Step 1-7 DMF Skenario 5
-
Upload
windhi-tutut-maulindha -
Category
Documents
-
view
456 -
download
41
Transcript of Step 1-7 DMF Skenario 5
STEP 1
1. Trismus :suatu gangguan pada nervus trigeminus
dengan gejala spasme otot yang mengakibatkan adanya
gangguan pada saat membuka mulut. Berdasarkan metode
maxillary inter insisal opening distance, derajat keparahan
trismus dapat diukur berdasarkan pengukuran jarak insisal
rahang atas dan insisal rahang bawah.
derajat I : 1 cm
derajat II : 2 cm
derajat III : 2-3 cm
derajat IV : > 3 cm
2. Diffuse :pembengkakan yang menyebar sehingga
batasnya tidak jelas.
3. Pus discharge:substansi yang dikeluarkan tubuh sebagai
respon fisiologis atau patologis berupa serous, mukous dan
purulen.
4. Fluktuasi : pergerakan cairan di dalam lesi ketika
dilakukan palpasi. Pergerakan tersebut meliputi adanya
perubahan peningkatan atau penurunan cairan yang teraba
dalam pembengkakan.
5. Limfonodi : kelenjar limfe yang bertugas menyerap
cairan pada lesi ketika ada infeksi.
6. Impaksi : kegagalan erupsi gigi pada posisi yang
seharusnya. Kegagalan tersebut dapat disebabkan karena
posisi gigi maupun adanya jaringan patologis.
7. Mesio angular : posisi gigi lebih ke arah mesial
STEP 2
1. Apa saja klasifikasi penyakit dentomaksilofasial beserta etiologi,
patogenesis serta tanda dan gejala klinisnya?
1 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
STEP 3
Infeksi penyakit DMF diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu:
- infeksi odontogen
- infeksi non odontogen
Infeksi Odontogen
a. Perikoronitis
erupsi yang tidak sempurna mengakibatkan adanya celah. Adanya celah
menjadi tempat invasi bakteri. Bakteri yang berkembang pada celah
gingiva pada saat gigi erupsi meliputi S.mireli dan stomacoccus
mucilogenosus. Inisiasi dilakukan oleh bakteri aerob kemudian bakteri
anaerob juga melakukan inisiasi. Bakteri anaerob akan mengubah
lingkungan menjadi hipoksi sehingga populasi bakteri aerob menurun.
Bakteri anaerob yang menginvasi kebanyakan berbentuk coccus. Coccus
bakteri anaerob gram positive meliputi bacteroides dan fusobacterium,
sedangkan coccus bakteri anaerob gram negative yaitu prevotella.
Fusobacterium bersama S.mireli mengakibatkan infeksi lebih berat.
Dari infeksi bisa menyebar melalui:
- pembuluh limfe
- pembuluh darah
- jaringan ikat
perikoronitis dibagi menjadi 3
# akut
- Sakit menyebar
- Terdapat pus
- Trismus
- Regional limfadenopati
# sub akut
- Operculum dan jaringan ikat membengkak
- Pembengkakan tidak menyebar
- Tidak trismus
2 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
# kronis
- Sakit terlokalisir
- Ketidaknyamanan pada gigi yang erupsi
- Berlangsung berbulan-bulan
Perikoronitis kronis dibagi menjadi 3 macam:
Asymptomatic
Inflamasi derajat lama
Sedang-moderate
b. Abses periapikal
abses periapikal berasal dari karies yang dibiarkan akan menyebar ke
dentin berlanjut ke pulpa hingga apeks sehingga terjadi nekrosis sehingga
menyebabkan gigi non vital.
ligament periodontal membentuk pertahanan menyebabkan membran
pecah nekrosis ligament periodontaldan tulang alveolar terbentuk
rongga pus
penyebaran perikontinuatum:
dari jaringan ikat menembus periosteum tulang menembus tulang
rahang masuk ke spasial wajah menyebar ke otot wajah abses
Gejala dan tanda klinis
- inflamasi
- demam
- erytema dari inflamasi
- pembesaran kelenjar limfe
c. Phlegmon / Celulitis / Angina Ludwig
3 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Phlegmon merupakan kelanjutan infeksi dari gigi M2 dan M3 rahang
bawah dari infeksi kelenjar saliva submandibula dan tonsil. Infeksi
tersebut berasal dari bakteri staphylococcus, pneumonia coccus dan E. coli
Patogenesis
gigi M2 dan M3 akar lebih ke lingual memudahkan infeksi
submandibula dan sublingual menyebar ke posterior dan caudal
sepanjang tepi inferior m.constrictor m.pharyngeal glottis spasia
parapharyngeal spasia retropharyngeal spasia invertebrata
mediasteum menyebar keluar ke submandibula spasia bukal sub
kutan.
Gejala dan Tanda Klinis
- pembengkakan cepat menyebar pada dagu, pipi, leher dan dasar mulut.
- sulit menelan, berbicara dan bernafas
- mengigau ketika tidur
- demam menggigil
- infeksi akut
- ditandai dengan pasien tidak sadar
- temperature tubuh tinggi disertai denyut nadi yang meningkat
Pemeriksaan e.o
- pembengkakan pada kelenjar submandibula, eritema, mengkilat dan rata
Pemeriksaan i.o
- lidah sulit digerakkan
- oklusi gigi terganggu
- trismus
- hipersensitivitas
Infeksi Non Odontogen
a. Osteomilitis
Osteomilitis merupakan infeksi tulang rahang pada spongiosa, korteks, periosteum
atau sum sum tulang.
4 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
terdapat pus yang masuk ke system nervus tulang iskemia suplai nutrisi
menurun pus berkumpul periosteum tertekan abses pada mukosa dan sub
kutan.
Osteomilitis diklasifikasikan menjadi osteomilitis akut dan kronis berdasarkan
waktunya.
Osteomilitis juga diklasifikasikan menjadi supuratif dan non supuratif.
Tanda dan Gejala
- demam
- ditekan nyeri
- peradangan pada sub mandibula
- radang gingiva
- pembesaran kelenjar limfe
- trismus
- gigi goyang
- sukar menelan
- nafas cepat
- erytema pada gingival
- nyeri terjadi pada rahang sampai telinga
b. Actinomycosis
Merupakan infeksi dari bakteri Actinomyces israelli
manifestasi:
- terbentuk daerah lunak
- berbentuk bulat kekuningan
5 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
STEP 4
6 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
MIKROORGANISME
INFEKSI ODONTOGEN DAN NON ODONTOGEN
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN RADIOGRAFIS
PEMERIKSAAN KLINIS
PATOGENESIS
PENANGANAN TANPA PENANGANAN
STEP 5
1. Menjelaskan dan memahami infeksi odontogen dan non odontogen serta pemeriksaan klinis, radiografi, laboratori dan patogenesis yang disertai komplikasi yang mungkin terjadi dari infeksi tersebut.
2. Menjelaskan dan memahami trismus.3. Mejelaskan dan memahami anatomi gigi yang berhubungan dengan
perluasan abses.4. Menjelaskan dan memahami hubungan infeksi odontogen dan non
odontogen dengan limfodenitis dan demam.
STEP 7
1. Infeksi odontogen dan non odontogen serta pemeriksaan klinis,
radiografi, laboratori dan patogenesis yang disertai komplikasi yang
mungkin terjadi dari infeksi tersebut.
Penyakit infeksi (infectious disease), yang juga dikenal sebagai
communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang nyata
secara klinik (yaitu, tanda-tanda dan/atau gejala-gejala medis karakteristik
penyakit) yang terjadi akibat dari infeksi, keberadan dan pertumbuhan agen
biologik patogenik pada organisme host individu. Dalam hal tertentu, penyakit
infeksi dapat berlangsung sepanjang waktu. Patogen penginfeksi meliputi virus,
bakteri, jamur, protozoa, parasit multiseluler dan protein yang menyimpang yang
dikenal sebagai prion. Patogen-patogen ini merupakan penyebab epidemi
penyakit, dalam artian bahwa tanpa patogen, tidak ada epidemi infeksi terjadi.
A. Klasifikasi Infeksi
1. Berdasarkan organisme penyebab Infeksi
Bakteri
Virus
Parasit
Mikotik
7 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
KOMPLIKASI
2. Berdasarkan Jaringan
Odontogenik
Non-odontogenik
3. Berdasarkan lokasi masuknya
Pulpa
Periodontal
Perikoronal
Fraktur
Tumor
Oportunistik
4. Berdasarkan tinjauan klinis
Akut
Kronik
5. Berdasarkan spasium yang terkena
Spasium kaninus
Spasium bukal
Spasium infratemporal
Spasium submental
Spasium sublingual
Spasium submandibula
Spasium masseter
Spasium pterigomandibular
Spasium temporal
Spasium Faringeal lateral
Spasium retrofaringeal
Spasium prevertebral
B. Definisi Infeksi Odontogen
Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi yang
paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien infeksi ini
bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai dengan
drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang mengalami
8 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
gangguan. Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling
sering terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan
penyakit periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan. Infeksi
odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti
streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara cepat ke sisi
wajah lain.
C. Tahapan Infeksi Odontogenik
Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka
menjalani resolusi:
1. Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan
adonannya konsisten.
2. Antara 5 sampai 7 hari – tengahnya mulai melunak dan abses merusak
kulit atau mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin
dapat dilihat lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.
3. Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah
pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang
terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan
jaringan dan jaringan bakteri.
D. Patogenesis Infeksi Odontogen
Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses
dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut yang
merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk
ke jaringan melalui suatu luka ataupun melalui folikel rambut. Pada abses rahang
dapat melalui foramen apikal atau marginal gingival. Penyebaran infeksi melalui
foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies, kemudian terjadi proses
inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran periodontal berupa suatu
periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan
membran periodontal di apikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk
mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi
9 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
tersebut dapat berupa periodontitis apikalis yang supuratif atau abses
dentoalveolar.
E. Macam-macam Infekai Odontogen
Macam-macam infeksi odontogenik dapat berupa : infeksi dentoalveolar,
infeksi periodontal, infeksi yang menyangkut spasium, selulitis, flegmon,
osteomielitis, dan infeksi yang merupakan komplikasi lebih lanjut.
F. Phlegmon Dasar Mulut atau Ludwig`s Angina
1. Definisi Phlegmon
Menurut kamus kedokteran, kata phlegmon mengacu kepada suatu
keradangan supuratif akut yang mempengaruhi jaringan ikat subcutaneus.
Sedangkan arti kata phlegmon di dalam kamus kedokteran gigi adalah
suatu keradangan hebat yang menyebar melalui rongga jaringan tissue
menjadi area peradangan yang luas dan tanpa batas yang jelas. Secara
klinis sendiri phlegmon terlihat berupa bengkak yang keras tak bernanah.
Kasus-kasus phlegmon merupakan kasus yang jarang terjadi.
Namun ketika kasus ini muncul, akan menjadi suatu kasus infeksi serius
yang dapat mengancam jiwa. Phlegmon dasar mulut bahkan dikatagorikan
sebagai kegawatdaruratan dibidang bedah yang tercantum pada lampiran
surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 477/Menkes/SK/IV/2004 pada
tanggal 19 April 2004.
Phlegmon dasar mulut (submandibular atau sublingual space) atau
Ludwig`s angina. Ludwig`s angina dikemukakan pertama kali oleh Von
Ludwig pada 1836 sebagai selulitis dan infeksi jaringan lunak disekeliling
kelenjar mandibula. Kata angina pada Ludwig`s angina dihubungkan
dengan sensasi tercekik akibat obstruksi saluran nafas secara mendadak.
Ludwig`s angina merupakan infeksi yang berasal dari gigi akibat
penjalaran pus dari abses periapikal tergantung jenis gigi (seperti pada
fascial spaces). Kriteria yang mendasari suatu keadaan disebut dengan
Ludwig`s angina yaitu:
10 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
1. Proses selulitis pada submandibular space (bukan merupakan
abses)
2. Keterlibatan dari submandibular space baik unilateral atau
bilateral
3. Adanya gangrene dengan keluarnya cairan serosanguinous
yang meragukan ketika dilakukan incise dan tidak jelas apakah
itu adalah pus
4. Mengenai fascia, otot, jaringan ikat, dan sedikit jaringan
kelenjar
5. Penyebaran secara langsung dan tidak ada penyebaran secara
limfatik
2. Etiologi
Pada suatu penelitian Jankowska, et al yang dilakukan pada 24
pasien, dimana 16 diantaranya menderita abses leher dan 8 lainnya
menderita phlegmon pada leher. Didapatkan hasil yaitu 59% disebabkan
oleh adanya infeksi pada gigi dan 29% pada penderita pharyngotonsilitis.
Kultur bakteri positif pada semua kasus. Penyebaran infeksi pada
phlegmon juga didasari oleh adanya defisiensi imunologi.
3. Gejala Klinis
Gejala dari Ludwig`s angina yaitu: sakit dan bengkak pada leher,
leher menjadi merah, demam, lemah, lesu, mudah capek, bingung dan
perubahan mental, dan kesulitan bernapas (gejala ini menunjukkan adanya
suatu keadaan darurat) yaitu obstruksi jalan nafas. Pasien Ludwig`s angina
akan mengeluh bengkak yang jelas dan lunak pada anterior leher, jika
dipalpasi tidak terdapat fluktuasi dan pasien akan merasa sangat nyeri.
4. Komplikasi
Pada pasien dengan infeksi cervicofacial yang tidak menrima
perawatan yang sesuai dengan situasi dan perkembangan klinisnya,
Komplikasi dapat timbul jika perawatan yang dilakukan memakan waktu
11 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
yang lama dan perkembangan yang mematikan tidak dapat acuhkan.
Komplikasi paling serius dari Ludwig`s angina adalah adanya
penekanan/kolaps jalan nafas akibat pembengkakan yang berlangsung
hebat.
Definisi Abses Odontogenik
Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang
berdinding tebal, manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri
jika ditekan, dan kerusakan jaringan setempat.
Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang,
atau tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi. Kehadiran
abses dentoalveolar sering dikaitkan dengan kerusakan yang relatif cepat dari
alveolar tulang yang mendukung gigi. Jumlah dan rute penyebaran infeksi
tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab virulensi organisme.
Abses adalah daerah jaringan yang terbentuk dimana didalamnya terdapat
nanah yang terbentuk sebagai usaha untuk melawan aktivitas bakteri berbahaya
yang menyebabkan infeksi. Sistim imun mengirimkan sel darah putih untuk
melawan bakteri. Sehingga nanah atau pus mengandung sel darah putih yang
masih aktif atau sudah mati serta enzim. Abses terbentuk jika tidak ada jalan
keluar nanah atau pus. Sehingga nanah atau pus tadi terperangkap dalam jaringan
dan terus membesar.
Abses dapat terbentuk pada seluruh bagian di dalam tubuh. Khususnya di
dalam mulut, dapat terbentuk di gusi, gigi, atau akarnya. Bakteri dapat masuk
dengan beberapa jalan:
1. Melalui luka yang terbuka
2. Melalui lubang karies
3. Melalui poket atau gusi yang terbuka
KARAKTER
ISTIK
SELULITIS ABSES
Durasi Akut Kronis
Sakit Berat dan merata Terlokalisi
12 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Ukuran Besar Kecil
Palpasi Indurasi jelas Fluktuasi
Lokasi Difus Berbatas Jelas
Kehadiran Pus Tidak ada Ada
Tingkat
Keparahan
Lebih berbahaya Tidak darurat
Bakteri Aerob
(Streptococcus)
Anaerob
(Staphylococcus)
Enzim yang
dihasilkan
Streptokinase /
fibrinolisin
Hyaluronidase dan
Streptodornase
Coagulase
Sifat Difus Terlokalisir
Macam-macam Abses Odontogenik
1. Abses periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di
daerah periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi
keadaan eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan
jaringan pulpa atau setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi
akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba
penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal
sistemik (bakteremia).
13 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Gambar 2.2 : Abses periapikal
Sumber : http://www.dental-health-index.com/toothabscess.html.,
(diakses 16 Juni 2013.)
2. Abses subperiosteal
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan
lunak mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke
ekstra oral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab.
Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak
terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar
pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi
masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.
Gambar 2.3 : a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di
daearah lingual
b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer
14 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
a b
3. Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan
kelanjutan abses subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai
dibawah mukosa setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak
berkurang, sedangkan pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu
masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai
demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi
podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial
mendatar, terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan
pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit
pada palpasi.
Gambar 2.4 : a. Ilustrasi gambar Abses Submukosa dengan
lokalisasi didaerah bukal.
b. Tampakan klinis Abses Submukosa
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany,
Springer
4. Abses fosa kanina
15 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
a b
Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi
rahang atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta
memudahkan terjadinya akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai
dengan pembengkakan pada muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan
edema pelupuk mata bawah sehingga tampak tertutup. Bibir atas bengkak,
seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang berwarna merah.
Gambar 2.5 : a. Ilustrasi abses Fossa kanina
b. Tampakan klinis Abses Fossa kanina
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany,
Springer
5. Abses spasium bukal
Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna
dan m. Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam
diantara otot pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium
infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga
rahang atas masuk ke dalam spasium bukal.
16 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
a b
Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan
menonjol ke arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses
supuratif, fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas.
Masa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat lainnya. Pada
pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada
perabaan.
a b
Gambar 2.6 : a. Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses
lateral ke muskulus buccinator
b. Tampakan Klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany,
Springer
6. Abses spasium infratemporal
17 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan
sering menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak
di bawah dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi
oleh ramus mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian
atas dibatasi oleh m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris
interna dan n.mandibula,milohioid,lingual,businator dan n.chorda timpani.
Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berdekatan dengan pleksus
faringeal.
a b
Gambar 2.7 : a. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga
infratemporal
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fargisos Fragiskos D, Germany, Springer
7. Abses spasium submasseter
Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara
insersi otot masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini
berupa suatu celah sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo
18 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
m.masseter bagian tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang
antara origo m.masseter bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah
belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular.
Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah,
berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.
Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula
bagian dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang
berjalan cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai
daerah tegangan besar dan sakit pada penekanan.
a b
Gambar 2.8 : a. Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke
daerah submasseter
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany,
Springer
8. Abses spasium submandibula
19 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang
memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial
bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus
dan bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah
submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi
kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial
yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna.
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar,
abses periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau
molar mandibula.
a b
20 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Gambar 2.9 : a. Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke daerah
submandibular di bawah muskulus mylohyoid
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany,
Springer
9. Abses sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek
diatas m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan
lateral oleh permukaan lingual mandibula.
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah
terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak
menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan
mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.
a b
Gambar 2.10 : a. Perkembangan abses di daerah sublingual
b. Pembengkakan mukosa pada dasar mulut dan
elevasi lidah ke arah berlawanan
Sumber : Oral surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
10. Abses spasium submental
21 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di
depannya melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental.
Perjalanan abses kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan
sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab
biasanya gigi anterior atau premolar.
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap
akhir akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada
npemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-
kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya.
Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah spasium yang
terdekat terutama kearah belakang.
a b
Gambar 2.11 : a.
Ilustrasi penyebaran abses ke daerah submental
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany,
Springer
11. Abses spasium parafaringeal
Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan
apeks bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh
22 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
muskulus pterigoid interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor.
sebelah belakang oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan
prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari prosesus ini.
Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena
jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal,
simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe.
Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai
foramina menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses
otak, meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat
melalui selubung karotis sampai mediastinuim.
A. Selulitis
Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut
pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada
semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama
pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah
tersebut kurang sempurna.
Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa
sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan tanpa
disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri. Tidak terdapat
fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk suatu
lokalisasi cairan.
Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai daerah sekitar, bisa
melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher.
1. Etiologinya berasal dari bakteri Streptococcus sp. Mikroorganisme lainnya
negatif anaerob seperti Prevotella, Porphyromona dan Fusobacterium.
Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan infeksi campuran dari
berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob mempunyai
fungsi yang sinergis.
Infeksi Primer selulitis dapat berupa perluasan infeksi/abses
periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan
erupsi gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami
infeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum
23 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound
maksila / mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder
dari oral malignancy.
Selulitis dapat digolongkan menjadi:
1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua
spasia fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung
serous, konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya
berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat.
2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous
akut, hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang
purulen. Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk
eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi
penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh dalam
mengontrol infeksi. Selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada
beberapa pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah
pembentukan abses.
a. Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
1) Ludwig’s Angina
2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
3) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal
4) Selulitis Fasialis Difus
5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
b. Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan
lambat karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus
gigi. Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta
yang tidak mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa
drainase.
24 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
3. Selulitis Difus yang Sering Dijumpai
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Angina
Ludwig’s . Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang
mengenai spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral,
kadang-kadang sampai mengenai spasia pharingeal. Selulitis dimulai
dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu
sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.
Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar
kedua dan ketiga bawah, penyebab lainnya adalah sialodenitis kelenjar
submandibula, fraktur mandibula compund, laserasi mukosa lunak
mulut, luka yang menusuk dasar mulut dan infeksi sekunder dari
keganasan oral.
Gejala klinis dari Angina Ludwig’s, seperti oedema pada kedua
sisi dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam
beberapa jam, lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi kenyal –
kaku seperti papan, pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan
anatomi normalnya, seringkali disertai demam/kenaikkan temperatur
tubuh, sakit dan sulit menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas
serta stridor.
Angina Ludwig’s memerlukan penangganan sesegera mungkin,
berupa rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik
intravenous dosis tinggi, biasanya untuk terapi awal digunakan
Ampisillin dikombinasikan dengan metronidazole, penggantian cairan
melalui infus, drainase through and through, serta penangganan
saluran nafas, seperti endotracheal intubasi atau tracheostomi jika
diperlukan.
Maxillari sinusitis
Maxillary sinusitis merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa sinus
maksila. Peradangan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik
odontogen dan non-odontogen.
Faktor odontogen
25 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
1. Infeksi dari periapikal gigi
Struktur anatomi dasar sinus maksila yang berbatasan dengan akar-
akar gigi rahang atas memungkinkan terinfeksi nya sinus maksila yang
berasal dari abses periapikal pada gigi-gigi tersebut. Gigi yang
bersangkutan biasanya gigi premolar hingga gigi molar.
2. Kesalahan pada dental extraction
Pada prosedur dental extraction gigi-gigi rahang atas, suatu kesalahan
dapat memungkinkan terbukanya dasar sinus maksila yang berbatasan
dengan gigi tersebut yang kemudian dapat dijadikan sebagai jalan
masuk bakteri rongga mulut untuk menginvasi dan menginfeksi sinus
maksila.
3. Periodontitis
Pada kasus periodontitis gigi-gigi rahang atas posterior, terbentuknya
poket periodontal yang dalam juga dapat mengindikasi terjadinya
sinusitis maksila.
4. Kesalahan prosedur endodontik
Jika pengisian bahan akar pada proedur endodontik telah overfilled,
maka terdapat kemungkinan bahan tersebut akan masuk kedalam sinus
maksila dan mengakibatkan sinusitis.
26 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
5. Penggunaan dental implant
Pada pemasangan dental implant dapat memungkinkan menyebabkan
terbukanya dasar sinus maksila jika terdapat dukungan tulang yang
tidak cukup.
Faktor non-dontogen
1. Obstruksi ostium
Obstruksi ostium yang menhubungkan sinus maksila dengan nasal
cavity menyebabkan penumpukan mukosa pada sinus maksila yang
kemudian dapat diinfeksi oleh bakteri lokal yang komensal.
2. Alergi
Adanya suatu alergen dapat mengiduksi terbentuknya lendir pada
rongga hidung. Penumpukan lendir terjadi hingga ostium sehingga
sinus maksila melakukan retensi sekresi.
3. Trauma
Trauma pada facial utamanya yang melibatkan tulang nasal dan
zygomatic dapat menyebabkan destruksi pada struktur sinus maksila
sehingga menyebabkan ketidaknormalan fungsi yang dapat berujung
pada sinusitis makila.
Gejala klinis pada sinusitis maksila dapat terlihat berdasarkan tiap-tiap
tahap yang terjadi : akut, sub akut serta kronis.
Akut
Nyeri pada daerah yang terinfeksi dan terasa hingga bawah kelopak mata,
tulang alveolar (biasanya terasa pada gigi premolar hingga molar), terdapat
nyeri alih pada bagian dahi dan depan telinga, sesak nafas, terdapat cairan
yang keluar dari hidung yanglama-kelamaan berubah menjadi
mukopurulen, jika infeksi berasal dari gigi maka terdapat halitosis.
Sub akut
Merupakan peralihan dari gejala akut menjadi kronis. Terjadi demam,
sakit kepala hebat, nyeri pada daerah yang terkena mulai berkurang.
27 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Kronis
Nyeri/sakit kepala, rasa kelelahan, demam menurun, malaise, pengap pada
bagian yang terinfeksi.
Pemeriksaan CT scan pada sinusitis maksila, terlihat penebalan pada
mukosa serta opasifikasi sinus.
Pada sinus maksila normal, terlihat ostium sebagai jalan mukus yang berasal dari
sinus maksila menuju rongga hidung.
Pada sinusitis, ruang sinus maksila mulai berkurang dan ditutupi lapisan mukus
yang juga menutupi ostium.
2. Trismus
28 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Trismus didefinisikan dalam Taber's Medical Dictionary sebagai tonik
kontraksi dari otot dari pengunyahan. Dulunya, kata ini sering dipakai untuk
menggambarkan efek dari tetanus, juga disebut "lock-jaw '. Baru-baru ini, istilah
'trismus' telah digunakan untuk menjelaskan pembatasan apapun untuk membuka
mulut, termasuk pembatasan-pembatasan yang disebabkan oleh trauma,
pembedahan atau radiasi. Ini keterbatasan kemampuan untuk membuka mulut
dapat memiliki implikasi serius kesehatan, termasuk gizi berkurang karena
diburukkan pengunyahan, kesulitan dalam berbicara, dan kebersihan dikompromi
lisan.
Trismus dapat mempengaruhi kualitas hidup dalam berbagai cara.
Komunikasi menjadi lebih sulit ketika kita menderita trismus karena terjadi
impairing artikulasi. Trismus dapat menurunkan besarnya resonating rongga
mulut dan dengan demikian mengurangi kualitas vokal. Derajad keparahan
trismus membuat sulit atau tidak mungkin untuk memasukkan makanan melalui
mulut, demikian juga untuk menjaga oral hygiene area mulut.
Pengukuran trismus menggunakan metode Maximum Interincisal Opening
Distance (MID) (Gambar 1) yaitu mngukur jarak antara insisal gigi insisif RA dan
gigi insisif RB. Menurut Osmani (2001), parameter derajat trismus adalah sebagai
berikut (Tabel 1).
Tabel 1. Derajat trismus
Derajat trismus Jarak interinsisal (cm) Keterangan
I 0,09 -
II 1-1,9 -
III 2-3 -
IV + 3 normal
29 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi terjadinya trismus ialah infeksi,
trauma, dental treatment, TMD, tumor dan oral care, obat-obatan, radioterapi dan
kemoteapi, masalah kongenital dan miscellaneous disorders.
a. Infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan trismus ialah infeksi odontogenik dan non-
odontogenik. Sumber utama infeksi odontogenik ialah infeksi pulpa, infeksi
periodontal dan infeksi pericoronal. Infeksi odontogenik dapat menimbulkan
trismus sebab infeksi ini dapat menyebabkan keradangan pada otot mastikasi.
Jika tidak ditangani, infeksi ini dapat berkembang ke berbagai spasia wajah dan
dapat menjurus ke komplikasi serius seperti cervical cellulitis. Sedangakan,
infeksi no-odontogenik seperti tonsillitis, tetanus, meningitis, abses parotid dan
abses otak dapat menyebabkan trismus.
b. Trauma
Fraktur, terutama pada mandibula dapat menyebabkan keterbatasan
membuka mulut. Fraktur mandibula dapat terjadi di beberapa lokasi tergantung
tipe injuri dan arah dari kekuatan trauma yang dapat menyebabkan hipomobilitas
mandibula.
Fraktur pada arkus zigomatikus dan zygomaticomaxillary complex (ZMC) dapat
mengganggu pergerakan prosesus koronoideus.
30 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
c. Akibat Perawatan Gigi
Prosedur pembedahan mulut dapat mnyebabkan keterbatasan membuka
mulut. Ekstraksi gigi, terutama odontektomi dapat menimbulkan trismus karena
pasca pembedahan terjadi peradangan pada otot mastikasi ataupun otot sekitar
TMJ.
Tindakan perawatan lain yang dapat menimbulkan trismus ialah akibat
injeksi anestesi local. Trismus umumnya timbul 2-5 hari setelah anestesi blok
mandibula. Hal ini dapat terjadi karena ketidakakuratan posisi jarum saat
memberikan anestesi blok nervus inferior.
d. Temporomandibular Joint Disorders (TMD)
TMD dapat dikelompokkan menjadi extracapsular dan intracapsular
problem. Intracapsular problem biasanya timbul karena trauma, misalnya disc
displacement.
Masalah yang disebabkan oleh trismus
Masalah makan , keterbatasan membuka mulut sering diikuti keadaan
kekurangan gizi. Selain sulitnya untuk memasukkan makanan melalui mulut,
gerakan untuk mengunyah makanan lebih sulit karena keterbatasan pada otot
dan/atau sendi pada rahang.
1. Oral hygiene
Hal ini terjadi kareana mulus sulit untuk membuka. Sehingga pasien
menjadi malas atau memang tidak bisa untuk membersihkan area rongga mulut.
Hal ini dapat menimbulkan infeksi di rongga mulut dan juga kerusakan gigi
(caries). Bila sangat terlambat ditangani, dapat terjadi infeksi ke sistemik
2. Gangguan berbicara
Keterbatasan membuka mulut menyebabkan kesulitan berbicara, dalam hal
artikulasinya. KAta-kata yang diucapkan menjadi kurang jelas.
3. Anatomi Gigi yang Berhubungan dengan Perluasan Abses
31 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Dimulai dari pengertian abses sendiri, menurut kamus Dorlan abses adalah
kumpulan nanah setempat yang terbentuk akibat kerusakan jaringan. Setidaknya
ada dua bakteri yang berperan penting dalam pembentukan abses yakni yang
pertama Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Yang pertama yakni
bakteri Staphylococcus aureus memunyai peran untuk mendesposisi fibrin melalui
enzim koagulase yang dimilikinya. Sementara untuk bakteri Streptococcus mutans
sendiri memiliki lebih banyak enzim yakni ada tiga enzim ; streptokinase,
streptodornase dan hyaluronidase yang mempunyai peran sebagai agen penyebar
infeksi. Sama seperti pada manusia, sel – sel yang terdapat di dalam tubuh host
harus berkomunikasi untuk dapat bertahan hidup. Enzim hyaluronidase yang
dihasilkan oleh bakteri Streptococcus mutans ini nantinya akan berfungsi untuk
merusak jembatan yang digunakan untuk komunikasi yang juga berfungsi sebagai
transport nutrisi, penyusun serta penguat antarsel sehingga apabila jembatan
tersebut terputus sel – sel tersebut pada akhirnya akan mati dan lebih lanjut lagi
akan terjadi kerusakan jaringan dan nekrosis.
Bakteri Streptococcus mutans adalah bakteri yang mempunyai andil paling
besar untuk mengakibatkan nekrosis pulpa selanjutnya bakteri tersebut akan
memperluas areanya ke wilayah yang lebih di dalam yakni di jaringan periapikal.
Ketika terjadi infeksi pada pulpo-periapikal terjadilah percampuran
beberapa bakteri, sehingga disini Streptococcus mutans akan bercampur dengan
bakteri – bakteri lain untuk melakukan destruksi ke jaringan yang lebih dalam.
Tingkat virulensi bakteri yang tinggi yang diikuti dengan ketahanan host yang
kurang baik akan bermanifestasi pada pembentukan rongga patologis abses yang
disertai dengan pus. Yang kemudian akan meluas apabilasi tidak dilakukan
tindakan medikasi.
Kombinasi antara enzim hyaluronidase yang dihasilkan oleh bakteri
Streptococcus mutans dan enzym koagulase yang dihasilkan oleh bakteri
Streptococcus aureus akan membentuk membran abses atau disebut juga sebagai
pseudomembran yang terbentuk dari jaringan ikat di sekitar wilayah yang
didestruksi oleh enzym hyaluronidase Streptococcus mutans tadi, sehingga jika
dilihat melalui rontgenologis, akan terlihat batas abses yang tidak jelas, karena
32 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
jaringan ikat yang juga termasuk jaringan lunak tidak dapat ditangkap dengan baik
pada rontgen foto. Pseudomembran ini juga berfungsi untuk melindungi
Streptococcus mutans dan Streptococcus aureus sendiri dari reaksi keradangan sel
host.
Pus tidak hanya dihasilkan dari proses destruksi jaringan yang dilakukan
oleh bakteri Sterptococcus mtans saja akan tetapi juga hasil dari pembentukan
pus yang dilakukan oleh bakteri pyogenik, yang salah satu contohnya adalah
Streptococcus aureus. Sehingga rongga yang kosong yang dibentuk oleh bakteri
tersebut kemudian akan terisi oleh pus yang terdiri dari leukosit yang mati,
jaringan nekrotik dan bakteri dengan jumlah besar.
Pus tersebut akan terus menerus mencari jalan untuk menuju keluar tubuh,
namun dalam perjalanannya, seringkali menimbulkan gejala – gejala lain yang
mengganggu penderita seperti demam, malaise, dan rasa sakit.
Rongga patologis yang berisi pus tersebut terbentuk di dalam daerah
periapikal yang ada di dalam tulang sehingga untuk mencari jalan keluar, pus
tersebut harus menembus jaringan keras tulang terlebih dahulu hingga kemudian
dapat mencapai jaringan lunak kemudian keluar.
Pus terbentuk di dalam cancellous bone kemudian bergerak menuju ke
tepian tulang yakni korteks tulang. Bagi tulang yang normal, tulang akan dilapisi
oleh lapisan tipis yang tervakularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar
yang disebut dengan periousteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik,
maka respon keradangan ketika pus mencapai korteks dan melakukan eksudasinya
dengan melepas koponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal
(antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang
kandungannya bersifat destruktif. Peristiwa ini biasanya menimbulkan rasa sakit
pada bagian yang terkena penyebaran pus tersebut pada penderita. Keadaan ini
biasanya berlangsung dua sampai dengan tiga hari.
Apabila dibiarkan atau tidak dilakukan penanganan, maka penyebaran
akan berlanjut ke daerah subperiosteal . Setelah sampai pada rongga periosteal,
maka abses periapikal tersebut akan berubah terminologinya menjadi abses
33 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
periosteal. Setelah melewati subperiosteal, maka perjalanan pus akan berlanjut ke
lapisan periosteum. Lapisan periosteum merupakan lapisan tipis sehingga lapisan
ini akan tertembus dalam waktu beberapa jam saja.
Jika periosteum ini sudah tertembus, maka abses akan menjalar ke fascia
space terdekat karena telah mencapai jaringan lunak. Jika abses mengenai fascial
spaces maka terminologi akan berubah menjadi fascial abscess.
Pola Penyebaran Abses pada Spasia Wajah
Fascia adalah suatu balutan jaringan pengikat yang mengelilingi struktur
(seperti pelapis pada otot), dapat menyebabkan peningkatan spasia (space)
jaringan yang potensial dan jalur yang menyebabkan penyebaran infeksi.
Spasia wajah adalah ruangan potensial yang dibatasi, ditutupi, atau dilapisi
oleh lapisan jaringan ikat. Lapisan-lapisan pada fascia menghasilkan spasia pada
wajah yang kesemuanya terisi dengan jaringan pengikat longgar.
Spasia wajah adalah area fascia-lined yang dapat dikikis atau membengkak
berisi eksudat purulent. Spasia ini tidak tampak pada orang yang sehat namun
menjadi berisi ketika orang sedang mengalami infeksi. Infeksi odontogenic dapat
berkembang menjadi spasia-spasia wajah. Proses pengikisan (erosi) pada infeksi
menembus sampai ke tulang paling tipis hingga mengakibatkan infeksi pada
jaringan sekitar (jaringan yang berbatasan dengan tulang). Berkembang atau
tidaknya menjadi abses spasia wajah, dihubungkan dengan melekatnya tulang
pada sumber infeksi. Penyakit odontogenik yang paling sering berlanjut menjadi
infeksi spasia wajah adalah komplikasi dari abses periapikal. Pus yang
mengandung bakteri pada abses periapikal akan berusaha keluar dari apeks gigi,
menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah
spasia wajah.
Spasia wajah diklsifikasikan menjadi dua, spasia wajah primer dan spasia
wajah sekunder. Spasia wajah primer dibagi lagi menjadi spasia wajah primer
maxilla dan spasia wajah primer mandibula.
34 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
A. Spasia Wajah Primer ( Maxilla)
A.1 Spasia kanina
Spasia kanina merupakan ruang tipis di antara levator angulioris dan M. labii
superioris. Spasia kanina terbentuk akibat dari infeksi yang terjadi pada gigi
caninus rahang atas. Gigi caninus merupakan satu-sarunya gigi dengan akar yang
cukup panjang untuk menyebabkan pengikisan sepanjang tulang alveolar superior
hingga otot atau facial expression. Infeksi ini mengikis bagian superior hingga ke
dasar M. levator anguli oris dan menembus dasar M. levator labii superior.
Ketika spasia ini terinfeksi, gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian
depan dan swelling pada permukaan anterior menyebabkan lipatan nasolabial
menghilang. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah
infraorbital dan sinus kavernosus.
A.2 Spasia bukal
Spasia bukalis terikat pada permukaan kulit muka pada aspek lateral dan M.
buccinators dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Spasia dapat terinfeksi
akibat perpanjangan infeksi dari gigi maxilla dan mandibula. Penyebab utama
infeksi spasia bukal adalah gigi-gigi posterior, terutama Molar maxilla. Spasia
bukal menjadi berhubungan dengan gigi ketika infeksi telah mengikis hingga
menembus tulang superior hingga perlekatan M. buccinators.
Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan. Keterlibatan spasia bukal
dapat menyebabkan pembengkakan di bawah lengkung zygomatic dan daerah di
atas batas inferior dari mandibula. Sehingga baik lengkung zygomatic dan batas
inferior mandibula Nampak jelas pada infeksi spasi bukal.
B. Spasia Wajah Primer (Mandibula)
B.1 Spasia submandibula dan sublingual
35 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi
berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan
dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga
submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya
trismus ringan.
Kedua spasia ini terbentuk dari perforasi lingual dari infeksi molar
mandibula, dan dapat juga disebabkan infeksi pada premolar. Yang membedakan
infeksi tersebut apakah submandibula atau siblingual adalah perlekatan dari M.
mylohyoid pada ridge mylohyoid pada aspek medial mandibula. Jika infeksi
mengikis medial aspek mandibula di atas garis mylohyoid, artinya infeksi terjadi
pada spasia lingual (sering terjadi pada gigi premolar dan molar). Sedangkan jika
infeksi mengikis aspek medial dari inferior mandibula hingga mylohyoid line ,
spasia submandibular pun dapat terkena infeksi.
Molar ketiga mandibula paling sering menjadi penyebab spasia primer
mandibula. Sedangkan molar kedua mandibula dapat mengakibatkan baik spasia
sublingual maupun submandibular.
Spasia sublingual berada di antara mucosa oral dasar mulut dan m.
mylohyoid. Batas posteriornya terbuka hingga berhubungan langsung dengan
spasia submandibular dan spasia sekunder mandibula hingga aspek posterior.
Secara klinis, pada infeksi spasia sublingual sering terlihat pembengkakan
intraoral, terlihat pada bagian yang terinfeksi pada dasar mulut. Infeksi biasanya
menjadi bilateral dan lidah menjadi terangkat (meninggi)
Spasia submandibula berada di antara m. mylohyoid dan lapisan kulit di
atasnya serta fascia superficial. Batas posterior spasia submandibula berhubungan
dengan spasia sekunder dari bagian posterior rahang. Infeksi pada submandibular
menyebabkan pembengakakan yang dimulai dari batas inferior mandibula hingga
meluas secara median menuju m. digastricus dan meluas ke arah posterior menuju
tulang hyoid.
36 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Ketika bilateral submandibula, sublingual dan submentalis terkena infeksi,
inilah yang disebut dengan Ludwig’s angina. Infeksi ini menyebar dengan cepat
kea rah posterior menuju spasia sekunder mandibula.
B.2 Spasia submental
Spasia submental berada di antara anterior bellies dari m. digastricus dan
di antara m. mylohyoid dengan kulit di atasnya. Spasia ini biasanya terjadi karena
infeksi dari incisor mandibula. Incisor mandibula cukup panjang untuk dapat
menyebabkan infeksi mengikis bagian labial dari tulang apical hingga perlekatan
m. mentalis. Gejala infeksi berupa bengkak pada garis midline yang jelas di
bawah dagu. Infeksi juga dapat terjadi pada batas inferior mandibula hingga ke m.
submentalis
C. Spasia Wajah Sekunder
Jika infeksi spasia primer tidak ditangani secara tepat, infeksi dapat meluas
ke arah posterior hingga melibatkan spasia facial sekunder. Ketika spasia
sekunder telah ikut terlibat, infeksi menjadi lebih berat, dapat menyebabkan
komplikasi hingga kematian, dan lebih sulit untuk ditangani. Hal ini dikarenakan
spasia sekunder dikelilingi oleh jaringan ikat fascia yang sedikit sekali mendapat
suplai darah. Sehingga infeksi pada spasia ini sulit ditangani tanpa prosedur
pembedahan untuk mengeluarkan eksudat purulen.
C.1 Spasia masseter
Spasia masseter berada di antara aspek lateral mandibula dan batas median
m. masseter. Infeksi ini paling sering diakibatkan penyebaran infeksi dari spasia
bukalis atau dari infeksi jaringan lunak di sekitar Molar ketiga mandibula. Ketika
spasia masseter terlibat, area di atas sudut rahang dan ramus menjadi bengkak.
Inflamasi m. masseter ini dapat menyebabkan trismus
C.2 Spasia pterygomandibular
37 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
Spasia pterygomandibular berada ke arah median dari mandibula dan ke
arah lateral menuju m. pterygoid median. Area ini merupakan area tempat
penyuntikan larutan anastesi local disuntikan ketika dilakukan block pada saraf
alveolar inferior. Infeksi pada area ini biasanya merupakan penyebaran dari
infeksi spasia sublingual dan submandibula. Infeksi pada area ini juga sering
menyebabkan trismus pada pasien, tanpa disertai pembengkakan. Ini lah yang
menjadi dasar diagnosa pada infeksi ini
C.3 Spasia temporal
Spasia temporal berada pada posterior dan superior dari spasia master dan
pterygomandibular. Dibagi menjadia dua bagian oleh m. temporalis. Bagian
pertama yaitu bagian superficial yang meluas menuju m. temporalis, sedangakn
bagian kedua merupakan deep portion yang berhubungan dengan spasia
infratemporal. infeksi ini, baik superficial maupun deep portion hanya terlihat
pada keadaan infeksi yang sudah parah. Ketika infeksi sudah melibatkan spasia
temporalis, itu artinya pembengkakan sudah terjadi di sepanjang area temporal ke
arah superior menuju arcus zygoamticus dan ke posterior menuju sekeliling
mata.Spasia masseter, pterygomandibular, dan temporal juga dikenal sebagai
spasia matikator. Spasia ini saling berhubungan, sehingga ketika salah satunya
mengalami infeksi maka spasia lainnya berkemungkinan juga terkena infeksi.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteomielitis, serupa dengan
komplikasi yang disebabkan oleh infeksi odontogen, dapat merupakan komplikasi
ringan sampai terjadinya kematian akibat septikemia, pneumonia, meningitis, dan
trombosis pada sinus kavernosus.
Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat
menyebabkan abses, abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang
memberikan prognosis baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosis
tidak baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang apabila tidak cepat ditolong akan
menyebabkan kematian). Adapun yang termasuk penjalaran tidak berat adalah
serous periostitis, abses sub periosteal, abses sub mukosa, abses sub gingiva, dan
38 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
abses sub palatal, sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain
abses perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut.
Gigi yang nekrosis juga merupakan fokal infeksi penyakit ke organ lain,
misalnya ke otak menjadi meningitis, ke kulit menjadi dermatitis, ke mata
menjadi konjungtivitis dan uveitis, ke sinus maxilla menjadi sinusitis maxillaris,
ke jantung menjadi endokarditis dan perikarditis, ke ginjal menjadi nefritis, ke
persendian menjadi arthritis.
Infeksi odontogenic dapat berkembang menjadi spasia-spasia wajah. Proses
pengikisan (erosi) pada infeksi menembus sampai ke tulang paling tipis hingga
mengakibatkan infeksi pada jaringan sekitar (jaringan yang berbatasan dengan
tulang). Berkembang atau tidaknya menjadi abses spasia wajah, tetap saja hal ini
dihubungkan dengan melekatnya tulang pada sumber infeksi. Kebanyakan infeksi
odontogenik menembus tulang hingga mengakibatkan abses vestibular. Selain itu
terkadang dapat pula langsung mengikis spasia wajah dan mengakibatkan infeksi
spasia wajah. Penyakit odontogenik yang paling sering berlanjut menjadi infeksi
spasia wajah adalah komplikasi dari abses periapikal. Pus yang mengandung
bakteri pada abses periapikal akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus
tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah spasia wajah.
Gigi mana yang terkena abses periapikal ini kemudian yang akan menentukan
jenis dari spasia wajah yang terkena infeksi. Tulang hyoid merupakan struktur
anatomis yang paling penting pada leher yang dapat membatasi penyebaran
infeksi
Komplikasi paling serius dari Ludwig`s angina adalah adanya penekanan
jalan nafas akibat pembengkakan yang berlangsung hebat dan dapat menyebabkan
kematian.
Penyebaran infeksi ke ruang fasia dapat menyebabkan pembengkakan
wajah dramatis dan demam tinggi dan, jika tidak diobati, sesak pernapasan.
Karakteristik yang lebih umum infeksi ruang fasia berhubungan dengan
infeksi odontogenik dijelaskan di sini.
Infeksi ruang infraorbital umumnya terkait dengan gigi anterior
rahang atas dan baik terlokalisir pada fossa infraorbital oleh levator labii
39 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
superioris dan levator anguli oris otot. Pembengkakan wajah lateral hidung
yang menonjol, seperti yang penurunan mobilitas bibir atas yang disebabkan
oleh peradangan otot-otot ini. Jika areal tersebut berfluktuasi, insisi
intraoral dan drainase dengan penempatan drain Penrose kecil selama 1
sampai 2 hari umumnya perawatan yang mencukupi. Antibiotik
diindikasikan untuk semua infeksi dari ruang fasia. Trismus adalah ciri dari
infeksi ruang masticator.
4. Hubungan Infeksi Odontogen dan Non Odontogen dengan
Limfodenitis serta Demam
Limfadenitis
Infeksi odontogen dapat meluas dengan berbagai cara. Pertama, dengan
cara langsung, yaitu menyebar melalui jaringan sekitar yang bersebelahan secara
langsung dan kontinyu. Shafer berpendapat, penyebaran infeksi odontogen juga
dapat melalui aliran darah. Cara penyebaran yang lain adalah dengan melalui
aliran limfe.
Dari 800 kelenjar limfe di seluruh tubuh hampir (30% nya) 300 kelenjar
limfe berada di kepala dan leher dengan demikian seringkali baik metastasis
ataupun penjalaran infeksi muncul sebagai pembesaran kelenjar limfe kepala
leher. Perubahan patologis pada kelenjar limfe, baik yang merupakan infeksi
maupun neoplastik sering ditemukan dan sukar dibedakan dari tumor nonlimfatik,
proses radang atau degeneratif. Adanya pembesaran limfe pada bagian
anterolateral atas leher jika berlangsung singkat dan disertai dengan nyeri tekan
dan kemerahan, menunjukkan limfadenitis sekunder akibat infeksi. Pembesaran
kelenjar limfe multiple, yang kadang-kadang mengalami fluktuasi seringkali
saling melekat dan bergabung dan biasanya tidak nyeri tekan sering merupakan
akibat proses granulomatosis kronik.
Faktor dalam menilai kelenjar limfe yang bengkak adalah usia pasien, ciri
khas kelenjar limfe, lokasi kelenjar dan latar belakang klinis yang terkait dengan
limfadenopati. Ciri fisik kelenjar perifer penting, kelenjar linfoma cenderung
40 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan dan tanpa nyeri. Kelenjar pada
karsinoma metastatik biasanya keras dan terfikasasi pada jaringan dibawahnya.
Pada infeksi akut, kelenjar limfe akan teraba lunak, membengkak secara asimetris
dan saling berhubungan serta kulit di atasnya eritematosus (kemerahan).
Infeksi yang terjadi di rongga mulut sering mengakibatkan keradangan
limfonodi regional yang lazimnya disebut limfadenitis. Hal tersebut adalah
konsekuensi dari suatu sistem sirkulasi aliran limfe yang merupakan pertahanan
tubuh di dalam sistem limforetikuler tubuh manusia.
Salah satu tugas limfonodi adalah melakukan penyaringan terhadap
hadirnya antigen yang masuk ke dalam tubuh. Antigen dapat berupa protein asing
atau mikroba penyebab infeksi misalnya bakteri, virus, fungi, protozoa, dan
molekul makro yang dihasilkan oleh mikroba.
Dalam proses penanggulangan infeksi, kadang-kadang terjadi terobosan
mikroorganisme yang masuk ke aliran limfe sampai ke limfonodi. Bila sifat
bawaan mikroorganisme tersebut subvirulen dan dapat ditanggulangi oleh sistem
pertahanan tubuh, maka akan terjadi limfadenitis kronis. Akan tetapi bila sistem
pertahanan tubuh tidak dapat menanggulanginya, dan jasad renik termasuk jenis
piogenik maka akan timbul supurasi pada limfonodi.
Palpasi leher dan wajah harus dilakukan secara sistematik. Kelenjar limfe
leher dan metastatik seringkali terletak pada segitiga leher depan. Daerah ini perlu
diinspeksi dengan cermat, khususnya di bawah otot sternokleidomastoideus dan
sepanjang perjalanan selubung karotis.
Proses pembesaran kelenjar limfe oleh karena infeksi berbeda dengan
metastatis karsinoma (kanker). Pada pembesaran kelenjar limfe yang disebabkan
oleh infeksi berikut penjelasannya.
Infeksi yang dimulai dengan masuknya kuman patogen ke dalam tubuh,
direspon oleh sistem kekebalan yang berlapis. Di lapis depan berjajar komponen
normal tubuh seperti kulit, selaput lendir, batuk, flora normal, dan berbagai sel. Di
pusat pertahanan, terdapat kelenjar limfe yang menyimpan dua mesin perang yaitu
41 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
limfosit T dan limfosit B. kelenjar limfe tersusun secara regional menjaga
kawasan tertentu. Karena itu mereka disebut juga sentinel node (sentinal adalah
penjaga dan node adalah kelnjar limfe). Sentinel node kepala dan muka, terdapat
di leher, payudara dan tangan, ketiak, kaki, lipat paha, dan sebagainya.
Dalam peperangan itu salah satu tugas lapis pertama adalah membawa
sampel kuman ke limfosit untuk diidentifikasi dan pemrogaman
penghancurannya. Kemudian limfe atau cairan getah bening akan membawa sel T
dan sel B, ke daerah konflik. Dalam usahanya kelenjar limfe regional akan
meningkatkan aktivitasnya hingga mebesar. Ciri-ciri pembesaran kelenjar limfe
dalam mengatasi infeksi adalah sakit. Karena itu bila pembesaran kelenjar limfe
regional dengan nyeri dan disertai tanda-tanda infeksi di daerah itu, pencarian dan
pengobatan pusat infeksi maupun prioritas.
Berbeda dengan infeksi, kelenjar limfe regional akan kewalahan
menghadapi kanker. Mereka melakukan penetrasi secara bertahap dalam waktu
tahunan. Lama-lama kelenjar limfe regional akan membesar tanpa rasa sakit.
Karena itu bila pembesaran kelenjar limfe regional tidak sakit, pencairan kanker
primer menjadi prioritas.
Demam
Peningkatan temperatur tubuh merupakan salah satu tanda adanya infeksi,
namun dapat juga merupakan manifestasi dari penyakit neoplastik, gangguan
peradangan yang bukan karena infeksi dan katabolisme sebagai tiroksikosis.
Berdasarkan skenario, peningkatan temperatur yang terjadi merupakan tanda
adanya infeksi. Normal atau tidak normalnya temperatur tubuh yang berhubungan
deengan infeksi kemungkinan disebabkan oleh metabolisme yang tidak normal.
Temperatur tubuh dihasilkan dari keseimbangan antara produksi panas dan
hilangnya panas. Temperatur dipertahankan dengan cara perpindahan panas dari
produksi metabolisme panas di dalam tubuh ke kulit melalui sirkulasi. Temperatur
di dalam tubuh di kontrol oleh hipotalamus, vasomotor, sudomotor dan sistem
penggigil. Secara klinis termoregulasi demam di hipotalamus dirangsang oleh
42 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I
pyrogen. Pyrogen merupakan substansi yang dapat meningkatkan temperatur
tubuh. Pyrogen diaktifkan oleh endotoksin bakteri.
KESIMPULAN
Infeksi dentomaksilofasial merupakan infeksi yang terjadi pada daerah
orofasial, berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu infeksi odontogen dan
non odontogen. Infeksi odontogen cenderung akibat infeksi pada daerah gigi
sedangkan infeksi non odontogen berasal dari mukosa ataupun struktur selain
gigi. Identifikasi dari infeksi tersebut menggunakan pemeriksaan klinis, radiologi
dan laboratorium. Dalam proses patogenesisnya apabila tidak ditangani akan
menimbulkan komplikasi.
43 | L a p o r a n T u t o r i a l – S k e n a r i o 5 B l o k P e n y a k i t D M F I