Syok Anafilaktik Prin Juga

15
SYOK ANAFILAKTIK Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinik dari anafilaksis yang ditandai dengan adanya hipotensi yang nyata dan kolaps sirkulasi darah. Istilah syok anafilaktik menunjukkan derajat kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi tanpa adanya hipotensi, dimana obstruksi saluran napas merupakan gejala utamanya. Justru gejala yang terakhir ini yang sering terjadi dan bahkan ada laporan yang menyatakan kematian karena anafilaksis dua pertiga disebabkan oleh obstruksi saluran napas (terutama pada usia muda), dan sisanya oleh kolaps kardiovaskular (terutama usia lanjut). Ciri khas yang pertama dari anafilaksis adalah gejala yang timbul beberapa detik sampai beberapa menit setelah pasien terpajan oleh alergen atau faktor pencetus nonalergen seperti zat kimia, obat atau kegiatan jasmani. Ciri kedua yaitu anafilaksis merupakan reaksi sistemik, sehingga melibatkan banyak organ yang gejalanya timbul serentak atau hampir serentak. Insidens Anafilaksis memang jarang dijumpai, tetapi paling

description

SYOK ANAFILAKTIF

Transcript of Syok Anafilaktik Prin Juga

SYOK ANAFILAKTIKSyok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinik dari anafilaksis yang ditandai dengan adanya hipotensi yang nyata dan kolaps sirkulasi darah. Istilah syok anafilaktik menunjukkan derajat kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi tanpa adanya hipotensi, dimana obstruksi saluran napas merupakan gejala utamanya.Justru gejala yang terakhir ini yang sering terjadi dan bahkan ada laporan yang menyatakan kematian karena anafilaksis dua pertiga disebabkan oleh obstruksi saluran napas (terutama pada usia muda), dan sisanya oleh kolaps kardiovaskular (terutama usia lanjut).Ciri khas yang pertama dari anafilaksis adalah gejala yang timbul beberapa detik sampai beberapa menit setelah pasien terpajan oleh alergen atau faktor pencetus nonalergen seperti zat kimia, obat atau kegiatan jasmani. Ciri kedua yaitu anafilaksis merupakan reaksi sistemik, sehingga melibatkan banyak organ yang gejalanya timbul serentak atau hampir serentak.InsidensAnafilaksis memang jarang dijumpai, tetapi paling tidak dilaporkan lebih dari 500 kematian terjadi setiap tahunny^ karena antibiotik golongan beta laktam, khususnya penisilin. Penisilin menyebabkan reaksi yang fatal pada 0,002 % pemakaian.Selanjutnya penyebab reaksi anafilaktoid yang tersering adalah pemakaian media kontras untuk pemeriksaan radiologik. Media kontras menyebabkan reaksi yang mengancam nyawa pada 0,1% dan reaksi yang fatal terjadi antara 1 : 10.000 dan 1: 50.000 prosedur intravena. Kasus kematian berkurang setelah dipakainya media kontras yang hipoosmolar.Kematian karena uji kulit dan imunoterapi juga pemah dilaporkan. Enam kasus kematian karena uji kulit dan 24 kasus imunoterapi terjadi selamatahun 1959 sampai tahun 1984.Penelitian lain melaporkan 17 kematian karena imunoterapi selama periods 1985 sampai 1989.Tabel I. Gejala dan Tanda Anafilaksis Berdasarkan OrganSasaran-*"~ ". ' " i ; .SistemGejala dan tanda

UmumLesu, lemah, rasa tak anak yang

ProdromalBukar dlluklsken, ran tak nak dl

dads dan perut, rasa gatal dl hldung

dan palatum

Pernapaaan

HidungHidung gatal, bersin dan tarsumbat

LarlngRaaa tercekik, suara serak, sesak

napas, stridor, edema,spasme

LidahEdema

BronkusBatuk, sesak, mengi, spasma

KardlovaskularPingsan.sinkop, palpltasi, takikardi,

Hipotensi, sampai syok, aritmia.

Kelainan EKG : gelombaig T

datar, terbalik, atau tanda-tanda infark

miokard.

Gastro IntestinalDisfagia, mual, muntah, kolik, diare

yang kadang-kadang disertai darah,

peristaltik usus meninggi

KulitUrtika, angioedema, di bibir, muka

atau ekstremitas

MataGatal, lakrimasi

Susunan sarafGelisah, kejang

Pusat

MEKANISME DAN PENYEBAB ANAFILAKSIS KARENA OBATBerbagai mekanisme terjadinya anafilaksis, baik melalui mekanisme IgE maupun melalui non-IgE seperti terlihat pada Tabel 2.Tentu saja selain obat ada juga penyebab anafilaksis yang lain seperti makanan, kegiatan jasmani, sengatan tawon, faktor fisis seperti udara yang panas, air yang dingin pada kolam renang dan bahkan sebagian anafilaksis penyebabnya tidak diketahui.

DIAGNOSISDiagnosis anafilaksis ditegakkan berdasarkan : gejala klinik sistematik yang muncul beberapa detik atau menit setelah pasien terpajan oleh aletgen atau pencetusnya, Gejala yang timbul dapat ringan seperti pruritus atau urtikaria sampai kepada gagal napas atau syok anafllaktik yang mematikan. Karena itu mengenal tanda-tanda dini sangat diperlukan agar pengobatan dapa dilakukan. Tetapi kadang-kadang gejala anafilaksis yang berat seperti syok anafllaktik atau gagal napas dapat langsung muncul tanpa tanda-tanda awal. Gejala-gejala di atas dapat timbul pada satu organ saja. tetapi pula muncul gejala pada beberapa organ secara serentak atau hampir serentak. Kombinasi gejala yang sering dijumpai adalah urtikaria atau angioedema yang disertai gangguan pernapasan baik karena edema larings atau spasme bronkus. Kadang-kadang didapatkan kombinasi urtikaria dengan gangguan kardiovaskular seperti syok yang berat sampai terjadi penurunan kesadaran. Setiap manifestasi sistem kardiovaskular pernapasan atau kulit juga bisa disertai gejala mual, muntah. kolik, usus, diare yang berdarah, kejang uterus atau perdarahan vagina.

DIAGNOSIS BANDINGBeberapa keadaan yang dapat menyerupai reaksi anafilaksis yaitu reaksi vasovagal, infark miokard akut, reaksi hipoglikemik, reaksi histerik, atau angioedema herediter.Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mendapat suntikan. Pasien tampak mau pingsan, pucat dan berkeringat. Dibandingkan dengan reaksi anafilaksis, pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya turun, tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti pada anafilaksis.Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak, tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas, maupun kelainan kulit. Pemeriksaan elektrokardiografi dan enzimatik akan membantu diagnosis infark miokard.Reaksi hipoglikemik dapat disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau oleh sebab lain. Pasien tampak lemah, pucat berkeringat sampai tak sadar. Tekanan darah kadang-kadang menurun, tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas atau kelainan kulit. Pemeriksaan kadar gula darah dan pemberian terapi glukosa menyokong diagnosis reaksi hipoglikemik.Pada reaksi histerik tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Penilaian tanda-tanda vital dan status neurologik dengan cepat membedakan keadaan ini dengan reaksi anafilaktik. Sering pasien mengeluh parestesia.Sindrom angioedema neurotik herediter merupakan salah satu keadaan yang menyerupai anafilaksis. Sindrom ini ditandai dengan angioedema saluran napas bagian atas dan sering disertai kolik abdomen. Tidak dijumpai kelainan kulit atau kolaps vaskular. Adanya riwayat keluarga yang mempunyai sindroma ini diserlai penurunan kadar inhibitor Ci esterase mendukung adanya sindrom angioedema neu'rotikherediter.Sindrom karsinoid menyerupai anafilaksis idiopatik. Sindrom ini ditandai dengan adanya gejala gastiointestinal, spasme bronkus, dan rasa panas sekitar kulit. Tetapi tidak dijumpai adanya urtikaria atau angioedema. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan serotinin darah meninggi serta kadar histamin dan 5 hidroksi indol asam asetat dalam urin meninggi.Meskipun diagnosis anafilaksis tidak sulit, tetapi inencari alergen penyebab maupun pencetusnya tidak mudah dan bahkan kadang-kadang tidak ditemukan. Dalam hal ini anamnesis yang teliti merupakan cara yang paling penting. Dengan demikian diagnosis anafilaksis terutama berdasarkan reaksi anafilaksis yang timbul segera setelah teipajan oleh alergen atau faktor pencetus serangan dan menimbulkan gejala klinik pada organ-organ sasaran seperti yang telah disebutkan tadi. Akan halnya pemeriksaan penunjang seperti uji kulit hanya bermanfaat bila mekanisme anafilaksis tersebut melalui IgE (imunoglobulin E) dan obat-obat yang dapat diuji pun terbatas pada penisilin. Hormon dan enzim sangat jarang dilakukan karena prosedur tersebut juga bisa menimbulkan reaksi anafilaksis.Meskipun anafilaksis biasanya muncul dalam waktu beberapa menit setelah terpajan oleh alergen, tetapi adakalanya muncul beberapa jam kemudian. Obsevasi yang dilakukan oleh Stark dkk menyatakan bahwa bentuk anafilaksis bisa unifasik seperti yang biasa kita temukan, bifasik yang gejalanya muncul 1-8 jam kemudian dan protrated yaitu suatu bentuk anafilaksis berat yang dapat berlangsung 5-32 jam meskipun dengan pengobatan yang intensif.TERAPITanpa memandang beratnya gejala anafilaksis, sekali diagnosis sudah ditegakkan pemberian epinefrin tidak boleh ditunda-tunda. Hal ini karena cepatnya mula penyakit dan lamanya gejala anafilaksis berhubungan erat dengan kematian. Dengan demikian sangat masuk akal bila epinefrin 1 : 1000 yang diberikan adalah 0,01 ml/kgBB sampai mencapai maksimal 0,3 ml subkutan (SK) dan dapat diberikan setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali seandainya gej ala penyakit bertambah buruk atau dari awalnya kondisi penyakitnya sudah berat, suntikan dapat diberikan secara intramuskuler (IM) dan bahkan kadang-kadang dosis epinefrin dapat dinaikkan sampai 0,5 ml sepanjang pasien tidak mengidap kelainan jantung.Bila pencetusnya adelah alergen seperti pada suntikan imunoterapi, penisilin, atau sengatan serangga, segera diberikan suntikan infiltrasi epinefrin 1:1000 0,1-0,3 ml di bekas tempat suntikan untuk mengurangi absorpsi alergen tadi. Bila mungkin dipasang torniket proksimal dari tempat suntikan dan kendurkan setiap 10 menit. Torniket tersebut dapat dilepas bila keadaan sudah terkendali. Selanjutnya dua hal penting yang harus segera diperhatikan dalam memberikan terapi pada pasien anafilaksis yaitu mengusahakan: 1). Sistem pernapasan yang lancar, sehingga oksigenasi berjalan baik; 2). Sistem kardiovaskular yang juga harus berfungsi baik sehingga perfusi jaringan memadai.Meskipun prioritas pengobatan ditujukan kepada sistem pernapasan dan kardiovaskular, tidak berarti pada organ lain tidak perlu diperhatikan atau diobati. Prioritas ini berdasarkan kenyataan bahwa kematian pada anafilaksis terutama disebabkan oleh tersumbatnya saluran napas atau syok anafilaksis.Sistem Pernapasan1. Memelihara saluran napas yang memadai. Penyebab tersering kematian pada anafilaksis adalah tersumbatnya saluran napas baik karena edema larings atau spasme bronkus. Pada kebanyakan kasus, suntikan epinefrin sudah memadai untuk mengatasi keadaan tersebut. Tetapi pada edema larings kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi. Tindakan intubasi trakea pada pasien dengan edema larings tidak saja sulit tetapi juga sering menambah beratnya obstruksi. Karena pipa endotrakeal akan mengiritasi dinding larings. Bila saluran napas tertutup sama sekali hanya tersedia waktu 3 menit untuk bertindak. Karena trakeostomi hanya dikerjakan oleh dokter ahli atau yang berpengalaman maka tindakan yang dapat dilakukan dengan segera adalah melakukan punksi membran krikotiroid dengan jarum bes>tr. Kemudian pasien segera dirujuk ke rumah sakit.2. Pemberian oksigen 4-61/menit sangat penting baik pada gangguan pernapasan maupun kardiovaskular.3. Bronkodilator diperlukan bila terjadi obstruksi saluran napas bagian bawah seperti pada gejala asma atau status asmatikus. Dalam hal ini dapat diberikan larutan salbutamol atau agonis beta-2 lainnya 0,25 cc - 0,5 cc dalam 2-4 ml. NaCl 0,9% diberikan melalui nebulisasi atau aminofiliti 5-6 mg /kgBB yang diencerkan dalam 20 cc dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikanperlahan-lahan sekitar 15 menit.Sistem Kardiovaskular1.Gejala hipotensi atau syok yang tidak berhasil dengan pemberian epinefrin menandakan bahwa telah terjadi kekurangan cairan intravaskular. Pasien ini membutuhkan cairan intravena secara cepat baik dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9%) atau koloid (plasma, dextran). Dianjurkan untuk memberikan cairan koloid 0,5-1 L dan sisanya dalam bentuk cairan kristaloid. Cairan koloid ini tidak saja mengganti cairan intravaskular yang merembes ke luar pembuluh darah atau yang terkumpul di jaringan splangnikus, tetapi juga dapat menarik cairan ekstravaskular untuk kembali ke intravaskular.2. Oksigen mutlak harus diberikan di samping pemantauan sistem kardiovaskular dan pemberian natrium bikarbonat bila terjadi asidosis metabolik.3. Kadang-kadang'diperlukan CVP (central venous pressure). Pemasangan CVP ini selain untuk memantau kebutuhan cairan dan menghindari kelebihan pemberian cairan, juga dapat dipakai untuk pemberian obat yang bila bocor dapat merangsang jaringan sekitarnya.4. Bila tekanan darah masih belum teratasi dengan pemberian cairan, para ahli sependapat untuk memberikan vasopresor melalui cairan infus intravena. Dengan cara melarutkan 1 ml epineprin 1: 1000 dalam 250 ml dektrosa (konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1 - 4 mg/menit atau 15 60 mikrodrip/menit (dengan infus mikrodrip), bila diperlukan dosis dapat dinaikkansampai maksimum 10 mg /ml.Bila sarana pembuluh darah tidak tersedia, pada keadaan anafilaksis yang berat, American Heart Association, menganjurkan pemberian epinefrin secara endotrakeal dengan dosis 10 ml epinefrin 1 : 10.000 diberikan melalui jarum panjang atau kateter melalui pipa endotrakeal (dosis anak 5 ml epinefrin 1:10.000). Tindakan di atas kemudian diikuti pernapasan hiperventilasi untuk menjamin absorpsi obat yang cepat.Pernah dilaporkan selain usaha-usaha yang dilaporkan tadi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :1. Pasien yang tnendapatkan obat atau dalam pengobatan obat penyakit reseptor beta {beta blocker) gejalanya sering sukar diatasi dengan epinefrin atau bahkan menjadi lebih buruk karena stimulan reseptor adrenergic alfa tidak terhambat. Dalam keadaan demikian inhalasi agonis beta-2 atau sulfas atropin akan memberikan manfaat di samping pemberian aminofilin dankortikosteroid secara intravena.2. Antihistamin (AH) khususnya kombinasi AH, dengan AH, bekerja secara sinergistik terhadap reseptor yang ada di pembuluh darah. Tergantung beratnya penyakit, AH dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan anafilaksis berat antihistamin dapat diberikan IV. Untuk AH2 seperti simetidin (300 mg) atau ranitidin (150 mg) harus diencerkan dengan 20 ml NaCl 0,9% dan diberikandalam waktu 5 menit. Bila pasien mendapatkan terapi teofilin pemakaian simetidin harus dihindari sebagai gantinya dipakai ranitidin.3. Kortikosteroid harus rutin diberikan baik pada pasien yang mengalami gangguan napas maupun gangguan kardiovaskular, Memang kortikosteroid tidak bermanfaat untuk reaksi anafilaksis akut, tetapi sangatbertnanfaat untuk mencegah reaksi anafilaksis yang berat dan berlangsung lama. Jika pasien sadar bias diberikan tablet prednison tetapi lebih disukai memberikan intravena dengan dosis 5 mg/kgBB hidrokortison atau ekuivalennya. Kortikosteroid ini dapat diberikan setiap 4-6 jam.PENCEGAHANPasien yang pernah mengalami reaksi anafilaksis mempunyai risiko untuk memperoleh reaksi yang sama bila terpajan oleh pencetus yang sama. Pasien ini harus dikenali, diberikan peringatan dan bila perlu diberi tanda peringatan pada ikat pinggang atau dompetnya. Kadang-kadang kepada pasien diberikan bekal suntikan adrenalin yang harus dibawa kemanapun ia pergi. Hal ini terutama bila pencetus tersebut sering timbul tidak terduga seperti pada sengatan tawon atau anafilaksis idiopatik.Pasien asma dan penyakit jantung bila mendapat serangan anafilaksis bisa jauh lebih berat, oleh karena itu setiap pasien asma atau jantung harus memperoleh pengobatan yang optimal. Pasien yang mempunyai risiko anafilaksis dianjurkan untuk tidak memakai obat-obat penyekat beta karena bila terjadi reaksi anafilaksis pengobatannya sulit, Sebaiknya obat-obat substitusi pengganti obat penyekat beta tersebut.Pada beberapa keadaan dilaporkan adanya tindakan pencegahan untuk menghindari reaksi anafilaksis.Greenberger dkk memberikan prednison dan antihistamin sebelum memberikan media kontras pemeriksaan radiologik kepada pasien yang mempunyai risiko. Tindakan desensitisasi jangka pendek dengan penisilin. Desensitisasi jangka panjang diberikan kepada pasien yang alergi terhadap sengatan tawon.Oleh karena reaksi anafilaksis terutama disebabkan oleh obat-obatan barangkali petunjuk di bawah ini mungkin bermanfaat mencegah terjadinya anafilaksis baik di tempat praktek atau dimana saja.Sebelum memberikan obat: 1. Adakah indikasi memberikan obat, 2.Adakah riwayat alergi obat sebelumnya, 3. Apakah pasien mempunyai risiko alergi obat, 4. Apakah obat tersebut perlu diuji kulit dulu, 5. Adakah pengobatan pencegahan untuk mengurangi reaksi alergi.Sewaktu minum obat. Enam cara memberikan obat : 1. Kalau mungkin obat diberikan secara oral, 2. Hindari pemakaian intermiten, 3. Sesudah memberikan suntikan pasienharus selalu diobservasi, 4. Baritahu pasien kemungkinan reaksi yan terjadi, 5. Sedikan obat/alat untuk mengatasi keadaan adarurat, 6, Bila mungkin lakukan uji provokasi atau desensitisasi.Sesudah minum obat. 1. Kenali tanda dini alergi obat, 2. Hentikan obat bila terjadi reaksi, 3. Tindakan imunisasi sangat dianjurkan, 4. Bila terjadi reaksi berikan penjelasan dasar kepada pasien agar kejadian tersebut tidak terulang kembali.Sangat dianjurkan untuk lebih baik melakukan tindakan berhati-hati atau pencegahan, daripada menghadapi reaksi anafilaksis. Karena betapapun canggih penatalaksanaannya pasien yang meninggal karena anafilaksis sering dilaporkan.Akan halnya dengan obat-obat sebagai penyebab anafilaksis, tidak semua obat dapat diuji kulit. Hanya penisilin, berbagai macam hormon, serum dan enzim yang dapat dipercaya hasil tes kulitnya. Padabeberapa keadaan uji kulit maupun provokasi dengan memberikan obat kadang-kadang membantu diagnosis tetapi kedua cara tersebut juga bisa mencetuskan anafilaksis.