Makalah Stroke
Transcript of Makalah Stroke
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada tahun 2000 usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 tahun dan
jumlah populasi lansia sebanyak 17 juta (7%). Menurut perkiraan pada tahun
2020 usia harapan hidup di Indonesia mencapai 71 tahun dan jumlah
penduduk lansia diperkirakan sebanyak 28 juta jiwa, hal ini merupakan
peringkat tertinggi ke empat setelah RRC, India dan Amerika Serikat.
Data WHO menunjukkan bahwa kematian akibat penyakit pembuluh
darah lebih banyak dibanding penyakit lain, yaitu sekitar 15 juta tiap tahun
atau sekitar 30% dari kematian total pertahunnnya dan sekitar 4,5 juta
diantaranya disebabkan oleh stroke. Dari seluruh kematian di negara-negara
industri , 10-12% disebabkan oleh stroke dan sekitar 88% kematian akibat
stroke terjadi pada usia diatas 65 tahun.
Stroke merupakan masalah utama kesehatan di negara maju, penyebab
utama kecacatan pada orang dewasa dan penyebab kedua terjadinya
demensia. Diseluruh dunia prevalensi stroke ada 7,1 juta pada tahun 2000 dan
akan terus meningkat. Data di negara berkembang seperti indonesia
menunjukkan insidensi 234 per 100.000 penduduk (survey di Bogor oleh
Misbach, 2001).
Stroke menempati urutan kedua sebagai penyebab kecacatan di negara
maju dan penyebab kematian di dunia setelah penyakit jantung iskemik
(Lipska et al., 2007; van der Worp et al., 2007). Menurut data Riskesdas
Depkes RI, 2007 dalam laporan nasionalnya mendapatkan bahwa penyebab
kematian utama untuk semua umur adalah stroke (15,4%), tuberkulosis
(7,5%), hipertensi (6,8%). Dan lebih dari dua pertiga penderita stroke di
dunia berasal dari negara berkembang, di mana usia rata-rata penderitanya 15
tahun lebih muda daripada penderita di negara maju (Lipska et al., 2007).
Sedangkan di negara-negara barat sendiri, stroke merupakan penyebab
kematian tersering ketiga setelah penyakit jantung dan kanker dan mungkin
penyebab utama kecacatan.
Menurut WHO, 15 juta orang di dunia mengalami stroke setiap tahunnya.
Dan dari 15 juta orang tersebut, 5 juta orang meninggal dan 5 juta orang lagi
mengalami kecacatan permanen dan menjadi beban bagi keluarganya.
Menurut American Heart Association, insidensi penyakit stroke di Amerika
Serikat mencapai 500.000 pertahun (Japardi, 2002). 85,5% dari total kematian
akibat stroke di seluruh dunia terjadi di negara berkembang. Ada pendapat
yang menyatakan bahwa kondisi tersebut terkait dengan keadaan ekonomi
negara (Kamal et al., 2009; Lipska et al., 2007).
Di Indonesia prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk
dan berdasarkan hasil Surkesnas 2001 penyakit sistem sirkulasi darah berupa
penyakit jantung, stroke, hipertensi, merupakan penyebab utama kematian
yaitu 26,3% kematian. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi
adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang
terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Dari 8,3 per 1.000 penderita
stroke, 6 diantaranya telah didignosis oleh tenaga kesehatan. Hal ini
menujukkan sekitar 72,3% kasus stroke di masyarakat telah terdiagnosis oleh
tenaga kesehatan, namun angka kematian akibat stroke tetap tinggi. Data
menunjukkan bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab
kematian utama semua umur di Indonesia. Stroke, bersama-sama dengan
hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga
merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia
(Departemen Kesehatan R.I, 2009).
Secara umum, stroke dapat dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Di Negara barat, dari seluruh penderita stroke yang terdata, 80%
merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya merupakan jenis stroke
hemoragik (Davenport et al.,1999; van der Worp et al., 2007). Ada banyak
faktor risiko dari stroke, diantaranya hipertensi, obesitas, hiperlipidemia,
diabetes mellitus, merokok, kelainan jantung dan konsumsi alkohol (Arboix
et al., 2001; Lipska et al., 2007; Yamamoto et al., 1988).
Dampak dari serangan stroke sangat bergantung pada lokasi dan luasnya
kerusakan, dan juga usia serta status kesehatan sebelum stroke. Stroke
hemoragik memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dari iskemik. Sekitar
20% dari penderita stroke akan bergantung pada orang lain untuk melakukan
kegiatan sehari-hari (seperti mencuci, berpakaian, dan berjalan) pada 12 bulan
pertama. Dan sekitar 10-16% penderita stroke memiliki risiko untuk
mengalami serangan ulang, dan risiko kematian akibat stroke menjadi dua
kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum (davenport et al., 1999).
Peran perawat dalam menangani pasien stroke haruslah melaksanakan
asuhan keperawatan yang komprehensif sehingga klien tidak akan mengalami
stroke yang berulang. Oleh karena itu, pentingnya peran perawat pada klien
stroke kelompok kami mengangkat studi kasus terkait dengan masalah stroke.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan yang diinginkan penulis yaitu diperolehnya pengalaman
nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien pada Ny R
dengan stroke hemoragik di ruang Stroke di Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat Gatot Soebroto.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien Ny. R dengan stroke
hemoragik
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada Ny. R dengan stroke
hemoragik.
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien ny. R dengan
stroke hemoragik.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Ny. R dengan
stroke hemoragik
e. Mampu melaksanakan evaluas pada Ny. R dengan stroke hemoragik.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien Ny. R
dengan stroke hemoragik.
C. Ruang lingkup
Penulisan makalah ilmiah ini merupakan pembahasan dari
pemberian asuhan keperawata Ny. R dengan stroke hemoragik di Ruang
Stroke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat gatot Soebroto yang
dilaksanakan pada tanggal 24-31 Desember 2012.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Stroke adalah cedera akut pada otak. Ini berarti stroke adalah cedera
mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak. Cedera dapat
disebabkan sumbatan bekuan darah otak, penyempitan pembuluh darah otak
dan pecahnya pembuluh darah otak (feigin, 2007).
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih,
dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat
menimbulkan cacat atau kematian.
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh
tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak,
sehingga supplay darah ke otak berkurang (Smletzer & Bare, 2005).
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya
pembuluh darah pada otak. Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di
dalam otak pecah. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan
dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat
mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan,
mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga
meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya
pembuluh arteri, vena dan kapiler.
Stroke hemoragik adalah Pecahnya pembuluh darah otak yang
menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan
serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut
menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak
dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.
Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi
jaringan otak dan menekan batang otak.
B. Klasifikasi
a. Berdasarkan patologis
Secara patologi ada dua macam stroke, yaitu stroke sumbatan
(stroke iskemik/stroke non hemoragik) dan stroke perdarahan (stroke
hemoragik) (Michel, 2003 dalam Pinzon & Asanti, 2010).
1) Stroke Non Hemoragik (SNH)
Terjadi ketika pembuluh darah otak mengalami penyumbatan. Stroke
non hemoragik dibagi menjadi 2:
a) Thrombosis arteri maupun vena
Menurut Muttaqin (2008), Trombosis ini terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia
jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti
disekitarnya, thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebri.
Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk dalam 48 jam
setelah terjadinya thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak:
Aterosklerosis dan arteriosklerosis
Hiperkoagulasi dan polisitemia
Arteritis (radang pada arteri)
b) Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah
otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
merupakan thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
system arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik .
Menurut perjalanan penyakitnya stroke non-hemoragik dibagi
kembali menjadi:
1) Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul
mendadak dan hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10
menit) sampai kurang dari 24 jam).
2) Stroke Involution atau Progresif
Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan
meskipun akut. Munculnya gejala makin bertambah buruk, proses
progresif beberapa jam sampai beberapa hari.
3) Stroke Complete
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau
permanen, maksimal sejak awal serangan dan sedikit
memperlihatkan parbaikan dapat didahului dengan TIA yang
berulang.
2) Stroke Hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan, disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak pada daerah tertentu, biasanya terjadi saat pasien
melakukan aktivitas atau saat aktif.
Stroke hemoragik dibagi menjadi 2:
Stroke perdarahan intraserebral (pada jaringan otak)
Stroke perdarahan sub-arachnoid (dibawah jaringan pembungkus
otak).
C. Klasifikasi dan Etiologi
Klasifikasi Stroke Hemoragik Menurut WHO, dalam International
Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem 10th
Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
1. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor
penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit
darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian
antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat,
amiloidosis serebrovaskular.
2. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena
pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV
(5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
3. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena
jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak
dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.
D. Faktor Risiko
Faktor risiko stroke terdiri dari dua kategori, yaitu:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap
penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar
11-20%. Dari semua stroke, orang yang berusia lebih dari 65 tahun
memiliki risiko paling tinggi yaitu 71%, sedangkan 25% terjadi pada
orang yang berusia 65-45 tahun, dan 4% terjadi pada orang berusia
<45 tahun. Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam
Malik Medan dengan desain case control, umur berpengaruh terhadap
terjadinya stroke dimana pada kelompok umur ≥45 tahun risiko
terkena stroke dengan OR: 9,451 kali dibandingkan kelompok umur <
45 tahun.
b. Jenis Kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata laki-laki
banyak menderita stroke dibandingkan perempuan. 3 Insiden stroke
1,25 kali lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan.
c. Ras/bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit
putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.
Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki
yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar
62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan
yang berkulit hitam sebesar 58,7%.
d. Hereditas Gen
Berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat
stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga
pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai
Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.
2. Faktor risiko yang dapat diubah:
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke.
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6
kali. Semakin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar
karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70
% dari orang yang terserang stroke mempunyai tekanan darah tinggi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak
sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga
berpengaruh terhadap terjadinya stroke. Menurut penelitian Siregar F
(2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case control,
penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke dengan
OR: 3,39. Artinya risiko terjadinya stroke pada penderita diabetes
mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes
mellitus.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan
terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit
jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca
operasi jantung juga memperbesar risiko stroke.3 Fibrilasi atrium
yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1
kali serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati
dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan
mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan
sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan
pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam waktu lima
tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%.
Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan
aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan
terkena serangan stroke.
f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah
dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang
tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk
plak di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah
baik di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl
meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali.
g. Merokok
Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik
Medan dengan desain case control, kebiasaan merokok meningkatkan
risiko terkena stroke sebesar 4 kali.23 Merokok menyebabkan
penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh (termasuk yang
ada di otak dan jantung), sehingga merokok mendorong terjadinya
aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah
mudah menggumpal.
h. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme
tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi
berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf
otak dan lainlain. Semua ini mempermudah terjadinya stroke.3
Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3
kali.
i. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko
lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi)
dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 2 kali.
j. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan
akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan
kerusakan dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba
itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah
terserang stroke. Hasil pengumpulan data dari rumah sakit Jakarta
tahun 2001 yang menangani narkoba, didapatkan bahwa lebih dari
50% pengguna narkoba dengan suntikan berisiko terkena stroke.
E. Patofisologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan
sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat
juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti
aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan
terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah
misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat
bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam
jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006).
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan
berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa
anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan
adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi
aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah
yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga
dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur
otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau
ke ruang intrakranial. Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh
karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga
jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat
mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada
arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer
otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut
dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan
mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan
mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua
jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga
terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut
terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Price & Willson, 2002).
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma.
Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan
perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering
terdapat lebih dari satu aneurisma.
PatoflowSTROKE HEMORAGIK
Hipertensi/Terjadi Perdarahan
Aneurisma
Ruptur arteri cerebri
Ekstravasasi darah diotak / Subarachnoid
Vasospasme arteri
Menyebar ke hemisfer otak & sirkulus Willisi
PERDARAHAN CEREBRI
perfusi vaskularisasi distal
Iskemia
Pelepasan kolateral
aktifitas elektrolit terhenti
Pompa Na+, K+ gagal
Na+, Air masuk ke sel
Edema intrasel & ekstrasel
Perfusi jaringancerebral menurun
SEL MATI SECARA PROGRESIF(STROKE)
F. Manifestasi klinik
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.·
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :
1. Laboratorium.
a. Pemeriksaan darah rutin.
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap.
1) Gula darah sewaktu.
Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur – angsur
kembali turun.
2) Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL
kolesterol serta total lipid).
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
1) Waktu protrombin.
2) Kadar fibrinogen.
3) Viskositas plasma.
d. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.
2. Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan elektrokardiografi.
Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark
jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan – perubahan
elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu
infark miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow
up nya akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan
pemeriksaan fisik mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source
of cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama
transesofagial echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi
emboli cardial.
3. Pemeriksaan radiologi
a. CT-scan otak
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini
sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan
infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin
tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari
pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark
cukup besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat
sulit diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI
untuk memastikan proses patologik di batang otak.
b. Pemeriksaan foto thoraks.
1) Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain
pada jantung.
2) Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Neuroproteksi
Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan. Cara kerja metode ini
adalah menurunkan aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel-sel neuron.
2. Antikoagulasi
Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 – 4,0)
untuk pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanik. Bagi pasien
yang bukan merupakan kandidat untuk terapi warvarin (coumadin), maka
dapat digunakan aspirin tersendiri atau dalam kombinasi dengan
dipiridamol sebagai terapi anti trombotik awal untuk profilaksis stroke.
3. Trombolisis Intravena
Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh US Food and Drug
Administration (FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator
plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan. Terapi dengan TPA
intravena tetap sebagai standar perawatan untuk stroke akut dalam 3 jam
pertama setelah awitan gejala. Risiko terbesar menggunakan terapi
trombolitik adalah perdarahan intraserebrum.
4. Trombolisis Intraarteri
Pemakaian trombolisis intraarteri pada pasien stroke iskemik akut sedang
dalam penelitian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA. Pasien
yang beresiko besar mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang
skor National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)-nya tinggi,
memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh, kadar
glukosa darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
1) Data Subyektif:
a) Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralisis.
b) Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
2) Data obyektif:
a) Perubahan tingkat kesadaran
b) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis
(hemiplegia ) , kelemahan umum.
c) Gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
1) Data Subyektif:
a) Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia,
gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
2) Data obyektif:
a) Hipertensi arterial
b) Disritmia, perubahan EKG
c) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
d) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Integritas ego
1) Data Subyektif:
a) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
2) Data obyektif:
a) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan ,
kegembiraan
b) Kesulitan berekspresi diri
d. Eliminasi
1) Data Subyektif:
a) Inkontinensia, anuria
b) Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak
adanya suara usus ( ileus paralitik )
e. Makan/ minum
1) Data Subyektif:
a) Nafsu makan hilang
b) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
c) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
d) Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
2) Data obyektif:
a) Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan
faring )
b) Obesitas ( faktor resiko )
f. Sensori neural
1) Data Subyektif:
a) Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
b) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan
sub arachnoid.
c) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat
seperti lumpuh/mati
d) Penglihatan berkurang
e) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada
ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama
f) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
2) Data obyektif:
a) Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)
dan gangguan fungsi kognitif
b) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada
semua jenis stroke, genggaman tangan tidak seimbang,
berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )
c) Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
d) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,
kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif /
kesulitan berkata-kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya.
e) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil
f) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
g) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi ipsi lateral
g. Nyeri / kenyamanan
1) Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
2) Data Obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
h. Respirasi
1) Data Subyektif:
Perokok ( faktor resiko )
Tanda:
a) Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
b) Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
c) Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
i. Keamanan
1) Data Obyektif:
a) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat
objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
c) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali
d) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan
regulasi suhu tubuh
e) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri.
j. Interaksi sosial
1) Data Obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
k. Pengajaran / pembelajaran
1) Data Subjektif :
a) Riwayat hipertensi keluarga, stroke
b) Penggunaan kontrasepsi oral
l. Pertimbangan rencana pulang
1) Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
2) Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan ,
perawatan diri dan pekerjaan rumah
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah :
penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral,
edema serebral
b. Imobilisasi berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler:
kelemahan, parestesia, paralisis hipotonik.
c. Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi (pemenuhan
intake) berhubungan dengan gangguan menelan.
d. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan gangguan
sirkulasi serebral
e. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan paralisis,
hemiparesis
f. Resiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
kerusakan pada jaringan otak
g. Resiko cedera yang berhubungan dengan paralisis
h. Resiko aspirasi berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk
menelan
i. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
j. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan
k. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
l. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan penurunan refleks batuk dan menelan.
3. Rencana Tindakan keperawatan
a) Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan
intracranial ditandai dengan klien tampak tidak sadar, dan
kondisi lemah
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama …x 24 jam, diharapkan Perfusi
jaringan otak dapat tercapai secara optimal dengan kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-
37oC, Pernafasan 16-20 kali permenit)
Intervensi Mandiri:
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional: Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional: Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap dua Jam
Rasional: Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung
(beri bantal tipis)
Rasional: Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan
Rasional: Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional: Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan
mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan
dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
Kolaborasi:
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor
Rasional: Memperbaiki sel yang masih viabel
b) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan
kontrol otot facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak
mampu berbicara.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam
diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi, dengan
kriteria hasil:
- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi
tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).
- Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
- Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
- Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
- Mampu berbicara yang koheren.
- Mampu menyusun kata – kata/ kalimat.
Intervensi Mandiri:
1). Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami
kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian
sendiri.
Rasional: Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau
seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai
kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata
dengan benar; atau mengalami kerusakan pada kedua daerah
tersebut.
2). Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe
kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan
menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin
melibatkan komponen sensorik dan/atau motorik, seperti
ketidakmampuan untuk memahami tulisan/ucapan atau menulis
kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria dapat
memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi mengalami
kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan
kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.
3). Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk
memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa
komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik
membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak
mengerti/berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk
mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam ucapannya.
8) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti
“buka mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat
yang sederhana.
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
sensorik (afasia sensorik)
9) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama
benda tersebut.
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya
tetapi tidak dapat menyebutkannya.
10) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti
“Sh” atau “Pus”
Rasional: Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai
komponen motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir,
kontrol napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan
mungkin juga tidak disertai afasia motorik.
11) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang
pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk
membaca kalimat yang pendek
Rasional: Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan
kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga
merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik.
12) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan
ruangan pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel
khusus bila perlu.
Rasional: Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut
bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera.
Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan
bermanfaat ketika pasien tidak dapat menggunakan system bel
regular.
13) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di
papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan,
gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
Rasional: Memberikan komunikasi tentang kebutuhan
berdasarkan keadaan/deficit yang mendasarinya.
14) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan
dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban
“ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang
lebih kompleks sesuai dengan respons pasien.
Rasional: Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses
komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak
pada satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk
lebih mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih
kompleks akan menstimulasi memori dan dapat meningkatkan
asosiasi ide/kata.
15) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari
“pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat
hal-hal yang menentang kebanggaan pasien.
Rasional: Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri,
sebab kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik
Kolaborasi
16) Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
c) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiperase pada
ekstremitas kanan
Tujuan: Setelah diberikan askep ....x 24 jam diharapkan mobilisasi
klien mengalami peningkatan, dengan kriteria hasil:
- mempertahankan posisi optimal,
-mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.
- mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.
Intervensi Mandiri:
1). Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur.
Rasional: Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam
pemilihan terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda
digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid.
2). Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya
dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam
posisi bagian yang terganggu.
Rasional: Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih
jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan
kerusakan pada kulit/ dekubitus.
3). Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika
pasien dapat mentoleransinya.
Rasional: Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas
terutama mengenai kemampuan pasien untuk bernapas.
4). Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti
latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari
kaki/telapak. Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko
terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya
adalah perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat
menjadi pencetus adanya perdarahan berulang.
5). Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan
kaki (foot board) selama periode paralisis flaksid. Pertahankan
posisi kepala netral.
Rasional: Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi
kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat
mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain
pihak paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke
salah satu sisi.
6). Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
7). Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari
dan ibu jari saling berhadapan.
Rasional: Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-
jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal
(posisi anatomis).
8). Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional: Mempertahankan posisi fungsional.
9).Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi
tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk
menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan
kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan
dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian
belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut
penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan
paralel dan walker).
Rasional: Membantu dalam melatih kembali jaras saraf,
meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
10). Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/
menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional: Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas
pada ekstremitas yang terganggu.
Kolaborasi
1). Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif,
dan ambulasi pasien.
2). Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.
3). Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti
ANALISA DATA
Data Masalah keperawatan
DS: Klien mengatakan nyeri kepala
hebat, skala nyeri 9 (1-10)
Gangguan perfusi jaringan serebral b.d
perdarahan otak
DO:
K/U : Lemah
Kesadaran : CM
TD : 160/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : 36o C
Bicara sedikit Pelo
Pupil : 2/2
Tampak nyeri kepala hebat
CT-scan :
Perdarahan intraparenkimal
cerebri dibasal ganglia kanan
dengan estimasi volume ± 7 cc,
Sinusitis maksilaris kiri
DS : Klien mengatakan tidak bisa
menggerakan tangan dan kaki
kiri, tidak kuat untuk beraktivitas.
DO :
Tampak lemah
Tirah baring
Tidak dapat melakukan ADL
secara mandiri
Kekuatan otot :
Eksteremitas atas : 5555/2222
Ekstremitas bawah : 5555/2222
Tidak dapat menggerakan
anggota gerak sisi sebelah kiri
Gangguan mobilisasi fisik b.d
penurunan kekuatan otot
DS : Klien mengatakan tidak bisa
melakukan perawatan diri secara
mandiri.
DO :
Defisit perawatan diri (hygiene, mandi,
toileting) b.d kelelahan
Mulut dan gigi tampak kotor
Tercium bau
Tidak bisa mandi secara mandiri
Menggunakan pempers
RENCANA PERAWATAN
Ruangan : Stroke
Dx Medis : Stroke Hemoragik
Nama Klien : Ny. R
No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan RasionalGangguan Perfusi jaringan serebral b.d perdarahan otak
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 x 24 jam perfusi jaringan adekuat dengan kriteria hasil :
TTV dalam batas normal
Bicara jelas Pupil normal
2/2 Nyeri kepala
berkurang
NIC : peningkatan perfusi jaringan otak
Aktifitas :1. Monitor status neurologik
2. Monitor status respirasi
3. Monitor bunyi jantung
4. Letakkan kepala dengan posisi lebih tinggi 15-30o
5. Cegah klien melakukan valsava manuver seperti mengedan, batuk dan bersin
Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi. Luas dan kemajuan kerusakan sistem saraf pusat.
Ketidakteraturan pernapasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan atau peningkatan TIK.
Bradikardi dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak.
Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi.
Mencegah terjadinya tekanan TIK
5. Kelola obat sesuai order
6. Berikan oksigen sesuai indikasi
Pencegahan atau pengobatan penurun TIK
Menurunkan hipoksia
No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan RasionalGangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
NOCAmbulasi/ROM normal dipertahankan setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam KH :
Bangun dari tempat tidur
Dapat melakukan ADL secara mandiri
Kekuatan otot mendekati normal
Dapat menggerakan
NIC1. Kaji kemampuan dan kebutuhan klien terhadap
mobilisasi2. Atur posisi klien setiap 2 jam sekali3. Terapi Latihan
Mobilitas sendi a. Jelaskan pada klien dan keluarga tujuan latihan
pergerakan sendib. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
latihanc. Gunakan pakaian yang longgard. Kaji kemampuan klien terhadap pergerakane. Ajarkan ROM aktif atau pasif pada klien atau
keluargaf. Ubah posisi klien tiap 2 jamg. Kaji perkembangan atau kemajuan latihan
Untuk menentukan intervensi
Pergerakan aktif atau pasif bertujuan untuk fleksibilitas sendi.
anggota gerak sisi sebelah kiri
No Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan RasionalDefisit perawatan diri (Mandi, makan, toileting, berdandan) b.d kelemahan
NOC : self care Assistance (Mandi, berpakaian, makan, toileting).Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri KH :
Mulut tampak bersih
Mandi secara mandiri
Tidak menggunakan pempers
Mampu melakukan perawatan diri
NIC : Self care 1. Observasi kemampuan klien untuk mandi,
berpakaian dan makan serta toileting.2. Bantu klien dalam posisi lebih tinggi tubuh
sekitar (30o)3. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan
berpakaian serta berdandan.
4. Bantu dalam memenuhi aktivitas perawatan diri (makan, mandi, toileting dan berdandan).
Dengan mengobservasi dapat menentukan intervensi yang tepatPosisi kepala ditinggikan dapat membantu proses menelan dan mencegah aspirasi.Konservasi energi meningkatkan toleransi aktivitas dan peningkatan kemampuan perawatan diri.
secara mandiri
IMPLEMENTASI
Tgl Diagnosa Keperawatan Implementasi Paraf Nama
25/122012
Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan
1. Memonitor status neurologik2. Memonitor status respirasi3. Memonitor bunyi jantung4. Meletakkan kepala dengan posisi lebih tinggi 15-30o
5. Mencegah klien melakukan valsava manuver seperti mengedan, batuk dan bersin
Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot
1. Mengkaji kemampuan dan kebutuhan klien terhadap mobilisasi2. Mengatur posisi klien setiap 2 jam sekali
Defisit perawatan diri (hygiene, mandi, toileting dan berdanadan) b.d kelelahan
1. Mengobservasi kemampuan klien untuk mandi, berpakaian dan makan serta toileting.
2. Membantu klien dalam posisi lebih tinggi tubuh sekitar (30o)3. Menghindari kelelahan sebelum makan, mandi dan berpakaian serta
berdandan4. Membantu dalam memenuhi aktivitas perawatan diri (makan, mandi,
toileting dan berdandan).
Tgl Diagnosa Keperawatan Implementasi Paraf Nama
26/12 Gangguan perfusi jaringan 1. Memonitor status neurologik
2012 serebral b.d perdarahan 2. Memonitor status respirasi3. Memonitor bunyi jantung4. Meletakkan kepala dengan posisi lebih tinggi 15-30o
5. Mencegah klien melakukan valsava manuver seperti mengedan, batuk dan bersin
6. Mengelola obat sesuai order7. Memberikan oksigen sesuai indikasi
Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot
1. Mengkaji kemampuan dan kebutuhan klien terhadap mobilisasi2. Mengatur posisi klien setiap 2 jam sekali3. Mobilitas sendi
Jelaskan pada klien dan keluarga tujuan latihan pergerakan sendiMonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama latihanGunakan pakaian yang longgarKaji kemampuan klien terhadap pergerakanAjarkan ROM aktif atau pasif pada klien atau keluargaUbah posisi klien tiap 2 jam
4. Mengkaji perkembangan atau kemajuan latihanDefisit perawatan diri (hygiene, mandi, toileting dan berdanadan) b.d kelelahan
1. Mengobservasi kemampuan klien untuk mandi, berpakaian dan makan serta toileting.
2. Membantu klien dalam posisi lebih tinggi tubuh sekitar (30o)3. Menghindari kelelahan sebelum makan, mandi dan berpakaian serta
berdandan4. Membantu dalam memenuhi aktivitas perawatan diri (makan, mandi,
toileting dan berdandan).
Tgl Diagnosa Keperawatan Implementasi Paraf Nama
27/122012
Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan
1. Memonitor status neurologik2. Monitor status respirasi3. Monitor bunyi jantung4. Meletakkan kepala dengan posisi lebih tinggi 15-30o
5. Cegah klien melakukan valsava manuver seperti mengedan, batuk dan bersin6. Kelola obat sesuai order7. Berikan oksigen sesuai indikasi
Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot
1. Mengkaji kemampuan dan kebutuhan klien terhadap mobilisasi2. Mengatur posisi klien setiap 2 jam sekali3. Terapi Latihan
Mobilitas sendi Jelaskan pada klien dan keluarga tujuan latihan pergerakan sendi Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama latihan Gunakan pakaian yang longgar Kaji kemampuan klien terhadap pergerakan Ajarkan ROM aktif atau pasif pada klien atau keluarga Ubah posisi klien tiap 2 jam Kaji perkembangan atau kemajuan latihan
Defisit perawatan diri (hygiene, mandi, toileting dan berdanadan) b.d kelelahan
1. Mengobservasi kemampuan klien untuk mandi, berpakaian dan makan serta toileting.
2. Membantu klien dalam posisi lebih tinggi tubuh sekitar (30o)3. Menghindari kelelahan sebelum makan, mandi dan berpakaian serta
berdandan.4. Membantu dalam memenuhi aktivitas perawatan diri (makan, mandi,
toileting dan berdandan).
Tgl Diagnosa Keperawatan Implementasi Paraf Nama
28/122012
Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan
1. Memonitor status neurologik2. Monitor status respirasi3. Monitor bunyi jantung4. Meletakkan kepala dengan posisi lebih tinggi 15-30o
5. Cegah klien melakukan valsava manuver seperti mengedan, batuk dan bersin6. Kelola obat sesuai order7. Berikan oksigen sesuai indikasi
Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot
1. Mengkaji kemampuan dan kebutuhan klien terhadap mobilisasi2. Mengatur posisi klien setiap 2 jam sekali3. Terapi Latihan
Mobilitas sendi Jelaskan pada klien dan keluarga tujuan latihan pergerakan sendiMonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama latihanGunakan pakaian yang longgarKaji kemampuan klien terhadap pergerakanAjarkan ROM aktif atau pasif pada klien atau keluargaUbah posisi klien tiap 2 jamKaji perkembangan atau kemajuan latihan
Defisit perawatan diri (hygiene, mandi, toileting
1. Observasi kemampuan klien untuk mandi, berpakaian dan makan serta
dan berdanadan) b.d kelelahan
toileting.2. Bantu klien dalam posisi lebih tinggi tubuh sekitar (30o)3. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan berpakaian serta berdandan.4. Bantu dalam memenuhi aktivitas perawatan diri (makan, mandi, toileting
dan berdandan).
Tgl Diagnosa Keperawatan Implementasi Paraf Nama
29/122012
Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan
1. Monitor status neurologik2. Monitor status respirasi3. Monitor bunyi jantung4. Letakkan kepala dengan posisi lebih tinggi 15-30o
5. Cegah klien melakukan valsava manuver seperti mengedan, batuk dan bersin
6. Kelola obat sesuai order7. Berikan oksigen sesuai indikasi
Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot
1. Kaji kemampuan dan kebutuhan klien terhadap mobilisasi2. Atur posisi klien setiap 2 jam sekali3. Terapi Latihan
Mobilitas sendi Jelaskan pada klien dan keluarga tujuan latihan pergerakan sendiMonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama latihanGunakan pakaian yang longgarKaji kemampuan klien terhadap pergerakanAjarkan ROM aktif atau pasif pada klien atau keluarga
Ubah posisi klien tiap 2 jamKaji perkembangan atau kemajuan latihan
Defisit perawatan diri (hygiene, mandi, toileting dan berdanadan) b.d kelelahan
1. Observasi kemampuan klien untuk mandi, berpakaian dan makan serta toileting.
2. Bantu klien dalam posisi lebih tinggi tubuh sekitar (30o)3. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan berpakaian serta berdandan4. Bantu dalam memenuhi aktivitas perawatan diri (makan, mandi, toileting
dan berdandan).
Tgl Diagnosa Keperawatan Implementasi Paraf Nama
31/122012
Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan
1. Monitor status neurologik2. Monitor status respirasi3. Monitor bunyi jantung4. Letakkan kepala dengan posisi lebih tinggi 15-30o
5. Cegah klien melakukan valsava manuver seperti mengedan, batuk dan bersin5. Kelola obat sesuai order6. Berikan oksigen sesuai indikasi
Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot
1. Kaji kemampuan dan kebutuhan klien terhadap mobilisasi2. Atur posisi klien setiap 2 jam sekali3. Terapi Latihan
Mobilitas sendi Jelaskan pada klien dan keluarga tujuan latihan pergerakan sendiMonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama latihanGunakan pakaian yang longgar
Kaji kemampuan klien terhadap pergerakanAjarkan ROM aktif atau pasif pada klien atau keluargaUbah posisi klien tiap 2 jamKaji perkembangan atau kemajuan latihan
Defisit perawatan diri (hygiene, mandi, toileting dan berdanadan) b.d kelelahan
1. Observasi kemampuan klien untuk mandi, berpakaian dan makan serta toileting.
2. Bantu klien dalam posisi lebih tinggi tubuh sekitar (30o)3. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan berpakaian serta berdandan.4. Bantu dalam memenuhi aktivitas perawatan diri (makan, mandi, toileting
dan berdandan).
CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl Diagnosa Keperawatan SOAP Paraf Nama
25/12/12 Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan
S: Klien mengatakan nyeri kepala hebat, skala nyeri 9 (1-10)O:
K/U : Lemah Kesadaran : CM TD : 160/90 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 21 x/menit Suhu : 36o C Bicara sedikit Pelo Tampak nyeri kepala hebat CT-scan :
Perdarahan intraparenkimal cerebri dibasal ganglia kanan dengan estimasi volume ± 7 cc, Sinusitis maksilaris kiri
A : Masalah keperawatan belum teratasiP : lanjutkan intervensi
Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot
S : Klien mengatakan tidak bisa menggerakan tangan dan kaki kiri, tidak kuat untuk beraktivitas.
O : Tampak lemah Tirah baring Tidak dapat melakukan ADL secara mandiri Kekuatan otot :
Eksteremitas atas : 5555/3333Ekstremitas bawah : 5555/333
Tidak dapat menggerakan anggota gerak sisi sebelah kiriA : Masalah keperawatan belum teratasiP : Lanjutkan intervensi
Defisit perawatan diri (hygiene, mandi, toileting dan berdanadan) b.d kelelahan
S : Klien mengatakan tidak bisa melakukan perawatan diri secara mandiri.O :
Tidak bisa mandi secara mandiri Menggunakan pempers
A : Masalah keperawatan teratasi sebagianP : Lanjutkan intervensi
Tgl Diagnosa Keperawatan SOAP Paraf Nama
26-12-12 Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan
S: Klien mengatakan nyeri kepala hebatO:
K/U : Lemah Kesadaran : CM TD : 170/100 mmHg Nadi : 88 x/menit RR : 21 x/menit Suhu : 36o C Bicara sedikit Pelo Pupil : 2/2 Tampak nyeri kepala hebat CT-scan :
Perdarahan intraparenkimal cerebri dibasal ganglia kanan dengan estimasi volume ± 7 cc, Sinusitis maksilaris kiri
A : Masalah keperawatan belum teratasiP : lanjutkan intervensi
Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot
S : Klien mengatakan tidak bisa menggerakan tangan dan kaki kiri, tidak kuat untuk beraktivitas.
O : Tampak lemah Tirah baring Tidak dapat melakukan ADL secara mandiri Kekuatan otot :
Eksteremitas atas : 5555/2222Ekstremitas bawah : 5555/2222
Tidak dapat menggerakan anggota gerak sisi sebelah kiriA : Masalah keperawatan belum teratasiP : Lanjutkan intervensi
Defisit perawatan diri (hygiene, mandi, toileting dan berdanadan) b.d kelelahan
S : Klien mengatakan tidak bisa melakukan perawatan diri secara mandiri.O :
Mulut dan gigi tampak kotor Tidak bisa mandi secara mandiri Menggunakan pempers
A : Masalah keperawatan teratasi sebagianP : Lanjutkan intervensi
Tgl Diagnosa Keperawatan SOAP Paraf
Nama27-12-12 Gangguan perfusi jaringan
serebral b.d perdarahanS: Klien mengatakan nyeri kepala hebatO:
K/U : Lemah Kesadaran : CM TD : 150/90 mmHg Nadi : 78 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36o C Bicara sedikit Pelo Tampak nyeri kepala hebat CT-scan :
Perdarahan intraparenkimal cerebri dibasal ganglia kanan dengan estimasi volume ± 7 cc, Sinusitis maksilaris kiri
A : Masalah keperawatan teratasi sebagianP : lanjutkan intervensi
Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot
S : Klien mengatakan tidak bisa menggerakan tangan dan kaki kiri, tidak kuat untuk beraktivitas.
O : Tampak lemah Tirah baring Tidak dapat melakukan ADL secara mandiri Kekuatan otot :
Eksteremitas atas : 5555/2222Ekstremitas bawah : 5555/2222
Tidak dapat menggerakan anggota gerak sisi sebelah kiriA : Masalah keperawatan belum teratasiP : Lanjutkan intervensi
Defisit perawatan diri (hygiene, mandi, toileting dan berdanadan) b.d kelelahan
S : Klien mengatakan tidak bisa melakukan perawatan diri secara mandiri.O :
Mulut dan gigi tampak kotor Tidak bisa mandi secara mandiri Menggunakan pempers
A : Masalah keperawatan teratasi sebagianP : Lanjutkan intervensi
Tgl Diagnosa Keperawatan SOAP Paraf Nama
28-12-12 Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan
S: Klien mengatakan nyeri kepala hebatO:
K/U : Lemah Kesadaran : CM TD : 150/90 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 21 x/menit Suhu : 36o C Bicara sedikit Pelo Tampak nyeri kepala hebat CT-scan :
Perdarahan intraparenkimal cerebri dibasal ganglia kanan dengan estimasi volume ± 7 cc,
Sinusitis maksilaris kiriA : Masalah keperawatan belum teratasiP : lanjutkan intervensi
Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot
S : Klien mengatakan tidak bisa menggerakan tangan dan kaki kiri, tidak kuat untuk beraktivitas.
O : Tampak lemah Tirah baring Tidak dapat melakukan ADL secara mandiri Kekuatan otot :
Eksteremitas atas : 5555/3333Ekstremitas bawah : 5555/3333
Tidak dapat menggerakan anggota gerak sisi sebelah kiriA : Masalah keperawatan belum teratasiP : Lanjutkan intervensi
Defisit perawatan diri (hygiene, mandi, toileting dan berdanadan) b.d kelelahan
S : Klien mengatakan tidak bisa melakukan perawatan diri secara mandiri.O :
Mulut dan gigi tampak kotor Tidak bisa mandi secara mandiri Menggunakan pempers
A : Masalah keperawatan teratasi sebagianP : Lanjutkan intervensi
Tgl Diagnosa Keperawatan SOAP Paraf Nama
29-12-12 Gangguan perfusi jaringan S: Klien mengatakan masih belum dapat menggerkan ekstremitas dengan baik
serebral b.d perdarahan dan masih belum bisa melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
O: K/U : Lemah Kesadaran : CM TD : 160/90 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 21 x/menit Suhu : 36o C Bicara sedikit Pelo Tampak nyeri kepala berkurang CT-scan :
Perdarahan intraparenkimal cerebri dibasal ganglia kanan dengan estimasi volume ± 7 cc, Sinusitis maksilaris kiri
A : Masalah keperawatan belum teratasiP : lanjutkan intervensi
Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot
S : Klien mengatakan tidak bisa menggerakan tangan dan kaki kiri, tidak kuat untuk beraktivitas.
O : Tampak lemah Tirah baring Tidak dapat melakukan ADL secara mandiri Kekuatan otot :
Eksteremitas atas : 5555/3333Ekstremitas bawah : 5555/3333
Tidak dapat menggerakan anggota gerak sisi sebelah kiriA : Masalah keperawatan belum teratasiP : Lanjutkan intervensi
Defisit perawatan diri (hygiene, mandi, toileting dan berdanadan) b.d kelelahan
S : Klien mengatakan tidak bisa melakukan perawatan diri secara mandiri.O :
Mulut dan gigi tampak kotor Tidak bisa mandi secara mandiri Menggunakan pempers
A : Masalah keperawatan teratasi sebagianP : Lanjutkan intervensi
Tgl Diagnosa Keperawatan SOAP Paraf Nama
31-12-12 Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan
S: Klien mengatakan nyeri kepala berkurangO:
K/U : Baik Kesadaran : CM TD : 160/90 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 21 x/menit Suhu : 36o C Bicara sedikit Pelo CT-scan :
Perdarahan intraparenkimal cerebri dibasal ganglia kanan dengan estimasi volume ± 7 cc, Sinusitis maksilaris kiri
A : Masalah keperawatan belum teratasiP : lanjutkan intervensi
Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot
S : Klien mengatakan tidak bisa menggerakan tangan dan kaki kiri, tidak kuat untuk beraktivitas.
O : Tampak lemah Tirah baring Tidak dapat melakukan ADL secara mandiri Kekuatan otot :
Eksteremitas atas : 5555/4444Ekstremitas bawah : 5555/4444
Tidak dapat menggerakan anggota gerak sisi sebelah kiriA : Masalah keperawatan belum teratasiP : Lanjutkan intervensi
Defisit perawatan diri (hygiene, mandi, toileting dan berdanadan) b.d kelelahan
S : Klien mengatakan tidak bisa melakukan perawatan diri secara mandiri.O :
Mulut dan gigi tampak kotor Tidak bisa mandi secara mandiri Menggunakan pempers
A : Masalah keperawatan teratasi sebagianP : Lanjutkan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Hasil pengkajian yang dilakukan dari tanggal 25-31 Desember 2012 telah
dilakukan asuhan keperawatan yang komprehensif yang meliputi aspek bio,
psiko, sosial dan spirtual, dengan permasalahan yang dialami oleh klien.
Berikut ini adalah beberapa diuraikan kesenjangan antara teori dengan data
yang diperoleh oleh klien.
Terdapat persamaan antara teori yang ada dengan data-data yang
ditemukan di studi kasus pada saat pengkajian, berdasarkan teori definisi dari
stroke sendiri adalah Stroke adalah cedera akut pada otak. Ini berarti stroke
adalah cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak.
Cedera dapat disebabkan sumbatan bekuan darah otak, penyempitan
pembuluh darah otak dan pecahnya pembuluh darah otak, dan yang terjadi
pada klien adalah stroke yang terjadi pada klien adalah akibat adanya
perdarahan.
Stroke yang terjadi pada klien adalah stroke hemoragik karena terjadi
pecahnya pembuluh darah dan terjadi perdarahan, berdasarkan klasifikasinya
stroke hemoragik dibagi mejadi tiga yaitu, perdarahan intraserebral (PIS),
perdarahan subarakhnoidal (PSA) dan perdarahan subdural, untuk yang tejadi
pada klien adalah terjadinya perdarahan di intraserebral (PIS) dibuktikan
dengan hasil CT-scan yaitu adanya perdarahan intraparenkim cerebri di basal
ganglia kanan dengan estimasi volume ± 7 cc.
Secara teori ada beberapa faktor reesiko yang dapat mengalami stroke
hemoragik dan pada klien faktor resikonya adalah usia yang > 45 tahun dan
memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol.
Manifestasi klinis yang terjadi pada klien adalah klien merasakan
kelemahan pada sisi kiri sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, klien
mengatakan merasakan nyeri kepala. Dari data tersebut masuk kedalam
manifestasi yang terjadi pada stroke hemoragik
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang terdapat pada klien adalah gangguan perfusi jaringan
serebral b.d perdarahan, gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan
otot, dan defisit perawatan diri.bd kelemahan. Berdasarkan teori diagnosa
keperawatan pada klien stroke memang banyak tetapi untuk prioritas dalam
pemberian asuhan keperawatan adalah dari tiga diagnosa tersebut.
Diagnosa keperawatan yang pada kasus stroke ini muncul karena pada saat
pengkajian ditemukan data-data yang mendukung ditegakkannya diagnosa
tersebut. Data-data yang mendukung adalah untuk diagnosa yang pertama
gangguan perfusi jaringan b.d perdarahan data subjektif yang ditemukan
adalah bahwa klien mengatakan merasakan nyeri kepala hebat dengan skala
9, keadaan umum lemah, TD : 160 mmHg, bicara sedikit pelo dan hasil CT-
scan didapatkan hasil perdarahan intraparenkim cerebri dibasal ganglia kanan
dengan estimasi ± 7 cc.
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu ganguan mobilitas fisik b.d
penurunan kekuatan otot didapatkan data yaitu data subjektif: klien
mengatakan tidak dapat menggerakkan tangan dan kaki kiri, tidak kuat untuk
beraktivitas, dan data objektif yaitu tampak lemah, tirah baring, tidak dapat
melakukan ADL secara mandiri, dan kekuatan otot untuk ektermitas atas :
5555/2222 dan ektstremitas bawah 5555/2222, tidak dapat menggerakkan
anggota gerak sisi sebelah kiri.
Diagnosa yang ketiga yaitu defisit perawatan diri (makan, toileting, mandi
dan berdandan) b.d kelemahan didapatkan data yaitu data subjektif klien
mengatakan tidak dapat melakukan perawatan diri secara mandiri dan data
objektif yaitu mulut dan gigi tampak kotor, tidak dapat mandi secara mandiri,
dan menggunakan pampers.
C. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan kasus pada Ny. R perencanaan keperawatan yang dapat
dilakukan adalah intervensi hanya pada ketiga diagnosa yang menjadi
priortas.
Pada diagnosa gangguan perfusi jaringan, rencana tindakan yang sudah
dilaksanakan adalah memonitor status neurologik, memonitor status respirasi,
memonitor bunyi jantun, meletakkan kepala dengan posisi lebih tinggi 15-
30o, dan mencegah klien melakukan valsava manuver seperti mengedan,
batuk dan bersin. Tindakan yang tidak dilakukan sesuai dengan rencana
tindakan keperawatan adalah tidak ada.
Diagnosa gangguan mobilisasi fisik rencana tindakan keperawatan yang
sudah dilakukan adalah mengkaji kemampuan dan kebutuhan klen terhadap
mobilisasi dan mengatur posisi setiap 2 jam sekali, dan rencana tindakan
keperawatan yang tidak dilakukan adalah tidak ada.
Diagnosa yang terakhir yaitu defisit perawatan diri (mandi, makan,
toileting dan berhias) rencana tindakan keperawatan yang sudah dilakukan
adalah mengobservasi kemampuan klien untuk perawatan diri, menhindari
kelelahan danlam perawatan diri dan memenuhi aktivitas perawatan diri
klien, dan untuk rencana keperawatan yang tidak dilakukan pada diagnosa
tersebut tidak ada.
D. Implementasi
Pada implementasi keperawatan yang telah dilakukan, perawat sudah
melaksanakan implementasi terhadap ketiga masalah yang menjadi priotas
dari kasus.
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan
Pada teori, tindakan yang harus dilakukan adalah monitor status
neurologik, monitor status respirasi, monitor bunyi jantung, meletakkan
kepala dengan posisi lebih tinggi 15-30o dan menjelaskan kepada klien
untuk mencegah klien untuk melakukan valsava manuver seperti
mengedan, batuk dan bersin, mengelola obat sesuai order dan memberikan
oksigenasi sesuai indikasi
Pada pelaksanaannya untuk implementasi memberikan obat sesuai order
dan melaksanakan pemberian oksigen pada klien baru dilaksanakan dari
tanggal 26 Desember 2012-31 Desember 2012
2. Gangguan Mobilisasi Fisik b.d penurunan kekuatan otot
Pada teori, tindakan yang harus dilakukan adalah menjelaskan kepada
klien dan keluarga tujuan latihan pergerakan sendi, monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama latihan, gunakan pakaian longgar, kaji
kemampuan klien terhadap pergerakan, ajarkan ROM aktif atau psif pada
klien atau keluarga, ubah posisi klien tiap 2 jam dan kaji perkembangan
dan kemajuan latihan.
Pada pelaksanaannya untuk mengajarkan ROM baru dilaksanakan tanggal
26 Desember 2012-31 Desember 2012
3. Defsisit perawatan diri b.d kelemahan
Pada teori, tindakan yang harus dilakukan adalah mengobservasi
kemampuan klien untuk mandi, berpakaian, makan, toileting serta berhias,
hindari kelelahan sebelum maan, mandi, berpakaian, dan berhias, dan
memnbantu dalam memenuhi aktivitas perawatan diri (makan, mandi,
toileting, dan berhias).
Pada pelaksanaanya tindakan keperawatan yang terdapat di rencana
tindakan keperawatan mulai dilaksanakan dari tanggal 25 Desember 2012-
31 Desember 2012.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan sesuai dengan prinsip SOAP yaitu data yang berasal
dari subjektif, objektif kemudian dianalisis dan menentukan rencana tindak
lanjut yang baik utnuk klien maupun untuk perawat. Evaluasi keperawatan
dilakukan berdasarkan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan per
hari.
1. Gangguan perfusi jaringan b.d perdarahan
Pada pelaksanaannya rencana tindakan keperawatan sudah
dilaksanakan dengan hasil pada tanggal 25 Desember 2012 data subjektif
klien mengatakan nyeri kepala hebat skala nyeri 9, data objektif klien
yaitu keadaan umum lemah, kesadaran compos nebtis TD: 160/90
mmHg, N : 80 x/menit, RR: 21 x/menit, S 36oC, bicara sedikit pelo,
klien tampak lemah, tirah baring, aktivitas sehari-hari dibantu, kekuatan
otot: ekstremitas atas 5555/222; ektremitas bawah 5555/2222, tidak dapat
melakukan perawatan secara mandiri.
Dari hasil implementasi terjadi perubahan pada kekuatan otot tanggal
yaitu menjadi ektermitas atas: 5555/3333, ektremitas bawah: 5555/3333,
dan perubahan pada nyeri kepala hebta klien mengatakan sudah tidak
merasakan nyeri kepala hebat, untuk hasil yang lain keadaan masih sama
dengan keadaan sebelumnya ini dilakukan pengkajian pada tanggal 28
Desember 2012.
Perubahan kekuatan juga didapatkan dari hasil pengkajian tanggal 31
Desember 2012 yang didapatkan kekuatan otot pada ektremitas atas:
5555/4444; ektremitas bawah 5555/4444. Untuk keadaan yang lain masih
sama dengan keadaan yang ada pada tanggal 28 desember 2012.
BAB V
PENUTUP
Stroke adalah cedera akut pada otak. Ini berarti stroke adalah cedera
mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak. Cedera dapat
disebabkan sumbatan bekuan darah otak, penyempitan pembuluh darah otak dan
pecahnya pembuluh darah otak.
Stroke hemoragik adalah Pecahnya pembuluh darah otak yang
menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan
serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut
menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan
juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.
Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi
jaringan otak dan menekan batang otak.
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Diagnosa yang terdapat pada Ny. R adalah gangguan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan perdarahan otak, gangguan mobilisasi fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, defisit perawatan diri (hygiene,
mandi, toileting) berhubungan dengan kelelahan.
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000.
Edisi 3. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC.
Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama.
Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia A.2007.Edisi 4. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta. EGC
Rumantir CU. 2007. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf
RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru..
Goetz Christopher G. 2007.Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of
Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders.
Ropper AH, Brown RH. 2005. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s
Priciples of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill.
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2007. Pencegahan Primer Stroke. Dalam :
Guideline Stroke : Jakarta.
Baehr M, Frotscher M. Duus’ . 2005. Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised
edition. New York : Thieme.