(STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

20
PEMBELIAN IMPULSIF PADA SITUS GROUP BUYING (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS) Ribka Febriana Fandis Ekyawan, S.E., M.M Program Studi S1 Ekstensi Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Suatu fenomena social commerce yang sedang terjadi belakangan ini adalah situs Group Buying, yang menggunakan konsep pembelian kolektif dan keterbatasan waktu untuk mendapatkan potongan harga. Penggunaan konsep ini dinilai mampu mendorong pengguna situs untuk melakukan pembelian secara impulsif. Pembelian impulsif terjadi ketika terdapat suatu dorongan secara tiba-tiba untuk melakukan aksi pembelian yang dapat dipicu dari tindakan browsing konsumen. Inilah yang kemudian membentuk aksi impulsif. Dipandang dari kacamata kognisi dan emosi, aksi impulsif terjadi didahului dengan adanya pembentukan pola pikir yang rasional (kognisi) dan dimediasi oleh perasaan (emosi). Dalam kaitannya dengan situs online, suatu proses kognisi dibentuk dari atribut yang terdapat dalam situs tersebut yaitu merchandise attractiveness, ease of use, enjoyment, dan merchandise communicarion style. Kognisi yang terbentuk kemudian mempengaruhi emosi yang dirasakan pengguna situs baik emosi berbentuk afek positif maupun negatif, dan kemudian mempengaruhi aksi impulsif. Situs Groupon Disdus dipilih sebagai objek penelitian dalam hal merupakan pelopor situs Group Buying di Indonesia. Kata kunci: Pembelian impulsif, kognisi, emosi, e-commerce, social commerce, group buying, merchandise attractiveness, ease of use, enjoyment, website communication style 1. Latar Belakang Social commerce adalah salah satu cabang e-commerce yang memungkinkan konsumen berinteraksi dengan difasilitasi oleh media sosial maupun interaksi sosial sesama konsumen. Salah satu praktek social commerce berwujud situs-situs group buying yang dipelopori oleh Groupon dan kemudian bermunculan situs-situs kloningnya karena model ini dianggap berhasil/menguntungkan (Chandra, 2012). Keberadaan group buying ini merupakan daya tarik tersendiri bagi para pembeli akan deals yang ditawarkan. Melalui konsep kolektif dan disertai dengan tampilan menarik, situs-situs ini mampu mendorong pengunjung situs untuk melakukan tindakan pembelian, bahkan tanpa direncanakan sebelumnya. Hal ini dikenal dengan istilah Impulsive Buying atau Pembelian Impulsif didefinisikan sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba dan secara Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Transcript of (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

Page 1: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

PEMBELIAN IMPULSIF PADA SITUS GROUP BUYING

(STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

Ribka Febriana

Fandis Ekyawan, S.E., M.M

Program Studi S1 Ekstensi

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Suatu fenomena social commerce yang sedang terjadi belakangan ini adalah situs Group Buying, yang

menggunakan konsep pembelian kolektif dan keterbatasan waktu untuk mendapatkan potongan harga.

Penggunaan konsep ini dinilai mampu mendorong pengguna situs untuk melakukan pembelian secara

impulsif. Pembelian impulsif terjadi ketika terdapat suatu dorongan secara tiba-tiba untuk melakukan

aksi pembelian yang dapat dipicu dari tindakan browsing konsumen. Inilah yang kemudian

membentuk aksi impulsif. Dipandang dari kacamata kognisi dan emosi, aksi impulsif terjadi didahului

dengan adanya pembentukan pola pikir yang rasional (kognisi) dan dimediasi oleh perasaan (emosi).

Dalam kaitannya dengan situs online, suatu proses kognisi dibentuk dari atribut yang terdapat dalam

situs tersebut yaitu merchandise attractiveness, ease of use, enjoyment, dan merchandise

communicarion style. Kognisi yang terbentuk kemudian mempengaruhi emosi yang dirasakan

pengguna situs baik emosi berbentuk afek positif maupun negatif, dan kemudian mempengaruhi aksi

impulsif. Situs Groupon Disdus dipilih sebagai objek penelitian dalam hal merupakan pelopor situs

Group Buying di Indonesia.

Kata kunci: Pembelian impulsif, kognisi, emosi, e-commerce, social commerce, group buying,

merchandise attractiveness, ease of use, enjoyment, website communication style

1. Latar Belakang

Social commerce adalah salah satu cabang e-commerce yang memungkinkan

konsumen berinteraksi dengan difasilitasi oleh media sosial maupun interaksi sosial

sesama konsumen. Salah satu praktek social commerce berwujud situs-situs group

buying yang dipelopori oleh Groupon dan kemudian bermunculan situs-situs

kloningnya karena model ini dianggap berhasil/menguntungkan (Chandra, 2012).

Keberadaan group buying ini merupakan daya tarik tersendiri bagi para pembeli akan

deals yang ditawarkan. Melalui konsep kolektif dan disertai dengan tampilan

menarik, situs-situs ini mampu mendorong pengunjung situs untuk melakukan

tindakan pembelian, bahkan tanpa direncanakan sebelumnya. Hal ini dikenal dengan

istilah Impulsive Buying atau Pembelian Impulsif didefinisikan sebagai

kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba dan secara

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 2: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

otomatis (Rook & Fisher, 1995). Rook dan Fisher turut menjelaskan bahwa sangat

potensial untuk melakukan pembelian impulsif secara online. Dipicu dengan

kemudahan akses untuk mendapatkan suatu produk (hanya tinggal meng-click), tanpa

adanya suatu tekanan sosial dan usaha untuk proses pengantaran (delivery),

pembelian impulsif terjadi pada sekitar 40 % dari keseluruhan pengeluaran online.

Sebagaimana pandangan terhadap perilaku pembelian konsumen merupakan hal yang

vital bagi para praktisi e-commerce, pemahaman terhadap sifat perilaku pembelian

online turut menjadi hal yang patut didalami (Jeffrey & Hodge, 2007).

Dengan menggunakan teori kognisi-emosi sebagai sudut pandang teori,

pengujian yang akan dilakukan terhadap model yang terkait dengan atribut-atribut

online store yakni merchandise attractiveness, ease of use, enjoyment, dan website

communication style terhadap perilaku pembelian impulsif konsumen, yang

dimediasi oleh emosi konsumen (Reisenzein, 2009). Pemilihan keempat atribut

online store tersebut dipandang relevan karena:

a. Keempat atribut tersebut telah terbukti menjadi elemen vital dari online store’s

image, sebagaimana para konsumen memandang penting keempatnya. Online

store image diasumsikan menstimulasi pembelian impulsif secara online,

b. Atribut-atribut ini mengacu pada persepsi tentang functional convenience dan

representational delight. Atribut functional convenience meliputi kemudahan

dan kenyamanan dalam menggunakan online store dalam rangka memenuhi

suatu tujuan, yakni proses pencarian dan pembelian produk. Sedangkan atribut

representational delight merupakan karakteristik yang tidak secara langsung

terhubung dengan pemenuhan daftar belanja, namun dapat meningkatkan

pengalaman berbelanja dengan menstimulasi sejumlah indera dan membuatnya

menjadi menyenangkan.

Kedua alasan tersebut diharapkan memainkan peran yang krusial dalam segi

emosi dan situasi pembelian tak terencana, sehingga dapat memberikan hasil yang

selaras dengan pengujian yang dilakukan. Atribut-atribut tersebut merefleksikan fitur

penting online store yang disuguhkan para retailer online kepada konsumennya. Hal

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 3: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

ini mewakili nilai manajerial dari penelitian ini yang membuktikan pentingnya

keterlibatan mereka dalam pengaturan pembelian impulsif.

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Group Buying

Kekuatan dari group buying adalah pencampuran antara akses ke sejumlah

besar orang, price-oriented dan time-sensitive deals, dan sifat sosial dari konteks

penjualan itu sendiri. Group buying deals ditawarkan melalui website deal harian

seperti Groupon atau LivingSocial. Situs ini menyajikan sejumlah daily deals kepada

anggota komunitas mereka melalui email dan mobile channels dan mempromosikan

deals tersebut menggunakan online newsfeed dalam saluran media sosial seperti

Facebook, Twitter. Dholakia (2010) menjelaskan bahwa kabar mengenai deals dari

Groupon menyebar cepat melalui Facebook updates dan Twiter tweets sebagaimana

kemudian para calon pembeli mengajak keluarga dan teman untuk bergabung dalam

deal tersebut guna mencapai jumlah pembelian minimum yang dibutuhkan supaya

deal yang dimaksud dapat berlangsung.

Group buying deals tidak melibatkan pengambilan keputusan secara kolektif,

namun lebih kepada proses pemilihan untuk membeli dari masing-masing individu

walaupun pemilihan tersebut mungkin dipengaruhi dari bukti sosial yang ditawarkan

orang lain yang membeli deals tersebut. Lebih jauh lagi, keputusan untuk membeli

tersebut dipengaruhi oleh persepsi dari kelangkaan. Prinsip kelangkaan bekerja

dengan menciptakan suatu perasaan mendesak untuk membuat suatu keputusan

pembelian pada konsumen, sehingga menghasilkan peningkatan kuantitas pembelian,

menyingkat periode waktu pengambilan keputusan, dan menciptakan kepuasan yang

lebih besar terhadap suatu produk (Aggarwal, Jun, & Huh, 2011).

2.2. Pembelian Impulsif dan Tahapannya

Beatty dan Ferrel (1998) mengatakan bahwa pembelian impulsif adalah suatu

pembelian yang tiba-tiba dan segera tanpa niatan berbelanja sebelumnya atau untuk

membeli suatu kategori produk yang spesisfik maupun untuk memenuhi daftar

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 4: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

belanja tertentu. Perilaku tersebut terjadi setelah mendapatkan pengalaman yang

mendorong untuk melakukan pembelian dan cenderung terjadi secara spontan dan

tanpa banyak pertimbangan.

Dolen dan Verhagen (2011) menyebutkan bahwa terdapat dua elemen inti

yang membentuk karakter pembelian impulsif:

a. Proses yang terjadi secara tak terencana dan minimnya pertimbangan secara

kognisi. Proses ini dipicu oleh pengumpulan informasi tentang produk ketika

melakukan penelusuran (browsing) di toko dan tidak terarah ke formasi sikap atau

intensi struktur-kognisi.

b. Emosi yang mendominasi proses pembelian impulsif. Walaupun pembelian

impulsif tidak menghalangi proses dari suatu informasi, emosi memainkan peran

kunci dalam proses.

Proses pembelian impulsif dimulai dengan kesadaran akan suatu produk.

Pembeli impulsif memulai dengan melakukan browsing tanpa kecenderungan untuk

membeli item tertentu atau mengunjungi suatu situs tertentu. Saat individu

melakukan penelusuran, mereka dihadapkan pada sejumlah dorongan/stimuli yang

memicu dorongan konsumen untuk melakukan pembelian secara impulsif. Ketika

pembeli impulsif merasakan hasrat untuk membeli, mereka kemudian membuat

keputusan pembelian tanpa terlebih dahulu mencari informasi atau mengevaluasi

alternatif yang ada. Pada tahapan proses pembelian impulsif ini, konsumen

merasakan dorongan tak tertahankan untuk membeli terlepas dari ketiadaan niat

sebelumnya. Kemudian, konsumen akan merasakan konsekuensi positif atau negatif

seiring dengan dilakukannya tahapan evaluasi pascapembelian yang terjadi setelah

melakukan pembelian secara impulsif. Nyatanya, beberapa konsumen dilaporkan

merasakan ketidakpuasan terhadap produk tersebut, tetapi tetap puas terhadap

pembelian yang dilakukan (Engel & Blackwell, 1982).

Dalam proses ini, konsumen dipengaruhi oleh kondisi internal dan faktor

eksternal yang memicu perilaku pembelian impulsif mereka. Karena pembeli impulsif

tidak menetapkan tujuan spesifik untuk membeli produk tertentu atau mengunjungi

suatu situs tertentu, ketika melakukan penelusuran dan dihadapakan pada suatu

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 5: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

stimulus, pembeli impulsif merasakan hasrat terhadap produk tersebut dengan

membentuk suatu kesadaran akan produk tersebut, dan hasrat ini dapat dibentuk

karena kondisi internal/mood dan/atau dorongan eksternal. Kesadaran akan suatu

produk, yang mampu memuaskan hasrat yang tercipta, dapat diraih dengan penyajian

visual yang atraktif dari suatu situs yang turut menyajikan informasi mengenai

berbagai produk baru, tren fashion, dan sebagainya (Bayley & Nancarrow, 1998).

2.3. Afeksi dan Kognisi

Afeksi dihasilkan dari suatu proses afeksi yang kemudian menghasilkan

respon afeksi. Terdapat empat tipe besar dalam respon afeksi yakni: emosi, perasaan

tertentu, mood, dan evaluasi. Tiap-tiap tipe afeksi dapat mengarah positif dan

negatif. Keempat tipe ini berbeda dalam hal tingkatan dorongan fisik atau intensitas

dimana mereka terjadi. Semakin kuat suatu respon afeksi, dapat berpengaruh terhadap

respon fisik. Misalkan emosi seperti rasa takut atau kemarahan dapat menyebabkan

dampak fisik yang dirasakan tubuh seperti tekanan darah tinggi dan keringat dingin

(Peter & Olson, 2010). Dari keempat tipe tersebut, emosi merupakan tipe yang paling

kuat dan nyata yang dapat dirasakan. Oleh sebab itu, dalam penelitian yang akan

dilakukan, akan lebih menggarisbawahi pada emosi, yang juga akan berperan sebagai

mediasi antara keyakinan dari kognisi dan aksi impulsif.

Walaupun terdapat berbagai sudut pandang mengenai keberadaan emosi,

mayoritas pandangan tersebut sepakat untuk memisahkan emosi kedalam afek positif

dan negatif. Emosi positif seperti kegembiraan dan antusiasme dapat menstimulasi

seseorang ke dalam kebutuhan akan gratifikasi instan yang dilakukan dengan

membeli suatu produk Emosi negatif seperti perasaan marah atau mudah tersinggung

dapat pula menstimulasi pembelian impulsif, dengan tujuan membantu konsumen

untuk merasa lebih baik. (Peter & Olson, 2010).

Manusia memiliki sistem kognisi yang berkembang secara menakjubkan yang

menjalankan proses mental yang lebih tinggi dari pemahaman, evaluasi, perencanaan,

keputusan, dan pemikiran. Sistem kognisi mampu menginterpretasikan secara virtual

berbagai aspek yang terdapat dalam lingkungan. Selain itu, sistem kognisi dapat

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 6: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

menginterpretasikan perilaku dan pernyataan afeksi. Interpretasi kognisi meliputi

makna simbolik dan mendalam dari suatu produk atau perilaku. Oleh karena itu,

manusia dapat menginterpretasikan kognisi atau keyakinannya (Peter & Olson,

2010).

Kognisi berasal dari proses kognisi. Proses ini kemudian akan menghasilkan

respon kognisi yang terdiri dari 3 tipe besar: pengetahuan, makna, dan keyakinan

(beliefs). Dalam penelitian yang akan dilakukan, akan menitikberatkan pada

keyakinan. Hal ini dilakukan karena kedua tipe lainnya memerlukan suatu proses

kognisi yang berkesinambungan. Sedangkan dalam hal penelitian terkait dengan

pembelian impulsif dimana tindakan dilakukan secara tiba-tiba, maka akan

didasarkan pada kognisi yang terbentuk secara singkat, dalam hal ini keyakinan.

Kognisi yang dibentuk terhadap situs online ini berdasarkan Dolen dan

Verhagen (2011) dibentuk dari empat keyakinan (beliefs/atribut):

a. Merchandise attractiveness merupakan persepsi dari suatu ukuran dan daya tarik

dari beragam produk. Daya tarik produk menggolongkan tayangan sejumlah

produk ke suatu situs, menyajikan penawaran yang menarik, bernilai uang, dan

apakah produk tersebut sesuai dengan minat konsumen. Hal-hal tersebut telah

disarankan dapat mempengaruhi respon emosi. Dalam konteks online, hubungan

antara penawaran spesial dengan emosi positif (contoh: kegembiraan) ditunjukkan

ketika terjadi suatu pelelangan. (Becherer & Halstead, 2004).

b. Ease of us yang dirasakan oleh pengunjung online dalam menavigasi toko online

merupakan hal yang penting. Evaluasi positif terhadap cara penggunaan, termasuk

kemudahan penggunaan, memiliki dampak yang positif terhadap emosi positif dan

dampak negatif pada emosi negatif. (Ethier, Hadaya, Talbot, & Cadieux, 2006)

c. Enjoyment yang dirasakan pada suatu online store dapat distimulasi dengan

menggunakan musik dan efek yang lucu nan menarik pada latar belakang.

Penggunaan atribut tersebut dapat berdampak signifikan pada emosi positif. Suatu

website dengan tampilan riang dapat menciptakan afek positif. Sebagai tambahan,

mereka kemudian mendemonstrasikan bahwa aspek yang riang dapat

mengimbangi afek negatif (Van Dolen, de Rijter, & Streukens, 2008)

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 7: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

d. Website communication style merupakan persepsi subyektif dari suatu gaya

dimana situs tersebut berkomunikasi dan melayani pengunjungnya. Gaya

komunikasi situs mencerminkan “kelebihan” dari suatu pendekatan (kalem

dibandingkan memaksa), orientasi sosialnya (bersahabat, menciptakan suatu

hubungan), dan demonstrasi dari suatu keahlian dan kompetensi (pengetahuan).

Telah diperdebatkan bahwa evaluasi konsumen dipengaruhi oleh eksposur

terhadap gaya komunikasi tertentu seiring dengan kebutuhan atas suatu presentasi

sosial dan konsistensi kognisi. Para individu menggunakan kognisi yang

disebabkan secara sosial dan strategi afeksi untuk mencocokkan dengan gaya

lawan yang diajak berinteraksi. Disamping itu, pengaruh ini dapat terjadi tanpa

motivasi secara sadar. Dengan menerapkan penyebaran logika sosial ini ke

interaksi website-consumer, terlihat bahwa konsumen akan merespon dengan cara

yang serupa terhadap gaya komunikasi suatu website. (Keeling, McGoldrick, &

Beatty, 2010). Selain itu, gaya komunikasi yang bersahabat dan adil dapat

mengarahkan kepada evaluasi konsumen yang positif dibandingkan kearah yang

negatif (Sparks & Areni, 2002)

Walaupun sistem afeksi dan kognisi masing-masing melibatkan bagian yang

berbeda dalam sel otak, kedua sistem sesungguhnya sangat berhubungan dalam jalur

neural. Oleh karena itu, kedua sistem ini akan saling mempengaruhi (Peter & Olson,

2010). Sebagai contoh, respon afeksi yang dihasilkan dari sistem afeksi sebagai reaksi

terhadap stimuli dari lingkungan, dapat diinterpretasikan oleh sistem kognisi.

Interpretasi kognisi ini kemudian dijadikan pertimbangan dalam pengambilan

keputusan (Peter & Olson, 2010). Dalam penelitian yang akan dilakukan, akan

dimulai dari sistem kognisi yang menghasilkan respon keyakinan. Hal ini dipilih

karena apabila dimulai dari proses afeksi terdapat kesulitan dalam perumusan

indikator dimana afeksi lebih abstrak untuk diukur. Sehingga proses penelitian akan

dimulai dari proses rasional (kognisi) kemudian akan dilihat pengaruhnya terhadap

afeksi (dalam hal ini respon emosi). Terminologi emosi yang digunakan disini telah

digunakan secara universal dalam pengaturan konsumsi, seperti halnya dalam online

shopping. Dalam penelitian ini nantinya akan terfokus pada pengaruh antara

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 8: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

functional convenience (merchandise attractiveness dan ease of use) dengan

representational delight beliefs (enjoyment dan website communication style).

2.4. Kaitan Afeksi dan Kognisi terhadap Pembelian Impulsif

Engel dan Backwell (1982) mendesain suatu model untuk menjelaskan

pengambilan keputusan konsumen. Berdasarkan model tersebut, konsumen

memproses informasi ke dalam lima tahapan sebelum melakukan keputusan

konsumsi. Tahapan pertama adalah terlibat dalam suatu permasalahan, atau

membutuhkan pengenalan. Tahap selanjutnya melibatkan pencarian terhadap solusi-

solusi alternatif dan informasi yang relevan terhadap penyelesaian potensial atas

permasalahan yang dihadapi baik yang berasal dari lingkungan eksternal maupun dari

pengetahuan yang tersimpan. Tahap ketiga melibatkan evaluasi terhadap berbagai

alternatif guna merumuskan suatu keyakinan atas konsekuensi yang relevan. Tahap

keempat melibatkan pembelian terhadap alternatif yang dipilih. Tahap terakhir adalah

revaluasi yang merupakan tahapan setelah pembelian dimana terjadi penilaian

kembali atas keputusan yang telah dibuat, berdasarkan kinerja yang diperoleh setelah

pembelian.

Coley (2002) menyatakan bahwa dalam pemahaman mengenai tahapan-

tahapan tersebut dan bagaimana tahapan ini saling berinteraksi, model pengambilan

keputusan konsumen karya Engel dan Blackwell telah menanggalkan tahapan yang

sangat penting yakni tahap impulsivitas. Tahap ini, dimana melibatkan proses emosi,

seharusnya muncul langsung setelah tahap identifikasi masalah. Jika sisi kontrol diri

lebih menonjol maka dilanjutkan ke tahap kedua yakni pencarian solusi alternatif.

Namun, apabila sisi impulsivitas lebih kuat, tahap kedua dan ketiga akan terlewati

dan langsung menuju tahap keempat yaitu melakukan pembelian.

Hirschman (1985) dan Hoch & Loewenstein (1991) menyatakan bahwa

konsumen dipengaruhi baik oleh unsur rasional jangka panjang maupun unsur

emosional jangka pendek. Holbrook, O’Shaughnessy and Bell (1990) menjelaskan

bahwa berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, terdapat suatu kecenderungan

untuk mempertimbangkan perilaku konsumen sebagai motif dari aksi yang dapat

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 9: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

dijelaskan (rasional) atau sebagai sumber dari reaksi emosional. Hoch & Loewenstein

(1991) dan Weinberg & Gottwald (1982) berpendapat walaupun secara konseptual

berbeda, proses afeksi (emosional)-yang menciptakan impulsivitas- dan proses

kognisi (rasional)-yang menciptakan kendali diri- tidaklah saling independen.

Pembelian impulsif terjadi ketika terbentuk suatu hasrat/dorongan yang cukup kuat

untuk mengabaikan unsur pengendali. Tanpa adanya kendali diri, seseorang akan

menyerah pada hasrat/dorongan tersebut dan terjadilah perilaku impulsif (Youn,

2000). Melalui model tahapan proses informasi yang telah disesuaikan, komponen-

komponen kognisi dan afeksi secara bersama-sama mempengaruhi bagaimana dan

seberapa besar emosi dan/atau pemikiran menciptakan impulsivitas atau kendali diri.

Tingkatan terjadinya impulsivitas tergantung dari mana yang lebih kuat antara kedua

komponen tersebut, impulsivitas afeksi dan kendali diri kognisi. Apabila intensitas

dari satu proses meningkat, proses yang lain akan berkurang dan memudar.

3. Metode Penelitian

Metode pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada para

pengguna situs Group Buying dimana kuesioner akan diisi sendiri oleh responden

(self-administered questionnaire).

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert dengan 7

tingkatan, dari rentang 1 = Sangat Tidak Setuju, sampai 7 = Sangat Setuju. Penelitian

ini menggunakan 165 sampel dimana sampel merupakan pengguna dari situs Group

Buying Groupon Disdus Indonesia. Metode pengambilan sampel yang akan

digunakan adalah metode non probability sampling, artinya teknik sampling tidak

menggunakan prosedur pemilihan kesempatan, tetapi lebih berdasarkan penilaian

pribadi peneliti (Malhotra, 2007). Teknik non probability sampling yang digunakan

adalah snowball sampling. Snowball sampling merupakan metode sampling dimana

responden dipilih berdasarkan pemilihan atau informasi yang diberikan oleh

responden lain (Malhotra, 2007).

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 10: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 11: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

Gambar 3.1 Model Penelitian Sumber: Van Dolen dan Verhagen (2011)

4. Analisis dan Pembahasan Penelitian

Uji kecocokan model struktural menunjukkan output nilai chi-square sebesar

841,10 dengan p-value 0,00 dan RMSEA sebesar 0,08 dimana nilai sudah

menunjukkan good fit.

Gambar 4.1: Output Structural Model T – Value dan Standardized Loading Factor

Sumber: Output Lisrel 8.51 Hasil Olahan Peneliti

0,20

(0,60)

(-0,17)

Merchandise

Attractivenes

sss

Negative

Affect

Ease of Use

Website

Style

Enjoyment

Urge to

Buy Browsing

Positive

Affect

(1,77)

(-0,97)

(-2,17)

(2,62)

(1,04)

(1,95)

(2,89)

(1,59)

(0,46)

(6,46)

-0,10

0,26

-0,31

-0,03

0,12

0,42

-0,06

0,06

0,16

0,28

0,81

Impulse

Buy

(1,46)

(-0,65)

0,39

0,75

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 12: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

H1a: Terdapat hubungan yang positif antara perceived online store merchandise

attractiveness dengan positive affect

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H1 DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 1,77

(< 1,96). Hal ini menunjukkan daya tarik yang dirasakan oleh konsumen atas deals

yang ditawarkan pada situs Groupon Disdus tidak meningkatkan afek positif

konsumen. Sehingga keragaman dan daya tarik lainnya dari deals dalam situs Disdus

dianggap tidak relevan dengan positive affect yang dirasakan oleh konsumen.

Dalam hal pengguna situs Disdus, walaupun dibatasi dengan waktu dan

penawaran potongan harga tidak menjadikan daya tarik utama yang mampu

meningkatkan afek positf. Hal ini dapat disebabkan karena deals yang ditawarkan

mencakup berbagai variasi yang tidak selalu sesuai dengan selera masing-masing

pengguna.

H1b: Terdapat hubungan yang negatif antara perceived online store

merchandise attractiveness dengan negative affect

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H1b DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar (-

)0,17. Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik yang dirasakan oleh konsumen atas

deals yang ada dalam situs Disdus tidak mengurangi afek negatif .

Deals yang ditawarkan dalam situs Disdus merupakan deals yang mencakup

berbagai ragam produk dan pelayanan yang mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan

dan keinginan konsumen sehingga tidak mampu mengurangi afek negatif yang

dirasakan pengguna (dan tidak mampu pula mempengaruhi afek positif).

H2a: Terdapat hubungan yang positif antara perceived ease of use dengan

positive affect

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H2a DiTOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 0,97.

Hal ini menunjukkan bahwa kemudahan cara penggunaan situs Disdus tidak

meningkatkan positive affect konsumen

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 13: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

Kemudahan dalam menavigasi dipandang sebagai suatu “kewajiban” bagi

penyedia layanan situs online, sehingga menjadikan hal ini sebagai suatu hal yang

sudah selayaknya ada dalam suatu situs online. Hal ini menyebabkan kemudahan

penggunaan tidak mempengaruhi afek positif.

H2b: Terdapat hubungan yang negatif antara perceived ease of use dengan

negative affect

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H2b DITERIMA, karena nilainya lebih tinggi dari t-value yaitu sebesar 2,17.

Hal ini menunjukkan bahwa kemudahan dalam penggunaan situs Disdus dapat

menurunkan afek negatif yang dirasakan konsumen.

Dibandingkan dengan situs group buying lainnya, situs Disdus lebih mudah

untuk dinavigasi mulai dari tahap halaman muka hingga dalam melakukan navigasi

untuk proses pembayaran. Hal ini menjadi nilai tambah bagi situs Disdus yang

kemudian mampu mengurangi afek negatif yang dirasakan pengguna.

H3a : Terdapat hubungan yang positif antara perceived shopping enjoyment

dengan positive affect

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H3a DITERIMA, karena memiliki nilai lebih tinggi dari t-value yaitu sebesar

2,62. Hal ini menunjukkan bahwa enjoyment yang diharapkan konsumen mengenai

situs Disdusdapat meningkatkan positive affect yang dirasakan konsumen.

Kenikmatan yang diperoleh dari suatu situs online membuat para pengguna

situs merasa nyaman dan terhibur. Tampilan yang atraktif dan penggunaan kata yang

menarik dapat meningkatkan afek positif yang dirasakan pengguna karena pengguna

merasa terhibur dengan tayangan yang ditampilkan.

H3b : Terdapat hubungan yang negatif antara perceived shopping enjoyment

dengan negative affect.

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H3b DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 0,6.

Hal ini menunjukkan bahwa enjoyment yang diharapkan konsumen tentang situs

Disdus tidak menurunkan negative affect yang sedang dirasakan konsumen.

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 14: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

Kenikmatan yang diperoleh dari tampilan suatu online store walaupun terlihat

menghibur namun tidak mampu menurunkan afek negatif yang dirasakan

pengguna.Hal ini dapat terjadi level afek negatif yang dirasakan pengguna lebih sulit

untuk diredakan daripada meningkatkan afek positif. Seseorang dengan afek negatif

cenderung ingin mengeluarkan afek yang dirasakan tersebut daripada mendapat

penghiburan. Kecenderungan inilah yang dapat menyebabkan tayangan yang

menghibur tidak cukup kuat untuk mengurangi afek negatif yang dirasakan

pengguna.

H4a: Terdapat hubungan yang positif antara perceived website communication

style dengan positive affect.

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H4a DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 1,95.

Hal ini menunjukkan bahwa website communication style hampir berpengaruh secara

signifikan terhadap positive affect yang sedang dirasakan konsumen.

Dalam situs Disdus, penyampaian komunikasi deals berkisar pada informasi

mengenai adanya suatu tawaran tentang produk atau jasa yang biasanya sudah umum

dikenal. Sehingga cara penyampaian ini walaupun memiliki nilai yang sudah sangat

mendekati, namun belum cukup untuk mempengaruhi afek positif.

H4b: Terdapat hubungan yang negatif antara perceived website communication

style dengan negative affect.

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H4b DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar

0,46. Hal ini menunjukkan bahwa . website communication style tidak memiliki

pengaruh dalam menurunkan afek negatif yang sedang dirasakan konsumen.

Suatu cara komunikasi website yang menyenangkan dan adil akan lebih

mempengaruhi afek positif dibandingkan afek negatif (J.R. Mccoll-Kennedy, 2003).

Hal ini menjelaskan bahwa gaya komunikasi tidak begitu mempengaruhi afek negatif.

H5a : Terdapat hubungan yang positif antara positive affect dengan browsing.

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H5a DITERIMA, karena nilainya lebih tinggi dari t-value yaitu sebesar 2,89.

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 15: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

Hal ini menunjukkan bahwa positive affect konsumen dapat mendorong konsumen

untuk melakukan browsing di situs Disdus..

Aspek positif telah diteliti mempengaruhi aspek browsing seperti misalnya

dengan meluangkan ekstra waktu untuk berbelanja. Dimensi emosional yang berbeda

mempengaruhi keputusan dalam tindakan penelusuran dan menghasilkan suatu

kesimpulan bahwa suatu lingkungan yang menimbulkan kesenangan dapat

mendorong terjadinya eksplorasi lebih lanjut (Huang, 2005). Hal inilah yang

menjadikan alasan bahwa afek positif mempengaruhi terjadinya browsing.

H5b: Terdapat hubungan yang negatif antara negative affect dengan browsing.

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H5b DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 1,59.

Hal ini menunjukkan bahwa negative affect konsumen tidak menyurutkan konsumen

untuk melakukan browsing situs Disdus.

Dalam hal terdapat suatu afek negatif misalkan kebosanan, dapat menjauhkan

konsumen, yang kemudian mempengaruhi secara negatif. Namun gaya komunikasi

lebih cenderung mengarah ke dalam faktor pemuas sehingga tidak memiliki dampak

pada afek negatif tapi akan lebih mengarahkan kepada afek positif. (B. Busacca,

2005)

H6a: Terdapat hubungan yang positif antara positive affect dengan urge to buy.

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H6a DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 1,04.

Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan dalam afek positf konsumen tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan dorongan untuk berbelanja.

Dalam hal penggunaan situs Disdus, afek positif yang ada terjadi karena

tayangan menarik yang ditampilkan. Hal ini lebih mendorong pengguna untuk terus

melakukan browsing (melihat-lihat) dibanding menimbulkan keinginan untuk

membeli.

H6b: Terdapat hubungan yang negatif antara negative affect dengan urge to

buy.

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 16: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H6b DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 0,65.

Hal ini menunjukkan perbaikan dalam negative affect konsumen tidak meningkatkan

dorongan untuk berbelanja secara signifikan.

Dari hasil pengolahan data, afek negatif akan lebih berpengaruh terhadap

dilakukannya browsing dibandingkan apabila dibandingkan langsung terhadap

dorongan untuk membeli. Hal ini dapat disebabkan apabila seorang mengalami afek

negatif, cenderung akan melakukan penghiburan dengan melihat-lihat dibandingkan

dengan munculnya suatu dorongan untuk melakukan pembelian.

H6c: Terdapat hubungan yang positif antara browsing dengan urge to buy.

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H6c DITOLAK, karena nilainya lebih rendah dari t-value yaitu sebesar 1,46.

Hal ini menunjukkan bahwa browsing tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

urge to buy.

Dalam situs Disdus, browsing yang dilakukan pengguna lebih cenderung

untuk membandingkan antara deals yang satu dengan deals lainnya. Hal ini mampu

menurunkan impulsivitas seseorang sehingga meredakan dorongan yang terbentuk

untuk melakukan pembelian secara tiba-tiba.

H6d: Terdapat hubungan yang positif antara urge to buy dengan impulse buy.

Berdasarkan nilai t-value yang ditunjukkan untuk menguji hipotesis maka

hipotesis H6d DITERIMA, karena nilainya lebih tinggi dari t-value yaitu sebesar 6,46.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat dorongan untuk membeli semakin

mungkin terjadinya pembelian impulsif.

Hal ini memperkuat teori dimana dinyatakan bahwa suatu dorongan untuk

membeli merupakan faktor kuat pemicu terjadi tindakan pembelian secara impulsif.

5. Kesimpulan dan Penutup

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dari 14 hipotesis yang diuji,

empat hipotesi dinyatakan diterima yakni: H2b, H3a. H5a, dan H6d. Kesimpulan yang

diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah:

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 17: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

a. Berdasarkan kognisi yang terbentuk di kalangan pengguna Disdus melalui

atribut merchandise attractiveness, ease of use, enjoyment, dan website

communication style, hanya atribut ease of use dan enjoyment yang

berpengaruh terhadap emosi. Ease of use mampu mengurangi afek negatif

yang dirasakan pengguna Disdus sedangkan enjoyment dapat meningkatkan

afek positif pengguna.

b. Emosi yang terdiri dari afek positif dan negatif memiliki pengaruh yang

berbeda-beda terhadap aksi impulsif. Afek positif berpengaruh signifikan

terhadap browsing yang dilakukan pengguna. Namun tidak demikian halnya

apabila dihadapkan dengan tahapan dorongan untuk membeli dimana afek

positif tidak berpengaruh signifikan terhadap dorongan untuk membeli.

Walaupun secara perhitungan browsing tidak berpengaruh signifikan terhadap

dorongan untuk membeli, tetap lebih baik afek positif menggunakan browsing

sebagai mediasi untuk mempengaruhi dorongan untuk membeli. Hal ini

didukung dengan nilai t-value yang lebih tinggi antara browsing terhadap

dorongan untuk membeli dibandingkan dengan nilai afek positif terhadap

dorongan untuk membeli. Sedangkan untuk afek negatif, tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap terjadinya aksi impulsif baik menggunakan

browsing sebagai mediasi untuk mempengaruhi dorongan untuk membeli

maupun mempengaruhi dorongan untuk membeli secara langsung.

c. Aksi impulsif dimulai dari tahapan browsing dilanjutkan dengan urge to buy

kemudian diakhiri dengan pembelian impulsif. Dalam penelitian yang telah

dilakukan, dorongan untuk membeli memiliki pengaruh besar terhadap

dilakukannya pembelian impulsif. Guna mempengaruhi dorongan untuk

membeli yang kemudian akan meningkatkan pembelian impulsif, hal yang

dapat dilakukan adalah memodifikasi variabel browsing atau melalui emosi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan variabel browsing memiliki nilai

tertinggi yang dapat mempengaruhi dorongan untuk membeli.

Keterbatasan lingkup dalam pengumpulan data dapat berperan dalam

menjelaskan penyebab banyaknya hipotesis yang ditolak. Keterbatasan waktu dan

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 18: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

biaya turut mempengaruhi dalam hal pengumpulan literatur dan data yang dilakukan.

Hal ini menyebabkan masih terdapat bias dalam hal gender dan profesi karena hanya

menitikberatkan pada gender tertentu (wanita) dan profesi tertentu (PNS).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perbaikan yang dapat dilakukan

manajemen Disdus adalah dalam segi atribut yang terdapat dalam situs Disdus.

Melihat hasil yang diperoleh terdapat dua atribut yang memiliki pengaruh terhadap

emosi yang merupakan mediasi terhadap aksi impulsif. Kedua atribut itu adalah ease

of use yang mewakili Functional Convenience dan enjoyment yang mewakili

Representational Delight.

6. Referensi

(t.thn.). Diambil kembali dari Detik.com: www.detik.com

(2011). Diambil kembali dari Groupon: www.groupon.com

Aggarwal, P., Jun, S., & Huh, J. (2011). Scarcity messages: A consumer competition

perspective. Journal of Advertising, 40(3) , 19–30.

Anderson, J., & Gerbing, D. (1988). Structural Equation Modeling in Practice : A

Review and Recommended Two-Step Approach. Psycological Bulletin. 103 (3) ,

411-23.

B. Busacca, G. P. (2005). Understanding the relationship between attribute

performances and overall satisfaction: theory, measurement and implications.

Marketing Intelligence & Planning 23 (6) , 543–561.

Baum, D. (t.thn.). Internet.

Bayley, G., & Nancarrow, C. (1998). Impulse Purchasing: A Qualitative Explanation

of The Phenomenon. MCB UP Limited.

Beatty, S., & Ferrell, M. (1998). Impulse Buying: Modeling its Precursors. Journal of

Retailing, 74(2) , 169-191.

Becherer, R., & Halstead, D. (2004). Characteristics and internet marketing strategies

of online auction sellers. International Journal of Internet and Enterprise

Management 1(1) , 24–37.

BPSDParekraf.org. (2011). Diambil kembali dari BPSDParekraf.org:

www.bpsdparekraf.org

Chandra, M. (2012, april 3). Inet.Detik.com. Dipetik june 8, 2013, dari

Inet.Detik.com:

http://inet.detik.com/read/2012/04/03/140117/1883911/398/social-commerce-

penggerak-e-commerce-indonesia

Coley, A. L. (2002). Affective and Cognitive Processes Involved in Impulse Buying.

Georgia: University of Georgia.

Comscore.com. (2012). Diambil kembali dari Comscore.com: www.comscore.com

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 19: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2006). Metode Riset Bisnis vol 1&2 edisi 9.

Jakarta: PT. Media Global Edukas.

Deloitte.com. (t.thn.). Diambil kembali dari Deloitte.com: www.deloitte.com

Engel, J., & Blackwell, R. (1982). Consumer Behaviour. Chicago, IL: Dryden Pr.

Ethier, J., Hadaya, P., Talbot, J., & Cadieux, J. (2006). B2C web site quality and

emotions during online shopping episodes: an empirical study. Information &

Management 43 (5) , 627–639.

Forrester Research. (t.thn.). Diambil kembali dari

http://www.isoc.org/inet2000/cdproceedings/7c/7c_3.htm

Gao, Y. (2005). Encyclopedia of Information Science and Technology. California:

Idea Group .

Gupta, P. (2011, December 2). nytimes.com. Dipetik July 5, 2013, dari nytimes.com:

http://www.nytimes.com/roomfordebate/2011/12/01/save-america-shop-at-

work/shopping-impulses-online-vs-off

Hair, J., Black, W., Babin, B., Anderson, R., & Tatham, R. (2006). Multivariate data

analysis 6th Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Hirschman, E. (1985). Cognitive processes in experimental consumer behavior.

Research on Consumer Behavior, 1 , 67-102.

Hoch, S., & Loewenstein, G. (1991). Time-inconsistent perferences and consumer.

Journal of Consumer Research, 17(4) , 492-508.

Holbrook, M., O’Shaughnessy, J., & Bell, S. (1990). Actions and reactions in the

consumption experience: the complementary roles of reasons and emotions in

consumer behavior. Research in Consumer Behavior, 4 , 131-163.

Huang, M.-H. (2005). Web performance scale. Information & Management 42 (6) ,

841–852.

J.R. Mccoll-Kennedy, B. S. (2003). Application of fairness theory to service failures.

Journal of Service Research 5 (3) , 251–266.

Jeffrey, S., & Hodge, R. (2007). Factors influencing impulse buying during an online

purchase. Electronic Commerce Research 7 (3–4) , 367–379.

Jhonson, R. E. (2005). Cimcor.com. Dipetik June 8, 2013, dari Cimcor.com:

www.cimcor.com

Joreskog, K., & Sorbom, D. (1996). LISREL 8: User’s Reference Guide. Chicago:

Scientific Software International, Inc.

Keeling, K., McGoldrick, P., & Beatty, S. (2010). Avatars as salespeople:

communication style, trust, and intentions. Journal of Business Research 63 (8) ,

793–800.

Loudon, D., & Bitta, A. (1993). Consumer Behaviour Concept and Application (4th

ed). Singapore: Mc Graw Hill .

Malhotra, N. K. (2009). Basic Marketing Research, 3rd ed. New Jersey: Prentice

Hall.

Online Storeku. (t.thn.). Diambil kembali dari http://www.onlinestoreku.com/berita-

toko-online/internet-a-tech/item/359-ekonomi-internet-di-indonesia-lebih-besar-

dari-lng-dan-ekspor-elektronik.html

Peter, J. P., & Olson, J. C. (2010). Consumer Behaviour and Marketing Strategy (9th

ed). Singapore: McGrawHill.

94

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013

Page 20: (STUDI KASUS PADA PENGGUNA GROUPON DISDUS)

Piron, F. (1991). Defining Impulse Purchasing. Advances in Consumer Research, 18 ,

509-514.

Purbo, O. W. (2001). Mengenal eCommerce . Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

R. Kalakota, A. W. (1997). Electronic Commerce: a Managers Guide. USA:

Addison-Wesley.

Reisenzein, R. (2009). Emotions as metarepresentional states of mind: naturalizing

the belief-desire theory of emotion. Cognitive Systems Research 10 (1) , 6–20.

Rook, D., & Fisher, R. (1995). Trait and normative aspects of impulsive buying

behavior. Journal of , 305-13.

Sparks, J., & Areni, C. (2002). The effects of sales presentation quality and initial

perceptions on persuasion: a multiple role perspective. Journal of Business

Research 55 (6) , 517–528.

Stern, H. (1962). The Significance of Impulse Buying Today. Journal of Marketing,

26(2) , 59-62.

Tempo.com. (2012). Diambil kembali dari Tempo.com: www.tempo.com

Thompson, C., Locander, W., & Pollio, H. (1990). The Lived Meaning of Free

Choice: An Existential–Phenomenological Description of Everyday Consumer

Experiences of Contemporary Married Women. Journal of Consumer Research,

17 , 346-361.

Tuten, T. (2010). Social commerce: E-retailers and today’s social consumers. In

Tuten, T. (Ed.). Enterprise 2.0: How Technology, E-Commerce, and Web 2.0 Are

Changing Business Virtually, Volume 2 , 225-234.

van Dolen, W., & Verhagen, T. (2011). The influence of online store beliefs on

consumer online impulse buying: A model and empirical application. Journal of

Information & Management 48 , 320–327.

Van Dolen, W., de Rijter, K., & Streukens, S. (2008). The impact of humor in

electronic service encounters. Journal of Economic Psychology 29 (2) , 160–179.

W.M. Van Dolen, K. d. (2008). The impact of humor in electronic service

encounters. Journal of Economic Psychology 29 (2) , 160–179.

Weinberg, P., & Gottwald, W. (1982). Impulsive consumer buying as a result of

emotions. Journal of Business Research, 10 , 43-57.

Welles, G. (1986, May 21). We’re in the Habit of Impulsive Buying. USA Today, 1 .

Wijanto, S. H. (2008). Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8 Konsep dan

Tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Youn, S. (2000). The Dimensional Structure of Consumer Buying Impulsivity:

Measurement and Validation. Minneapolis: University of Minnesota.

Pembelian impulsif..., Ribka Febriana, FE UI, 2013