1
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Seiring perkembangan jaman serta bidang pengetahuan dan teknologi,
ketertarikan terhadap panorama di Bali terutama panorama persawahannya
memunculkan sebuah ironi di mana menjamurnya pengalihan fungsi persawahan
menjadi tempat tinggal dengan alih-alih memanfaatkan view persawahan yang
ada. Denpasar, khususnya kelurahan Renon merupakan daerah dengan
pertumbuhan pembangunan yang sangat tinggi. Letak kelurahan Renon yang
sangat strategis membuat orang tertarik untuk membeli lahan dan membangun
tempat tinggal di sana. Jika dibiarkan terus-menerus, hal ini dikhawatirkan akan
semakin mengikis subak-subak yang tersisa mengingat luas subak, khususnya
subak Renon yang pada tahun 1990 luasnya 400 hektare kini pada tahun 2015
hanya tersisa kurang lebih 92 hektare.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah, sebagai berikut:
1.2.1 Di manakah lokasi dan batas-batas subak Renon serta bagaimana
sejarahnya?
1.2.2 Bagaimanakah organisasi dan perangkat subak Renon?
1.2.3 Bagaimana perkembangan Pura Subak Renon dan elemen-elemennya
serta upacara apa saja yang biasa dilakukan oleh krama subak Renon?
1.2.4 Bagaimana sistem pengairan yang ada pada subak Renon?
1.2.5 Bagaimana perkembangan subak Renon dari tahun 1990 hingga 2015?
1.3 Wawasan dan Manfaat
Adapun manfaat dari observasi ini antara lain menambah kemampuan
dalam membuat sebuah makalah, mengetahui istilah-istilah yang digunakan dalam
subak Renon baik di lingkungan persawahan, Pura Subak, maupun struktur
organisasi pengurus pada subak Renon dan mengetahui lokasi dan batas-batas
subak Renon. Manfaat lainnya adalah mengetahui perkembangan Pura Subak
Renon baik itu elemen-elemen (pelinggih catu) maupun upacara-upacara yang
2
biasa dilakukan oleh krama subak Renon. Selain itu, juga dapat mengetahui
bagaimana sistem pengairan yang ada di subak Renon mulai dari sumber hingga
akhir dari aliran air yang mengairi sistem subak Renon dan tentunya mengetahui
secara umum bagaimana perkembangan subak Renon mulai dari tahun 1990
hingga tahun 2015.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Subak
Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem
pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali.[1] Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, subak berarti sistem pengairan teratur yang
diselenggarakan oleh rakyat di Bali. Subak merupakan lembaga yang bersifat
sosioagraris-religius di mana dalam sistem subak ini ini diatur oleh seorang
pemuka adat, yang biasa disebut pekaseh dan berhak mengurus kepengurusan,
membuat awig-awig, mengatur keuangan serta memberikan sanksi terhadap
anggota subak yang melanggar peraturan. Subak ini biasanya memiliki pura yang
dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para
petani dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri.
Gambar 2.1 SubakSumber: http://kadek-elda.blogspot.co.id/2012/12/subak-sistim-pengairan-
irigasi-di-bali.html
Gambar 2.3 Pelinggih CatuSumber:
http://img2.bisnis.com/bali/posts/2014/07/11/46022/sawah-bali.jpg
Gambar 2.2 Pura SubakSumber:
http://bobo.kidnesia.com/var/gramedia/storage/images/media/images/pura-subah/15944915-1-ind-ID/pura-
subah_reference.jpg
4
[1]sumber dari internet (http://kadek-elda.blogspot.co.id/2012/12/subak-sistim-pengairan-irigasi-di-bali.html)
Dalam pengelolaan irigasi subak, masyarakat Bali mengusung konsep Tri
Hita Karana (THK) yang memiliki hubungan timbal Balik antara Parahyangan
yakni Hubungan yang harmonis antara anggota atau karma subak dengan Tuhan
Yang Maha Esa, Pawongan yaitu hubungan yang harmonis antara anggota
subaknya dimana yang disebut dengan Krama Subak, Palemahan yang merupakan
hubungan yang harmonis antara anggota subak dengan lingkungan atau wilayah
irigasi subaknya. Sistem irigasi subak diatur dalam peraturan daerah Pemda
provinsi Bali No.02/PD/DPRD/l972 tentang irigasi di daerah provinsi Bali.
2.2 Sejarah Subak
Kapan timbulnya sistem subak di Bali untuk pertama kalinya, tidak
diketahui dengan pasti. Sejarah subak dapat dilihat secara tidak langsung dari
prasasti-prasasti yang menggambarkan abad kesembilan. Jadi sudah sekitar seribu
tahun yang lampau. Prasasti sukawana yang dibuat pada tahun 882 masehi
menunjukan bahwa sistem pertanian sawah dan tegalan yang teratur telah ada di
Bali pada tahun 882 masehi. Hal ini terbukti bahwa dalam prasasti itu telah di
sebut kata-kata “Huma” yang berarti sawah dan kata “Parlak” yang berarti
tegalan. Kenyataan ini diperkuat lagi oleh adanya prasasti bebetin yang dibuat
pada tahun tahun 896 masehi. Prasasti ini diantaranya menyebut kata-kata
“Undagi Lancang”(tukang membuat perahu), “Undagi Batu”(tukang mencari
batu) dan “Undagi Pangarung “ (tukang membuat terowongan air). Pada masa itu
sudah ada ukuran pembagian air untuk persawahan yang disebuat “Kilan”
(sekarang di sebut tektekan yeh). Yakni ukuran air untuk persawahan. Kemudian
pada prasasti trunyan yang diciptakan pada tahun 891 masehi, terdapat kata
“Serdanu” yang berarti kepala urusan air dan, dalam hal ini danau batur yang
terdapat di daerah tarunyan (Bangli). Diduga kata “Ser” inilah yang berubah
menjadi “Pekaseh” (pemimpin subak) yang berarti orang yang bertugas megatur
pemanfaatan dan pembagian air irigasi untuk persawahan dalam suatu wilayah
subak.
Dengan telah dikenalnya pembuatan trowongan air pada tahun 896 masehi,
pertanian sawah dan tegalan pada tahun 882 masehi, serta telah pula dikenal suatu
5
ukuran pembagian air untuk sawah-sawah pada masa itu di Bali. Secara faktual,
pada tahun 1071 masehi, di Bali telah dikenal adanya subak. Hal ini tidaklah
berarti subak muncul pertama kali pada tahun tersebut. Tidak tertutup
kemungkinan subak sudah ada jauh sebelumnya, mengingat tahun 882 masehi
sudah ada pembuatan trowongan air untuk kepentingan pertanian. Di dalam
prasasti pandak bandung yang berangka tahun 1071 masehi di jumpai untuk
pertama kalinya kata “Asuwakan” yang sekarang menjadi kata “Kasubakan Atau
Subak”. Juga dalam prasasti klungkung tahun 1072 masehi terdapat kata
“Kasuwakan Rawas” yang artinya “Kasubakan Atau Subak Rawas”. Kata subak
adalah suatu perubahan fonim dari kata “Suwak” mengikuti aturan perubahan
fonim p-b-m-w, sehingga menjadi subak yang artinya suatu pengatur air
persawahan yang baik. Suatu keterangan legendaris mengenai terbentuknya subak
di Bali, ada disebutkan dalam lontar markandya purana. Di dalam lontar itu
disebut bahwa rsi markandya dari gunung raung (Jawa Timur) di iringi oleh 800
orang merabas hutan di pedalaman pulau Bali, lantas membuat sawah dan desa
yang disebuat “Desa Sarwada”. Desa inilah yang sekarang bernama desa Taro di
kecamatan Tegalalang (Gianyar). Sawah-sawah yang dibuat disebuat “Puwakan”
yang letaknya tidak jauh dari desa Taro. Didalam lontar itu disebutkan pula bahwa
rsi markandya membangun desa adat dan subak. Tapi keterangan legendaris ini
nampaknya lebih dari fakta sejarah yang lainnya. Sebab Rsi Markandya dikatakan
adik dari rsi trinawindhu yang hidup pada zaman kerajaan kediri di jawa timur
abad 12-13. Ini berarti Rsi Markandya datang ke Bali sekitar abad 12-13, dimana
di Bali saat itu telah ada subak.
Bali banyak dipengaruhi budaya luar, diantaranya : Sriwijaya (Sumatra)
pada permulaan abad ke 10, lemah tulis (Jawa Timur) sekitar tahun 1172 masehi,
pengaruh budaya Singasari (Jawa Timur) sejak tahun 1343 masehi dan juga
pengaruh budaya Kediri (Jawa Timur) yang dibawa oleh Dang Hyang Nirartha
sekitar tahun 1489 masehi. Berbagai budaya tersebut menyebabkan perubahan
sosial di Bali, lebih-lebih lagi setelah Bali berada dibawah naungan majapahit.
Kitab nagara kerthagama menyebutkan, bahwa Bali sepenuhnya menerapkan tata
cara yang berlaku di majapahit (sekitar tahun 1343) masehi), sistem pengolahan
pertanian di Bali mengalami suatu perkembangan. Sejak masa tersebut di Bali di
6
angkat seorang “Asedahan” yang bertugas mengorganisasikan beberapa subak.
Asedahan yang sekarang disebut “Sedahan”, memperoleh kepercayaan untuk
mengurus pungutan pajak (Upeti Atau Tigasana) pertanian. Pada masa
pemerintahan belanda di Bali, dibentuk “Sedahan Agung” pada setiap
“Landschap” (sekarang disebuat kabupaten). Sedahan agung bertugas untuk
mengorganisasikan seluruh sedahan yang berada di wilayah kabupaten yang
bersangkutan dalam konteks pembinaan subak dan pungutan pajak pertanian.
Pada masa itu ada 2 macam sedahan yaitu : sedahan sawah (dibeberapa daerah
disebuat “Panglurah”) dan sedahart. Tegal yang juga di sebut “Sedahan D”.
Selanjutnya dalam rangka menetapkan besar kecilnya pajak pertanian (yang
dikenal dengan istilah “Tigasana Atau Sawinih”), pemerintah belanda menempuh
langkah –langkah kebijaksanaan :
1. Mengadakan pengklarifikasikan sawah-sawah menurut tingkat
keseburannya.
2. Mengadakan pengukuran luas tanah secara pasti (klassier), yang
untuk pertama kalinya dilakukan pada tahun 1925 di Bali selatan.
Berdasarkan hasil kedua kebijaksanaan itu pemerintah belanda dapat
menetapkan secara lebih tepat besar kecilnya pajak yang harus di bayar oleh
pemilik tanah (pertanian). Selain itu, untuk menjamin kontinuitas persediaan air
irigasi bagi pertanian sawah, pemerintah belanda pada masa penjajahannya juga
telah membuat empangan-empangan air primer (Dam) secara permanen dan dam-
dam sekunder serta tersier yang menggantikan temuku dan empangan-empangan
air yang sering rusak. Sejak masa kemerdekaan republik indonesia hingga
sekarang, pertanian sawah sistem subak di Bali tampak dengan nyata baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Pada tahun 1971 jumlah subak di Bali sebanyak
1.193 subak, hingga tahun 1978 menjadi sebanyak 1.283 subak, dan sampai tahun
1984 jumlah tersebut tetap tidak mengalami perubahan. Perkembangan secara
kualitatif terlihat dalam tubuh subak itu sendiri, diantaranya struktur organisasinya
semakin rapi, peraturan-peraturannya senantiasa menyesuaikan situasi dan kondisi
7
[2]sumber dari internet (http://mylink.heck.in/sejarah-subak-di-bali.xhtml)
menuju kearah peningkatan produksi pertanian, sehingga menjadi wahana yang
baik bagi pemerintah menuju swasembada pangan.[2]
2.3 Keanggotaan Organisasi Subak
Untuk mencapai tujuan seperti yang dikemukakan, maka dibentuklah
organisasi sosial subak yang mengelola sistem irigasi yang tersedia. Berkaitan
dengan sistem sosial subak untuk mengatur penyediaan dan mengalokasikan air
(mengelola air irigasi) atas dasar kesesuaian dengan pola pikir, maka subak
membangun organisasinya sesuai dengan kebutuhan setempat. Susunan organisasi
subak secara garis besar terdiri atas unsur prajuru subak (pimpinan/pengurus) dan
krama subak (anggota). Pada umumnya, subak dikepalai oleh seorang
ketua/kepala yang disebut dengan pekaseh, yang bertugas untuk mengatur segala
urusan pada subak yang menjadi tanggung jawabnya. Pekaseh dibantu oleh
beberapa staf dalam pekerjaannya seperti petajuh (wakil ketua), penyarikan
(sekretaris), patengen (bendahara), saya (pembantu khusus), dan juru arah
(petugas pembawa berita)
Struktur organisasi subak di Bali pada umumnya adalah sebagai berikut:
Gambar 2.4 Struktur Organisasi Subak secara UmumSumber: http://pavat23.blogspot.co.id/2013_05_01_archive.html
8
[3]sumber dari internet (http://pavat23.blogspot.co.id/2013_05_01_archive.html)
Prajuru subak selain saya dan juru arah dipilih oleh krama subak melalui
rapat khusus. Masa jabatan prajuru subak biasanya 5 tahun. Saya dan juru arah
dijabat oleh krama subak secara bergantian dengan masa jabatan 210 hari (6 bulan
kalender Bali).
Krama subak berdasarkan status keanggotaannya dibedakan dalam tiga kelompok
yaitu:
1. Krama pengayah (anggota aktif), disebut juga krama pekaseh atau sekaa
yeh; yaitu anggota subak yang aktif mengikuti kegiatan-kegiatan subak. Kegiatan-
kegiatan subak berupa bergotong royong memelihara dan memperbaiki fasilitas
subak, upacara keagamaan subak, dan rapat subak. Aktif dalam kegiatan-kegiatan
subak disebut dengan ngayah.
2. Krama pengampel/pengoot (anggota pasif) yaitu anggota subak yang
tidak bisa mengikuti kegiatan-kegiatan subak secara aktif (ngayah) karena tidak
memungkinkan untuk ngayah. Anggota pasif biasanya adalah pemilik sawah yang
bertugas sebagai Pegawai Negeri Sipil atau bekerja di kota/luar daerah. Ngayah
dikompensasikan dengan sejumlah beras atau uang sesuai dengan kesepakatan.
3. Krama leluputan (anggota khusus) yaitu anggota subak yang dibebaskan
dari kewajiban-kewajiban subak. Krama leluputan memegang jabatan tertentu
dalam masyarakat sehingga sebagian besar waktunya digunakan untuk melayani
masyarakat. Jabatan tersebut antara lain pemangku (pemimpin upacara agama di
suatu pura), bendesa adat (pemimpin desa adat), perbekel (kepala desa), dan
sulinggih (pendeta, pedanda, Sri Mpu, dan lain-lain).[3]
Seluruh krama subak terikat oleh aturan subak yang disebut awig-awig.
Tugas-tugas prajuru subak, hak dan kewajiban krama subak serta sanksi-sanksi
terhadap pelanggaran-pelanggaran diuraikan dalam awig-awig tersebut.
2.4 Sistem Irigasi Subak
Secara umum subak-subak di Bali mendapat air dari sungai yang bersumber
dari 4 danau besar yang ada di Bali (danau Beratan, danau Buyan, danau
Tamblingan, dan danau Batur). Dari aliran sungai kemudian dialihkan ke
saluran (telabah) atau terowongan dengan membuat
9
[3]sumber dari internet (http://pavat23.blogspot.co.id/2013_05_01_archive.html)
bendungan (empelan). Dahulu empelan dibuat dari timbunan batu kali atau pohon
kelapa. Namun sekarang sebagian besar sudah diganti dengan bendungan tetap
dari batu kali atau beton bertulang. Sumber air yang masuk ke
saluran (telabah) atau terowongan sangat tergatung dari tinggi muka air sungai
(saat musim hujan dan musim kemarau).
Adapun jaringan irigasi subak untuk menyalurkan air dari sungai hingga ke
pembuangan yaitu, sebagai berikut:
Jaringan irigasi yang ada pada sistem subak meliputi (istilah berbeda pada masing-masing tempat) :
1. Saluran (telabah) yang terdiri atas : telabah gede (saluran primer),
telabah pemaron (saluran sekunder), telabah cerik (saluran
tersier), dan talikunda (saluran kwarter/cacing) atau dibeberapa tempat
disebut dengan istilah penasan (untuk sepuluh deret); panca (untuk lima
deret); dan pemijian (untuk satu deret). Telabah (saluran) kadang-kadang
juga berupa aungan (terowongan), apabila saluran harus menembus
perbukitan. Juga terdapat pengalapan (tempat masuknya air kepetakan
sawah seorang petani) dan pengutangan (saluran pembuangan) untuk
membuang air yang telah dipakai di petak sawah.
2. Bangunan bagi (temuku), yang biasanya dibuat dari batang kayu atau
pohon kelapa, bahkan sering juga dibuat dari pohon pisang. Bangunan
bagi (temuku), meliputi : temuku aya (bangunan bagi primer), temuku
pemaron (bangunan bagi sekunder) dan temuku cerik (bangunan bagi
tersier).
3. Bangunan pelengkap. Selain telabah (saluran) dan temuku (bangunan
bagi), masih ada bangunan-bangunan pelengkap pada sistem subak, meliputi
: abaang (talang), petaku (bangunan terjun), titi (jembatan), dan lain-lain.
11
Gambar 2.7 Contoh TelabahSumber: http://2.bp.blogspot.com/-dIc0fHCt_uY/UF_BaFByJWI/AAAAAAAAAPs/sV90LbWs45Q/s1600/6.JPG
Gambar 2.8 Contoh TalikundaSumber: http://4.bp.blogspot.com/_GmjJM2gjKDw/SMSi2TPsk0I/AAAAAAAAAt0/G-fxeJvH0vo/s400/subak.JPG6.JPG
Gambar 2.6 Contoh Temuku dengan Bahan Kayu KelapaSumber: Dokumen Pribadi (Sket Ulang)
Gambar 2.9 Contoh Petaku (Bangunan Terjun)Sumber: http://3.bp.blogspot.com/-I9sb1NBa6D0/UalsHO0Y9qI/AAAAAAAAADE/lyXkpDVu9Po/s1600/TEMBUKU2.JPG
Gambar 2.10 Contoh Abaang (Talang Air)Sumber: http://3.bp.blogspot.com/-OLjkS0VmM5o/URt0BnnoTHI/AAAAAAAAAS0/euiU5_xN1qY/s1600/saluran+irigasi+pd.sago.png
12
Gambar 2.11 Skema Jaringan Irigasi secara UmumSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 2.10 Contoh Titi (Jembatan)Sumber: http://m.radarbangka.co.id/gambar/berita-irigasi-sawah-rias-tercemar-tailing-21049_a.jpg
14
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Lokasi, Batas Wilayah, dan Sejarah Subak Renon
Observasi pada tugas subak ini mengambil objek di subak Renon yang
terletak di kecamatan Denpasar Selatan, kelurahan Renon, Desa Pekraman Renon.
Bisa terlihat di peta lokasi di bawah ini:
15
Batas-batas yang mengelilingi subak renon diantaranya:
• Batas Utara : Sumerta Kelod (dibatasi oleh jalan raya Puputan)
• Batas Timur : Intaran Barat dan Sumerta Timur (dibatasi oleh telabah
loloan)
• Batas Selatan : Sidakarya dan Penyaringan (dibatasi oleh pagar kayu)
• Batas Barat : Sidakarya dan Panjer (dibatasi oleh telabah
Penggawa)
Gambar 3.1 Peta Lokasi Denpasar SelatanSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.2 Peta Lokasi Kelurahan RenonSumber: Dokumen Pribadi
m
16
Gambar 3.3 Batas-batas Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.4 Batas Utara Subak Renon Saat Ini(Jalan Raya Niti Mandala Renon)Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.5 Batas Timur Subak Renon Saat Ini;Subak Renon (sebelah kiri), Subak Intaran (sebelah kanan)Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.6 Batas Barat Subak Renon Saat Ini(Telabah Penggawa)Sumber: Dokumen Pribadi
19
Penamaan Subak Renon ini sendiri diambil langsung dari nama desa
Pekraman Renon. Untuk sejarah subak Renon tidak dapat dipaparkan dikarenakan
keterbatasan informasi di mana pekaseh subak Renon selaku narasumber juga
tidak mengetahui secara jelas bagaimana sejarah subak Renon bisa terbentuk.
3.2 Struktur Organisasi dan Perangkat Subak Renon
Berkaitan dengan sistem sosial subak untuk mengatur sistem subak,
dibentuklah sebuah kepengurusan subak. Seperti subak pada umumnya, subak
Renon juga memiliki sistem kepengurusannya yang dipimpin oleh seorang
pekaseh dan dibantu oleh beberapa stafnya yaitu penyarikan (sekretaris) dan
patengen (bendahara) yang bertanggung jawab atas pangliman kelian munduk
(ketua munduk) dan juru arah (petugas pembawa berita) serta krama subak
(anggota).
Adapun tugas dari masing-masing pengurus tersebut, yakni:
Pekaseh
1. Memimpin, membina, mengkoordinir prajuru subak di wilayahnya
Gambar 3.9 Struktur Organisasi Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi
20
2. Memimpin krama subak dalam melaksanakan aci-aci,
upacara/upakara, seperti ngwiwit, nandur, pergiliran tanam, dan
lain-lain.
3. Melaporkan mutasi hak atas tanah, serangan hama dan penyakit,
bencana alam dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan
pasubakan
4. Menyelenggarakan administarsi subak
5. Memimpin paruman krama subak
6. Menjaga ketertiban dan kelestarian subak
7. Melakukan kerja sama yang sebaik-baiknya dengan anggota subak
dalam menjalankan fungsi dari subak itu sendiri
Penyarikan (Sekretaris)
1. Melakukan pencatatan segala kegiatan pada organisasi subak
2. Memantu pekaseh dalam kegiatan surat menyurat
Patengen (Bendahara)
1. Memegang keuangan pada subak
2. Menyelenggarakan adminitrasi kegiatan subak
3. Membantu pekaseh dalam melaksanakan kegiatan di pasubakan
Pangliman Kelian Munduk
1. Bertugas sebagai ketua di masing-masing munduk yang ada
Juru Arah
1. Bertugas menyampaikan berita kepada seluruh krama subak
(misalnya jika ada suatu rapat, juru arah yang bertugas
memberitahukan kepada seluruh krama subak)
Menurut narasumber, krama subak yang masih aktif sampai saat ini sudah
sangat jauh berkurang yaitu berjumlah 90 orang yang terdiri dari penggarap sawah
dan tidak termasuk pemilik tanah atau lahan. Hal ini dikarenakan pemilik dari
lahan tersebut tidak turun kesawah dan hanya menyerahkan lahan yang mereka
miliki kepada penggarap dengan system bagi hasil 2:1, 2 untuk penggarap dan 1
untuk pemilik lahan. Sampai saat ini rapat antar krama subak masih tetap
dilakukan namun tidak seintensif dahulu dikarenakan kesibukan lain yang dimiliki
21
oleh masing-masing krama subak. Dalam sekali menanam biasanya dilakukan 2
kali rapat yaitu:
• Sebelum menanam
Biasanya dalam rapat ini membahas kapan mulai menanam, tanaman apa
yang akan ditanam, pembagian pupuk yang akan digunakan, dan
membahas alat yang akan digunakan.
• Pra panen
Membahas tujuan hasil panen kedepannya, dalam hal ini hasil panen
apakah dibawa kelumbung dahulu atau langsung dijual. Biasanya saat ini
krama subak lebih memilih langsung menjualnya karena lebih efisien
dalam waktu dan tenaga serta mencegah kerusakan hasil panen.
Menurut Ibu Desak (petani) selaku narasumber, untuk sekaa-sekaa yang ada
di subak Renon sudah tidak ada. Petani biasanya menyewa tenaga dari orang lain
untuk menanam padi. Selain itu, kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan oleh
sekaa-sekaa, dikerjakan oleh krama subak secara bersama-sama.
3.3 Perkembangan Pura Subak Renon dan Elemen-Elemennya serta Upacara yang
Ada di Subak Renon
Untuk pura subak pada subak Renon terdapat di jalan Tukad Badung 11B
no. 6. Pada awalnya pura subak ini dijadikan satu dengan Pura Bale Agung.
Namun, karena adanya pawisik, krama subak mengusulkan agar Pura Subak
dipindahkan di tengah-tengah subak, di jalan Tukad Badung 11B no. 6.
22
m
Lokasi Pura Subak Renon
Gambar 3.10 Peta Lokasi Pura Subak Renon dalamKawasan Subak Renon
Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.11 Peta Lokasi Pura Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi
PURA SUBAK RENON
23
Gambar 3.12 Peta Lokasi Pura Bale Agung dalamKawasan Subak RenonSumber: Dokumen Pribadim
Lokasi Pura Bale Agung
Gambar 3.13 Peta Lokasi Pura Bale Agung
Sumber: Dokumen Pribadi
24
Pada tahun 2000 dibangun Pura Subak tersebut. Pura ini dibangun karena
mendapatkan suatu pawisik agar dibangun pura subak yang berada di tengah-
tengah dari subak itu sendiri. Sebelum dibangun Pura Subak, terdapat pohon kayu
santen kembar, dimana pohon tersebut menurut warga setempat dihuni oleh
Bhatari Sri. Sebelum dibangunnya pura subak ini, krama subak meletakan
sebagian kecil dari hasil panennya di bawah pohon kayu santen kembar ini.
Karena mendapatkan pawisik, penghuni dari kayu ini diusung dan diletakan di
Pura Subak yang letaknya tidak jauh dari pohon kayu ini. Namun, sekarang pohon
kayu santen kembar ini sudah hilang (mati dengan sendirinya setelah penghuni
pohon dipindahkan).
Untuk pelinggih dari subak yang terdapat di Pura Bale Agung hanya
terdapat satu buah yang terletak di bagian timur. Pelinggih subak ini berstana Ida
Ratu Balang Tamak.
Saat ini menjadi lokasi Pura Subak Renon
Pohon Santen Kembar
Gambar 3.14 Ilustrasi Pohon Santen KembarSumber: Dokumen Pribadi
25
Gambar 3.15 Letak Pelinggih Subak pada Pura Bale AgungSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.16 Tampak Depan Pelinggih Subak pada Pura Bale AgungSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.17 Foto Perspektif Pelinggih Subak pada Pura Bale AgungSumber: Dokumen Pribadi
26
Pada pura subak ini terdapat beberapa bangunan didalamnya. Bangunan ini
memiliki fungsinya masing-masing, yaitu:
s
1. Padmasari
1
235
46
7
Gambar 3.18 Siteplan Pura Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi
27
Di Padma ini berstana Ida Bhatari Sri, yaitu dewi kemakmuran.
Untuk setiap upacara yang ada dilakukan oleh krama subak pasti akan
menghaturkan banten ke Padma ini. Karena banyaknya pembangunan di
wilayah subak renon ini, maka banyak orang yang mengusung bhatari sri
dan di stanakan di Padma sari ini. Dan bangunan yang ada di samping
Padma sari ini merupakan tempat untuk meletakan sesajen pada saat ada
upacara.
2. Jineng
Jineng ini berfungsi sebagai tempat untuk meletakan padi. Pada
jineng di pura subak ini, padi yang akan diletakan di jineng ini diambil
dari hasil panen yang diperoleh krama subak. Masing-masing individu
menghaturkan 2 centong gabah (kurang lebih 2 kg). Jineng ini harus diisi
karena menurut kepercayaan masyarakat padi yang terdapat pada jineng
tersebut yang akan dimakan oleh tikus. Jadi jineng itu harus diisi agar
tikus-tikus tersebut tidak merusak tanaman padi yang dimiliki krama
subak.
Gambar 3.19 PadmasariSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.20 JinengSumber: Dokumen Pribadi
28
3. Pelinggih Ratu Penyarikan
Pada pelinggih ini berstana Dewa Wisnu sebagai Dewa Air.
Pelinggih ini dibuat supaya sawah-sawah warga mendapatkan air yang
mencukupi agar tanaman padi dapat hidup dengan baik.
4. Balai subak dan gudang
Bangunan balai subak dan gudang ini menjadi satu. Pada balai
subak sering dilakukan rapat krama subak. Rapat ini biasanya
Gambar 3.21 Pelinggih PenyarikanSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.22 Balai Subak dan GudangSumber: Dokumen Pribadi
29
dilaksanakan sebelum menanam dan sebelum panen. Sementara gudang
terletak di belakang dari balai subak ini. Gudang ini berfungsi untuk
menyimpan persediaan pupuk dari krama subak, baik yang merupakan
sumbangan dari pemerintah maupun dari krama subak itu sendiri.
5. Bale Kulkul
Bale kulkul yang terdapat di pura subak ini terletak diatas banguna
toko. Bale kulkul ini berfungsi untuk sebagai alat untuk mengumpulkan
krama subak bila akan dilakukan musyawarah. Selain itu kulkul ini juga
dibunyikan pada saat ada upacara di pura subak ini.
6. Toko
Gambar 3.23 Bale Kul-kulSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.24 TokoSumber: Dokumen Pribadi
30
Toko ini menjual pupuk dan alat-alat pertanian. Toko ini dikelola
oleh krama subak itu sendiri.
7. Sumur
Sumur ini dulunya disebut bulakan. Namun setelah dibangun pura
subak ini disebutlah sumur. Sumur dan bulakan ini memiliki fungsi yang
sama yaitu untuk tempat mengambil air. Namun sekarang sumur itu sudah
tidak berfungsi karena sudah tidak terdapat air didalam sumur tersebut.
Gambar 3.25 SumurSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.26 Perspektif Mata Burung Pura Subak Renon
Sumber: Dokumen Pribadi
31
JINENG
PELINGGIH RATU
PENYARIKANBALE KUL-KUL
PADMA
BALAI SUBAK DAN GUDANG
TOKO
ISOMETRI DENAH PURA SUBAK
32
Untuk Pelinggih Catu, menurut pekaseh subak Renon saat ini pada subak
Renon hanya terdapat tiga Pelinggih Catu yang terletak di munduk Uma Suwung,
munduk Muntig, dan munduk Pasek (munduk di dekat Pura Subak) yang memang
merupakan munduk yang masih cukup aktif sampe saat ini. Pelinggih Catu ini ada
yang terbuat dari bambu dan ada yang terbuat dari batu dan beton.
Gambar 3.27 Pelinggih Catu Munduk MuntigSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.28 Pelinggih Catu Munduk Uma SuwungSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.29 Pelinggih Catu Munduk PasekSumber: Dokumen Pribadi
33
Pada munduk-munduk yang tidak memiliki Pelinggih Catu, biasanya
petani menghaturkan canangsari pada bagian tertentu di pematang sawah seperti
yang ada di Munduk Uma Bya ini.
Pada subak Renon ini juga terdapat upacara dalam sistem subaknya. Adapun
upacara-upacara yang dilaksanakan pada subak renon adalah :
1. Upacara mendak toya/tirta
Upacara ini dilakukan oleh seluruh anggota subak. Namun tempatnya
berbeda-beda. Untuk kelian subak (pekaseh) Renon, upacara ini
dilaksanakan di bendungan Oongan. Kemudian tirta yang telah ‘dipendak’
kemudian dibawa ke pura subak. Selanjutnya tirta tersebut diberikan
kepada kelian munduk masing-masing dan diletakan di pelinggih munduk.
Dan anggota dari masing-masing munduk tersebut mendak tirta d pura
munduk untuk kemudian di bawa ke petak sawah masing-masing. Tirta
tersebut digunkan untuk ‘nyiratin’ di petak sawah masing-masing.
2. Bebulihan
Upacara ini dilaksanakan sebelum proses pembenihan. Bertujuan agar
benih-benih padi nantinya tumbuh dengan baik. Upacara ini menggunakan
sarana kwangen dan canang.
Gambar 3.30 Tempat Petani Menghaturkan Canang di Munduk Uma Bya
Sumber: Dokumen Pribadi
34
3. Nandur/ Mamula
Nandur merupakan upacara yang dilakukan pada saat penanaman padi.
Sarana yang digunakan adalah banten cau, sodan satu tanding, sodan
pasucian, dan nanceb don kayu sugih
4. Upacara setelah padi berumur 12 hari
Upacara yang dilakukan pada saat padi berumur 12 hari. Upacara unu
menggunakan sarana pasucian, geguat sucian, dan banten satu tamas kecil.
5. Ngiseh/ Biyukukung
Upacara ini dilakukan pada saat padi mulai hamil.
6. Upacara pada saat padi menguning
Upacara-upacara yang dilakukan tersebut merupakan upacara yang biasanya
dilaksanakan pada masa sekarang. Namun pada jaman dahulu ada upacara pada
saat menaikan padi ke jineng (klumpu) dan upacara pada saat menurunkan padi
dari jineng tersebut. Banten yang digunakan adalah pengayaban alit. Upacara ini
lama kelamaan menghilang karena pada jaman sekarang padi yang telah selesai
dipanen tidaklah dibawa dan ditaruh pada jineng melainkan langsung dijual. Dan
para petani tidak membawa hasil berupa padi ke rumah melainkan sudah dalam
bentuk uang. Hal tersebut membuat upacara ini lama kelamaan menghilang dan
fungsi jineng atau klmpu menjadi berkurang. Hal ini pula yang mungkin membuat
jineng atau klumpu tersebut kehilagan eksistensinya dan jarang dimiliki oleh
rumah-rumah pada jaman sekarang.
3.4 Sistem Pengairan pada Subak Renon
Sistem irigasi merupakan inti dari adanya sistem Subak di Bali. Tanpa
adanya system pengairan ini, sawah-sawah yang terdapat dikota Denpasar tidak
akan berfungsi maksimal sehingga kemungkinan program pemerintah tentang
swasembada beras tidak akan berjalan karena hilangnya fungsi subak tadi. Untuk
sistem pengairan subak yang ada di Denpasar khususnya subak Denpasar Selatan,
semua sumber airnya berasal dari Danau Batur yang kemudian diteruskan ke
Subak Renon dengan rincian sebagai berikut:
35
Dalam sungai Oongan, terdapat sistem air yang khusus digunakan untuk
mengairi subak yang terdapat di Denpasar Selatan. Sistem air tersebut diatur oleh
bendungan besar yang terdapat di Jalan Noja Saraswati, Denpasar Timur.
Gambar 3.31 Skema Aliran Air Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.32 Skema Aliran Air Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi
36
Ini merupakan bendungan Oongan:
Setelah melewati bendungan pertama, terdapat bendungan lagi yang
membagi sungai Oongan menjadi 2 yaitu sungai Oongan 1 dan Sungai Oongan 2.
Bendungan ini terdapat di Jalan Turi, Denpasar Selatan.
Gambar 3.34 DAM OonganSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.33 Lokasi DAM OonganSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.35 Lokasi Be ndungan Oongan 1 dan Oongan 2Sumber: Dokumen Pribadi
37
Ini merupakan bendungan tersebut:
Setelah melewati beberapa aliran dan dipecah, di mana menurut pekaseh subak
Renon, tempat pemecahan atau biasa disebut temuku yang membagi sungai
Oongan 1 menjadi 3 telabah ini berada di bawah Jalan yang tidak diketahui
lokasinya sehingga subak Renon akhirnya dialiri oleh 3 telabah sekunder yaitu:
1. Telabah Loloan
2. Telabah Ngenjung
3. Telabah Penggawa
Gambar 3.36 Bendungan Oongan 1 dan 2Sumber: Dokumen Pribadi
38
Gambar 3.37 Tiga Telabah Sekunder pada Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.38 Telabah LoloanSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.39 Telabah NgenjungSumber: Dokumen Pribadi
39
Setelah dari ketiga telabah tersebut, aliran air langsung dialirkan ke
talikunda (saluran cacing) yang dialirkan langsung ke petak sawah tanpa melewati
temuku karena berdasarkan informasi yang didapat dari pekaseh subak Renon, di
subak renon ini sudah tidak ada temuku lagi terkecuali temuku yang terletak di
Jalan Tukad Yeh Aya IX yang membagi air dari telabah Ngenjung ke daerah
munduk yang terletak di sekitar Pura Subak Renon di jalan Tukad Badung XIB
No. 6.
Gambar 3.40 Telabah PenggawaSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.41 Temuku di Telabah NgenjungSumber: Dokumen Pribadi
40
Menurut pekaseh subak Renon yang menjadi narasumber, untuk jaringan
sistem pengairan pada subak Renon ini tidak terlalu berubah dibandingkan dulu,
hanya saja ada pembaruan di beberapa aliran telabah dengan melapisi
bantarannya dengan batu kali dan semen.
Gambar 3.42 Talikunda di Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.44 Bantaran telabah yang Dimodernisasi
Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.43 Pengalapan di Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi
41
Sekarang aliran-aliran telabah yang mengalir di subak Renon ini sudah banyak
dipenuhi sampah-sampah rumah tangga sehingga airnya pun menjadi kurang
bersih dan tidak enak untuk dipandang. Selain itu, sekarang juga semakin susah
mendapatkan air untuk pengairan subak ini. Ditambah lagi pada saat musim
kemarau. Untuk menanggulanginya, digunakanlah sistem gegadon atau pergiliran
air dengan subak lain di sekitarnya sembari menanam palawija ketika tidak
menanam padi. Subak Renon ini mendapat giliran air setiap tahun genap yang
mulai pada bulan pertama. Namun, petani biasanya mulai menanam pada bulan
Desember dikarenakan pada bulan tersebut sudah mulai hujan. Aliran air
diberikan kepada subak Renon setiap 5 hari dalam satu minggu (senin hingga
jumat).
Setelah melewati subak Renon, ketiga telabah ini lalu mengalir menuju
muara yang terletak di pinggiran pantai Mertasari. Telabah Loloan dan telabah
Ngenjung berakhir di Timur dari muara telabah Loloan dan telabah Ngenjung di
mana tidak ada akses untuk mencapai muara dari telabah Penggawa ini.
Gambar 3.45 Lokasi Muara Sungai yang
42
Berikut ini merupakan foto muara telabah Loloan dan telabah Ngenjung
Berikut ini merupakan jalur muara telabah Penggawa. Tidak ada akses menuju muara telabah ini sehingga yang kami foto ialah jalur menuju muaranya
Gambar 3.45 Lokasi Muara Sungai yang
Gambar 3.46 Muara Telabah Loloan dan Telabah Ngenjung
Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.47 Jalur Muara Telabah Penggawa
43
3.5 Perkembangan Subak Renon dari Tahun 1990 hingga 2015
Pada tahun 1990, luas subak Renon mencapai 400 hektar. Menurut pekaseh
subak Renon, pada saat itu Renon masih sangat hijau. Sawah-sawah masih
mengelilingi daerah ini. Jumlah pembangunan masih sedikit, hanya ada
pembukaan lahan berupa jalan Tukad Yeh Aya IX. Kemudian, sejak saat itu
(dibangunnya jalan Tukad Yeh Aya IX) pembangunan bangunan perumahan
mulai meningkat di bagian utara Renon. Pada tahun 2000, jumlah ini terus
meningkat dengan adanya pembukaan jalan kecil di beberapa tempat di bagian
selatan Renon. Tidak hanya bangunan perumahan, bangunan-bangunan dengan
fungsi perdagangan pun juga banyak dibangun mulai dari toko, minimarket,
bengkel, dan sebagainya. Menurut pekaseh¸ puncaknya ada pada tahun 2011,
banyak petani yang menjual tanahnya untuk dijadikan perumahan. Hal ini
dikarenakan mahalnya pajak sawah yang mencapai 25 juta perhektarnya.
Pembangunan pun menjadi semakin banyak dari bagian utara hingga selatan
Renon berupa bangunan-bangunan perumahan seperti BTN yang berdampak pada
berkurangnya lahan subak Renon yang kini pada tahun 2015 tersisa kurang lebih
92 hektar. Hal ini dikhawatirkan akan terus berlanjut dan berdampak pada
punahnya subak Renon. Berikut adalah peta kronologi perkembangan tata ruang
subak Renon dari tahun 1990 hingga 2015:
Gambar 3.47 Jalur Muara Telabah Penggawa
45
Pembangunan pada wilayah Renon dipengaruhi oleh 3 hal utama yaitu:
1. Pembukaan Lahan
Pembukaan lahan ini dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1990,
dikarenakan wilayah Renon sendiri yang merupakan pusat kota sekaligus pusat
pemerintahan yang ada di wilayah Denpasar sehingga lahan hijau yang sudah ada
sejak dulu bebas untuk dibangun. Pada awalnya pembangunan di sekitar wilayah
Renon hanya terpusat di daerah sekitar:
• Lapangan Niti Mandala Renon
• Jalan Raya Puputan
• Jalan Moh. Yamin
• Jalan Tukad Yeh Aya
• Jalan Tukad Balian
Jl. Tukad Balian
Jl. Tukad Yeh Aya IX
Jl. Tukad BadungJl. Tukad Sungi
Jl. Tukad Citarum
Jl. Tukad Yeh Aya
Gambar 3.48 Peta Kronologi Perkembangan Subak Renon (1990-2015)Sumber: Dokumen Pribadi
46
Namun pembangunannya saat itu masih sedikit. Pembukaan lahan hijau ini
dilakukan dengan cara membuat akses baru dan mengavling tanah yang berada
disekitar akses tersebut. Pembangunan awalnya berkembang di daerah disekitar
jalan Tukad Balian yang kemudian berkembang kearah barat dengan dibukanya
akses yang diawali dengan pembukaan Jalan Tukad Yeh Aya IX, Jalan Tukad
Sungi, Jalan Tukad Badung dan Jalan Citarum. Pembangunan diawali dengan
membangun di sebelah utara dari masing-masing akses dan terus berlanjut menuju
arah selatan.
2. Pajak
Pajak lahan yang tinggi serta peminat akan wilayah Renon yang tak
terbendung menyebabkan lahan Subak Renon terus terkikis sampai saat ini.
Menurut Pekaseh Subak Renon, pajak yang harus dibayar per tahun saat ini
adalah 25 juta per hektarnya sehingga sangat sedikit petani yang ingin
mempertahankan lahan sawah miliknya ditambah produktivitas lahan sawah yang
Gambar 3.49 Skema Awal Perkembangan Pembangunan di Subak RenonSumber: Dokumen Pribadi
Gambar 3.50 Alih Fungsi Lahan sebagai Jalan di Munduk Uma SuwungSumber: Dokumen Pribadi
47
tidak seperti dulu sehingga tidak dapat menutupi pajak yang harus ditanggung
tersebut.
3. Peraturan Daerah
Tidak tegasnya pemerintah terhadap peraturan daerah serta kurangnya
pengawasan tentang pembangunan dijalur hijau membuat lahan hijau dikota
Denpasar Khususnya wilayah Renon semakin terancam, hal ini membuat petani
yang memiliki lahan bebas untuk menjual lahannya sendiri dikarenakan pajak
yang mahal tadi. Namun menurut pekaseh, pemerintah sudah mengeluarkan
wacana untuk tetap mempertahankan jalur hijau yang belum terkena pengaruh
pembangunan seperti wilayah subak renon yang terdapat di bagian timur.
Kedua hal tersebutlah yang membuat keberadaan Subak Renon semakin terancam
sehingga berdampak pada hal-hal berikut:
1. Luas Lahan
Sebelum adanya pembukaan lahan yang dilakukan pemerintah pada tahun
1990 luas lahan subak Renon mencapai 400 hektar, namun saat ini hanya
menyisakan 92 hektar. Luas lahan tersebut sebagian tersebar dan terpecah-pecah
akibat pembangunan yang tidak merata, dan sebagian masih menyatu yaitu di
bagian timur subak Renon yang terdapat dijalan Tukad Balian. Lahan yang sempit
ini juga menyebabkan munduk yang terdapat di subak Renon semakin berkurang,
yang awalnya terdapat 9 munduk kini hanya tersisa 3 munduk yang aktif yaitu:
• Munduk Uma Suwung
• Munduk Muntig, dan Munduk Pasek
48
2. Produktifitas Lahan
Akibat dari adanya pembangunan yang tidak terkendali berdampak juga
terhadap produktifitas lahan persawahan Subak Renon, karena adanya bangunan
tentu saja membuat tanah tercemar dan membuat jalur air yang mengairi subak
menjadi terhalangi bahkan tersubat yang membuat tanah subak renon menjadi
lebih cepat kering. Hal ini sangat disayangkan, padahal menurut Pekaseh subak
Renon memiliki tanah yang sangat produktif dibandingkan subak lain yang ada di
Denpasar. Dikatakan produktif karena melihat perbandingan hasil lahan subak
Renon dengan subak lainnya dalam sekali panen perhektar yaitu bisa mencapai
4:1.
Gambar 3.51 Topografi Subak Renon Tahun 2015Sumber: Dokumen Pribadi
49
BAB V
PENUTUP5.1 Kesimpulan
Observasi ini membuat tim observasi mendapatkan dan mengetahui istilah-
istilah yang digunakan dalam subak Renon yang digunakan di lingkungan
persawahan, Pura Subak, maupun struktur organisasi pengurus pada subak Renon
dan mengetahui lokasi dan batas-batas subak Renon. Selain itu, manfaat yang
didapatkan adalah mengetahui perkembangan Pura Subak Renon baik itu elemen-
elemen (pelinggih catu) maupun upacara-upacara yang biasa dilakukan oleh
krama subak Renon. Selain itu, juga dapat mengetahui bagaimana sistem
pengairan yang ada di subak Renon mulai dari sumber hingga akhir dari aliran air
yang mengairi sistem subak Renon dan tentunya mengetahui secara umum
bagaimana perkembangan subak Renon mulai dari tahun 1990 hingga tahun 2015.
Hal lain yang didapatkan tim observasi adalah adanya fleksibilitas ruang di subak
Renon yang ditunjukan dari segi spiritual dan perkembangan. Dari segi spiritual
fleksibilitas tersebut diperlihatkan oleh adanya perkembangan pada Pura Subak
Renon yang berpindah dari yang awalnya menjadi satu dengan Pura Bale Agung,
kini dibangun di jalan Tukad Badung 11 B no. 6. Kemudian, fleksibilitas ruang
lainnya adalah pada saat orang akan bertani tidak perlu jauh untuk bersembahyang
ke Pura Subak, cukup bersembahyang pada Pelinggih Catu ataupun di spot-spot
tertentu di pematang sawah untuk menaruh canangsari. Adapun fleksibilitas ruang
pada perkembangan subaknya adalah adanya alihfungsi lahan subak yang
50
merupakan ikon dan ciri khas sistem irigasi persawahan di Bali menjadi
perumahan-perumahan yang dibangun dengan alasan view persawahan yang ada
dengan menghilangkan Pelinggih Catu apabila petak sawah telah habis dibangun.
Berdasarkan hal di atas, fleksibilitas ruang pun menjadi memiliki dampak positif
dan negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Primadistya, Kadek Elga. 2012. SUBAK, SISTEM (IRIGASI) DI BALI.
http://kadek-elda.blogspot.co.id/2012/12/subak-sistim-pengairan-irigasi-
di-bali.html (diakses: 25 Oktober 2015 pukul 20.31)
__________. 2013. Sejarah Subak di Bali. http://mylink.heck.in/sejarah-subak-di-
bali.xhtml (diakses: 25 Oktober 2015 pukul 21.46)
Antara, Catur Widhi. 2013. Subak, Kebersamaan dalam Ketahanan Pangan.
http://pavat23.blogspot.co.id/2013_05_01_archive.html (diakses: 26
Oktober 2015 pukul 21.00)
51
DAFTAR INFORMAN Metodologi Penelitian
Dalam mendalami materi mengenai subak, terutama pada subak Renon
kami melakukan observasi dengan metodologi wawancara kepada pekaseh
(pemimpin organisasi subak) dan observasi lapangan dengan mendokumentasikan
beberapa foto sistem subak Renon.
Informan, Waktu dan Tempat Wawancara
Adapun informan, waktu, dan tempat observasi yang kami lakukan, yakni :
1. Narasumber : I Made Pagiartha, 45 tahun (pekaseh) subak Renon, Ibu
Desak, 55 tahun (petani) dan Bapak I Wayan Pasgun, 56
Tahun (penduduk renon)
2. Tempat : 1) Rumah pekaseh subak Renon I Made Pagiartha, jalan
Tukad Balian, Gang 41 No. 1, Renon, Denpasar Selatan
2) Pura subak Renon, jalan Tukad Badung 11B No. 6,
Renon, Denpasar Selatan
3) Rumah Bapak I Wayan Pasgun, Jalan Tukad Badung
3. Waktu : Rumah pekaseh (21 Oktober 2015 dan 29 Oktober 2015),
Pura Subak (6 November 2015)