Subak Revisi Final

67
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan jaman serta bidang pengetahuan dan teknologi, ketertarikan terhadap panorama di Bali terutama panorama persawahannya memunculkan sebuah ironi di mana menjamurnya pengalihan fungsi persawahan menjadi tempat tinggal dengan alih-alih memanfaatkan view persawahan yang ada. Denpasar, khususnya kelurahan Renon merupakan daerah dengan pertumbuhan pembangunan yang sangat tinggi. Letak kelurahan Renon yang sangat strategis membuat orang tertarik untuk membeli lahan dan membangun tempat tinggal di sana. Jika dibiarkan terus-menerus, hal ini dikhawatirkan akan semakin mengikis subak-subak yang tersisa mengingat luas subak, khususnya subak Renon yang pada tahun 1990 luasnya 400 hektare kini pada tahun 2015 hanya tersisa kurang lebih 92 hektare. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah, sebagai berikut: 1.2.1 Di manakah lokasi dan batas-batas subak Renon serta bagaimana sejarahnya? 1.2.2 Bagaimanakah organisasi dan perangkat subak Renon?

description

Subak Renon, Bali

Transcript of Subak Revisi Final

1

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Seiring perkembangan jaman serta bidang pengetahuan dan teknologi,

ketertarikan terhadap panorama di Bali terutama panorama persawahannya

memunculkan sebuah ironi di mana menjamurnya pengalihan fungsi persawahan

menjadi tempat tinggal dengan alih-alih memanfaatkan view persawahan yang

ada. Denpasar, khususnya kelurahan Renon merupakan daerah dengan

pertumbuhan pembangunan yang sangat tinggi. Letak kelurahan Renon yang

sangat strategis membuat orang tertarik untuk membeli lahan dan membangun

tempat tinggal di sana. Jika dibiarkan terus-menerus, hal ini dikhawatirkan akan

semakin mengikis subak-subak yang tersisa mengingat luas subak, khususnya

subak Renon yang pada tahun 1990 luasnya 400 hektare kini pada tahun 2015

hanya tersisa kurang lebih 92 hektare.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah, sebagai berikut:

1.2.1 Di manakah lokasi dan batas-batas subak Renon serta bagaimana

sejarahnya?

1.2.2 Bagaimanakah organisasi dan perangkat subak Renon?

1.2.3 Bagaimana perkembangan Pura Subak Renon dan elemen-elemennya

serta upacara apa saja yang biasa dilakukan oleh krama subak Renon?

1.2.4 Bagaimana sistem pengairan yang ada pada subak Renon?

1.2.5 Bagaimana perkembangan subak Renon dari tahun 1990 hingga 2015?

1.3 Wawasan dan Manfaat

Adapun manfaat dari observasi ini antara lain menambah kemampuan

dalam membuat sebuah makalah, mengetahui istilah-istilah yang digunakan dalam

subak Renon baik di lingkungan persawahan, Pura Subak, maupun struktur

organisasi pengurus pada subak Renon dan mengetahui lokasi dan batas-batas

subak Renon. Manfaat lainnya adalah mengetahui perkembangan Pura Subak

Renon baik itu elemen-elemen (pelinggih catu) maupun upacara-upacara yang

2

biasa dilakukan oleh krama subak Renon. Selain itu, juga dapat mengetahui

bagaimana sistem pengairan yang ada di subak Renon mulai dari sumber hingga

akhir dari aliran air yang mengairi sistem subak Renon dan tentunya mengetahui

secara umum bagaimana perkembangan subak Renon mulai dari tahun 1990

hingga tahun 2015.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Subak

Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem

pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali.[1] Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, subak berarti sistem pengairan teratur yang

diselenggarakan oleh rakyat di Bali. Subak merupakan lembaga yang bersifat

sosioagraris-religius di mana dalam sistem subak ini ini diatur oleh seorang

pemuka adat, yang biasa disebut pekaseh dan berhak mengurus kepengurusan,

membuat awig-awig, mengatur keuangan serta memberikan sanksi terhadap

anggota subak yang melanggar peraturan. Subak ini biasanya memiliki pura yang

dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para

petani dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri.

Gambar 2.1 SubakSumber: http://kadek-elda.blogspot.co.id/2012/12/subak-sistim-pengairan-

irigasi-di-bali.html

Gambar 2.3 Pelinggih CatuSumber:

http://img2.bisnis.com/bali/posts/2014/07/11/46022/sawah-bali.jpg

Gambar 2.2 Pura SubakSumber:

http://bobo.kidnesia.com/var/gramedia/storage/images/media/images/pura-subah/15944915-1-ind-ID/pura-

subah_reference.jpg

4

[1]sumber dari internet (http://kadek-elda.blogspot.co.id/2012/12/subak-sistim-pengairan-irigasi-di-bali.html)

Dalam pengelolaan irigasi subak, masyarakat Bali mengusung konsep Tri

Hita Karana (THK) yang memiliki hubungan timbal Balik antara Parahyangan

yakni Hubungan yang harmonis antara anggota atau karma subak dengan Tuhan

Yang Maha Esa, Pawongan yaitu hubungan yang harmonis antara anggota

subaknya dimana yang disebut dengan Krama Subak, Palemahan yang merupakan

hubungan yang harmonis antara anggota subak dengan lingkungan atau wilayah

irigasi subaknya. Sistem irigasi subak diatur dalam peraturan daerah Pemda

provinsi Bali No.02/PD/DPRD/l972 tentang irigasi di daerah provinsi Bali.

2.2 Sejarah Subak

Kapan timbulnya sistem subak di Bali untuk pertama kalinya, tidak

diketahui dengan pasti. Sejarah subak dapat dilihat secara tidak langsung dari

prasasti-prasasti yang menggambarkan abad kesembilan. Jadi sudah sekitar seribu

tahun yang lampau. Prasasti sukawana yang dibuat pada tahun 882 masehi

menunjukan bahwa sistem pertanian sawah dan tegalan yang teratur telah ada di

Bali pada tahun 882 masehi. Hal ini terbukti bahwa dalam prasasti itu telah di

sebut kata-kata “Huma” yang berarti sawah dan kata “Parlak” yang berarti

tegalan. Kenyataan ini diperkuat lagi oleh adanya prasasti bebetin yang dibuat

pada tahun tahun 896 masehi. Prasasti ini diantaranya menyebut kata-kata

“Undagi Lancang”(tukang membuat perahu), “Undagi Batu”(tukang mencari

batu) dan “Undagi Pangarung “ (tukang membuat terowongan air). Pada masa itu

sudah ada ukuran pembagian air untuk persawahan yang disebuat “Kilan”

(sekarang di sebut tektekan yeh). Yakni ukuran air untuk persawahan. Kemudian

pada prasasti trunyan yang diciptakan pada tahun 891 masehi, terdapat kata

“Serdanu” yang berarti kepala urusan air dan, dalam hal ini danau batur yang

terdapat di daerah tarunyan (Bangli). Diduga kata “Ser” inilah yang berubah

menjadi “Pekaseh” (pemimpin subak) yang berarti orang yang bertugas megatur

pemanfaatan dan pembagian air irigasi untuk persawahan dalam suatu wilayah

subak.

Dengan telah dikenalnya pembuatan trowongan air pada tahun 896 masehi,

pertanian sawah dan tegalan pada tahun 882 masehi, serta telah pula dikenal suatu

5

ukuran pembagian air untuk sawah-sawah pada masa itu di Bali. Secara faktual,

pada tahun 1071 masehi, di Bali telah dikenal adanya subak. Hal ini tidaklah

berarti subak muncul pertama kali pada tahun tersebut. Tidak tertutup

kemungkinan subak sudah ada jauh sebelumnya, mengingat tahun 882 masehi

sudah ada pembuatan trowongan air untuk kepentingan pertanian. Di dalam

prasasti pandak bandung yang berangka tahun 1071 masehi di jumpai untuk

pertama kalinya kata “Asuwakan” yang sekarang menjadi kata “Kasubakan Atau

Subak”. Juga dalam prasasti klungkung tahun 1072 masehi terdapat kata

“Kasuwakan Rawas” yang artinya “Kasubakan Atau Subak Rawas”. Kata subak

adalah suatu perubahan fonim dari kata “Suwak” mengikuti aturan perubahan

fonim p-b-m-w, sehingga menjadi subak yang artinya suatu pengatur air

persawahan yang baik. Suatu keterangan legendaris mengenai terbentuknya subak

di Bali, ada disebutkan dalam lontar markandya purana. Di dalam lontar itu

disebut bahwa rsi markandya dari gunung raung (Jawa Timur) di iringi oleh 800

orang merabas hutan di pedalaman pulau Bali, lantas membuat sawah dan desa

yang disebuat “Desa Sarwada”. Desa inilah yang sekarang bernama desa Taro di

kecamatan Tegalalang (Gianyar). Sawah-sawah yang dibuat disebuat “Puwakan”

yang letaknya tidak jauh dari desa Taro. Didalam lontar itu disebutkan pula bahwa

rsi markandya membangun desa adat dan subak. Tapi keterangan legendaris ini

nampaknya lebih dari fakta sejarah yang lainnya. Sebab Rsi Markandya dikatakan

adik dari rsi trinawindhu yang hidup pada zaman kerajaan kediri di jawa timur

abad 12-13. Ini berarti Rsi Markandya datang ke Bali sekitar abad 12-13, dimana

di Bali saat itu telah ada subak.

Bali banyak dipengaruhi budaya luar, diantaranya : Sriwijaya (Sumatra)

pada permulaan abad ke 10, lemah tulis (Jawa Timur) sekitar tahun 1172 masehi,

pengaruh budaya Singasari (Jawa Timur) sejak tahun 1343 masehi dan juga

pengaruh budaya Kediri (Jawa Timur) yang dibawa oleh Dang Hyang Nirartha

sekitar tahun 1489 masehi. Berbagai budaya tersebut menyebabkan perubahan

sosial di Bali, lebih-lebih lagi setelah Bali berada dibawah naungan majapahit.

Kitab nagara kerthagama menyebutkan, bahwa Bali sepenuhnya menerapkan tata

cara yang berlaku di majapahit (sekitar tahun 1343) masehi), sistem pengolahan

pertanian di Bali mengalami suatu perkembangan. Sejak masa tersebut di Bali di

6

angkat seorang “Asedahan” yang bertugas mengorganisasikan beberapa subak.

Asedahan yang sekarang disebut “Sedahan”, memperoleh kepercayaan untuk

mengurus pungutan pajak (Upeti Atau Tigasana) pertanian. Pada masa

pemerintahan belanda di Bali, dibentuk “Sedahan Agung” pada setiap

“Landschap” (sekarang disebuat kabupaten). Sedahan agung bertugas untuk

mengorganisasikan seluruh sedahan yang berada di wilayah kabupaten yang

bersangkutan dalam konteks pembinaan subak dan pungutan pajak pertanian.

Pada masa itu ada 2 macam sedahan yaitu : sedahan sawah (dibeberapa daerah

disebuat “Panglurah”) dan sedahart. Tegal yang juga di sebut “Sedahan D”.

Selanjutnya dalam rangka menetapkan besar kecilnya pajak pertanian (yang

dikenal dengan istilah “Tigasana Atau Sawinih”), pemerintah belanda menempuh

langkah –langkah kebijaksanaan :

1. Mengadakan pengklarifikasikan sawah-sawah menurut tingkat

keseburannya.

2. Mengadakan pengukuran luas tanah secara pasti (klassier), yang

untuk pertama kalinya dilakukan pada tahun 1925 di Bali selatan.

Berdasarkan hasil kedua kebijaksanaan itu pemerintah belanda dapat

menetapkan secara lebih tepat besar kecilnya pajak yang harus di bayar oleh

pemilik tanah (pertanian). Selain itu, untuk menjamin kontinuitas persediaan air

irigasi bagi pertanian sawah, pemerintah belanda pada masa penjajahannya juga

telah membuat empangan-empangan air primer (Dam) secara permanen dan dam-

dam sekunder serta tersier yang menggantikan temuku dan empangan-empangan

air yang sering rusak. Sejak masa kemerdekaan republik indonesia hingga

sekarang, pertanian sawah sistem subak di Bali tampak dengan nyata baik secara

kuantitatif maupun kualitatif. Pada tahun 1971 jumlah subak di Bali sebanyak

1.193 subak, hingga tahun 1978 menjadi sebanyak 1.283 subak, dan sampai tahun

1984 jumlah tersebut tetap tidak mengalami perubahan. Perkembangan secara

kualitatif terlihat dalam tubuh subak itu sendiri, diantaranya struktur organisasinya

semakin rapi, peraturan-peraturannya senantiasa menyesuaikan situasi dan kondisi

7

[2]sumber dari internet (http://mylink.heck.in/sejarah-subak-di-bali.xhtml)

menuju kearah peningkatan produksi pertanian, sehingga menjadi wahana yang

baik bagi pemerintah menuju swasembada pangan.[2]

2.3 Keanggotaan Organisasi Subak

Untuk mencapai tujuan seperti yang dikemukakan, maka dibentuklah

organisasi sosial subak yang mengelola sistem irigasi yang tersedia. Berkaitan

dengan sistem sosial subak untuk mengatur penyediaan dan mengalokasikan air

(mengelola air irigasi) atas dasar kesesuaian dengan pola pikir, maka subak

membangun organisasinya sesuai dengan kebutuhan setempat. Susunan organisasi

subak secara garis besar terdiri atas unsur prajuru subak (pimpinan/pengurus) dan

krama subak (anggota). Pada umumnya, subak dikepalai oleh seorang

ketua/kepala yang disebut dengan pekaseh, yang bertugas untuk mengatur segala

urusan pada subak yang menjadi tanggung jawabnya. Pekaseh dibantu oleh

beberapa staf dalam pekerjaannya seperti petajuh (wakil ketua), penyarikan

(sekretaris), patengen (bendahara), saya (pembantu khusus), dan juru arah

(petugas pembawa berita)

Struktur organisasi subak di Bali pada umumnya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4 Struktur Organisasi Subak secara UmumSumber: http://pavat23.blogspot.co.id/2013_05_01_archive.html

8

[3]sumber dari internet (http://pavat23.blogspot.co.id/2013_05_01_archive.html)

Prajuru subak selain saya dan juru arah dipilih oleh krama subak melalui

rapat khusus. Masa jabatan prajuru subak biasanya 5 tahun. Saya dan juru arah

dijabat oleh krama subak secara bergantian dengan masa jabatan 210 hari (6 bulan

kalender Bali).

Krama subak berdasarkan status keanggotaannya dibedakan dalam tiga kelompok

yaitu:

1. Krama pengayah (anggota aktif), disebut juga krama pekaseh atau sekaa

yeh; yaitu anggota subak yang aktif mengikuti kegiatan-kegiatan subak. Kegiatan-

kegiatan subak berupa bergotong royong memelihara dan memperbaiki fasilitas

subak, upacara keagamaan subak, dan rapat subak. Aktif dalam kegiatan-kegiatan

subak disebut dengan ngayah.

2. Krama pengampel/pengoot (anggota pasif) yaitu anggota subak yang

tidak bisa mengikuti kegiatan-kegiatan subak secara aktif (ngayah) karena tidak

memungkinkan untuk ngayah. Anggota pasif biasanya adalah pemilik sawah yang

bertugas sebagai Pegawai Negeri Sipil atau bekerja di kota/luar daerah. Ngayah

dikompensasikan dengan sejumlah beras atau uang sesuai dengan kesepakatan.

3. Krama leluputan (anggota khusus) yaitu anggota subak yang dibebaskan

dari kewajiban-kewajiban subak. Krama leluputan memegang jabatan tertentu

dalam masyarakat sehingga sebagian besar waktunya digunakan untuk melayani

masyarakat. Jabatan tersebut antara lain pemangku (pemimpin upacara agama di

suatu pura), bendesa adat (pemimpin desa adat), perbekel (kepala desa), dan

sulinggih (pendeta, pedanda, Sri Mpu, dan lain-lain).[3]

Seluruh krama subak terikat oleh aturan subak yang disebut awig-awig.

Tugas-tugas prajuru subak, hak dan kewajiban krama subak serta sanksi-sanksi

terhadap pelanggaran-pelanggaran diuraikan dalam awig-awig tersebut.

2.4 Sistem Irigasi Subak

Secara umum subak-subak di Bali mendapat air dari sungai yang bersumber

dari 4 danau besar yang ada di Bali (danau Beratan, danau Buyan, danau

Tamblingan, dan danau Batur). Dari aliran sungai kemudian dialihkan ke

saluran (telabah) atau terowongan dengan membuat

9

[3]sumber dari internet (http://pavat23.blogspot.co.id/2013_05_01_archive.html)

bendungan (empelan). Dahulu empelan dibuat dari timbunan batu kali atau pohon

kelapa. Namun sekarang sebagian besar sudah diganti dengan bendungan tetap

dari batu kali atau beton bertulang. Sumber air yang masuk ke

saluran (telabah) atau terowongan sangat tergatung dari tinggi muka air sungai

(saat musim hujan dan musim kemarau).

Adapun jaringan irigasi subak untuk menyalurkan air dari sungai hingga ke

pembuangan yaitu, sebagai berikut:

Jaringan irigasi yang ada pada sistem subak meliputi (istilah berbeda pada masing-masing tempat) :

1. Saluran (telabah) yang terdiri atas : telabah gede (saluran primer),

telabah pemaron (saluran sekunder), telabah cerik (saluran

tersier), dan talikunda (saluran kwarter/cacing) atau dibeberapa tempat

disebut dengan istilah penasan (untuk sepuluh deret); panca (untuk lima

deret); dan pemijian (untuk satu deret). Telabah (saluran) kadang-kadang

juga berupa aungan  (terowongan), apabila saluran harus menembus

perbukitan. Juga terdapat pengalapan (tempat masuknya air kepetakan

sawah seorang petani) dan pengutangan (saluran pembuangan) untuk

membuang air yang telah dipakai di petak sawah.

2.      Bangunan bagi (temuku), yang biasanya dibuat dari batang kayu atau

pohon kelapa, bahkan sering juga dibuat dari pohon pisang. Bangunan

bagi (temuku), meliputi : temuku aya (bangunan bagi primer), temuku

pemaron (bangunan bagi sekunder) dan temuku cerik (bangunan bagi

tersier).

3.      Bangunan pelengkap. Selain telabah (saluran) dan temuku (bangunan

bagi), masih ada bangunan-bangunan pelengkap pada sistem subak, meliputi

: abaang (talang),  petaku (bangunan terjun),  titi (jembatan), dan lain-lain.

10

Gambar 2.5 Contoh Temuku dengan Bahan Batu KaliSumber: Dokumen Pribadi (Sket Ulang)

11

Gambar 2.7 Contoh TelabahSumber: http://2.bp.blogspot.com/-dIc0fHCt_uY/UF_BaFByJWI/AAAAAAAAAPs/sV90LbWs45Q/s1600/6.JPG

Gambar 2.8 Contoh TalikundaSumber: http://4.bp.blogspot.com/_GmjJM2gjKDw/SMSi2TPsk0I/AAAAAAAAAt0/G-fxeJvH0vo/s400/subak.JPG6.JPG

Gambar 2.6 Contoh Temuku dengan Bahan Kayu KelapaSumber: Dokumen Pribadi (Sket Ulang)

Gambar 2.9 Contoh Petaku (Bangunan Terjun)Sumber: http://3.bp.blogspot.com/-I9sb1NBa6D0/UalsHO0Y9qI/AAAAAAAAADE/lyXkpDVu9Po/s1600/TEMBUKU2.JPG

Gambar 2.10 Contoh Abaang (Talang Air)Sumber: http://3.bp.blogspot.com/-OLjkS0VmM5o/URt0BnnoTHI/AAAAAAAAAS0/euiU5_xN1qY/s1600/saluran+irigasi+pd.sago.png

12

Gambar 2.11 Skema Jaringan Irigasi secara UmumSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 2.10 Contoh Titi (Jembatan)Sumber: http://m.radarbangka.co.id/gambar/berita-irigasi-sawah-rias-tercemar-tailing-21049_a.jpg

13

Gambar 2.12 Skema Penasan secara UmumSumber: Dokumen Pribadi

14

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Lokasi, Batas Wilayah, dan Sejarah Subak Renon

Observasi pada tugas subak ini mengambil objek di subak Renon yang

terletak di kecamatan Denpasar Selatan, kelurahan Renon, Desa Pekraman Renon.

Bisa terlihat di peta lokasi di bawah ini:

15

Batas-batas yang mengelilingi subak renon diantaranya:

• Batas Utara : Sumerta Kelod (dibatasi oleh jalan raya Puputan)

• Batas Timur : Intaran Barat dan Sumerta Timur (dibatasi oleh telabah

loloan)

• Batas Selatan : Sidakarya dan Penyaringan (dibatasi oleh pagar kayu)

• Batas Barat : Sidakarya dan Panjer (dibatasi oleh telabah

Penggawa)

Gambar 3.1 Peta Lokasi Denpasar SelatanSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.2 Peta Lokasi Kelurahan RenonSumber: Dokumen Pribadi

m

16

Gambar 3.3 Batas-batas Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.4 Batas Utara Subak Renon Saat Ini(Jalan Raya Niti Mandala Renon)Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.5 Batas Timur Subak Renon Saat Ini;Subak Renon (sebelah kiri), Subak Intaran (sebelah kanan)Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.6 Batas Barat Subak Renon Saat Ini(Telabah Penggawa)Sumber: Dokumen Pribadi

17

Gambar 3.7 Batas Selatan Subak Renon Saat Ini(Pagar Kayu dan Tanaman)Sumber: Dokumen Pribadi

18

Gambar 3.8 Wilayah Subak Renon Secara UmumSumber: Dokumen Pribadi

19

Penamaan Subak Renon ini sendiri diambil langsung dari nama desa

Pekraman Renon. Untuk sejarah subak Renon tidak dapat dipaparkan dikarenakan

keterbatasan informasi di mana pekaseh subak Renon selaku narasumber juga

tidak mengetahui secara jelas bagaimana sejarah subak Renon bisa terbentuk.

3.2 Struktur Organisasi dan Perangkat Subak Renon

Berkaitan dengan sistem sosial subak untuk mengatur sistem subak,

dibentuklah sebuah kepengurusan subak. Seperti subak pada umumnya, subak

Renon juga memiliki sistem kepengurusannya yang dipimpin oleh seorang

pekaseh dan dibantu oleh beberapa stafnya yaitu penyarikan (sekretaris) dan

patengen (bendahara) yang bertanggung jawab atas pangliman kelian munduk

(ketua munduk) dan juru arah (petugas pembawa berita) serta krama subak

(anggota).

Adapun tugas dari masing-masing pengurus tersebut, yakni:

Pekaseh

1. Memimpin, membina, mengkoordinir prajuru subak di wilayahnya

Gambar 3.9 Struktur Organisasi Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi

20

2. Memimpin krama subak dalam melaksanakan aci-aci,

upacara/upakara, seperti ngwiwit, nandur, pergiliran tanam, dan

lain-lain.

3. Melaporkan mutasi hak atas tanah, serangan hama dan penyakit,

bencana alam dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan

pasubakan

4. Menyelenggarakan administarsi subak

5. Memimpin paruman krama subak

6. Menjaga ketertiban dan kelestarian subak

7. Melakukan kerja sama yang sebaik-baiknya dengan anggota subak

dalam menjalankan fungsi dari subak itu sendiri

Penyarikan (Sekretaris)

1. Melakukan pencatatan segala kegiatan pada organisasi subak

2. Memantu pekaseh dalam kegiatan surat menyurat

Patengen (Bendahara)

1. Memegang keuangan pada subak

2. Menyelenggarakan adminitrasi kegiatan subak

3. Membantu pekaseh dalam melaksanakan kegiatan di pasubakan

Pangliman Kelian Munduk

1. Bertugas sebagai ketua di masing-masing munduk yang ada

Juru Arah

1. Bertugas menyampaikan berita kepada seluruh krama subak

(misalnya jika ada suatu rapat, juru arah yang bertugas

memberitahukan kepada seluruh krama subak)

Menurut narasumber, krama subak yang masih aktif sampai saat ini sudah

sangat jauh berkurang yaitu berjumlah 90 orang yang terdiri dari penggarap sawah

dan tidak termasuk pemilik tanah atau lahan. Hal ini dikarenakan pemilik dari

lahan tersebut tidak turun kesawah dan hanya menyerahkan lahan yang mereka

miliki kepada penggarap dengan system bagi hasil 2:1, 2 untuk penggarap dan 1

untuk pemilik lahan. Sampai saat ini rapat antar krama subak masih tetap

dilakukan namun tidak seintensif dahulu dikarenakan kesibukan lain yang dimiliki

21

oleh masing-masing krama subak. Dalam sekali menanam biasanya dilakukan 2

kali rapat yaitu:

• Sebelum menanam

Biasanya dalam rapat ini membahas kapan mulai menanam, tanaman apa

yang akan ditanam, pembagian pupuk yang akan digunakan, dan

membahas alat yang akan digunakan.

• Pra panen

Membahas tujuan hasil panen kedepannya, dalam hal ini hasil panen

apakah dibawa kelumbung dahulu atau langsung dijual. Biasanya saat ini

krama subak lebih memilih langsung menjualnya karena lebih efisien

dalam waktu dan tenaga serta mencegah kerusakan hasil panen.

Menurut Ibu Desak (petani) selaku narasumber, untuk sekaa-sekaa yang ada

di subak Renon sudah tidak ada. Petani biasanya menyewa tenaga dari orang lain

untuk menanam padi. Selain itu, kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan oleh

sekaa-sekaa, dikerjakan oleh krama subak secara bersama-sama.

3.3 Perkembangan Pura Subak Renon dan Elemen-Elemennya serta Upacara yang

Ada di Subak Renon

Untuk pura subak pada subak Renon terdapat di jalan Tukad Badung 11B

no. 6. Pada awalnya pura subak ini dijadikan satu dengan Pura Bale Agung.

Namun, karena adanya pawisik, krama subak mengusulkan agar Pura Subak

dipindahkan di tengah-tengah subak, di jalan Tukad Badung 11B no. 6.

22

m

Lokasi Pura Subak Renon

Gambar 3.10 Peta Lokasi Pura Subak Renon dalamKawasan Subak Renon

Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.11 Peta Lokasi Pura Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi

PURA SUBAK RENON

23

Gambar 3.12 Peta Lokasi Pura Bale Agung dalamKawasan Subak RenonSumber: Dokumen Pribadim

Lokasi Pura Bale Agung

Gambar 3.13 Peta Lokasi Pura Bale Agung

Sumber: Dokumen Pribadi

24

Pada tahun 2000 dibangun Pura Subak tersebut. Pura ini dibangun karena

mendapatkan suatu pawisik agar dibangun pura subak yang berada di tengah-

tengah dari subak itu sendiri. Sebelum dibangun Pura Subak, terdapat pohon kayu

santen kembar, dimana pohon tersebut menurut warga setempat dihuni oleh

Bhatari Sri. Sebelum dibangunnya pura subak ini, krama subak meletakan

sebagian kecil dari hasil panennya di bawah pohon kayu santen kembar ini.

Karena mendapatkan pawisik, penghuni dari kayu ini diusung dan diletakan di

Pura Subak yang letaknya tidak jauh dari pohon kayu ini. Namun, sekarang pohon

kayu santen kembar ini sudah hilang (mati dengan sendirinya setelah penghuni

pohon dipindahkan).

Untuk pelinggih dari subak yang terdapat di Pura Bale Agung hanya

terdapat satu buah yang terletak di bagian timur. Pelinggih subak ini berstana Ida

Ratu Balang Tamak.

Saat ini menjadi lokasi Pura Subak Renon

Pohon Santen Kembar

Gambar 3.14 Ilustrasi Pohon Santen KembarSumber: Dokumen Pribadi

25

Gambar 3.15 Letak Pelinggih Subak pada Pura Bale AgungSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.16 Tampak Depan Pelinggih Subak pada Pura Bale AgungSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.17 Foto Perspektif Pelinggih Subak pada Pura Bale AgungSumber: Dokumen Pribadi

26

Pada pura subak ini terdapat beberapa bangunan didalamnya. Bangunan ini

memiliki fungsinya masing-masing, yaitu:

s

1. Padmasari

1

235

46

7

Gambar 3.18 Siteplan Pura Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi

27

Di Padma ini berstana Ida Bhatari Sri, yaitu dewi kemakmuran.

Untuk setiap upacara yang ada dilakukan oleh krama subak pasti akan

menghaturkan banten ke Padma ini. Karena banyaknya pembangunan di

wilayah subak renon ini, maka banyak orang yang mengusung bhatari sri

dan di stanakan di Padma sari ini. Dan bangunan yang ada di samping

Padma sari ini merupakan tempat untuk meletakan sesajen pada saat ada

upacara.

2. Jineng

Jineng ini berfungsi sebagai tempat untuk meletakan padi. Pada

jineng di pura subak ini, padi yang akan diletakan di jineng ini diambil

dari hasil panen yang diperoleh krama subak. Masing-masing individu

menghaturkan 2 centong gabah (kurang lebih 2 kg). Jineng ini harus diisi

karena menurut kepercayaan masyarakat padi yang terdapat pada jineng

tersebut yang akan dimakan oleh tikus. Jadi jineng itu harus diisi agar

tikus-tikus tersebut tidak merusak tanaman padi yang dimiliki krama

subak.

Gambar 3.19 PadmasariSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.20 JinengSumber: Dokumen Pribadi

28

3. Pelinggih Ratu Penyarikan

Pada pelinggih ini berstana Dewa Wisnu sebagai Dewa Air.

Pelinggih ini dibuat supaya sawah-sawah warga mendapatkan air yang

mencukupi agar tanaman padi dapat hidup dengan baik.

4. Balai subak dan gudang

Bangunan balai subak dan gudang ini menjadi satu. Pada balai

subak sering dilakukan rapat krama subak. Rapat ini biasanya

Gambar 3.21 Pelinggih PenyarikanSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.22 Balai Subak dan GudangSumber: Dokumen Pribadi

29

dilaksanakan sebelum menanam dan sebelum panen. Sementara gudang

terletak di belakang dari balai subak ini. Gudang ini berfungsi untuk

menyimpan persediaan pupuk dari krama subak, baik yang merupakan

sumbangan dari pemerintah maupun dari krama subak itu sendiri.

5. Bale Kulkul

Bale kulkul yang terdapat di pura subak ini terletak diatas banguna

toko. Bale kulkul ini berfungsi untuk sebagai alat untuk mengumpulkan

krama subak bila akan dilakukan musyawarah. Selain itu kulkul ini juga

dibunyikan pada saat ada upacara di pura subak ini.

6. Toko

Gambar 3.23 Bale Kul-kulSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.24 TokoSumber: Dokumen Pribadi

30

Toko ini menjual pupuk dan alat-alat pertanian. Toko ini dikelola

oleh krama subak itu sendiri.

7. Sumur

Sumur ini dulunya disebut bulakan. Namun setelah dibangun pura

subak ini disebutlah sumur. Sumur dan bulakan ini memiliki fungsi yang

sama yaitu untuk tempat mengambil air. Namun sekarang sumur itu sudah

tidak berfungsi karena sudah tidak terdapat air didalam sumur tersebut.

Gambar 3.25 SumurSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.26 Perspektif Mata Burung Pura Subak Renon

Sumber: Dokumen Pribadi

31

JINENG

PELINGGIH RATU

PENYARIKANBALE KUL-KUL

PADMA

BALAI SUBAK DAN GUDANG

TOKO

ISOMETRI DENAH PURA SUBAK

32

Untuk Pelinggih Catu, menurut pekaseh subak Renon saat ini pada subak

Renon hanya terdapat tiga Pelinggih Catu yang terletak di munduk Uma Suwung,

munduk Muntig, dan munduk Pasek (munduk di dekat Pura Subak) yang memang

merupakan munduk yang masih cukup aktif sampe saat ini. Pelinggih Catu ini ada

yang terbuat dari bambu dan ada yang terbuat dari batu dan beton.

Gambar 3.27 Pelinggih Catu Munduk MuntigSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.28 Pelinggih Catu Munduk Uma SuwungSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.29 Pelinggih Catu Munduk PasekSumber: Dokumen Pribadi

33

Pada munduk-munduk yang tidak memiliki Pelinggih Catu, biasanya

petani menghaturkan canangsari pada bagian tertentu di pematang sawah seperti

yang ada di Munduk Uma Bya ini.

Pada subak Renon ini juga terdapat upacara dalam sistem subaknya. Adapun

upacara-upacara yang dilaksanakan pada subak renon adalah :

1. Upacara mendak toya/tirta

Upacara ini dilakukan oleh seluruh anggota subak. Namun tempatnya

berbeda-beda. Untuk kelian subak (pekaseh) Renon, upacara ini

dilaksanakan di bendungan Oongan. Kemudian tirta yang telah ‘dipendak’

kemudian dibawa ke pura subak. Selanjutnya tirta tersebut diberikan

kepada kelian munduk masing-masing dan diletakan di pelinggih munduk.

Dan anggota dari masing-masing munduk tersebut mendak tirta d pura

munduk untuk kemudian di bawa ke petak sawah masing-masing. Tirta

tersebut digunkan untuk ‘nyiratin’ di petak sawah masing-masing.

2. Bebulihan

Upacara ini dilaksanakan sebelum proses pembenihan. Bertujuan agar

benih-benih padi nantinya tumbuh dengan baik. Upacara ini menggunakan

sarana kwangen dan canang.

Gambar 3.30 Tempat Petani Menghaturkan Canang di Munduk Uma Bya

Sumber: Dokumen Pribadi

34

3. Nandur/ Mamula

Nandur merupakan upacara yang dilakukan pada saat penanaman padi.

Sarana yang digunakan adalah banten cau, sodan satu tanding, sodan

pasucian, dan nanceb don kayu sugih

4. Upacara setelah padi berumur 12 hari

Upacara yang dilakukan pada saat padi berumur 12 hari. Upacara unu

menggunakan sarana pasucian, geguat sucian, dan banten satu tamas kecil.

5. Ngiseh/ Biyukukung

Upacara ini dilakukan pada saat padi mulai hamil.

6. Upacara pada saat padi menguning

Upacara-upacara yang dilakukan tersebut merupakan upacara yang biasanya

dilaksanakan pada masa sekarang. Namun pada jaman dahulu ada upacara pada

saat menaikan padi ke jineng (klumpu) dan upacara pada saat menurunkan padi

dari jineng tersebut. Banten yang digunakan adalah pengayaban alit. Upacara ini

lama kelamaan menghilang karena pada jaman sekarang padi yang telah selesai

dipanen tidaklah dibawa dan ditaruh pada jineng melainkan langsung dijual. Dan

para petani tidak membawa hasil berupa padi ke rumah melainkan sudah dalam

bentuk uang. Hal tersebut membuat upacara ini lama kelamaan menghilang dan

fungsi jineng atau klmpu menjadi berkurang. Hal ini pula yang mungkin membuat

jineng atau klumpu tersebut kehilagan eksistensinya dan jarang dimiliki oleh

rumah-rumah pada jaman sekarang.

3.4 Sistem Pengairan pada Subak Renon

Sistem irigasi merupakan inti dari adanya sistem Subak di Bali. Tanpa

adanya system pengairan ini, sawah-sawah yang terdapat dikota Denpasar tidak

akan berfungsi maksimal sehingga kemungkinan program pemerintah tentang

swasembada beras tidak akan berjalan karena hilangnya fungsi subak tadi. Untuk

sistem pengairan subak yang ada di Denpasar khususnya subak Denpasar Selatan,

semua sumber airnya berasal dari Danau Batur yang kemudian diteruskan ke

Subak Renon dengan rincian sebagai berikut:

35

Dalam sungai Oongan, terdapat sistem air yang khusus digunakan untuk

mengairi subak yang terdapat di Denpasar Selatan. Sistem air tersebut diatur oleh

bendungan besar yang terdapat di Jalan Noja Saraswati, Denpasar Timur.

Gambar 3.31 Skema Aliran Air Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.32 Skema Aliran Air Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi

36

Ini merupakan bendungan Oongan:

Setelah melewati bendungan pertama, terdapat bendungan lagi yang

membagi sungai Oongan menjadi 2 yaitu sungai Oongan 1 dan Sungai Oongan 2.

Bendungan ini terdapat di Jalan Turi, Denpasar Selatan.

Gambar 3.34 DAM OonganSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.33 Lokasi DAM OonganSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.35 Lokasi Be ndungan Oongan 1 dan Oongan 2Sumber: Dokumen Pribadi

37

Ini merupakan bendungan tersebut:

Setelah melewati beberapa aliran dan dipecah, di mana menurut pekaseh subak

Renon, tempat pemecahan atau biasa disebut temuku yang membagi sungai

Oongan 1 menjadi 3 telabah ini berada di bawah Jalan yang tidak diketahui

lokasinya sehingga subak Renon akhirnya dialiri oleh 3 telabah sekunder yaitu:

1. Telabah Loloan

2. Telabah Ngenjung

3. Telabah Penggawa

Gambar 3.36 Bendungan Oongan 1 dan 2Sumber: Dokumen Pribadi

38

Gambar 3.37 Tiga Telabah Sekunder pada Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.38 Telabah LoloanSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.39 Telabah NgenjungSumber: Dokumen Pribadi

39

Setelah dari ketiga telabah tersebut, aliran air langsung dialirkan ke

talikunda (saluran cacing) yang dialirkan langsung ke petak sawah tanpa melewati

temuku karena berdasarkan informasi yang didapat dari pekaseh subak Renon, di

subak renon ini sudah tidak ada temuku lagi terkecuali temuku yang terletak di

Jalan Tukad Yeh Aya IX yang membagi air dari telabah Ngenjung ke daerah

munduk yang terletak di sekitar Pura Subak Renon di jalan Tukad Badung XIB

No. 6.

Gambar 3.40 Telabah PenggawaSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.41 Temuku di Telabah NgenjungSumber: Dokumen Pribadi

40

Menurut pekaseh subak Renon yang menjadi narasumber, untuk jaringan

sistem pengairan pada subak Renon ini tidak terlalu berubah dibandingkan dulu,

hanya saja ada pembaruan di beberapa aliran telabah dengan melapisi

bantarannya dengan batu kali dan semen.

Gambar 3.42 Talikunda di Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.44 Bantaran telabah yang Dimodernisasi

Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.43 Pengalapan di Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi

41

Sekarang aliran-aliran telabah yang mengalir di subak Renon ini sudah banyak

dipenuhi sampah-sampah rumah tangga sehingga airnya pun menjadi kurang

bersih dan tidak enak untuk dipandang. Selain itu, sekarang juga semakin susah

mendapatkan air untuk pengairan subak ini. Ditambah lagi pada saat musim

kemarau. Untuk menanggulanginya, digunakanlah sistem gegadon atau pergiliran

air dengan subak lain di sekitarnya sembari menanam palawija ketika tidak

menanam padi. Subak Renon ini mendapat giliran air setiap tahun genap yang

mulai pada bulan pertama. Namun, petani biasanya mulai menanam pada bulan

Desember dikarenakan pada bulan tersebut sudah mulai hujan. Aliran air

diberikan kepada subak Renon setiap 5 hari dalam satu minggu (senin hingga

jumat).

Setelah melewati subak Renon, ketiga telabah ini lalu mengalir menuju

muara yang terletak di pinggiran pantai Mertasari. Telabah Loloan dan telabah

Ngenjung berakhir di Timur dari muara telabah Loloan dan telabah Ngenjung di

mana tidak ada akses untuk mencapai muara dari telabah Penggawa ini.

Gambar 3.45 Lokasi Muara Sungai yang

42

Berikut ini merupakan foto muara telabah Loloan dan telabah Ngenjung

Berikut ini merupakan jalur muara telabah Penggawa. Tidak ada akses menuju muara telabah ini sehingga yang kami foto ialah jalur menuju muaranya

Gambar 3.45 Lokasi Muara Sungai yang

Gambar 3.46 Muara Telabah Loloan dan Telabah Ngenjung

Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.47 Jalur Muara Telabah Penggawa

43

3.5 Perkembangan Subak Renon dari Tahun 1990 hingga 2015

Pada tahun 1990, luas subak Renon mencapai 400 hektar. Menurut pekaseh

subak Renon, pada saat itu Renon masih sangat hijau. Sawah-sawah masih

mengelilingi daerah ini. Jumlah pembangunan masih sedikit, hanya ada

pembukaan lahan berupa jalan Tukad Yeh Aya IX. Kemudian, sejak saat itu

(dibangunnya jalan Tukad Yeh Aya IX) pembangunan bangunan perumahan

mulai meningkat di bagian utara Renon. Pada tahun 2000, jumlah ini terus

meningkat dengan adanya pembukaan jalan kecil di beberapa tempat di bagian

selatan Renon. Tidak hanya bangunan perumahan, bangunan-bangunan dengan

fungsi perdagangan pun juga banyak dibangun mulai dari toko, minimarket,

bengkel, dan sebagainya. Menurut pekaseh¸ puncaknya ada pada tahun 2011,

banyak petani yang menjual tanahnya untuk dijadikan perumahan. Hal ini

dikarenakan mahalnya pajak sawah yang mencapai 25 juta perhektarnya.

Pembangunan pun menjadi semakin banyak dari bagian utara hingga selatan

Renon berupa bangunan-bangunan perumahan seperti BTN yang berdampak pada

berkurangnya lahan subak Renon yang kini pada tahun 2015 tersisa kurang lebih

92 hektar. Hal ini dikhawatirkan akan terus berlanjut dan berdampak pada

punahnya subak Renon. Berikut adalah peta kronologi perkembangan tata ruang

subak Renon dari tahun 1990 hingga 2015:

Gambar 3.47 Jalur Muara Telabah Penggawa

44

45

Pembangunan pada wilayah Renon dipengaruhi oleh 3 hal utama yaitu:

1. Pembukaan Lahan

Pembukaan lahan ini dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1990,

dikarenakan wilayah Renon sendiri yang merupakan pusat kota sekaligus pusat

pemerintahan yang ada di wilayah Denpasar sehingga lahan hijau yang sudah ada

sejak dulu bebas untuk dibangun. Pada awalnya pembangunan di sekitar wilayah

Renon hanya terpusat di daerah sekitar:

• Lapangan Niti Mandala Renon

• Jalan Raya Puputan

• Jalan Moh. Yamin

• Jalan Tukad Yeh Aya

• Jalan Tukad Balian

Jl. Tukad Balian

Jl. Tukad Yeh Aya IX

Jl. Tukad BadungJl. Tukad Sungi

Jl. Tukad Citarum

Jl. Tukad Yeh Aya

Gambar 3.48 Peta Kronologi Perkembangan Subak Renon (1990-2015)Sumber: Dokumen Pribadi

46

Namun pembangunannya saat itu masih sedikit. Pembukaan lahan hijau ini

dilakukan dengan cara membuat akses baru dan mengavling tanah yang berada

disekitar akses tersebut. Pembangunan awalnya berkembang di daerah disekitar

jalan Tukad Balian yang kemudian berkembang kearah barat dengan dibukanya

akses yang diawali dengan pembukaan Jalan Tukad Yeh Aya IX, Jalan Tukad

Sungi, Jalan Tukad Badung dan Jalan Citarum. Pembangunan diawali dengan

membangun di sebelah utara dari masing-masing akses dan terus berlanjut menuju

arah selatan.

2. Pajak

Pajak lahan yang tinggi serta peminat akan wilayah Renon yang tak

terbendung menyebabkan lahan Subak Renon terus terkikis sampai saat ini.

Menurut Pekaseh Subak Renon, pajak yang harus dibayar per tahun saat ini

adalah 25 juta per hektarnya sehingga sangat sedikit petani yang ingin

mempertahankan lahan sawah miliknya ditambah produktivitas lahan sawah yang

Gambar 3.49 Skema Awal Perkembangan Pembangunan di Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi

Gambar 3.50 Alih Fungsi Lahan sebagai Jalan di Munduk Uma SuwungSumber: Dokumen Pribadi

47

tidak seperti dulu sehingga tidak dapat menutupi pajak yang harus ditanggung

tersebut.

3. Peraturan Daerah

Tidak tegasnya pemerintah terhadap peraturan daerah serta kurangnya

pengawasan tentang pembangunan dijalur hijau membuat lahan hijau dikota

Denpasar Khususnya wilayah Renon semakin terancam, hal ini membuat petani

yang memiliki lahan bebas untuk menjual lahannya sendiri dikarenakan pajak

yang mahal tadi. Namun menurut pekaseh, pemerintah sudah mengeluarkan

wacana untuk tetap mempertahankan jalur hijau yang belum terkena pengaruh

pembangunan seperti wilayah subak renon yang terdapat di bagian timur.

Kedua hal tersebutlah yang membuat keberadaan Subak Renon semakin terancam

sehingga berdampak pada hal-hal berikut:

1. Luas Lahan

Sebelum adanya pembukaan lahan yang dilakukan pemerintah pada tahun

1990 luas lahan subak Renon mencapai 400 hektar, namun saat ini hanya

menyisakan 92 hektar. Luas lahan tersebut sebagian tersebar dan terpecah-pecah

akibat pembangunan yang tidak merata, dan sebagian masih menyatu yaitu di

bagian timur subak Renon yang terdapat dijalan Tukad Balian. Lahan yang sempit

ini juga menyebabkan munduk yang terdapat di subak Renon semakin berkurang,

yang awalnya terdapat 9 munduk kini hanya tersisa 3 munduk yang aktif yaitu:

• Munduk Uma Suwung

• Munduk Muntig, dan Munduk Pasek

48

2. Produktifitas Lahan

Akibat dari adanya pembangunan yang tidak terkendali berdampak juga

terhadap produktifitas lahan persawahan Subak Renon, karena adanya bangunan

tentu saja membuat tanah tercemar dan membuat jalur air yang mengairi subak

menjadi terhalangi bahkan tersubat yang membuat tanah subak renon menjadi

lebih cepat kering. Hal ini sangat disayangkan, padahal menurut Pekaseh subak

Renon memiliki tanah yang sangat produktif dibandingkan subak lain yang ada di

Denpasar. Dikatakan produktif karena melihat perbandingan hasil lahan subak

Renon dengan subak lainnya dalam sekali panen perhektar yaitu bisa mencapai

4:1.

Gambar 3.51 Topografi Subak Renon Tahun 2015Sumber: Dokumen Pribadi

49

BAB V

PENUTUP5.1 Kesimpulan

Observasi ini membuat tim observasi mendapatkan dan mengetahui istilah-

istilah yang digunakan dalam subak Renon yang digunakan di lingkungan

persawahan, Pura Subak, maupun struktur organisasi pengurus pada subak Renon

dan mengetahui lokasi dan batas-batas subak Renon. Selain itu, manfaat yang

didapatkan adalah mengetahui perkembangan Pura Subak Renon baik itu elemen-

elemen (pelinggih catu) maupun upacara-upacara yang biasa dilakukan oleh

krama subak Renon. Selain itu, juga dapat mengetahui bagaimana sistem

pengairan yang ada di subak Renon mulai dari sumber hingga akhir dari aliran air

yang mengairi sistem subak Renon dan tentunya mengetahui secara umum

bagaimana perkembangan subak Renon mulai dari tahun 1990 hingga tahun 2015.

Hal lain yang didapatkan tim observasi adalah adanya fleksibilitas ruang di subak

Renon yang ditunjukan dari segi spiritual dan perkembangan. Dari segi spiritual

fleksibilitas tersebut diperlihatkan oleh adanya perkembangan pada Pura Subak

Renon yang berpindah dari yang awalnya menjadi satu dengan Pura Bale Agung,

kini dibangun di jalan Tukad Badung 11 B no. 6. Kemudian, fleksibilitas ruang

lainnya adalah pada saat orang akan bertani tidak perlu jauh untuk bersembahyang

ke Pura Subak, cukup bersembahyang pada Pelinggih Catu ataupun di spot-spot

tertentu di pematang sawah untuk menaruh canangsari. Adapun fleksibilitas ruang

pada perkembangan subaknya adalah adanya alihfungsi lahan subak yang

50

merupakan ikon dan ciri khas sistem irigasi persawahan di Bali menjadi

perumahan-perumahan yang dibangun dengan alasan view persawahan yang ada

dengan menghilangkan Pelinggih Catu apabila petak sawah telah habis dibangun.

Berdasarkan hal di atas, fleksibilitas ruang pun menjadi memiliki dampak positif

dan negatif.

DAFTAR PUSTAKA

Primadistya, Kadek Elga. 2012. SUBAK, SISTEM (IRIGASI) DI BALI.

http://kadek-elda.blogspot.co.id/2012/12/subak-sistim-pengairan-irigasi-

di-bali.html (diakses: 25 Oktober 2015 pukul 20.31)

__________. 2013. Sejarah Subak di Bali. http://mylink.heck.in/sejarah-subak-di-

bali.xhtml (diakses: 25 Oktober 2015 pukul 21.46)

Antara, Catur Widhi. 2013. Subak, Kebersamaan dalam Ketahanan Pangan.

http://pavat23.blogspot.co.id/2013_05_01_archive.html (diakses: 26

Oktober 2015 pukul 21.00)

51

DAFTAR INFORMAN Metodologi Penelitian

Dalam mendalami materi mengenai subak, terutama pada subak Renon

kami melakukan observasi dengan metodologi wawancara kepada pekaseh

(pemimpin organisasi subak) dan observasi lapangan dengan mendokumentasikan

beberapa foto sistem subak Renon.

Informan, Waktu dan Tempat Wawancara

Adapun informan, waktu, dan tempat observasi yang kami lakukan, yakni :

1. Narasumber : I Made Pagiartha, 45 tahun (pekaseh) subak Renon, Ibu

Desak, 55 tahun (petani) dan Bapak I Wayan Pasgun, 56

Tahun (penduduk renon)

2. Tempat : 1) Rumah pekaseh subak Renon I Made Pagiartha, jalan

Tukad Balian, Gang 41 No. 1, Renon, Denpasar Selatan

2) Pura subak Renon, jalan Tukad Badung 11B No. 6,

Renon, Denpasar Selatan

3) Rumah Bapak I Wayan Pasgun, Jalan Tukad Badung

3. Waktu : Rumah pekaseh (21 Oktober 2015 dan 29 Oktober 2015),

Pura Subak (6 November 2015)

52

Pekaseh Subak Renon(Narasumber 1)

Ibu Desak(Narasumber 2)

Bapak I Wayan Pasgun(Narasumber 3)