38698349 Peran Stroke Unit Dalam Penanganan Komprehensif Penderita Stroke
Stroke Hemorragik,RSUD BEKASI
-
Upload
aurelia-soetomo -
Category
Documents
-
view
86 -
download
0
description
Transcript of Stroke Hemorragik,RSUD BEKASI
REFARAT
“STROKE HEMORRHAGIK”
OLEHKIMI MEILIANI 0461050080
PEMBIMBINGDR. RUDY YUNANTO, SpBS
DEPARTEMEN BEDAH
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FALKUTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
BEKASI
2013
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
Rahmat-Nya dalam menyelesaikan referat Ilmu Bedah yang berjudul "STROKE
HAEMORRHAGIC". Referat ini disusun sebagai bagian dalam rangka memenuhi salah
satu tugas penulis sebagai mahasiswa kedokteran yang mengikuti program studi profesi
dokter di bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia periode
4 Febuari - 30 maret 2013.
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah dalam rangka mengikuti Kepanitraan
Klinik Ilmu Bedah, RSUD Bekasi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Rudy Yunanto, SpBS
selaku pembimbing penulis dan atas bantuan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu yang turut mengambil bagian dalam menyelesaikan tugas penyusunan referat
ini .
Penulis juga mengharapkan segala masukan baik berupa saran maupun kritik
membangun dari para pembaca dalam rangka meningkatkan kualitas refarat ini .
Demikianlah referat ini disusun, kiranya dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca dan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.
Bekasi, Maret 2013
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI............ ...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah......................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................... 3
2.1 DEFINISI………...........................................................................................................3
2.2 EPIDEMIOLOGI……......………….............................................................................3
2.3 ANATOMI…….............................................................................................................4
2.3.1 Vaskularisasi Otak ................................................................................................... 10
2.4 ETIOLOGI…………….............................................................................................. 14
2.4.1 Faktor Resiko .......................................................................................................... 14
2.5 PATOFISIOLOGI…….................................................................................................1
6
2.6 KLASIFIKASI.............................................................................................................19
2.6.1 Menurut WHO dalam International Statistical Classification of Disease and Related
Health Problems 10th Revision, stroke Hemoragik ...........................................................19
2.7 MANIFESTASI KLINIS ........................................................................................... 22
2.7.1 Tanda-tanda munculnya serangan stroke..................................................................
22
2.8 DIAGNOSIS ...............................................................................................................
23
2.8.1 Anamnesis................................................................................................................ 23
2.8.2 Pemeriksaan Fisik.................................................................................................... 23
2.8.3 Pemeriksaan Neurologi............................................................................................ 23
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang............................................................................................24
2.9 DIAGNOSIS BANDING............................................................................................ 25
2.10 PENATALAKSANAAN .......................................................................................... 25
2.11 PROGNOSIS ............................................................................................................33
2.12 KOMPLIKASI...........................................................................................................33
iii
2.13 TINDAKAN PENCEGAHAN STROKE..................................................................33
KESIMPULAN ................................................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan
sehingga orang yangmengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain – pada
kelompok usia 45 tahun ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.
Pe rda rahan i n t r a s e r eb ra l t e rh i t ung s ek i t a r 10 - 15% da r i
s e lu ruh s t roke dan memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark
serebral. Literatur lain menyatakan hanya 8 – 18% dari stroke keseluruhan
yang bersifat hemoragik. Pengkajian r e t ro spek t i f t e rba ru menemukan
bahwa 40 .9% da r i 757 ka sus s t r oke ada l ah s t roke hemorag ik . S t roke
ada l ah penyebab kema t i an dan d i s ab i l i t a s u t ama . Dengan
kombinas i seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga
penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas
yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke
hemoragik dibandingkan strokeiskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan
kembali kemandirian fungsionalnya.
Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih
tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Stroke
dahulu dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi pada siapa
saja, dan sekali terjadi tidak ada lagi tindakan efektif yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya. Namun, data-data ilmiah terakhir secara meyakinkan telah membuktikan
hal yang sebaliknya. Selama dekade terakhir telah terjadi kemajuan besar dalam
pemahaman mengenai faktor resiko, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi stroke.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan
masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi
iv
masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang mencakup aspek
preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif..
1.2. Rumusan dan Batasan masalah
Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka beberapa
masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini adalah:
1. Pengertian Stroke
2. Jenis/ Bentuk/ Klasifikasi Stroke
3. Faktor Resiko
4. Mekanisme Kausal Terjadinya Penyakit
5. Tanda dan Gejala Klinis
6. Diagnosis
7. Upaya Pencegahan
8. Pengobatan
v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian
otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan
serangkaian reaksi bio-kimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak.
Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh
jaringan itu.
Stroke hemorragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim otak, ruang cairan cerebrospinal
di otak, atau keduanya. Adanya perdarahan ini pada jaringan otak menyebabkan
terganggunya sirkulasi di otak yang mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan otak
yang tidak mendapat darah lagi, serta terbentuknya hematom di otak yang mengakibatkan
penekanan. Proses ini memacu peningkatan tekanan intrakranial sehingga terjadi shift dan
herniasi jaringan otak yang dapat mengakibatkan kompresi pada batang otak.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi
Widjaja et. al, 1994).
2.2 Epidemiologi
Di Eropa, stroke adalah penyebab kematian nomor tiga di negara-negara industri
di Eropa (Jauch, 2005). Insidens global stroke diperkirakan akan semakin meningkat
sejak populasi manula berusia lebih dari 65 tahun meningkat dari 390 juta jiwa menjadi
800 juta jiwa yang diperkirakan pada tahun 2025. Stroke iskemik adalah tipe yang paling
vi
sering ditemukan, kira-kira 85% dari seluruh kasus stroke. Sedangkan stroke hemoragik
mencakup 15% dari seluruh kasus stroke. Di USA, sebanyak 705.000 kasus stroke terjadi
setiap tahun, termasuk kasus baru dan kasus rekuren. Dari semua kasus tersebut, hanya
80.000 kasus adalah stroke hemoragik. Menurut Statistik tahunan dari organisasi
kesehatan dunia (WHO 1996) penyyakit pembuluh darah otak termasuk dalam 10
penyebab kematian utama di 54 dari 57 negara. Stroke Haemorrhagik 16.6-19% dari
semua stroke.
Merupakan penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar kematian di
Amerika Serikat. Sebagai masalah kesehatan masyarakat, penyakit itu merupakan juga
penyebab utama cacat menahun dan kematian nomor dua dunia. Secara global, pada saat
tertentu sekitar 80 juta orang menderita stroke. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke
baru setiap tahunnya, dimana sekitar 4,4 juta meninggal dalam 12 bulan.
Perdarahan intraserebral adalah penyebab utama kecacatan dan kematian dan
mencakup 10-15% dari kasus stroke pada orang kulit putih dan sekitar 30% pada orang
kulit hitam dan Asia. Insidens Perdarahan Intraserebral (PIS) dari keseluruhan kasus
stroke adalah lebih tinggi di Asia dan lebih rendah di Amerika Serikat. Estimasi insidens
perdarahan intraserebral per 100.000 per tahun bervariasi dari 6 kasus di Kuwait hingga
411 di China. Perdarahan Subarachnoid memiliki kasus yang signifikan di seluruh dunia,
menyebabkan kecacatan dan kematian. Populasi yang terkena kasus perdarahan
subarachnoid bervariasi dari 6 ke 16 kasus per 100.000, dengan jumlah kasus tertinggi di
laporkan di Finlandia dan Jepang. Lokasi dari perdarahan intraserebral adalah
putamen(40%), lobar(22%), thalamus (15%), pons (8%), cerebellum (8%) dan caudate
(7%).
2.3 Anatomi Fisiologi
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun
neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak
kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998).
vii
Gambar 1 Brain Layer's
Gambar 2 Otak manusia dan pembagiannya
Gambar 3 Potongan Sagital Otak manusia
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik
primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang
berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih
tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer,
menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
viii
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia A. Price, 1995)
Spatium/Ruang Subaraknoid
Gambar 4 Posisi dari sisterna ruang subaraknoid
ix
Otak dan medulla spinalis dibungkus oleh menings yang terdiri dari tiga
lapisan.Dari luar ke dalam dimulai dari duramater, araknoid dan piamater. Duramater
merupakan lapisan paling superfisial dan melekat pada calvaria cranii, kemudian lapisan
kedua adalah araknoid.Dan selaput otak (menings) yang langsung melekat pada girus
otak adalah piamater.Antara araknoid dan piamater terdapat spatium
subaraknoid.Spatium subaraknoid diisi oleh CSS dan arteri-arteri utama yang
memperdarahi otak.Pada bagian tertentu spatium subaraknoid melebar dan membentuk
suatu cisterna. Antara medulla dan cerebellum terdapat cisterna magna.
Granulatio dan vili araknoidea
Telah diketahui bahwa granulatio dan vili araknoidea sangat berperan penting dalam
mengatur aliran CSS ke sistem venosus pada tubuh manusia.
Gambar 5 potongan coronal Vili Arachnoid
x
Gambar 6 potongan koronal melalui verteks memperlihatkan vena,menings dan granulatio arknoidea. (bawah)
diagram granulatio.
Fisiologi aliran CSS
Sebagian besar (sekitar 70%) CSS diproduksi oleh pleksus choroideus yang terletak
di dalam sistem ventrikel, terutama pada ventrikel lateralis.Produksi CSS normal adalah
0,20-0,35 mL / menit; atau sekitar 300-500 ml/hari. Kapasitas ventrikel lateralis dan
tertius orang yang sehat adalah 20 mL dan total volume CSS pada orang dewasa adalah
120 -160 mL.
Cerebral Blood Flow
Dua hal yang berperan dalam metabolisme otak agar tetap berjalan normal adalah
kecukupan oksigen dan kecukupan sumber energi yaitu glukosa. Oleh karena otak tidak
dapat menyimpan cadangan energi maka metabolisme otak tergantung pada aliran darah
yang optimal. Dalam keadaan emergensi dan kritis akan terjadi kegagalan sistem
autoregulasi pembuluh darah serebral. Karena aliran darah otak (CBF) merupakan hasil
pembagian tekanan perfusi ke otak (CPP) dengan tahanan pembuluh darah serebral
(CVR), maka pada kegagalan sistem autoregulasi sangat tergantung pada CPP.
Pada keadaan normal, aliran darah otak (CBF) adalah 50 cc/100 gr jaringan otak
tiap menitnya. Pada keadaan sehat dimana mekanisme autoregulasi bagus, CBF 50 cc/100
gr jaringan otak/menit tersebut dapat dipenuhi dengan rentang CPP 40-140 mmHg.
Kerusakan jaringan otak akan irreversibel terjadi jika CBF kurang dari 18 cc/100 gr
jaringan otak/menit. Pada keadaan emergensi neurologi seperti infeksi atau trauma kapitis
akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK) akibat adanya edema otak. Tekanan
intrakranial normal adalah < 10 mmHg atau 15 cmH2O (rasio 3:4 untuk mmHg ke
cmH2O). Dianggap meningkat bila > 20-25 mmHg. Oleh karena CPP merupakan selisih
dari mean arterial pressure (MAP) dengan TIK, maka adalah sangat penting menjaga
tekanan darah optimal dan mengendalikan atau menurunkan tekanan intrakranial. Nilai
normal CPP adalah > 50 mmHg. Autoregulasi otak merupakan suatu mekanisme dimana
denganrange yang besar, perubahan tekanan darah sistemik yang besar hanya sedikit
mempengaruhi perubahan CBF. Karena adanya autoregulasi, CPP harus turun dibawah 40
pada otak normal sebelum CBF terganggu. Nilai normal TIK bervariasi mengikuti umur.
xi
Pada dewasa dan remaja nilai normal TIK adalah < 10-15 mmHg. Nilai normal untuk
anak-anak adalah 3-7 mmHg, dan pada infan adalah 1,5-6 mmHg.
Ruang intrakranial merupakan volume yang tetap terdiri atas parenkim otak (80%
atau sekitar 1200 ml), darah (10% atau 150 ml), dan cairan serebrospinal (10% atau 150
ml yang diproduksi rata-rata 20 ml/jam atau 500 ml/hari). Kombinasi tekanan yang
dihasilkan oleh ketiga komponen tersebut merupakan tekanan intrakranial (TIK). Karena
volume ruang intrakranial tetap, tekanan intrakranial yang meningkat ketika adanya
volume tambahan yang melebihi kapasitas/muatan, maka konstanta akan dicapai dengan
menggeser cairan serebrospinal dan darah ke ekstrakranial
Gambar 7. Kompensasi tekanan intrakranial (TIK). Kondisi normal ruang intracranial meliputi
parenkim otak, darah arteri dan vena, LCS. Jika terdapat massa, terjadi pendorongan keluar darah vena dan
LCS untuk mencapai kompensasi TIK. Jika massa cukup besar terjadi peningkatan TIK.(Sumber : Decision
Making in Neurocritical Care)
Autoregulasi mempertahankan volume CBF dalam keadaan
konstan. Otak menerima suplai darah kira kira 15% dari kardiac output (CO)
(volumesemenit). Yang dimaksud dengan autoregulasi cerebral ialah kemampuan otak
mempertahankanCBF dalam batas-batas normal dalam menghadapi tekanan perfusi
cerebral(CPP) yangberubah. Tekanan perfusi cerebral adalah selisih tekanan arteri rata
rata(saat masuk) dan tekanan vena rata-rata (saat keluar) pada sinus sagitalis
lymph/cerebral venous junction,secara praktis.CPP adalah selisih tekanan arteri rata rata
(mean arterial pressure (MAP) dan tekananintracranial rata rata (Intracranial
xii
Pressure) (ICP) yang diukur setinggi foramen monroe.
CBF = CPP / CVRCPP = MAP – ICP
CBF = MAP - ICPCVRCBF : Cerebral Blood Flow
CPP : Cerebral Perfussion Pressure
MAP : Mean Arterial Preassure
ICP : Intra Cranial Pressure
CVR : Cerebro Vaskular Resistance
Biasanya autoregulasi akan dapat mempertahankan CBF selama MAP antara 50-
150 mmHg. Artinya bila MAP turun oleh kontraksi otot-otot polos dinding
serebrovaskular sebagai respons adanya perubahan tekanan intra mural akan terjadi vaso
serebral dilatasi sebaliknya bila MAP naik akan terjadi vasocerebral konstriksi selama
MAP antara 50-150 mmHg.Bila MAP turun dibawah 50 mmHg walau dilatasi maksimal
CBF akan mengikuti CPP secara pasif sehingga terjadi iskemia otak. Dan sebaliknya bila
MAP diatas 150 mmHgmaka biarpun kontriksi maksimal akan dirusak sehingga CBF
akan naik dengan tiba tiba dapat merusak blood brain barrier (BBB) dan terjadi odema
otak bahkan perdarahan otak.
Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial,
pengurangan TD dilakukan lebih lambat(6 – 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih
rendah dari 170 –180/100 mmHg.
2.3.1 Vaskularisasi otak
Pembuluh darah utama yang menyuplai otak ialah sepasang arteri karotis interna
dan sepasang arteri vertebralis. Dari dua sumber perdarahan itu akan berhubungan
membentuk kolateral yang disebut sirkulus willisi. Penyaluran darah selanjutnya melalui
sistem vena yang akan bermuara ke dalam sinus duramater.
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal
bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua
arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini
memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari
bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi
xiii
kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 1996: 254)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang
mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan
menuju ke jantung. (Harsono, 2000).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri
serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan
putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama
medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan
frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris. Ini
memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon.
Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular.
(Sylvia A. Price, 1995).
xiv
Gambar 8 Sirkulus Willisi
Gambar 9 perjalanan sirkulus willisi dalam Otak
Sistem Karotis
Pembuluh utama ialah arteri carotis communis yang mempercabangkan selain arteri
karotis eksterna juga arteri karotis interna yang banyak vascularisasi intrakranial terutama
dalam hal ini hemisferium serebri. Cabang-cabang besar arteri karotis interna adalah
a.oftalmika, a. Komunikans posterior, a khoroidal anterior, a serebri anterior, a
komunikans anterior dan arteri serebri media
Sistem Vertebrobasiler
xv
Sepasang arteri vertebralis kemudian bersatu menjadi arteri basilaris, akan
menyuplai darah ke batang otak dan serebellum dengan tiga kelompok arteri yakni:
median, paramedian, dan arteri sirkumferensial. Arteri basillaris berakhir sebagai
sepasang cabang a. Cerebri posterior.
Traktus KortikoSpinal
Kerja volunter dari otot berkaitan dengan serat otot panjang yang berasal dari
neuron kortikal dan berjalan ke bawah ke sel kornu anterior medulla spinalis. Serat-serat
ini membentuk traktus kortikospinal atau piramidalis yang merupakan traktus desenden
paling besar dan paling penting pada manusia dengan jumlah serat diperkirakan mencapai
1 juta. Serabut-serabut motorik ini berasal dari beberapa area motorik cortex serebri,
yaitu dua pertiga dari primary motor area (area 4), supplementary motor area (medial
area 6), dan premotor area (lateral area 6) sisanya berasal dari somatosensory cortex (area
3,2 dan 1) dan posterior parietal cortex (area 5 dan 7).
Traktus kortikospinal mengontrol semua gerakan volunter yang terdiri dari Upper
Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN). Kerusakan traktus kortikospinal
menghambat semua impuls volunter sepanjang perjalanannya dari korteks serebri turun
ke motoneuron masing-masing pada kornu anterior medula spinalis.
Pada lesi UMN terjadi paralisis spastic, hipertonia, hiperrefleks, reflex patologis
dan klonus positif. Reflex patologis yang sering didapatkan ad reflex babinski.
Sedangkan lesi LMN memberikan gambaran paralisisflaksid, hipotonia, hiporefleks,
reflex patologis negative, atrofi otot-otot bersangkutan yang progresif dan fasikulasi.
Jalur traktus piramidalis
Serat-serat motorik berupa homonkulus motorik yang meninggalkan korteks motorik
akan bergabung melewati korona radiate substansia alba serebrum membentuk traktus
piramidalis yang terdiri atas traktus kortikospinal (traktus piramidalis) dan traktus
kortikobulbar (traktus kortikonuklear). Serat-serat traktus kortikobulbar terpisah dari
traktus kortikospinal pada level midbrain(mesensefalon) dan berjalan ke nucleus saraf
cranial serat-serat traktus kortikospinal berjalan memasuki pedunkulus mesensefalon
terus ke pons. Pada ujung akhir medulla oblongata, 80-85% serat dari setiap traktus
piramidalis menyeberang pada sisi yang berlawanan di dekusasio piramidalis menjadi
xvi
traktus kortikospinal lateral, sisanya terus berjalan ke bawah tidak menyilang dalam
funikulus anterior menjadi traktus kortikospinal anterior.
2.4 Etiologi
Adapun penyebab perdarahan pada stroke hemoragik :
1 Intrakranial :
Perdarahan intraserebral primer (hipertensi 80%)
xvii
Aneurisma Pembuluh darah otak
Malformasio arterio-venosa
Tumor otak (primer/metastasis)
Infeksi (meningoensefalitis)
2 Ekstrakranial :
Leukemia
Hemofilia (gangguan koagulasi)
Anemia
Obat-obat antikoagulan
Penyakit liver
Trauma
Obat kontrasepsi Oral
2.4.1 Faktor Resiko
Berbagai faktor resiko berperan bagi terjadinya stroke antara lain:
a. Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi, yaitu :
1. Kelainan pembuluh darah otak, biasanya merupakan kelainan bawaan.
2. Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki resiko terkena
stroke iskemik ataupun perdarahan intraserebrum lebih tinggi sekitar 20 %
daripada wanita. Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah
mencapai 50 tahun, setiap penambahan usia 3 tahun meningkatkan risiko
stroke sebesar 11-20%, dengan peningkatan bertambah seiring usia terutama
pada pasien yang berusia lebih dari 64 tahun dimana pada usia ini 75% stroke
ditemukan.
3. Riwayat keluarga dan genetika
4. Ras. Di Amerika Serikat, insidens stroke lebih tinggi pada populasi kulit hitam
daripada populasi kulit putih. Lelaki negro memiliki insidens 93 per 100.000
jiwa dengan tingkat kematian mencapai 51% sedang pada wanita negro
memiliki insidens 79 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian 39,2%. Lelaki
kulit putih memiliki insidens 62,8 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian
mencapai 26,3% sedang pada wanita kulit putih memiliki insidens 59 per
100.000 jiwa dengan tingkat kematian 39,2%.
xviii
b. Faktor resiko yang dapat di modifikasi yaitu :
1. Hipertensi, merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya trombosis infark
cerebral dan perdarahan intrakranial. Hipertensi mengakibatkan pecahnya
maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Pecahnya pembuluh darah otak
menimbulkan perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak menyempit
maka aliran darah ke otak terganggu mengakibatkan sel-sel otak mengalami
kematian. Usia 30 tahun merupakan kewaspadaan terhadap munculnya
hipertensi, makin lanjut usia seseorang makin tinggi kemungkinan terjadinya
hipertensi.
2. Penyakit jantung, beberapa penyakit jantung berpotensi menyebabkan stroke
dikemudian hari antara lain: penyakit jantung rematik, penyakit jantung
koroner, dan gangguan irama jantung. Faktor resiko ini umumnya
menimbulkan sumbatan/hambatan darah ke otak karena jantung melepas
gumpalan darah atau sel-sel/jaringan yang mati ke dalam aliran darah.
Munculnya penyakit jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, diabetes
mellitus, obesitas ataupun hiperkolesterolemia.
3. Diabetes mellitus, penyakit diabetes mellitus menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah otak yang berukuran besar dan akhirnya mengganggu
kelancaran aliran darah otak dan menimbulkan infark otak.
4. Hiperkolesterolemia, meningginya kadar kolesterol dalam darah, terutama
LDL merupakan faktor resiko penting bagi terjadinya aterosklerosis sehingga
harus segera dikoreksi.
5. Obesitas, berat badan berlebih, masih menjadi perdebatan apakah suatu faktor
resiko stroke atau bukan. Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya
penyakit jantung sehingga obesitas mungkin menjadi faktor resiko sekunder
bagi terjadinya stroke.
6. Merokok, merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen; peningkatan
ini akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan
peningkatan viskositas darah sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis.
2.5 Patofisiologi dan Patogenesis
Perdarahan intraserebral sebagian besar terjadi akibat hipertensi dimana tekanan
xix
darah diastoliknya melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik dapat menyebabkan
pecah/ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan/atau
subarakhnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan.
Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah tidak lagi kebagian darah sehingga daerah
tersebut menjadi iskemik dan kemudian menjadi infark yang tersiram darah ekstravasal
hasil perdarahan. Daerah infark itu tidak berfungsi lagi sehingga menimbulkan deficit
neurologik, yang biasanya menimbulkan hemiparalisis. Dan darah ekstravasal yang
tertimbun intraserebral merupakan hematom yang cepat menimbulkan kompresi terhadap
seluruh isi tengkorak berikut bagian rostral batang otak. Keadaan demikian menimbulkan
koma dengan tanda-tanda neurologik yang sesuai dengan kompresi akut terhadap batang
otak secara rostrokaudal yang terdiri dari gangguan pupil, pernapasan, tekanan darah
sistemik dan nadi. Apa yang dilukis diatas adalah gambaran hemoragia intraserebral yang
di dalam klinik dikenal sebagai apopleksia serebri atau hemorrhagic stroke.
Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah kapsula interna.
Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa disitu terdapat
aneurisme kecil-keci yang dikenal sebagai aneurisme Charcot Bouchard. Aneurisma
tersebut timbul pada orang-orang dengan hipertensi kronik, sebagai hasil proses
degeneratif pada otot dan unsure elastic dari dinding arteri. Karena perubahan degeneratif
itu dan ditambah dengan beban tekanan darah tinggi, maka timbullah beberapa
pengembungan kecil setempat yang dinamakan aneurismata Charcot Bouchard. Karena
sebab-sebab yang belum jelas, aneurismata tersebut berkembang terutama pada rami
perforantes arteria serebri media yaitu arteria lentikolustriata. Pada lonjakan tekanan
darah sistemik seperti sewaktu orang marah, mengeluarkan tenaga banyak dan
sebagainya, aneurima kecil itu bisa pecah. Pada saat itu juga, orangnya jatuh pingsan,
nafas mendengkur dalam sekali dan memperlihatkan tanda-tanda hemiplegia. Oleh
karena stress yang menjadi factor presipitasi, maka stroke hemorrhagic ini juga dikenal
sebagai “stress stroke”.
Aneurisma
Aneurisma serebral (otak) adalah menonjol atau menggelembungnya bagian
dari dinding pembuluh darah akibat titik lemah di dinding terakhir. Seiring dengn
tumbuhnya aneurisma, dinding pembuluh darah menjadi menipis dan melemah. Itu dapat
xx
menjadi begitu tipis sehingga secara spontan bocor atau pecah, melepaskan darah dalam
ruang di sekitar otak disebut ruang subaraknoid. Ini menghasilkan hematoma subaraknoid
(SAH). Darah dapat juga bocor ke dalam cairan serebrospinal (cairan otak) atau ke dalam
substansi otak itu sendiri, yang mengakibatkan hematoma intraserebral (gumpalan darah).
Darah ini dapat mengganggu, merusak atau menghancurkan sel-sel otak disekitarnya.
Dalam kasus yang lebih serius, pendarahan dapat mengakibatkan kerusakan otak,
kelumpuhan, koma atau bahkan kematian. Pada studi bersama aneurisma serebral dan
perdarahan subaraknoid, ditemukan bahwa diameter aneurisma yang kritis untuk pecah
adalah berukuran 7-10 mm.
Lokasi aneurisma biasanya terjadi pada pembuluh darah nadi (arteri) di dasar
otak, yaitu di bagian depan Sirkulus Wilisi (kira-kira 85%) yang memberi suplai darah ke
area depan dan tengah otak :
1. Arteri serebri anterior dan komunikans anterior (30-35%)
2. Percabangan Arteri karotis interna dan Arteri komunikans posterior
(30–35%)
3. Percabangan Arteri serebri media (20%)
4. Arteri vertebro-basilaris (15%) : A.cerebeli posterior inferior
Aneurisma yang terjadi pada bagian belakang pembuluh darah otak, biasanya disebabkan
oleh trauma. Penyebab tersering dari aneurisma serebral :
1. Trauma pembuluh darah yang diinduksi oleh kelainan
hemodinamika dan degeneratif seperti tekanan darah tinggi.
2. Penumpukan lemak dan pengapuran pembuluh darah
(aterosklerosis), terutama pada aneurisma tipe fusiformis.
3. Keadaan di mana aliran darah sangat tinggi, seperti malformasi
arteri vena dan fistula
4. Penyebab lain yang jarang terjadi antara lain karena trauma, infeksi,
obat-obatan, dan tumor (neoplasma primer maupun metastasis).
Aneurisme merupakan suatu manifestasi akibat gangguan perkembangan
embrional, sehingga dinamakan juga aneurisme sakular (berbentuk seperti saku)
congenital. Aneurisme berkembang dari dinding arteri yang mempunyai kelemahan pada
tunika medianya. Tempat ini merupakan tempat dengan daya ketahanan yang lemah
xxi
(lokus minoris resistensiae), yang karena beban tekanan darah tinggi dapat
menggembung, sehingga dengan demikian terbentuklah suatu aneurisme.
Aneurisme juga dapat berkembang akibat trauma, yang biasanya langsung
bersambung dengan vena, sehingga membentuk “shunt” arteriovenosus. Apabila oleh
lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan tekanan intraandominal, aneurisma
ekstraserebral itu pecah, maka terjadilah perdarahan yang menimbulkan gambaran
penyakit yang menyerupai perdarahan intraserebral akibat pecahnya aneurisma Charcor
Bouchard. Pada umumnya factor presipitasi tidak jelas. Maka perdarahan akibat
pecahnya aneurisme ekstraserebral yang berimplikasi juga bahwa aneurisme itu terletak
subarakhnoidal, dinamakan hemoragia subduralis spontanea atau hemoragia subdural
primer.
Gambar 12 Aneurysm Pembukuh darah Otak
Malformasi arteriovenosa (AVM)
Malformasi arteriovenosa (AVM) adalah lesi bawaan yang terdiri dari koleksi
pembuluh darah tidak normal, dimana darah arteri mengalir langsung ke dalam vena
pengeringan tanpa campur tangan kapiler secara normal. AVMs muncul sebagai
pembuluh darah "kusut" dan paling sering terjadi pada otak atau sumsum tulang
belakang. Pendarahan - 50% dari pasien dengan AVMs akan hadir dengan pendarahan.
Kejang - 25% , Tekanan di sekitar otak mengakibatkan gejala seperti stroke, Sakit kepala,
Resiko perdarahan dari AVM diperkirakan sekitar 2 hingga 4 persen per tahun. Resiko
perdarahan dari AVM diperkirakan sekitar 2 hingga 4 persen per tahun.
xxii
Gambar 13 AVM
2.6 Klasifikasi Stroke
Secara garis besar stroke dibagi menjadi dua yaitu infark non hemoragik/iskemik dan
hemoragik.
1. Infark nonhemoragik/iskemik, umumnya disebabkan oleh trombus yang
menyebabkan oklusi menetap, mencegah adanya reperfusi pada organ yang infark
sehingga menyebabkan terjadinya keadaannya anemia atau iskemik. Makrofag
menginvasi daerah infark dan aktif bekerja sampai produk-produk infark telah
dibersihkan selama periode waktu tertentu ( beberapa minggu). Eritrosit sangat
jarang ditemukan.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.
2. Infark hemoragik, Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke
jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi
keduanya. (10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk perdarahan
subarakhnoid).
2.6.1 Menurut WHO dalam International Statistical Classification of Disease and
Related Health Problems 10th Revision, stroke Hemoragik di bagi atas :
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma yang pecah
ataupun karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding arteri menipis dan
xxiii
rapuh seperti pada hipertensi dan angiopati amiloid. Pada perdarahan
intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Pecahnya
pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan
otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral
yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus,
pons dan serebelum.
Gambar 14 Perdarahan Intracranial
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia. Biasanya
awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas defisit
neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda
vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi mengalami penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.
2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga
subarachnoid. Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat
pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang ruptur di samping
juga sebab-sebab yang lain. Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5% dari semua kejadian
stroke. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). Pada perdarahan
xxiv
subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke ruang subarachnoid dan
ruang cairan serebrospinal.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari
darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia
danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak
boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia,
tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Perdarahan subarachnoid diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu Traumatic
Subarachnoid Hemorrhages dan Spontaneous Subarachnoid Hemorrhages.
Tingkat keparahan dari perdarahan subaraknoid (PSA) yang terjadi pada ruptur
aneurisma serebral, dapat menggunakan Skala Hunt-Hess 1:
1. Grade 1: asimtomatik (tidak bergejala) atau sakit kepala ringan dan kaku kuduk
ringan (angka harapan hidup sebesar 70 %)
2. Grade 2: sakit kepala ringan sampai sedang, kaku kuduk, tidak ada gangguan
saraf selain kelumpuhan saraf otak (angka harapan hidup sebesar 60 %)
3. Grade 3: somnolen (mengantuk) dengan gangguan saraf minimal (angka harapan
hidup 50%)
4. Grade 4: stupor, hemiparesis (lumpuh separuh tubuh), awal dari kekakuan
deserebrasi, dan gangguan vegetatif (angka harapan hidup 20 %)
xxv
5. Grade 5: koma dalam, kekakuan deserebrasi (angka harapan hidup 10%)
6. Grade 6: mati batang otak (sesuai dengan kriteria perdarahan subaraknoid grade
6)
Klasifikasi Fisher Grade mengelompokkan penampakan perdarahan subaraknoid
berdasarkan pemeriksaan CT scan :
1. Grade 1: Tidak ada perdarahan.
2. Grade 2: perdarahan subaraknoid dengan ketebalan < 1 mm
3. Grade 3: perdarahan subaraknoid dengan ketebalan >1 mm
4. Grade 4: perdarahan subaraknoid tanpa memandang tebal perdarahan tetapi
disertai perdarahan intraventrikuler atau perluasan perdarahan ke jaringan otak
(lapisan parenkim otak)
5. Klasifikasi Fisher Grade lebih jelas mendeskripsikan perdarahan subaraknoid
(PSH), tetapi kurang berguna dalam hal prognostik dibandingkan dengan Skala
Hunt-Hess.
xxvi
Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan SubArachnoid
2.7 Manifestasi Klinis
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
A. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kekakuan, menurunnya
fungsi sensorik
B. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,
ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
C. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan
awal stroke.
2.7.1 Tanda-tanda munculnya serangan stroke :
Rasa bebal atau mati mendadak atau kehilangan rasa dan lemas pada muka,
tangan atau kaki, terutama pada satu bagian tubuh saja.
Rasa bingung yang mendadak, sulit bicara atau sulit mengerti.
Satu mata atau kedua mata mendadak kabur.
Mendadak sukar berjalan, terhuyung dan kehilangan keseimbangan.
Mendadak merasa pusing dan sakit kepala tanpa diketahui sebab musababnya.
Selain itu harus dijelaskan pula kemungkinan munculnya tanda-tanda ikutan lain
yang bisa timbul dan atau harus diwaspadai, yaitu;
xxvii
Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
Rasa pingsan mendadak, atau merasa hilang kesadaran secara mendadak.
2.8 DiagnosisProsedur dari diagnosis suatu penyakit didasarkan atas suatu anamnesa yang cermat,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
2.8.1 Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan :
Gejala (anamnesa) Infark PerdarahanPermulaan (awitan)
Waktu (saat “serangan”)Peringatan
Nyeri KepalaKejangMuntah
Kesadaran menurun
Sub akut/kurang mendadakBangun pagi/istirahat
+ 50% TIA+/---
Kadang sedikit
Sangat akut/mendadakSedang aktifitas
-+++
++
+++2.8.2 Pemeriksaan Fisik Neurologi
Cara sederhana skrinnig pasien stroke dengan pemeriksaan fisik diagnostik
singkat yaitu : Facial drop (senyum atau menunjukkan giginya), Arm drift (Kelumpuhan
lengan), Hand grip (Kkekuatan tangan menggenggam), Speech (mengulangi kalimat).
Pemeriksaan kesadaran pasien. Pemeriksaan Nervus Kanialis I – XII : Kelumpuhan
nervus tiga (menunjukkan herniasi unkal, ruptur aneurisma arteri komunikan anterior),
kelumpuhan nervus enam, dan papil edema. Fenomena Kernohan’s notch (kelemahan
pada sisi ipsilateral lesi karena adanya herniasi dan kompresi pedunkulus serebri
kontralateral). Pemeriksaan fungsi motorik dengan memeriksa kekuatan, tonus, gerakan
pronator dari keempat ekstremitas, biasanya ditemukan Anggota gerak bawah yang
paresis akan mengalami eksorotasi dan postur tubuh deserebrasi atau dekortikasi. Fungsi
sensorik memeriksa tingkat level gangguan sensibilitas pada bagian tubuh sesuai dengan
lesi patologis di medulla spinalis. Fungsi serebelum, melihat cara berjalannya.
2.8.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke
hemoragik antara lain adalah:
1. Angiografi Cerebral
Angiografi serebral mengidentifikasi ukuran, konfigurasi dan lokasi tepat
xxviii
aneurisma. Prosedur ini dilakukan sebelum operasi, dan seringkali
beberapa hari setelah operasi, untuk mengevaluasi penempatan klip
aneurisma.
2. CT-Scan
CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan.
Lokasi darah subaraknoid pada scan CT dapat memberikan informasi
yang berguna mengenai lokasi aneurisma dan defisit neurologis yang
diakibatkannya.
3. EEG (Elektro Encephalogram)
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di
daerah yang mengalami gangguan.
4. EKG. Karena pentingnya iskemia dan aritmia jantung serta penyakit jantung
lainnya sebagai penyebab stroke.
5. MRI. Dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam beberapa saat setelah
serangan yang dengan pemeriksaan CT scan belum tampak.
6. X-foto Thorax. Berguna untuk melihat besar jantung, adanya kalsifikasi katup
jantung maupun edema paru.
7. Lumbar Puncture
CSF b i a sanya be rcampur da r ah . SAH dapa t d ibedakan
o l eh penampi l an Xan thoch romic dapat berlangsung
h in gga 12 j am , t ekana n CSF ham pi r s e l a lu t i n gg i dan
p ro t e in j ug a meninggi. Sel darah merahdan xanthochromia
menghilang sekitar 2 minggu, kecuali perdarahan berulang.
Pemeriksaan Penunjang yang lain sesuai Indikasi : Darah Lengkap di perlukan untuk
menentukan keadaan hematologik yang dapat mempengaruhi stroke misalnya anemia,
polisitemia dan keganasan, Pemeriksaan GDS, AGD, elektrolit dan protein total albumin
2.9 Diagnosis banding
1. Stroke Non Haemorrhagic
2. Lesi struktural Intrakranial (Subarachnoid Hemorrhage Dan tumor otak)
4. Kejang Epilepsi atau kejang non konvulsif
5. Ensefalopati metabolik (Hypoglikemic)
xxix
6. Cedera Kepala karena trauma (SAH)
7. Hipertensi encephalopathy
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien stroke yaitu bertujuan untuk mempertahankan
jalan napas dan ventilasi adekuat yang merupakan prioritas.
Penatalaksaan pasien dengan infark hemoragik terdiri atas dua yaitu:
Sangat penting menentukan apakah pasien perlu tindakan operati atau
konservatif !!!!!
1. Konservatif
Untuk hemorragik kecil, treatmenya dengan observasi dan supportif
Evaluasi dengan CT brain. Menurut luasnya darah pada gambaran CT
Scan kepala, IVH diklasifikasikan menurut Graeb IVH grading system.
Nilai sistem Graeb menilai jumlah darah pada setiap masing-masing
ventrikel lateralis, sebagai: 0= tidak terdapat darah, 1=sedikit terisi darah,
2=<50% terisi darah, 3=>50% terisi darah, 4= diisi dan meluas dengan
adanya darah. Dan nilai untuk ventrikel ketiga dan keempat, sebagai:
0=tidak terdapat darah, 1=terdapat beberapa darah, 2=diisi dan meluas
dengan adanya darah.
Udem serebri pada stroke jenis sitotoksik jadi tidak diberikan
deksametason namun bila disertai udem vasogenik maka di berikan
deksametason Dosis awal yang biasa digunakan adalah 10 mg
deksametason intravena diikuti 4 mg tiap 6 jam. Biasanya berguna untuk
edma yang disebabkan oleh infeksi dan tumor.
Alternatif menurunkan TIK adalah Mengurangi volume darah
intravaskular
Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut, dan
perubahan pH sekitar pembuluh darah ini akan menyebabkan
vasokonstriksi dan tentunya akan mengurangi CBV sehingga akan
menurunkan TIK. Penurunan PaCO2 1 mmHg akan menurunkan CBF 3%.
Efek hiperventilasi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan
xxx
resiko iskemik jaringan sehingga tindakan ini hanya dilakukan untuk
waktu yang singkat.
Peningkatan TIK di berikan Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg) : Loading
dose 1gr/kg BB, diikuti dengan dosis pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6
jam dengan kadar osmolaritas serum 300-320 mOsm. Osmolalitas serum
diperiksa tiap 6 jam. Waktu paruh mannitol adalah 0,16 jam. Efikasi
terlihat dalam 15-30 menit, dan durasi efek adalah 90 menit hingga 6 jam.
Manitol akan memberikan efek menurunkan hematokrit dan viskositas
darah dimana akan meningkatkan CBF dan O2 delivery. Manitol
diturunkan perlahan (tapering) untuk mencegah rebound TIK. Furosemid
40 mg IV/hari dapat memperpanjang efek osmotik serum manitol.
Jika demam, berikan acetominofen dan kompres mekanik karena di satu
sisi dapat terjadi peningkatan metabolisme serebral, di lain pihak suplai
oksigen dan glukosa berkurang, sehingga akan terjadi kerusakan jaringan
otak dan edema. Mencegah hipotermi karena Tiap penurunan temperatur
1ºC akan menurunkan metabolisme oksigen otak (CMRO2) 7%. Efek
samping hipotermi meliputi infeksi sistemik, bakteremia, koagulopati,
pneumonia, hipokalemia, dan aritmia
Pemberian Oksigen untuk mengatasitasi hipoksia karena Kekurangan
oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob, sehingga
akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan menghasilkan asam
laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan
menyebabkan terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema
otak dan peningkatan TIK.
Untuk kejang dapat diberikan sedatif, Barbiturat : bolus penobarbital 5-20
mg/kg diikuti 1-4 mg/kg/jam. Barbiturat menurunkan metabolic demand
dan selanjutnya CBF, CBV dan TIK jika rantai metabolisme masih intak.
Resiko penggunaan meliputi hipotensi, kesulitan menilai pasien karena
efek sedatifnya, supresi jantung.
xxxi
Mengoptimalkan CPP dengan menambahkan vasopressor dan /atau cairan
isotonik jika CPP < 60 mmHg. (CPP = MAP-TIK). Pemberian cairan
elektrolit (Kristaloid) Ringer laktat. Hiponatremia akan menyebabkan
penurunan osmolalitas plasma sehingga akan terjadi edema sitotoksik,
sedangkan hipernatremia akan menyebabkan lisisnya sel-sel neuron.
Kontrol hipertensi melalui pemberian antihipertensi :Nitroprusside : 0,5 –
10 μg/kg/min, Hidralazine : 10-20 mg tiap 4-6 jam, Enalapril : 0,625-1,2
mg tiap 6 jam.
Mencegah diatesis perdarahan dengan pemberian plasma darah,
antihemofilik, vitamin K, transfusi platelet, dan transfusi darah (terutama
untuk gangguang hemofilia)
Pemberian rekombinan faktor VIIa (rFVIIa) untuk mengurangi pelebaran
daerah hematoma pada pasien perdarahan serebral. Infus 0,9 mg/kgBB
(maksimum 90 mg), 10% dari dosis diberikan bolus pada menit pertama,
90% sisanya infus kontinyu selama 60 menit.
2. Operasi
Tujuan utama pembedahan adalah untuk memperbaiki aliran darah serebral.
Drainase hematoma dan aneurisma
Drainase ventrikular atau shunt
Evakuasi perdarahan malformasi arterivenous atau tumor
Penatalaksaan operatif pada pasien dengan perdarahan intraserebral
Pertimbangan operatif, tergantung :
Status Klinis (Tingkat kesadaran)
Ukuran volume perdarahan
Lokasi perdarahan
Usia pasien
Penyakit penyerta
Sesuai Indikasi :
1. Lesi atau massa menyebabkan Pergeseran midline shift > 5 mm pada radiologis
dengan ancaman herniasi
xxxii
2. Lesi Intrakranial dengan gejala defisit neurologis seperti penurunan kesadaran,
hemiparese, afasia yang disebabkan peningkatan tekanan intracranial khususnya
hematom
3. Volume darah > 25 cc. <10 cc tidak dilakukan operasi dengan pertibangan akan di
absorbsi di otak
Bila terbentuk
Hematom intracerebral terletak jauh ke dalam otak (dekat kapsula interna)
dekat dengan midline, masif dan di ikuti dengan herniasi sekunder maka
harus dikeluarkan, meskipun tindakan ini dapat menambah kerusakan otak
dan dalam penyembuhan dapat menimbulkan defisit neurologis. Dalam hal
ini biasanya dapat segera dilakukan operasi pada hari-hari pertama.
Hematom intraserebral yang letaknya supericial, seringkali mudah
diangkat dan tidak memperburuk defisit neurologis karena Setelah stroke,
sel otak mati dan hematom yg terbentuk akan diserap kembali secara
bertahap. Proses alami ini selesai dlm waktu 3 bulan.
Pasien perdarahan intraserebral dengan ruptur dapat dilakukan ventrikel
drainase ventrikular eksternal atau VP shunt. Dalam melakukan tindakan operasi harus
dipertimbangan kondisi klinis pasien (tanpa gangguan kesadaran atau tidak), volume
hematoma dan defisit fokal yang mungkin terjadi. Jika tidak di terapi segera,
perdarahan subarahnoid yang disebabkan oleh ruptur AVM beresiko terhadap perdarahan
ulangan pada 24 jam sesudahnya, 1-2 % 1 bulan sesudahnya, dan sebesar 3 % terjadi 3
bulan setelah serangan awal.
Penatalaksanaan umum 5 B pada pasien stroke hemorragik dengan penurunan
kesadaran :
1. Breathing (Pernapasan)
- Usahakan jalan napas lancar.
- Suction jika ada lendir pada jalan nafas (pasien trauma)
- Pertimbangkan Intubasi endotrakeal
- Posisi kepala 30-45º, dengan tujuan memperbaiki venous return
- Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar.
2. Blood (Tekanan Darah)
xxxiii
- Usahakan otak mendapat cukup darah.
- Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut.
3. Brain (Fungsi otak)
- Atasi kejang yang timbul.
- Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi.
4. Bladder (Kandung Kemih)
- Pasang katheter bila terjadi retensi urine
5. Bowel (Pencernaan)
- Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde
Tindakan Operasi pada pasien stroke hemoragik antara lain:
1. Kraniotomi Decompresy
jika terdapat udem serebri yang luas. Operasi yang dilakukan adalah membuka
tulang kepala secara lebar sebagai upaya memberikan space bagi jaringan otak yang
bengkak dan tekanan intrakranial yang tinggi. Tindakan ini paling sering dilakukan
pasa pasien dengan stroke hemoragik. Tindakan ini biasanya dilanjutkan dengan
duraplasty yaitu membuka duramater sebagai selaput yang membatasi otak dan
memberikan penutup tambahan sebagai cadangan bila otak membengkak beberapa
hari pasca onset. Pada udem cerebri yang hebat, tulang tengkorak tidak langsung
dikembalikan ke posisi semula melainkan disimpan di freezer dengan cara khusus dan
steril. Dengan tujuan memberikan space untuk otak yang akan membengkak pada
beberapa hari pertama pasca serangan stroke. Selanjutnya 1-3 bulan dapat dilakukan
pengembalian tulang melalui operasi Cranioplasty.
Tindakan Pembedahan AVM (Malformasi arteriovenosa)
Pilihan penanganan operatif pada AVM antara lain: pengangkatan
endovaskular, eksisi, stereotaxic radiosurgery, dan kombinasi diantaranya :
1.Eksisi langsung AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop
operasi sehingga menurunkan resiko kecacatan dan kematian. Komplikasi
mayor eksisi langsung seperti kehilangan jaringan otak normal beserta
fungsi neurologisnya yang dikenal dengan breakthrough phenomenon.
2.Pengangkatan endovaskular menggunakan teknik embolisasi dapat
dilakukan sebelum ataupun saat berlangsungnya operasi. Penanganan ini
xxxiv
berguna untuk lesi yang tidak dapat terjangkau melalui operasi ataupun
tambahan pengangkatan pada operasi. Komplikasi yang dapat
berkembang yaitu perdarahan,iskemik, dan angionekrosis karena
toksisitas materi emboli.
3.Radioterapi, teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan
proton menginduksi deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin
yang menyempitkan lumen pembuluh darah kecil dan mengerutkan AVM
dalam beberapa bulan setelah terapi. komplikasi cara ini berupa
radionekrosis jaringan otak normal, perdarahan, hidrosefalus, kejang post
terapi, kehilangan regulasi temperatur, defisit fungsi kongnitif.
Gambar 20. EKSISI (Surgical removal of a brain AVM
Gambar 21 Radiosurgery to treat AVMs
xxxv
Embolisation of a brain AVM Embolisation of a brain
AVM with particles
Embolisation of a brain AVM with glue
Tindakan Pembedahan pada aneurisma
Terapi Bedah atau Klipping
Bedah klipping aneurism otak dilakukan oleh ahli bedah syaraf. Akses
melalui tengkorak diperoleh melalui kraniotomi (pembukaan melalui
tengkorak, seringkali dengan bor / gergaji khusus), menelusuri pembuluh
darah yang terlibat untuk mencari aneurisma yang pecah. Satu atau lebih klip
logam (biasanya terbuat dari titanium) kemudian ditempatkan di dasar, atau
leher, aneurisma. Ini mengamankan aneurisma, mencegah darah dari
xxxvi
memasuki aneurisma yang dinyatakan menyebabkan pecah kembali.
Angiografi umumnya dilakukan setelah pembedahan untuk membayangkan
penutupan aneurisma dan mempertahankan aliran darah normal dalam otak.
Terapi Endovaskular atau “Koiling”
Koiling endovaskular adalah prosedur kurang invasif. Kateter disisipkan
melalui arteri di lipat paha lanjut ke otak. Dengan melepaskan kumparan kecil
ke aneurisma dari dalam, sehingga aliran darah tidak dapat lagi mengalir ke
dalam aneurisma, mencegah pecah kembali.
Kolling dan klipping (gold standard)
Terapi pembedahan untuk komplikasi SAH - Hydrocephalus
Hidrocephalus obstrtuktif yang disebabkan oleh hematom yang menyumbat
sistem ventrikel sehingga aliran liquor ke spinal terhambat. Pada kondisi seperti ini
operasi eksternal ventricular drainase sangat membantu mengurangi efek hydrocephalus
sekaligus mengeluarkan hematom yang ada di subarachnoid space maupun intraventrikel.
Bisa juga dilakukan Ventriculoperitoneal Shunt (VP shunt)Cairan dialirkan dari
ventrikel di otak menuju rongga peritoneum. Lokasi proksimal biasanya
terletak di ventrikel lateral.
xxxvii
pemasangan VP shunt
Tindakan pencegahan Vasospasme
Suntikan obat yang disebut nimodipine tablet atau IV, langsung ke dalam lumen arteri
yang terkena selama prosedur ini dapat meringankan vasospasme atau menggunakan
catheter directed ballon angioplasty.
2.11 Prognosis
Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal, sisanya 80% penurunan
parsial/ total gerakan lengan dan tungkai, masalah dalam berpikir dan mengingat,
menderita depresi, mengalami kesulitan bicara dan menelan.
2.12 Komplikasi
Komplikasi stroke dapat di bagi menjadi komplikasi akut, biasanya dalam 72 jam,
dan komplikasi yang muncul di kemudian hari.
Perdarahan berulang
Hidrosefalus
Vasospasme
Herniasi batang otak, pneumonia aspirasi dan kejang.
Komplikasi postfibrinolitik di sekeliling pusat perdarahan. Pada perdarahan
intraserebral yang luas biasanya muncul dalam 12 jam setelah penanganan.
2.13 Tindakan Pencegahan Stroke
Menjalani hidup sehat : tidak merokok, mengurangi alkohol, diet rendah
garam dan lemak, olah raga secara teratur
Menghindari stres, Mengontrol tekanan darah, kolesterol dan gula darah
xxxviii
Medical chek up secara teratur
KESIMPULAN
Menurut kriteria WHO (1995) stroke secara klinis di definisikan sebagai
gangguan fungsi otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda atau gejala klinis baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan
kematian yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak.
Otak mempergunakan 20% dari oksigen tubuh. Otak sangat tergantung kepada
oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan
metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10
menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral
dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak
melalui empat mekanisme, yaitu :
Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak
tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan
iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan
nekrosis.
Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemorrhage).
Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah
gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri
serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya
perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara
pasif segala perubahan tekanan darah arteri. Penatalaksanaan awal pada pasien stroke
xxxix
yaitu bertujuan untuk mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat yang merupakan
prioritas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Caplan LR, Chung C-S. Neurovascular Disorders In: Goetz CG eds. Textbook Of
Clinical Neurology. 2nd ed. Chicago: Saunders; 1996. p. 991-1016
2. Williams and Wilkins.Editor George T. Tindall, Paul R. Cooper, Daniel L. Barrow. The
practice Of Neurosurgery, volume I dan II; 1996; vol II 1425-2028; vol I 3-68
3. http://medpics.findlaw.com/imagescooked/753W.jpg
4. Feigin V. Memahami Faktor Resiko Stroke. Stroke Panduan Bergambar Tentang
Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006.p.
22
5. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan Peredaran Darah
Otak (GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1. Yogyakarta:
Gadjah Madya University Press; 1999. hal. 59-107
6. Listiono, Djoko.L. Stroke Hemorhagik. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama ; 1998. pg 180-204.
7. Jauch CE. Acute Stroke Management [Online]. 2007 Apr 9 [cited 2007 June 8];
Available from: URL:hhtp://emedicine.com/neuro-vascular/topic334.htm
8. Ropper AH, Brown RH. The cerebrovascular diseases. Adams and Victor’s Principles
of Neurology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2005: 718-22.
9. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001740/ Review Date:
5/21/2012. Reviewed by: Luc Jasmin, MD, PhD, Department of Neurosurgery at Cedars-
Sinai Medical Center, Los Angeles, and Department of Anatomy at UCSF, San Francisco,
CA. Review provided by VeriMed Healthcare Network. Also reviewed by David Zieve,
MD, MHA, Medical Director, A.D.A.M. Health Solutions, Ebix, Inc.
10. http://www.medicalnewstoday.com/articles/7624.php Written by Peter Crosta M.A. Original article date: 17th August 2009. Article updated: 7th January, 2013
11. Bederson J, Connolly E, Batjer H, et al. Guidelines for the management of
aneurysmal subarachnoid hemorrhage : a statement for healthcare professionals
from a special writing group of the Stroke Council, American Heart Association.
Stroke. Mar;40(3) 2009;994-1025.
xl
12. http://www.nice.org.uk/nicemedia/pdf/CG68NICEGuideline.pdf 13. Subarachnoid Hemorrhage. In: Goldstein L. A Primer on Stroke Prevention and
Treatment - An Overview based on AHA/ASA Guidelines. Dallas, TX: Wiley-
Blackwell; April 2009.
LAMPIRAN
Angiography image of a brain AVM
Anterior-posterior view of the 3D rotational angiography of the basilar artery aneurysm beforeits rupture (left) and corresponding geometrical model (right)
AVM Surgical
xli
Normal CT brain dan ICH
xlii
SAH dengan midlineshifft bergeser ke arah kanan
Severe bilateral intraventricular hemorrhage. Theleft image shows obliterated suprasellar andquadrigeminal cisterns (or blood filled).
xliii
There is subarachnoid hemorrhage in the basalcisterns (suprasellar cistern and quadrigeminal cistern),
posterior fossa, and interhemispheric fissure. Thesuprasellar cistern and the quadrigeminal cisterns are
obliterated, indicating severe intracranial hypertension.
A) Pre-operative lateral angiogram demonstrating the AVM nidus and the superficial draining vein
Intra-operative photo demonstrating the AVM nidus
xliv