Step 7 (1)
-
Upload
desty-adjaahh-laahh -
Category
Documents
-
view
68 -
download
11
Transcript of Step 7 (1)
Step 7
1. Metode sampling dan cara menghitung besaran sampel
Sampel
Tujuan utama dari penelitian yang menggunakan sampel adalah untuk menduga
parameter populasi dengan menggunakan data dari suatu sampel. Sampel adalah
bagian dari unit populasi yang di ambil dengan cara-cara tertentu. Dalam melakukan
suatu penelitian, kadang-kadang perlu menggunakan sampel dan ada juga yang tidak.
Apabila jumlah populasinya sedikit, data dari semua unit populasi dapat langsung
dipelajari tanpa sampling (sensus). Tetapi apabila jumlah populasinya besar, biasanya
dilakukan mengambilan sampel (sampling).
Alasan Sampling
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa dalam melakukan penelitian dapat dengan
menggunakan sampel atau dengan pengumpulan data dari semua unit populasi
(sensus). Tetapi secara umum penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel dari
populasi (sampling) dengan alasan-alasan sebagai berikut :
a. Masalah populasi.
Pada populasi yang tidak terbatas, di mana jumlah populasinya tidak bisa
ditentukan, sudah jelas sensus tidak mungkin dilakukan. Tambahan lagi bahwa
populasi tidak terbatas pada dasarnya hanya konseptual sukarlah melakukan
sensus terhadapnya. Untuk populasi terbatas umumnya dapat dilakukan metoda
sampling, walaupun pada keadaan jumlah populasi yang besar sekali sulit untuk
dilaksanakan.
b. Masalah biaya
Wajar bahwa makin banyak sampel yang di teliti makin banyak pula biaya yang di
perlukan. Bagai mana pun juga, jika hanya tersedia biaya yang terbatas, sampling
satu-satunya pilihan. Perlu di ingat bahwa biaya yang diperlukan bukan saja untuk
pengumpulan data tetapi juga untuk analisis, diskusi, perhitungan-perhitungan,
gaji ahli, ongkos konsultasi dan lain-lain.
c. Masalah waktu
Sensus memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan sampling,
sehingga dengan sampling di dapat data yang lebih cepat. Apabila di inginkan
kesimpulan yang segera, maka dengan sampling benar-benar terasa faedahnya. Di
samping itu menganalisis data hasil sampling, selain menghemat biaya juga dapat
menghemat waktu.
d. Percobaan yang sifatnya merusak
Jika penelitian terhadap obyek sifatnya merusak, maka jelas sampling harus
dilakukan, misal untuk penelitian kadar gula darah pasien, tidak mungkin
dilakukan sensus dengan mengambil semua darah pasien. Begitu juga untuk
penelitian kadar kolesterol darah, pemeriksaan jaringan tubuh untuk patologi
anatomi, mencoba korek api dan lain-lain.
e. Masalah ketelitian
Salah satu segi agar kesimpulan cukup dapat dipertanggung-jawabkan ialah
masalah ketelitian. Data harus benar dan pengumpulannya harus dilakukan dengan
benar dan teliti, demikian juga pencatatan dan penganalisaannya. Pengalaman
menyatakan bahwa makin banyak obyek yang harus di teliti makin kurang
ketelitian hasilnya. Kebosanan pada waktu wawancara, melakukan pencatatan,
menganalisa data dan kelelahan akan mengurangi tingkat ketelitian penelitian.
Umumnya, menguasai obyek yang sedikit hasilnya lebih baik dari pada menguasai
obyek yang terlalu banyak.
f. Faktor ekonomis
Yang dimaksudkan dengan faktor ekonomis adalah; apakah kegunaan hasil
penelitian sepadan dengan biaya, waktu dan tenaga yang dikeluarkan atau tidak.
Jika tidak mengapa harus dilakukan sensus, yang jelas akan memakan biaya,
waktu dan tenaga yang besar. Faktor ini perlu mendapat perhatian yang
sewajarnya dari peneliti.
Unsur Sampling
Unsur-unsur yang di ambil sebagai sampel di sebut unsur sampling. Unsur sampling
di ambil dengan menggunakan kerangka sampling (sampling frame).
Kerangka Sampling
Kerangka sampling ialah daftar dari semua unsur sampling dalam populasi sampling.
Sebuah kerangka sampling yang baik mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a. Harus meliputi semua unsur sampel.
b. Tidak ada unsur sampel yang di hitung dua kali.
c. Harus up to date.
d. Batas-batasnya harus jelas.
Rencana Sampling
Jika dalam penelitian sampling telah disepakati, selanjutnya sampling perlu
direncanakan dengan baik dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Rumuskan masalah yang ingin diteliti dengan jelas.
b. Tentukan batas populasi dengan jelas, sering kesimpulan tidak benar karena telah
di buat berdasarkan sampel yang di ambil dari populasi yang salah.
c. Definisikan dengan jelas dan tepat segala unit dan istilah yang diperlukan.
d. Tentukan unit sampling yang diperlukan.
e. Tentukan dan rumuskan cara-cara pengukuran dan penilaian yang akan
dilakukan.
f. Kumpulkan, jika ada, segala keterangan tentang hal yang ingin di teliti yang
pernah dilakukan masa lampau.
g. Tentukan ukuran sampel yang diperlukan sehingga kesimpulan dapat di percaya.
h. Tentukan cara sampling yang akan dilakukan untuk memperoleh sampel yang
representatif.
i. Tentukan cara atau metoda pengumpulan data yang tepat sesuai dengan jenis data
yang diperlukan.
j. Tentukan metoda analisis apa yang akan digunakan.
k. Sediakan biaya dan minta tenaga ahli sebagai konsultan.
Syarat sampel yang baik
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin
karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu
bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah
masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja,
maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya
diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau ketepatan, yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan)
dalam sampel. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam
sampel, makin akurat sampel tersebut.
Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi
estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan
karakteristik populasi. Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik
populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa
melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi
diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara
simpangan baku yang diperoleh dari sampel dengan simpangan baku dari populasi
makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin
bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin
bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah.
Ukuran sampel
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting
manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan
analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran
sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan
informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya
lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor
lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana
analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy,
1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak
sampel yang harus diambil. Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka
jumlah sampelnya pun harus banyak.
Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 %
sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit
30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%. Ada pula yang
menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian
korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30
elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok.
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah
sampel sebagai berikut :
1. Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD/SLTP/SMU,
dsb), jumlah minimum subsampel harus 30
3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran
sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan
dianalisis.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat,
ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang bisa
dipakai untuk menentukan jumlah sampel sebagai berikut (Lihat Tabel)
Populasi
(N)
Sampel
(n)
Populasi
(N)
Sampel
(n)
Populasi
(N)
Sampel
(n)
10 10 220 140 1200 291
15 14 230 144 1300 297
20 19 240 148 1400 302
25 24 250 152 1500 306
30 28 260 155 1600 310
35 32 270 159 1700 313
40 36 280 162 1800 317
45 40 290 165 1900 320
50 44 300 169 2000 322
55 48 320 175 2200 327
60 52 340 181 2400 331
65 56 360 186 2600 335
70 59 380 191 2800 338
75 63 400 196 3000 341
80 66 420 201 3500 346
85 70 440 205 4000 351
90 73 460 210 4500 354
95 76 480 214 5000 357
100 80 500 217 6000 361
110 86 550 226 7000 364
120 92 600 234 8000 367
130 97 650 242 9000 368
140 103 700 248 10000 370
150 108 750 254 15000 375
160 113 800 260 20000 377
170 118 850 265 30000 379
180 123 900 269 40000 380
190 127 950 274 50000 381
200 132 1000 278 75000 382
210 136 1100 285 1000000 384
Sebagai informasi lainnya, Champion (1981) mengatakan bahwa sebagian besar
uji statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-
uji statistik yang ada akan sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang
jumlahnya 30 s/d 60 atau dari 120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500,
tidak direkomendasikan untuk menerapkan uji statistik.
Metoda Pengambilan Sampel
Pada dasarnya metoda pengambilan sampel ada dua macam yaitu pengambilan
sampel secara random (probability sampling) dan secara non-random (non
probability sampling).
Pengambilan sampel secara random maksudnya adalah pengambilan sampel di
mana setiap unit populasi atau unit elemen dari populasi mempunyai kesempatan
yang sama untuk bisa terpilih menjadi anggota sampel. Pengambilan sampel
secara random ada bermacam-macam yaitu:
a. Pengambilan Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling)
Yaitu pengambilan sampel sedemikian rupa dengan cara sederhana
berdasarkan kesempatan atau peluang melalui undian atau lotre dan dengan
menggunakan tabel random. Teknik lotre biasanya di pakai untuk jumlah
populasi yang kecil, sedangkan untuk jumlah populasi yang besar sebaiknya di
pakai tabel random. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pemakaian
teknik ini adalah :
1. Harus tersedia daftar kerangka sampling, kalau belum ada harus di buat
terlebih dahulu.
2. Sifat populasi harus homogen, kalau tidak kemungkinan akan terjadi
bias.
3. Keadaan populasi tidak terlalu tersebar secara geografis.
b. Pengambilan Sampel Sistematis (Systematic Random Sampling )
Pengambilan sampel secara sistematis ialah suatu metoda pengambilan
sampel, di mana hanya unsur pertama saja dari sampel di pilih secara random,
sedangkan unsur-unsur selanjutnya di pilih secara sistematis menurut suatu
pola tertentu. Metoda ini dapat dilakukan pada keadaan :
1. Harus tersedia kerangka sampling yang di beri nomor urut.
2. Populasinya mempunyai pola beraturan yang mempunyai nomor urut.
c. Pengambilan Sampel Acak Distrafikasi (Stratified Random Sampling)
Yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan membagi populasi menjadi
dalam lapisan-lapisan atau strata yang seragam dan dari setiap strata di ambil
sampel secara random. Ada tiga syarat dalam menggunakan metoda
pengambilan sampel acak distrafikasi yaitu :
1. Harus ada kriteria yang jelas sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi
dalam strata tertentu sesuai dengan variabel yang di teliti.
2. Harus ada data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria yang di
pergunakan untuk menstratifikasi.
3. Harus diketahui dengan tepat jumlah satuan elementer dari setiap strata
dalam populasi.
Keuntungan menggunakan metoda ini adalah :
1. Semua ciri-ciri populasi yang heterogen dapat terwakili.
2. Dapat untuk meneliti hubungan antara satu strata dengan strata lain, begitu
juga membandingkannya.
d. Pengambilan Sampel Gugus Sederhana (Simple Cluster Sampling)
Pengambilan sampel dengan metoda ini, unit-unit analisa dalam populasi
digolongkan ke dalam gugus-gugus yang di sebut clusters, dan ini akan
merupakan satuan-satuan dari mana sampel akan di ambil. Jumlah gugus yang
di ambil sebagai sampel harus secara acak, kemudian unsur-unsur penelitian
dalam gugus-gugus tersebut di teliti semua. Keuntungan dari metoda ini
adalah tidak memerlukan kerangka sampling dan keburukannya adalah sulit
untuk menghitung standar kesalahan.
e. Pengambilan Sampel Gugus Bertahap ( Multistage Random Sampling)
Digunakan jika populasi letaknya sangat tersebar secara geografis, sehingga
sulit untuk mendapatkan kerangka sampel. Untuk itu populasi dikelompokan
ke dalam gugus bertahap, gugus tingkat pertama, tingkat kedua dan
seterusnya. Dari gugus terakhir di buat kerangka sampel sebagai dasar untuk
mengambilan sampel. Contoh, kabupaten, kecamatan, kelurahan, RW dan RT.
f. Pengambilan Sampel Wilayah (Area Sampling)
Metoda pengambilan sampel wilayah dilakukan apabila pada populasi tidak
dapat di buat kerangka sampel. Untuk ini dibutuhkan peta atau potret udara
yang cukup jelas dan terperinci dari wilayah yang akan di teliti. Setiap segmen
wilayah di beri nomor, kemudian dari sejumlah nomor yang ada di ambil
sejumlah sampel secara random.
Pengambilan Sampel Secara Non-Random.
Pengambilan sampel secara non-random yang sering di pakai, walaupun hasil
sampel semacam ini tidak dapat digunakan sebagai dasar dari uji statistik. Macam-
macam dari pengambilan sampel secara non-random adalah :
a. Sampel Bertujuan (Purposive Sampling)
Dalam hal ini sampel di pilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu berdasarkan tujuan penelitian. Pertimbangan diberikan oleh orang-
orang yang telah berpengalaman. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah:
1. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri tertentu, yang
merupakan ciri-ciri pokok populasi.
2. Subyek yang di ambil sebagai sampel adalah yang paling banyak
mengandung ciri-ciri pada populasi.
3. Penentuan ciri-ciri populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi
pendahuluan.
b. Sampel Kuota (Quota Sampling)
Dalam pengambilan sampel dengan cara ini, peneliti mengambil sampel
dalam jumlah yang telah ditentukan atau dijatahkan pada populasi tertentu
yang telah diketahui ciri-cirinya. Biasanya sampel yang di ambil adalah yang
mudah ditemui tanpa memperhatikan teknik random.
c. Pengambilan Sampel Seadanya (Accidental Sampling/ Convenience
Sampling)
Yaitu pengambilan sampel yang dilakukan seadanya yang bersifat subyektif
oleh peneliti di tinjau dari sudut kemudahan, tempat pengambilan sampel dan
jumlah sampel yang di ambil. Seseorang diambil sebagai sampel karena
kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut.
Cara ini sering digunakan dalam bidang sosial dan politik untuk mengetahui
opini masyarakat terhadap sesuatu hal. Jenis sampel ini sangat baik jika
dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh
penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa
kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata
kurang obyektif.
d. Snowball Sampling – Sampel Bola Salju
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi
penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan
penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih
banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang
lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin
mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti
cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan
wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut
untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita
lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa
mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan
pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang
eksklusif (tertutup)
Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika
peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan
populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel
representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai
kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara
tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai
data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen
populasi.
Menghitung Besaran Sampel
Keterwakilan populasi oleh sampel dalam penelitian merupakan syarat penting untuk
suatu generalisasi atau inferensi. Pada dasarnya semakin homogen nilai variabel yang
diteliti, semakin kecil sampel yang dibutuhkan, sebaliknya semakin heterogen nilai
variabel yang diteliti, semakin besar sampel yang dibutuhkan.
Di samping keterwakilan populasi (kerepresentatifan), hal lain yang perlu
dipertimbangkan dalam menentukan besar sampel adalah keperluan analisis.
Beberapa analisis atau uji statistik memerlukan persyaratan besar sampel minimal
tertentu dalam penggunaannya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penghitungan besar sampel adalah :
1. Jenis dan rancangan penelitian
2. Tujuan penelitian/analisis
3. Jumlah populasi atau sampel
4. Karakteristik populasi/cara pengambilan sampel (teknik sampling)
5. Jenis (skala pengukuran) data (variabel dependen)
Pada kondisi yang berbeda, cara penentuan besar sampel juga berbeda. Berdasarkan
jenisnya, dibedakan penelitian observasional atau eksperimen. Berdasarkan tujuan
penelitian atau analisisnya, dibedakan diskriptif atau inferensial (estimasi atau
pengujian hipotesis). Berdasarkan jumlah populasi atau sampelnya, dibedakan satu
populasi/sampel atau lebih dari satu populasi/sampel. Hal ini berhubungan dengan
karakteristik populasi atau cara pengambilan sampel (sampling) yang dibedakan
random atau non random sampling. Random sampling dibedakan simple random,
systematic random, stratified random, cluster random atau multistage random
sampling. Berdasarkan jenis data atau variabel yang dianalisis, dibedakan data
proporsi atau kontinyu. Hal-hal di atas sangat menentukan cara penghitungan besar
sampel.
PENELITIAN OBSERVASIONAL
Besar sampel pada satu populasi
1. Estimasi
a. Simple random sampling atau systematic random sampling
- Data kontinyu
Untuk populasi infinit, rumus besar sampel adalah :
Z21-/2 2
n = ------------- d2
di mana n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
2 = harga varians di populasi
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
Jika populasi finit, maka rumus besar sampel adalah :
N Z21-/2 2
n = -------------------------- (N-1) d2 + Z2
1-/2 2
di mana N = besar populasi
- Data proporsi
Untuk populasi infinit, rumus besar sampel adalah :
Z21-/2 P (1-P)
n = -------------------- d2
di mana n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
P = harga proporsi di populasi
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
Jika populasi finit, maka rumus besar sampel adalah :
N Z21-/2 P (1-P)
n = ------------------------------- (N-1) d2 + Z2
1-/2 P (1-P)
di mana N = besar populasi
b. Stratified random sampling
- Data kontinyu
Rumus besar sampel adalah :
N2h 2
hNh 2
h
di mana n = besar sampel minimum
N = besar populasi
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
2h = harga varians di strata-h
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
W h = fraksi dari observasi yang dialokasi pada strata-h = N h/N
Jika digunakan alokasi setara, W = 1/L
L = jumlah seluruh strata yang ada
- Data proporsi
Rumus besar sampel adalah :
di mana n = besar sampel minimum
N = besar populasi
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
Ph = harga proporsi di strata-h
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
W h= fraksi dari observasi yang dialokasi pada strata-h = N h/N
Jika digunakan alokasi setara, W = 1/L
L = jumlah seluruh strata yang ada
c. Cluster random sampling
- Data kontinyu
Pada cluster random sampling, ditentukan jumlah cluster yang akan diambil
sebagai sampel. Rumusnya adalah :
N Z21-/2 2
n = ---------------------------------- (N-1) d2 (N/C) 2 + Z2
1-/2 2
di mana n = besar sampel (jumlah cluster) minimum
N = besar populasi
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
2 = harga varians di populasi
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
C = jumlah seluruh cluster di populasi
- Data proporsi
Rumus besar sampel adalah :
N Z21-/2 2
n = ---------------------------------- (N-1) d2 (N/C) 2 + Z2
1-/2 2
di mana n = besar sampel (jumlah cluster) minimum
N = besar populasi = mi
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
C = jumlah seluruh cluster di populasi
2 = (ai – mi P)2/(C’-1) dan P = ai /mi
ai = banyaknya elemen yang masuk kriteria pada cluster ke-i
mi = banyaknya elemen pada cluster ke-i
C’ = jumlah cluster sementara
2. Uji Hipotesis
- Data kontinyu
Rumus besar sampel adalah :
di mana n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
Z1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
2 = harga varians di populasi
0-a = perkiraan selisih nilai mean yang diteliti dengan mean
di populasi
- Data proporsi
Rumus besar sampel adalah :
di mana n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
Z1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
P0 = proporsi di populasi
Pa = perkiraan proporsi di populasi
Pa-P0 = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan
proporsi di populasi
Besar sampel pada DUA POPULASI
1. Estimasi
a. Data kontinyu
Rumus besar sampel sebagai berikut :
di mana n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
2 = harga varians di populasi
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
b. Data proporsi
- Cross sectional
Rumus besar sampel sebagai berikut :
di mana n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
P1 = perkiraan proporsi pada populasi 1
P2 = perkiraan proporsi pada populasi 2
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
- Cohort
Rumus besar sampel sebagai berikut :
di mana n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
P1 = perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 1
P2 = perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 2
= kesalahan (relatif) yang dapat ditolerir
Pada penelitian cohort, untuk mengantisipasi hilangnya unit pengamatan,
dilakukan koreksi dengan 1/(1-f), di mana f adalah proporsi unit pengamatan
yang hilang atau mengundurkan diri atau drop out.
- Case-control
Rumus besar sampel adalah :
di mana n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
P1* = perkiraan probabilitas paparan pada populasi 1
(outcome +)
1-P2
P2
P2* = perkiraan probabilitas paparan pada populasi 2
(outcome -)
= kesalahan (relatif) yang dapat ditolerir
2. Uji Hipotesis
a. Data kontinyu
Rumus besar sampel sebagai berikut :
di mana n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
Z1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
2 = harga varians di populasi
1-2 = perkiraan selisih nilai mean di populasi 1 dengan
populasi 2
b. Data proporsi
- Cross sectional
Rumus besar sampel sebagai berikut :
di mana n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
Z1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
P1 = perkiraan proporsi pada populasi 1
P2 = perkiraan proporsi pada populasi 2
P = (P1 + P2)/2
- Cohort
Rumus besar sampel sebagai berikut :
di mana n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
Z1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
P1 = perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 1
P2 = perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 2
P = (P1 + P2)/2
Pada penelitian cohort, untuk mengantisipasi hilangnya unit pengamatan,
dilakukan koreksi dengan 1/(1-f), di mana f adalah proporsi unit pengamatan
yang hilang atau mengundurkan diri atau drop out.
- Case-control
Rumus besar sampel adalah :
di mana n = besar sampel minimum
Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
Z1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu
P1* = perkiraan probabilitas paparan pada populasi 1
(outcome +)
P2* = perkiraan probabilitas paparan pada populasi 2
(outcome -)
Jika besar sampel kasus dan kontrol tidak sama (unequal), dibuat modifikasi besar
sampel dengan memperhatikan rasio kontrol terhadap kasus. Rumus di atas
dikalikan dengan faktor (r + 1) / (2 . r). Besar sampel untuk kelompok kontrol
adalah (r.n).
PENELITIAN EKSPERIMENTAL
Pada penelitian eksperimental, belum banyak rumus yang dikembangkan untuk
menentukan besar sampel yang dibutuhkan. Untuk menentukan besar sampel (replikasi)
yang dibutuhkan digunakan rumus berikut :
1. Untuk rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktorial, secara sederhana dapat
digunakan rumus :
(t-1) (r-1) 15
di mana t = banyak kelompok perlakuan
r = jumlah replikasi
2. Di samping rumus di atas dan untuk rancangan eksperimen lain yang membutuhkan
perhitungan besar sampel, dapat digunakan rumus besar sampel seperti pada
penelitian observasional baik untuk satu sampel maupun lebih dari 1 sampel, baik
untuk data proporsi maupun data kontinyu.
Pada penelitian eksperimen, untuk mengantisipasi hilangnya unit eksperimen,
dilakukan koreksi dengan 1/(1-f), di mana f adalah proporsi unit eksperimen yang
hilang atau mengundurkan diri atau drop out.
2. Uji statistik
Penelitian bidang kesehatan pada umumnya bertujuan untuk mengumpulkan
informasi atau data yang diperlukan untuk perencanaan kegiatan medis-klinis atau
medis sosial, atau untuk mengembangkan ilmu kesehatan itu sendiri yang pada
akhirnya akan berguna bagi kesejahteraan manusia.
Tingkat penelitian dalam bidang ilmu kesehatan dapat dibagi ke dalam 2 golongan
besar, yakni penelitian yang bersifat deskriptif dan analitik. Dalam penelitian
deskriptif peneliti mengadakan eksplorasi fenomena tanpa berusaha mencari
hubungan antar-variabel di dalam fenomena tersebut, sedangkan dalam penelitian
analitik disamping dilakukan identifikasi serta pengukuran variabel, peneliti pun akan
mencari hubungan antar-variabel untuk menerangkan kejadian atau fenomena
tersebut.
Peneliti dapat hanya mengukur fenomena alamiah yang ada tanpa melakukan
intervensi terhadap variabel (bersifat analitik observasional) akan tetapi ia dapat pula
melakukan intervensi terhadap variabel tergantung (penelitian eksperimen atau
intervensional).
Pengujian hipotesis berguna untuk membantu pengambilan keputusan apakah suatu
hipotesis yang diajukan, seperti perbedaan atau hubungan cukup meyakinkan untuk
ditolak atau tidak ditolak. Setelah hipotesis disiapkan, tentu kemudian dikumpulkan
data empiris yang menghasilkan informasi mengenai dapatnya hipotesis tersebut
diterima atau ditolak. Dalam rangka mencapai suatu keputusan objektif mengenai
apakah suatu hipotesis diperkuat oleh data, maka prosedur objektif untuk menolak
atau menerima hipotesis harus diterapkan dengan baik.
Mengacu pada uraian di atas maka peranan statistik dalam suatu penelitian pada
umumnya adalah untuk membantu dalam pengolahan dan analisis data. Analisa
statistik yang tepat dan benar dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui apakah
hubungan kausalitas antara dua atau lebih vatriabel benar-benar terkait secara benar
dalam kausalitas empiris atau apakah hubungan itu hanya bersifat random atau
kebetulan saja.
Meskipun demikian praktek penggunaan metode statistik dalam suatu penelitian tidak
selalu tepat. Beberapa bukti kajian kritis yang dilakukan Ross (1951), Badgley (1961),
Schor dan Karten (1966), Gore, Jones dan Rytter (1977) terhadap ratusan laporan
penelitian yang dimuat dalam literatur medik antara tahun 1950 dan 1976,
mengungkapkan bahwa sekitar 30-50% di tahun 1976 memuat kesalahan-kesalahan
pemakaian metode statistik.
Kesalahan dalam penggunaan metode statistik dapat mengakibatkan bias
(penyimpangan) yang mungkin akan mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan
keputusan serta kesalahan dalam memberikan informasi-informasi penting sebagai
hasil dari sebuah penelitian yang pada akhirnya akan membuat suatu penelitian
menjadi tidak mempunyai manfaat dan mengurangi aspek ilmiah dari penelitian
tersebut.
Dari sekian banyak uji statistik yang dapat digunakan untuk analisis data, uji exact
fisher dan uji koreksi Yates merupakan metode analisis non parametrik yang lebih
akurat daripada uji chi-kuadrat. Uji kai kuadrat (dilambangkan dengan χ2) digunakan
untuk menguji dua kelompok data baik variabel independen maupun dependen
berbentuk kategorik atau dapat juga dikatakan sebagai uji proporsi untuk dua
peristiwa atau lebih, sehingga datanya bersifat diskret.
Dasar uji kai kuadrat itu sendiri adalah membandingkan perbedaan frekuensi hasil
observasi (O) dengan frekuensi yang diharapkan (E). Perbedaan tersebut meyakinkan
jika harga dari Kai Kuadrat sama atau lebih besar dari suatu harga yang ditetapkan
pada taraf signifikan tertentu (dari tabel χ2). Dalam menentukan uji kai kuadrat harus
memenuhi syarat : 1) sampel dipilih secara acak, 2) semua pengamatan dilakukan
dengan independen, 3) setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan sebesar 1, sel-
sel dengan frekuensi harapan < 5 tidak melebihi 20% dari total sel, 4) besar sampel
sebaiknya > 40.
Keterbatasan penggunaan uji Kai Kuadrat adalah tehnik uji kai kuadarat memakai
data yang diskret dengan pendekatan distribusi kontinu. Pendekatan yang dihasilkan
tergantung pada jenis dari tabel kontingensi. Untuk menjamin pendekatan yang
memadai digunakan aturan dasar frekuensi harapan tidak boleh terlalu kecil, dengan
ketentuan : tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 1 (satu)
dan tidak lebih dari 20% sel mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 5 (lima). Bila
terdapat nilai ekspektasi < 5 dalam suatu tabel kontingensi, maka cara untuk
menanggulanginya adalah dengan menggabungkan nilai dari sel yang kecil ke sel
lainnya (mengcollaps), artinya kategori dari variabel dikurangi sehingga kategori yang
nilai harapannya kecil dapat digabung ke kategori lain. Khusus untuk tabel 2x2 hal ini
tidak dapat dilakukan, maka solusinya adalah melakukan uji “Fisher Exact atau
Koreksi Yates”.
Uji pasti Fisher merupakan alternatif yang biasa dipakai untuk ukuran sampel kecil.
Prosedur uji pasti fisher dapat memberikan hasil yang akurat untuk semua tabel 2 x 2,
yang nilai-nilai harapannya terlalu kecil untuk dapat dianalisis dengan uji Kai
Kuadrat. Pada kondisi dimana uji Kai Kuadrat boleh digunakan, kedua uji ini akan
memberikan hasil yang mendekati sama.
Pemilihan Uji Statistik
1. Sistematika pemilihan uji statistik
Dalam Bidang kesehatan penentuan uji statistik mempertimbangkan beberapa
faktor yang terkait antara lain tujuan penelitian itu sendiri, desain (rancangan
penelitian) dan hipotesis penelitian. secara garis besar dan scara statistik umum
kita dapat melihat pemilihan uji statistik didasarkan pada skala data jenis dan
bentuk hipotesis sebagai berikut;
Data Bentuk Hipotesis
Deskriptif
(1 varabel)
Komparatif 2 sampel Komparatif > 2 sampel Asosiatif
Relate independent related independent
Nominal - Binomial
- Chi
square 1
sampel
Mc Nemar - Fisher exact
- Probability
- X2 two
sampel
- X2 k
sample
-Choncran
-X2 k sample Contgensi
Ordinal Run test - Sing test
- Wiloxon
matche
paired
- Man witney
U test
- Median test
Friedman
two way
anova
- Median
Extension
- Kruskal
Wallis One
- Spearman
rank
-Kendal tau
- Kolmogorof
Smirnov
- Wald Wold
Witz
way Anava
Interval
Rasio
t-test T test of
related
T test
Independent
- One way
anova
- Two way
anava
- One way
anova
- Two way
anava
- Pearson
Product
moment
- multiple
correlation
- regresi
Uji t
Uji t adalah jenis pengujian statistik untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari nilai yang
diperkirakan dengan nilai hasil perhitungan statistik. Nilai perkiraan ini bermacam – macam
asalnya , ada yang kita tentukan sendiri, berdasar isu, nilai persyaratan dll.
Contoh : Berdasar isu gaji manajer adalah 50 juta per bulan. Untuk membuiktikan kebenaran
isu tersebut, dilakukan pengambilan data gai dari sejumlah manajer. Di sini kita telah
mendapatkan nilai perkiraan yang akan diuji ( 50 juta)
Penamaan uji t diambil dari huruf terakhir nama penemunya , Gossett. Dalam statistik
terdapat banyak istilah nama pengujian yang asing. Agar tidak bingung, kita tidak usah
memikirkan namanya. Yang penting paham tujuan dari pengujian tersebut
Uji t biasanya ditujukan untuk jumlah data yang sedikit (kurang dari 30). Syarat untuk
melakukan uji t antara lain :
- nilai parameter diketahui / ditentukan
- distribusi normal
Terdapat beberapa jenis uji t , yaitu : uji t 1 sampel, uji t 2 sampel berpasangan, dan uji t 2
sampel bebas.
Uji t - 1 Sampel
Uji t 1 sampel hanya membutuhkan sebuah sampel / variabel, dan tentunya nilai perkiraan
sebelumnya.
Contoh
Berat siswa kelas 2 SMA diperkirakan rata – rata 55 kg.
Uji t – 2 Sampel Bebas
Uji t 2 sampel bebas ditujukan untuk menguji apakah ada perbedaan nilai 2 sampel yang
diberi perlakuan yang berbeda. Tidak seperti pada sampel berpasangan, uji sampel bebas
benar - benar menggunakan 2 sampe yang berbeda.
Contoh : Apakah ada perbedaan tekanan darah antara orang yang meminum obat penurnun
tekan darah dan yang tidak meminum obat.
Uji t – 2 Sampel Berpasangan (Paired Sampel)
Uji t sampel berpasangan adalah pengujian untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai
dari satu sampel sebelum dan sesudah dilakukan perlakukan tertentu. Perhatikan bahwa
walaupun dinamakan 2 sampel , namun sebenarnya menggunakan sampel yang sama. Hanya
saja dilakukan pengambilan data 2 kali pada waktu yang berbeda.
Contoh : Untuk meneliti apakah obat penurun badan benar – benar bekerja. Dilakuakan
penelitian terhadap sukarelawan. Sebelum diberi obat, berat sukarelawan ditimbang.
Kemudian selama satu minggu sukarelawan meminum obat penurutn berat badan. Seminggu
kemudian di lakukan pengukuran berat badan kembali.
Uji ANOVA Satu Arah
Uji ANOVA satu arah digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan rata-rata lebih dua
sampel yang bersifat bebas satu sama lain.
Contoh : untuk mengetahui efek dari 3 macam merek obat penurun tekanan darah. Pasien
dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu pasien peminum obat merek A, pasien peminum
obat merek B dan pasien peminum obat merek C
Uji ANOVA Dua Arah
Uji ANOVA dua arah pada dasarnya sama, namun ada variabel kelompok yang
dikelompokkan lagi. Sebagai contoh, kita menggunakan data pada uji ANOVA satu arah
dengan menambahkakan satu variabel lagi yaitu jenis kelamin.
Selain mengelompokkan pasien menggunakan jenis obat yang diminum, kita juga
mengelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Dengan uji ANOVA dua arah kita dapat
melakukan uji interaksi antar 2 variabel kategori tersebut.
Referensi :
CDC, FHI, WHO, 1991. An Epidemiologic Approach to Reproductive Health. Editors : PA
Wingo, JE Higgins, GL Rubin, SC Zahniser. CDC-Atlanta, FHI-North Carolina,
WHO-Geneva.
Cochran WG, 1977. Sampling Techniques. John Wiley & Sons, Inc.
Fleiss JL, 1981. Statistical Methods for Rates and Proportions. Second Edition. John Wiley
& Sons.
Hanafiah KA, 2003. Rancangan Percobaan, Teori & Aplikasi. Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya, Palembang. Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Lemeshow S, DW Hosmer Jr, J Klar, SK Lwanga, 1990. Adequacy of Sample Size in Health
Studies. WHO. John Wiley & Sons.
Majalah Kedokteran Andalas No. 2. Vol.28. Juli – Desember 2004
Notoatmodjo S, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit PT Rineka Cipta.
Pratiknya AW, 2001. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran & Kesehatan. Penerbit
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Sastroasmoro S, S Ismael,1995. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penerbit PT Binarupa
Aksara, Jakarta.
Sugiarto, D. Siagian, LT Sunaryanto, DS Oetomo, 2003. Teknik Sampling. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Supranto J, 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Penerbit PT Rineka Cipta,
Jakarta.