Surimi
-
Upload
mastori-rodin -
Category
Documents
-
view
2.964 -
download
25
description
Transcript of Surimi
SURIMIBy MASTORI
1. PENDAHULUAN
Program peningkatan konsumsi ikan dengan target 26,5 kg/kapita/tahun bukan
tugas yang ringan. Masalah utama yang dihadapi adalah belum tumbuhnya kebiasaan
makan ikan di sebagian besar masyarakat di Indonesia, terutama didaerah yang jauh
dari pusat perikanan. Dengan kondisi ini, tidak mudah mengubah pola makan dari
non-ikan ke pola makan daging ikan. Belum lagi apabila diarahkan kepola makan
serba ikan.
Masalah lain yang dihadapi adalah masih belum tersedianya jaringan pasok ikan
yang memadai. Akibatnya, seringkali mutu ikan sampai di tangan konsumen,
terutama yang jauh dari pusat perikanan, cukup rendah yang sering sudah dalam
kondisi tidak cukup layak untuk dikonsumsi manusia. Tidak jarang pula bagi
sebagian orang yang mengkonsumsi ikan, terutama ikan laut, mengalami berbagai
keluhan kesehatan seperti gatal-gatal, pusing, sakit perut, dan sebagainya yang
umumnya merupakan reaksi alergi terhadap senyawa tertentu, misalnya histamine,
yang terbentuk akibat ikan bermutu rendah atau akibat bakteri kontaminan. Kondisi
semacam ini menimbulkan masalah sampingan, yaitu timbulnya citra buruk tentang
makan ikan.
Masalah lain yang dihadapi adalah masih sangat terbatasnya bentuk-bentuk
olahan ikan yang ada sehingga pilihanpun terbatas. Umumnya ikan diolah secara
tradisional seperti ikan asin, peda, pindang, dan olahan tradisional lain yang
umumnya menggunakan garam tinggi. Dengan bentuk olahan yang berkadar garam
tinggi tersebut daya konsumsi konsumen terhadap ikan terbatas dan ikan lebih
berfungsi sebagai peningkat selera makan. Bukan dikonsumsi karena memang ikan
disukai. Apabila kecenderungan ini benar, maka upaya peningkatan konsumen ikan
harus dimulai dari dasar, yaitu mengubah pola konsumsi ke arah ikan. Kemudian
diikuti dengan penyediaan aneka produk olahan ikan atau yang mengandung ikan
sehingga pilihan makin banyak.
Dengan kondisi semacam itu, ditambah dengan berbagai masalah lain, sangat
wajar apabila sampai sejauh ini tingkat konsumsi ikan nasional masih rendah, sekitar
19 kg/kapita/tahun, dan peningkatan konsumsi ikan nasional bukan tugas ringan.
Angka ini jauh di bawah tingkat konsumsi ikan di beberapa negara seperti Filipina
(41 kg/kapita/tahun), Malaysia (44 kg/kapita/tahun), Thailand (20 kg/kapita/tahun),
dan bahkan beberapa Asia lain. Apalagi jika dibandingkan negara pengkonsumsi ikan
yang fanatic seperti jepang (55 kg/kapita/tahun).
Pengembangan aneka produk olahan dari ikan atau yang mengandung ikan dapat
dijadikan alternative jitu yang multifungsi. Selain memperbanyak pilihan nagi
konsumen sesuai selera, pengembangan aneka produk juga dapat dijadikan upaya
untuk menumbuhkan kebiasaan makan ikan sejak dini. Di antaranya melalui
fortifikasi protein ikani kedalam produk makanan yang disukai konsumen tingkat
bayi atau anak-anak hingga dewasa hingga manula. Apabila bayi atau anak-anak
terbiasa dengan protein ikan sejak dini, maka pada perkembangan selanjutnya mereka
secara biologis sudah terbiasa dengan protein ikani dan merasakan bahwa
mengkonsumsi protein ikani merupakan hal yang wajar dan bahkan tuntutan.
Fenomena ini telah dibuktikan dengan makin berkembang dan menjamurnya produk-
produk makanan berbasis fried chicken yang cita rasanya semula sulit diterima
konsumen dewasa.
Disisi lain, pengembangan aneka produk olahan ikan atau mengandung ikan juga
merupakan upaya peningkatan gizi masyarakat melalui konsumsi protein dan gizi
ikani. Selain itu, upaya ini juga untuk meningkatkan nilai tambah produk olahan ikan
dan dampaknya ikut meningkatkan pendapatan petani ikan/nelayan/pengolah ikan.
Karen itu, upaya kearah itu rasanya perlu diprioritaskan.
Untuk mengembangkan produk tersebut diperlukan bahan baku ikan yang
bermutu tinggi. Salah satunya adalah dalam bentuk surimi. Dalam bentuk surimi ini,
daging ikan disiapkan untuk mudah digunakan dalam berbagai aneka olahan berbasis
ikan maupun untuk fortifikasi, mudah disimpan, tahan lama dalam bentuk mirip
daging ikan segar, dan memiliki sifat spesifik yang diperlukan untuk berbagai
pengembangan produk, terutama yang menuntut sifat elastisitas pada produk akhir.
2. SURIMI DAN BAHAN YANG DIPERLUKAN
Seringkali surimi disalah tafsirkan dengan daging lumat karena jika dilihat
sepintas –secara fisik- hamper sama. Cara pengolahanpun tidak sulit, bahan-bahan
dan peralatan yang digunakan sederhana sehingga memungkinkan untuk dikerjakan
oleh siapa saja. Dalam penggunaannya, surimi dan daging lumat juga serupa.surimi
dan daging lumat merupakan bahan setengah jadi yang nantinya akan diolah lagi
menjadi makanan lain seperti abon, bakso, sosis, kamaboko, chikuwa, dan dapat juga
digunakan untuk fortifikasi berbagai aneka produk olahan.
Namun sebenarnya terdapat perbedaan antara daging lumat dengan surimi.
Daging lumat adalah daging yang dilumatkan dengan cara digiling, ditumbuk, atau
dengan cara lain. Dalam kondisi ini struktur fisik daging berubah menjadi hancur atau
lumat. Sifat daging yang lain relatif tidak berubah.
Berbeda halnya dengan surimi. Surimi merupakan daging lumat yang dibersihkan
dan dicuci berulang-ulang sehingga sebagian besar bau, darah, pigmen, dan lemak
hilang. Sebagian besar protein yang larut dalam air pun ikut hilang. Seringkali,
kedalam surimi ditambah bahankan bahan untuk meningkatkan sifat elastisitas gel.
Dengan cara tersebut diperoleh suatu bahan yang putih, bau amis jauh berkurang, dan
memiliki sifat elastisitas gel yang tinggi.
2.1 Selintas Perkembangan dan Kegunaan Surimi
Surimi pertama kali dikembangkan di jepang sejak beberapa ratus tahun yang lalu
sehingga di Negara tersebut surimi telah mendapatkan posisi yang mapan di pasaran.
Dengan menggunakan bahan dasar surimi dapat dibuat berbagai jenis produk olahan
yang disebut surimi based product. Popularitas surimi makin menjulang bersamaan
dengan makin kuatnya posisi ekonomi jepang di dunia. Terlebih lagi ketika terjadi
kelangkaan King Crab yang sangat digemari di Amerika.
Ketika itu, hasil tangkapan King Crab di Alaska merosot tajam, yaitu dari 90 juta
kg pada tahun 1980 menjadi 7,5 juta kg pada 1984. Akibatnya, harga King Crab di
pasaran dunia pun melonjak tajam. Untuk mengisi kelangkaan itu, berkembang
produk yang mirip daging kepiting namun dibuat dengan olahan dasar surimi. Daging
kepiting buatan tersebut (artificial crab meat) disebut kanibo atau kanikama. Jenis
produk ini ternyata langsung banyak digemari di pasaran Amerika, dan melibatkan
banyak negara besar dalam produksi dan perdagangan, seperti Jepang, Korea Selatan,
USA, dan Rusia. Makin kuatlah posisi surimi di pasar dunia. Tidak ketinggalan pula
inggris dan Kanada.
Beberapa keuntungan penggunaan surimi adalah sebagai berikut:
a. Surimi dapat digunakan langsung untuk pengolahan produk-produk makanan
seperti bakso,sosis, kamaboko, dan tiruan udang serta produk tiruan kepiting.
b. Tidak berbau, bebas tulang, dan duri. Sehingga produk-produk olahannya
lebih mudah dikonsumsi oleh berbagai tingkat usia.
c. Suplai dan harganya relative stabil karena surimi dapat disimpan lama
sehingga mempermudah perencanaan produksi olahannya
d. Biaya penyimpana, distribusi, dan transportasi lebih murah karena surimi
merupakan bagian ikan yang bermanfaat saja.
e. Menghemat waktu dan tenaga kerja karena penanganannya lebih mudah.
f. Masalah pembuangan limbah lebih kecil.
Gambar 1. Berbagai Macam Produk yang Berasal dari Surimi
2.2 Ikan Segar Bahan Baku Surimi
Secara teknis semua jenis ikan dapat dijadikan surimi. Meski begitu, ikan yang
berdaging putih, tidak berbau lumpur dan tidak terlalu amis serta mempunyai
kemampuan membentuk gel yang bagus yang akan memberikan hasil (surimi) yang
lebih baik. Beberapa jenis ikan yang baik untuk dijadikan surimi antara lain adalah
ikan remang, tenggiri, kakap, tigawaja, beloso, dan cucut.
Ikan air tawar seperti lele, tawes, dan nilam juga dapat dibuat menjadi surimi.
Biasanya, untuk jenis-jenis ikan air tawar, sebelum diolah ikan-ikan ini terlebih
dahulu dilakukan pemberokan agar bau lumpur pada produk akhir dapat dikurangi.
Mutu kesegaran ikan yang digunakan harus benar-benar sangat segar.
Penggunaan ikan yang kurang segar maupun ikan yang telah dibekukan akan
menurunkan mutu surimi. Demikian pula ikan yang berdaging merah akan
menghasilkan surumi yang lebih gelap dan baunya lebih amis, sehingga hanya dapat
digunakan untuk membuat produk yang warnanya tidak harus putih. Daging merah
biasanya mengandung lemak lebih banyak dibanding daging putih, sehingga surimi
dan produk surimi yang dihasilkan lebih cepat tengik.
Untuk keperluan pembuatan surimi, diperlukan ikan yang benar-benar segar
dan yang terbaik adalah pada saat ikan dalam fase pra-rigor atau sebelum mengalami
fase kekakuan. Akan tetapi, tampaknya mendapatkan ikan pada fase pra-rigor tidak
mudah karena proses kerusakan ikan berjalan sangat cepat. Karena itu, proses
penurunan mutu kesegaran ikan ini harus dihambat sedini mungkin sehingga ikan
masih segar.
Segar tidaknya ikan tidak sulit dikenali. Cukup dengan mengamati
penampilan fisik, mata, insang, tekstur, dan bau. Ketika masih segar, ikan tampak
cemerlang, mengkilap keperakan sesuai jenis. Lender dipermukaan tubuh tidak ada
sampai tipis, bening, dan encer. Sisik tertanam kuat dan tidak mudah lepas, perut
utuh, dan lubang anus tertutup. Mata cermelang, cerah, putih jernih, pupil hitam,
tidak berdarah. Ingsang merah cerah tidak berlendir atau sedikit berlendir. Tekstur
daging pejal, lentur, dan jika ditekan cepat pulih. Bau segar atau sedikit agak amis
Cara diatas lebih bersifat subjektif sehingga sangat dipengaruhi oleh orang
yang menilai. Cara pengamatan kesegaran ikan ynag objektif dapat dilakukan dengan
menganalisis sifat kesegaran ikan yang objektif dapat dilakukan dengan menganalisis
sifat kesegarannya secara kimiawi atau mikrobiolgis. Parameter yang banyak
digunakan untuk menilai kesegaran ikan untuk pembuatan surimi secara objektif
adalah K-value.
K-value diukur secara kimiawi berdasarkan penguraian senyawa adenosine
triphosphate (ATP) secara enzimatik menjadi adenosine di-Phosphate (ADP),
adenosine mono-phosphate (AMP), inosin mono-phosphate (IMP), inosin (HxR), dan
hypoxabthine (Hx).
ATP ADP AMP IMP HxR Hx
K-value (%) = HxR + Hx x 100 %
ATP + ADP + AMP + IMP+ HxR + Hx
K-value meningkat secara kinier dengan waktu penyimpanan dalam es. Ikan
yang disimpan selama 1 hari mempunyai K-value sekitar 8% dan akan meningkat
menjadi 60% setelah 21 hari. Ikan tergolong bermutu tinggi jika K-value kurang dari
20%, namun jika K-value di atas 40% maka ikan sudah tidak layak diolah menjadi
surimi. Ikan yang disimpan sekitar 3-10 hari dalam es masih dapat menghasilkan
surimi dengan sifat elastisitas yang tinggi, tergantung jenis ikannya.
Proses perubahan tersebut berjalan sangat cepat , sehingga perubahan tersebut
harus dihambat. Penghambatan ini harus dilakukan sejak awal, yaitu sejak ikan
ditangkap, didaratkan, selama transportasi hingga selama pengolahan. Pengesan
merupakan cara paling sederhana yang tepat untuk menghambat penurunan mutu ikan
tanpa banyak menyebabkan perubahan sifat ikan segar.
2.3. Persyaratan Bahan Baku Ikan Segar dan Penanganannya
Ikan yang diambil dagingnya untuk dibuat surimi hendaknya masih benar-
benar segar, tidak cacat fisik, dan bermutu prima. Karena untuk mendapatkan produk
yang bermutu tinggi diperlukan bahan baku bermutu tinggi. Selain itu, mutu protein
aktin dan myosin pada ikan yang benar-benar segar masih tinggi dan kapasitas
mengikat airnya pun tinggi.
Akan tetapi, begitu ikan mati mulai terjadi proses perusakan ikan. Dimulai
dengan terjadinya proses autolysis yang disebabkan oleh aktifitas enzim-enzim yang
ada pada ikan. Enzim ini bekerja tidak terkendali sehingga terjadi perombakan-
perombakan dalam tubuh ikan, terutama proteinnya. Mutu ikan pun mulai turun.
Penampilan ikan menjadi lebih suram, tidak cemerlang, sisik mudah lepas, mata
kemerahan, coklat, atau buram. Dari proses ini dihasilkan senyawa-senyawa
sederhana yang disukai bakteri.
Proses perusakan yang disebabkan enzim ini berlangsung terus menerus
sampai bakteri mengambil alih proses kerusakan. Insangpun menjadi kecoklatan atau
kepucatan, dan berlendir tebal. Daging lembek mudah terurai, jika ditekan sulit pulih
kembali bekasnya. Bau makin amis, lalu menjadi tidak sedap dan busuk, terutama
pada insang dan peut. Ikanpun akhirnya busuk.
Karena itu, begitu sampai ditempat pengolahan, ikan harus segera ditangani
dengan baik. Ikan disortasi menurut jenis, mutu, dan ukurannya. Ikan yang pecah
perut, atau rusak fisik dipisahkan. Sambil disiangi ikan disiangi dengan dipotong
kepala dan dibuang isi perutnya.
2.4. Penyimpanan Ikan Segar
Jika karena sesuatu hal proses pengolahan surimi belum dapat dilakukan, atau
ikan digunakan sebagai cadangan, maka terpaksa ikan disimpan terlebih dahulu
sampai tiba saatnya diolah. Untuk penyimpanan jangka panjang, pembekuan
merupakan pilihan yang paling tepat. Akan tetapi, pembeku ternyata dapat
menyebabkan ikan cepat kehilangan kemampuan membentuk gel yang dapat
mencapai 30% selama penyimpanan beku. Untuk penyimpanan jangka pendek, ikan
cukup dies di dalam peti insulasi ikan yang sudah disortasi, disiangi, dan dicuci
bersih disusun berlapis-lapis berselang-seling antara ikan dan es.
Kedalam peti insulasi diharapkan hancuran es 5-10 cm lalu ikan disusun
berlapis-lapis berselang-seling dengan hancuran es sampai peti insulasi penuh.
Dibagian paling atas ditimbun hancuran es agak lebih tebal dan peti ditutup.
Perbandingan es dan ikan sebanyak 1:1 hingga 1:3. Dengan cara seperti ini suhu ikan
dapat dipertahankan rendah (sekitar 0oC) dan kesegaran ikan dapat dipertahankan
hingga beberapa hari. Jika akan digunakan, peti peti insulasi dibongkar dan ikan
dikeluarkan hati-hati. Ikan yang baru dikeluarkan dari peti dibersihkan dan dagingnya
dapat diambil secara manual (difilet) atau secara mekanis langsung ke mesin
pengambil daging.
2.5. Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan surimi adalah es, garam
dapur, cryioprotectantI (sorbitol,sukrosa atau glukosa, polifosfat). Penggunaan es
dalam pembuatan surimi adalah sebagai bahan pendingin untuk mempertahankan
agar suhunya tetap rendah (tidak lebih dari 5oC) sehingga penurunan mutu dapat
dihambat. Kelebihan es untuk mempertahankan mutu adalh es mempunyai kapasitas
pendinginan yang sangat besar persatuan berat atau volume, tidak merusak ikan dan
tidak berbahaya jika terkonsumsi, murah serta es yang mencair sekaligus dapat
mencuci ikan ( Ilyas, 1983).
Penambahan garam ke dalam air pencuci surimi bertujuan untuk mempercepat
pengurangan air, penghilangan lender, darah, dan kotoran lain. Garam yang
digunakan sebaiknya garam dapur yang bersih dan putih sebanyak 0,2-0,3% dari air
pencuci. Penambahan garam tidak boleh terlalu banyak, karena penambahan garam
lebih dari 3% akan menyebabkan produk terlalu asin. Pada pembuatan surimi juga
digunakan sorbitol, sukrosa atau glukosa, dan polifosfat secara bersamaan yang
berfungsi sebagai cryioprotectant. Cryioprotectant adalah bahan yang ditambahkan
pada surimi dengan tujuan untuk meningkatakan daya ikat air dan menghambat
terjadinya kerusakan protein selama pembekuan dan penyimpanan beku.
Penambahan gula dan polifosfat dalam surimi akan meningkatkan kemampuan
mengikat air dan memberikan sifat pasta yang lebih lembut pada produk-produk
olahan surimi (Clucas dan Ward, 1996; Peranginangin et al. 1999; Putro, 1990).
Polifosfat dapat ditambahkan dalam bentuk garam natrium tripolifosfat (NaTPP)
yang dikenal sebagai sodium tripolifosfat (STTP) sebanyak 0,2%-0,3%. Menurut
Ellinger (1972), dalam Vickie et al. (1993), polifosfat digunakan secara ekstensif oleh
industri perikanan untuk produk-produk segar dan beku. Keuntungan-keuntungan
apabila polifosfat digunakan dalam pembekuan antara lain:
a. Mengurangi kehilangan berat selama penyimpanan beku
b. Mengurangi drip loss
c. Mengurangi kekasaran produk
d. Mengurangi kehilangan berat selama pengolahan
Pengaruh NaTTP pada produk makanan seperti daging dan seafoods adalah
memperbaiki ikatan air dan meningkatkan pH (Hamm, 1971).
3. CARA PENGOLAHAN
Secara teknis pengolahan surimi tidak sulit dan peralatan yang digunakanpun
sederhana. Prinsip dasarnya adalah daging ikan diambil, dibersihkan dari bahan-
bahan yang tidak diinginkan (tulang, sisik,kulit,dan darah), dilumatkan, dicuci,
pemerasan daging dari air, dan diberi bahan cryoprotectan (anti denaturasi) kemudian
dibekukan untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama. Yang perlu diperhatikan
dalam pengolahan surimi dibutuhkan daging ikan yang bermutu tinggi. Oleh karena
itu, penggunaan suhu rendah mutlak diperlukan baik selama penyiangan, pencucian,
pelumatan, hingga pengemasan. Pencucianpun harus menggunakan air yang
didinginkan.
3.1 Penyiangan
Tahap pertama yang harus dilakukan dalam membuat surimi adalah menyiangi
ikan dan membersihkan ikan dari segala macam kotoran. Kepala dan isi perut ikan
dibuang, sisik dihilangkan, dan dicuci bersih. Penyiangan dilakuakan dengan hati-hati
agar isi perut tidak mencemari daging. Bagian kepala dan isi perut ikan banyak
mengandung lemak dan enzim protease serta menjadi sumber bakteri yang dapat
cepat menurunkan mutu ikan yang akibatnya menurunkan kemampuan surimi dalam
membentuk gel. Selain itu, isi perut ikan akan berpengaruh terhadap penampakan
produk karena mengakibatkan warna surimi dan produk olahannya menjadi gelap.
Apabila ikan yang diolah dalam jumlah besar, jenis dan ukuran ikan sama,
penggunaan mesin untuk menyiangi ikan (gutting machin) akan lebih efisien. Namun
apabila jumlah ikan sedit, ukuran ikan tidak seragam, atau dikerjakan dalam skala
kecil, penyiangan secara manual lebih sesuai.
Setelah proses penyiangan, ikan dicuci dengan air dingin untuk menghilangkan
sisa-sisa isi perut, darah sisik dan kotoran yang lain. Ikan yang sudah bersih
kemudian ditampung dalam wadah dengan selalu ditambahkan es untuk menjaga
suhu tetap rendah, sebelum proses pengolahan selanjutnya.
3.2 Filleting dan Skinless
Untuk ikan-ikan yang berukuran besar, daging dipisahkan dulu dari tulang
utamanya dengan cara di fillet. Pembuatan filet ikan dilakukan dengan cara ikan
diletakan dengan posisi miring kemudian dengna menggunakan pisau khusu daging
dari pangkal insang dipotong sampai ketulang. Kemudian daging ikan disayat dari
arah ekor kea rah kepala. Agar tidak banyak daging teringgal ditulang, pisau agak
ditekan menempel tulang.
Setelah daging terpisah dari tulang, lakukan skinless yaitu memisahkan kulit ikan
dari daging yang telah difillet sehingga didapat daging yang terpisah dengan kulit.
Akan tetapi, tidak semua jenis ikan dengan mudah diskinless. Jika skinless sulit
dilakukan, pemisahan kulita dapat dilakukan dengan menggunakan meat separator.
Mesin ini dapat digunakan setelah ikan disiangi dan dibersihkan, ikan yang diproses
dengan mesin ini akan didapatkan lumatan daging yang terpisah dari duri dan kulit
ikan. Untuk jenis ikan yang mengandung daging merah, terlebih dahulu daging yang
berwarna merah harus dipisahkan sehingga diperolah daging yang berwarna putih.
Daging merah ini banyak mengandung pigmen haem yang dapat berpengaruh buruk
terhadap warna, bau, dan aroma surimi. Karena itu, penghilangan daging merah harus
dilakukan.
3.3 Pelumatan
Pelumatan atau penggilangan dilakukan untuk menghaluskan partikel-partikel
daging sehingga memudahkan protein bereaksi dengan garam dan bahan-bahan
tambahan lainnya. Pelumatan ini dilakukan setelah daging ikan bebas dari tulang dan
kulit ikan dengan cara difillet dan diskinless, jika pengilangan tulang dan kulit
dilakukan dengan mesin meat separator maka pelumatan tidak perlu dilakukan.
Pelumatan dengan meat separator daging ikan dengan mekanisme tertentu akan
terpisah dari kulit dan tulangnya. Prinsipnya, ikan dipres diantara silinder-silinder
logam yang berputar dan salah satunya berlubang-lubang yang diametnya biasanya 3-
5 mm. Akibatnya, daging ikan akan tergencet dan terpisah dari kulit dan tulang
menerobos melalui lubang-lung logam tersebut.
Dari proses pemisahan ini kulit dan tulang tertingga pada permukaan silinder
logam. Sementara itu, daging ikan terpisah terkumpul menjadi satu dan menjati lumat
akibat tekanan melalui lubang-lubang kecil. Selama proses pelumatan ini suhu ikan
harus dipertahankan tetap rendah.
3.4 Pencucian
Lumatan daging yang keluar dari alat pelumat/meat separator biasanya berwarna
gelap, mengandung sisa darah, lemak dan amis. Daging lumat kemudian dicuci
dengan air dingin. Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam pembutan
surimi. Dalam proses pencucian komponen nitrogen terlarut, darah, pigmen dan juga
lemak terbuang. Sementara itu, protein miofibrilar menjadi pekat sehingga
kemampuan membentuk gel pun meningkat. Untuk pencucian ini dapat juga
digunakan air dingain yang ditambahkan garam 0,2-0,3 % agar pengurangan air dari
daging lumat berjalan dengan cepat. Pencucuian daing lumat dapat dilakukan sebagai
berikut:
a. Daging lumat dicuci didalm air diging (1-5oC) dengan volume air 5-10 kali
volume daging lumat.
b. Daging lumat dalam air diaduk sampai homogeny
c. Pengadukan dihentikan agar daging lumat mengendap sedangkan kotoran dan
lemak mengambang dipermukaan air.
d. Kotoran dan lemak yang mengapung dibuang.
e. Pencucian diulangi 3-5 kali.
f. Daging lumat yang sudah dicuci kemudian dipisahkan dari air kemudian
ditiriskan.
g. Selama pencucian dan penirisan suhu air pencuci dipertahankan tetap rendah (1-
5oC).
3.5 Penghilangan Air
Setelah pencucian, air yang masih tercampur dengan surimi harus dihilangkan
sebanyak mungkin yaitu sampai 80-82%. Penghilangan sebagian besar air ini
dilakukan secara mekanis, yaitu dengan dipres atau menggunakan mesin screw
press/hydraulic press/decanter centrifuge.
3.6 Penambahan Bahan Tambahan (Cryoprotectant dan Polifosfat)
Surimi selanjutnya siap untuk digunakan atau disimpan dalam keadaan beku.
Agar tidak terjadi kerusakan struktur protein selama pembekuan dan penyimpanan
beku, perlu ditambahkan suatu bahan yang disebut cryoprotective agent atau
cryoprotectant. Bahan yang sering digunakan sebagai cryoprotectant adalah sejenis
gula seperti sukrosa.
Penambahan cryoprotectant dilakukan dengan mencampur daging dengan 4%
sukrosa dan 4% sorbitol. Penambahan cryoprotectant denga komposisi tersebut
mampu meningkatkan tingkat N-aktomiosin dari 350 mg% menjadi 520 mg% dan
meningkatkan kekuatan gel dari 400 g menjadi 480 g yang artinya sama dengan
meningkatkan nilai pelipatan (folding score) dari A menjadi AA.
Sering juga, dilakukan penambahan bahan lain untuk meningkatkan elastisitas
dan kelembutan surimi. Bahan yang sering dipakai adalah polifosfat, meskipun bukan
berfungsi sebagai cryoprotectant namuan polifosfat sering ditambahkan untuk
memperbaiki daya ikat air (water holding ability) dan memberikan sifat pasta yang
lebih lembut pada produk-produk olahan surimi. Biasanya polifosfat ditambahkan
sebanyak 0,2-0,3% dalam bentuk garam natrium tripolifosfat atau natrium pirofosfat.
Bahan-bahan tersebut dicampurkan kedalam surimi dengan menggunakan grinder
atau mixer atau silent cutter (skala industri). Sebagaimana tahapan yang lain, selama
pencampuran kenaikan suhu harus dihindari dan sushu dipertahankan tetap rendah.
3.7 Pencetakan dan Pembekuan
Setelah pencampuran dengan cryoprotectant dan polifosfat homogeny, surimi
dicetak menjadi bentuk kotak-kotak. Caranya dengan memasukan surimi kedalam
kemasan plastik kemudian dibentuk diatas pan sambil dipadatkan. Ukuran kotak atau
blok surimi dapat diatur sesuai kebutuhan. Untuk kebutuhan harian dapat dibuat blok
berukuran 1 kg/blok. Namun biasanya, surimi komersial dikemas dalam ukuran 10
kg/blok. Surimi dalam bentuk blok kemudian dibekukan dalam contact frezzer (-
35oC) atau menggunakan air blast frezzer (-25 sampai -30 oC ) selama 3 jam.
Setelah beku, surimi dikeluarkan dari pan kemudian dilewatkan pada mesin
pendetektor logam terlebih dahulu kemudian dikemas kedalam kardus ( skala
industri). Penyimpanan surimi setelah dikemas dilakukan pada suhu beku. Jika
penyimpanan beku cukup baik (-20oC), surimi dapat tahan hingga 3 bulan atau lebih
tanpa banyak mengalami perubahan sifat fungsionalnya. Bahkan, apabila proses
pengolahan berjalan dengan benar, pembekuan berjalan cepat dan penyimpanan
memenuhi persyaratan, surimi beku dapat tahan hingga satu tahun. Fluktuasi suhu
yang terjadi selama penyimpanan dapat menurunkan kemampuan surimi membentuk
gel. Penyimpanan pada suhu beku -10oC surimi hanya bertahan hingga satu bulan dan
tidak dapat dipakai lagi setelah tiga bulan karena sifat kemampuan membentuk gel
surimi rusak.
Gambar . Tahap Proses Pengolahan dan Pembekuan Surimi Manual dan Mekanis
4. PERALATAN
Untuk pengolahan surimi, peralatan yang diperlukan dapat sederhana dan
dapat pula berupa peralatan serba mesin tergantung skala dan bentuk usahanya.
Untuk usaha pengolahan surimi skala kecil atau skala rumah tangga peralatan yang
diperlukan cukup dengan pisau dan telenan, alat pemisah daging ( gilingan daging),
bak atau ember, pengaduk, kain saring dan alat pengepres, pengaduk adonan, wadah
atau pan pembekuan. Meskipun menggunakan cara dan alat sederhana, namun
No PROSES BAHANTAMBAHAN
ALAT
MANUAL MEKANIS1.
Air dan es Bak, ember, pisau
Rotary fish water,Gutting machin
2.
Pisau , minxer Meat bone separator
3. Air dan es Wadah, ember Leaching tank
4. Kain saring Screw press
5. 3-5%gula,0,2polifosfat
Dengan tangan Silent cutter
6.Pan, kemasan
,kardusDengan tangan,
frezzer, cold sorageFilling machin, contacfrezzer, cold storage
diperlukan frezzer sebagai alat pembekuan dan penyimpan beku. Tidak ketinggalan
adalah meja pengolahan. Beberapa peralatan dapat digantikan dengan mesin,
misalnya alat pemisah daging ( meat separator), sentrifuse, dan pengaduk adonan
(stone grinder).
Untuk skala yang lebih besar, atau industry besar, diperlukan peralatan dan
mesin yang dirancang dapat dioperasikan secara kontinyu. Satu alat atau mesin
dengan alat atau mesin lainnya dirancang saling berhubungan ( misalnya dengan
konveyor) dan dengan kapasitas yang telah dirancang. Untuk industri semacam ini
diperlukan mesin pencuci ikan yang dapat berputar (rotary fish water), mesin untuk
potong kepala dan penyiangan (heading machine, gutting machine), mesin pemisah
tulang/daging (meat bone separator), mesin pencuci surimi ( leaching tank), mesin
pengepres atau pengurangan air (sentrifuse,hydraulic press, screw press), mesin
pengaduk adonan (stone grinder, silent cutter), mesin pengisi surimi kedalam pan
(filling machine). Dengan peralatan mesin diperlukan investasi yang besar, desain
dan persiapan yang matang.
Gambar. Alat Penghilang Sisik (Rotary Fish Water),
Selain peralatan diatas, beberapa alat bantu sangat diperlukan, terutama yang
diperlukan untuk penyimpanan ikan (peti berinsulasi) dan penyediaan es hancuran
(ice crusher). alat penghancur es sangat penting peranannya terutama karena dalam
proses pembuatan surimi suhu rendah mutlak diperlukan, dan dalam cara yang paling
mudah adalah dengan menggunakan es.
4.1. Meja Pengolahan
Meja pengoahan dapat terdiri atas beberapa jenis meja tergantung jenis bahan
baku yang digunakan. Terlebih karena dalam pengolahan surimi akan selalu
melibatkan air bersuhu rendah. Dengan demikian, permukaan meja dilapisi bahan
yang tahan air, tidak mudah berkarat, tidak berbahaya bagi bahan yang diolah, kuat
dan tidak mudah tergores benda tajam, serta mudah dibersihkan. Bahan pelapis
tersebut dapat berupa pelat aluminium atau stainless steel.
Bentuknya pun perlu dirancang agak spesifik untuk keperluan pengolahan
ikan yang banyak melibatkan air sesuai sifat dan tututan proses untuk ikan. Misalnya
meja stainless steel atau dilapis stainless steel permukaannya dibuat miring kearah
tengah dan kearah salah satu ujung meja. Dengan demikian, air dan kotoran dengan
mudah dapat meluncur kearah meja. Dibawah ujung meja ditempatkan wadah atau
keranjang plastic untuk menampung kotoran atau limbah padat. Meski meja semacam
ini mahal, tetapi jika umur ekonomis dan kebersihan diperhitungkan, maka
harganyapun menjadi tidak mahal lagi.
4.2. Meat Separator
Untuk memisahkan daging dari tulang dan kulitnya, diperlukan alat pemisah
daging berpa meat separator. Salah satu model alat yang ada adalah menggunakan
sumber penggerak listrik yang memiliki tiga buah rol dari metal yang saling berputar
berhimpitan. Salah satu rol (silinder) berlubang-lubang dengan diameter lubang
sekitar 3-5 mm. Alat ini dilengkapi dengan torak pengatur himpitan rol yang
berfungsi untuk mengatur himpitan rol saat dilakukan pemisahan daging ikan.
Dalam pengoperasiannya, ikan yang telah difillet diletakan pada bagian rol
yang berlubang dengan posisi bagian yang berdaging menghadap kearah lubang.
Kemudian torak pengatur rol ditarik sehingga rol saling berhimpit menekan filet ikan.
Akibat tekanan tersebut daging ikan akan tergencet dan terpisah dari kulit menerobos
melalui lubang-lubang yang ada pada rol sehingga daging ikan menjadi hancur atau
lumat yang sudah terpisah dari kulit dan tulang.
4.3. Alat Press dan Sentrifus
Salah satu tahap penting dalam pembuatan surimi adalah meniriskan atau
menghilangkan sebagian besar air pada surimi tanpa harus merusak surimi. Alat yang
diperlukan adalah alat pengepres atau sentrifuse.
Alat pengepres dapat dibuat cukup sederhana yaitu sebuah wadah yang
dipasang pada bingkai besi atau kayu yang kuat. Wadah tersebut berguna untuk
memasukan surimi yang dibungkus dengan kain saring yang akan dipress. Kemudian
di atas wadah ditempatkan ulir pemutar atau sejenis pompa hidrolik untuk menekan
surimi sehingga air terperas keluar.
Sedangkan sentrifuse berupa wadah silindiris yang diputar dengan motor
listrik. Caranya dengan memasukan surimi kedalam kain saring kemudian dimasukan
kedalam wadah silindris tersebut kemudian alat diputar dengan kecepatan penuh.
Akibat putaran yang cepat ini air akan terlempar keluar dari surimi. Alat sentrifus
yang lebih canggih disebut decanter centrifuse Dengan menggunakan alat ini maka
kehilangan protein yang fungsional dapat ditekan sampai 50 % dibandingkan dengan
menggunakan mesin pengepres lain. Teknologi decanter centrifuge ini merupakan
teknologi yang dikembangkan untuk meningkatkan hasil surimi atau menekan
kehilangan protein dari proses pencucian.
Gambar . Decanter Centrifuge
(ganti dengan gambar pak latif)
4.4 Pembuat Adonan
Salah satu tahap penting dalam pembuatan surimi adalah pencampuran
cryoprotectant dan polifosfat. Pencampuran bahan ini harus merata atau homogen.
Pengadukan adonan dengan menggunakan tangan langsung tidak dapat menjamin
pencampuran dengan baik sehingga diperlukan alat untuk mengaduk adonan.
Alat pengaduk adonan yang paling sederhana untuk skal kecil berupa
mangkon atau silinder yang dilengkapi dengan tuas pengaduk yang dipasang
horizontal didalamnya. Alat ini mirip dengan mixer untuk mengaduk adonan kue.
Sedang kan untuk skal industry biasanya alat yang digunakan adalah silent cutter
yang digerakan dengan listrik.
Dalam memilih silent cutter, terutama yang berkapasitas besar, ukuran atau
kapasitas terpasangnya perlu diperhatikan. Biasanya kapasitas efektifnya dibawah
kapasitas terpasang. Sebagai contoh, silent cutter berkapasitas 150 kg jika digunakan
hanya mampu mengaduk adonan sebanyak 100-120 kg. jika diisi penuh banyak
adonan yang akan tumpah.
4.5 Peti Insulasi, Frezzer, dan Cold Storage
Selain peralatan diatas, untuk pengolahan surimi diperlukan wadah dan
fasilitas untuk menyimpan ikan, yitu berupa peti dingin atau peti berinsulasi atau cold
storage. Didalam peti ini ikan segar disimpan dengan didinginkan suhunya
menggunakan es agar proses kemunduran mutu terhambat dan ikan tetap segar.
Syaratnya, peti ini harus mampu mempertahankan suhu tetap rendah, kuat,
tahan lama,kedap air, dan mudah dibersihkan. Salah satu model peti dingin yang
bagus adalah cold box yang banyak dijual ditoko dengan berbagai merek dan
berbagai ukuran. Selain cold box dapat juga digunakan peti dingain buatan sendiri
dengan kontruksi yang kuat, tahan air, dan mengguankan insulator seperti sterofom
yang dilapisi pelat aluminium yang tebal antara 0,6-0,7 mm, seng BWG 30, atau filter
glass dengan tebal 0,8 mm.
Fasilitas pendingin lain yang ideal adalah alat pembeku (freezer) dan alat atau
ruang penyimpan beku (cold storage).
4.6 Mesin Penghancur Es
Alatlain yang cukup penting dalam pengolahan surimi adalah penghancur es.
Penghancur yang paling sederhana dapat berupa bak dari ban bekas dan pemukul.
Tetapi jika es yang dibutuhkan banyak diperlukan mesin penghancur es. Untuk
keperluan usaha berkapasitas besar dapat digunakan es curah (ice maker) sehingga
penyediaan hancuran es lebih terjaga.
Gambar. Mesin Penghancur Es
4.7. Alat Pembeku Freezer
Peralatan lain yang penting untuk pengolahan surimi adalah alat pembeku
surimi. Alat ini berfungsi untuk membekukan surimi sehingga dapat disimpan salam
waktu yang cukup lama. Penggunaan freezer yang banyak dijual dipasaran biasanya
berjalan lambat sehingga surimi beku yang dihasilkan kurang bagus. Alat pembeku
yang baik adalah Contact Plate Freezer yang mampu membekukan surimi sangat
cepat dan Kristal es yang terbentuk dalam produk lebih halus sehingga perubahan
tekstur produk setelah di lelehkan (thawing) tidak banyak berubah.
4.8 Peralatan dan Fasilitas lain.
Peralatan lain yang diperlukan diantaranya adalah timbangan besar dan kecil,
kereta dorong, ember dan keranjang plastic, pisau stainless steel, telenana, fork life,
dan pan pencetak. Yang perlu diingat adalah penggunaan peralatan yang mudah
berkarat perlu dihindari. Peraltan bantu dari plastik atau yang dilapisi tainless steel
sangat dianjurkan.
Peralatan lain yang tidak kalah pentingnya adalah peralatan kerja, dan
perkengkapan keamanan kerja. Perlengakapan tersebut diantaranya sarung tangan,
afron, penutup kepala, masker mulut, pakaian kerja, sepatu karet, peralatan
pembersih, pemadan kebakaran, dan obat-obatan.
5. MUTU SANITASI DAN HIGIENA
5.1 Mutu
Untuk menilai mutu suatu produk, terutama produk makanan, dilakukan
dengan menilai mutu sensoris atau mutu organoleptiknya, kemudian dilakukan
pengujian fisik, kimiawi, dan mikrobiologis. Ketiga cara pengujian mutu terakhir ini
tentu saja memerlukan teknik, peralatan, dan tenaga khusus. Dan tentunya tidak
mudah dan tidak murah. Kebutuhan jenis pengujian dan parameter yang digunkan
akan sangat ditentukan oleh kebutuhan dan jenis produknya. Demikian pula surimi.
Pada dasarnya surimi bukan merupakan produk akhir, tetapi merupakan
produk setengah jadi yang nantinya akan diolah kembali menjadi produk lain untuk
konsumsi manusia. Sifat khas pada surimi yang ingin dimunculkan adalah rasa ikan
dan sifat fungsionalnya dalam membentuk gel. Selain itu, warnanya yang putih bersih
juga diharapkan berperan pada hasil olahannya.
Cara yang lazim digunakan untuk menilai mutu surimi adalah berdasarkan
sifat sensorisnya atau atau organoleptik (kenampakan, warna, bau, kekeringan atau
kebasahan), sifat fisik (uji lipat, kekuatan gel), dan kimiawinya (kendungan protein,
air, dan lemak). Selain itu, sifat mikrobiologis (kandungan bakteri) juga ikut
menetukan sifat mutu surimi. Sifat mutu tersebut erat kaitannya dengan jenis ikan
yang digunakan, tingkat kesegaran ikan, cara pengolahan, cara pembekuan, dan
penyimpanan beku, dan ditentukan pula oleh cara penanganan dan kondisi
distribusinya.
a. Persiapan Sampel dan Pengujian Daya Lipat
Untuk pengujian daya lipat surimi, terlebih dahulu dilakukan preparasi sampel
sebagai berikut. Sampel surimi beku diolah menjadi pasta, caranya dengan mengaduk
sampel surimi dan dicampur dengan 2,5% garam dan 30% air dingin selama sekitar
30 menit. Kemudian pasta yang terbentuk dimasukan kedalam tabung berdiameter
2,5-3,5 cm lalu dipanaskan dalam penangas air (waterbath) atau dikukus pada suhu
40oC selama 20 menit. Pemanasan dilanjutkan pada suhu 90oC selama 20 menit.
Selanjutnya sampel dikeluarkan dari tabung dan diiris tipis (tebal 4-5 mm) untuk
dilakukan uji lipat (folding test).
Selanjutnya, daya lipat diuji dengan cara melipat sampel yang sudah diiris
tipis menjadi 2 lipatan. Kemudian ketika tidak terjadi pecahan pada lipatan tersebut
dilanjutkan dengan melipat kembali menjadi 2 lipatan sehingga menjadi ¼ lipatan.
Apabila lipatan tersebut tidak timbul pecahan maka dipastikan surimi tersebut
memiliki daya lipat yang tinggi.
Table 1. Cara uji dan tingkat mutu daya lipat (folding test)
No. Kondisi sampel saat dilipat Tingkat Mutu
1. - Sampel tidak retak/pecah ketikadilipat 4 (menjadi ¼)
AA
2. - Sampel sedikit retak ketikadilipat 4 (menjadi ¼)
A
3. - Sampel sedikit retak ketikadilipat 2 (menjadi ½)
B
4. - Sampel retak ketika dilipat 2(menjadi ½) tetapi kedua bagianmasih menyatu
C
5. - Sampel patah ketika dilipat 2(menjadi ½)
D
b. Uji Organoleptik
Untuk pengujian organoleptik surimi diperlukan sekelompok panelis terlatih.
Pengujian biasanya dilakukan terhadap kenampakan, warna, bau, dan springiness.
Kenampakan biasanya diuji dengan mengamati tingkat kebersihan dan
kecemerlangan surimi. Sedangkan pengujian warna lazimnya dikaitkan dengan
tingkat putih surimi. Tingkat putih ini dapat diukur dengan menggunakan whitness
meter, yaitu dengan membandingkan sampel terhadap standar yang tingkat putihnya
mempunyai nilai 93%. Derajat putih ini dapat dilakukan terhadap surimi maupun
produk olahannya.
c. Kekuatan gel
Pengujian mutu surimi yang lain yang sering dijadikan pegangan adalah
kemampuan surimi membentuk gel. Dalam hal ini kekuatan gel dinilai secara
objektif, yaitu menggunakan alat seperti Instron, Fudoh Rheometer ataupun
tensimeter. Kekuatan gel dinyatakan dalam g/cm2.
Kemudian, berdasarkan gabungan pengujian mutu tersebut diatas, khususnya
uji lipat dan kekuatan gel, dapat dibuat kelompok surimi yang dapat diolah dari
berbagai jenis ikan.kelompok tersebut adalah:
a. Jenis-jenis ikan penghasil surimi dengan kekuatan membentuk gel yang tinggi (
nilai uji lipat A-AA)
b. Jenis-jenis ikan penghasil surimi dengan kekuatan membentuk gel sedang ( nil;ai
uji lipat B)
c. Jenis-jenis ikan penghasil surimi dengan kekuatan membentuk gel yang rendah
(nilai uji lipat C-D)
Berdasarkan kelompok tersebut, jenis-jenis ikan yang banyak ditemukan di
Indonesia dapat dikelompokan seperti dalam Tabel 2.
Tabel 2. Jenis-jenis ikan dan kelas surimi yang dihasilkan
NoJENIS IKAN RENDEMEN
(%)NAMA LOKAL NAMA LATINKelompok Ikan Penghasil Surimi Kekuatan Gel Tinggi
1 Kakap Lates calcalifer 202 Ikan Merah Lutjanus malabancus d.t.t3 Tigawaja Yohlius dussumien 40,24 Samge Pseudociena amoyensis 245 Gabus laut 276 Daun bambu Chonnemus tol d.t.t7 Kurisi Nemipterus tambuloides d.t.t8 Tambangan Lutjanus johni d.t.t9 Alu-alu Sphyraena genie d.t.t
10 Buntut kerbau Rachycentrum canadus d.t.t
11 Mulut tikus Polynemeus kuru d.t.t12 Pisang-pisang Caesto chrysozonus d.t.t13 Sikuda Lethrinus omatus d.t.t14 Pari Trygon sephen 16.415 Tambakan Helestoma temminokl d.t.t16 Cucut Carcartinus limbatus 29.917 Lele dumbo Clarias gariepinus d.t.t
Kelompok Ikan Penghasil Surimi Kekuatan Gel Sedang1 Bulus-bulus Sillago manuculata d.t.t2 Cunang Congresox talabon 32.4
Kelompok Ikan Penghasil Surimi Kekuatan Gel Rendah1 Beloso Saurida tumbil 49.12 Layaran Istiophorus orientalis 40.73 Selar Selaroides leptoleptis d.t.t4 Bambangan Luijanus sanguenes d.t.t5 Layang Decapterus russeli 17.26 Manyung Arius thalassinus d.t.t7 Layur Trichlurus savala 32.88 Bawal hitam Formioniger d.t.t9 Bawal putih Pampusargentus d.t.t
10 Loncam merah Lethrinus obselolus d.t.t11 Tawes Puntius gonionatus d.t.t12 Nilem Osteochilus basselti d.t.t
Keterangan: d.t.t = tidak diketahui
5.2 Sanitasi dan Higiene
Masalah sanitasi dan higiene dalam industry pengolahan ikan, terutama skla
rumah tangga atau kecil, seringkali diabaikan dan masih jauh dari memuaskan.
Tetapi, untuk mendapatakan produk bermutu tinggi yang higienis, maka masalah
sanitasi dan dan higiena harus mendapatkan prioritas. Beberapa hal dibawah ini perlu
diperhatikan dan dibiasakan dalam memelihara sanitasi dan higiena.
a. Kebiasaan peralatan, ruangangan, dan fasilitas kerja lain hendaknya selalu terjaga
dan terpelihara.
b. Menghindari adanya tempat-tempat yang dapat dijadikan sarang lalat, serangga
lain, dan rodensia.
c. Menghindari adanya tempat-tempat yang sulit dibersihkan dan yang dapat menjadi
tempat akumulasi kotoran. Misalnya dengan membuat setiap sudut dan pojok
melengkung dengan diameter lengkungan 1-2 cm
d. Membatasi kesempatan bagi lalat, serangga lain, dan rodensia untuk masuk
keruang pengolahan, terlebih jika menggunakan ikan sebagai bahan baku bakso.
Misalnya dengan memasang kawat basa pada pintu masuk dan jendela, memasang
jeruji besi atau baja pada seluruh pembuangan air, menutup tempat sampah, dan
sebagainya.
e. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan bahan dan produk harus
mudah diperiksa dan dibersihkan untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi
bacteria. Selain itu, permukaan tersebut halus dan tidak porius sehingga mudah
dibersihkan dan tidak menjadi tempat terakumulasinya kotoran, bakteria, telur
serangga, atau kotoran lain.
f. Peralatan yang digunakan hendaknya dibuat dari bahan yang tidak mudah
bereaksi, tidak mudah aus, aman bagi keseluruhan, mudah dibersihkan, mudah
dirawat, dan senantiasa dalam keadaan bersih.
g. Desain peralatan yang digunakan hendaknya mampu menghindari terjadinya
kontaminasi dari luar, mencegah kontaminasi oleh tanah, abu, bakteria, kutu, dan
sebagainya.
h. Hendaknya menghindari bentuk-bentuk bangunan yang berujung runcing atau
tajam.
i. Membiasakan diri bemerja dengan baik, disiplin, mengikuti prosedur yang berlaku,
dan menghilangkan kebiasaan buruk.
j. Membiasakan diri untuk selalu mencuci peralatan sebelum dan sesudah digunakan,
membersihkan peralatan dan lantai setiap kali proses berhenti karena istirahat atau
proses selesai.
k. Selalu membersihkan ruang, lantai, dan peralatan dengan larutan pembersih
setelah akhir proses, dan membersihkan bangunan menyeluruh secara periodic.
l. Membiasakan diri untuk segera membuang limbah dan sampah ke luar ruang
pengolahan.
m.Membiasakan diri untuk selalu membersihkan diri, memcuci tangan setiap kali
hendak memegang bahan atau produk akhir.
n. Membiasakan diri untuk selalu menggunakan peralatan tertentu untuk proses
tertentu, terutama yang berpeluang saling mengkontaminasi. Misalnya peralatan
untuk menangani ikan segar atau daging segar tidak digunakan untuk produk akhir.
o. Perlu diusahakan selalu menggunakan pakaian kerja yang bersih, menggunakan
penutup kepala, tanpa perhiasaan atau asesoris lain
p. Membiasakan diri untuk tidak makan, minum, merokok, mengunyah permen
disembarang tempat, tidak meludah atau membuang ingus di sembarang tempat,
terlebih diruang pengolahan.
q. Memisahkan atau meliburkan pekerja yang sedang sakit, terlebih bila penyakitnya
menular.
6. HASIL-HASIL RISET PENELITIAN SURIMI
Penelitian tentang surimi yang berasal dari berbagaimacam ikan telah banyak
dilakukan baik oleh peneliti-peneliti asing maupun peneliti-peneliti lokal. Beberapa
penelitian surimi yang dilakukan oleh peneliti Indonesia umumnya mengkaji tentang
bahan tambahan yang digunakan baik untuk kekuatan dalam pembentukan gel
maupun dengan stabilitas surimi yang dihasilkan seperti yang dialkukan oleh
Sahubawa dan Safitri (1997) dengan judul Pengaruh Penggunaan Natrium Hipoklorit
dan Pencucuian Terhadap Stabilitas Daging Lumat Ikan Kembung. Penelitian
yangberbasis pada pencampuran berbagai macam ikan terhadap kualitas surimi pun
telah dilakukan oleh beberapa peneliti Indonesia seperti yang dilakukan oleh Kalma
(2000) dengan judul Karakteristik Surimi Hasil Penyimpanan Beku Campuran
Daging Lumat Beloso,Kurisi, Gulamah, dan Pisang-pisang. Ada juga penelitian yang
sama yang dilakuakan oleh Danajaya (2005) dengan judul Karakteristik Surimi
berbahan Baku Campuran Beloso,Swanggi, Gulamah, dan Kakap Kuniran. Penelitan
yang bertujuan untuk meningakatkan kualitas surimi dengan penambahan
crioprotektan yang bermacam-macam dan konsentrasinya dilaukan oleh Arini (1999)
yang berjudul Pengaruh Penambahan Tepung Tapioka Terhadap Kualitas Surimi
Manyaung. Selengkapnya berkenaan dengan hasil yang diperoleh mengenai beberapa
penelitaina surimi yang ada di Indonesia dapat dilihat pada tabel
Tabel 5. Berbagai macam riset tentang Surimi
No Judul Hasil Peneliti Tahun
1
Karakteristik SurimiHasil PenyimpananBeku Campuran DagingLumat Beloso, Kurisi,Gulamah dan Pisang-pisang
Campuran Beloso 12,5%,Kurisi 37,5%,Gulamah 37,5% dan Pisang-pisang 12,5%yang disimpan sampai minggu ke 7menghasilkan surimi dengan mutu yangsesuai dengan SIN-01-2694-1992, dengannilai kekautan gel 300,16 gr.cm; kadarprotein 0,50%, kadar air 80,58%, dan kadarabu <1%Sedangkan campuran surimi dengankombinasi Beloso 12,5%; Kurisi 12,5%;Gulamah 37,5%, dan Pisang-pisang 37,5%yang disimpan sampai minggu ke 8menghasilkan surimi dengan mutu yangsesuai SIN-01-2694-1992 dengan nilaikekuatan gel 308,90 gr.cm, kadar protein15,00%, kadar lemak 0,42%, kadar air81,98%, dan kadar abu <1%.
Kalma 2005
2
Karakteruistik SurimiBerbahan BakuCampuran Beloso,Swanggi, Gulamah, danKakap Kuniran
Karakteristik surimi campuran memilikikarakter yang sesuai dengan SIN dengan ujiikadar protein sekitar 9,69-12,18%; kadarair berkisar antara 81,04-83,88%; kadarlemak berkisar antara 0,87-2,8%,; dan kadarabu sekitar antara 0,47-0,62%.
YB.JaluDanajaya
2005
3
Pengaruh PenambahanTepung TapiokaTerhadap KualitasSurimi Mayung
Penambahan tepung tapioka sampai 5%meningkatkan elastisitas dan skor warna(P<0,05)
Maria UlfaRifa Arini
2004
4
Substitusi TepungTerigu dengan Surimiuntuk MeningkatkanKadar Protein dan DayaAwet Camilan
Cemila yang disubstitusi dengan surimipenyimpanan selama 5 minggu memilikinilai TBA yang lebih rendah (0,55-3,58 mgmelanoaldehid/kgsampel)
OpiHendayani
2002
5
Pengaruh PenambahanNatrium Clorida (NaCl)dengan NatriumTripolifosfat (NaTPP)Terhadap ElastisitasSurimi Mayung
Penambahan NaCl sebesar 4% dan NaTPPsebesar 0,4 menghasilkan surimi dengankekuatan gel tertinggi sebesar 241,3 Ndannilai uji lipat tertinggi pada kombinasi 4%NaCl dengan 0,2% NaTTP, yaitu 2,4667
RR.Christiana
WahyuKusuma
Handayani
2002
6 Pengaruh Pengunaan Semakin banyak kadar air bahan yang hilangkarena perlaukan bahan pencucian (air es +
Latif 1997
Natrium Hidroklorit(NaOCl) dan PencucianTerhadap StabilitasDaging Lumat IkanKembung (Rastrelligersp)
NaOCl) dengan Pencucian Bertingkat,semakin meningkat derajat keputuihansurimiPerlakukan bahan pencucian air es dengankonsentrasi NaOCl sebesar 2,5 ppmmenghasilkan stabilitas biofisik-kimiasurimi yang baik.
Sahubawa,Neni Fitriani
Safitri
Daftar Pustaka
Kalma.2005. Karakteristik Surimi Hasil Penyimpanan Beku Campuran Daging Lumat Beloso, Kurisi,
Gulamah dan Pisang-pisang. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Hendayani ,Opi.2002. Substitusi Tepung Terigu dengan Surimi untuk Meningkatkan Kadar Protein
dan Daya Awet Camilan Program Studi Teknologi Hasil Perikanan
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Handayani ,RR. Christiana Wahyu Kusuma.2002. Pengaruh Penambahan Natrium Clorida (NaCl)
dengan Natrium Tripolifosfat (NaTPP) Terhadap Elastisitas Surimi Mayung.
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Agnes, M.A.1992 Pembuatan Surimi.dalam Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Pasca
Panen Perikanan.Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan.Jakarta. Hal:250-251
Irianto,B.1990.Teknologi Surimi:Salah Satu Cara Memperoleh Nilai Tambah Ikan-
ikan yang Kurang Dimanfaatkan. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Perikanan. Vol IX No 2:32-37
Dananjaya, YB Jalu.2005. Karakteristik Surimi Berbahan Baku Campuran
Beloso,Swanggi, Gulamah, dan Kakap Kuniran.Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta.
Arini, Maria Ulfa Rifa.2004.Pengaruh Penambahan Tepung Tapioka Terhadap
Kualitas Surimi Mayung. Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Grace, M.R.1967.Cassava Processing. Food and Agricultural Organization of United
Nations.Roma
Clucas, I.J. dan A.R. Warda . 1996.Post Harvest Fisheries Development A Guide to
Handling, Precervation and Quality. NRI.Inggris.443 hal.
Hamm, R. 1971. Interaction Between Phosphates and Meat Proteins. In Symposium:
Phosphates in foods Processing. J.M Demant and P.
Melnychyn.The Avi Publishing Company.Westport.Connecticut.
Hall, G.M dan N.H. Ahmad.1997.Surimi and Fish Mince Product in Fish Processing
Technology.Blackie Academic and Professional.Chapman and
Hall. India
Heruwatai, E.S.,J.T.Martini.,S.Rahayu., dan memen Suherman.1995.Pengaruh jenis
Ikan dan Zat Penambah Terhadap Elastisitas Surimi Ikan Air
Tawar. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.Vol I.No I:89-94.
Ilyas,S.1983.Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid I. Teknik Pendinginan
Ikan.CV Paripurna. Jakarta.
Purnomo,H.,Dedes Amirtaningtyas dan Siswanto.2000.Pembuatan Chicken Nuggets
dengan Konsentrasi Tepung Tapioka dan Lama Pemasakan yang
Berbeda. Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan 10-11
Oktober.Surabaya.hal:514-522.
Peranginangin,R.,S.Wibowo.,Y.N.Easy.1999.Teknologi Pengolahan Surimi. Balai
Penelitian laut. Pustaka Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Jakarta.
Putro, S.1990.Processing of Surimi and Fish Jelly Product.Infofish.Malaysia
Lee, Chong M.1987.Preparation Of Surimi-Based Seafoods Product: Underlying
Principles and Preparation procedurs.Marine advisory
Service.University of Rhode Island.Naragansett.Rhode Island.
Vickie.T., Gunner Finne.,Ranzell Nickelson II and Don Tolody.1993.Determination
of Phosphorous in Shrimp treated With Sodium
Tripolyphosphate.Seafood Technology Section: Animal Science
Department.Collage station.Texas.
Whistler, R .L., Bemiller,.J.N and Paschall E.F.1984.Search: Chemistry and
Processing.Academic press Inc,.Toronto.