Stroke

16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan stroke merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan. Bahkan sekarag ini di Indonesia penyakit jantung menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian. Penyakit jantung dan stroke sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua. Dulu memang penyakit tersebut diderita oleh orang tua terutama yang berusia 60 tahun ke atas, karena usia juga merupakan salah satu factor risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Namun sekarang ini ada kecenderungan juga diderita oleh pasien di bawah usia 40 tahun. Hal ini bisa terjadi karena adanya perubahan gaya hidup terutama pada orang muda perkotaan modern. Ketika era globalisasi menyebabkan informasi semakin mudah diperoleh, negara berkembang dapat segera meniru kebiasaan Negara barat yang dianggap cermin pola hidup modern. Sejumlah perilaku seperti mengkonsumsi makanan siap saji yang mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang olahraga, dan stress telah menjadi gaya hidup manusia di perkotaan. Padahal semua perilaku tersebut dapat merupakan factor penyebab penyakit jantung dan stroke. 1

description

yes

Transcript of Stroke

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit jantung dan stroke merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan. Bahkan sekarag ini di Indonesia penyakit jantung menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian. Penyakit jantung dan stroke sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua. Dulu memang penyakit tersebut diderita oleh orang tua terutama yang berusia 60 tahun ke atas, karena usia juga merupakan salah satu factor risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Namun sekarang ini ada kecenderungan juga diderita oleh pasien di bawah usia 40 tahun. Hal ini bisa terjadi karena adanya perubahan gaya hidup terutama pada orang muda perkotaan modern. Ketika era globalisasi menyebabkan informasi semakin mudah diperoleh, negara berkembang dapat segera meniru kebiasaan Negara barat yang dianggap cermin pola hidup modern. Sejumlah perilaku seperti mengkonsumsi makanan siap saji yang mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang olahraga, dan stress telah menjadi gaya hidup manusia di perkotaan. Padahal semua perilaku tersebut dapat merupakan factor penyebab penyakit jantung dan stroke.

1.2 Rumusan Masalaha. Apakah pengertian stroke?b. Bagaimana pathway stroke?c. Bagaimana intervensi keperawatan pada klien dengan penyakit stroke?

1.3 Tujuan Penulisana. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sistem neurobehaviorb. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi penyakit stroke

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 DefinisiDefinisi WHO : Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik local maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular.Adapun penyakit atau kelainan dan penyakit pembuluh darah otak, yang mendasari terjadinya stroke, misalnya arteriosklerosis otak, aneurisma, angioma pembuluh darah otak dan sebagainya, disebut Penyakit Peredaran Darah Otak (Cerebrovascular Disease/CVD).

2.2 PathwayLampiran 1

PatofisiologiInfark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan arterlolosklerosia.Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara: Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insuflsiensi aliran darah Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau perdarahan aterom Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robekFactor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:1. keadaan pembuluh darah, bila meyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh thrombus. Gangguan mekanik yaitu akibat tekanan spondilosis sevikal.2. keadaan darah: viskositas darah meningkat,hematokrit yang meningkat (polistemia) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat; anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.3. Tekanan darah sistemik memegang peranan tekanan perfusi otak. Perlu di ingat apa yang disebut otoregulasi otak yakni kemampuan intrinsic dari pembuluh darah otak agar aliran darah otak tetap konstan walaupun adaperubahan dari tekanan perfusi otak. Batas normal otoregulasi antara 50-150 mmHg. Pada penderita hiprtensi otoregulasi otak bergeser kekanan.4. Kelainan jantung-Menyebabakan menurunnya curah jantung a.l.fibrilasi, blok jantung.-Lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak. 2.3 Intervensi Keperawatan1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.1. Intervensi : 1. Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar.2. Pantau tanda-tanda vital.3. Catat perubahan data penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang atau ke dalam persepsi.4. Kaji fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.5. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).6. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi.7. Cegah terjadinya mengejan saat terjadinya defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus).8. Kolaborasi dalam pembarian oksigen dan obat sesuai indikasi (Doenges, 2000).

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi neurologis. 1. Intervensi : 1. Kaji kemampuan fungsional dan beratnya kelainan.2. Pertahankan kesejajaran tubuh (gunakan papan tempat tidur, matras udara atau papan baku sesuai indikasi.3. Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam.4. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal.5. Lakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk semua ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam.6. Berikan dorongan tangan, jari-jari dan latihan kaki.7. Bantu pasien dengan menggunakan alat penyokong sesuai indikasi.8. Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari-hari.9. Mulai ambulasi progresif sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam posisi seimbang mulai dari prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk mencapai keseimbangan.10. Konsulkan dengan dokter dan bagian terapi (Tucker, 1998).

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan) 1. Intervensi : 1. Bedakan antara gangguan bahasa dan gangguan wicara.2. Kolaborasikan dengan praktis bicara untuk mengevaluasi pasien dan merancang rencana.3. Ciptakan suatu atmosfir penerimaan dan privasi.4. Buat semua upaya untuk memahami komunikasi pasien, mendengar dengan penuh perhatian, ulangi pesan pasien kembali pada pasien untuk memastikan pengertian, abaikan ketidaktepatan penggunaan kata, jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura mengerti bila tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang.5. Ajarkan pasien tehnik untuk memperbaiki wicara, instruksikan bicara lambat dan dalam kalimat pendek pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau tidak.6. Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan pengetahuan pasien sebelum bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien, lakukan pola bicara yang konsisten, gunakan sentuhan dan perilaku untuk berkomunikasi dengan tenang (Carpenito, 1999).

4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif. 1. Intervensi : 1. Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, makan, toile training).2. Lakukan perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan loiton yang mengandung minyak, inspeksi bagian di atas tulang yang menonjol setiap hari untuk mengetahui adanya kerusakan.3. Berikan hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari, kerams setiap minggu sesuai indikasi.4. Lakukan oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran mukosa dengan pembilas mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih.5. Kaji dan pantau status nutrisi.6. Perbanyak masukan cairan sampai 2000 ml/hari kecuali terhadap kontra indikasi.7. Pastikan eliminasi yang teratur.8. Berikan pelunak feses enema sesuai pesanan (Tucker, 1998).

5. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, perseptual kognitif. 1. Intervensi: 1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuan.2. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi perubahan pada pasien.3. Anjurkan kepada pasien untuk mengeskpresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan perasaan marah.4. Catat apakah pasien menunjukkan daerah yang sakit atau pasien mengingkari daerah tersebut dan mengatakan hal tersebut telah mati.5. Akui pernyataan perasaa pasien tentang pengingkaran terhadap tubuh, tetap pada kenyataan bahwa pasien masih dapat menggunakan bagian tubuhnya yang sakit.6. Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh atau kemandirian pasien.7. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.8. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan kepada pasien melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.9. Beri dukungan terhadap usaha setiap peningkatan minat atau partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitasi.10. Berikan penguat terhadap penggunaan alat-alat adaptif.11. Kolaborasi : rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan konseling sesuai kebutuhan.

6. Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas) 1. Intervensi : 1. Evaluasi terhadap adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi, adanya diplobia.2. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal, tutup mata yang sakit jika perlu.3. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.4. Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul, posisi bagian tubuh atau otot, rasa persendian.5. Berikan stimulus terhadap rasa atau sentuhan6. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan7. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.8. Observasi respon perilaku pasien seperti rasa permusuhan, menangis, efek tidak sesuai, agitasi, halusinasi. 9. Hilangkan kebisingan atau stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.10. Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan kontak mata (Doenges, 2000).

7. Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi. 1. Intervensi : 1. Lakukan tindakan yang mengurangi bahaya lingkungan : orientasi pasien dengan lingkungan sekitarnya, instruksikan pasien untuk menggunakan bel pemanggil untuk meminta bantuan, pertahankan tempat tidur dan posisi rendah dengan atau semua bagian pengaman tempat tidur terpasang.2. Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan dengan menggunakan termometer bila ada.3. Kaji ekstremitas setiap hari terhadai cidera yang tidak terdeteksi.4. Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion5. Konsul dengan ahli terapi dengan pelatihan postur.6. Ajarkan pasien dengan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah (Carpenito, 1999).

8. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflex batuk dan menelan, imobilisasi1. Intervensi :1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali3. Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)4. Observasi pola dan frekuensi nafas5. Auskultasi suara nafas6. Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien. (Lynda Juall Carpenito, 1998).

9. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan1. Intervensi :1. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan3. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan4. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu5. Berikan makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang6. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air7. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan8. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv atau makanan melalui selang.(Barbara Engram, 1998).

10. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama1. Intervensi :1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika mungkin2. Rubah posisi tiap 2 jam3. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah yang menonjol4. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi5. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi6. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit. (Barbara Engram, 1998).

BAB IIIPENUTUP

3.1KesimpulanStroke adalah penyakit gangguan fungsional otak berupa kematian sel-sel saraf neurologik akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Secara spesifik hal itu terjadi karena terhentinya aliran darah ke ptak karena sumbatan atau pendarahan. Gangguan saraf atau kelumpuhan yang terjadi bergantung pada bagian otak mana yang terkena. Stroke dapat menyebabkan edema atau pembekakan otak. Hal tersebut berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat tebatas. Gejala berupa adanya serangan defisit neurologis/kelumpuhan fokal, seperti hemiparesis, lumpuh sebelah badan yang kanan atau yang kiri saja. Mati rasa sebelahbadan, terasa kesemutan, terasa seperti terkena cabai, rasa terbakar. Mulut, lidah mencong bila diluruskan.

3.2SaranUntuk menghindari terjadinya stroke kurangi mengkonsumsi alcohol, kurangi merokok, mengurangi makanan yang mengandung minyak dan lemak yang dapat meningkatkan HDL dalam darah.

DAFTAR PUSTAKA1. Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.2. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.3. Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.4. Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan Keperawatan, Padjajaran, Bandung.5. Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.6. Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.

11