syok hemorragik terbaruu.docx
-
Upload
aditya-fresno-dwi-wardhana -
Category
Documents
-
view
297 -
download
0
description
Transcript of syok hemorragik terbaruu.docx
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan merupakan komplikasi terbesar pada trauma. Perdarahan yang
menimbulkan gangguan sirkulasi secara klinis dikenal dengan syok. Syok adalah suatu
cardiac output yang tidak adekuat yang mengakibatkan kegagalan sistem kardiovaskuler
untuk pengangkutan oksigen dan nutrisi yang cukup untuk kebutuhan metabolisme sel-sel
tubuh. Akibatnya, terjadi disfungsi membran sel, metabolisme seluler abnormal, dan tanpa
terapi adekuat, dapat terjadi kematian sel.1
Syok hemoragik merupakan sekumpulan sindrom karena kurangnya perfusi oksigen ke
jaringan, sebagai hasil dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan karena
menurunnya volume darah. Pada syok hemoragik penurunan volume darah yang akut
mengakibatkan mekanisme kompensasi dari saraf simpatis melalui vasokonstriksi perifer,
takikardi dan meningkatnya kontraktilitas myokardia, yang meningkatkan kebutuhan
oksigen dari myokard sampai pada suatu tingkatan yang tidak dapat ditolerir lagi. Secara
tidak langsung hipoperfusi jaringan akibat dari vasokonstriksi mengakibatkan metabolisme
anaerob dan asidosis.1,2
Hipoksia jaringan, asidosis dan pelepasan berbagai mediator mengakibatkan respon
inflamasi sistemik. Gagalnya mekanisme kompensasi pada syok perdarahan dapat
mengakibatkan kematian. Bentuk hipovolemik yang ringan ditoleransi oleh tubuh dengan
perpindahan cairan ekstraselular ke dalam ruang intravaskular dan menyebabkan
hemodilusi, kecuali pada syok hemoragik yang terjadi sangat cepat, karena hematokrit tidak
akan berubah karena banyaknya darah yang keluar dari tubuh tidak mempunyai cukup
waktu untuk memindahkan cairan ke tekanan osmotik yang lebih tinggi. Pada syok berat,
fungsi ginjal terganggu, dimana ginjal hanya mampu menoleransi pengalihan darah ke
organ-organ penting untuk periode ± 1,5 jam. Jika melewatinya, maka kerusakan
berkembang menjadi nekrosis tubular akut.2
Tindakan utama dari syok hemoragik adalah mengontrol sumber perdarahan secepat
mungkin dan penggantian cairan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui
transfusi massif. Pemberian cairan merupakan hal penting pada pengelolaan syok akibat
perdarahan. Syarat utama pengganti cairan plasma atau volume intravaskular yang benar-
1
benar efektif adalah yang tetap tinggal di volume sirkulasi, yaitu tidak tersaring melalui
pori-pori kapiler ke dalam ruang jaringan.3
Cairan yang dapat diberikan sebagai terapi syok akibat perdarahan adalah cairan koloid
dimana terdiri dari molekul yang permeabel dan impermeabel terhadap membran plasma
endotelium. Biasanya ukuran molekul dalam larutan koloid lebih besar dibandingkan larutan
kristaloid. Hal ini menyebabkan perpindahan cairan koloid dari ruang intravaskular ke ruang
interstisial dan ruang intraseluler lebih lambat dibandingkan perpindahan cairan kristaloid,
sehingga dalam terapi cairan untuk mengembalikan volume plasma maka penggunaan
koloid jauh lebih efisien.2,3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Syok Hemoragik
Syok hemoragik adalah suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun dan
menyebabkan inadekuatnya hantaran oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel. Keadaan
apapun yang menyebabkan kurangnya oksigenasi sel, maka sel dan organ akan berada
dalam keadaan syok. 2,5
2.2 Klasifikasi Syok Hemoragik:2,4
1. Syok Hipovolemik : Syok oleh karena penurunan volume intravaskuler, misal:
perdarahan, dehidrasi.
2. Syok Kardiogenik : Syok oleh karena kegagalan pompa jantung, abnormalitas katub
atau arritmia.
3. Syok Obstruktif : Syok oleh karena hambatan aliran darah yg kembali kejantung
( venous return ), misal : Tamponade jantung, konstriktif perikarditis, tension
pneumothoraks.
4 Shock Distributif : Syok oleh karena gangguan vasomotormengakibatkan turunnya
SVR diikuti Curah Jantung yang tidak adekwat misal : Septic, Spinal, Nerogenic
syok.
3
2.3 Klasifikasi Derajat Syok1
Tabel 1. Klasifikasi derajat syok
2.4 Patofisiologi Syok Hemoragik
Telah diketahui dengan baik respons tubuh saat kehilangan volum sirkulasi. Tubuh
secara logis akan segera memindahkan volum sirkulasinya dari organ non vital dan dengan
demikian fungsi organ vital terjaga karena cukup menerima aliran darah. Saat terjadi
perdarahan akut, curah jantung dan denyut nadi akan turun akibat rangsang ‘baroreseptor’ di
aortic arch dan atrium. Volume sirkulasi turun, yang mengakibatkan teraktivasinya saraf
simpatis di jantung dan organ lain. Akibatnya, denyut jantung meningkat, terjadi
vasokonstriksi dan redistribusi darah dari organ-organ nonvital, seperti di kulit, saluran
cerna, dan ginjal. Secara bersamaan sistem hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan akut
ini, dimana akan terjadi pelepasan hormon kortikotropin, yang akan merangsang pelepasan
glukokortikoid dan beta-endorphin. Kelenjar pituitary posterior akan melepas vasopressin,
yang akan meretensi air di tubulus distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula akan melepas
4
renin, menurunkan MAP (Mean Arterial Pressure), dan meningkatkan pelepasan aldosteron
dimana air dan natrium akan direabsorpsi kembali. Hiperglikemia sering terjadi saat
perdarahan akut, karena proses glukoneogenesis dan glikogenolisis yang meningkat akibat
pelepasan aldosteron dan growth hormone. Katekolamin dilepas ke sirkulasi yang akan
menghambat aktifitas dan produksi insulin sehingga gula darah meningkat. Secara
keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik mengikuti
kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang luar biasa di otak dimana pasokan aliran
darah akan dipertahankan secara konstan melalui MAP (Mean Arterial Pressure). Ginjal
juga mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu yang cepat dan pasokan
aliran darah pada saluran cerna akan turun karena mekanisme vasokonstriksi dari splanknik.
Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah
kerusakan organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam pertahanan tubuh.5,6
Gambar 1. Patofisiologi Syok Hemoragik
(Sumber : Angele et al. Critical Care 2008 12:218 doi:10.1186/cc6919,
diunduh dari : http://ccforum.com/content/12/4/218/figure/F1?highres=y)
5
2.5 Homeostasis Tubuh Saat Pendarahan Terjadi
Kehilangan darah tiba-tiba atau akut melibatkan hilangnya darah secara keseluruhan,
dengan penurunan proporsional pada volume plasma dan eritrosit. Akibatnya, hematokrit
tidak akanberubah secara signifikan pada periode awal setelah kehilangan darah yang terjadi
secara akut. Dengan tidak adanya volume dari resusitasi cairan, hematokrit akhirnya akan
berkurang karena terjadi hipovolemia yang mengaktifkan sistem renin-angiotensin-
aldosteron, yang mengarah pada konservasi natrium dan air ginjal serta perluasan volume
plasma. Proses ini dimulai 8 sampai 12 jam setelah kehilangan darah akut dan beberapa hari
kemudian menjadi lebih buruk.5
Setelah terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar, penurunan volume darah yang
beredar menyebabkan penurunan aliran balik vena serta penurunan curah jantung dan
tekanan darah.Segera timbul tindakan-tindakan kompensasi untuk mempertahankan aliran
darah ke otak.6
Respons refleks baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah menyebabkan
peningkatan aktivitas simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis ke jantung. Hasilnya
peningkatan kecepatan denyut jantung untuk mengatasi penurunan volum sekuncup yang
ditimbulkan oleh penurunan volume darah. Pada kehilangan cairan yang hebat, denyut nadi
melemah karena penurunan volume sekuncup, tetapi cepat karena peningkatan kecepatan
denyut jantung.5,6
Akibat peningkatan aktivitas simpatis ke vena, terjadi vasokontriksi vena umum,
meningkatkan aliran balik vena dan selanjutnya menyebabkan peningkatan volume
sekuncup melalui mekanisme Frank – Starling.Secara stimultan, stimulasi simpatis ke
jantung meningkatkan kontraktilitas jantung, sehingga jantung berdenyut lebih kuat dan
menyemprotkan lebih banyak darah, yang meningkatkan volume sekuncup.Peningkatan
kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup secara bersama-sama meningkatkan curah
jantung.5,6
Vasokontriksi anteriol umum yang diinduksi oleh saraf simpatis menyebabkan
peningkatan resistensi perifer total.Peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total
besama-sama, menyebabkan peningkatan kompensatorik tekanan darah. Penurunan awal
tekanan arteri juga disertai oleh penurunan tekanan darah kapiler, yang menyebabkan
pergeseran cairan dari cairan interstisium ke dalam kapiler untuk meningkatkan volume
plasma.5
6
Respon ini kadang-kadang disebut ototransfusi, karena memulihkan volume plasma
seperti yang dilakukan transfuse.Pergeseran CES ini diperkuat oleh sintesis protein plasma
oleh hati selama beberapa hari setelah pendarahan.Protein plasma minimbulkan tekanan
osmotic koloid untuk menarik dan menahan cairan ekstra di dalam plasma.Pengeluaran urin
berkurang, sehingga air yang biasanya keluar dari tubuh tertahan. Retensi cairan tambahan
ini membantu meningkatkan volume plasma. Peningkatan volume plasma memperkuat
peningkatan curah jantung yang ditimbulkn dari reflex baroreseptor.Terjadi penurunan
pengeluaran urin akibat penurunan aliran darah ginjal yang disebabkan oleh vasokontriksi
kompensatorik arteriol ginjal. Penurunan volume plasma juga mencetuskan peningkatan
sekresi hormone vasopressin dan pengaktifan jalur hormone rennin- angiostensin-aldosteron
yang bertujuan untuk menahan garam dan air, yang menyebabkan penurunan pengeluaran
urin.5
Penurunan volume plasma juga meningkatkan rasa haus. Peningkatan asupan cairan
yang kemudian terjadi ikut memulihkan volume darah.Dalam periode wktu yang lebih lama
(seminggu atau lebih), sel-sel darah merah yang hilang diganti oleh sel baru melalui
peningkatan pembentukan eritrosit yang dipicu oleh penurunan penyaluran O2 ke ginjal.6
2.6 Gejala Klinis Syok Hemoragik
Gejala syok hemoragik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan
cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan
takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi
pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu
yang cepat atau singkat.6
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,
penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.
Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:6
Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
Takikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis
penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi
berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
7
Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan
curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan
tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri
turun tidak di bawah 70 mmHg.Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada
syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30
ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan
menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2)
Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata
cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh
metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion
yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan
kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis
diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.7
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada
insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan
metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH
darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0–7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama
satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.6
2.7 Stadium-Stadium Syok
Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau
irreversible yaitu : 7
a. Stadium Kompensasi
Pada stadium ini fungsi organ vital dipertahankan melalui mekanisme
kompensasi fisiologis tubuh, dengan cara meningkatkan refleks simpatis, sehingga
terjadi :
1) Resistensi sistemik meningkat:
Distribusi selektif aliran darah dari organ sekunder ke organ primer (otak,
jantung).
Resistensi arteriol meningkat sehingga tekanan diastolik meningkat.
2) Denyut nadi meningkat (cardiac output meningkat
8
3) Sekresi vasopressin, rennin-angiotensin-aldosteron meningkat( ginjal menahan
air dan Na+ di dalam sirkulasi
Manifestasi klinis : takikardia, gelisah, kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler
lambat (> 2 detik).
b. Stadium dekompensasi
Pada stadium ini telah terjadi :
1) Perfusi jaringan buruk ( O2 sangat menurun ( metabolisme anaerob ( laktat
meningkat ( lactic acidosis, diperberat dengan penumpukan CO2 dimana CO2
menjadi asam karbonat. Asidemia akan mengahambat kontraktilitas miokardium
dan respon terhadap katekolamin.
2) Gangguan metabolisme energy dependent Na+/K+ pump ditingkat seluler
( integritas membran sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokhondria memburuk
( kerusakan sel.
3) Aliran darah lambat dan kerusakan rantai kini serta sistem koagulasi, akan
diperburuk dengan terbentuknya agregasi trombocyt dan pembentukan trombus
disertai tendesi perdarahan.
4) Pelepasan mediator vaskuler: histamin, serotin, cytokine (TNF α dan interleukin)
xanthin oxydase ( membentuk oksien radikal serta pltelet aggregating factor.
Pelepasan mediator oleh makrofag menyebabkan vasodilatasi arteriol dan
permeabilitas kapiler meningkat (venous return menurun (preload menurun
(cardiac output menurun.
Manifestasi klinis : takikardia, tekanan darah menurun, perfusi perifer buruk,
asidosis oliguria dan kesadaran menurun.
c. Stadium Ireversibel
Syok yang berlanjut akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel( multiorgan
failure. Cadangan phosphate energi tinggi (ATP) akan habis, terutama di jantung
dan hepar ( tubuh kehabisan energi.
Manifestasi klinis : nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur, anuria dan tanda
kegagalan organ.
9
2.8 Tatalaksana Syok Hemoragik
Penanggulangan syok hemoragik dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan
untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan
suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera
ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal akibat perdarahan.1,3
Prinsip Dasar Penanganan Syok Hemoragik1,2
Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan khusus untuk:
- menstabilkan kondisi pasien,
- memperbaiki volume cairan sirkulasi darah,
- mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.
Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok.
I. Penatalaksanaan awal
A. Pemeriksaan Fisik 1,8
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui
tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
1. Airway dan Breathing
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan
oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%.
Pada pasien cedera servikal perlu dilakukan imobilisasi. Pada pasien dengan
syok hipovolemik memberikan ventilasi tekanan positif dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan aliran balik vena, cardiac output, dan memperburuk syok.
Untuk memfasilitasi ventilasi maka dapat diberikan oksigen yang sifat alirannya
high flow. Dapat diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask
sebanyak 10-12 L/menit.8
2. Sirkulasi
Kontrol pendarahan dengan:
- Mengendalikan pendarahan
- Memperoleh akses intravena yang cukup
- Menilai perfusi jaringan
10
Pengendalian pendarahan:
Dari luka luar ( tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).
Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah ( PASG (Pneumatic Anti
Shock Garment).
Pendarahan internal ( operasi
Posisi pasien juga dapat mempengaruhi sirkulasi. Pada pasien dengan hipotensi
dengan menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan badannya akan
meningkatkan venous return. Pada pasien hipotensi yang hamil dengan cara
memiringkan posisinya ke sebelah kiri juga meningkatkan aliran darah balik ke
jantung.
3. Disability : pemeriksaan neurologi
Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi
motorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan
kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.
4. Exposure : pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta
pencegahan terjadi hipotermi pada penderita.
5. Dilatasi Lambung : dekompresi
Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan
terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi
lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak
sadar, distensi lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi
dilakukan dengan memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan
memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
6. Pemasangan kateter urin
Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan
memantau produksi urin.
Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.
11
B. Akses pembuluh darah1
Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2
kateter intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter
yang digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan
cairan dalam jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah
lengan bawah. Bila tidak memungkinkan digunakan akses pembuluh sentral atau
melakukan venaseksi. Pada anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum
intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Selain itu, teknik
intraoseus juga dapat dilakukan pada pasien dewasa dengan hipotensi.10 Jika kateter
vena telah terpasang, diambil darah untuk crossmatch, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan toksikologi, serta tes kehamilan pada wanita subur serta analisis gas
darah arteri.
C. Terapi Awal Cairan1, 8
Larutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal. Jenis cairan
ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume
vaskuler dengan mengganti volume darah yang hilang berikutnya ke dalam ruang
intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama
sedangkan NaCl fisologis adalah pilihan kedua. Jumlah cairan yang diberikan adalah
berdasarkan hukum 3 untuk 1, yaitu memerlukan sebanyak 300 ml larutan elektrolit
untuk 100 ml darah yang hilang. Sebagai contoh, pasien dewasa dengan berat badan
70 kg dengan derajat perdarahan III membutuhkan jumlah cairan sebanyak 4.410
cairan kristaloid. Hal ini didapat dari perhitungan [(BB x % darah untuk masing-
masing usia x % perdarahan) x 3], yaitu [70 x 7% x 30% x 3].8 Jumlah darah pada
dewasa adalah sekitar 7% dari berat badan, anak-anak sekitar 8-9% dari berat badan.
Bayi sekitar 9-10% dari berat badan.12 Pemberian cairan ini tidak bersifat mutlak,
sehingga perlu dinilai respon penderita untuk mencegah kelebihan atau kekurangan
cairan.8,13 Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan,
maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum
diketahui atau penyebab syok yang lain. Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat
diberikan 1-2 L cairan kristaloid, pada pasien anak diberikan 20 cc/kg BB.
12
II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ1,8
A. Umum
Pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan
tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke keadaan normal,
tetapi tidak memberi informasi tentang perfusi organ.
B. Produksi urin
Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal. Penggantian
volume yang memadai menghasilkan pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam
pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi.
Jika jumlahnya kurang atau makin turunnya produksi dengan berat jenis yang naik
menandakan resusitasi yang tidak cukup.
C. Keseimbangan Asam-Basa
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena
takipneu. Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam
tahap syok dini tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada
syok yang terlalu lama atau berat. Asidosis yang persisten pada penderita syok yang
normothermic harus diobati dengan cairan darah dan dipertimbangkan intervensi
operasi untuk mengendalikan pendarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa
gas darah arteri dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut.
III. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal
Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan terapi
berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok:1
1. Respon cepat
Penderita cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap hemodinamis
normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai
kecepatan maintenance.
13
2. Respon sementara (transient)
Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila
tetesan diperlambat hemodinamik menurun kembali karena kehilangan darah yang
masih berlangsunya.
3. Respon minimal atau tanpa respon
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu operasi
segera.
Perbedaan masing-masingnya tampak pada tabel berikut.
Respon Cepat Respon
Sementara
Tanpa Respon
Tanda vital Kembali ke
normal
Perbaikan
sementara tek.
Darah dan nadi
kemudian
kembali turun
Tetap abnormal
Dugaan Kehilangan
darah
Minimal (10-
20%)
Sedang-masih
ada (20-40%)
Berat (>40%)
Kebutuhan kristaloid Sedikit Banyak Banyak
Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Banyak
Persiapan darah Type specific &
crossmatch
Type specific Emergency
Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti
Kehadiran dini ahli
bedah
Perlu Perlu Perlu
Tabel 2 .Respon Terhadap Pemberian Cairan Awal 1
14
Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi resusitasi cairan
bisa dinilai dari parameter-parameter berikut:9
Capilary refill time < 2 detik
MAP 65-70 mmHg
O2 sat >95%
Urine output >0.5 ml/kg/jam (dewasa) ; > 1 ml/kg/jam (anak)
Shock index = HR/SBP (normal 0.5-0.7)
CVP 8 to12 mm Hg
ScvO2 > 70%
IV. Transfusi Darah
Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari
volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita terhadap pemberian
cairan.1,10
a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa
Tujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut
oksigen dari volume darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell.
Pemberian cairan adekuat dapat memperbaiki cardiac output tetapi tidak
memperbaiki oksigensi sebab tidak ada penambahan jumlah dari media transport
oksigen yaitu hemoglobin. Pada keadaan tersebut perlu dilakukan tranfusi. Beberapa
indikasi pemberian tranfusi PRC adalah:10
1. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total atau perdarahan derajat
III
2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2 L kristaloid
3. Memperbaiki delivery oksigen
4. Pasien kritis dengan kadar hemoglobin 6-8 gr/dl.
Fresh frozen plasma diberikan apabila terjadi kehilangan darah lebih dari 20-
25% atau terdapat koagulopati dan dianjurkan pada pasien yang telah mendapat 5-10
unit PRC. Tranfusi platelet diberikan apada keadaan trombositopenia (trombosit
<20.000-50.000/mm15) dan perdarahan yang terus berlangsung. Berikut indikasi dan
unit pemberian:1
15
Tabel 3. Indikasi dan unit pemberian tranfusi produk darah10
b. Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O
- Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched.
- Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya sementara atau
singkat.
- Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan untuk
penderita dengan pendarahan exsanguinating.
c. Autotransfusi
Pengumpulan darah keluar untuk autotransfusi sebaiknya dipertimbangkan untuk
penderita dengan hemothoraks berat.
Jenis Cairan dalam Terapi Intravena dalam Mengatasi Syok Hemoragik
Tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali
volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi
dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-
tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume
plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah,
plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang. Perhatian harus ditujukan agar jangan
sampai terjadi kelebihan cairan.10
Cairan yang diberikan dalam terapi intravena terbagi menjadi dua jenis, yakni, kristaloid
dan koloid. Perbedaan keduanya ditandai dalam kemampuan cairan koloid dan kristaloid
untuk meningkatkan aliran darah. Perbedaan ini tidak dapat dijelaskan oleh viskositas,
karena kedua jenis cairan yang bebas sel dan memiliki viskositas setara dengan air. Namun,
perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan dalam volume distribusi.10,11
16
1. Kristaloid
Cairan kristaloid adalah larutan elektrolit dengan molekul kecil yang dapat menyebar
secara bebas di seluruh ruang ekstraselular. Komponen utama dari cairan kristaloid
adalahgaram natrium klorida anorganik (NaCl) yang merupakan partikel aktif secara
osmotik.4,9 Sodium adalah zat terlarut paling banyak dicairan ekstraselular dan
didistribusikan secara merata.9
Sebanyak 75 sampai 80% dari cairan ekstraseluler terletak di ruang interstitial,
proporsi natrium yang sama dari total tubuh dalam cairan interstitial. Natrium di dalam
darah mengikuti distribusi yang sama, sehingga75 sampai 80% dari volume cairan infus
natrium klorida (garam) akan didistribusikan di ruang interstitial. Ini berarti bahwa efek
dominan volum resusitasi dengan cairan kristaloid adalah untuk menambah volum
interstitial daripada volum plasma.9,12
Contoh cairan kristaloid, yaitu :
Saline isotonis9,12
Larutan ini memiliki kadar elektrolit yang menyerupai kadar elektrolit di dalam
plasma dan sering disebut sebagai cairan pengganti. Tetapi berdasarkan kandungan,
normalnya larutan NaCl mengandung 58 gram NaCl per liter (berat molekul gabungan
natrium dan klorida), sedangkan larutan isotonik ( NaCl0,9%)hanya berisi 9 gram
NaCl per liter.
Dibandingkan konsentrasi di dalam plasma, saline isotonis memiliki konsentrasi
natrium dan klorida yang lebih tinggi (154 mEq / L), pH yang lebih rendah (5,7), dan
osmolalitas sedikit lebih tinggi (308mOsm / L). Perbedaan konsentrasi klorida dapat
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan asam-basa.
Infus saline (Natrium klorida 0,9%) meningkatkan volume plasma secara selektif
da nmenurunkan hematokrit tanpa mempengaruhi volume sel darah merah. Semua sel
bebas resusitasi cairan memiliki efek dilusi serupa pada hematokrit.9Kerugiannya
adalah bahwa Infus dalam jumlah volume yang besar saline isotonik dapat
menyebabkan terjadinya asidosis metabolik. Asidosis ini adalah asidosis
hiperkloremik yang dihasilkan oleh konsentrasi klorida yang tinggidalam saline
isotonis. Di sisi lain, juga dapat menyebabkan terjadinya edema paru dan perifer.
Ringer Laktat9,10,11
17
Cairan Ringer Laktat mengandung potassium dan kalsium dalam konsentrasi
bebas terionisasi di dalam plasma. Penambahan kation ini membutuhkan
pengurangan konsentrasi ion natrium untuk netralisasi arus listrik, sehinggaRinger
Laktat memiliki konsentrasi natrium lebih rendah daripada saline isotonisdan
plasma. Ringer Laktat juga disebut sebagai cairan Hartmann.
Penambahan laktat sekitar 28 mEq / L juga memerlukan penurunan
konsentrasi ion klorida, dan konsentrasi klorida yang dihasilkan dalam Ringer Laktat
sekitar 109 mEq / L yang mendekati perkiraan dari konsentrasi ion klorida dalam
plasma sekitar 103 mEq / L). Hal ini dapat menghilangkan resiko terjadinya asidosis
metabolik hiperkloremik dengan sejumlah besar volume infuse cairan Ringer Laktat.
Tingginya tingkat konsentrasi laktat dalam cairan Ringer Laktat sekitar 28
mEq / L menimbulkan kekhawatiran tentang resiko terjadinya hiperlaktatemia
dengan sejumlah besar volume cairan infus.Oleh karena itu karena hanya 25% cairan
kristaloid tetap tinggal di dalam kompartemen intravaskular, infus Ringer Laktat
tidak diharapkan memiliki dampak yang besar terhadap kenaikan tingkat laktat
serum, bahkan pada pasien dengan gangguan metabolisme laktat.
Cairan Ringer Laktat yang tersedia di Indonesia pada umumnya mengandung
NaCl sebanyak 3 gram, KCl sebanyak 0,15 gram, CaCl sebanyak 0,10 gram dan
sodium laktat sebanyak 1,55 gram dengan osmolaritas sebesar 273 mOsm/L.
•ASERING9
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut,
demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat,
trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
Na 130 mEq, K 4 mEq, Cl 109 mEq, Ca 3 mEq, Asetat (garam) 28 mEq
Dengan Osmolaritas 278 mOsm/L
Keunggulan:
Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati.Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi
asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonates.Pada kasus bedah, asetat dapat
mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran.Mempunyai efek
18
vasodilator dan pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml
pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil
risiko memperburuk edema serebral.
2. Koloid9,12
Beberapa cairan koloid telah dipelajari secara eksperimen dan digunakan di
klinis untuk tatalaksana syok hemoragik. Koloid memiliki partikel dengan berat
molekul besar dengan tekanan onkotik plasma serupa dengan protein plasma.9 Di sisi
lain, cairan koloid akan menambah volume plasma karena molekul besar dalam
koloid cairan tidak mudah lepas dari kompartemen vaskular. Sebanyak 75 atau 80%
dari volume infus koloid cairan akan tetap dalam ruang pembuluh darah dan
menambah volume plasma, setidaknya dalam beberapa jam pertama setelah infus.
Cairan koloid lebih efektif daripada cairan kristaloid untuk meningkatkan volume
plasmakarena mengandung molekul yang besar,susah berdifusi dan molekul zat
terlarut yang dapat menghasilkan tekanan osmotic untuk menyimpan air di dalam
ruang intravaskular.
Peningkatan volume plasma akan menambah curah jantung, tidak hanya
dengan meningkatkan preload ventrikel (efek volume), tetapi juga dengan
mengurangi afterload ventrikel (efek dilusi terhadap viskositas darah). Oleh karena
itu, koloid diharapkan bertahan di rongga intravaskular, menggantikan protein
plasma yang hilang sebagai akibat perdarahan, dan lebih efektif mengembalikan
volume darah sirkulasi daripada kristaloid. Cairan koloid memiliki kelebihan
keefektifan sekitar tiga kalidaripada cairan kristaloid untuk meningkatkan volume
plasma.9Tiap gram koloid intravaskular akan menahan air kira-kira 20 ml air (14 –
15 ml per gram albumin; 16 – 17 ml per gram hydroxyethyl starch).4,11
Dukungan terhadap kegunaan koloid adalah kekhawatiran akan berpindahnya
cairan kristaloid ke interstisial, termasuk edema interstisial paru dengan gangguan
difusi oksigen dan edema intra-abdomen dengan berkurangnya perfusi usus. Akan
tetapi, kondisi-kondisi patologis, seperti syok hemoragik dan sepsis, mengakibatkan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah yang bisa memungkinkan bocornya
molekul koloid ke ekstravaskular.12
Efek resusitasi dengan whole blood, eritrosit dan plasma volume yang
meningkat secara proporsional, tanpa diikuti perubahan hematokrit. Di awal jam
setelah terjadi perdarahan akut, hematokrit merupakan refleksi dari upaya resusitasi,
19
baik dari jenis cairan infus dan volume infuse dan bukan merupakan penunjuk
tingkat keparahan kehilangan darah.
Cairan koloid dibagi menjadi :
Albumin
Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena : volume
yang dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di
dalam jaringan pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches
dan resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.9 Penggunaan secara klinis utamanya
sebagai ekspander volume plasma. Pemberian albumin akan didistribusikan ke
dalam ruang intravaskular namun ini hanya sementara walaupun waktu bertahannya
di dalam intravaskular lebih lama dibandingkan cairan kristaloid. Waktu paruh
albumin sekitar 16 jam, hampir sama seperti albumin endogen dan setelah 2 jam
sekitar 90% akan berada di ruang intravaskular. Pada orang normal, waktu paruh
albumin di dalam tubuh kira-kira sekitar 20 hari. 1 gr albumin intravaskular akan
berikatan dengan 18 ml air karena aktivitas onkotiknya.
Albumin secara klinis tersedia dalam larutan 5% atau 25% di dalam normal
saline. Ketika 100 ml dari larutan albumin 25% (25 gr albumin) diberikan melalui
infus, akan meningkatkan volume intravaskular yang terjadi selama 30 – 60 menit
mencapai volume akhir 450 ml. volume intravaskular ditingkatkan melalui
translokasi dari 350 ml cairan interstitial ke dalam ruang intravaskular.
Indikasi :
o Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia,
hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary
bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut, pancretitis, mediasinitis,
selulitis luas dan luka bakar.
o Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress
Syndrome). Pasien dengan hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan
albumin dan furosemid yang dapat memberikan efek diuresis yang signifikan
serta penurunan berat badan secara bersamaan.
o Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi,
kebakaran, operasi besar, infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi
inflamasi, dan ekskresi renal berlebih.
20
Kontraindikasi : gagal jantung, anemia berat
Produk : Plasbumin 20, Plasbumin 25.
HES (Hydroxyetyl Starches)
Hidroksietil starch (hetastarch) adalah polimer pati yang dimodifikasi secara
kimia yang tersedia sebagai cairan 6% dalam garam isotonis. Ada tiga jenis cairan
hetastarch berdasarkan berat molekul rata-rata (MW) dari molekul pati, yaitu berat
molekul tinggi ( MW 450.000 dalton), berat molekul sedang (MW 200.000 dalton),
dan berat molekul rendah (MW 70.000 dalton). Hetastarch dengan berat molekul
tinggi digunakan secara eksklusif di Amerika Serikat, sedangkan di negara lain,
Hetastarch dengan berat molekul sedang adalah cairan populer.9
Cairan Hetasstarch dengan berat molekul tinggi memiliki aktivitas onkotik
terbesar tapi juga memiliki risiko tertinggi efek samping tertentu. Eliminasi
Hetastarch melalui proses dua langkah. Pertama, molekul pati yang beredar akan
dihidrolisis oleh enzim amilase dalam darah. Ketika molekul pati yang dibelah
menjadi fragmen kecil (MW <50.000 dalton), kemudian akan dieksresikan oleh
ginjal. Clearance Hetastarch dapat berlangsung selama beberapa minggu, namun
aktivitas onkotik hilang setelah satu hari.9 Hasilnya adalah peningkatan kadar
amilase serum (2 sampai 3 kali di atas normal) yang dapat menyebabkan
macroamylasemia. Tingkat amilase akan kembali normal dalam waktu satu minggu
setelah penggunaan Hetastarch dihentikan. Hyperamylasemia dari Hetastarch
bukanlah efek samping merugikan. satu-satunya resiko yang merugikan adalah salah
penafsiran dari peningkatan kadarnya sebagai tanda adanya pankreatitis akut.9
Efek kinerja Hetastarch 6% (200/0,5) sebagai ekspander volume plasma
sangat mirip dengan albumin 5%. Tekanan onkotiknya lebih tinggi (30 mm Hg) dari
albumin 5% (20 mm Hg), dan peningkatan volume plasma dapat sedikit lebih tinggi
juga. Efeknya pada volume plasma biasanya hilang dalam 24 jam. Perbedaan utama
antara kedua cairan adalah biaya Hetastarch lebih murah dan resiko terjadinya
perubahan hemostasis lebih besar dengan penggunaan Hetastarch.9
Komposisi :Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan
amilopektin. Contohnya adalah Expafusin dan Hextend. Hextend adalah cairan
Hetastarch 6% dengan buffer, cairan multielectrolyte sebagai pengencer tetapi bukan
cairan saline isotonis. Cairan ini mengandung sodium (143 mEq / L), klorida (125
mEq / L), kalium (3 mEq / L), kalsium (5 mEq / L), magnesium (0,9 mEq / L), laktat
21
(28 mEq / L), dan glukosa (5 M / L). Hextend memiliki berat molekul dan
konsentrasi pati yang sama seperti Hetastarch 6%, sehingga tidak mengherankan
bahwa hextend setara dengan Hetastarch 6% sebagai ekspander volume plasma.9
Indikasi : Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran
kapiler.
Kontraindikasi : Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko
perdarahan setelah operasi, hal ini terjadi karena HES berefek antikoagulan pada
dosis moderat (>20 ml/kg). Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal
failure (ARF). Penggunaan HES pada sepsis masih terdapat perdebatan.
Kerugiannya berupa efek samping yang paling terkenal dari Hetastarch
adalah kecenderungan terjadinya perdarahan yang disebabkan oleh penghambatan
faktor VII dan faktor von Willebrand serta gangguan agregasi platele. Hal ini terlihat
pada Hetastarch dengan berat molekul tinggi, kurang jelas pada Hetastarch berat
molekul sedang, dan tidak terdapat pada Hetastarch dengan berat molekul rendah.
Perdarahan yang disebabkan dari penggunaan Hetastarch dapat diminimalkan
dengan membatasi volume cairan infuse menjadi kurang dari 1.500 mL dalam 24
jam serta menghindari penggunaan Hetastarch pada pasien dengan penyakit dasar
koagulopati dan penyakit von Willebrand.9,11
Dextran
Dekstran adalah polimer glukosa besar yang diproduksi oleh bakteri
(Leuconostoc mesenteroides) yang diinkubasi dalam media sukrosa. Pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1940-an dan koloid ini kurang popular karena dianggap
memiliki resiko terjadinya efek samping. Kedua preparasi dekstran yang paling
umum adalah 10% dekstran-40 memiliki berat molekul 40.000 dan 6% dekstran-70
memiliki berat molekul 70.000, yang masing-masing memiliki berat rata-rata
molekul yang berbeda.9,14 Kedua cairan tersebut menggunakan pengencer saline
isotonis. Masing masing cairan dekstran memiliki tekanan osmotik koloid 40 mm Hg
sehingga menyebabkan peningkatan yang lebih besar, baik dari albumin 5% atau
Hetastarch 6% dalam volume plasma. Penggunaan Dekstran-70 lebih disukai karena
durasi kerjanya lebih panjang (12 jam) dibandingkan dekstran-40 (6 jam).9,11
22
Hidrolisis parsial menghasilkan polisakarida dengan ukuran lebih kecil yang
secara komersial tersedia dalam produk masing – masing dengan berat molekul rata
– rata 40.000 dalton (dextran-40 ; D40) atau 70.000 dalton (dextran-70 ; D70).11
Indikasi :Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis,
iskemia miokard, iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.
Mempunyai efek anti trombus atau mencegah tromboemboli, mekanismenya
adalah dengan menurunkan viskositas darah, dan menghambat agregasi platelet.
Dextran juga meningkatkan aliran darah perifer. Pada suatu penelitian dikemukakan
bahwa dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling poten jika dibandingkan
dengan gelatin dan HES.9,11
Kontraidikasi : pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik
(trombositopenia, hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung, gangguan ginjal
dengan oliguria atau anuria yang parah.
Kerugiannya yaitu Dekstran dapat menyebabkan kecenderungan terjadinya
perdarahan berhubungan dengan dosis penggunaannya yang melibatkan gangguan
agregasi trombosit, penurunan kadar faktor VIII dan faktor von Willebrand, serta
peningkatan fibrinolisis. Gangguan hemostatik diminimalkan dengan membatasi
dosis harian dekstran sampai 20 mL / kgBB.9
Dekstran juga melapisi permukaan sel darah merah dan dapat mengganggu
proses untuk cross-match darah. Sel darah merah harus dicuci untuk menghilangkan
masalah ini. Dekstran juga dapat meningkatkan sedimentasi eritrosit akibat
interaksinya dengan sel darah merah. Dekstran juga diduga terlibat sebagai penyebab
gagal ginjal akut. Melalui mekanisme hiperonkotik dengan tekanan filtrasi yang
berkurang. Namun, mekanisme ini tidak terbukti, dan gagal ginjal akut jarang terjadi
karena penggunaan cairan infus dekstran. Reaksi anafilaksis jarang sekali dilaporkan
akibat penggunaan cairan infuse dekstran.9,10
Contoh : hibiron, isotic tearin, tears naturale II, plasmafusin.
Gelatin
Haemaccel (poligen) adalah larutan 3.5% gelatin (BM 35.000) terjalin dari
jembatan urea, dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen binatang. Preparat gelatin
lainnya, Gelafundin terbentuk dari kolagen yang diubah menjadi molekul yang lebih
besar dengan jalan suksinilasi.14
23
Haemaccel relatif murah dan stabil, dengan masa simpan 8 tahun pada 250C.
Dikeluarkan secara keseluruhan oleh metabolisme hepatik dan ekskresi renal.
Haemaccel kurang efisien daripada dekstran 70, sebab waktu paruh intravaskular
pendek (2-3 jam) dan iso-osmotik dengan plasma. Bila diberikan 1000 ml
Haemaccel ke dalam vena, sekitar 300 ml akan keluar ke ruang interstisial.
Keuntungannya dibanding dengan substitut plasma lain adalah kemungkinan timbul
komplikasi hemoragik lebih kecil.14
Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada
koloid lain. Berkisar dari kemerehan kulit dan pireksia sampai anafilaksis yang
mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan histamin
yang mungkin sebagai akibat efek langsung gelatin pada sel mast.14
Selain dipakai untuk syok hipovolemik, Haemaccel berguna untuk pembawa
insulin pada terapi diabetes yang tak terkontrol, karena insulin yang hilang pada
botol gelas atau plastik lebih sedikit. Haemaccel mengandung Na+ dan Ca++ yang
cukup besar, karena itu jangan diinfuskan langsung sebelum dan sesudah darah.14
Gelafundin merupakan cairan pengganti plasma koloid iso-onkontik dan
isotonik. Kapasitas mengikat air Gelafundin kira-kira sama dengan protein plasma, 1
gr gelatin mengikat 14 ml air. Karenanya, sebagaimana juga dengan Haemaccel,
lebih mudah dikendalikan daripada larutan hiperonkotik. Penggantian volume
plasma lebih gradual. Tanpa memberi beban berlebih pada sirkulasi.14
Keseimbangan fisiologis dipertahankan antara kompartemen cairan
intravaskular dan ekstravaskular oleh kedua macam gelatin ini. Gelatin tidak
menarik air dari ruang ektravaskular sehingga bukan termasuk ekspander plasma
seperti dekstran. Penambahan volume sesudah Gelafundin kira-kira sama dengan
volume yang diinfuskan. Tidak seperti Haemaccel, Gelafundin tidak mengandung
K+. Kandungan Ca++ sebesar 1,4 mmol/L yang sama dengan kandungan Ca++
fisiologis.14
Larutan gelatin dieksresikan lewat ginjal dalam urin, sementara itu gelatin
dapat menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian kecil dieliminasikan lewat usus.
Jumlah sangat kecil mengalami metabolisme lewat kerja peptidase. Empat puluh
delapan jam sesudah infus, tidak ada lagi gelatin yang ditemukan dalam peredaran
darah. Karena gelatin tidak berpengaruh pada sistem koagulasi, maka tidak ada
pembatasan dosis. Namun, bila terlalu banyak infus, dapat terjadi efek dilusi. Gelatin
24
dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal bahkan pada pasien yang
menjalani hemodialisis.14
Indikasi gelatin: penggantian volume primer, stabilisasi sirkulasi perioperatif,
sirkulasi ektrakorporeal (hemodialisis, mesin jantung paru).
Kontraindikasi: infarkt miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung
kongestif, syok normovolemik, overhidrasi, oliguria/anuria, hipersensutif terhadap
gelatin.14 Interaksi, keefektifan fenoksi-metil-penisilin terhadap stafilokokus aureus
berkurang bilamana gelatin diberikan pada saat yang sama.
• Gelofusine
Dalam 1000 ml cairan infus Gelofusine mengandung Gelatin suksinil 40 g,
Sodium Klorida 7,01 g dan Sodium Hidroksida 1,36 g dengan berat molekul rata-rata
30.000. konsentrasi elektrolit Gelofusine yaitu Natrium 154 mmol/L dan Klorida 120
mmol/L dengan osmolaritas 274 mOsm/L serta nilai pH 7,1 -7,7.
Gelofusine merupakan cairan larutan Gelatin suksinil 4% yang isotonis, steril
dan bebas pirogen. Cairan ini dapat meningkatkan volume plasma sehingga
mengakibatkan terjadi peningkatan aliran balik vena, curah jantung, tekanan darah
arteri dan perfusi perifer. Efek hemodilusi dengan Gelofusine memiliki viskositas
yang relative sama dengan plasma. Tekanan osmotic koloid yang dihasilkan dari
Gelofusine mencegah atau menurunkan kemungkinan edema interstitial yang mana
dapat membatasi suplai oksigen ke jaringan. Gelofusine menunjukkan multiphase
eliminasi dari sirkulasi dengan waktu paruh 9 jam dan efek volume sekitar 5 jam.
Sekitar 75% cairan ini akan dieskresikan melalui ginjal dan 15% melalui feses.
Indikasi penggunaan Gelofusine dapat digunakan sebagai koloid pengganti
volume cairan untuk profilaksis dan terapi dari syok hipovolemik relatif dan absolute
(syok akibat pendarahan karena trauma, kehilangan darah selama perioperatif, luka
bakar dan sepsis), profilaksis hipotensi karena induksi anestesi epidural dan spinal,
hemodilusi serta pada sirkulasi ekstrakorporeal (mesin jantung-paru dan
hemodialisis).
Kontraindikasi penggunaan Gelofusine pada kasus hipersensitivitas terhadap
gelatin, hipervolemik, hiperhidrasi, penyakit jantung serius dan gangguan koagulasi
darah yang berat. Penggunaan sangat hati-hati pada pasien hipernatremia, penyakit
hati kronik, penyakit ginjal, penyakit gangguan pembekuan darah dan berbagai
derajat dehidrasi karena dibutuhkan koreksi terapi cairan yang tepat. Kelebihan dosis
25
dapat menyebabkan hipervolemik yang mengakibatkan kepayahan dan kegagalan
kerja jantung dan paru dengan tanda dispneu dan bendungan vena jugular sehingga
pemberian infus harus segera dihentikan.
• Gelafusal
Gelafusal merupakan cairan larutan suksinil gelatin 4% untuk infus intravena.
Di dalam gelafusal 1000 ml mengandung Gelatin Polisuksinat 40 g, Sodium Asetat
Trihidrat 3,675 g, Sodium Klorida 4,590 g, Potassium Klorida 0,403 g, Kalsium
Klorida Dihidrat 0,133 g, Magnesium Klorida Hexahidrat 0,203 g, Sodium
Hidroksida 0,980 g dan air sampai 1000 ml.
Komposisi yang terkandung dalam Gelafusal yaitu Natrium 130 mmol/L,
Potasium 5,4 mmol/L, Kalsium 0,9 mmol/L, Magnesium 1,0 mmol/L, Klorida 85
mmol/L dan Asetat 27 mmol/L. Berat molekul rata-rata yang dimiliki Gelafusal yaitu
30.000, nilai pH 7,1 - 7,7, osmolaritas 279 mOsm/L dan keasaman titrasi 0,5 mmol/L
sampai pH 7,4.
Gelatin 4% atau Gelafusal merupakan koloid ekspander volum plasma.
Tekanan osmotic koloid nya sebesar 34 mmHg. Cairan ini dengan cepat
didistribusikan di dalam darah setelah infus intravena dan mencapai efek volum
dalam 3-4 jam. Penggunaan cairan ini tidak mempengaruhi hemostasis serta
koagulasi darah akibat efek dilusi juga tidak berpengaruh.
Dieresis osmotik pada Gelafusal bisa mencegah oligouria atau anuria dan
secara signifikan dapat menurunkan efek syok terhadap ginjal. Pemberian Digoxin
dapat diberikan pada pasien karena konsentrasi Kalsium yang rendah dalam
Gelafusal. Sedangkan kelebihan Potasium tidak berpengaruh karena Potasium dalam
Gelatin 4% sesuai dengan nilai fisiologis tubuh.
Gelafusal tidak disimpan dalam jaringan dan organ. Sebagian besar infus
Gelatin dieksresikan melalui ginjal dan fraksi berat molekul rendah dieksresikan
dalam 1 jam pertama. Kira-kira sekitar 8% infus Gelatin dieliminasi oleh usus dan
60% dieksresikan melalui urin dalam 24 jam.
Penggunaan Gelafusal dapat diberikan sebagai koloid pengganti volume
untuk profilaksis dan terapi pada hipovolemik relative dan absolute (syok akibat
pendarahan karena trauma, kehilangan darah selama perioperatif, luka bakar dan
sepsis). Dalam jumlah kecil kehilangan volume cairan dan stabilisasi sirkulasi
sebelum dan selama pembedahan dapat diberikan sebanyak 500 - 1000 ml.
26
Kehilangan volume dalam jumlah besar, onset syok dapat diberikan sebanyak 1000 –
1500 ml. sedangkan untuk syok lebih lanjut dapat diberikan sebanyak 2500 ml atau
lebih tergantung pada jumlah hilangnya volume cairan. Dosis maksimum harian
ditentukan oleh efek dilusi. Hematokrit pasien dapat dijadikan pantauan dan
sebaiknya dijaga dengan melihat situasi dan kondisi klinis pada pasien. Terdapat
resiko dari kelebihan pemberian cairan infus jika diberikan terlalu cepat, yaitu dapat
menyebabkan peningkatan tekanan vena sentral dan edema pulmonal sehingga infus
harus segera dihentikan.
Kontraindikasi penggunaan Gelafusal pada hiperhidrasi, hipervolemik,
penyakit jantung yang serius, gagal ginjal, alergi terhadap salah satu komposisi dari
Gelafusal serta gangguan pembekuan darah yang berat.
Tiap cairan koloid berbeda dalam kemampuan untuk menambah volume plasma, dan di
bawah menunjukkan ini perbedaan berdasarkan fungsi dari tekanan osmotik masing-
masing cairan koloid.9,10
Tabel 4. Jenis cairan koloid9
Jika permeabilitas membran normal, cairan koloid seperti albumin, dextran,
polygelin, hydroxyethyl starch akan menambah volume plasma lebih besar daripada
volume interstitial atau intrasel karena sifat koloid yang menimbulkan tekanan onkotik.
lalu berdasarkan distribusi cairan ke kompartemen, untuk menghitung jumlah cairan
intravena yang dibutuhkan untuk mengganti volume intravaskular yang hilang, dipakai
rumus sebagai berikut :4
Volume vaskular yang hilang = Volume infuse X Pv/Vd
27
Pv = Volume plasma
Vd = Volume distribusi
Pada syok pendarahan akut terjadi defisit cairan interstitial, tetapi pada syok
pendarahan lanjut atau syok septik, permeabilitas kapiler berubah yang berakibat terjadi
peningkatan cairan interstitial. Dalam kondisi ini maka cairan kristaloid dalam
mengganti defisit volume ini lebih efektif daripada cairan koloid.4 Bila volume cairan
interstitial bertambah, maka garam hipertonik atau albumin 25% lebih efektif karena
menyebabkan cairan interstitial akan berpindah ke dalam ruang intravaskular. Jadi bisa
dikatakan, pada permulaan syok, cairan kristaloid merupakan pilihan terbaik untuk
mengganti volume cairan interstitial, tetapi pada syok lanjut, cairan koloid merupakan
pilihan yang tepat.4
Pemberian cairan kristaloid mengurangi tekanan osmotik koloid sehingga
kecendrungan akan terjadi edema paru dan perifer. Sedangkan pemberian cairan koloid
akan mempertahankan tekanan osomotik koloid sehingga akan mengurnagi
kemungkinan terjadinya edema paru dan perifer setelah dilakukan resusitasi.4 Berikut
dibawah ini perbandingan cairan kristaloid dengan koloid.
Tabel 5. Perbandingan cairan kristaloid dan koloid4
Kristaloid Koloid
Efek volume intravaskular Lebih baik
Efek volume interstitial Lebih baik
Edema paru Lebih potensial
Edema perifer Sering Jarang
Reaksi – reaksi Tidak ada Jarang
Harga Murah Lebih mahal
Tujuan utama volume pengganti pendarahan akut adalah untuk mempertahankan
penyerapan oksigen (VO2) ke dalam jaringan dan mempertahankan metabolisme
28
aerobik. Strategi yang digunakan untuk mempertahankan VO2 ditandai oleh penentu
VO2 dalam persamaan :8,9
VO2 = CO X Hb X 13,4 X ( SaO2 – SvO2 )
Pendarahan akut mempengaruhi dua komponen dari persamaan di atas, yaitu cardiac
output (CO) dan kadar hemoglobin dalam darah (Hb). Oleh karena itu dengan
meningkatkan cardiac output (curah jantung) dan mengoreksi defisit hemoglobin adalah
dua tujuan resusitasi pada kehilangan darah akut. Namun, konsekuensi dari output
jantung yang rendah jauh lebih mengancam daripada anemia, jadi prioritas pertama pada
pasien perdarahan adalah untuk mendukung cardiac output.8,9
Kemampuan setiap jenis cairan resusitasi untuk meningkatkan cardiac output
ditampilkan pada grafik pada gambar dibawah, menunjukkan efek dari infus satu jam
pada setiap fluida pada cardiac output. Volume infus seluruh darah (1 unit = 450 mL),
packed red cell (2 unit = 500 mL), dan dekstran-40 (500 mL) adalah setara, sedangkan
volume infuse laktat Ringer (1 L) adalah dua kali lipat dari cairan lain.9
Cairan koloid (dekstran-40) adalah paling efektif: berdasarkan volume ke volume,
cairan koloid adalah sekitar dua kali lebih efektif seperti whole blood, enam kali lebih
efektif daripada packed red cell, dan delapan kali lebih efektif daripada cairan kristaloid
(ringer laktat). Keterbatasan kemampuan darah (whole blood atau packed red cell) untuk
meningkatkan curah jantung akibat efek dari viskositas eritrosit.9
Gambar 2. Keefektifan jenis cairan resusitasi terhadap curah jantung9
29
Jika meningkatkan curah jantung merupakan prioritas pertama dalam pengelolaan
perdarahan akut, tabel di atas menunjukkan bahwa darah tidak merupakan cairan pilihan
untuk resusitasi cairan untuk menambah volume saat awal resusitasi pada perdarahan
akut. 9
2.9 Transfusi Masif
Transfusi darah masif umumnya didefinisikan sebagai kebutuhan transfusi satu sampai
dua kali volume darah pasien. Pada kebanyakan pasien dewasa, equivalent dengan 10-20
unit dalam 24 jam.
Transfusi masif adalah penggantian sejumlah darah yang hilang atau lebih banyak dari
total volume darah pasien dalam waktu <24 jam (dewasa: 70 ml/kg, anak/bayi: 80-90
ml/kg). Morbiditas dan mortalitas cenderung meningkat pada beberapa pasien, bukan
disebabkan oleh banyaknya volume darah yang ditransfusikan, tetapi karena trauma awal,
kerusakan jaringan dan organ akibat perdarahan dan hipovolemia. Seringkali penyebab
dasar dan risiko akibat perdarahan mayor yang menyebabkan komplikasi, dibandingkan
dengan transfusi itu sendiri.13,14
Kebutuhan prediksi untuk transfusi masif pada trauma13
Sekitar 3-5% dari pasien trauma dewasa menerima transfusi massif. Identifikasi awal
dari kebutuhan pasien tansfusi massif yang telah dievaluasi dari 4 parameter yaitu
mekanisme penetrasi, FAST (Focused Assessment Sonography in Trauma) positif dari
cairan, tekanan darah <90 mmHg dan nadi >120 bpm. Skor 2 atau lebih dipertimbangkan
positif. 16 Skor 75% (sensitif) dan 85% (spesifik). Pemeriksaan FAST mengidentifikasi
apakah ada cairan bebas di dalam peritoneum, indikasi dari ruptur organ dan perdarahan
internal.
Komponen Darah :14,15
a) Whole blood
Darah lengkap adalah unit darah selengkapnya yang diperoleh dari donor tanpa ada
pemisahan komponennya baik sel maupun non sel. Darah lengkap (whole blood) biasanya
disediakan hanya untuk transfusi pada perdarahan masif. Satu unit darah lengkap (450-540
ml) mengandung pengawet 60 ml CPDA-1 atau CP2D dengan kadar hematokrit 30-40%
dapat menaikkan kadar Hb resipien 1 gr%. Ketentuan standar jumlah darah 450 kurang lebih
30
45 ml diberi anti-koagulan / pengawet eritrosit. Modifikasi whole blood yaitu dipisahkan
kriopresipitat dan atau trombositnya.
Antikoagulan yang dipakai adalah yang mengandung dekstrose. Dekstrose
diperlukan untuk nutrisi eritrosit. Contoh:
i. Citrate ² Phosphate ² Dextrose / CPD
ii. Acid ² Citrate ² Dextrose / ACD ( dengan CPD atau ACD ini darah dapat disimpan
sampai 21 hari)
iii. Citrate ² Phosphate ² Dextrose ² Adenine ² 1/CPDA-1 (dengan penambahan adenine
darah dapat disimpan sampai 35 hari). Dikenal antikoagulan CPDA-2, CPDA-3
yang mengandung adenine dan dekstrose lebih tinggi daripada CPDA-1 sehingga
eritrosit pekat dapat diawetkan sampai 7 minggu.
iv. CPD + AS-1 / AS-2 (AS = additive solution yang terdiri dari salin, desktrose,
manitol, adenine)
v. Citrate ² Phosphate, Double Dextrose + AS (terdiri dari salin, dekstrose, adenine).
vi. Heparin : tidak ditambah destrose, sehingga usia simpan hanya sampai 48 jam.
Penyimpanan
i. Temperatur penyimpanan
Setelah darah diambil dari donor segera disimpan pada suhu antara 1-60C. Pada
suhu sekitar ini glikolisis terjadi secara perlahan-lahan. Suhu penyimpanan terbaik ialah
40C, karena pada suhu ini asam laktat yang terbentuk akan sangat menurunkan pH dan
fungsi enzim heksokinase serta fosfofruktokinase sehingga glikolisis terhenti. Di bawah 10C
maka karena efek dari dekstrose eritrosit akan membengkak, menjadi sangat fragil dan
cenderung hemolisis. Di atas suhu 60C bakteri akan berkembang biak, sehingga umur hidup
eritrosit menjadi lebih pendek.
ii. Efek samping penyimpanan
Setelah disimpan maka store whole blood tidak lagi mengandung granulosit &
trombosit yang dapat berfungsi, demikian juga faktor pembekuan yang labil (faktor V, VII)
menjadi rusak. Darah yang diambil dari donor harus diperiksa lengkap selain golongan
darah, deteksi antibodi, juga tes untuk penyakit menular yang memerlukan waktu cukup
lama untuk melakukannya, sehingga darah harus disimpan. Di samping itu tidak ada
indikasi kuat yang menyokong keharusan menggunakan fresh whole blood / darah segar
untuk ditransfusikan kepada resipien. Darah ini mengandung leukosit yang masih mampu
31
berfungsi membunuh bakteri, oleh karenanya bila memang sangat diperlukan darah segar
maka dapat dibiarkan pada temperatur kamar dalam waktu singkat, namun hal ini tidak
direkomendasikan.
Tabel 6. Klasifikasi darah lengkap menurut lamanya penyimpanan2
Darah lengkap Lama Penyimpanan
Segar < 48 jam
Baru <6 hari
Biasa 35 hari
Indikasi penggunaan whole blood:9
1. Pada penderita dengan kehilangan darah sangat banyak/berat (mencapai 25-30 %),
sehingga menimbulkan gejala hipovilemi/syok. Pada keadaan ini whole blood
diperlukan untuk mengembalikan atau memelihara volume darah dan kapasitas
mengangkut oksigen.
2. Pada keadaan dimana diperlukan pengembalian volume darah yang seimbang/sama
pentingnya dengan komponen seluler.
3. Untuk transfusi tukar (exchange transfusion) pada bayi baru lahir.
Kontra indikasi:
1. Penderita dengan anemia kronik yang berat dimana telah terjadi kompensasi
terhadap penurunan sel darah merah yaitu dengan terjadinya peningkatan volume
plasma / peningkatan cardiac output sehingga kebutuhan O2 jaringan dapat dipenuhi
(anemia normovolemik). Penderita ini tidak memerlukan plasma yang ada dalam
whole blood, sehingga dapat terjadi kelebihan volume yang memungkinkan bahaya
udem paru dan payah jantung.
2. Penderita yang hanya memerlukan pengembalian volume plasma, maka whole blood
merupakan kontraindikasi mengingat plasma mungkin mengandung mikroorganisme
yang menular
b) Sel darah merah
Biasa juga disebut PRC (packed red blood cells), mengandung konsentrat eritrosit
dari whole blood yang disentrifugasi atau dengan metode apheresis. Satu unit PRC berisi
240-340 ml dengan hematokrit 75-80% dan Hb 24 gr/dl. Untuk menaikkan Hb 1 gr/dl
diperlukan PRC 4ml/kg atau 1 unit untuk menaikkan kadar Ht 3-5%.9,10
Dosis pada dewasa tergantung kadar hemoglobin semasa dan yang akan dicapai.
Satu kantong akan menaikkan kadar hemoglobin resipien sekitar 1 g/dL. Pada neonatus,
32
dosisnya 10-15 mL/kgBB akan meningkatkan kadar hemoglobin 3 g/dL. Kadar hemoglobin
akhir dapat diperkirakan dengan rumus berikut:10
Kadar hemoglobin akhir = volume darah x hematokrit x 0,91
Sel darah merah diberikan apabila:
1. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin
(Hb) <7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien
asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas
kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.
2. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila
ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan
laboratorium.
3. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi
tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transpor oksigen lebih
tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung
iskemik berat).
4. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb ≤11
g/dL; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dL (seperti pada
anemia bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang
sedang membutuhkan suplementasi oksigen, batas untuk memberi transfusi
adalah Hb ≤13 g/dL.
Beberapa faktor spesifik yang perlu menjadi pertimbangan transfusi adalah:
1. Pasien dengan riwayat menderita penyakit kardiopulmonal perlu transfusi pada batas
kadar Hb yang lebih tinggi.
2. Volume darah yang hilang selama masa perioperatif baik pada operasi darurat
maupun elektif, dapat dinilai secara klinis dan dapat dikoreksi dengan penggantian
volume yang tepat.
3. Konsumsi oksigen, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab antara lain
adalah demam, anestesia dan menggigil. Jika kebutuhan oksigen meningkat maka
kebutuhan untuk transfusi sel darah merah juga meningkat.
Pertimbangan untuk transfusi darah pada kadar Hb 7-10 g/dl adalah bila pasien akan
menjalani operasi yang menyebabkan banyak kehilangan darah serta adanya gejala dan
tanda klinis dari gangguan transportasi oksigen yang dapat diperberat oleh anemia.
33
Kehilangan darah akut sebanyak <25% volume darah total harus diatasi dengan
penggantian volume darah yang hilang. Hal ini lebih penting daripada menaikkan kadar Hb.
Pemberian cairan pengganti plasma (plasma subtitute) atau cairan pengembang plasma
(plasma expander) dapat mengembalikan volume sirkulasi sehingga mengurangi kebutuhan
transfusi, terutama bila perdarahan dapat diatasi.14
Sel darah merah diperlukan bila terjadi ketidakseimbangan transportasi oksigen,
terutama bila volume darah yang hilang >25% dan perdarahan belum dapat diatasi.
Kehilangan volume darah >40% dapat menyebabkan kematian. Sebaiknya hindari transfusi
darah menggunakan darah simpan lebih dari sepuluh hari karena tingginya potensi efek
samping akibat penyimpanan. Darah yang disimpan lebih dari 7 hari memiliki kadar kalium
yang tinggi, pH rendah, debris sel tinggi, usia eritrosit pendek dan kadar 2,3-
diphosphoglycerate rendah.
Pertimbangan dalam memutuskan jumlah unit transfusi sel darah merah:
1. Menghitung berdasarkan rumus umum sampai target Hb yang disesuaikan dengan
penilaian kasus per kasus.
2. Menilai hasil/efek transfusi yang sudah diberikan kemudian menentukan kebutuhan
selanjutnya.
Pasien yang menjalani operasi dapat mengalami berbagai masalah yang
menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen, seperti kenaikan katekolamin, kondisi yang
tidak stabil atau nyeri. Penurunan penyediaan oksigen juga dapat terjadi seperti hipovolemia
dan hipoksia. Tanda dan gejala klasik anemia berat (dispnea, nyeri dada, letargi, hipotensi,
pucat, takikardia, penurunan kesadaran) sering timbul ketika Hb sangat rendah. Tanda dan
gejala anemia serta pengukuran transportasi oksigen ke jaringan merupakan alasan transfusi
yang lebih rasional.
c) Platelet
Merupakan derivat dari whole blood dengan kandungan >5,5 x 10 platelet per
kantong, dan 50 mL plasma. Dosis pemberian platelet pada kasus trombositopenia cukup 1
kantong, atau sesuai target kadar platelet biasanya 40.000-50.000/mm. 1 kantong dapat
meningkatkan platelet sekitar 50-100.000/mm.11
Indikasinya adalah untuk mengatasi perdarahan karena kurangnya jumlah platelet,
dan fungsi platelet resipien yang tidak normal dengan kadar platelet kurang dari 40.000 pada
dewasa, dan kurang dari 100.000/mm3 pada neonatus. Kontraindikasi pemberian platelet
adalah terdapat autoimun trombositopenia atau trombotik trombositopeniapurpura.10,11
34
Transfusi trombosit dapat digunakan untuk:
1. Mengatasi perdarahan pada pasien dengan trombositopenia bila hitung trombosit
<50.000/uL, bila terdapat perdarahan mikrovaskular difus batasnya menjadi
<100.000/uL.
2. Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/uL pada pasien yang akan
menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah transfusi masif.
3. iii. Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan.
d) Frozen plasma
Biasa disebut fresh frozen plasma (FFP). 1 unit plasma biasa berisi 200 ml diperoleh
dari mengendapkan darah lengkap selama 72 jam. Semua faktor pembekuan ada kecuali
faktor V dan VIII. Pada plasma segar beku (FFP) faktor V dan faktor VIII tetap aktif. Plasma
segar diberikan biasanya setelah transfusi darah masif, setelah terapi warfarin dan
koagulopati pada penyakit hepar.
Indikasi pemberian adalah terdapat perdarahan masif, setelah terapi warfarin dan
kuagulopati pada penyakit hati, atau trombotik trombositopenia purpura. Dosis pemberian
frozen plasma adalah 10-20 mL/kg.
Transfusi FFP digunakan untuk:
1. Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B) dan faktor inhibitor koagulasi baik yang
didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat faktor spesifik atau kombinasi.
2. Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang
mengancam nyawa.
3. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfusi masif
atau operasi pintasan jantung atau pada pasien dengan penyakit hati.
e) Granulosit
Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada pasien
neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik.Transfusi granulosit
mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat pendek,sedemikian sehingga sehari-hari 10
transfusi granulosit pada umumnya diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan insiden
timbulnya reaksi graft-versus-host, kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-paru,
dan lain permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit (lihat di bawah), tetapi
mempengaruhi fungsigranulosit. Ketersediaan filgrastim (granulocyte colony-stimulating
35
faktor, atau G-CSF) dan sargramostim (granulocyte-macrophage colony-stimulating faktor,
atau GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan transfusi granulosit.10,15
Protokol Transfusi Masif (LSUHSC-Shreveport)
1. 4 unit PRBC tipe O negatif dan 4 unit PRBC tipe O positif harus tetap tersedia di
laboratorium bagian emergensi setiap saat.
2. Penetapan panel trauma standar termasuk tipe dan cross match untuk 6 unit PRBC.
3. Protokol transfusi masif dapat diberikan apabila:
a. Cross match darah tidak dapat tersedia pada waktunya
b. Pasien dalam keadaan hemodianamik yang tidak stabil dan tidak respon
terhadap pemberian kristaloid pertama atau terjadi perdarahan aktif tidak
terkendali.
4. Bank darah akan dimaklumkan apabila penyimpanan laboratorium bagian emergensi
dibuka dan darah diambil.
5. Protokol transfusi masif dapat dimulai kapan saja selama resusitasi. Mereka yang
memulai protokol ini adalah mereka yang ada di bagian emergensi, mereka yang
menangani trauma, kepala bagian trauma atau pihak anestesi atau residen.
6. Sekiranya pasien dirawat di bagian trauma, perawat akan memberitahu kepada bank
darah sebaik sahaja dia diberitahu bahwa protokol trasfusi akan dimulai.
7. Sekiranya pasien berada di kamar operasi atau di ICU, bank darah akan
dimaklumkan oleh pihak anestesi atau residen ICU.
8. Apabila protokol dimulai, 4 unit PRBC tipe spesifik (sekiranya ada) atau 4 unit
PRBC tipe O positif (sekiranya pasien laki-laki) atau tipe O negatif (sekiranya pasien
perempuan) akan dihantar. Selain itu, 4 unit cairan plasma dari pencairan FFP juga
turut dihantar.
9. Pencairan 4 unit FFP dimulai segera.4 unit PRBC akan di cross match. Selain itu, 10
unit platelet juga akan dicross match dan dipastikan tersedia. Dari titik ini, 4 unit tipe
blog dan 4 unit cairan FFP akan dipastikan sentiasa tersedia. Ini akan berterusan
sehingga protokol ini berakhir.
10. PRBC, FFP, dan platelet akan ditransfusi dengan nilai rasio 1:1:1. Setelah 6 unit
ditransfusi, 10 unit platelet akan ditransfusi pula. Langkah ini diulang setiap kali 6
unit PRBC ditransfusi.
11. Bank darah akan melapor ke Lifeshare Blood Center tentang kebutuhan potensial
akan komponen darah sebaik saja protokol ini dimulai.
36
Semua kasus penggunaan protokol transfusi masif akan ditinjau pada proses
perkembangan performan trauma jika pasien tersebut adalah pasien trauma atau berada
di bawah perawatan P1 bagian emergensi jika pasien itu menerima darah karena non-
trauma.
Komplikasi dan Efek samping Transfusi Darah Masif 13,15
Transfusi sel darah merah pasti dapat menyelamatkan nyawa pasien trauma dengan
syok perdarahan. Namun, dengan komponen sel darah merah modern yang tidak
mengandung platelet dan faktor koagulasi, koagulopati terjadi pada fase awal transfusi sel
darah merah masif. Jumlah yang berlebihan dari antikoagulan sitrat teradapat dalam FFP.
Pasien trauma, biasanya mengalami shock hipovolemi atau hipotermia, dan ketika menerima
FFP dalam jumlah besar dapat mengalami hipokalsemia akibat pengikatan sitrat pada ion
kalsium yang tersirkulasi. Karena ion kalsium adalah salah satu elemen esensial pada
koagulasi, hipokalsemia dapat berperan dalam koagulopati. Sedangkan hiperkalemia dapat
terjadi akibat pelepasan potasium pada saat penyimpanan sel darah merah. Hal ini dapat
menjadi pertimbangan pada kasus-kasus transfusi masif terutama pada pasien dengan
insufisiensi renal.
Meningkatnya kandungan asam dari unit sel darah merah dapat menyebabkan
menyebabkan koagulopati. pH unit sel darah merah rendah, dan menurun secara progresif
selama penyimpanan, karena produksi asam laktat oleh sel darah merah, dimana pH
awalnya 7.0 menjadi sekitar 6.3 pada akhir masa hidupnya. Karena kemampuan penyangga
plasma yang tinggi pada sirkulasi, transfusi sel darah merah dengan pH yang rendah
biasanya tidak menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa. Namun, pada kasus pasien
trauma yang sudah asidosis, transfusi sel darah merah masif menyebabkan peningkatan
asam yang dapat memperparah koagulopati yang sudah terjadi.
Banyak penelitian menyebutkan bahwa transfusi dapat menyebabkan sindrom distress
pernapasan akut. Insidensi terjadinya Tranfusion Related Acute Lung Injury (Cedera paru yang
terjadi 6 jam setelah tranfusi) adalah 1 : 5000 pada tranfusi secara umum dan cenderung
meningkat pada transfusi masif.
Transfusi masif juga dapat menyebabkan intoksikasi sitrat, yang ditandai dengan hipotensi,
meningkatnya tekanan diastolik ventrikel akhir, dan meningkatkan tekanan vena sentral. Pada
gambaran elektrokardiografi, dapat dijumpai interval QT memanhang, pelebaran kompleks QRS
atau dangkalnya gelombang T yang diakibatkan oleh hipokalsemia.
37
BAB III
KESIMPULAN
1. Syok hemoragik merupakan sekumpulan sindrom kurangnya perfusi oksigen ke
jaringan, sebagai hasil dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan yang
disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh. .
2. Resusitasi pada syok hemoragik akan mengurangi angka kematian, dengan tujuan untuk
mengembalikan volume sirkulasi, perfusi jaringan dengan mengoreksi hemodinamik,
control perdarahan, optimalisasi transfer oksigen. Pemberian cairan merupakan hal
38
penting dalam pengelolaan syok hemoragik dimulai dengan pemberian kristaloid dan
koloid dilanjutkan dengan transfusi darah komponen. .
3. Transfusi masif adalah penggantian sejumlah darah yang hilang atau lebih banyak
dari total volume darah pasien dalam waktu <24 jam.
4. Transfusi masif dapat menyebabkan efek samping dan komplikasi, seperti
hipokalsemia, hiperkalemia, cedera paru akut, dan intoksikasi sitrat.
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Surgeons. ATLS, Advanced trauma life support program for doctors. American college of surgeons. 2007. p. 58,89–132. ISBN 1-88069-31-6.
2. Udeani, John. Hemorrhagic Shock. article. California: Medscape reference; 2012 [cited 2013 May 14]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/432650
3. Bozeman P W. Hemorrhagic Shock in Emergency Medical Clinical Presentation. 2012 [cited May 14 2013]. Available from http://www.emedicine.medscape. com /article/827930
4. Bongard F.S., Sue D.Y., Vintch J.R. Current Diagnosis and Treatment Critical Care. Third Edition. McGraw Hill. 2008; p 312-325.
39
5. Brenner M., Safani M. Critical Care and Cardiac Medicine. Current Clinical Strategies Publishing. 2005; p 257-268.
6. Carpenter D.O. Handbook of Pathophysiology. Springhouse Corporation. 2001; p 431-445.
7. Marino, Paul L. Hemorrhage and Hypovolemia. In: The ICU Book.. Third Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; p 229-252.
8. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency Surgery. 2006. 1-14
9. Kolecki P, author. Hypovolemic shock [monograph on the Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment
10. Bouglé, A et.al. Resuscitative strategies in traumatic hemorrhagic shock. Review. Annals of Intensive Care 2013, 3:1. Diunduh dari :http://www.annalsofintensivecare.com/content/3/1/1
11. Singer M., Webb A.R. Fluids and Electrolytes. In: OxfordHandbook of Critical Care.Second Edition. Oxford University Press Inc. 2005; p 234-245.
12. Singer M., Webb A.R. Fluids Management. In: OxfordHandbook of Critical Care.Second Edition. Oxford University Press Inc. 2005; p 256-267.
13. Rainey, Thomas G. Pharmacology of Colloids and Crystalloids. 2004; p 193-20814. E. Smith Charles, Andrew M. Bauer, Pivalizza,dkk. Massive Transfusion
Protocol(MTP) for Hemorrhagic Shock. In: Transfusion Medicine Reviews, Vol 25, No 3(July), 2011: pp 217-231.
15. AD Padmakumar and MC Bellam. Review of Current Practice of Blood and Component Tranfusion : Critical Issue for the Critically ill Patient. Review Article. The Intensive Care Society 2011
16. CBO. Blood Tranfusion Guideline. Nedherlands. 2011. available from : http://www.sanquin.nl/repository/documenten/en/prod-en-dienst/287294/blood-transfusion-guideline.pdf
40