tahun 2012 dan merupakan tahun pertama perjalanan ... nasional KNPZ... · Informasi dan Data...

49
1 Buku ini merupakan laporan upaya penguatan koordinasi pengendalian zoonosis yang diamanatkan Presiden melalui Perpres 30 tahun 2011 tentang pengendalian zoonosis. Terdapat dua hal strategis yang diamanatkan yaitu percepatan pengendalian dan penanggulangan situasi kedaruratan akibat zoonosis. Pada strategi pengendalian zoonosis melalui penguatan koordinasi maka sinkronisasi dan sinergitas sumberdaya lintas sektor menjadi kunci keberhasilan pengendalian zoonosis secara komprehensif dan terpadu. Pada tahun 2012 dan merupakan tahun pertama perjalanan organisasi koordinatif fungsional Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis. Emil Agustiono Ketua Tim Pelaksana / Sekretaris Komnas Pengendalian Zoonosis Deputi III Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

Transcript of tahun 2012 dan merupakan tahun pertama perjalanan ... nasional KNPZ... · Informasi dan Data...

1

Buku ini merupakan laporan upaya penguatan koordinasi pengendalianzoonosis yang diamanatkan Presiden melalui Perpres 30 tahun 2011 tentangpengendalian zoonosis. Terdapat dua hal strategis yang diamanatkan yaitupercepatan pengendalian dan penanggulangan situasi kedaruratan akibatzoonosis. Pada strategi pengendalian zoonosis melalui penguatan koordinasimaka sinkronisasi dan sinergitas sumberdaya lintas sektor menjadi kuncikeberhasilan pengendalian zoonosis secara komprehensif dan terpadu. Padatahun 2012 dan merupakan tahun pertama perjalanan organisasi koordinatiffungsional Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis.

Emil AgustionoKetua Tim Pelaksana / Sekretaris Komnas Pengendalian ZoonosisDeputi III Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

2

LAPORAN NASIONAL TAHUN 2012KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS

3

KATA PENGANTAR

Dalam dekade terakhir ancaman penyakit yang menular dari hewan kemanusia terus meningkat baik di Indonesia maupun dunia. Karakter zoonosisyang tidak mengenal batas administratif wilayah menjadi tantangan dalamkerjasama antar provinsi, antar negara dan dunia yang semata-mata untukmelindungi masyarakat luas. Zoonosis telah diprediksi oleh para pakar duniaakan menjadi ancaman bagi masyarakat karena 70% dari penyakit menularbaru (Emerging Infectious Diseases) yang berpotensi menimbulkan wabah danpandemi yang berdampak pada kerugian jiwa, ekonomi dan sosial.Indonesia telah menjadi pelopor dalam pengendalian zoonosis secara lintassektor. Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis (KNPZ) lahir sebagai perluasanbidang kerja Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan KesiapsiagaanMenghadapi Pandemi Influenza (KNFBPI) untuk :1. Mengoordinasikan dan menyinkronkan perumusan kebijakan danprogram nasional;2. Mengoordinasikan dan menyinkronkan pelaksanaan dan pengawasanpengendalian zoonosis;3. Memberikan arahan pelaksanaan kebijakan dan program pengendalianzoonosis kepada komisi provinsi pengendalian zoonosis dan komisikabupaten/kotapengendalian zoonosis;4. Evaluasi pelaksanaan pengendalian zoonosis secara nasional.Laporan ini merupakan refleksi penguatan koordinasi selama tahun 2012.Tentunya dalam tahun pertama masih menggali potensi kebijakan danprogram untuk dikembangkan dan dilaksanakan secara terpadu agar padawaktunya sasaran yang diharapkan dapat tercapai.H.R Agung LaksonoKetua Komnas Pengendalian ZoonosisMenteri Koordinator Bidang Kesejahteraan RakyatKabinet Indonesia Bersatu II

4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARBAB I Perkembangan ZoonosisBAB II Rapat Koordinasi penyusunan pedoman pengendalian lintas sektorBAB III Rapat Koordinasi Perlindungan Wilayah Bebas Endemis ZoonosisBAB IV Pertemuan Koordinasi Dalam Rangka Pembentukan SistemInformasi dan Data Perkembangan Zoonosis TerpaduBAB V Rapat Koordinasi Regional Barat Pengendalian zoonosisBAB VI Rapat Koordinasi Regional Timur Pengendalian zoonosisBAB VII Koordinasi Penyusunan Kajian Rekomendasi Kebijakan PercepatanPengendalian ZoonosisBAB VIII Rapat Koordinasi Dalam Rangka Sinkronisasi RoadmapPembebasan Wilayah Endemis ZoonosisBAB IX Pertemuan Koordinasi Penyusunan Perencanaan Program LintasSektorBAB X Pertemuan Koordinasi Jurnalis Tanggap ZoonosisBAB XI Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian ZoonosisBAB XII Rencana Kesiapsiagaan dan Respon Pandemi Sektoral (SectoralPandemi Preparedness And Response Plan)BAB XIII Rakor Tingkat Menteri Tentang Pengendalian Flu Burung LintasSetor (Sidang Komnas Pengendalian Zoonosis)

5

PERKEMBANGAN ZOONOSIS

Flu BurungFlu burung (FB) pada unggas akibat Highly Patogenic Avian Influenza strainH5N1 clade 2.1 pertama kali dilaporkan pada tahun 2003 dan sampai dengansaat ini telah menyebar di seluruh provinsi kecuali Maluku Utara. Kejadian FBpada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 2005 akibat virus yangsama pada unggas. Evaluasi dari tahun 2003 sampai dengan 2012 terjadikecenderungan penurunan kejadian FB baik pada unggas maupun manusia.Analisa epidemiologi berdasarkan waktu diketahui peningkatan kejadian FBpada unggas dan manusia terjadi antara Desember sampai dengan April ataudapat juga disimpulkan meningkat di saat musim penghujan.Kejadian kluster ke-16 terjadi di DKI jakarta pada awal januari 2012. Indonesiamemiliki jumlah kejadian FB pada manusia terbanyak didunia dengan angkafatalitas tertinggi yaitu 83,3 % yang mengakibatkan 192 orang yang positif FB160 diantaranya meninggal dunia. Waktu onset kejadian FB pada manusiapada waktu kurang atau sama dengan 2 hari memiliki kesembatan sembuhsebesar 38 %, untuk onset antara 3-5 hari memiliki kesempatan sembuhsebesar 26 % sedangkan kejadian onset terbanyak lebih dari 5 hari sehinggakesempatan sembuh menjadi lebih kecil hanya 14 %. Sejak terjadi FB padamanusia tahuun 2005 sampai dengan tahun 2012 (positif FB/kematian)menyebar di : DKI Jakarta (52/44), Jawa Barat (48/40), Banten (32/29), JawaTengah (13/12), Riau (10/8), Jawa Timur (9/6), Sumatera Utara (8/7), Bali(6/6), Sumatera Barat (4/1), DI Yogyakarta (3/3), Lampung (3/0), SumateraSelatan (1/1), Sulawesi Selatan (1/1), NTB (1/1) dan Bengkulu (1/1).Pada tahun 2012 telah dideteksi keberadaan virus varian baru HighlyPatogenic Avian Influenza strain H5N1 clade 2.3.2 oleh Kementerian Pertanianyang mematikan pada unggas bebek dimana sebelumnya tahan terhadappenularan. Varian virus baru tersebut dilaporkan oleh World HealthOrganisation (WHO) telah menular kepada manusia di China, Hongkong danBangladesh. Munculnya virus varian baru tersebut menyebabkan kerugiansecara ekonomi bagi peternak bebek di 9 provinsi dan diprediksi tanpa adapembatasan lalu lintas dan langkah-langkah penangan seperti depopulasidengan kompensasi akan terus menyebar mengikuti pola perdagangan bebek.Vaksin Flu Burung untuk unggas varian baru ditargetkan oleh KementerianPertanian akan di produksi pada triwulan pertama tahun 2013. Sampai dengan

6

Desember 2012 belum ada manusia yang dinyatakan positif FB varian baruclade 2.3.2.Gambar Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Manusia(Sumber : Kementerian Kesehatan)

Gambar Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Unggas(Sumber : Kementerian Pertanian)

20 55 42 2413 45 37 20

65,0% 77,3% 81,2% 81,6%65,0% 81,8% 88,1% 83,3%

0102030405060

2005 2006 2007 2008positif H5N1

6

Desember 2012 belum ada manusia yang dinyatakan positif FB varian baruclade 2.3.2.Gambar Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Manusia(Sumber : Kementerian Kesehatan)

Gambar Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Unggas(Sumber : Kementerian Pertanian)

21 9 12 920 19 7 10 9

81,6% 82,7% 82,5% 82,5% 83,3%83,3% 90,5%

77,8% 83,3%100,0%

0,0%20,0%40,0%60,0%80,0%100,0%120,0%

2009 2010 2011 2012meninggal CFR (%)

6

Desember 2012 belum ada manusia yang dinyatakan positif FB varian baruclade 2.3.2.Gambar Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Manusia(Sumber : Kementerian Kesehatan)

Gambar Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Unggas(Sumber : Kementerian Pertanian)

7

RabiesRabies merupakan zoonosis dengan fatalitas paling tinggi hampir mendekati100% apabila manusia yang terkena gigitan hewan penular rabies (HPR) tidakdiberikan penanganan sesuai prosedur. Antara tahun 2008 sampai dengan2010 kejadian rabies pada manusia (lyssa) terus meningkat. Namun padatahun 2011 telah terjadi penurunan dibandingkan tahun 2010 sebesar 11%dan tahun 2012 telah terjadi penurunan dibandingkan tahun 2011 sebesar44%. Terjadinya penurunan selain karena cakupan pemberian Vaksin AntiRabies (VAR) bagi manusia juga vaksinasi pada anjing yang hidup di sekitarmasyarakat di daerah endemis. Untuk mencegah penularan rabies ke provinsiyang belum tertular Kementerian Pertanian merekomendasikan pelaksanaanvaksinasi anjing di provinsi bebas (Babel, Kepri, DKI Jakarta, Jateng, DIY, Jatim,Papua, dan Papua Barat).Kejadian Luar Biasa Rabies yang terjadi pada tahun 2012 di Pulau Babar,Kabupaten Maluku Barat Daya-Provinsi Maluku yang dimulai pada oktober2011 sampai dengan januari 2012 menyebabkan 32 orang tergigit anjingpenular rabies yang menyebabkan 2 orang meninggal. Kejadian Luar BiasaRabies yang terjadi pada tahun 2012 lainnya terjadi di Kecamatan MorotaiUtara, Kabupaten Pulau Morotai-Provinsi Maluku Utara yang dimulai padajanuari 2011 sampai dengan Februari menyebabkan 56 orang tergigit anjingpenular rabies yang menyebabkan 1 orang meninggal.Gambar Diagram Perkembangan Rabies Pada Manusia(Sumber : Kementerian Kesehatan)

122

195

206

184

104

0

50

100

150

200

250

0

20000

40000

60000

80000

100000

2008 2009 2010 2011 2012

GHPR PET (Pemberian VAR) Lyssa

8

Gambar Peta Daerah Endemis Rabies Pada Hewan(Sumber : Kementerian Pertanian)

AnthraksAnthraks selama 5 tahun terakhir telah terjadi pada manusia di 12kabupaten/kota di 5 provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, NTTdan NTB). Karakter bakteri anthraks dapat membentuk spora yang mampubertahan sampai dengan 100 tahun sehingga antisipasi perlu dilakukanterutama saat musim kemarau panjang. 11 provinsi endemis antraks padahewan adalah : Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTT, NTB,Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat danJambi.Selama tahun 2012 sebanyak 44 orang tertular anthraks dari ternak sakit atautanah yang terkontaminasi spora yang tersebar di Kabupaten Maros danKabupaten Ende.Gambar Diagram Perkembangan Anthraks Pada Manusia(Sumber : Kementerian Kesehatan)

2017

31

41

22

0 2 1 0 00

10

20

30

40

50

2008 2009 2010 2011 2012

positif anthraks meninggal

9

LeptospirosisZoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia yang ditularkan melalui urinetikus dan sering muncul mengiringi fenomena alam seperti banjir. Pada saatterjadi bencana nasional gunung merapi juga diiringi meningkatnya kejadianleptopirosis yang dimulai pada tahun 2010 sampai dengan 2011 di KabupatenBantul dan Kulon Progo provinsi DI Yogyakarta.Leptospirosis bersifat akut dan menyebabkan risiko kematian cukup tinggi.Gejala klinis leptospirosis mirip dengan penyakit demam dengan pendarahan(haemorragic fever) lainnya sehingga seringkali luput dari diagnosa.Pada tahun 2012 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)leptospirosis di KabupatenTulung Agung Provinsi Jawa Timur yang menyebabkan 1 orang meninggaldunia. Sedangkan pada tahun yang sama juga terjadi peningkatan angkafatalitas yang cukup tajam di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah.Gambar Diagram Perkembangan Leptospirosis Pada Manusia Secara NasionalSampai Dengan Juni 2012 (Sumber : Kementerian Kesehatan)

10

Gambar Diagram Perkembangan Leptospirosis Pada ManusiaBerdasarkan Provinsi Per Tahun (Sumber : Kementerian Kesehatan)

Pes/PlaquePes merupakan zoonosis yang termasuk dalam Public Health Emergency ofInternational Concern (PHEIC) selain Flu Burung. Pes disebabkan oleh bakteriYersinia pestis yang dituarkan melalui gigitan pinjal tikus (Xenopsylla cheopis)Pes berpotensi menjadi wabah apabila muncul dalam bentuk pes paru(pneumonic pes) yang ditularkan melalui percikan ludah penderita. KejadianPes terakhir dilaporkan pada tahun 2007 sebanyak 82 orang tertular. Daerahendemis Pes sebagai berikut :1. Jawa Tengah (Kecamatan Selo dan Cepogo, Kabupaten Boyolali);2. DI Yogyakarta (Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman);3. Jawa Timur (Kecamatan Nongkojajar, Tosari, Puspo, Pasrepan, KabupatenPasuruan).Pada tahun 2012 tidak dilaprkan adanya masyarakat di daerah endemis Pesyang kembali tertular. Pemantauan Pes di daerah endemis masih terusdilakukan oleh dinas kesehatan setempat dengan melakukan pemeriksaanpinjal tikus yang berada di sekitar tempat aktifitas masyarakat.

11

Gambar Diagram Hasil Pemeriksaan Spesimen Manusia Terhadap Pes(Sumber : Kementerian Kesehatan)

Gambar Diagram Hasil Pemeriksaan Spesimen Rodent/Hewan PengeratSebagai Hewan Penular Pes (Sumber : Kementerian Kesehatan)

Brusellosis

12

RAPAT KOORDINASI PENYUSUNAN PEDOMAN KOORDINASIPENGENDALIAN ZOONOSIS LINTAS SEKTORRapat Koordinasi penyusunan pedoman pengendalian lintas sektor yangdiselenggarakan di DI. Yogyakarta pada 15-18 Februari 2012 merupakanbagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011tentang pengendalian zoonosis.Tujuan dilaksanakan Rakor penyusunan pedoman lintas sektor adalahmemperkuat kapasitas sumber daya berupa pedoman koordinasi lintas sektordengan pendekatan konsep “one health” yaitu menggabungkan aspekkesehatan masyarakat, kesehatan hewan, kesehatan lingkungan dan satwa liar.Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembagaanggota Komnas Pengendalian Zoonosis, Asda Bidang Kesra Provinsi DIYogyakarta, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, utusan DinasPeternakan Provinsi Sulawesi Selatan, utusan Dinas Kesehatan prov JawaBarat, utusan Dinas Perternakan Provinsi Jawa Barat, utusan Dinas KesehatanProvinsi Sumatera Barat, utusan Dinas Perternakan Provinsi Sumatera Barat,utusan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, utusan Dinas PerternakanProvinsi Kalimantan Barat, utusan Dinas Peternakan Provinsi Denpasar, utusanDinas Kesehatan Provinsi Denpasar, Kasubdit Harvet Ditpolsatwa Baharkam-Polri, Prof. drh. Widya Asmara (Guru Besar Bagian Virologi Veteriner-Universitas Gajah Mada).Kesimpulan rakor penyusunan pedoman pengendalian lintas sektor adalahdisepakatinya format yang menjadi dasar penyusunan pedoman koordinasipengendalian zoonosis terpadu.

13

RAPAT KOORDINASIPERLINDUNGAN WILAYAH BEBAS ENDEMIS ZOONOSISRapat KoordinasiPerlindungan Wilayah Bebas Endemis Zoonosis dilaksanakandi Jakarta pada 28-29 Februari 2012 merupakan bagian dari implementasipenguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalianzoonosis.Tujuan diselenggarakan rakor perlindungan wilayah bebas endemis zoonosisadalah memperkuat harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan sektor tingkatnasional untuk menurunkan jumlah kematian danprevalensi serta dampaknegatif yang dapat terjadi akibat penyakit menular dari hewan ke manusia atausebaliknya yang disebut Zoonosis melalui adanya upaya pembebasan wilayahbebas Zoonosis lintas sektor.Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembagaanggota Komnas Pengendalian Zoonosis yaitu : utusan Pusat Karantina Hewandan Keamanan Hayati Hewani Badan Karantina Pertanian (KementerianPertanian), utusan Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Bencana DirjenPemerintahan Umum (Kementerian Dalam Negeri), utusan Direktorat LaluLintas dan Angkutan Jalan dirjen Perhubungan Darat (KementerianPerhubungan), utusan Direktorat Polisi Satwa Badan Pemeliharaan KeamananPOLRI, utusan Direktorat Surveilans, Immunisasi, Karantina dan KesehatanMasyarakat Dirjen P2PL Kementerian Kesehatan.Rekomendasi rakor perlindungan wilayah bebas sebagai berikut:a. Perlunya peningkatan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakitb. Perlunya peningkatan pengawasan lalu lintas ternak dan/atau hewan nonternak serta produknyac. Perlunyapenguatan regulasi pencegahan dan pengendalian zoonosisd. Perlunya perubahan paradigma pencegahandan pengendalian zoonosise. Masing-masing Kementerian/Lembaga diharapkan dapat menguraikanperan masing-masing dan permasalahan yang ada bila dilaksanakanoleh 1(satu) sektor saja, sehingga perlu dilakukan secara lintas sektor.

14

PERTEMUAN KOORDINASIDALAM RANGKA PEMBENTUKAN SISTEM INFORMASI DAN DATA

PERKEMBANGAN ZOONOSIS TERPADUPertemuan Koordinasi Dalam Rangka Pembentukan Sistem Informasi Dan DataPerkembangan Zoonosis Terpadu dilaksanakan di DI Yogyakarta 15-17 Maret2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkanPerpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis.Tujuan diselenggarakan pertemuan pembentukan sistem informasi dan dataadalah menghimpun model sistem pengumpulan informasi data zoonosis padamasing-masing sektor untuk mengembangkan dan menerbitkan sistem yangterpadu bagi pengendalian zoonosis lintas sektor serta membangun websitekomnas pengendalian zoonosis.Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembagaanggota Komnas Pengendalian Zoonosis yang tergabung dalam tim pelaksanaKNPZ, utusan Asda bidang Kesra Prov. DI. Yogyakarta, utusan Dinas Kesehatan,utusan Dinas Peternakan, utusan Dinas Perhubungan Komunikasi danInformasi Prov. DI. Yogyakarta, utusan BPPV Wates, Dekan FKH dan utusan FKUGM, kepala bagian Epidemiologi FK UGM dan kepala bagian Kesmavet FKHUGM.Rekomendasi pertemuan pembentukan sistem informasi dan data sebagaiberikut:1. Sistem yang telah ada di Kemenkes, Kementan dan Kemendagri akanmenjadi bahan bagi pembangunan sistem informasi khususnya pada sistemyang telah dimiliki kemendagri yang telah line ke seluruh kabupaten/kota diseluruh Indonesia.2. akan membentuk working grup (incidentil) dan kelompok kecil yang akanmembangun sistem.3. Direncanakan simulasi terkait kesiapan system informasi dan datapengendalian zoonosis.

15

RAPAT KOORDINASI REGIONAL BARAT PENGENDALIAN ZOONOSISRapat Koordinasi Regional Barat Pengendalian zoonosis dilaksanakan diMedan pada 20-22 Maret 2012 merupakan bagian dari implementasipenguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalianzoonosis.Tujuan diselenggarakan Rakor Regional adalah sosialisasi dan fasilitasipembentukan Komisi Provinsi, Kabupaten dan Kota Pengendalian Zoonosis.Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembagaanggota Komnas Pengendalian Zoonosis serta utusan sekretaris daerah dari 14Provinsi wilayah barat (Provinsi Nangroe Aceh Darusallam, Provinsi SumateraUtara, Provinsi Lampung, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Kepulauan Riau,Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Bengkulu,Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi KalimantanBarat) dan Sekda Kabupaten Kota di Sumatera Utara, Pemerintah DaerahSumatera Utara.Rekomendasi Rakor Regional sebagai berikut:1. Pemerintah daerah menindaklanjuti Perpres 30/2011 tentangpengendalian zoonosis baik pelaksanaan strategi maupun pembentukanwadah koordinasi komisi provinsi dan kabupaten/kota yang ditetapkandalam bentuk Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota (pasal24);2. Sesuai UU no. 18 tahun 2009 menteri kesehatan dan menteri pertanianharus segera menetapkan zoonosis prioritas berdasarkan nilai strategisyaitu:- Angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas)- Potensi terjadinya wabah/pandemi zoonosis- Dampak ekonomi (akibat kematian/penurunan produksi ternak)3. Membangun sistim perlindungan wilayah terhadap zoonosis yang ada dansedang mengalami peningkatan kejadian pada wilayah yang berbatasandengan wilayah Indonesia atau Negara yang sedang melakukan kerjasamadengan Indonesia yang melibatkan transportasi;4. Membangun paradigma bahwa keberadaan SKPD yang menangani urusankesehatan hewan terkait dengan zoonosis merupakan urusan wajib yangharus diselenggarakan karena dampak langsung pada kesehatan

16

masyarakat yang menjadi urusan konkuren wajib dalam rangka melindungimasyarakat dari penularan zoonosis;5. Menko kesra selaku ketua komnas perlu menerbitkan permenko tentangtata dan hubungan kerja, pedoman koordinasi dan bentuk laporan;6. Pembentukan komisi pengendalian zoonosis di daerah dalam pendanaankegiatan koordinasi berada di sekretaris daerah sedangkan pelaksanaanteknis pengendalian zoonosis berada di SKPD provinsi, kabupaten/kotayang terkait dengan pengendalian zoonosis.

17

RAPAT KOORDINASI REGIONAL TIMUR PENGENDALIAN ZOONOSISRapat Koordinasi Regional Timur Pengendalian zoonosis dilaksanakan diMakassar pada 26-28 Maret 2012 merupakan bagian dari implementasipenguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalianzoonosis.Tujuan diselenggarakan Rakor Regional adalah sosialisasi dan fasilitasipembentukan Komisi Provinsi, Kabupaten dan Kota Pengendalian Zoonosis.Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembagaanggota Komnas Pengendalian Zoonosis serta utusan sekretaris daerah dari 14Provinsi wilayah timur (Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara,Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Gorontalo, Provinsi Maluku, ProvinsiKalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Bali, Provinsi NusaTenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Papua) danutusan Sekda Kabupaten Kota se-Sulawesi Selatan, SKPD provinsi SulawesiSelatan terkait, unsur akademisi, serta organisasi profesi.Rekomendasi Rakor Regional sebagai berikut:1. SKPD yang menangani fungsi kesehatan hewan terkait dengan zoonosis,merupakan urusan wajib yang harus diselenggarakan karena dampaklangsung pada kesehatan masyarakat yang menjadi urusan konkuren wajibdalam rangka melindungi masyarakat dari penularan zoonosis;2. Pemerintah daerah menindaklanjuti Perpres 30/2011 tentang pengendalianzoonosis baik pelaksanaan strategi maupun pembentukan wadah koordinasikomisi provinsi dan kabupaten/kota yang ditetapkan dalam bentukPeraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota (pasal 24);3. Semua bentuk wadah koordinasi yang dibentuk oleh Gubernur atauBupati/Walikota tentang zoonosis melebur dalam wadah koordinasi komisipengendalian zoonosis provinsi dan kabupaten/kota;4. Memperkuat fungsi koordinasi sekda/asda dalam pelaksanaanpengendalian zoonosis lintas sektor;5. Pembentukan komisi pengendalian zoonosis di daerah dalam penyusunanperencanaan dan pendanaan kegiatan koordinasi berada di sekretarisdaerah c.q asisten daerah yang menaungi bidang kesejahteraan rakyatsedangkan pelaksanaan teknis pengendalian zoonosis berada di SKPDprovinsi, kabupaten/kota yang terkait dengan pengendalian zoonosis,

18

anggaran teknis yang dimaksud adalah : ketersedian VAR dan Obat bagimanusia dan hewan serta logistik dan sarana prasarana lainnya yangberkaitan;6. Selain dana APBD pengendalian zoonosis diusulkan dialokasikan melaluimekanisme pendanaan dekonsentrasi kementerian dalam negeri,kementerian kesehatan dan kementerian pertanian sesuai dengan PP NO. 19tahun 2010 jo. PP no. 23 tahun 2011 tentang Gubernur sebagai aparatpemerintah di daerah;7. Menjadikan sistem Partisipatory Diseases Surveilans and Response (PDSR)untuk penanganan Flu Burung yang akan berakhir pendanaan programbantuan luar negerinya pada tahun 2012 menjadi sebuah sistem yangmenyatu dalam fungsi SKPD di Dinas yang menaungi fungsi kesehatan dankesehatan hewan;8. Perlu penguatan litbang melalui zoonosis center berbasis wilayah regionaldengan melibatkan perguruan tinggi, lembaga penelitian nasional,balitbangkes, balitbangtan, balitbangda, serta laboratorium kesehatan danveteriner di tingkat regional;9. Perlu pemberitaan yang sesuai dan proporsional tentang zoonosis melaluikomunikasi risiko dalam rangka mencerdaskan masyarakat untukmencegah dan mengurangi dampak sosial akibat zoonosis sekaligusmembentuk masyarakat yang responsive terhadap kejadian zoonosis;10. Perlu dilakukan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dalampengendalian zoonosis melalui pelatihan kemampuan diagnostik,surveilans, pelaporan, tatalaksana kasus dan sebagainya;11. Jenis zoonosis yang memerlukan prioritas dalam pengendalian mengacupada jenis zoonosis prioritas nasional dan juga menempatkan jeniszoonosis lain sesuai dengan karakter tantangan di daerah

19

PERTEMUAN KOORDINASIPENYUSUNAN REKOMENDASI KEBIJAKANPERCEPATAN PENGENDALIAN ZOONOSISKoordinasi Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Percepatan PengendalianZoonosis dilaksanakan di Bandung 21-23 Mei dan 28-30 November 2012merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkanPerpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis.Tujuan diselenggarakan Koordinasi Penyusunan Rekomendasi KebijakanPercepatan Pengendalian Zoonosis adalah memberikan rekomendasipengembangan kebijakan dari sudut pandang berbeagai latar belakangkeilmuan atau kepakaran.Peserta hadir dalam pertemuan koordinasi Tim Pelaksana Komisi NasionalPengendalian Zoonosis unsur Pakar dan Akademisi, yaitu :1. Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D, SpMK;2. Prof. drh. Wiku Bawono Adisasminto, M.Sc., Ph.D;3. Prof. Dr. Herawati Sudoyo, MS, Ph.D;4. Dr. drh. Heru Setijanto;5. Dr. drh. CA. Nidom, M.Si;6. Dr. Erlina Burhan, SpP, MSc;7. Dr. Riman Musa, MA;8. Dr. drh. Agus Wiyono;9. Dr. dr. Agus Suwandono, MPH;10. Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner-Kemtan, dan;11. Perwakilan dari Badan Litbang Kesehatan-Kemkes.Rekomendasi pertemuan Tim Pelaksana Unsur Pakar dan akademisi sebagaiberikut:1. Panel Ahli mengusulkan beberapa masukan perihal penyelenggaraanrakornas pertama komnas pengendalian zoonosis :

Arahan menteri diarahkan pada tema utama one health; Perlunya pembelajaran daerah tentang penanganan zoonosis; Pengelompokan peserta rakornas akan dibuat menjadi empat kelompokyaitu :a) Komitmen daerah dalam rangka membuat perencanaan terhadapturunan Perpres 30/2011 dan perencanaan anggaran;

20

b) Penguatan kelembagaan dan sistem komando dalam rangka responcepat penanganan kejadian zoonosis;c) Pemberdayaan masyarakat dan KIE;d) Penelitan dan pengembangan.2. Panel ahli mengusulkan agar kegiatan surveilans yang dilakukan oleh sektorterkait supaya dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan;3. Panel ahli setuju bahwa enam zoonosis strategis yang menjadi prioritaspenanganan komnas zoonosis adalah flu burung, rabies, antraks,leptospirosis, brucellosis, pes, sesuai yang tertuang dalam renstranas.Zoonosis lain akan dikelompokan ke dalam New emerging dan neglectedzoonosis;4. Panel ahli mengusulkan bahwa renstanas perlu penyempurnaan padamatrik agar konsisten dalam menetapkan indikator keberhasilan baikoutput maupun outcome. Lampiran Matrik yang tercantum dalam dokumenfinal ternyata bukan yang up date 5 maret 2012, contoh : masukankemenkes;5. Panel ahli berpendapat bahwa susunan anggota tim pelaksana sebagianbesar adalah pejabat struktural yang sudah memiliki tupoksi tersendirisehingga dalam pelaksana tugas komnas zoonosis sangat terbatas. Sebagaisolusi adalah mengacu pada struktur KPAN;6. Program komnas zoonosis tahun anggaran 2013, panel ahli akan bertindaksebagai pemberi masukan subtansi pada program dan kegiatan yangtertuang dalam renstranas;7. Panel ahli mengusulkan perlu ada kajian strategis terkait kebijakan, sepertiapakah kita sudah perlu mengembangan vaksin pada manusia, dll. Panel ahliakan berperan sebagai evaluator dan penilai hasil penelitian sertamelanjutkannya sebagai rekomendasi panel ahli komnas zoonosis;8. Panel ahli mengusulkan perlunya penguatan kapasitas dalam forensikmikrobiologi dan peningkatan keamanan laboratorium;9. Panel ahli berpendapat bahwa segala macam isu yang terkait mutasi virusadalah konsumsi terbatas para ahli dan belum bisa disampaikan kemasyarakat umum kecuali yang sudah mendapat kesepakatan panel ahli danharus disampaikan oleh perwakilan panel ahli;10. Komnas pengendalian zoonosis di minta mendorong kerjasama risetterpadu antara perguruan tinggi dengan pusat penelitian untukberkolaborasi memperkuat penelitian tentang penyakit menular baru(New-Emerging Infectious Diseases);

21

11. Komnas pengendalian zoonosis agar memperkuat perannya dalamantisipasi wabah dan pandemi yang berpotensi terjadi guna pengurangandampak multi sektor.

22

RAPAT KOORDINASI DALAM RANGKA SINKRONISASI ROADMAPPEMBEBASAN WILAYAH ENDEMIS ZOONOSISRapat Koordinasi Dalam Rangka Sinkronisasi Roadmap Pembebasan WilayahEndemis Zoonosis dilaksanakan di Bandung, 12 – 15 Juni 2012 bagian dariimplementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentangpengendalian zoonosis.Tujuan diselenggarakan Rapat Koordinasi Dalam Rangka SinkronisasiRoadmap Pembebasan Wilayah Endemis Zoonosis adalah sinkronisasikebijakan dan program lintas sektor sebagai bagian dari upya percepatanpengendalian zoonosis secara terpadu.Peserta hadir dalam pertemuan koordinasi adalah utusanKementerian/Lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis: KementerianKesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, POLRI, TimPelaksana Unsur Pakar/Akademisi Komnas Pengendalian Zoonosis.Rekomendasi Rakor Penyusunan Roadmap Pembebasan wilayah Endemiszoonosis sebagai berikut :1. Perlu disepakati Zoonosis prioritas antara Kemenkes dan Kementankarena dalam pembuatan Roadmap zoonosis isinya sangat universal,sehingga perlu disepakati bentuk dari Roadmap tersebut;2. Perlunya koordinasi untuk menentukan siapa yang akan mengolah danmembuat mapping dari data yang sudah tersedia di Kemenkes danKementan, termasuk roadmap beberapa zoonosis yang sudah tersedia,sehingga akan menjadi peta zoonosis yang Komprehensif dan terpadu;3. Perlunya penyelarasan informasi dan distribusi Vaksin di daerah-daerahendemis zoonosis dengan memberikan pemahaman tentang jenis-jenisvaksin yang barumaupun yang sudah ada serta implementasinya terhadappenyakit-penyakit yang terkait;4. Perlunya kelembagaan yang jelas, karena rantai komando birokrasi tidakakan efektif tanpa dukungan dari Pemerintah Daerah termasuk penguatankapasitas Pemda dalam hal penganggaran;5. Perlunya kajian mengenai Peta Zoonosis termasuk penanganan danpengendaliannya.

23

PERTEMUAN KOORDINASIPENYUSUNAN PERENCANAAN PROGRAM LINTAS SEKTORPertemuan Koordinasi Penyusunan Perencanaan Program Lintas Sektordilaksanakan di Bandung, 27–30 Juni 2012 merupakan bagian dariimplementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentangpengendalian zoonosis.Tujuan diselenggarakan pertemuan penyusunan perencanaan program lintassektor adalah untuk sosialisasi dan koordinasi serta sinkronisasi pelaksanaanRencana Strategis Nasional Pengendalian Zoonosis Terpadu 2012-2017.Peserta hadir dalam pertemuan koordinasi adalah utusanKementerian/Lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis yaitu:Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri,Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan,Kementerian PPN/BAPPENAS, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi danInformatika,Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, KementerianPemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian LingkunganHidup, Kementerian Riset dan Teknologi, Sekretariat Kabinet, KementerianPembangunan Desa Tertinggal,Kementerian Kehutanan, Badan IntelijenNegara,TNI, POLRI, PMI, Organisasi Profesi (PB IDI dan PB PDHI)Rekomendasi penyusunan perencanaan program lintas sektor sebagai berikut :1. Pengendalian zoonosis harus ditangani secara lintas sektor karenaberdampak pada sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan pertahanan. Isustrategis dalam pengendalian zoonosis tidak hanya pada angka kesakitandan kematian manusia serta nilai ekonomis kematian hewan, namun sudahsampai pada kekhawatiran potensi pandemi dan ancaman biodefens;2. Sesuai amanah Peraturan Presiden nomer 30 tahun 2011, Kelembagaandalam pengendalian zoonosis dikoordinasi oleh Komisi NasionalPengendalian Zoonosis (KNPZ) yang beranggotakan 21 Kementerian danLembaga. KNPZ adalah lembaga koordinasi pengendalian zoonosis dalamkondisi bukan wabah, sedangkan pada saat pandemi, KNPZ dalam kapasitassebagai pusat Pengendali zoonosis akan bertindak sebagai unsur pengarahpada BNPB. Untuk itu, perlu penguatan kapasitas dan mekanisme dalampengendalian pandemi yang disebabkan zoonosis;3. Segera dicanangkan/dilaunching oleh Kemenko Kesra; Rencana Strategi

24

Nasional Pengendalian Zoonosis Telah terpadu (Renstanas zoonosisterpadu) 2012 - 2017 yang telah disusun dengan melibatkan lintasKementerian/Lembaga terkait, ditandatangani oleh Menteri PPN/KepalaBappenas, diperkuat dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesranomer 28 tahun 2012.4. Dalam rangka peningkatan sistem infokom perlu didukung denganpenerbitan website komnas pengendalian zoonosis;5. Renstranas tersebut masih harus segera ditindaklanjuti dengan penyusunanrencana aksi dari masing-masing Kementerian/Lembaga. Untuk itu,Renstranas ini masih perlu terus dimonitor dan internalisasi pada programserta perencanaan anggaran masing-masing Kementerian/Lembaga gunamelihat keterkaitan antar strategi. Untuk itu diperlukan Tim Kecil yangdibentuk KNPZ untuk menyusun Rencana Aksi dengan cara menyusunmatriks yang mampu melihat interface antar Kementerian/Lembaga;Optimalisasi program dan anggaran serta dengan memperhitungkan SDMdan daya dukung;6. Renstranas Pengendalian Zoonosis terpadu yang merupakan dokumenhidup harus sejalan dengan RPJMN dan berbagai Renstra Kementerian/Lembaga, sehingga apabila terdapat program kegiatan Kementerian/Lembaga yang belum ada pada Renstranas, maka program kegiatan tersebutdapat dimasukkan sebagai INISIATIF BARU khususnya pada matrikkegiatan, namun pemutakhirannya tetap mengacu pada delapan strategipengendalian yang ada;7. Dalam upaya optimalisasi pelaksanaan Renstranas Zoonosis Terpadu 2012-2017, diperlukan adanya koordinasi dan sinkronisasi mulai dariperencanaan program sampai monitoring dan evaluasi program, baikprogram yang sudah tertuang dalam lampiran matrik pada renstranas(sudah diberi pejelasan ataupun yang masih ditandai bintang satu/belumdiberi penjelasan), maupun upaya realisasi program new inisiative (ditandaibintang dua). Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi ini dapat diawalidengan koordinasi perencanaan kegiatan pengendalian zoonosis tahunanggaran 2013 yang telah disusun KL terkait serta evaluasi pelaksanaankegiatan tahun anggaran 2012;8. Menyadari bahwa selain Komnas Pengendalian Zoonosis terdapat juga“Komnas” terkait kesehatan, misalnya Komnas Implementasi IHR di DitjenP2PL dan Komnas PINERE di Badan Litbangkes, maka diperlukanharmonisasi kegiatan tersebut dengan inisiatif Komisi Nasional Zoonosis;9. Panel Ahli Komnas Pengendalian Zoonosis diiharapkan dapat merencanakankegiatan penelitian dan pengembangan tentang zoonosis antara lain dengan

25

memanfaatkan Sumber Daya Manusia di Perguruan Tinggi denganmenfaatkan anggaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;10. Mengingat terdapat pergeseran trend perubahan bio-terorism daripenggunaan bahan peledak menjadi bioterorism termasuk zoonosis,maka diharapkan TNI dan POLRI serta BIN dapat lebih berperan padakoordinasi pengendalian zoonosis. Untuk itu diperlukan pembicaraankhusus agar mekanisme koordinasi ini dapat berjalan;11. Agar Simulasi Pandemi nampak seperti kejadian yang sesungguhnya,maka disarankan agar kegiatan simulasi memberikan gambaran aspekyang sifatnya lebih kompleks bukan hanya gambaran korban manusiasaja;

26

PERTEMUAN KOORDINASI JURNALIS TANGGAP ZOONOSISPertemuan Koordinasi Jurnalis Tanggap Zoonosis dilaksanakan di Jakarta, pada5 Juli 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasiberdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis.Tujuan diselenggarakan Pertemuan Jurnalis Tanggap Zoonosis adalahmembentuk publik awarenes di masyarakat tentang zoonosis dan membentukmedia komunikasi yang baik antara pemerintah dengan masyarakat denganjangkauan publikasi yang luas mengenai upaya pemerintah dalammengendalikan zoonosis.Peserta hadir dalam pertemuan koordinasi adalah Kementerian Kesehatan,Kementarian Pertanian, Kementerian Komunikasi dan Informasi, organisasiinternasional seperti FAO, WHO, lembaga donor seperti USAID sertaperwakilan jurnalis dari media cetak dan media elektronik nasional.Kesimpulan pertemuan koordinasi jurnalis tanggap zoonosis sebagai berikut:1. FAO akan menyampaikan pemantauan media elektronik tentang zoonosis;2. Jurnalis tertarik isue zoonosis khususnya kejadian wabah dan potensikematian yang ditimbulkan;3. Jurnalis merupakan mitra pemerintah dalam mensosialisasikanpencegahan dan penanganan dini zoonosis guna meningkatkanpengetahuan masyarakat.

27

RAPAT KOORDINASI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSISRapat Koordinasi Nasional (Rakornas) pengendalian zoonosis 2012diselenggarakan di Denpasar-Bali pada 24-27September 2012 merupakanbagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011tentang pengendalian zoonosis.Tujuan diselenggarakan rakornas adalah untuk sosialisasi dan sinkronisasikebijakan nasional tentang pengendalian zoonosis lintas sektor danpembentukan paradigma mengenai pendekatan kesehatan semesta serta nilaistrategis zoonosis kepada pemerintah daerah, organisasi internasional,lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi.Rakornas dihadiri oleh para pejabat eselon I, II dan III dariKementerian/Lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis dan undanganperwakilan Pemerintah Daerah dari unsur Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,Sekretariat Daerah (Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat), Dinas Kesehatan,Dinas yang menaungi fungsi kesehatan hewan, Badan PerencanaanPembangunan Daerah dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah dari 22provinsi sebagai berikut :1. Kementerian Dalam Negeri2. Kementerian Pertanian3. Kementerian Kesehatan4. Kementerian Komunikasi dan Informasi5. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif6. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS7. Sekretariat Kabinet8. Perwakilan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam9. Perwakilan Provinsi Sumatera Utara10. Perwakilan Provinsi Sumatera Barat11. Perwakilan Provinsi Riau12. Perwakilan Provinsi Jambi13. Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan14. Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat15. Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan16. Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur17. Perwakilan Provinsi Banten18. Perwakilan Provinsi Jawa Barat19. Perwakilan Provinsi Jawa Tengah

28

20. Perwakilan Provinsi DI Yogyakarta21. Perwakilan Provinsi Jawa Timur22. Perwakilan Provinsi Bali23. Perwakilan Provinsi Maluku24. Perwakilan Provinsi Papua25. Perwakilan Provinsi Papua Barat26. Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah27. Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara28. Perwakilan Provinsi Gorontalo29. National Zoonosis Center Institut Pertanian Bogor30. Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia31. WHO Representative to Indonesia32. FAO Representative to Indonesia33. USAID Indonesia34. AUSAID Indonesia35. SAVE project manajer36. RESPOND project manajer37. PREDICT project manajerInformasi yang didapat dalam pelaksanaan Rakornas sebagai berikut :

I. Desentralisasi Dan Kepemimpinan Daerah Dalam PengendalianZoonosis

Pemerintah daerah menindaklanjuti arah kebijakan pengendalianzoonosis di daerah dengan acuan rencana jangka menengah danpanjang daerah dan pengalokasian anggaran pengendalian zoonosissesuai fungsi SKPD anggota Komisi pengendalian zoonosis provinsi,kabupaten dan kota; Melaksanakan pengendalian zoonosis berdasarkan spesifitastantangan di kabupaten/kota dengan melakukan penguatan kerjasamaantar wilayah yang melalui koordinasi pemerintah daerah provinsi; Pemerintah pusat fokus kepada zoonosis yang berpotensimenimbulkan wabah meluas antar wilayah, berdampak secaraekonomi dan menjadi ancaman terhadap kesehatan dan kehidupanmanusia; Pemerintah daerah segera membentuk wadah koordinasi komisipengendalian zoonosis sebagai wadah untuk mensinergiskan perandan sumberdaya pengendalian zoonosis sesuai dengan tugas dan fungsiSKPD yang tergabung dalam wadah tersebut;

29

Melakukan penguatan kapasitas pemerintah desa/kelurahan dalamberperan sebagai ujung tombak untuk menggerakan masyarakat diwilayahnya guna berpartisipasi aktif dalam pengendalian zoonosis;II. Tantangan Dan Pelaksanaan International Health Regulations

(IHR) 2005 Dalam Pengendalian Zoonosis Di Lintas Batas Pelaksanaan pengendalian zoonosis lintas batas terdapat beberapatantangan yaitu:1) Tingkat endemisitas zoonosis masih tinggi sehingga masyarakatmasih terancam dengan tertular dari hewan sebagai sumberpenularan sehingga perlu dilakukan advokasi penguatan regulasidi daerah dan menjalankan regulasi tersebut secara konsisten;2) Keterbatasan tenaga kesehatan hewan (veterinarian) di daerahkabupaten/kota endemis;3) Keterbatasan mobilitas operasional karena kurangnya sarana danprasarana, kondisi geografis dan pendanaan;4) Disparitas kapasitas sumberdaya Pemda dalam melakukanpengendalian zoonosis;5) Diperlukan kerjasama untuk membatasi penyebaran zoonosismelalui pengawasan lalu lintas hewan antar wilayah Indonesiamaupun dengan negara lain di pintu masuk wilayah;6) Masyarakat dan pemangku kepentingan masih belum sepenuhnyapaham tentang pengendalian zoonosis sehingga aspek sosial-budaya dalam masyarakat diarahkan harus mendukung upayapengendalian zoonosis; Akselerasi peningkatan kapasitas inti bidang surveilans dan point of

entry (bandara, pelabuhan, pos lintas batas) untuk optimalisasiImplementasi /pelaksanaan International Health Regulations (IHR)2005 target 2014 tercapai; Konsep “one health” merupakan salah satu kunci keberhasilanpengendalian zoonosis; Percepatan Implementasi Perpres No.30 tahun 2011 sangatmendukung upaya pengendalian Public Health Emergency of

International Concern (PHEIC) khususnya pengendalian kejadian/kasuszoonosis berpotensi PHEIC.

30

III. Unifikasi Sistim Kesehatan Menuju Dunia Bebas Zoonosis Zoonosis memiliki diversitas induk semang (hewan penular) yangsangat beragam demikian halnya dengan dampak yang ditimbulkansehingga diperlukan pendekatan multi sektor dalam pengendaliannya; Potensi ancaman pandemi zoonosis semakin meningkat karena :1) Interaksi antara hewan domestik, ternak dan satwa liar denganmanusia;2) Degradasi ekosistem, polusi, perubahan iklim dan mobilitaspenduduk (urbanisasi) yang mempengaruhi kerapatan penduduksehingga berdampak pada kualitas kesehatan masyarakat; Wabah zoonosis dapat berdampak pada kerugian jiwa, ekonomi dansosial namun dapat dicegah dan dikendalikan secara lintas sektoruntuk itu diperlukan unifikasi kesehatan hewan, kesehatan masyarakat,kesehatan lingkungan dan kesehatan satwa liar; Peran Pemda sebagai garda terdepan harus didukung oleh akademisi,peneliti, organisasi profesi, dunia usaha dan masyarakat; Strategi sinergitas dan koordinasi untuk pembangunan kesejahteraanrakyat salah satunya adalah pengendalian zoonosis dan pengurangandampak termasuk dalam pilar penanggulangan, antisipasi dan tanggapcepat gangguan kesejahteraan rakyat artinya munculnya wabahzoonosis akan mengganggu pencapaian kesejahteraan rakyat; Apabila dilakukan penilaian risiko maka sebagian besar wilayahIndonesia merupakan memiliki risiko tinggi terhadap penularanzoonosis dengan melihat kepadatan penduduk, populasi hewanpenular, kesiapan kapasitas sumberdaya (manusia, prasarana-sarana,anggaran dan kelembagaan) akibat disparitas dalam prioritas dan arahkebijakan antar daerah; Terdapat tantangan dalam pelaksanaan pengendalian zoonosis yangperlu segera di diselesaikan yaitu :1) Lemahnya sinergitas dan sinkronisasi program lintas sektor;2) Belum optimalnya pemanfaatan dan pengembangan IPTEK;3) Kurangnya jumlah dan kompetensi Sumber Daya Manusia;4) Lemahnya dukungan regulasi sebagai dasar pengambilankebijakan di daerah.

IV. Tantangan Dalam Pelaksanaan Kebijakan Dan Strategi KonservasiHutan Untuk Perlindungan Kesehatan Satwa Liar

Indonesia merupakan negara mega biodiversity atau memilikikenakeragaman hayati yang sangat tinggi baik dari jumlah spesies

31

hewan maupun tubuhan yang berada dalam hutan tropis yang luasnyamencapai 71% luas daratan indonesia; Dalam pelaksanaan pengendalian zoonosis melalui kesehatan satwaliar yang termasuk dalam upaya konservasi maka terdapat duapembagian ruang yaitu :1) Konservasi in-situ merupakan konservasi yang dilakukan dihabitat alaminya atau hutan) melalui upaya perlindungan habitandan satwa liar, penegakan hukum, manajemen kawasan,monitoring dan evaluasi;2) Konservasi ek-situ merupakan konservasi yang dilakukan di luarhabitat alaminya seperti kebun binatang, pusat rehabilitasi, tamansafari, pusat penangkaran dan taman satwa dengan berpedomanpada indikator kesejahteraan satwa liar di konservasi ek-situ yaitu: Bebas dari rasa lapar dan haus, Bebas dari ketidaknyamananlingkungan, Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit, Bebas darirasa takut dan tertekan; dan Bebas untuk mengekspresikanperilaku alami. Kebijakan Kementerian Kehutanan dalam pengendalian zoonosisdilakukan dengan penguatan fungsi Balai Konservasi Sumber DayaAlam utnuk melaksanakan surveilans, pemantauan terhadap habitatsatwa liar, perubahan biologis dan kejadian kematian yang tidak wajar.Dalam kondisi tertentu maka Kementerian Kehutanan dapatmelakukan pembatasan ekspor pemanfaatan satwa liar untukkepentingan komersil dan penghentian sementara ijin angkuttumbuhan dan satwa dalam negeri. Kementerian Kehutananbekerjasama dengan lembaga atau instansi terkait yang berkompetendalam pemeriksaan kesehatan satwa liar di lokasi-lokasi konservasi; Untuk memperkuat peran Kementerian Kehutanan melalui fungsikonservasi satwa liar tentang pengendalian zoonosis maka saat initelah di susun naskah akademik tentang pengendalian danpenanggulangan zoonosis pada satwa liar guna dijadikan substansikebijakan dalam bentuk peraturan menteri kehutanan.

V. Pencegahan Penularan Zoonosis Di Daerah Tujuan Wisata Dampak wabah zoonosis berakibat multi dimensional salah satunyaberdampak pada sektor pariwisata yang sebagaian besar melibatkanmasyarakat destinasi pariwisata, apabila terjadi wabah zoonosis makaakan menurunkan citra destinasi pariwisata bagi wisatawan sehingga

32

kesejahteraan masyarakat di daerah destinasi pariwisata akanterganggu; Kementerian pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama dinas pariwisatabertugas untuk mengendalikan penyebaran zoonosis di daerah tujuanwisata guna mengurangi dampak zoonosis melalui peningkatanpartisipasi pemangku kepentingan di daerah tujuan wisata yang akandiatur melalui Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Ruang lingkup pencegahan penyebaran zoonosis di lingkunganpariwisata adalah upaya keterpaduan kegiatan seluruh unsurmasyarakat di bidang usaha kepariwisataan yang meliputi pencegahanpenyebaran, penanganan dini penyebaran dan pengawasan sertaevaluasi; Upaya yang akan dilaksanakan dalam pengendalian zoonosis di sektorpariwisata adalah antara lain :1) Mewajibkan pelaksana pelayanan pariwisata mempunyai higenepersonal yang baik;2) Menjaga kebersihan dan melakukan sanitasi lingkungan tempatusaha pariwisata;3) Peningkatan pengetahuan karyawan di lingkungan pariwisata;4) Penyediakan makanan dan minuman wajib melakukanpengawasan produk makanan beserta proses pengelolahannya;5) Wajib mengawasi kondisi kesehatan hewan peliharaannya danwajib memvaksinasi hewan tersebut secara teratur;6) Bagi usaha perjalanan dianjurkan untuk selalu mendapatkaninformasi masalah penyakit di tempat tujuan perjalanan, sehinggadapat di tunda atau dilakukan vaksinasi sebelumnya;7) Menyebarluaskan bahan komunikasi, informasi, edukasi. Pembinaan dan pengawasan dalam pengendalian zoonosis di sektorpariwisata adalah :1) Secara reguler dilakukan pemantauan melalui laporan 3 bulansekali oleh Dinas pariwisata kab/kota, 6 bulan sekali oleh Dinaspariwisata provinsi dan 1 tahun sekali oleh Pusat;2) Hasil pemantauan dibahas dalam pertemuan periodik sekurang-kurangnya 1 tahun 1 kali;3) Menindak lanjuti keluhan pelanggan atau masyarakat;4) Memberi peringatan lisan atau tertulis bila terdapat hal-hal yangtidak sesuai dengan hal-hal yang terkait pencegahan danpengendalian zoonosis;

33

5) Melakukan usulan perbaikan terhadap hal-hal yang belumdilaksanakan secara optimal. Tantangan yang dihadapi oleh sektor pariwisata untuk berperan aktifdalam pengendalian zoonosis adalah :1) Kapasitas SDM di daerah destinasi wisata masih terbatas baikwawasan maupun kemampuan operasionalnya;2) Tingkat endemi zoonosis masih tinggi (AI, Rabies dan anthrax);3) Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat, Pemda, bersamaasosiasi untuk melaksanakan kegiatan dalam mencegahpenyebaran zoonosis;4) Sosialisasi dan implementasi Regulasi (Perpres 30/2011 tentangPengendalian Zoonosis ) belum optimal.

VI. Rencana Strategis Pengendalian Zoonosis Terpadu 2012-2017 Penyusunan renstra sebagai salah satu bentuk dokumen terpadunasional dengan tujuan untuk melakukan pengendalian dalam rangkamencegah dan mengurangi dampak negatif akibat bencana / wabahzoonosis. Renstra juga bermanfaat agar upaya pengendalian zoonosisterpadu dapat lebih terarah sehingga sasaran pengendalian zoonosisdapat tercapai pada waktunya; Penyusunan renstranas merupakan salah satu implementasi tugasKomnas pengendalian zoonosis yaitu mengoordinasikan danmenyinkronkan perumusan kebijakan dan program nasionalpengendalian zoonosis serta pelaksanaan strategi nasionalpengendalian zoonosis melalui perencanaan terpadu dan percepatanpengendalian; Luasnya potensi dampak zoonosis dan karakteristik tantangan didaerah menjadikan pemerintah bukan satu-satunya penangungjawabdan pelaksana dalam pengendalian zoonosis, karena seluruhkomponen masyarakat termasuk swasta memiliki fungsi dan peranyang sama pentingnya. Dampak zoonosis dibagi menjadi dua yaitu :1) Dampak secara langsung yang berhubungan dengan kesehatanmasyarakat mulai dari dampak penyakit akut hingga kronis sertamulai dari tingkat mortalitas rendah hingga tinggi;2) Dampak Tidak Langsung berkaitan dengan perekonomian rakyatdan keamanan. Sasaran pengendalian zoonosis adalah :1) Mempertahankan dan memperluas daerah bebas zoonosis;

34

2) Menurunkan kasus penularan dan kematian akibat zoonosis padahewan dan manusia di masyarakat;3) Mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat zoonosis. Kebijakan nasional dalam pengendalian zoonosis diarahkan untukmengantisipasi dan menanggulangi situasi kedaruratan akibat wabahzoonosis melalui percepatan pengendalian zoonosis dengan langkah-langkah komprehensif dan lintas sektor dari pemerintah, dunia usahadan masyarakat serta pembentukan mekanisme sistem komandopengendalian zoonosis yang terpadu dalam situasi kedaruratan akibatwabah/pandemi zoonosis; Pengukuran keberhasilan pengendalian zoonosis dilihat dari aspekpelaporan, pemantauan dan evaluasi terhadap indikator danmekanisme keberhasilan, pemanfaatan data dan informasi sertapengembangan kapasitas.

VII. Nilai Strategis Zoonosis Dari Sudut Pandang Pertahanan Nasional Zoonosis akan menjadi ancaman terhadap pertahanan negara apabiladigunakan sebagai senjata pemusnah massal atau digunakan dalamtindak bioterorisme; Undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang pertahanan negaramengatur bahwa sistim pertahanan negara dalam menghadapiancaman non militer menempatkan lembaga pemerintah di luar bidangpertahanan sebagai unsur utama sesuai dengan bentuk dan sifatancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain darikekuatan bangsa; Bioteror diartikan sebuah ancaman atau tindakan denganmenggunakan patogen yang menyebabkan sakit atau kematian padamanusia, hewan dan tumbuhan yang bertujuan untuk menyebabkankepanikan dan rasa takut pada masyarakat; Aksi bioteror kepada indonesia dan pernah terjadi di wilayah indonesiaterjadi pada juni 2005 pada kedutaan RI di Canberra yang saat itudikirimi amplop berisi bubuk spora anthraks kemudian setelah ditelititernyata hanya bubuk putih biasa namun hal ini menyebabkankepanikan pada karyawan kedutaan dan kedutaan RI ditutup selama 1minggu, aksi bioteror kedua terjadi pada 23 april 2012 pada kedutaanPerancis di Jakarta namun dengan kecepatan informasi dan respondiketahui bahwa bubuk putih dalam amplop tersebut bukan bubukspora anthraks dan kedutaan Prancis tetap berjalan seperti sediakala;

35

Apabila spora anthraks disebarkan di saluran udara suatu gedungmaka membutuhkan waktu 1 tahun untuk dekontaminasi sehinggaakan menyebabkan kerugian yang sangat besar; 6,5 Kg bubuk spora anthraks daya bunuhnya sama dengan 1 mega tonbom nuklir atau setara dengan 160 metrik ton senjata kimia; Zoonosis memiliki nilai ganda dapat digunakan untuk kesejahteraanmasyarakat dan sebaliknya dapat disalahgunakan untuk teror atausenjata pemusnah massal; Ancaman bioteror sudah pernah terjadi dan mengarah kepadaancaman non militer sehingga penanganannya dikedepankan instansidiluar bidang pertahanan.

VIII. Zoonosis Pada Hewan Dan Pengendaliannya Tantangan dunia kesehatan dalam dasawarsa terakhir menjadi cukupkompleks antara lain : ketersedian pangan yang berkelanjutan,

emerging diseases, polusi, perubahan iklim, Genetic Modified Organisms(GMO’s), migrasi dan ledakan populasi; Kemajuan moda transportasi dan pertambahan populasi manusia didunia menyebabkan terjadinya percepatan perpindahan dari satutempat ke tempat lain, kecepatan perpindahan manusia tersebut jugatidak lepas dengan risiko perpindahan patogen (mikroorganismepenyebab sakit); Peningkatan populasi manusia juga meningkatkan demand terhadapkebutuhan pangan baik berupa karbohidrat maupun protein hewanisehingga memacu produsen melakukan intensifikasi dan manipulasiekologi guna meningkatkan produksi bahan pangan. Kemajuanekonomi dunia dan kemudahan mendapatkan akses terhadap suatubarang dan jasa turut mempengaruhi gaya hidup seperti berburu danpemeliharaan satwa eksotik. Energi merupakan suatu kebutuhan padaera modern sehingga ekplorasi dan eksploitasi terhadap sumber energidi daerah pedalaman hutan menjadi suatu pilihan, hal demikian akanmenyebabkan pengalihfungsian lahan. Beberapa hal tersebut akanmemicu kerentanan terhadap munculnya suatu penyakit pada manusia; Munculnya wabah penyakit hewan yang menular pada manusia atauzoonosis telah berdampak terhadap perekonomian dunia. EpidemiSARS di beberapa negara telah menyebabkan kerugian ekonomi palingbesar mencapai 50 milyar USD dibanding epidemi lainnya sepertiPenyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada sapi yang mencapai 30 milyarUSD hanya di Inggris saja dan Bovine Spongiform Encephalopaty (BSE)

36

atau sapi gila di Inggris, Jepang dan Amerika yang mencapai 18 milyarUSD; One Health merupakan representasi strategi interdisiplin dalammenangani kesehatan sebagai satu kesatuan menyeluruh jugadidefinisikan sebagai usaha-usaha yang dilakukan secara bersamasecara multisektor yang bekerja dalam cakupan lokal, nasional danglobal untuk memperoleh kesehatan yang optimal pada manusia,hewan dan lingkungan. Kedepan paradigma kesehatan akanmengedepankan pendekatan populasi secara pro aktif dilakukandengan prinsip pencegahan pada sistim global dengan keterlibataninter-disiplin;• Kedekatan interaksi antara manusia dengan hewan yang mutlakdiperlukan akan mempengaruhi terjadinya zoonosis, untuk melakukanpengendalian guna menciptakan keseimbangan antara hewan, manusiadan lingkungan maka profesi dokter hewan memiliki peranan antaralain :1) Perawatan kesehatan dan perlindungan terhadap hewan penghasilmakanan, hewan sebagai teman, hewan olahraga dan hewanlaboratorium, pelestarian hewan liar dan akuatik (konservasi);2) Penetapan diagnosis, surveilans dan pengendalian zoonosis padahewan penular, dan perlindungan terhadap bahaya lingkunganyang mengancam hewan dan manusia;3) Bertanggung jawab terhadap aspek kesehatan dari produksi,pengolahan dan pemasaran makanan asal hewan;4) Penelitian biomedis dasar dan komparatif dan aplikasi temuanilmiah untuk kebutuhan kesehatan manusia dan hewan. Terdapat 4 zoonosis prioritas yang ditangani Kementerian Pertanianyaitu : Rabies, Flu Burung, Brucellosis dan anthraks. Secara umumperkembangan zoonosis peda hewan penular relatif menurun jikadibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun untuk antraks olehkarena sifat spora yang mampu bertahan puluhan tahun dankemunculannya juga dipengaruhi siklus musim dan curah hujan makaterjadi fluktuatif setiap tahunnya; Fokus pengendalian zoonosis dilakukan berdasarkan jenis patogenseperti :1) Pengendalian flu burung pada unggas dilakukan melalui vaksinasipada area berisiko, biosecurity, kontrol lalu lintas dan urveillans;2) Pengendalian rabies pada anjing sebagai hewan penular dilakukanmelalui vaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok,

37

managemen populasi anjing dan meningkatkan tanggung jawabpemilik anjing;3) Pengendalian anthraks pada ternak dilakukan melalui vaksinasiarea endemik, kontrol lalu lintas dan tindakan disposal padahewan terinfeksi;4) Pengendalian brucellosis pada ternak yang tertular dilakukanberdasarkan tingkat prevalensi, untuk daerah dengan prevalensilebih dari 2% dilakukan vaksinasi sedangkan untuk daerah denganprevalensi kurang dari 2% dilakukan culling berkompensasi. Selainitu dilakukan pengawasan lalu lintas ternak. Masyarakat memiliki peran sangat penting dalam pengendalianzoonosis sehingga perlu dilakukan kampanye kesadaran masyarakat(Public awareness) agar masyarakat harus mendapat informasi yangbenar tentang risiko dan bahaya zoonosa strategis serta carapengendaliannya.

IX. Pengurangan Risiko Penularan Zoonosis Melalui Pasar Sehat Pasar tradisional adalah salah satu fasilitas yang penting di kab/kotadalam menyediakan pasokan makanan, gizi yang penting bagikesehatan. Pasar tradisional menjadi sandaran hidup bagi 12.625.000pedagang; Jumlah pasar tradisional di indonesia baik dalam wilayahkabupaten/kota maupun desa mencapai 17.445 pasar, namun 95%kondisi bangunannya sudah berusia lebih dari 25 tahun sehingga dapatdikatakan sudah tidak layak lagi. Berdasarkan studi sampel lingkungandiketahui bahwa 47% pasar tradisional sudah tercemar oleh virus FluBurung; Pasar tradisional menjadi salah satu tempat berisiko penularanzoonosis karena :1) Budaya masyarakat indonesia lebih menyukai membeli dagingsegar dibanding yang sudah melalui proses pengolahan terlebihdahulu;2) Rendahnya sanitasi pasar dan higiene personal pedagang;3) Tidak terkelolanya sampah, perawatan fasilitas umum danpengaturan zona pasar dengan baik, dan ;4) Lemahnya pegawasan terhadap keamanan dan kualitas produk. Upaya pemutusan rantai penularan zoonosis di pasar dilakukanmelalui promosi Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pembersihanpasar, pemeriksaan rutin dan promosi keamanan pangan, kerjasama

38

lintas sektor dalam peningkatan kesehatan hewan, peningkatanpengetahuan pedagang, perbaikan infrasutruktur dan pemberdayaanmasyarakat pasar; Kementerian kesehatan berupaya menurunkan risiko penularan fluburung dan penyakit yang dihantarkan melalui pangan di pasartradisional melalui Program Pasar Sehat (PPS) untuk memberdayakankomunitas pasar dalam mewujudkan Pasar Sehat yang mandiri danberkelanjutan; Program pasar sehat dilaksanakan di 9 provinsi yaitu : 1. PasarCibubur, Kota Jakarta Timur, 2. Pasar Podosugih, Kota Pekalongan, 3.Pasar Margorejo, Kota Metro, 4. Pasar Argosari, Kabupaten GunungKidul, 5. Pasar Wonosari, Kota Malang, 6. Pasar Pagesangan, KotaMataram, 7. Pasar Rawa Indah, Kota Bontang, 8. Pasar Ibuh, KotaPayakumbuh, 9. Pasar Gianyar, KabupatenGianyar, 10. Pasar Bunder,Kabupaten Sragen; Konsep program pasar sehat diharapkan mampu mewujudkan kondisipasar yang bersih, aman, nyaman dan sehat oleh masyarakat secaramandiri dan berkesinambungan melalui : ketersediaan infrastruktur ygmemenuhi syarat, masyarakat Pasar yg berdaya, meningkatnya PHBSdan manajemen efektif, efisien, akuntabel untuk itu telah disusunpedoman program pasar sehat melalui Kepmenkes nomor 519 tahun2007 tentang pedoman program pasar sehat; Komponen kegiatan pasar sehat terdiri dari :1) Koordinasi : Pertemuan LS di daerah untuk mengembangkanproyek percontohan PPS dan Sosialisasi PPS kepada pemerintahdaerah dan pembentukan kelembagaan;2) Penguatan kapasitas : Menyusun modul TOT Pasar Sehat (antaralain: PHAST, Pembersihan Pasar, Manajemen PPS dan Strategi PPSdan Melatih fasilitator daerah (propinsi, kab/kota, dan komunitaspasar);3) Fasilitas penunjang PHBS : Peningkatan kualitas sarana sanitasidan air bersih, melengkapi kit keamanan pangan, kit pembersihanpasar dan pembersihan pasar secara rutin;4) Peningkatan Kesadaran : Survey KAP tentang PPS dan AI,mengembangkan media komunikasi PPS serta mengembanganRadio Land, sebagai media infomasi dan edukasi di pasar.

Potensi pengembangan PPS dipasar tradisional diseluruh Indonesiayang berjumlah 17.445 (tradisional dan desa) dan pengembangan

39

lokasi-lokasi percontohan lainnya baik melalui anggaran APBN (tahun2012 di 8 lokasi), dana daerah dan CSR Perusahaan.X. Penguatan Riset dan Kajian Pengendalian Zoonosis

Kejadian zoonosis merupakan interaksi tiga komponen yaitu agen,host dan lingkungan. Agen merupakan komponen yang sangatberagam seperti Infektivitas, Patogenisitas, Virulensi, Imunogenisitas,Stabilitas antigenic dan Survival. Komponen lingkungan terdiri dariCuaca, Habitat/Kandang, Geografi, Vegetasi, Kualitas udara, Pakan-Airdan Tanah-Lahan. Komponen inang/host zoonosis memilikikeragaman dan dapat dikelompokkan sesuai dengan fungsi hewanpenular; Paradigma yang masih banyak terjadi bahwa banyak sekali kejadiananthraks pada manusia tidak dilaporkan karena faktor pertimbangannon kesehatan dengan mempertimbangkan dampak yang akan terjadioleh karena hal tersebut maka akan meningkatkan potensi terjadinyawabah zoonosis sehingga zoonosis harus ditangani secarakomprehensif dan profesional; Terdapat 3 tantangan yang harus dipahami dalam pengendalianzoonosis yaitu :1) karakter alami penyakit (the nature of disease), 2)menilai (to assess) resiko-resiko terhadap manusia, 3) munculnyastrain pandemi asal hewan (animal origin); Pencegahan merupakan prinsip utama dalam pengendalian zoonosisnamun masih diperlukan penguatan kajian dalam mendukung upayapencegahan zoonosis yang meliputi :1) Pengenalan zoonosis terutama riset zoonosis pada satwa liaryang telah dilaporkan bahwa 60% zoonosis melibatkan satwa liardalam penularannya kepada manusia, oleh karena itu dibutuhkanpenguatan kerjasama khususnya dalam melengkapi kapasitassecara lintas sektor, salah satunya : diagnostik laboratorium danpeningkatan kapasitas SDM antara Kementerian Kehutanandengan Kementerian Pertanian dan Perguruan Tinggi;2) Investigasi terhadap patogen apa saja yang kemungkinan dibawaoleh satwa liar khususnya yang memasuki habitat manusia,untuk melakukan investigasi tersebut terdapat permasalahanterutama dalam pengambilan sampel;3) Kolaborasi harus memperhatikan struktur hubungan antarinstitusi karena adanya pembatasan yang diatur oleh regulasiyang berlaku di sektor masing-masing, salah satu wadah

40

kolaborasi dapat dilakukan dalam pusat kajian zoonosis/zoonosiscenter-IPB untuk menyusun suatu kajian secara komprehensif;4) Diagnosis, surveilans dan intervensi merupakan tiga tema kajianyang berkaitan erat. Diagnosis berhubungan dengan penegakandiagnosa yang hanya mungkin dilakukan di RS rujukan ataulaboratorium referensi. Surveilans untuk mengurangi potensidampak akibat wabah zoonosis sehingga dilakukan secaraberkelanjutan dengan keterlibatan lintas sektor, namun belumterlaksana secara terpadu sehingga diperlukan kajian untukmemecahkan hambatan pelaksanaannya. Intervensi melaluipemberdayaan masyarakat merupakan langkah cerdas danhemat biaya sehingga diperlukan kajian tentang modelpelaksanaannya;5) Riset mengenai epidemiologi terapan, ekologi dan molekularepidemiologi;6) Peningkatan kapasitas SDM masyarakat, laboran dan petugaslapangan sehingga diperlukan kajian dalam penyusunan materidalam pelaksanaannya;7) Informasi dan komunikasi untuk menyusun suatu substansiinformasi yang dapat dengan mudah diterima oleh masyarakatsehingga terjadi proses komunikasi yang efektif;

Dalam melaksanakan penguatan riset dan kajian pengendalianzoonosis diperlukan input berupa data dan informasi zoonosis danrenstranas pengendalian zoonosis terpadu. Pelaksanaan riset dankajian terkait kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman dipengaruhioleh sistim yang berlaku secara nasional, metodologi, sumber dayamanusia, institusi/lembaga riset, manajemen, unsur pendukung dansarana prasarana. Sehingga hasil riset dan kajian dapat menghasilkansuatu output yang menjadi dasar pengambilan kebijakan nasionalkomprehensif. Untuk melakukan hal tersebut maka diperlukansinergitas program pengendalian zoonosis dari pusat hingga daerahyang akan langsung berdampak kepada masyarakat indonesia makmurdan sejahtera.

41

Berdasarkan masukan dari para peserta rakornas, pembicara dan hasil diskusimenghasilkan kesimpulan, tindak lanjut dan rekomendasi sebagai berikut:Kesimpulan :1. Kementerian / Lembaga telah berpartisipasi aktif dalam penyusunanRenstranas Pengendalian Zoonosis Terpadu, untuk itu perlu dievaluasitindak lanjut pelaksanaannya;2. Sesuai UU no. 18 tahun 2009, Menteri Pertanian bersama denganMenteri Kesehatan harus segera menetapkan zoonosis prioritasnasional dan juga menempatkan jenis zoonosis lain sesuai dengankarakter tantangan di daerah yang akan menjadi penyusunan analisissituasi zoonosis dan rencana kerja pengendalian zoonosis;3. Kementerian Kesehatan perlu mengimplementasikan IHR 2005 dalampengendalian zoonosis sesuai dengan konsep One Health;4. Kementerian Pertanian perlu mengakselerasikan pemanfaatan sistem

Partisipatory Diseases Surveilans and Response (PDSR) menjadi sebuahsistem di SKPD yang melaksanakan fungsi kesehatan dan kesehatanhewan dalam pengendalian zoonosis;5. Menko Kesra selaku ketua Komnas perlu menerbitkan Permenkotentang tata dan hubungan kerja, pedoman koordinasi dan bentuklaporan;6. Kementerian Kehutanan perlu penguatan sistim perlindungan wilayahterhadap zoonosis di daerah perbatasan dan segera menyelesaikannaskah akademik guna penyusunan Peraturan Menteri Kehutanantentang Pengendalian dan Penanggulangan Zoonosis pada Satwa Liar;7. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama dinaspariwisata siap bekerjasama mengendalikan penyebaran zoonosis didaerah tujuan wisata, menyebarluaskan bahan komunikasi, informasi,edukasi kepada seluruh pemangku kepentingan pariwisata termasukmasyarakat wisata;8. Zoonosis memiliki nilai ganda untuk kesejahteraan masyarakat namunjuga memiliki potensi penyalahgunaan sebagai senjata biologis dantindakan bioterorisme;9. Bahan bahasan para peserta Rakornas perihal perlunya keberadaanSKPD yang menangani fungsi kesehatan hewan terkait dengan zoonosismerupakan urusan wajib perlu diselesaikan dalam waktu sesegeramungkin;

42

Langkah-langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan sebagai berikut :1) Sosialisasi Renstra dan sinkronisasi dengan perencanaan di daeraholeh Bappenas;2) Penguatan pengendalian zoonosis di semua sektor di Pusat dan Daerahmelalui: Penyampaian dengan lugas yang dimaksud dengan zoonosisdengan bahasa yang mudah dipahami seluruh lapisan masyarakatdengan melibatkan media masa nasional dan lokal; Perumusan “State of Urgency” / tingkat kegawatan/tingkatkepentingan zoonosis oleh KL anggota Komnas Zoonosis; Implementasi peran sektoral dalam pengendalian zoonosis; Peningkatan kapasitas kepemimpinan (leadership); Komunikasi kemajuan / progress pengendaian zoonosis. Membentuk tim guna memberikan asistensi kepada pemerintahdaerah dalam pengendalian zoonosis Menyusun pemetaan risiko penularan zoonosis terintegrasi antarasektor kesehatan manusia, kesehatan hewan dan konservasi satwaliar.3) Peningkatan pemahaman “sense of crisis” zoonosis pada seluruh lapisanmasyarakat;4) Pemberitaan yang sesuai dan proporsional tentang zoonosis melaluikomunikasi risiko dalam rangka mencerdaskan masyarakat untukmencegah dan mengurangi dampak sosial akibat zoonosis sekaligusmembentuk masyarakat yang responsive terhadap kejadian zoonosis;5) Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan hewan diIndonesia serta tenaga kesehatan terutama di Indonesia bagian Timur;6) Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di Pusat dan Daerahdalam pengendalian zoonosis melalui pelatihan kemampuandiagnostik, surveilans, pelaporan, tatalaksana kasus dan kemampuanmanajerial program pengendalian zoonosis;7) Penguatan Litbang melalui zoonosis center berbasis wilayah regionaldengan melibatkan perguruan tinggi, lembaga penelitian nasional,balitbangkes, balitbangtan, balitbangda, serta laboratorium kesehatandan veteriner di tingkat regional guna penyusunan kajian secarakomprehensif tentang pengendalian zoonosis;

Rekomendasi :1. Menindaklanjuti langkah-langkah yang disepakati dalam rakornaspengendalian zoonosis;

43

2. Masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota menindaklanjuti dengan : Semua bentuk wadah koordinasi yang dibentuk oleh Gubernur atauBupati/Walikota tentang zoonosis melebur dalam wadah koordinasikomisi pengendalian zoonosis provinsi dan kabupaten/kota; Menyusun rencana kerja dan pendanaan kegiatan koordinasi beradadi sekretaris daerah c.q asisten daerah yang menaungi bidangkesejahteraan rakyat; SKPD provinsi, kabupaten/kota yang terkait dengan pengendalianzoonosis melaksanaan teknis pengendalian zoonosis; Selain dana APBD pengendalian zoonosis dapat diusulkandialokasikan melalui mekanisme pendanaan dekonsentrasikementerian / lembaga teknis terkait;3. Perlu sosialisasi pasar sehat di seluruh Indonesia dalam rangkapengendalian zoonosis.

44

PENYUSUNAN RENCANAKESIAPSIAGAAN DAN RESPON PANDEMI SEKTORAL

(Sectoral Pandemi Preparedness And Response Plan)

Gambaran UmumBerdasarkan Kerangka Aksi Hyogo (HFA 2005-2015) dan ketentuan hukumyang berlaku di Republik Indonesia dalam memperkuat kapasitas penguranganresiko dan manjemen bencana, Whole-of-Society penyusunan rencanakesiapsiagaan dan respon pandemi ini dipimpin oleh Kementerian KoordinasiBidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra).PREPARE Project adalah sebuah proyek kesiapsiagaan multisektor dalammenghadapi pandemi yang diimplementasikan oleh International MedicalCorps dengan didanai oleh United States Agency for International Development(USAID). Proyek ini diimplementasikan di empat negara di Africa, tiga negaradi Asia Tenggara, serta merupakan inisiatif global dari East African Community(EAC) dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). PREPARE-Indonesiadipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan RakyatRepublik Indonesia (Menko Kesra) dengan didukung K/L anggota KomisiNasional Zoonosis (Komnas Zoonosis) dan berkoordinasi dengan InternationalMedical Corps, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), KementerianKesehatan, United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs(UN-OCHA), dan World Health Organization (WHO), serta mitra lainnya.Latar BelakangPandemi dan bencana berskala besar lainnya merupakan ancaman serius diIndonesia. Untungnya, ancaman pandemi yang ada saat ini seperti SARS danH1N1 (flu babi) berdampak minimal terhadap ekonomi dan sosial. Namun,transmisi lanjutan dari agen pandemi lain seperti H5N1(flu burung) menjadiperhatian serius karena berpotensi besar berkembang menjadi wabah. Sebuahpandemi besar akan memiliki dampak yang luar biasa terhadap berfungsinyamasyarakat dan bisnis/usaha di Indonesia, karena dapat menyebabkan parapekerja absen dari pekerjaannya sampai dengan 40% dikarenakan sakit danadanya gangguan dalam jalur penyediaan pasokan dan pelayanan penting.Rencana kesiapsiagaan dalam mengurangi dampak pandemi merupakan halyang sangat penting. Langkah-langkah yang kongkrit dan berkesinambungantelah dilakukan dalam sistem kesehatan dan juga pada level koordinasinasional sebagai persiapan menghadapi pandemi. Bagaimanapun juga, sudah

45

merupakan konsensus di tingkat global untuk memperluas rencanakesiapsiagaan yang meliputi rencana tingkat sektoral bagi sektor penyedialayanan penting. Karena dampak pandemi seperti absensi karyawan dapatmenyebabkan gangguan dalam penyediaan layanan penting sepertipenyediaan energi, transportasi udara atau layanan telekomunikasi. Sangatlahpenting bagi sektor-sektor tersebut untuk menjaga fungsi mereka yang vitalbagi keberlanjutan masyarakat Indonesia saat terjadi pandemi.Tipe rencana kesiapsiagaan di tingkat sektoral disebut rencana kesiapsiagaan‘Whole-of-Society’. Banyak usaha perorangan yang telah mempunyai RencanaKeberlanjutan Usaha atau yang biasa disebut Business Continuity Plans (BCP)atau rencana kontijensi yang menangani skenario serupa. Rencana perusahaanbaik publik ataupun privat, adalah komponen yang penting dari rencanakesiapsiagaan di tingkat sektoral, namun sebuah rencana kesiapsiagaansektoral juga diperlukan untuk usaha koordinasi, mengidentifikasi tim responskrisis dan memprioritaskan penyediaan layanan. Tipe rencana kesiapsiagaanyang menggunakan skenario terburuk dari pandemi, juga dapat digunakanuntuk bencana slow-onset seperti banjir, letusan gunung berapi dan kerusuhan.Rangkaian KegiatanPada bulan Desember 2011 di Bandung, Menko Kesra bersama denganInternational Medical Corps, dengan pendanaan dari United States Agency forInternational Development (USAID) melalui PREPARE Pandemic PreparednessProject telah menyelenggarakan lokakarya yang bertajuk: “Whole-of-SocietyPandemic and Large-Scale Disaster Response Planning: Strengthening Continuityof Essential Operations and Services". Hasil dari lokakarya ini adalah penguatanrencana BCP di tingkat sektoral dan pemahaman akan saling kebergantunganantara delapan sektor penyedia layanan penting.Maret 2012, sebuah Tim Pengawas Proyek atau yang disebut Project OversightGroup (POG) dibentuk untuk mengawasi dan mengarahkan PREPARE Project.POG ini diketuai oleh Komisi Nasional Zoonosis (Komnas Zoonosis) danInternational Medical Corps dengan didukung dan berkoordinasi denganBadan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Kesehatan,United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN-OCHA),dan World Health Organization (WHO), serta mitra lainnya arahan dariKemenko Kesra dan USAID Indonesia.

46

April 2012, PREPARE Project memutuskan untuk fokus pada pengembanganPandemic Preparedness and Response Plans bagi tiga sektor penyedia layananpenting– Energi, Komunikasi dan Transportasi Udara. Kemudian dibentuklahKelompok Kerja Teknis atau Technical Working Groups (TWGs) untuk masing-masing sektor dalam rangka mengembangkan dan menyusun rencanakesiapsiagaan ini. TWG beranggotakan 15 individu yang mewakili lembaga-lembaga publik dan swasta di masing-masing sektor.Mei 2012, sebuah daftar anggota TWG yang diusulkan mendapatkanpersetujuan dari Menko Kesra. Pada tanggal 2 Mei 2012 di Hotel AkmaniJakarta, usulan anggota TWG dari Kementerian dan sejumlah perusahaanpenyedia layanan penting di ketiga sektor tersebut diundang dalam kegiatanSosialisasi TWG PREPARE Project untuk memperkenalkan proyek, rencanakerja dan berdiskusi mengenai pelaksanaan proyek tersebut.Juni 2012, langkah selanjutnya dari serangkaian kegiatan PREPARE Project diIndonesia adalah penyelenggaraan lokakakarya atau Workshop 1: ‘Whole-of-Society Pandemic and Large-Scale Disaster Response Planning: Preventing andContending with Disruptions in Essential Operations and Services’.Workshop 1 yang diadakan pada tanggal 4-6 Juni di Hotel Horison Bekasi telahmenghasilkan :1. Pembentukan awal anggota TWG untuk :i. Sektor Komunikasi (15 anggota) – termasuk produksi dan penyedialayanan telepon, seluler, internet, televisi, radio dan surat kabar.ii. Sektor Energi (15 anggota) – termasuk suplai, produksi dan distribusilistrik, mineral dan batubara, serta minyak dan gas.iii. Sektor Transportasi Udara (15 anggota) – termasuk pengoperasianbandar udara, air traffic control (ATC), pemeliharaan pesawat danairplane maintenance, and pengawasan serta kontrol bandar udara.2. Draft atau rancangan Sector Pandemic Preparedness and Response Plansuntuk masing-masing sektor TWG diatas. Rencana ini akan terusdikembangkan oleh anggota TWG dan pemangku kepentingan yang terlibatdi sektor masing-masing.3. Peta rencana aksi untuk menyempurnakan dan memfinalisasi draftrencana kesiapsiagaan dan respon yang sudah dibuat.

47

November 2012 dilaksanakan table top exercise di Hotel Aston Bogor tanggal5– 7 november 2012. Peserta dalam simulasi tersebut berasal dari perwakilandari sektor perhubungan udara, komunikasi, energi. Sebagai pengarah dalamsimulasi ini antara lain Kemenko Kesra, Kemkes, KNPZ, BNPB. Simulasi ini didesain untuk mengklarifikasi aturan dan tanggung jawab dalam menjagakeberlangsungan layanan penting khususnya di sektor perhubungan udara,komunikasi, energi dan kesehatan termasuk pola komando dan koordinasiserta kelembagaan baik di level pusat maupun daerah.Hasil Kegiatan1. Rancangan dokumen rencana kesiapsiagaan dan respon menghadapipandemi sektor transportasi udara;2. Rancangan dokumen rencana kesiapsiagaan dan respon menghadapipandemi sektor komunikasi;3. Rancangan dokumen rencana kesiapsiagaan dan respon menghadapipandemi sektor energi.

48

RAKOR TINGKAT MENTERITENTANG PENGENDALIAN FLU BURUNG LINTAS SEKTOR

(SIDANG KOMNAS PENGENDALIAN ZOONOSIS)

Latar belakang Meningkatnya kematian unggas akhir-akhir ini terutama itik telahmenimbulkan kerugian sosial dan ekonomi selain menyebabkankepanikan di masyarakat mengingat potensi penularannya kepadamanusia (zoonotik); Penyebab kematian itik dan unggas air lainnya tersebut akibat virus H5N1clade baru (2.3.2) yang berbeda dengan penyebab flu burung pada ayamdan manusia akibat virus H5N1 clade lama (2.1.3); Pemerintah pusat dan Pemda telah melaksanakan langkah-langkahpencegahan dan pengendalian FB dengan melakukan kegiatan :1. Penguatan surveilans terpadu;2. Peningkatan penyehatan lingkungan melalui biosecurity;3. Public awareness melalui dialog interaktif dan media komunikasisellular;4. Depopulasi unggas walaupun dana kompensasi belum tersedia;5. Restrukturisasi perunggasan dan capacity building;6. Pengawasan lalu lintas perdagangan unggas;7. Pengawasan orang dengan influenza like illness di setiap bandarauntuk mencegah penyebaran virus influenza;8. Penguatan regulasi (pergub, perbup, perwalikota dan perda);9. Dihentikan impor unggas asal Australia mengingat saat ini terjadiwabah penyakit menular pada unggas (Flu Burung strain H7N7) diAustralia;

Tantangan saat ini1) Dana kompensasi untuk depopulasi unggas masih belum tersedia;2) Vaksin H5N1 pada unggas dan manusia harus diproduksi segera;3) Kesiapan menghadapi pandemi secara nasional harus dioptimalkan;4) Peran legislatif masih perlu disinkronkan dengan eksekutif dalam halfungsi penganggaran pengendalian FB dan zoonosis lainnya ;5) Pengawasan lalu lintas perdagangan unggas secara illegal masihkurang;6) Kapasitas kelembagaan Pemda untuk mencegah zoonosis belumoptimal;

49

Kesimpulan1) Belum ada laporan penularan FB clade baru (2.3.2) pada manusia;2) Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah berhasilmengendalikan FB dengan penurunan kasus FB pada unggas danmanusia;3) Kesiapan pemerintah untuk mengendalikan FB di daerah dan lintasnegara masih perlu ditingkatkan agar tidak terjadi pandemi;Tindak lanjut

Kemkominfo agar terus memperkuat sosialisasi ancaman danpencegahan FB dan zoonosis lainnya melalui berbagai media termasukmedia selular; Pemda sebagai garda terdepan pengendalian FB dan zoonosis lainnyaperlu diperkuat kapasitasnya; Kementerian perhubungan dan Pemda (Dinas Perhubungan) agarmemperketat pengawasan lalu intas perdagangan unggas bersamabalai karantina hewan / Polri /TNI; Kementerian BUMN, kementerian kesehatan, kementerian pertanian,dan kementerian keuangan agar membahas produksi vaksin; Bappenas dan Kementerian keuangan agar berupaya menambahanggaran kesiapsiagaan menghadapi pandemi termasuk danakompensasi dan operasional pencegahan dan penanggulangan FB danzoonosis lainnya; Disarankan perlu posko pada setiap Kementerian terkait pengendalianFB sampai keadaan aman.