(STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)
Transcript of (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)
PEMBELIAN IMPULSIF PADA SITUS GROUP BUYING
(STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)
Ribka Febriana
Fandis Ekyawan, S.E., M.M
Program Studi S1 Ekstensi
Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Suatu fenomena social commerce yang sedang terjadi belakangan ini adalah situs Group Buying, yang
menggunakan konsep pembelian kolektif dan keterbatasan waktu untuk mendapatkan potongan harga.
Penggunaan konsep ini dinilai mampu mendorong pengguna situs untuk melakukan pembelian secara
impulsif. Pembelian impulsif terjadi ketika terdapat suatu dorongan secara tiba-tiba untuk melakukan
aksi pembelian yang dapat dipicu dari tindakan browsing konsumen. Inilah yang kemudian
membentuk aksi impulsif. Dipandang dari kacamata kognisi dan emosi, aksi impulsif terjadi didahului
dengan adanya pembentukan pola pikir yang rasional (kognisi) dan dimediasi oleh perasaan (emosi).
Dalam kaitannya dengan situs online, suatu proses kognisi dibentuk dari atribut yang terdapat dalam
situs tersebut yaitu merchandise attractiveness, ease of use, enjoyment, dan merchandise
communicarion style. Kognisi yang terbentuk kemudian mempengaruhi emosi yang dirasakan
pengguna situs baik emosi berbentuk afek positif maupun negatif, dan kemudian mempengaruhi aksi
impulsif. Situs Groupon Disdus dipilih sebagai objek penelitian dalam hal merupakan pelopor situs
Group Buying di Indonesia.
Kata kunci: Pembelian impulsif, kognisi, emosi, e-commerce, social commerce, group buying,
merchandise attractiveness, ease of use, enjoyment, website communication style
1. Latar Belakang
Social commerce adalah salah satu cabang e-commerce yang memungkinkan
konsumen berinteraksi dengan difasilitasi oleh media sosial maupun interaksi sosial
sesama konsumen. Salah satu praktek social commerce berwujud situs-situs group
buying yang dipelopori oleh Groupon dan kemudian bermunculan situs-situs
kloningnya karena model ini dianggap berhasil/menguntungkan (Chandra, 2012).
Keberadaan group buying ini merupakan daya tarik tersendiri bagi para pembeli akan
deals yang ditawarkan. Melalui konsep kolektif dan disertai dengan tampilan
menarik, situs-situs ini mampu mendorong pengunjung situs untuk melakukan
tindakan pembelian, bahkan tanpa direncanakan sebelumnya. Hal ini dikenal dengan
istilah Impulsive Buying atau Pembelian Impulsif didefinisikan sebagai
kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba dan secara
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
otomatis (Rook & Fisher, 1995). Rook dan Fisher turut menjelaskan bahwa sangat
potensial untuk melakukan pembelian impulsif secara online. Dipicu dengan
kemudahan akses untuk mendapatkan suatu produk (hanya tinggal meng-click), tanpa
adanya suatu tekanan sosial dan usaha untuk proses pengantaran (delivery),
pembelian impulsif terjadi pada sekitar 40 % dari keseluruhan pengeluaran online.
Sebagaimana pandangan terhadap perilaku pembelian konsumen merupakan hal yang
vital bagi para praktisi e-commerce, pemahaman terhadap sifat perilaku pembelian
online turut menjadi hal yang patut didalami (Jeffrey & Hodge, 2007).
Dengan menggunakan teori kognisi-emosi sebagai sudut pandang teori,
pengujian yang akan dilakukan terhadap model yang terkait dengan atribut-atribut
online store yakni merchandise attractiveness, ease of use, enjoyment, dan website
communication style terhadap perilaku pembelian impulsif konsumen, yang
dimediasi oleh emosi konsumen (Reisenzein, 2009). Pemilihan keempat atribut
online store tersebut dipandang relevan karena:
a. Keempat atribut tersebut telah terbukti menjadi elemen vital dari online store’s
image, sebagaimana para konsumen memandang penting keempatnya. Online
store image diasumsikan menstimulasi pembelian impulsif secara online,
b. Atribut-atribut ini mengacu pada persepsi tentang functional convenience dan
representational delight. Atribut functional convenience meliputi kemudahan
dan kenyamanan dalam menggunakan online store dalam rangka memenuhi
suatu tujuan, yakni proses pencarian dan pembelian produk. Sedangkan atribut
representational delight merupakan karakteristik yang tidak secara langsung
terhubung dengan pemenuhan daftar belanja, namun dapat meningkatkan
pengalaman berbelanja dengan menstimulasi sejumlah indera dan membuatnya
menjadi menyenangkan.
Kedua alasan tersebut diharapkan memainkan peran yang krusial dalam segi
emosi dan situasi pembelian tak terencana, sehingga dapat memberikan hasil yang
selaras dengan pengujian yang dilakukan. Atribut-atribut tersebut merefleksikan fitur
penting online store yang disuguhkan para retailer online kepada konsumennya. Hal
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
ini mewakili nilai manajerial dari penelitian ini yang membuktikan pentingnya
keterlibatan mereka dalam pengaturan pembelian impulsif.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Group Buying
Kekuatan dari group buying adalah pencampuran antara akses ke sejumlah
besar orang, price-oriented dan time-sensitive deals, dan sifat sosial dari konteks
penjualan itu sendiri. Group buying deals ditawarkan melalui website deal harian
seperti Groupon atau LivingSocial. Situs ini menyajikan sejumlah daily deals kepada
anggota komunitas mereka melalui email dan mobile channels dan mempromosikan
deals tersebut menggunakan online newsfeed dalam saluran media sosial seperti
Facebook, Twitter. Dholakia (2010) menjelaskan bahwa kabar mengenai deals dari
Groupon menyebar cepat melalui Facebook updates dan Twiter tweets sebagaimana
kemudian para calon pembeli mengajak keluarga dan teman untuk bergabung dalam
deal tersebut guna mencapai jumlah pembelian minimum yang dibutuhkan supaya
deal yang dimaksud dapat berlangsung.
Group buying deals tidak melibatkan pengambilan keputusan secara kolektif,
namun lebih kepada proses pemilihan untuk membeli dari masing-masing individu
walaupun pemilihan tersebut mungkin dipengaruhi dari bukti sosial yang ditawarkan
orang lain yang membeli deals tersebut. Lebih jauh lagi, keputusan untuk membeli
tersebut dipengaruhi oleh persepsi dari kelangkaan. Prinsip kelangkaan bekerja
dengan menciptakan suatu perasaan mendesak untuk membuat suatu keputusan
pembelian pada konsumen, sehingga menghasilkan peningkatan kuantitas pembelian,
menyingkat periode waktu pengambilan keputusan, dan menciptakan kepuasan yang
lebih besar terhadap suatu produk (Aggarwal, Jun, & Huh, 2011).
2.2. Pembelian Impulsif dan Tahapannya
Beatty dan Ferrel (1998) mengatakan bahwa pembelian impulsif adalah suatu
pembelian yang tiba-tiba dan segera tanpa niatan berbelanja sebelumnya atau untuk
membeli suatu kategori produk yang spesisfik maupun untuk memenuhi daftar
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
belanja tertentu. Perilaku tersebut terjadi setelah mendapatkan pengalaman yang
mendorong untuk melakukan pembelian dan cenderung terjadi secara spontan dan
tanpa banyak pertimbangan.
Dolen dan Verhagen (2011) menyebutkan bahwa terdapat dua elemen inti
yang membentuk karakter pembelian impulsif:
a. Proses yang terjadi secara tak terencana dan minimnya pertimbangan secara
kognisi. Proses ini dipicu oleh pengumpulan informasi tentang produk ketika
melakukan penelusuran (browsing) di toko dan tidak terarah ke formasi sikap atau
intensi struktur-kognisi.
b. Emosi yang mendominasi proses pembelian impulsif. Walaupun pembelian
impulsif tidak menghalangi proses dari suatu informasi, emosi memainkan peran
kunci dalam proses.
Proses pembelian impulsif dimulai dengan kesadaran akan suatu produk.
Pembeli impulsif memulai dengan melakukan browsing tanpa kecenderungan untuk
membeli item tertentu atau mengunjungi suatu situs tertentu. Saat individu
melakukan penelusuran, mereka dihadapkan pada sejumlah dorongan/stimuli yang
memicu dorongan konsumen untuk melakukan pembelian secara impulsif. Ketika
pembeli impulsif merasakan hasrat untuk membeli, mereka kemudian membuat
keputusan pembelian tanpa terlebih dahulu mencari informasi atau mengevaluasi
alternatif yang ada. Pada tahapan proses pembelian impulsif ini, konsumen
merasakan dorongan tak tertahankan untuk membeli terlepas dari ketiadaan niat
sebelumnya. Kemudian, konsumen akan merasakan konsekuensi positif atau negatif
seiring dengan dilakukannya tahapan evaluasi pascapembelian yang terjadi setelah
melakukan pembelian secara impulsif. Nyatanya, beberapa konsumen dilaporkan
merasakan ketidakpuasan terhadap produk tersebut, tetapi tetap puas terhadap
pembelian yang dilakukan (Engel & Blackwell, 1982).
Dalam proses ini, konsumen dipengaruhi oleh kondisi internal dan faktor
eksternal yang memicu perilaku pembelian impulsif mereka. Karena pembeli impulsif
tidak menetapkan tujuan spesifik untuk membeli produk tertentu atau mengunjungi
suatu situs tertentu, ketika melakukan penelusuran dan dihadapakan pada suatu
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
stimulus, pembeli impulsif merasakan hasrat terhadap produk tersebut dengan
membentuk suatu kesadaran akan produk tersebut, dan hasrat ini dapat dibentuk
karena kondisi internal/mood dan/atau dorongan eksternal. Kesadaran akan suatu
produk, yang mampu memuaskan hasrat yang tercipta, dapat diraih dengan penyajian
visual yang atraktif dari suatu situs yang turut menyajikan informasi mengenai
berbagai produk baru, tren fashion, dan sebagainya (Bayley & Nancarrow, 1998).
2.3. Afeksi dan Kognisi
Afeksi dihasilkan dari suatu proses afeksi yang kemudian menghasilkan
respon afeksi. Terdapat empat tipe besar dalam respon afeksi yakni: emosi, perasaan
tertentu, mood, dan evaluasi. Tiap-tiap tipe afeksi dapat mengarah positif dan
negatif. Keempat tipe ini berbeda dalam hal tingkatan dorongan fisik atau intensitas
dimana mereka terjadi. Semakin kuat suatu respon afeksi, dapat berpengaruh terhadap
respon fisik. Misalkan emosi seperti rasa takut atau kemarahan dapat menyebabkan
dampak fisik yang dirasakan tubuh seperti tekanan darah tinggi dan keringat dingin
(Peter & Olson, 2010). Dari keempat tipe tersebut, emosi merupakan tipe yang paling
kuat dan nyata yang dapat dirasakan. Oleh sebab itu, dalam penelitian yang akan
dilakukan, akan lebih menggarisbawahi pada emosi, yang juga akan berperan sebagai
mediasi antara keyakinan dari kognisi dan aksi impulsif.
Walaupun terdapat berbagai sudut pandang mengenai keberadaan emosi,
mayoritas pandangan tersebut sepakat untuk memisahkan emosi kedalam afek positif
dan negatif. Emosi positif seperti kegembiraan dan antusiasme dapat menstimulasi
seseorang ke dalam kebutuhan akan gratifikasi instan yang dilakukan dengan
membeli suatu produk Emosi negatif seperti perasaan marah atau mudah tersinggung
dapat pula menstimulasi pembelian impulsif, dengan tujuan membantu konsumen
untuk merasa lebih baik. (Peter & Olson, 2010).
Manusia memiliki sistem kognisi yang berkembang secara menakjubkan yang
menjalankan proses mental yang lebih tinggi dari pemahaman, evaluasi, perencanaan,
keputusan, dan pemikiran. Sistem kognisi mampu menginterpretasikan secara virtual
berbagai aspek yang terdapat dalam lingkungan. Selain itu, sistem kognisi dapat
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
menginterpretasikan perilaku dan pernyataan afeksi. Interpretasi kognisi meliputi
makna simbolik dan mendalam dari suatu produk atau perilaku. Oleh karena itu,
manusia dapat menginterpretasikan kognisi atau keyakinannya (Peter & Olson,
2010).
Kognisi berasal dari proses kognisi. Proses ini kemudian akan menghasilkan
respon kognisi yang terdiri dari 3 tipe besar: pengetahuan, makna, dan keyakinan
(beliefs). Dalam penelitian yang akan dilakukan, akan menitikberatkan pada
keyakinan. Hal ini dilakukan karena kedua tipe lainnya memerlukan suatu proses
kognisi yang berkesinambungan. Sedangkan dalam hal penelitian terkait dengan
pembelian impulsif dimana tindakan dilakukan secara tiba-tiba, maka akan
didasarkan pada kognisi yang terbentuk secara singkat, dalam hal ini keyakinan.
Kognisi yang dibentuk terhadap situs online ini berdasarkan Dolen dan
Verhagen (2011) dibentuk dari empat keyakinan (beliefs/atribut):
a. Merchandise attractiveness merupakan persepsi dari suatu ukuran dan daya tarik
dari beragam produk. Daya tarik produk menggolongkan tayangan sejumlah
produk ke suatu situs, menyajikan penawaran yang menarik, bernilai uang, dan
apakah produk tersebut sesuai dengan minat konsumen. Hal-hal tersebut telah
disarankan dapat mempengaruhi respon emosi. Dalam konteks online, hubungan
antara penawaran spesial dengan emosi positif (contoh: kegembiraan) ditunjukkan
ketika terjadi suatu pelelangan. (Becherer & Halstead, 2004).
b. Ease of us yang dirasakan oleh pengunjung online dalam menavigasi toko online
merupakan hal yang penting. Evaluasi positif terhadap cara penggunaan, termasuk
kemudahan penggunaan, memiliki dampak yang positif terhadap emosi positif dan
dampak negatif pada emosi negatif. (Ethier, Hadaya, Talbot, & Cadieux, 2006)
c. Enjoyment yang dirasakan pada suatu online store dapat distimulasi dengan
menggunakan musik dan efek yang lucu nan menarik pada latar belakang.
Penggunaan atribut tersebut dapat berdampak signifikan pada emosi positif. Suatu
website dengan tampilan riang dapat menciptakan afek positif. Sebagai tambahan,
mereka kemudian mendemonstrasikan bahwa aspek yang riang dapat
mengimbangi afek negatif (Van Dolen, de Rijter, & Streukens, 2008)
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
d. Website communication style merupakan persepsi subyektif dari suatu gaya
dimana situs tersebut berkomunikasi dan melayani pengunjungnya. Gaya
komunikasi situs mencerminkan “kelebihan” dari suatu pendekatan (kalem
dibandingkan memaksa), orientasi sosialnya (bersahabat, menciptakan suatu
hubungan), dan demonstrasi dari suatu keahlian dan kompetensi (pengetahuan).
Telah diperdebatkan bahwa evaluasi konsumen dipengaruhi oleh eksposur
terhadap gaya komunikasi tertentu seiring dengan kebutuhan atas suatu presentasi
sosial dan konsistensi kognisi. Para individu menggunakan kognisi yang
disebabkan secara sosial dan strategi afeksi untuk mencocokkan dengan gaya
lawan yang diajak berinteraksi. Disamping itu, pengaruh ini dapat terjadi tanpa
motivasi secara sadar. Dengan menerapkan penyebaran logika sosial ini ke
interaksi website-consumer, terlihat bahwa konsumen akan merespon dengan cara
yang serupa terhadap gaya komunikasi suatu website. (Keeling, McGoldrick, &
Beatty, 2010). Selain itu, gaya komunikasi yang bersahabat dan adil dapat
mengarahkan kepada evaluasi konsumen yang positif dibandingkan kearah yang
negatif (Sparks & Areni, 2002)
Walaupun sistem afeksi dan kognisi masing-masing melibatkan bagian yang
berbeda dalam sel otak, kedua sistem sesungguhnya sangat berhubungan dalam jalur
neural. Oleh karena itu, kedua sistem ini akan saling mempengaruhi (Peter & Olson,
2010). Sebagai contoh, respon afeksi yang dihasilkan dari sistem afeksi sebagai reaksi
terhadap stimuli dari lingkungan, dapat diinterpretasikan oleh sistem kognisi.
Interpretasi kognisi ini kemudian dijadikan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan (Peter & Olson, 2010). Dalam penelitian yang akan dilakukan, akan
dimulai dari sistem kognisi yang menghasilkan respon keyakinan. Hal ini dipilih
karena apabila dimulai dari proses afeksi terdapat kesulitan dalam perumusan
indikator dimana afeksi lebih abstrak untuk diukur. Sehingga proses penelitian akan
dimulai dari proses rasional (kognisi) kemudian akan dilihat pengaruhnya terhadap
afeksi (dalam hal ini respon emosi). Terminologi emosi yang digunakan disini telah
digunakan secara universal dalam pengaturan konsumsi, seperti halnya dalam online
shopping. Dalam penelitian ini nantinya akan terfokus pada pengaruh antara
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
functional convenience (merchandise attractiveness dan ease of use) dengan
representational delight beliefs (enjoyment dan website communication style).
2.4. Kaitan Afeksi dan Kognisi terhadap Pembelian Impulsif
Engel dan Backwell (1982) mendesain suatu model untuk menjelaskan
pengambilan keputusan konsumen. Berdasarkan model tersebut, konsumen
memproses informasi ke dalam lima tahapan sebelum melakukan keputusan
konsumsi. Tahapan pertama adalah terlibat dalam suatu permasalahan, atau
membutuhkan pengenalan. Tahap selanjutnya melibatkan pencarian terhadap solusi-
solusi alternatif dan informasi yang relevan terhadap penyelesaian potensial atas
permasalahan yang dihadapi baik yang berasal dari lingkungan eksternal maupun dari
pengetahuan yang tersimpan. Tahap ketiga melibatkan evaluasi terhadap berbagai
alternatif guna merumuskan suatu keyakinan atas konsekuensi yang relevan. Tahap
keempat melibatkan pembelian terhadap alternatif yang dipilih. Tahap terakhir adalah
revaluasi yang merupakan tahapan setelah pembelian dimana terjadi penilaian
kembali atas keputusan yang telah dibuat, berdasarkan kinerja yang diperoleh setelah
pembelian.
Coley (2002) menyatakan bahwa dalam pemahaman mengenai tahapan-
tahapan tersebut dan bagaimana tahapan ini saling berinteraksi, model pengambilan
keputusan konsumen karya Engel dan Blackwell telah menanggalkan tahapan yang
sangat penting yakni tahap impulsivitas. Tahap ini, dimana melibatkan proses emosi,
seharusnya muncul langsung setelah tahap identifikasi masalah. Jika sisi kontrol diri
lebih menonjol maka dilanjutkan ke tahap kedua yakni pencarian solusi alternatif.
Namun, apabila sisi impulsivitas lebih kuat, tahap kedua dan ketiga akan terlewati
dan langsung menuju tahap keempat yaitu melakukan pembelian.
Hirschman (1985) dan Hoch & Loewenstein (1991) menyatakan bahwa
konsumen dipengaruhi baik oleh unsur rasional jangka panjang maupun unsur
emosional jangka pendek. Holbrook, O’Shaughnessy and Bell (1990) menjelaskan
bahwa berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, terdapat suatu kecenderungan
untuk mempertimbangkan perilaku konsumen sebagai motif dari aksi yang dapat
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
dijelaskan (rasional) atau sebagai sumber dari reaksi emosional. Hoch & Loewenstein
(1991) dan Weinberg & Gottwald (1982) berpendapat walaupun secara konseptual
berbeda, proses afeksi (emosional)-yang menciptakan impulsivitas- dan proses
kognisi (rasional)-yang menciptakan kendali diri- tidaklah saling independen.
Pembelian impulsif terjadi ketika terbentuk suatu hasrat/dorongan yang cukup kuat
untuk mengabaikan unsur pengendali. Tanpa adanya kendali diri, seseorang akan
menyerah pada hasrat/dorongan tersebut dan terjadilah perilaku impulsif (Youn,
2000). Melalui model tahapan proses informasi yang telah disesuaikan, komponen-
komponen kognisi dan afeksi secara bersama-sama mempengaruhi bagaimana dan
seberapa besar emosi dan/atau pemikiran menciptakan impulsivitas atau kendali diri.
Tingkatan terjadinya impulsivitas tergantung dari mana yang lebih kuat antara kedua
komponen tersebut, impulsivitas afeksi dan kendali diri kognisi. Apabila intensitas
dari satu proses meningkat, proses yang lain akan berkurang dan memudar.
3. Metode Penelitian
Metode pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada para
pengguna situs Group Buying dimana kuesioner akan diisi sendiri oleh responden
(self-administered questionnaire).
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert dengan 7
tingkatan, dari rentang 1 = Sangat Tidak Setuju, sampai 7 = Sangat Setuju. Penelitian
ini menggunakan 165 sampel dimana sampel merupakan pengguna dari situs Group
Buying Groupon Disdus Indonesia. Metode pengambilan sampel yang akan
digunakan adalah metode non probability sampling, artinya teknik sampling tidak
menggunakan prosedur pemilihan kesempatan, tetapi lebih berdasarkan penilaian
pribadi peneliti (Malhotra, 2007). Teknik non probability sampling yang digunakan
adalah snowball sampling. Snowball sampling merupakan metode sampling dimana
responden dipilih berdasarkan pemilihan atau informasi yang diberikan oleh
responden lain (Malhotra, 2007).
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
Gambar 3.1 Model Penelitian Sumber: Van Dolen dan Verhagen (2011)
4. Analisis dan Pembahasan Penelitian
Uji kecocokan model struktural menunjukkan output nilai chi-square sebesar
841,10 dengan p-value 0,00 dan RMSEA sebesar 0,08 dimana nilai sudah
menunjukkan good fit.
Gambar 4.1: Output Structural Model T – Value dan Standardized Loading Factor
Sumber: Output Lisrel 8.51 Hasil Olahan Peneliti
0,20
(0,60)
(-0,17)
Merchandise
Attractivenes
sss
Negative
Affect
Ease of Use
Website
Style
Enjoyment
Urge to
Buy Browsing
Positive
Affect
(1,77)
(-0,97)
(-2,17)
(2,62)
(1,04)
(1,95)
(2,89)
(1,59)
(0,46)
(6,46)
-0,10
0,26
-0,31
-0,03
0,12
0,42
-0,06
0,06
0,16
0,28
0,81
Impulse
Buy
(1,46)
(-0,65)
0,39
0,75
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
H1a: Terdapat hubungan yang positif antara perceived online store merchandise
attractiveness dengan positive affect
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H1 DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 1,77
(< 1,96). Hal ini menunjukkan daya tarik yang dirasakan oleh konsumen atas deals
yang ditawarkan pada situs Groupon Disdus tidak meningkatkan afek positif
konsumen. Sehingga keragaman dan daya tarik lainnya dari deals dalam situs Disdus
dianggap tidak relevan dengan positive affect yang dirasakan oleh konsumen.
Dalam hal pengguna situs Disdus, walaupun dibatasi dengan waktu dan
penawaran potongan harga tidak menjadikan daya tarik utama yang mampu
meningkatkan afek positf. Hal ini dapat disebabkan karena deals yang ditawarkan
mencakup berbagai variasi yang tidak selalu sesuai dengan selera masing-masing
pengguna.
H1b: Terdapat hubungan yang negatif antara perceived online store
merchandise attractiveness dengan negative affect
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H1b DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar (-
)0,17. Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik yang dirasakan oleh konsumen atas
deals yang ada dalam situs Disdus tidak mengurangi afek negatif .
Deals yang ditawarkan dalam situs Disdus merupakan deals yang mencakup
berbagai ragam produk dan pelayanan yang mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan konsumen sehingga tidak mampu mengurangi afek negatif yang
dirasakan pengguna (dan tidak mampu pula mempengaruhi afek positif).
H2a: Terdapat hubungan yang positif antara perceived ease of use dengan
positive affect
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H2a DiTOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 0,97.
Hal ini menunjukkan bahwa kemudahan cara penggunaan situs Disdus tidak
meningkatkan positive affect konsumen
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
Kemudahan dalam menavigasi dipandang sebagai suatu “kewajiban” bagi
penyedia layanan situs online, sehingga menjadikan hal ini sebagai suatu hal yang
sudah selayaknya ada dalam suatu situs online. Hal ini menyebabkan kemudahan
penggunaan tidak mempengaruhi afek positif.
H2b: Terdapat hubungan yang negatif antara perceived ease of use dengan
negative affect
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H2b DITERIMA, karena nilainya lebih tinggi dari t-value yaitu sebesar 2,17.
Hal ini menunjukkan bahwa kemudahan dalam penggunaan situs Disdus dapat
menurunkan afek negatif yang dirasakan konsumen.
Dibandingkan dengan situs group buying lainnya, situs Disdus lebih mudah
untuk dinavigasi mulai dari tahap halaman muka hingga dalam melakukan navigasi
untuk proses pembayaran. Hal ini menjadi nilai tambah bagi situs Disdus yang
kemudian mampu mengurangi afek negatif yang dirasakan pengguna.
H3a : Terdapat hubungan yang positif antara perceived shopping enjoyment
dengan positive affect
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H3a DITERIMA, karena memiliki nilai lebih tinggi dari t-value yaitu sebesar
2,62. Hal ini menunjukkan bahwa enjoyment yang diharapkan konsumen mengenai
situs Disdusdapat meningkatkan positive affect yang dirasakan konsumen.
Kenikmatan yang diperoleh dari suatu situs online membuat para pengguna
situs merasa nyaman dan terhibur. Tampilan yang atraktif dan penggunaan kata yang
menarik dapat meningkatkan afek positif yang dirasakan pengguna karena pengguna
merasa terhibur dengan tayangan yang ditampilkan.
H3b : Terdapat hubungan yang negatif antara perceived shopping enjoyment
dengan negative affect.
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H3b DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 0,6.
Hal ini menunjukkan bahwa enjoyment yang diharapkan konsumen tentang situs
Disdus tidak menurunkan negative affect yang sedang dirasakan konsumen.
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
Kenikmatan yang diperoleh dari tampilan suatu online store walaupun terlihat
menghibur namun tidak mampu menurunkan afek negatif yang dirasakan
pengguna.Hal ini dapat terjadi level afek negatif yang dirasakan pengguna lebih sulit
untuk diredakan daripada meningkatkan afek positif. Seseorang dengan afek negatif
cenderung ingin mengeluarkan afek yang dirasakan tersebut daripada mendapat
penghiburan. Kecenderungan inilah yang dapat menyebabkan tayangan yang
menghibur tidak cukup kuat untuk mengurangi afek negatif yang dirasakan
pengguna.
H4a: Terdapat hubungan yang positif antara perceived website communication
style dengan positive affect.
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H4a DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 1,95.
Hal ini menunjukkan bahwa website communication style hampir berpengaruh secara
signifikan terhadap positive affect yang sedang dirasakan konsumen.
Dalam situs Disdus, penyampaian komunikasi deals berkisar pada informasi
mengenai adanya suatu tawaran tentang produk atau jasa yang biasanya sudah umum
dikenal. Sehingga cara penyampaian ini walaupun memiliki nilai yang sudah sangat
mendekati, namun belum cukup untuk mempengaruhi afek positif.
H4b: Terdapat hubungan yang negatif antara perceived website communication
style dengan negative affect.
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H4b DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar
0,46. Hal ini menunjukkan bahwa . website communication style tidak memiliki
pengaruh dalam menurunkan afek negatif yang sedang dirasakan konsumen.
Suatu cara komunikasi website yang menyenangkan dan adil akan lebih
mempengaruhi afek positif dibandingkan afek negatif (J.R. Mccoll-Kennedy, 2003).
Hal ini menjelaskan bahwa gaya komunikasi tidak begitu mempengaruhi afek negatif.
H5a : Terdapat hubungan yang positif antara positive affect dengan browsing.
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H5a DITERIMA, karena nilainya lebih tinggi dari t-value yaitu sebesar 2,89.
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
Hal ini menunjukkan bahwa positive affect konsumen dapat mendorong konsumen
untuk melakukan browsing di situs Disdus..
Aspek positif telah diteliti mempengaruhi aspek browsing seperti misalnya
dengan meluangkan ekstra waktu untuk berbelanja. Dimensi emosional yang berbeda
mempengaruhi keputusan dalam tindakan penelusuran dan menghasilkan suatu
kesimpulan bahwa suatu lingkungan yang menimbulkan kesenangan dapat
mendorong terjadinya eksplorasi lebih lanjut (Huang, 2005). Hal inilah yang
menjadikan alasan bahwa afek positif mempengaruhi terjadinya browsing.
H5b: Terdapat hubungan yang negatif antara negative affect dengan browsing.
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H5b DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 1,59.
Hal ini menunjukkan bahwa negative affect konsumen tidak menyurutkan konsumen
untuk melakukan browsing situs Disdus.
Dalam hal terdapat suatu afek negatif misalkan kebosanan, dapat menjauhkan
konsumen, yang kemudian mempengaruhi secara negatif. Namun gaya komunikasi
lebih cenderung mengarah ke dalam faktor pemuas sehingga tidak memiliki dampak
pada afek negatif tapi akan lebih mengarahkan kepada afek positif. (B. Busacca,
2005)
H6a: Terdapat hubungan yang positif antara positive affect dengan urge to buy.
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H6a DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 1,04.
Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan dalam afek positf konsumen tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan dorongan untuk berbelanja.
Dalam hal penggunaan situs Disdus, afek positif yang ada terjadi karena
tayangan menarik yang ditampilkan. Hal ini lebih mendorong pengguna untuk terus
melakukan browsing (melihat-lihat) dibanding menimbulkan keinginan untuk
membeli.
H6b: Terdapat hubungan yang negatif antara negative affect dengan urge to
buy.
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H6b DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 0,65.
Hal ini menunjukkan perbaikan dalam negative affect konsumen tidak meningkatkan
dorongan untuk berbelanja secara signifikan.
Dari hasil pengolahan data, afek negatif akan lebih berpengaruh terhadap
dilakukannya browsing dibandingkan apabila dibandingkan langsung terhadap
dorongan untuk membeli. Hal ini dapat disebabkan apabila seorang mengalami afek
negatif, cenderung akan melakukan penghiburan dengan melihat-lihat dibandingkan
dengan munculnya suatu dorongan untuk melakukan pembelian.
H6c: Terdapat hubungan yang positif antara browsing dengan urge to buy.
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H6c DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 1,46.
Hal ini menunjukkan bahwa browsing tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
urge to buy.
Dalam situs Disdus, browsing yang dilakukan pengguna lebih cenderung
untuk membandingkan antara deals yang satu dengan deals lainnya. Hal ini mampu
menurunkan impulsivitas seseorang sehingga meredakan dorongan yang terbentuk
untuk melakukan pembelian secara tiba-tiba.
H6d: Terdapat hubungan yang positif antara urge to buy dengan impulse buy.
Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka
hipotesis H6d DITERIMA, karena nilainya lebih tinggi dari t-value yaitu sebesar 6,46.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat dorongan untuk membeli semakin
mungkin terjadinya pembelian impulsif.
Hal ini memperkuat teori dimana dinyatakan bahwa suatu dorongan untuk
membeli merupakan faktor kuat pemicu terjadi tindakan pembelian secara impulsif.
5. Kesimpulan dan Penutup
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dari 14 hipotesis yang diuji,
empat hipotesi dinyatakan diterima yakni: H2b, H3a. H5a, dan H6d. Kesimpulan yang
diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah:
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
a. Berdasarkan kognisi yang terbentuk di kalangan pengguna Disdus melalui
atribut merchandise attractiveness, ease of use, enjoyment, dan website
communication style, hanya atribut ease of use dan enjoyment yang
berpengaruh terhadap emosi. Ease of use mampu mengurangi afek negatif
yang dirasakan pengguna Disdus sedangkan enjoyment dapat meningkatkan
afek positif pengguna.
b. Emosi yang terdiri dari afek positif dan negatif memiliki pengaruh yang
berbeda-beda terhadap aksi impulsif. Afek positif berpengaruh signifikan
terhadap browsing yang dilakukan pengguna. Namun tidak demikian halnya
apabila dihadapkan dengan tahapan dorongan untuk membeli dimana afek
positif tidak berpengaruh signifikan terhadap dorongan untuk membeli.
Walaupun secara perhitungan browsing tidak berpengaruh signifikan terhadap
dorongan untuk membeli, tetap lebih baik afek positif menggunakan browsing
sebagai mediasi untuk mempengaruhi dorongan untuk membeli. Hal ini
didukung dengan nilai t-value yang lebih tinggi antara browsing terhadap
dorongan untuk membeli dibandingkan dengan nilai afek positif terhadap
dorongan untuk membeli. Sedangkan untuk afek negatif, tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap terjadinya aksi impulsif baik menggunakan
browsing sebagai mediasi untuk mempengaruhi dorongan untuk membeli
maupun mempengaruhi dorongan untuk membeli secara langsung.
c. Aksi impulsif dimulai dari tahapan browsing dilanjutkan dengan urge to buy
kemudian diakhiri dengan pembelian impulsif. Dalam penelitian yang telah
dilakukan, dorongan untuk membeli memiliki pengaruh besar terhadap
dilakukannya pembelian impulsif. Guna mempengaruhi dorongan untuk
membeli yang kemudian akan meningkatkan pembelian impulsif, hal yang
dapat dilakukan adalah memodifikasi variabel browsing atau melalui emosi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan variabel browsing memiliki nilai
tertinggi yang dapat mempengaruhi dorongan untuk membeli.
Keterbatasan lingkup dalam pengumpulan data dapat berperan dalam
menjelaskan penyebab banyaknya hipotesis yang ditolak. Keterbatasan waktu dan
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
biaya turut mempengaruhi dalam hal pengumpulan literatur dan data yang dilakukan.
Hal ini menyebabkan masih terdapat bias dalam hal gender dan profesi karena hanya
menitikberatkan pada gender tertentu (wanita) dan profesi tertentu (PNS).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perbaikan yang dapat dilakukan
manajemen Disdus adalah dalam segi atribut yang terdapat dalam situs Disdus.
Melihat hasil yang diperoleh terdapat dua atribut yang memiliki pengaruh terhadap
emosi yang merupakan mediasi terhadap aksi impulsif. Kedua atribut itu adalah ease
of use yang mewakili Functional Convenience dan enjoyment yang mewakili
Representational Delight.
6. Referensi
(t.thn.). Diambil kembali dari Detik.com: www.detik.com
(2011). Diambil kembali dari Groupon: www.groupon.com
Aggarwal, P., Jun, S., & Huh, J. (2011). Scarcity messages: A consumer competition
perspective. Journal of Advertising, 40(3) , 19–30.
Anderson, J., & Gerbing, D. (1988). Structural Equation Modeling in Practice : A
Review and Recommended Two-Step Approach. Psycological Bulletin. 103 (3) ,
411-23.
B. Busacca, G. P. (2005). Understanding the relationship between attribute
performances and overall satisfaction: theory, measurement and implications.
Marketing Intelligence & Planning 23 (6) , 543–561.
Baum, D. (t.thn.). Internet.
Bayley, G., & Nancarrow, C. (1998). Impulse Purchasing: A Qualitative Explanation
of The Phenomenon. MCB UP Limited.
Beatty, S., & Ferrell, M. (1998). Impulse Buying: Modeling its Precursors. Journal of
Retailing, 74(2) , 169-191.
Becherer, R., & Halstead, D. (2004). Characteristics and internet marketing strategies
of online auction sellers. International Journal of Internet and Enterprise
Management 1(1) , 24–37.
BPSDParekraf.org. (2011). Diambil kembali dari BPSDParekraf.org:
www.bpsdparekraf.org
Chandra, M. (2012, april 3). Inet.Detik.com. Dipetik june 8, 2013, dari
Inet.Detik.com:
http://inet.detik.com/read/2012/04/03/140117/1883911/398/social-commerce-
penggerak-e-commerce-indonesia
Coley, A. L. (2002). Affective and Cognitive Processes Involved in Impulse Buying.
Georgia: University of Georgia.
Comscore.com. (2012). Diambil kembali dari Comscore.com: www.comscore.com
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2006). Metode Riset Bisnis vol 1&2 edisi 9.
Jakarta: PT. Media Global Edukas.
Deloitte.com. (t.thn.). Diambil kembali dari Deloitte.com: www.deloitte.com
Engel, J., & Blackwell, R. (1982). Consumer Behaviour. Chicago, IL: Dryden Pr.
Ethier, J., Hadaya, P., Talbot, J., & Cadieux, J. (2006). B2C web site quality and
emotions during online shopping episodes: an empirical study. Information &
Management 43 (5) , 627–639.
Forrester Research. (t.thn.). Diambil kembali dari
http://www.isoc.org/inet2000/cdproceedings/7c/7c_3.htm
Gao, Y. (2005). Encyclopedia of Information Science and Technology. California:
Idea Group .
Gupta, P. (2011, December 2). nytimes.com. Dipetik July 5, 2013, dari nytimes.com:
http://www.nytimes.com/roomfordebate/2011/12/01/save-america-shop-at-
work/shopping-impulses-online-vs-off
Hair, J., Black, W., Babin, B., Anderson, R., & Tatham, R. (2006). Multivariate data
analysis 6th Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Hirschman, E. (1985). Cognitive processes in experimental consumer behavior.
Research on Consumer Behavior, 1 , 67-102.
Hoch, S., & Loewenstein, G. (1991). Time-inconsistent perferences and consumer.
Journal of Consumer Research, 17(4) , 492-508.
Holbrook, M., O’Shaughnessy, J., & Bell, S. (1990). Actions and reactions in the
consumption experience: the complementary roles of reasons and emotions in
consumer behavior. Research in Consumer Behavior, 4 , 131-163.
Huang, M.-H. (2005). Web performance scale. Information & Management 42 (6) ,
841–852.
J.R. Mccoll-Kennedy, B. S. (2003). Application of fairness theory to service failures.
Journal of Service Research 5 (3) , 251–266.
Jeffrey, S., & Hodge, R. (2007). Factors influencing impulse buying during an online
purchase. Electronic Commerce Research 7 (3–4) , 367–379.
Jhonson, R. E. (2005). Cimcor.com. Dipetik June 8, 2013, dari Cimcor.com:
www.cimcor.com
Joreskog, K., & Sorbom, D. (1996). LISREL 8: User’s Reference Guide. Chicago:
Scientific Software International, Inc.
Keeling, K., McGoldrick, P., & Beatty, S. (2010). Avatars as salespeople:
communication style, trust, and intentions. Journal of Business Research 63 (8) ,
793–800.
Loudon, D., & Bitta, A. (1993). Consumer Behaviour Concept and Application (4th
ed). Singapore: Mc Graw Hill .
Malhotra, N. K. (2009). Basic Marketing Research, 3rd ed. New Jersey: Prentice
Hall.
Online Storeku. (t.thn.). Diambil kembali dari http://www.onlinestoreku.com/berita-
toko-online/internet-a-tech/item/359-ekonomi-internet-di-indonesia-lebih-besar-
dari-lng-dan-ekspor-elektronik.html
Peter, J. P., & Olson, J. C. (2010). Consumer Behaviour and Marketing Strategy (9th
ed). Singapore: McGrawHill.
94
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013
Piron, F. (1991). Defining Impulse Purchasing. Advances in Consumer Research, 18 ,
509-514.
Purbo, O. W. (2001). Mengenal eCommerce . Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
R. Kalakota, A. W. (1997). Electronic Commerce: a Managers Guide. USA:
Addison-Wesley.
Reisenzein, R. (2009). Emotions as metarepresentional states of mind: naturalizing
the belief-desire theory of emotion. Cognitive Systems Research 10 (1) , 6–20.
Rook, D., & Fisher, R. (1995). Trait and normative aspects of impulsive buying
behavior. Journal of , 305-13.
Sparks, J., & Areni, C. (2002). The effects of sales presentation quality and initial
perceptions on persuasion: a multiple role perspective. Journal of Business
Research 55 (6) , 517–528.
Stern, H. (1962). The Significance of Impulse Buying Today. Journal of Marketing,
26(2) , 59-62.
Tempo.com. (2012). Diambil kembali dari Tempo.com: www.tempo.com
Thompson, C., Locander, W., & Pollio, H. (1990). The Lived Meaning of Free
Choice: An Existential–Phenomenological Description of Everyday Consumer
Experiences of Contemporary Married Women. Journal of Consumer Research,
17 , 346-361.
Tuten, T. (2010). Social commerce: E-retailers and today’s social consumers. In
Tuten, T. (Ed.). Enterprise 2.0: How Technology, E-Commerce, and Web 2.0 Are
Changing Business Virtually, Volume 2 , 225-234.
van Dolen, W., & Verhagen, T. (2011). The influence of online store beliefs on
consumer online impulse buying: A model and empirical application. Journal of
Information & Management 48 , 320–327.
Van Dolen, W., de Rijter, K., & Streukens, S. (2008). The impact of humor in
electronic service encounters. Journal of Economic Psychology 29 (2) , 160–179.
W.M. Van Dolen, K. d. (2008). The impact of humor in electronic service
encounters. Journal of Economic Psychology 29 (2) , 160–179.
Weinberg, P., & Gottwald, W. (1982). Impulsive consumer buying as a result of
emotions. Journal of Business Research, 10 , 43-57.
Welles, G. (1986, May 21). We’re in the Habit of Impulsive Buying. USA Today, 1 .
Wijanto, S. H. (2008). Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8 Konsep dan
Tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Youn, S. (2000). The Dimensional Structure of Consumer Buying Impulsivity:
Measurement and Validation. Minneapolis: University of Minnesota.
Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013