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan
dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan bahwa merekapun
mempunyai hak untuk turut memberikan saran dalam menentukan jenis
pembangunan yang akan dilaksanakan.
2.4 Keuntungan dan Kerugian Partisipasi Masyarakat
Dalam Wordpress (2010) disebutkan keuntungan dari partisipasi masyarakat
adalah:
1. Partisipasi memperluas basis pengetahuan dan representasi. Dengan
mengajak masyarakat dengan spektrum yang lebih luas dalam proses
pembuatan keputusan, maka partisipasi dapat: (a) meningkatkan
representasi dari kelompok-kelompok komunitas, khususnya kelompok
yang selama ini termarjinalisasikan, (b) membangun perspektif yang
beragam yang berasal dari beragam stakeholders, (c) mengakomodir
pengetahuan lokal, pengalaman, dan kreatifitas, sehingga memperluas
kisaran ketersediaan pilihan alternatif.
2. Partisipasi membantu terbangunannya transparansi komunikasi dan
hubungan-hubungan kekuasaan di antara para stakeholders. Dengan
melibatkan stakeholders dan berdiskusi dengan pihak-pihak yang akan
menerima atau berpotensi menerima akibat dari suatu kegiatan / proyek,
hal itu dapat menghindari ketidakpastian dan kesalahan interpretasi
tentang suatu isu / masalah.
3. Partisipasi dapat meningkatkan pendekatan iteratif dan siklikal dan
menjamin bahwa solusi didasarkan pada pemahaman dan pengetahuan
lokal. Dengan membuka kesempatan dalam proses pengambilan
keputusan, maka para pembuat keputusan dapat memperluas pengalaman
masyarakat dan akan memperoleh umpan balik dari kalangan yang lebih
luas. Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan akan lebih relevan
dengan kepentingan masyarakat lokal dan akan lebih efektif.
4. Partisipasi akan mendorong kepemilikan lokal, komitmen dan
akuntabilitas. Pelibatan masyarakat lokal dapat membantu terciptanya
hasil (outcomes) yang berkelanjutan dengan menfasilitasi kepemilikan
masyarakat terhadap proyek dan menjamin bahwa aktivitas-aktivitas yang
mengarah pada keberlanjutan akan terus berlangsung. Hasil yang
diperoleh dari usaha-usaha kolaboratif lebih mungkin untuk diterima oleh
seluruh stakeholders.
5. Partisipasi dapat membangun kapasitas masyarakat dan modal sosial.
Pendekatan partisipatif akan meningkatkan pengetahuan dari tiap
stakeholders tentang kegiatan / aksi yang dilakukan oleh stakholders lain.
Pengetahuan ini dan ditambah dengan peningkatan interaksi antar sesama
stakeholders akan meningkatkan kepercayaan diantara para stakeholders
dan memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan modal sosial.
Sedangkan kerugian yang mungkin muncul dari pendekatan partisipatif adalah:
1. Proses partisipasi dapat digunakan untuk memanipulasi sejumlah besar
warga masyarakat. Partisipasi secara sadar atau tidak sadar dapat
merugikan kepada mereka yang terlibat jika: (a) para ahli yang melakukan
proses ini memanipulasi partisipasi publik untuk kepentingannya, (b) jika
tidak direncanakan secara hati-hati, partisipasi dapat menambah biaya dan
waktu dari sebuah proyek tanpa ada jaminan bahwa partisipasi itu akan
memberikan hasil yang nyata.
2. Partisipasi dapat menyebabkan konflik. Proses partisipasi seringkali
menyebabkan ketidakstabilan hubungan sosial politik yang ada dan
menyebabkan konflik yang dapat mengancam terlaksananya proyek.
3. Partisipasi dapat menjadi mahal dalam pengertian bahwa waktu dan biaya
yang dikeluarkan dipersepsikan sebagai sesuatu yang mahal bagi
masyarakat lokal. Pada wilayah-wilayah dimana di dalamnya terdapat
ketidakadilan sosial, proses partisipasi akan dilihat sebagai sesuatu yang
mewah dan pengeluaran-pengeluaran untuk proses itu tidak dapat
dibenarkan ketika berhadapan dengan kemiskinan yang akut.
4. Partisipasi dapat memperlemah (disempower) masyarakat. Jika proses
partisipasi dimanipulasi, tidak dikembangkan dalam kerangka kerja
institusional yang mendukung atau terjadi kekurangan sumber daya untuk
penyelesaian atau keberlanjutan suatu proyek, maka partisipan dapat
meninggalkan proses tersebut, kecewa karena hanya sedikit hasil yang
diraih, padahal usaha yang dilakukan oleh masyarakat telah cukup besar.
2.5 Studi Kasus : Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum (HIPPAM)
Mandiri, Kelurahan Arjowinangun.
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, tingkatan paling tinggi
dari tangga partisipasi yakni citizen control atau control warga. Dalam tangga
partisipasi ini warga sudah memegang kendali penuh terhadap pembangunan yang
ada di daerahnya tanpa adanya ikut campur dari pemerintah. Tangga partisipasi tahap
ini menunjukan bahwa masyarakat di daerah tertentu telah berdaya. Contoh dari
diterapkannya tangga partisipasi citizen control ini adalah Himpunan Penduduk
Pemakai Air Minum (HIPPAM) Mandiri.
HIPPAM berbeda dengan PDAM, baik dari definisi, pengelolaan, hingga
biaya. HIPPAM adalah organisasi berbasis masyarakat yang mengelola penyediaan
air minum bagi masyarakat di pedesaan. sedangkan PDAM adalah organisasi yang
dikelola oleh pemerintah yang menyediakan air bersih bagi masyarakat dengan biaya
tertentu yang telah ditetapkan dari pemerintah. Saat ini sudah mulai banyak
masyarakat yang melikirik HIPPAM sebagai salah satu alternative untuk memenuhi
kebutuhan akan air bersih. Penggunaan HIPPAM relative lebih murah daripada
penggunaan PDAM. Alasan lain adanya HIPPAM karena terbatasnya jaringan
PDAM untuk dapat menjangkau daerah-daerah tertentu. Salah satu contoh daerah
yang berhasil mengembangkan HIPPAM (Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum)
mandiri adalah warga Kelurahan Arjowinangun. HIPPAM yang ada di
Arjowinangun berhasil mendapat predikat HIPPAM terbaik seluruh Jawa Timur
karena menyelamatkan warga dari diare dan muntaber serta mengatasi persoalan air
minum.
Menurut berita yang dimuat di Malang Post tanggal 16 Oktober 2012,
HIPPAM Mandiri di Arjowinangun sebenarnya sudah dibentuk sejak tahun 1994.
Awalnya hanya memiliki sekitar 100 pelanggan. Air yang dialirkan ke rumah warga
pun tak sebening sekarang karena dulu sumber air diambil dari Sungai Kali Anyar di
sekitar Tlogowaru yang dialirkan ke dalam bak penampung, kemudian dialirkan ke
pelanggan. Kualitas dan kuantitas air Sungai Kali Anyar yang buruk, saat kemarau
airnya sedikit dan saat hujan airnya keruh menyebabkan ada pelanggan yang terkena
muntaber. Menurut Sekretaris HIPPAM Mandiri, Drs Talib MPd, kejadian ini mulai
berubah ketika HIPPAM Mandiri dikelola secara profesional sekitar tahun 1999.
Berawal dari program sumur bor, kemudian mulai dikelola secara
professional. Pelanggan HIPPAM di Arjowinangun sekarang sudah mencapai 782
orang tentunya dengan jumlah pelanggan yang terus bertambah, HIPPAM Mandiri
dikelola layaknya perusahaan air minum professional serta memiliki kantor sendiri
lengkap dengan karyawan dan sistem kerja yang berbasis teknologi. Sistem
manajemen dan karyawan yang bekerja secara professional, yakni tiga pengurus,
satu petugas administrasi, tiga teknisi, empat pencatat meteran, tiga orang pengawas
dan tiga orang petugas keamanan.
Pengelolaan HIPPAM menggunakan sistem pencatat meteran pengguna air.
Semua data pencatatan meteran diolah di komputer untuk mengetahui tagihan
pelanggan pada setiap bulan. Sistem langganan untuk pemasangan baru dikenai biaya
sekitar Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta. Harga air dijual dengan berbagai ukuran dengan
sistem tarif progresif agar pelanggan menggunakan air sesuai kebutuhan. Yakni
penggunaan air 1-10 m3 dihargai Rp 10 ribu, penggunaan 11 sampai 20 m3 terkena
biaya sebanyak Rp 15 ribu. Sedangkan pengguna air dalam hitungan 21 sampai 30 m3
terkena biaya Rp 20 ribu. Selain itu, dikenakan biaya adminstrasi sebesar Rp 3.500
per bulan. Rp 1.000 dari biaya administrasi Rp 3.500 merupakan dana amal Yayasan
Seribu Muslim. Sebanding dengan perkembangan layanan, pengurus HIPPAM juga
meningkatkan mutu pelayanan yang setiap enam bulan sekali dengan melakukan
pemeriksaan air di laboratorium milik Dinas Kesehatan Kota Malang. Tujuannya agar
kualitas air bersih tetap terjaga.
Pendapatan HIPPAM Mandiri terus bertambah, dihitung sejak tahun 2007
sampai saat ini, HIPPAM Mandiri memiliki pendapatan sebesar Rp 286 juta untuk
pendapatan bersih sudah dipotong biaya operasional dan berbagai sumbangan sosial,
sedangkan pendapatan kotor diatas Rp 1 Miliar. Sumbangan sosial tersebut berupa
sumbangan kepada yatim piatu, santunan kepada kaum dhuafa, bantuan dana
pembangunan mesjid dan mushola pasti dibantu. Bahkan saat kegiatan bersih desa,
HIPPAM Mandiri memberi sumbangan sampai Rp 20 juta. Pengurus juga
mengutamakan ramah lingkungan. Salah satu contohnya, disetiap pemasangan pipa
yang menyebrang jalan, petugas HIPPAM Mandiri tidak menggali permukaan jalan,
tetapi menggunakan sistem bor dibawah jalan untuk memasukan pipa.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari hasil analisa diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat tidak
hanya sekedar keikutsertaan masyarakat dalam proses pembangunan saja, melainkan
adanya keseimbangan kerjasama antara pemerintah kepada masyarakat sehingga
dapat mempengaruhi perubahan ekonomi sosial khususnya masyarakat pinggiran.
Beberapa tingkat pastisipasi juga dapat membantu terbangunannya komunikasi yang
baik antara stakeholder dan masyarakat. Adanya kegiatan partisipasi masyarakat
sangat menguntungkan. Masyarakat mengerti apa yang mereka butuhkan, dan ketika
kebutuhan itu sudah terpenuhi masyarakat secara sadar diri akan menjaga dan
merawat apa yang telah mereka dapatkan. Seperti contoh kasus HIPPAM di
Kelurahan Arjowinangun Kabupaten Malang.
3.2. Saran
Hendaknya stakeholder lebih berperan dan lebih memerhatikan aspirasi
masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menyelesaikan
masalah. Strategi yang tepat adalah mengadakan pelatihan-pelatihan singkat
berhubungan dengan hal teknis berupa penyusunan proposal ataupun secara
pelaksanaan fisik kegiatan. Para warga juga diminta agar dapat lebih berperan aktif
dalam kegiatan pembangunan.
http://verrianto-madjowa.blogspot.com/2007/02/bab-9-pendekatan-
partisipatif.html
http://newjoesafirablog.blogspot.com/2012/06/definisi-dan-bentuk-
partisipasi.html
http://hippam-indonesia.org/
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/partisipasi/