Struktur&lembaga sos

38
Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi VI. MASALAH SOSIAL BUDAYA DALAM PEMBAHARUAN MASYARAKAT PEDESAAN 6.1. Mengapa Identifikasi Masalah Sosial Budaya Diperlukan? Suatu langkah terpenting untuk diperhatikan sewaktu melakukan pembaharuan terhadap masyarakat adalah melaksanakan identifikasi masalah yang dihadapi sehingga solusi yang dikedepankan nantinya relatif lebih tepat membidik sasaran. Dalam perspektif sosiologi, konsep masyarakat diutarakan Parsons (1968) sebagai suatu sistem sosial yang berswasembada (self subsistent) dengan ciri eksistensinya melebihi masa hidup individu normal dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadap barisan generasi berikutnya. Tentu batasan konsep masyarakat yang Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan 83

Transcript of Struktur&lembaga sos

Page 1: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

VI. MASALAH SOSIAL BUDAYA DALAM PEMBAHARUAN MASYARAKAT PEDESAAN

6.1. Mengapa Identifikasi Masalah Sosial Budaya Diperlukan?

Suatu langkah terpenting untuk diperhatikan sewaktu melakukan pembaharuan terhadap masyarakat adalah melaksanakan identifikasi masalah yang dihadapi sehingga solusi yang dikedepankan nantinya relatif lebih tepat membidik sasaran. Dalam perspektif sosiologi, konsep masyarakat diutarakan Parsons (1968) sebagai suatu sistem sosial yang berswasembada (self subsistent) dengan ciri eksistensinya melebihi masa hidup individu normal dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadap barisan generasi berikutnya. Tentu batasan konsep masyarakat yang dikemukakan Parsons ini menguatkan asumsi bahwa pada setiap kelompok masyarakat selalu ditemukam gerak kedinamikaan.

Seorang tokoh sosiolog lain bernama Shils (1972) menambahkan ciri masyarakat yang lebih spesifik diperhatikan yakni mencakup adanya aspek pemenuhan kebutuhan sendiri dalam komponen yang berkaitan dengan: pengaturan diri (self regulation), reproduksi sendiri (self reproduction) dan penciptaan diri (self generation). Ketiga komponen yang dibutuhkan bercorak heterogen, serba unik dan khas karena setiap individu yang menjadi anggota warga masyarakat memiliki kaitan kepentingan yang berbeda satu dengan lainnya. Dalam pemenuhan tiga

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

83

Page 2: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

komponen kepentingan yang dijelaskan oleh Shils (1972) menguatkan kepastian bahwa masyarakat selalu diwarnai ragam jenis masalah baik berdimensi sosial, budaya, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan, teknologi, lingkungan, ideologi, pertahanan maupun keamanan. Dengan mengacu pada rumusan konsep masyarakat yang berciri khusus seperti diterangkan di atas, semakin dipahami ternyata tidak semua kelompok individu dapat disebut masyarakat.

Dari sudut pandang lain, kajian sosiologi membedakan masyarakat dalam dua pengertian yakni masyarakat dalam arti paguyuban atau lebih dekat dengan makna konsep community dan masyarakat dalam arti patembayan lebih dekat dengan konsep society. Pada konsep community yang dikedepankan terkait dengan berbagai perbedaan hubungan sosial yang mementingkan aspek emosi, sentimen, suara hati nurani dan ikatan batin diantara sesama anggota masyarakat. Lain halnya dengan society yang lebih mengarah pada ragam hubungan kerja yang bersifat lebih rasional. Jika dikaitkan dengan konsep masyarakat yang dikemukakan Parsons (1968) dan Shlis (1972) maka tampaknya makna masyarakat yang dimaksud lebih dekat dengan konsep community (Soemardjan dan Soemardi, 1964).

Masyarakat yang bermukim di daerah pedesaan juga mempunyai kekhasan dalam mencerminkan ciri ditandai: kemampuan bertahan melebihi masa hidup individu, penambahan semua atau sebagian warga baru melalui proses reproduksi, loyalitas atau kesetiaan. Adapula penekanan pada pembentukan sistem tindakan utama yang disepakati

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

84

Page 3: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

bersama dan terdapat sistem tindakan utama bersifat swasembada. Pada masyarakat pedesaan melekat kebersamaan yang diikat oleh kekuatan yang intim antara solidaritas mekanik dengan conscience collective seperti dinyatakan Durkheim (Abdullah dan Leeden, 1986).

Sajogyo (1985) telah mengingatkan bahwa hakekat hidup dalam suatu masyarakat ialah organisasi berbagai kepentingan perseorangan, pengetahuan sikap orang yang satu terhadap yang lain dan pemusatan individu dalam ragam kelompok guna merealisasikan tindakan bersama. Rangkaian hubungan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat dapat dilihat sebagai suatu rencana atau sistem yang dinamakan struktur sosial. Adapun bagaimana sebenarnya semua proses mekanisme kerja dari berbagai hubungan sosial mengatur hidup antar individu mencerminkan sifat masyarakat dikenal sebagai fungsi sosial. Struktur sosial dan fungsi sosial mempunyai peran strategis dalam perkembangan masyarakat sehingga tepat jika diibaratkan urat nadi masyarakat.

Tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang bermukim di kawasan perkotaan, masyarakat di daerah pedesaan juga mengalami banyak masalah khususnya saat menghadapi upaya pembaharuan baik yang bersifat top down maupun bottom up. Dari kajian sosiologis dipandang, masyarakat di pedesaan memiliki sederetan masalah sosial budaya khususnya saat terintegrasi dalam proses pembaharuan. Pengungkapan masalah sosial budaya penting dilakukan dalam pembaharuan masyarakat di pedesaan karena dilatarbelakangi beberapa alasan berikut:

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

85

Page 4: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

1. Ragam masalah sosial budaya merupakan sumber dari segala sumber kemunculan berbagai faktor penyebab yang memicu kegagalan pembaharuan dalam masyarakat pedesaan.

2. Melalui diagnosa yang cermat diketahui bahwa masalah sosial budaya selalu memiliki akar persoalan yang perlu diidentifikasi secara spesifik agar dapat ditangani secara tepat karena sangat menghambat pencapaian tujuan pembaharuan masyarakat desa.

3. Masalah sosial budaya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kemunculan masalah berdimensi lain seperti: ekonomi, politik, ideologi, lingkungan, pertahanan dan keamanan.

4. Daya pengaruh berbagai masalah sosial budaya yang menjadi kendala proses pembaharuan masyarakat pedesaan berbeda. Oleh karenanya, yang cenderung dikenal ialan masalah sosial budaya primer, sekunder dan tertier.

5. Masalah sosial budaya mempunyai keterkaitan kuat dengan sentuhan motif kepentingan sumberdaya manusia baik terhadap figur individual, kelompok maupun warga masyarakat pada umumnya. Jadi keberadaan masalah sosial budaya, yang bisa saja menjadi batu kerikil penghambat kelancaran jalan bagi upaya pembaharuan masyarakat di pedesaan. Keberadaan masalah sosial budaya tidak dapat dibiarkan berlangsung terus dalam tenggang waktu yang berlarut-larut.

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

86

Page 5: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

6. Masalah sosial budaya yang ditemukan pada tatanan masyarakat pedesaan mampu melukiskan potret liputan keterbelakangan dan ketertinggalan dari berbagai kelemahan sumberdaya manusia seperti: kebutuhan yang tidak tercukupi, aspirasi yang tidak tersalurkan, konflik/sengketa, benturan antara budaya lokal dengan budaya luar, ketimpangan sosial, ketidakseimbangan pembagian peranan, perubahan budaya (cultural change), pemudaran modal sosial dan kearifan lokal.

Dengan mencermati lingkup masalah sosial budaya masyarakat pedesaan yang begitu luas menambah kepastian pentingnya mengenali tentang keberadaan dan daya kekuatan pengaruhnya terhadap berbagai upaya pembaharuan masyarakat. Tanpa melakukan langkah identifikasi dan pengenalan terhadap cakupan masalah sosial budaya pada saat pengadaan pembaharuan masyarakat pedesaan maka hasil yang dicapai cenderung tidak memuaskan. Tujuan tak tercapai sehingga kegiatan mubazir dan sia-sia karena tidak tepat mengenai sasaran yang ditetapkan. Identifikasi masalah sosial budaya dibutuhkan dalam setiap pelaksanaan pembaharuan. Langkah untuk mengungkap masalah secara terinci sebaiknya dilakukan pada awal perencanaan ide atau program pembaharuan sebagai bahan pertimbangan yang berharga dan berguna untuk merumuskan ragam alternatif solusi yang bisa ditawarkan.

6.2. Identifikasi Beberapa Masalah Sosial Budaya

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

87

Page 6: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Adagium yang penting untuk selalu dipegang dalam memahami eksistensi masyarakat dimanapun berada dan pada waktu kapanpun semasa hidupnya selalu akan mengalami perubahan. Hanya saja gerak perubahan yang terjadi bervariasi. Ada perubahan yang berlangsung secara cepat (revolusioner) dan sebaliknya ada juga yang bergerak dengan lambat (evolusioner). Khusus perubahan yang evolusioner, biasanya sering terjadi dengan perlahan sekali sehingga tidak sempat menggugah kesadaran setiap orang untuk yakin terjadi ragam bentuk perubahan. Jikapun ada perubahan dinilai seolah-olah kurang berarti.

Dari berbagai perubahan yang berlangsung, mulai latar belakang disertai proses lanjutan berikut dampaknya sebagian ada yang sangat menarik perhatian terutama para peneliti dan pengamat masalah sosial. Deretan perubahan yang menarik perhatian tersebut biasanya dinilai mempunyai pengaruh besar terhadap pergeseran atau pergantian ragam komponen sosial kemasyarakatan. Efek yang ditimbulkan diperkirakan sampai menjangkau kepentingan masyarakat luas. Sebaliknya, ada juga perubahan yang tidak menarik perhatian orang lain sebab dampak yang ditimbulkan kurang nyata dan secara signifikan tak bersinggungan dengan kepentingan orang banyak.

Sama dengan banyak pandangan orang luar (outsider), yang berani menyatakan bahwa sebagian masyarakat pedesaan tidak mengalami pembaharuan berarti atau nyaris statis. Mereka ibaratkan bagai tengah jalan di tempat, tidak maju dan tidak berubah. Pernyataan ini tentu tidaklah selalu benar atau karena hanya didasarkan hasil pengamatan

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

88

Page 7: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

sepintas tanpa ketelitian cermat. Dengan pengamatan mendalam, kesadaran semakin kuat untuk mengungkapkan bahwa tidak ada suatu masyarakatpun yang stagnan atau terhenti sama sekali dalam gerak perkembangannya sepanjang masa seperti ditegaskan Soemardjan dan Soemardi (1974).

Dinamika pembaharuan merupakan inti dari penampilan jiwa masyarakat. Sementara, sudah disadari bahwa dalam menggerakkan poros dinamika masyarakat pedesaan selalu ditemukan ragam masalah sosial budaya yang senantiasa berpengaruh luas dan rawan mengancam pencapaian tujuan pembaharuan baik yang direncanakan maupun tidak terencana secara sistematis. Masalah sosial budaya yang terdapat dalam kehidupan masyarakat bisa saja bersumber dari dalam sistem sosial lokal atau dikenal sebagai masalah internal. Sebaliknya, dapat juga berasal dari luar sistem sosial lokal atau disebut masalah eksternal.

Mengingat fungsi penting dari serangkaian masalah sosial budaya, satu langkah awal paling penting dicermati sebelum memperbaharui masyarakat pedesaan ialah segera mengenali dan mengidentifikasi jenjang skala prioritas masalah sosial budaya dilengkapi informasi pendukung. Atas kesadaran pengaruh masalah sosial budaya yang sangat menentukan terhadap pencapaian rangkaian titik tujuan pembaharuan masyarakat pedesaan, sejak lama telah memotivasi para ahli sosiolog untuk berpartisipasi dalam pengungkapan potret masalah sosial budaya yang ditemukan pada berbagai kalangan masyarakat pedesaan.

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

89

Page 8: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Sewaktu menelusuri perjalanan sejarah sosial masyarakat ternyata suatu fenomena khusus sering mengimplikasikan masalah sosial budaya yang jauh lebih mendalam. Pelzer (1991) menunjukkan masalah sosial budaya yang menyangkut sengketa agraria antara pihak pengusaha perkebunan melawan petani di Sumatera Timur pada masa kolonialisme. Dengan tajam Pelzer (1991) membeberkan bahwa pada taraf teknologis, pertentangan inheren makin terbukti ada antara pertanian perkebunan padat karya versus pertanian ladang padat tanah.

Puncak pertentangan yang berintikan sengketa agraria ini telah terlampiaskan melalui bangkitnya gelora emosi dan nafsu untuk saling berdebat. Isi perdebatan terfokus pada penetapan kepastian berapa luas lahan yang harus dilepaskan pihak perkebunan untuk penanaman bahan pangan penduduk asli. Masalah sengketa agraria memberikan efek pada taraf ekonomi dan taraf politik. Agar masalah dapat teredam, pengusaha memutuskan bertindak membendung keterlibatan petani kecil dalam pertanian perkebunan sebagai tanaman perdagangan.

Pada waktu bersamaan, didatangkan gelombang buruh dalam jumlah yang sangat banyak dari tanah Jawa untuk jadi tenaga kerja di perkebunan. Dengan memegang prinsip hubungan tawar menawar khas yang berintikan pernyataan: dia menekan saya; saya menekan engkau dan engkau menekan dia akhirnya mendorong gerakan ribuan penduduk liar membanjiri perkebunan dan menuntut penyelesaian sengketa agraria yang terjadi saat itu. Tanah perkebunan dialihfungsikan dengan paksa oleh penduduk menjadi rumah tempat tinggal. Setelah tiba zaman

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

90

Page 9: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

kemerdekaan, pihak perkebunan mencoba meminta bantuan pemerintah untuk memindahkan penduduk liar dan memberi pagar pembatas lahan perkebunan. Namun usaha ini tak berhasil jua. Traktor perkebunan gagal melawan acungan cangkul petani yang marah. Solusi terakhir yang ditempuh dijelaskan Pelzer (1991) ialah menggunakan kekuatan militer atau tentara yang berhak mengambil fungsi lahan sekaligus dipercaya untuk mengelolanya. Masalah sosial budaya pada masa lampau seperti dilukiskan Pelzer (1991) menjadi isyarat atau sinyal yang menandakan hal serupa bisa terjadi pada masa sekarang dan mendatang.

Menurut Chambers (1987) masalah sosial budaya yang umum ditemukan pada masyarakat pedesaan lebih mengarah pada jalinan mata rantai yang kadang-kadang disebut lingkaran setan, sindrom kemiskinan atau perangkap kemiskinan. Dikemukakannya, terdapat lima perangkap yang sering menjadi masalah serius dalam pembaharuan masyarakat pedesaan. Kelima perangkap yang dimaksudkan meliputi: kemiskinan, kelemahan fisik, kerawanan, ketidakberdayaan dan isolasi.

Dengan mengkaitkan kelima masalah tersebut ternyata diperoleh 20 pola kemungkinan yang membuktikan adanya hubungan kausal dalam keadaan negatif membentuk semacam jaringan untuk menjebak masyarakat pedesaan secara terus-menerus berada dalam belenggu kemelaratan. Lebih jauh lagi, Chambers (1987) menunjukkan bahwa ke 20 pola hasil keterkaitan antar kelima masalah sosial budaya pada masyarakat pedesaan yang mempunyai hubungan saling terkait satu

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

91

Page 10: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

dengan lainnya dan bersifat kausal mempunyai kekuatan yang berbeda dari tiap mata rantai seperti yang dapat tercermati pada Gambar 2.

Gambar 2. Perangkap Masalah Kemiskinan

Diadaptasi dari Chambers (1987)

Mengacu pada tampilan Gambar 2 maka diketahui simpul 20 pola hasil keterkaitan antar kelima masalah sosial budaya pada masyarakat pedesaan dijelaskan sebagai berikut:

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

92

KETIDAK-BERDAYAAN

ISOLASI

KEMISKINAN

KERAWANAN

KELEMAHAN FISIK

Page 11: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

(1) Ketidakberdayaan dengan kerawanan.

(2) Ketidakberdayaan dengan kelemahan fisik.

(3) Ketidakberdayaan dengan kemiskinan.

(4) Ketidakberdayaan dengan isolasi.

(5) Kerawanan dengan ketidakberdayaan.

(6) Kerawanan dengan kelemahan fisik.

(7) Kerawanan dengan kemiskinan.

(8) Kerawanan dengan isolasi.

(9) Kelemahan fisik dengan kemiskinan.

(10) Kelemahan fisik dan isolasi.

(11) Kelemahan fisik dengan ketidakberdayaan.

(12) Kelemahan fisik dengan kerawanan.

(13) Kemiskinan dengan isolasi.

(14) Kemiskinan dengan ketidakberdayaan.

(15) Kemiskinan dengan kerawanan.

(16) Kemiskinan dengan kelemahan fisik.

(17) Isolasi dengan ketidakberdayaan.

(18) Isolasi dengan kerawanan.

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

93

Page 12: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

(19) Isolasi dengan kelemahan fisik.

(20) Isolasi dengan kemiskinan.

Dengan demikian, tanpa keraguan Chambers (1987) menegaskan bahwa suatu masalah vital yang paling menonjol dalam penghambatan gerak kedinamikaan masyarakat pedesaan ialah kemiskinan. Masalah kemiskinan merupakan faktor paling berpengaruh dibanding faktor lain yang berkaitan langsung dengan kondisi rawan pangan dan gizi seimbang yang mengakibatkan kelemahan jasmani. Pada tubuh yang lemah mudah diserang berbagai jenis penyakit; sementara karena belitan kemiskinan membuat anggota masyarakat kesulitan membayar biaya pengobatan.

Masalah sosial budaya lain terungkap dari akses masyarakat pedesaan yang masih rendah terhadap fasilitas pelayanan kesehatan kesehatan. Hasil penelitian Idanati dan Santoso (2003) menunjukkan wanita dari kalangan masyarakat miskin di lingkungan pemukiman pedesaan ternyata mempunyai riwayat kesehatan reproduksi yang rawan terkena maternal death. Akses wanita miskin terhadap berbagai fasilitas kesehatan reproduksi yang telah disediakan pemerintah sulit dijangkau karena tekanan berbagai faktor misalnya: streotype yang berlaku sering beranggapan bahwa fase hamil, fase melahirkan dan fase pasca partus merupakan bagian hidup yang memang menjadi kodrat kaum wanita.

Faktor nilai budaya yang membuat rambu-rambu wanita hamil di desa berpantang ragam jenis pangan bergizi untuk dikonsumsi juga turut

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

94

Page 13: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

menjadi akar masalah rendahnya kesehatan reproduksi yang dicapai. Faktor lain yang berpengaruh kuat adalah ketiadaan biaya periksa ke bidan/petugas medis lain sehingga ada keengganan pergi ke puskesmas ataupun pusat pelayanan kesehatan reproduksi lainnya. Akses wanita miskin yang rendah terhadap pelayanan kesehatan reproduksi erat kaitannya dengan faktor geografis yang dibuktikan dari lokasi mukim mereka jauh dari jangkauan sarana transportasi. Kalangan warga ini umumnya menetap tinggal di dusun ataupun grumbul yang terisolasi secara geografis seperti pedesaan tepian hutan dengan kondisi jalan belum diaspal dengan kemiringan yang tinggi.

Masyarakat pedesaan dikenal juga sebagai sebagai warga yang paling dominan terlibat dalam pekerjaan pertanian. Geertz (1983) menyatakan berdasarkan hasil penelitiannya di beberapa pedesaan Jawa terungkap bahwa akibat pertambahan penduduk yang semakin padat menyebabkan pada satu wilayah persawahan beririgasi terdapat dua ekosistem dengan dua pola pertanian yaitu pertanian padat modal dan pertanian padat tenaga kerja. Hubungan kedua pola bersifat simbiosis saling menguntungkan. Meskipun demikian, lebih jauh lagi ditegaskan oleh Geertz (1983) bahwa perkembangan masyarakat di pedesaan telah mendapat kerugian karena sudah banyak kehilangan corak tradisi lama sementara corak tradisi baru yang modern belum berhasil diikuti.

Irama gerak perkembangan masyarakat pedesaan diumpamakan Geertz menjadi seolah-olah terhenti pada taraf post traditional, yang dicirikan oleh kondisi pola pertanian sawah dinilai macet atau mandeg

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

95

Page 14: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

dan produktivitas per orang tidak naik karena menampung pertambahan penduduk, yang tak diterima pada sektor non pertanian. Kondisi kemandegan ditandai dengan gerak kemajuan yang berlangsung lambat. Jikapun ada gerak misalnya hanya bagai orang berjalan atau berlari di tempat sehingga kurang menghasilkan kemajuan yang berarti. Geertz (1983) menyebutkan realitas ini dengan istilah involusi pertanian yakni suatu bagian dari masalah sosial budaya yang perlu mendapat sorotan perhatian paling utama dalam pemberdayaan masyarakat di pedesaan.

Masalah lain yang menyentuh dimensi sosial budaya masyarakat menyangkut realitas peningkatan aksi kekerasan kolektif yang tampak semakin rawan terjadi di pedesaan. Dari berbagai hasil penelitian yang disarikan Mas’oed, et al., (2001) diterangkan bahwa intensitas masalah kekerasan kolektif meningkat disebabkan kelompok-kelompok dalam masyarakat termasuk di pedesaan tengah mengalami sindrom pergeseran konfigurasi dari yang intersected menjadi consolidated.

Dari sisi perspektif sosiologis sendiri, Blau (1964) telah dengan rinci menjelaskan konseptualisasi struktur pemilahan sosial (social cleavages) dalam masyarakat, yang pada hakekatnya dapat berkembang dalam dua pola konfigurasi yakni intersected dan intersected menjadi consolidated. Pembentukan pola konfigurasi struktur pemilahan sosial biasanya sesuai dengan irama gerak dinamika masyarakat.

Perlu dicermati, sesaat homogenitas masyarakat tinggi pada atribut sosial tertentu maka konfigurasi pemilahan sosial cenderung mengarah pada consolidated misalnya Etnis X dikenal ulet dalam menekuni profesi

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

96

Page 15: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

sebagai nelayan dan rata-rata memeluk Agama A, Etnis Y sebagai warga yang giat bekerja keras menjadi pedagang sekaligus penganut Agama B sedangkan Etnis Z aktif bekerja sebagai buruh pabrik dengan beragama Agama C. Lain halnya jika suatu kelompok masyarakat yang berciri heterogenitas dalam berbagai atribut sosial seperti satu etnis memiliki pola nafkah beraneka, menganut agama yang berbeda dan mempunyai corak budaya campuran maka konfigurasi pemilahan sosial yang terbentuk ialah intersected.

Pada kondisi struktural masyarakat tengah mempunyai konfigurasi pemilahan sosial consolidated cenderung terjadi penguatan identitas kelompok dan mendorong terciptanya kohesi yang kuat dan lebih tertata kokoh. Sebagai konsekuensinya, ikatan kolektivitas dan solidaritas kian tinggi dan potensial meningkatkan kesadaran konflik terutama terhadap kelompok lain yang dianggap berbeda kelas, orientasi nilai budaya, haluan keyakinan (agama), ideologi, etnis, status, kepentingan dan berbagai jenis atribut lain. Dalam pemaparan selanjutnya, Mas’oed, et al., (2001) juga menguraikan bahwa pada anggota masyarakat dengan intensitas konflik tinggi cenderung lebih mudah menterjemahkan konflik yang menyangkut kondisi objektif (konflik objektif) menjadi konflik pribadi (konflik subjektif). Masalah sosial budaya berbentuk kekerasan kolektif ini juga rawan ditemukan di berbagai kalangan masyarakat pedesaan. seperti: kerusuhan massa akibat ketegangan agama dan sosial di Situbondo, kasus tawuran warga antar desa saat pemilihan kepala desa di Purbalingga, amuk massa di Cilacap dan Banyumas menyangkut

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

97

Page 16: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

sengketa tanah, penjarahan massa terhadap tanaman produktif di beberapa areal hutan milik Perhutani (Banyumas dan Cilacap).

Masalah sosial budaya lain yang menarik perhatian dan tengah menjadi persoalan krusial pada masyarakat pedesaan menyangkut ketahanan pangan yang masih lemah atau rawan terkena food insecurity. Hasil penelitian Santoso (2006) menemukan realitas kerawanan pangan yang menghimpit masyarakat miskin di pedesaan sebenarnya tidak terlepas dari belenggu keterdesakan ekonomi dan ketergantungan yang tinggi terhadap beras sebagai bahan pangan pokok. Kewajiban makan nasi yang telah lama tersosialisasi dalam masyarakat membentuk stereotype yang kuat untuk meyakini ‘kalau belum makan nasi maka diri belum makan.’ Meski sebenarnya sudah mengkonsumsi jenis pangan lain dari bahan non beras.

Proses sosialisasi makan nasi pada masyarakat pedesaan yang semula mengkonsumsi pangan dari bahan ketela, jagung, sagu, ubi jalar dan sebagainya merupakan hasil dari aktivasi peran interaksi sesuai pemikiran Charles H. Cooley yang diuraikan lebih lanjut oleh Horton and Hunt (1984) tentang konsep diri (self concept). Konsep diri dalam masalah pilihan pangan beras terus berkembang melalui interaksi dengan orang lain atau disebut juga dengan konsep looking glass self. Artinya, setiap anggota masyarakat berpeluang besar memantulkan perilaku diri sesuai tanggapan masyarakat terhadapnya termasuk dalam soal penetapan pangan pokok berbahan baku beras. Ketergantungan masyarakat pedesaan pada beras sebagai pangan pokok primadona

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

98

Page 17: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

sekarang terusik oleh fakta kenaikan harga beras yang melaju terus sampai tidak terimbangi jumlah pendapatan mereka yang stagnan atau tak menentu. Masyarakat pedesaan terutama yang tergolong miskin mengalami kesulitan mengkonsumsi nasi.

Berbagai strategi survival telah dilakukan misalnya: mengurangi frekuensi makan dari tiga kali menjadi dua atau satu kali sehari, mengirit lauk pauk, membeli beras dengan berhutang/mencicil ke warung atau kembali beralih makan pangan berbahan baku non beras. Namun kesemuanya mengkondisikan masyarakat pedesaan makin rawan terkena food insecurity seperti yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian Santoso, et al., (2001). Masalah ancaman kerawanan pangan yang dihadapi masyarakat pedesaan perlu diselesaikan secara serius sebab jika tidak maka dampak yang ditimbulkan berpengaruh terhadap lemahnya kualitas sumberdaya manusia di masa sekarang dan masa mendatang. Bahkan, yang lebih dikhawatirkan lagi food insecurity akan dapat menyebabkan persoalan lost generation atau suatu generasi hilang karena mengalami keterbelakangan dan kelemahan baik pada aspek fisik maupun mental sehingga tak mampu berpikir, berkarya dan bersaing melanjutkan pembangunan nasional menapaki perkembangan zaman.

Setiap masalah sosial budaya yang dihadapi masyarakat pedesaan tentu membutuhkan solusi atau pemecahan masalah yang tepat sasaran. Beberapa masalah sosial budaya penting yang dominan menghambat kemajuan masyarakat di pedesaan antara lain ialah:

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

99

Page 18: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

1. Kemiskinan struktural dan kultural. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang diderita oleh segolongan warga masyarakat dikarenakan kondisi struktur sosial yanga ada tidak memungkinkan untuk menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Soemardjan, 1980). Adapun yang dimaksud kemiskinan kultural yaitu kemiskinan yang diakibatkan oleh faktor-faktor non ekonomi termasuk di dalamnya aspek kejiwaan, nilai-nilai budaya yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga menjadikan mereka miskin. Misalnya, nilai budaya yang dimiliki sebagian masyarakat desa masih beranggapan bahwa kondisi hidup miskin adalah takdir atau sudah suratan tangan yang ditetapkan Tuhan. Kemiskinan kultural mendorong masyarakat tetap bersikap fatalism, apatis, masa bodoh, pasrah (nrimo), cepat curiga dan enggan menanggung risiko.

2. Perilaku survival yang masih kurang adaptif dalam memenuhi kebutuhan pokok.

3. Akses masyarakat pedesaan terhadap pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan fungsi lahan subur terus melemah.

4. Budaya kewirausahaan cenderung kurang berkembang sehingga mempersempit peluang dan kesempatan melakukan ragam usaha produktif.

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

100

Page 19: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

5. Eksistensi dan fungsi kelembagaan lokal sulit berkembang untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat di pedesaan. Nugroho (2005) menyatakan bahwa ironisnya ditengah-tengah era reformasi dengan segala ekses negatif yang menyertainya saat ini, kurang tampak kiprah dan kontribusi fungsi serta peran lembaga lokal dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang ada. Dikemukakannya juga keberadaan lembaga lokal seakan-akan tenggelam oleh arus euforia politik yang memunculkan suatu persoalan krusial. Persoalan dilematis ini membutuhkan penanganan atau penyelesaian secara cepat dan tuntas. Padahal kelembagaan lokal yang berakar kuat dalam struktur masyarakat pedesaan potensial berfungsi sebagai jembatan perantara atau sarana penyeimbang dalam proses pembaharuan. Lembaga lokal menjadi wadah pemuat nilai-nilai kebersamaan masyarakat desa seperti: solidaritas dan ikatan kolektivitas.

6. Ketahanan pangan dengan gizi seimbang pada tingkat individu dan rumahtangga sulit ditingkatkan selama bahan pangan pokok tetap berorientasi pada beras.

7. Minat dan ketertarikan masyarakat khususnya kalangan generasi muda untuk menekuni kegiatan produktif pertanian menurun. Padahal sesuai potensi sumberdaya alam lokal, kegiatan pertanian mempunyai prospek besar sebagai sumber pendapatan Tentu pertanian yang dimaksud disini dalam arti luas; tidak hanya bercocok tanam tetapi juga membudidayakan ternak/ikan

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

101

Page 20: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

dan mengelola agribisnis dan agroindustri pengolahan ragam hasil pertanian. Pengembangan pertanian sebagai pola nafkah utama paling strategis digiatkan untuk menolong membantu mayoritas masyarakat desa terlepas dari keterdesakan ekonomi.

8. Kelangkaan tenaga kerja usia produktif di pedesaan karena fakta menunjukkan ada kecenderungan kelompok umur ini lebih memilih berurbanisasi.

9. Modal sosial dan nilai-nilai kearifan lokal yang seharusnya berfungsi menjadi pondasi pembaharuan masyarakat di pedesaan secara perlahan terus semakin menipis.

Antar masalah sosial budaya yang satu dengan yang lain saling mempengaruhi keberhasilan pembaharuan masyarakat di pedesaan dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan ke arah yang lebih layak dan beradab. Agar lebih bermanfaat, identifikasi masalah yang dilakukan harus mampu mengungkap pohon masalah bukan hanya dasar permukaannya saja.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik dan A. C., van Der Leeden, 1986. Durkhaim dan Pengantar Sosiologi Moralitas. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Blau, Peter. 1975. Approaches to the Study of Social Structure. Mac Millan Publisher. London.

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

102

Page 21: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Chambers, Robert. 1987. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Jakarta.

Geertz, Clifford. 1983. Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Lembaga Penelitian Sosiologi Pedesaan. Institut Pertanian Bogor dan Yayasan Obor. Jakarta.

Horton, Paul B., dan Chester L., Hunt. 1984. Sociology. International Student Edition. McGraw Hill. Tokyo.

Idanati, Rukna dan Imam Santoso. 2003. Identifikasi Kebutuhan-Kebutuhan Gender Strategis untuk Peningkatan Kesehatan Reproduksi. Laporan Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Mas’oed, Mohtar. Mochammad Maksum dan Moh Soehadha. 2001. Kekerasan Kolektif: Kondisi dan pemicu. P3PK Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Nugroho, Heru. 2005. Memerangi Delegitimasi Institusi Lokal. Dimuat dalam Jurnal Pembangunan Pedesaan. Volume 4 Nomor 3, Desember 2004-Maret 2005. Lembaga Penelitian. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

103

Page 22: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Parsons, Talcott. 1968. The Structure of Social Action. The Free Press. Illinois.

Pelzer, Karl J., 1991.Sengketa Agraria. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Santoso, Imam. Tri Rini Windiastuti dan Rawuh Edy Priyono. 2001. Kontribusi Peranan Wanita terhadap Pengembangan Strategi Survival Rumahtangga Petani Miskin dalam Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan di Pedesaan Agraris. Laporan Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Santoso, Imam. 2006. Pengembangan Model Alternatif Penanganan Kerawanan Pangan Rumahtangga Petani Miskin di Pedesaan Tepian Hutan. Dimuat pada Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Peksos. Volume 5 Nomor 1. Juni 2006. Terakreditasi dengan SK No. 39/Dikti/Kep/2004. Instalasi Penerbitan STKS Press. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial. Bandung.

Shils, Edward. 1972. The Intellectuals and the Power. University of Chicago Press. Chicago.

Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi. 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

104

Page 23: Struktur&lembaga sos

Dinamika Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif Sosiologi

Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi. 1980. Kemiskinan Struktural dan Pembangunan. dalam Alfian et.al. Kemiskinan Struktural. Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta.

Identifikasi Masalah Sosial Budaya dalam Pembaharuan Masyarakat Pedesaan

105