Syndroma Shock Toxic

20
syndroma shock toxic December 1, 2008 anissama Toxic shock syndrome (TSS) merupakan infeksi bakteri akut yang melibatkan berbagai system dalam tubuh. TSS adalah gangguan sistemik yang berpotensi mengancam jiwa, yang memiliki manifestasi klinis utama; demam mendadak, shock, hipotensi dan ruam. Fase akut TSS berlangsung selama empat sampai lima hari. EPIDEMIOLOGI Sekitar 6,2 wanita dari 100.000 wanita menstruasi per tahunnya dapat mengalami TSS dengan angka kekambuhan 30%. Walaupun TSS juga ditemukan pada remaja muda, wanita postmenopouse dan tentu saja laki-laki. TSS lebih sering ditemukan pada wanita usia 24 tahun dan wanita yang lebih muda. Dan sering terjadi sebelum mens dan selama periode post partum. Kekambuhan berkembang setelah terjadi dua gejala. Hampir 95% penyebabnya adalah penggunaan tampon berdaya serap tinggi (Dunniho, 1992). Pada tahun 1980, angka dari staphylococcal TSS berkisar dari 2.4-16 kasus per 100.000 populasi. Pada tahun 1995-1999 di Amerika Serikat telah ditemukan 3,5 kasus per 100.000 orang. Jumlah bervariasi menurut umur. Insidensi lebih tinggi pada kulit hitam. Insiden TSS di St. Paul,

description

ser

Transcript of Syndroma Shock Toxic

Page 1: Syndroma Shock Toxic

syndroma shock toxic

December 1, 2008 anissama

Toxic shock syndrome (TSS) merupakan infeksi bakteri akut yang melibatkan berbagai

system dalam tubuh. TSS adalah gangguan sistemik yang berpotensi mengancam jiwa,

yang memiliki manifestasi klinis utama; demam mendadak, shock, hipotensi dan ruam.

Fase akut TSS berlangsung selama empat sampai lima hari.

 

EPIDEMIOLOGI

            Sekitar 6,2 wanita dari 100.000 wanita menstruasi per tahunnya dapat mengalami

TSS dengan angka kekambuhan 30%. Walaupun TSS juga ditemukan pada remaja muda,

wanita postmenopouse dan tentu saja laki-laki. TSS lebih sering ditemukan pada wanita

usia 24 tahun dan wanita yang lebih muda. Dan sering terjadi sebelum mens dan selama

periode post partum. Kekambuhan berkembang setelah terjadi dua gejala. Hampir 95%

penyebabnya adalah penggunaan tampon berdaya serap tinggi (Dunniho, 1992).

            Pada tahun 1980, angka dari staphylococcal TSS berkisar dari 2.4-16 kasus per

100.000 populasi. Pada tahun 1995-1999 di Amerika Serikat telah ditemukan 3,5 kasus

per 100.000 orang. Jumlah bervariasi menurut umur. Insidensi lebih tinggi pada kulit

hitam. Insiden TSS di St. Paul, Minnesota meningkat dari 0,8 per 100.000 pada Januari

2000 menjadi 3,4 per 100.000 pada bulan Desember 2003.

 

ETIOLOGI

            Toxick shock syndrome merupakan hasil dari respon terhadap toksin yang

dihasilkan Staphylococcus aureus. Sering terjadi pada wanita selama masa reproduktif.

Toksin spesifik yang dihasilkan S.aureus sering disebut TSST-1. Sebagaian besar wanita

memiliki antibody terhadap S. aureus, akan tetapi hanya saat ia terpapar bakteri itu

pertama kali.

Page 2: Syndroma Shock Toxic

            Sindrom yang sama, disebut toxic shock-like syndrome (TSLS) namun

disebabkan oleh bakteri Streptococcus. Walaupun kasus TSS berhubungan dengan wanita

yang menggunakan tampon selama menstruasi tetapi hanya 55% dari kasus TSS yang

berhubungan dengan menstruasi. Penggunaan tampon daya serap tinggi dan penggunaan

kontrasepsi barier seperti diafragma, contraceptive sponge, dan cervical cap) dapat

menyebabkan TSS.

 

PATOFISIOLOGI

Timbulnya TSS dapat disebabkan karena masuknya TSST-1 ke dalam aliran

darah melalui mikroulserasi pada vagina atau mukosa servik pada penggunaan tampon

daya serap tinggi atau akibat refluks darah menstruasi. Dimana bakteri akan menginvasi

jaringan yang terinfeksi dan menghasilkan endotoksin dan TSST-1 (eksotoksin) yang

memberikan efek pyogenik (dapat menghasilkan pus). Endotoksin dan eksotoksin

tersebut akan menstimulasi pelepasan TNF-α dari sel monosit dan makrofag peritoneum.

TNF-α merupakan mediator primer yang menyebabkan tanda TSS muncul dan terjadinya

sepsis gram negative. Sintesis antobodi IgM akan ditekan dan menyebabkan

terganggunya permeabilitas kapiler yang memicu terjadinya ekstravasasi cairan. Volume

darah akan berkurang, aliran darah ke jantung melemah dan perfusi jaringan terganggu.

Hal tersebut akan menyebabkan hipoksia dan abnormalitas ginjal serta CNS. Gangguan

yang terjadi pada CNS misalnya penurunan kesadaran, disorientasi, dan coma. Pelepasan

tromboplastin dari organ yang rusak, dapat memicu terjadinya trombositopeni dan

koagulopati.

Prognosis dari kesembuhan penyakit ini tergantung pada tingkat keparahannya

dan komplikasi penyakit. Penyebab utama kematian pada TSS adalah akibat terjadinya

ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome), DIC, dan hipotensi tak terkontrol (2-3%).

Sebagian besar wanita yang mengalami TSS dapat sembuh total, namun ada beberapa

diantaranya mengalami kerusakan sisa meliputi gangguan fungsi renal, muscular, cardiac,

dan intelektual. Untuk wanita yang telah mengalami TSS akan mempunyai kemungkinan

30% untuk kambuh kembali di periode menstruasi selanjutnya.

Page 3: Syndroma Shock Toxic

Belum diketahui secara pasti mengenai patofisiologi syok toksik,hanya diduga

bahwa toksik yang bebas adalah sebagai pencetus syok toksik.

Beberapa mekanisme secara pasti mengenai terjadinya “syindroma Syok toksik “ adalah:

1.      Darah menstruasi yang diserap oleh tampon,pada suhu tubuh merupakan

media kultur yang baik untuk stafilococcus aureus dan juga mempercepat

produksi eksotoksin

2.      Bahan tampon dapat menstimulasi pertumbuhan Stafilococcus dan

toksinnya

3.      Absorbsi toksik dapat dimungkinkan  akibat ulserasi vagina yang terjadi

pada wanita pemakai tampon vagina

4.      Terbawanya stafilococcus dari introitus vagina oleh tampon

5.      Tertahannya darah menstruasi oleh tampon.akan meluap masuk ke cavum

peritonei,dimana endotoksin diabsorpsi cepat.

Eksotosin yang bersifat pyrogenik sangat mudah berdifusi melalui membrane sel.

Ada dua jenis toksin, yang masing-masing tidak memberikan klinis sindroma

shock toksik tetapi kombinasi kedua toksik ini akan menyebabkan vasodilatasi

perifer dan peninggian permeabilitas membrane kapiler. Kedua efek ini

menyebabkan penurunan venous return yang ditandai dengan penurunan ventral

venous pressure.

Toksik yang dihasilkan oleh strain stafilokokus aureus jarang ditemukan pada

penderita dengan tidak adanya gejala shock toksik. Kejala klinis yang khas pada

sindroma shock toksik adalah demam tiba-tiba, mual muntah, diare dengan gejala

awal malaise  dan mialgia yang bertahan 12-48 jam sebelum timbulnya gejala

akut

 

FAKTOR RISIKO

1.      Wanita yang berumur 15-24 tahun atau pada usia reproduktif yang

menggunakan tampon

Page 4: Syndroma Shock Toxic

2.      Penggunakan tampon berdaya serap tinggi

3.      Infeksi vaginal kronis

4.      Infeksi kulit dan infeksi akibat luka insisi

5.      Kurangnya personal hygiene

6.       Endometritis postpartum

7.      Kadar estradiol yang rendah (pada saat menstruasi dan postpartum)

8.      infeksi ginekologis postpartum

9.      penggunaan alat kontrasepsi barier (difragma, contraceptive sponge, dan vaginal

cap)

10.  penggunaan obat secara intravena

11.  pembedahan

12.  terjadi infeksi S.aureus

 

MANIFESTASI KLINIS

            Pada tes laboratorium, biasanya didapatkan peningkatan urea-nitrogen darah

(BUN) dan kreatinin dan penurunan jumlah trombosit.

 

Tanda umum dari TSS adalah:

1.      Demam mendadak (suhu mencapai 38,9o C atau 102 oF)

2.      Hipotensi

3.      Deskuamasi pada kulit khususnya di telapak tangan dan kaki (terjadi 1-2

minggu setelah timbul gejala)

4.      Rash (warna kulit seperti terbakar sinar matahari)

5.      Dizziness atau pening

6.      Sakit tenggorokan

7.      Mata merah

8.      Kelelahan yang luar bias

9.      Bingung

Page 5: Syndroma Shock Toxic

10.  Antara hari pertama dan ketujuh terjadi pengelupasan kulit terutama pada telapak

tangan dan telapak kaki

11.  Pada mingu pertama sering terjadi gangguan ginjal, hati dan otot, bias juga

disertai gangguan jantung dan paru

Sedangkan gejala sistemik sering berupa:

1.      Muntah

2.      Diare

3.      Inflamasi faring, konjungtiva, atau vagina

4.      Dalam 48 jam penderita tidak sadarkan diri dan jatuh kedalam keadaan syok

5.      Anemia

Fase akut terjadi selama 4-5 hari.

 

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak ada pemeriksaan laboraturium yang dapat secara spesifik mengidentifikasi

sindrom, pemeriksaan darah biasanya dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

lainyang menjadi penyebab sindrom ini.

DIAGNOSIS

Criteria diagnosis mengikuti criteria yang ditentukan oleh Todd:

a)      Demam (38,9O c)

b)      Eritema mukosa

c)      Hipotensi atau syok

d)     Gangguan fungsi organ :

o   Gastro intestinal

o   Otot

o   Ginjal

o   Susunan saraf pusat

o   Kardiovaskuler

o   Metabolisme

Page 6: Syndroma Shock Toxic

Penegakan diagnosis menurut Center of Disease Control and Prevention adalah apabila

ditemukan tanda utama ;

1.      Demam dengan awitan tiba-tiba atau mendadak, suhu badan lebih dari 38,9oC

atau sekitar 102 oF

2.      Hipotensi (tekanan sistolik

3.      Ruam difus,eritrodema makuler (terutama pada telapak tangan dan kaki)

Deskuamasi dapat terjadi pada daerah yang terkena ruam 1-2 minggu setelah

gejala muncul,biasanya daerah tersebut mengelupas dan bersisik

Dan tanda klinis tambahan yaitu:

1.      Saluran cerna : mual,muntah,diare

2.      Ginjal: penurunan pengeluaran urin,pyuria

3.      Hati     : ikterik,peningkatan transaminase yang abnormal

4.      SSP     :gangguan sensasi,gangguan kepala

5.      Pernapasan      : ARDS

6.      Membran mukosa        : peradangan vagina,orofaring dan membrane konjungtva

7.      Otot     : mialgia,lemah

8.      Hematologi     : trombositopeni,dan DIC

9.      Jantung            : perubahan iskemik pada EKG,penurunan kontraktilitas

ventrikel kiri

 

DIAGNOSA BANDING

            Penegakan diagnosa TSS harus dapat dibedakan dengan penyakit lain terutama

dengan munculnya ruam yang serupa, seperti pada Rocy Mountain Spotted Fever,

leptospirosis, demam scarlet, dan campak. Dari kultur darah, serebrospinal, dan

tenggorokan menunjukan hasil yang negative untuk pathogen lain.

 

PROGNOSIS

Page 7: Syndroma Shock Toxic

Prognosis pada umumnya buruk pada TSS yang disebabkan oleh Streptococcus aureus

dengan angka kematian 70%. Kekambuhan dapat terjadi pada 40-50% pasien. Sebagaian

kekambuhan biasa terjadi setelah 2 bulan pasca episode inisiasi. Kekambuhan secara

umum menjadi lebih berat dari pada sebelumnya bahkan sampai menimbulkan kematian. 

 

PENATALAKSANAAN

            Pada wanita yang terserang biasanya harus rawat inap dan diberikan perawatan

suportif dengan cairan intravena untuk menormalkan tekanan darah. Pada kasus berat,

dialysis, penggunaan vasopressors dan intubasi mungkin dibutuhkan.

             Berlaku penatalaksanaan shock pada umumnya, dengan cara mengkoreksi

gangguan hemodinamik, pernafasan, metabolic, dan terapi lain seperti antibiotika dan

obat inotropik. Penisilin-resisten antibiotic bisa juga digunakan untuk TSS.

Koreksi hemodinamik

Ditujukan untuk memperbaiki fungsi pernafasan dan sirkulasi;

1.      Memperbaiki fungsi pernafasan

Demam, menyebabkan kebutuhan oksigen sel meningkat, selain itu vasodilatasi

perifer dan permeabilitas membrane kapiler yang meninggi, maka pembebasan

oksigen ke jaringan sulit. Karena itu perlu diberikan oksigenasi konsentrasi O2

yang tinggi.

2.      Memperbaiki sirkulasi

Terjadi hipovolemi relative pada penderita shock toxic ini karena itu perlu

resusitasi cairan, yang pada kasus berat resusitasi cairan ini dapat mencapai 20

L/jam karena itu perlu dipasang CVP( Central Venous Preassure) untuk

memantau pemberian cairan.  

3.      Memperbaiki fungsi ginjal

Umumnya terjadi oliguria dan azotemia yang sifatnya reversible bila segera 

dilakukan resusitasi cairan dan mengatasi shock.

 

Page 8: Syndroma Shock Toxic

Koreksi asidosis

Pemberian natrium bikarbonat untuk koreksi asidosis sesuai dengan keadaan asidosis

yang dapat diketahui dari hasil pemeriksaan AGD.

 

 Obat Inotropik

Untuk staphylococcus aureus, golongan antibiotika yang paling baik adalah

sefalosporin. Obat inotropik juga digunakan apabila penderita tidak memberikan respon

terhadap resusitasi cairan dengan memperlihatkan disfungsi miokardium, maka diberikan

obat inotropik misalnya dopamine dosis rendah.

 

 

Preparat kortikosteroid

Preparat kortikosteroid bisa digunakan tapi hal ini masih menjadi controversial.

Dianjurkan bila preparat kortikosteroid akan diberikan, supaya pemberiannya sedini

mungkin, yaitu:

Hidrokortison 30-150 mg/Kg BB

Metil prednisone 15-30 mg/Kg BB

Dexametason 1-6 mg/ Kg BB

 

PENCEGAHAN

Berdasarkan laporan beberapa peneliti bahwa 95% wanita yang sering mempergunakan

tampon vagina pada waktu menstruasi memberikan gejala syok toksik, maka dianjurkan :

Jangan mempergunakan tampon vagina, tetapi gunakanlah pembalut

wanita ketika menstruasi

Page 9: Syndroma Shock Toxic

Pada wanita yang sudah terlanjur terbiasa mempergunakan tampon

vagina, sebaiknya :

Mencuci vagina dengan antiseptic saat menstruasi

Lebih sering mengganti tampon vagina

Kalau sudah pernah mengalami gejala syok toksik jangan menggunakan

tampon vagina lagi

Penggunaan alat kontrasepsi barier

Mencuci tangan sebelum memasukkan diafragma atau cervical cap

Pastikan kebersihan alat kontrasepsi yang akan digunakan

Jangan menggunakan alat kontrasepsi selama masa menstruasi

Mengambil alat kontrasepsi pada waktu yang telah direkomendasikan

(tidak lama setelah melakukan intercourse atau paling lama 6 jam

setelahnya.

Jangan digunkan selama 6 minggi setelah postpartum

Untuk wanita yang telah mengalami TSS

Jangan menggunakan tampon atau alat kontrasepsi barier

Memperhatikan gejala-gejala yang berulang selama menstruasi

Nursing care yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan edukasi mengenai:

1.      Pengurangan penggunaan tampon berdaya serap tinggi dalam jangka waktu

lama.

2.      Menggunakan tampon alternative dengan pembalut yang bersih dan gunakan

pembalut saat tidur.

3.      Mengganti kontrasepsi diafragma atau sponge contraception tidak lebih dari 6

jam setelah melakukan hubungan seksual.

4.      Wanita postpartum sebaiknya menghindari menggunakan tampon selama 6-8

minggu setelah melahirkan.

5.      Wanita dengan riwayat TSS sebaiknya tidak menggunakan tampon lagi.

6.      Wanita sebaiknya mencuci seluruh tangannya sebelum memasukkan vaginal

sponge atau tampon dan sebaiknya sering mengganti tampon.

Page 10: Syndroma Shock Toxic

7.      Wanita sebaiknya menghindari penggunaan tampon jika mereka memiliki

infeksi staphylococcus di kulit seperti jerawat.

8.      Wanita sebaiknya membersihkan bagian perinealnya dengan benar selama

menstruasi.

9.      Wanita sebaiknya peduli dengan tanda dan gejala TSS dan segera mencari

perawatan jika tanda ditemukan.

 

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

o      Riwayat infeksi sebelumnya (PMS, ISK, infeksi postpartum)

o      Pola hidup yang berhubungan dengan sex  (jumlah pasangan sexual pada saat ini,

frekuensi hubungan sexual, perkiraan aktifitas sexual pada saat hamil)

o      Pola hidup yang lain (konsumsi alcohol, gizi buruk, stress, keletihan)

o      Kontrasepsi yang digunakan

o      Personal hygiene di daerah vagina

 

Dx: Hipertermi b.d penyakit

Definisi : peningkatan temperature suhu tubuh di atas rentang normal

Batasan karakteristik:

1.      Flushed skin

2.      Peningkatan suhu di atas normal

NOC: Thermoregulation

Criteria hasil:

1.      Temperature kulit dalam batasan yang diharapkan

2.      Temperature tubuh dalam kondisi normal

Page 11: Syndroma Shock Toxic

3.      Tidak ada sakit kepala

4.      Tidak ada perubahan warna kulit

5.      Berkeringat ketika panas

6.      Menggigil saat dingin

NIC: Fever treatment

Aktifitas:

1.      Monitor kehilangan cairan

2.      Monitor warna kulit dan temperature

3.      Monitor TD, pulse, dan respiratory bila perlu

4.      Monitor penurunan level kesadaran

5.      Monitor intake dan output

6.      Gunakan antipiretik bila perlu

7.      Gunakan medikasi untuk mengobati penyebab bila perlu

8.      Lapisi pasien dengan selimut hanya bila perlu

9.      Beri sediakan medikasi untuk mencegah dan mengontrol menggigil

10.  Mengatur oksigen jika perlu

NIC: temperature regulation

Aktifitas:

1.      Memonitor temperature setidak-tidaknya tiap 2 jam bila perlu

2.      Monitor tanda dan gejala hipotermi

3.      Beri cairan yang adekuat dan intake nutrisi

4.      Gunakan matras hangat dan selimut untuk mengatur perubahan suhu bila perlu

 

Dx: Kekurangan cairan b.d kehilangan volume cairan aktif

Definisi: berkurangnya cairan di intravascular, intersisial dan atau di selular. Hal ini

berupa dehidrasi, berkurangnya cairan dan berubahnya komposisi sodium.

Batasan karakteristik:

Page 12: Syndroma Shock Toxic

1.      Meningkatnya temperature tubuh

2.      Penurunan tekanan darah

NOC: fluid balance

Criteria :

1.      Tekanan darah dalam batas yang diharapkan

2.      Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam

3.      Berat badan stabil

 

 

 

NOC: nutritional status

Criteria :

1.      Masukkan makanan oral

2.      Masukkan makanan melalui selang

3.      Masukkan cairan peroral

NIC: Fluid management

Aktifitas:

1.      Monitor status dehidrasi (contoh: basahnya mukosa membrane, nadi normal)

2.      Monitor hasil laboratorium yang relefan untuk retensi cairan

3.      Monitor tanda vital

4.      Beri cairan bila perlu

5.      Monitor respon pasien dengan pemberian larutan elektrolit

6.      Monitor status nutrisi

7.      Menganjurkan pemberian cairan peroral (contoh; menyediakan tempat minum,

menawarkan minuman saat makan)

Page 13: Syndroma Shock Toxic

8.      Konsultasi dengan dokter jika gejala dan tanda volume cairan menurun

NIC: Terapi intravena

Aktifitas:

1.      Cek order untuk terapi intravena

2.      Intstruksikan kepada pasien tentang prosedur

3.      Menjaga teknik aseptic selama prosedur tindakan

4.      Gunakan universal precaution

5.      Memonitor overload cairan dan reaksi fisik

6.      Monitor kepatenan IV line sebelum pemberian obat intravena

7.      Mengganti IV kanula, peralatan dan infuse set setiap 48 jam sesuai dengan

protap

8.      Memonitor vital sign

9.      Memonitor tanda dan gejala phlebitis dan infeksi local

10.  Mencatat intake dan output

 

Dx: Nyeri akut b.d injury agen :biological

Definisi: perasaan ketidaknyamanan dan pengalaman emosional yang muncul dari

kerusakan jaringan secara actual atau potensial. Onsetnya tiba-tiba dari yang rendah ke

yang tinggi dan durasinya kurang dari 6 bulan.

Batasan karakteristik:

1.      Perubahan pada tekanan darah

2.      Gangguan tidur

NOC: control nyeri

Criteria:

1.      Mencapai kesejahteraan fisik dan psikologis

2.      Mengungkapkan kepuasan terhadap control nyeri

Page 14: Syndroma Shock Toxic

3.      Mengetahui penyebab nyeri, tandanya, lamanya, dan kapan harus mencari

pertolongan medis

NIC: Pain management

Aktifitas:

1.      melakukan pengkajian yang komprehensif terhadap nyeri, seperti lokasi,

karakteristik, onset atau durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan keparahan

nyeri, serta factor yang menyebabkan.

2.      Observasi respon nonverbal klien terutama pada klien yang tidak dapat

berkomunikasi secara efektif

3.      Menggunakan strategi komunikasi yang terapetik untuk mengetahui

pengalaman nyeri klien dan menerima respon klien terhadap nyeri.

4.      Menyadari pengaruh kebudayaan terhadap respon nyeri

5.      Evaluasi keefektifan penilaian control nyeri yang telah dilakukan sebelumnya.

6.      Menyediakan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa nyeri

tersebut berlangsung, ketidaknyamanan yang diantisipasi dari prosedur yang

dilakukan.

7.      Mendorong klien untuk dapat memonitor nyerinya dan melakukan tindakan

seperlunya.

8.      Mengajarkan bagaimana menggunakan teknik nonfarmakologi untuk

mengurangi nyeri misalnya dengan relaksasi, guided imagery, distraksi, massage

dll.