MAKALAH Stroke Hemoragik
-
Upload
ciienul-idtuw-aya -
Category
Documents
-
view
71 -
download
1
description
Transcript of MAKALAH Stroke Hemoragik
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gaya hidup manusia dewasa ini semakin mengarah kepada gaya hidup
yang pragmatis. Semuanya memenuhi kebutuhan hidup secara instan dan
praktis, dan mengabaikan segala hal yang ada di balik pragmatisme dalam hidup
tersebut. Hal ini tentu akan membawa berbagai konsekuensi, dan konsekuensi
yang paling rentan adalah masalah kesehatan. Pola hidup yang instan seperti
makan makanan junk food, merokok dan minum kopi yang berlebihan untuk
mengusir rasa kantuk akibat lelah kerja, tidak pernah melakukan olah raga
karena harus mengejar karier serta gaya hidup yang selalu identik dengan
narkoba, rokok dan alkohol maka segala penyakit akan datang menyerang.
Bermula dari kelebihan kolesterol, kelelahan karena kurang istirahat, tingkat
stres yang tinggi dan hipertensi maka timbullah berbagai penyakit seperti
jantung dan stroke.
Menurut Batticaca (2008) stroke masih merupakan masalah medis yang
menjadi penyebab kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di
Amerika Serikat. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami kelemahan yang
memerlukan perawatan. Penyakit ini juga menimbulkan kecacatan terbanyak
pada kelompok usia dewasa yang masih produktif. Tingginya kasus stroke ini
salah satunya dipicu oleh rendahnya kepedulian masyarakat dalam mengatasi
berbagai faktor resiko yang dapat menimbulakan stroke. Penyebab stroke adalah
pecahnya (ruptur) pembuluh darah di otak dan atau terjadinya trombosis dan
emboli. Gumpalan darah akan masuk ke aliran darah sebagai akibat dari
penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera dan menutup atau
menyumbat arteri otak. Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit
otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan
dengan gejala lemas, lumpuh sesaat, atau gejala berat sampai hilangnya
kesadaran, dan kematian.
Menurut ctella93 (2008), di Indonesia stroke merupakan penyakit nomor
tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun
2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru
Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah
tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami
gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami
gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menjadikan penyakit
stroke sebagai makalah ilmiah, agar penulis lebih memahami bagaimana proses
keperawatan yang dilakukan pada klien dengan penyakit stroke.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan secara
komprehensif yang meliputi aspek biopsikososiospritual pada klien dengan
stroke non hemoragik dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui konsep teori penyakit stroke non hemoragik.
b) Untuk mengetahui etiologi penyakit stroke non hemoragik.
c) Untuk mengetahui penyakit stroke non hemoragik.
d) Untuk mengetahui manifestasi stroke non hemoragik.
e) Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik stroke non hemoragik.
f) Untuk mengetahui penatalaksanaan stroke non hemoragik.
g) Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan bagi pasien stroke
non hemoragik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA
( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan
oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak
( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala
atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono, 1996).
Stroke adalah terjadinya kerusakan pada jaringan yang disebabkan
berkurangnya aliran darah keotak atau retaknya pembuluh darah yang menyuplai
darah ke otak dengan berbagai sebab yang ditandai dengan kelumpuhan sensoris
dan motoris tubuh sampai dengan terjadinya penurunan kesadaran. (Arif
Mutaqqin, 2008).
Menurut Ramadhan (2009), stroke termasuk penyakit cerebrovaskular
(pembuluh darah otak) dan ditandai oleh kematian jaringan otak (infark cerebral)
yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke dalam otak.
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. (Batticaca, 2008).
Stroke (cedera serebrovaskuler [cerebrovasculer accident, CVA])
didefinisikan sebagai gangguan neurologis fokal yang tejadi mendadak akibat
proses patofisiologi dalam pembuluh darah. (Valentina L. Brashers,2008)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. ( Smeltzer C.
Suzanne, 2002 ).
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer,
2000, hlm. 17).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. (Arif Muttaqin, 2008,
hlm. 130).
Dengan demikian stroke non hemoragik didefinisikan adanya tanda-
tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global) dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis. Patologis ini menyebabkan perdarahan dari
sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi
serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan pengaruh
yang bersifat sementara atau permanen. Gangguan neurologik mendadak yang
terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah yang timbul secara
mendadak dengan gejala atau tanda-tanda klinik sesuai daerah yang terkena
menurut fungsi syaraf tersebut.
1. Anatomi Peredaran Darah Otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak
diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Dalam rongga kranium, kedua arteri ini saling berhubungan dan
membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. (Satyanegara, 1998).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis
komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke
dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi
arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai
darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal
ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama
medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik
dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus
temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi
yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini
bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai
setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini
memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan
sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan
temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price,
1995).
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena
interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan
kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan
mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis
lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke
jantung. (Harsono, 2000)
2. Bagian-bagian Otak
Otak merupakan organ yang paling mengaggumkan dari seluruh
organ, kita mengetahui bahwa seluruh angan-angan dan keinginan dan nafsu
perencanaaan dan memeori merupakan hasil dari aktivitas otak. Otak bersisi
10 miliar neuron yang nenjadi komplek secara kesatuan fungsional. Otak
lebih komplek dari pada batang otak manusia kira – kira merupakan 2 %
dari berat badan orang dewasa, otak menerima 15% dari curah jantung,
memerlukan sekitar 20% dari curah jantung, memerlukan 205 pemakaian
oksigen tubuh, dan sekita 400 kilo kalori energi setiap hari.
Menurut mutaqin (2008) pada dasarnya otak mempunyai beberapa
bagian, yaitu:
a. Serebrum
Serebrum merupakan merupakan bagian otak yang paling besar
dan menonjol di sini terletak pusat – pusat saraf yang mengatur semua
kegiatan sensori dan motorik, juga mengatur proses penalaran, memori
dan intelgensi. Hemisfer serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah
kiri dan hemisfer sebelah kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan
konsep fungsional ini di sebut pengendalian kontralateral.
b. Kortek serebri
Kortek serebri atau mantel abu-abu (gray metter) dari serebrum
mempunyai banyak lipatan yang di sebut giri ( tunggal girus). Susunan
seperti ini memunkinkan permukaan otak menjadi luas ( di perkirakan
seluas 2200 cm2) yang terkandung dalam rongga tengkorak yang
sempit. Kortek serebri adalah bagian otak yang paling maju dan
bertanggung jawab untuk mengindra lingkungan. Korteks serebri
menentukan prilaku yang bertujuan dan beralasan.
c. Lobus frontal
Lobus frontal mencakup bagian dari korteks serebrum bagian
depan yaitu dari sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan di dasar
lateralis bagian ini memiliki area motorik dan pramotorik. Area broca
terletak di lobus frontalis dan mengontraol aktivitas bicara. Area
asosiasi di lobus frontalis menerima informasi dari seluruh bagian otak
dan menggabungkan informasi-informasi tersebut menjadi pikiran
rencana dan prilaku. Lobus frontalis bertanggung jawab untuk prilaku
bertujuan, menentukan keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks.
Lobus frontalis memodifikasi dorongan-dorongan emosional yang di
hasilkan oleh system limbic dan refleks vegetatife dari batang otak.
d. Lobus parietalis
Merupakan lobus sensori yang berfungsi menginterprestasikan
sensasi rangsangan yang datang atau mengatur individu mampu
mengetahui posisi letak dan bagian tubuh. Untuk sensasi raba dan
pendengaran. Lobus parietalis menyampaikan informasi ke banyak
daerah lain di otak, termasuk area asosiasi motorik dan visual di
sebelahnya.
e. Lobus oksipitalis
Lobus ini terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan di
atas fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkan dari serebrum, lobus
ini pusat asosiasi visual utama. Lobus ini menerima informasi dari
retina mata. Menginterprestasikan pengelihatan membedakan warna
dan sekaligus kordinasi gerakan dan keseimbangan.
f. Lobus temporalis
Memiliki fungsi menginterprestasikan sensasi kecap, bau dan
pendengaran, interprestasi bahasa dan penyimpanan memori.
g. Serebelum
Ada dua fungsi utama serebelum, yaitu :
1. Mengatur otot – otot postural tubuh
2. Melakukan program akan gerakan – gerakan pada keadaan sadar
maupun bawah sadar.
Serebelum mengkordinasi penyesuaian secara tepat dan otomatis
dengan menjaga keseimbangan tubuh. Serebelum merupakan pusat
refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta
menguabh tonus otot dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh price,1995 dalam buku arif mutaqqin
2008.
h. Batang otak
Bagian-bagian batang otak dari atas sampai bawah yaitu pons dan
medulla oblongata. Di seluluh batang otak terdapat jeras-jeras yang
berjalan naik turun. batang otak merupakan pusat relasi dan refleks dari
SSP.
i. Medulla oblongata
Medulla oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung vasikonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur, dan muntah. Semua jeras asendens dan desendens
medulla spinalis terlihat di sini. Pada permukaan anterior terdapat
pembesaran yang di sebut pyramid yang terutama mengandung serabut
motorik volunteer.di bagian posterior medulla oblongata terdapat pula
dua pembesaran yang di sebut fesikuli dari jeras asendens kolumna
dorsalis, yaitu fesikuli grasilis dan fesikulus kutaenus, jeras -jeras ini
mrngantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot sadar, sensai getar dan
diskriminasi dua titik.
B. Klasifikasi
Stroke merupakan manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik
fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab selain daripada gangguan vascular. Berdasarkan etiologinya, stroke
dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Stroke perdarahan atau strok hemoragik
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al,
1994).
2. Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak.
3. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry, aneurisma
yang berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-
cabangnya. Dapat menimbulkan nyeri kepala hebat, sering juga dijumpai
kaku kuduk dan tanda-tanda rangsang selaput otak lainnya, dapat pula
terjadi penurunan kesadaran.
4. Sub Dural Hemoragic (SDH)
Biasanya terjadi robeknya jembatan vena sehingga periode
pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada
otak.
5. Epidural Hemoragic (EDH)
Adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan
segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri
tengah atau arteri meninges lain. Pasien harus diatasi dalam beberapa
jam untuk mempertahankan hidup.
6. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri,
umumnya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur pada
dipagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia, kesadaran umumnya baik.
C. Etiologi
Penyebab-penyebabnya stroke non hemoragik antara lain:
1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )
Trombus yang lepas dan menyangkut di pembuluh darah yang
lebih distal disebut embolus. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah
yang mengalami okulasi sehingga menyebabakan iskemi jaringan otak
yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Beberapa
keadaan di bawah ini dapat menyebabkan trombusi otak :
a. Ateroksklerosis
b. Hiporkoagulasi pada polisitemia
c. Arteritis (radang pada arteri)
d. Emboli
2. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau materi lain )
Emboli merupakan 5-15 % dari penyebeb stroke. Dari penelitian
epidemologi didapatkan bahwa sekitar 50 % dari semua serangan iskemik
otak, apakah yang permanen ataukah transien, diakibatkan oleh komplikasi
trombotik atau emobolitik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari
erteri ukuran besar atau sedang, dan sekitar 25% disebabkan oleh penyakit
pembuluh darah kecil di intra kranial dan 20% oleh emboli jantung.
Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin
trombosit, udara, tumor, metastase bekteri, benda asing.
3. Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)
Pendarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilar. (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Gangguan pada sistem karotis menyebabkan :
a. Gangguan penglihatan
b. Gangguan bicara, disfasia atau afasia
c. Gangguan motorik, hemiplegi/hemiparese kontralateral
d. Ganguan sensorik
Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan :
a. Ganguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan
pada lobus oksipital
b. Gangguan nervi kranialais bila mengenai batang otak
c. Gangguan motorik
d. Ganggguan koordinasi
e. Drop attack
f. Gangguan sensorik
g. Gangguan kesadaran
Faktor Resiko
Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial.
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya
pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka
timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak
menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel
otak akan mengalami kematian.
Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh
darah otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh
darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah dan
penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran
ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel – sel otak.
Penyakit Jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan
stroke. Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan / sumbatan
aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel –
sel / jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah.
Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low
density lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk
terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang
kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan
kadar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein)
merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko
stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis,
Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
Merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya
infark jantung.
Kelainan pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak yang tidak normal pada suatu saat akan
pecah dan menimbulkan perdarahan.
Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
Kontrasepasi oral ( khususnya dengan disertai hipertensi,
merokok, dan kadar estrogen tinggi ).
Penyalahgunaan obat ( kokain)
Konsumsi alkohol
Faktor lainnya; lanjut usia, penyakit paru -paru menahun, penyakit
darah, asam urat yang berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko
secara teori.
D. Manifestasi Klinis
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti; afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih
lumpuh., eye deviation, hemipareses yang disertai kejang.
Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan
tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri
dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila
disertai hemiplegi, lesi pada kapsula interna.
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegi alternans,
tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan
sensoris, gangguan menelan, deviasi lidah.
Bila topis di medulla spinalis, akan timbul gejala seperti ; gangguan
sensoris dan keringat sesuai tinggi lesi, gangguan miksi dan defekasi.
E. Patofisiologi dan Pathway
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami
perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.
Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus
arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar
mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama . Kenaikan darah yang
“abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi
pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh
darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan
jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan
gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya
dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa
merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-
fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat
disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang
otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
menebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang
terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar
menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko
kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal.
F. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral
dan luasnya area cidera (Suzzane C. Smeltzer, dkk, 2001, halaman 2137)
- Hipoksia cerebral
Otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan
- Penurunan darah cerebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral
- Luasnya area cidera
Embolisme serebral dapat tejadi setelah infark miokard atau fibralsi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan
aliran darah serebral. Distrimia dapat mengakibatkan curah jantung tidak
konsisten dan penghentian thrombus lokal
G. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya
infark.
2. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
3. Pungsi Lumbalo Menunjukan adanya tekanan normal.
o Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya perdarahan.
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
(DoengesE, Marilynn,2000).
H. Penatalaksanaan
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk
menstabilkan pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk
diantaranya pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60
menit setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini
mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan
resiko atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.
1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat
atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk
mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan
terjadinya herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36
mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi
edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse
oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya
hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada
stroke non hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial,
hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.(11,12,13,14)
b. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena
dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi
mengalami aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung.
Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.
(11,12,13,14)
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis.
Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena
yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat
menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi.
Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian
insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl.
Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien
pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian
insulin.
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring
telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal
hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien
stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45
derajat.(11,12,13,14)
e. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure
(MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah
otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah
dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi
anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang
ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)
atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien
stroke non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak
direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah
sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari
120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan
darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta
komplikasinya harus ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik
antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20
mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat
ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis
maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5
mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai efek yang
diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga
mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan
nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target
pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD
sistolik lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka
dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah
selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak
terjadi komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang dapat
diberikan adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat
diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan adalah
nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15
mg/jam.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan
darah harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30
menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir.
Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai
awal. Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen
berikut dapat diberikan.
1) TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka
dapat diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat
diulang selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika
diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.
2) TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg
dapat diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse
5 mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam.
3) Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari
karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.
f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami
demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset)
dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian
eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi
sebagai neuroprotektor.
g. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non
hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset
stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk
mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama
setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan,
pencegahan terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat
antiepileptik tetap direkomendasikan.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological
Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu
tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg
(maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus
IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat
telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute
Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg
(maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6
jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik
tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang
menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800
pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak
lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang
meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan
intraserebral dijumpai sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin
untuk digunakan di Eropa.
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM
Mardlaw dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian
random dalam skala besar sebab resikonya sangat besar sedang
manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut
masih kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman
dari streptokinase. Sedang penelitian dari The Multicenter Acute Stroke
Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan menggunakan
streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam
setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan
streptokinase untuk stroke iskemik akut tidak dianjurkan.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa
infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris,
trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada
keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan
protein plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati,
ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48
jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir.
Normal terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein
plasma yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin
mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein
lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro
plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu.
Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg
diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose.
Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai
normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai
15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis
dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila
pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali
normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine
sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam
setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg
heparin (100 unit).
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu
peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas
trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal
eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran
darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi
yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara:
meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit
dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit
akan mengurangi viskositas darah. Pentoxyfillinediberikan dalam dosis
16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam
sesudah onset.
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1. Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300
mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu
penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang
efikasius.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari.
Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum.
Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam
salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80
persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara
konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi
lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan : nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin
antara lain adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada
dosis rendah. Hal ini memungkinkan platelet untuk
menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic acid, hasil samping
kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase). Sintesis
senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun
penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah
aspirin.
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg
(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen
merusak pembentukan agregasi platelet. Sayang ada yang
mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.
2. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini
bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan
melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet
dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai
oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi, angka
fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen
untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko
relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan tiklopidin.
Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis
terhadap terapi tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik.
Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa
efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun
indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik.
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau
jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang
lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia
trombotik dan anemia aplastik.
e. Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan
neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan
memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.
Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela waktu yang potensial
untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi
neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada
manusia.
f. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika
kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang
diikuti infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami
infark harus dilakukan.
1) Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri
karotis interna yang mengalami stenosis. Pada pasien yang
mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami
stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat maka
kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical procedure that
cleans out plaque and opens up the narrowed carotid arteries in the
neck.endarterektomi dan aspirin lebih baik daripada penggunaan
aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat
digunakan untuk
stroke di daerah
vertebrobasiler atau
oklusi karotis
lengkap. Angka
mortalitas akibat
prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen.
Gambar Endarterektomi adalah prosedur pembedahan yang
menghilangkan plak dari lapisan arteri (dikutip dari kepustakaan
2) Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan
vertebral serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga
patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian.
Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman
dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki
resiko untuk terjadi restenosis lebih besar.
I. Asuhan Keperawatan
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Kasus
B. Askep
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA