STATUS HEMATOLOGIS DAN KOLESTEROL DARAH ITIK … · diukur dalam penelitian ini adalah jumlah...

73
i STATUS HEMATOLOGIS DAN KOLESTEROL DARAH ITIK LOKAL YANG DIBERI TEPUNG KUNYIT (Curcuma longa) DALAM PAKAN SKRIPSI Oleh: S U K A N D I I111 12 044 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016

Transcript of STATUS HEMATOLOGIS DAN KOLESTEROL DARAH ITIK … · diukur dalam penelitian ini adalah jumlah...

i

STATUS HEMATOLOGIS DAN KOLESTEROL DARAH ITIK

LOKAL YANG DIBERI TEPUNG KUNYIT (Curcuma longa)

DALAM PAKAN

SKRIPSI

Oleh:

S U K A N D I

I111 12 044

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

ii

STATUS HEMATOLOGIS DAN KOLESTEROL DARAH ITIK

LOKAL YANG DIBERI TEPUNG KUNYIT (Curcuma longa)

DALAM PAKAN

SKRIPSI

Oleh:

S U K A N D I

I111 12 044

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

iii

iv

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi

Rabbi, karena berkat kasih sayang dan cinta yang tak henti-henti dicurahkan-Nya,

penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penyusunan tugas akhir yang

berjudul “Status Hematologis dan Kolesterol Darah Itik Lokal yang Diberi

Tepung Kunyit (Curcuma longa) dalam Pakan” sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Shalawat dan salam tak lupa pula penulis haturkan kepada Nabiullah Muhammad

SAW, ialah sang revolusioner sejati yang telah menggulung permadani kebatilan

dan membentangkan sajadah-sajadah kebaikan.

Selama proses perkuliahan hingga penyelesaian tugas akhir ini, penulis

banyak mengalami hambatan maupun kesulitan yang terkadang membuat penulis

berada di titik terlemah dirinya. Namun, adanya doa, restu, kepercayaan, dukungan

dan motivasi dari keluarga yang mampu menguatkan penulis untuk bangkit dan

bersemangat lagi. Untuk itu dengan segala bakti penulis, penghargaan yang

setinggi-tingginya dan terima kasih yang sebesarnya kepada mereka, Ayahanda

Yujiri Daeng Nguji dan Ibunda Bungaduri Daeng Sangnging yang senantiasa

memanjatkan doa yang tiada putus, mencurahkan segenap cinta dan kasih

sayangnya serta perhatian moril dan materil kepada penulis. Kepada saudara-

saudaraku: Daeng Lalo, Daeng Kanang, Daeng Lese, Daeng Mangung, Appy

dan Arman serta keluarga besar yang telah banyak memberikan dukungan dan

motivasi kepada penulis.

Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan, petunjuk, arahan, dan

masukan yang berharga dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan

hati, penulis ingin menyampaikan untaian terima kasih serta penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M.Sc selaku pembimbing utama

dan Bapak Dr. Ir Wempie Pakiding, M.Sc selaku pembimbing anggota yang

vi

senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam mengarahkan penulis

mulai dari merancang penelitian hingga penyelesaian tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya, DEA. DES., Ibu Prof. Rr. Sri Rachma A. B.,

M.Sc. Ph.D dan Bapak Ir. Mustakim Mattau, MS sebagai dosen penguji yang

telah memberikan masukan dalam proses perbaikan tugas akhir ini.

3. Ibu Rektor Unhas, Bapak Dekan, Wakil Dekan I, II dan III, dosen-dosen yang

telah melimpahkan ilmunya kepada penulis serta staf pegawai yang banyak

membantu dalam proses akademik.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc selaku penasehat akademik yang

mengikuti perjalanan studi penulis, senantiasa memberikan motivasi dan

nasehat yang sangat berarti untuk kelancaran studi penulis.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya, DEA. DES sebagai dosen pembimbing

Seminar Pustaka serta Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Toleng, M.Sc dan Bapak

Sahiruddin, S.Pt., M.Si sebagai pembimbing Praktek Kerja Lapang.

6. Kepada saudara tak sedarah: Tuti, Mila, Nanda, Caman, Rahim, Jihad, Azwar,

Tika, Fatma dan Reski. Terima kasih untuk selalu peduli, selalu

memperlihatkan apa yang terbaik untuk penulis dan mendorong penulis hingga

ke batas kemampuannya, serta selalu ada untuk memberikan motivasi ketika

penulis terpuruk dalam kelemahannya. Teman-teman dekat: Kanzul, Akbar,

Didik, Salim, Yasin, Ipul, Hap, Rifal, Ewing, Zuhal, Bambang, Andryan, Uriya,

Tenri, Eni, Yessy, Rahma, Auliya dan Appe. Kehadiran mereka terkadang

menjadi faktor pemicu stres penulis, tetapi di lain sisi terkadang menjadi obat

penenang dan kebahagian yang luar biasa ampuh untuk penulis.

7. Rekan penelitian: Jihadulhaq Bin Marra, Abdul Rahim Harianto dan Nur Atika

Pasang. Terima kasih atas segala bantuan, arti kerjasama dan kepercayaan yang

telah kalian berikan. Lupakan semua ‘Baper’ yang terjadi selama penelitian

karena di situ tommi diliat!

8. Rita, Nesma dan Sul yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.

9. Rekan asisten Ilmu Reproduksi Ternak: Kak Ridwan, Eni, Muharni, Icha dan

Memet.

vii

10. Keluarga besar Flock Mentality 2012 ‘satu batang rugia’ dan keluarga kecil

FM [B] yang banyak mengajarkan penulis akan arti persaudaraan, solidaritas

dan cinta kasih. Semoga kebersamaan kita senantiasa terjaga.

11. Lembaga Tercinta: HIMAPROTEK UH, SEMA FAPET UH dan FOSIL

sebagai rumah singgah penulis di kala sibuk dengan dunia perkuliahan.

12. Kepada teman-teman KKN Tematik Perbatasan Miangas gelombang 90.

Kepada kanda Riza Darma Putra, S.Sos., M.I.Kom selaku supervisor yang

begitu banyak pengorbanannya selama mengabdi di tanah perbatasan. Kepada

teman-teman yang membantu penulis menikmati indahnya hari-hari di

Miangas, Mita Arifa Hakim, S.Pt, Awaluddin A. Mulyadi, S.Ked., Ikhlas Bakri,

S.KG., Jusmawandi, S.Sos., Budiman Yasir S.Si., Asrul S.E., Siti Hardianti D.

P., S.E., Fitriani M, S.Hut., kak Ika Indah Yani S.Psi., S.H., Arif Rachman Nur,

S.H., Ummu Syauqah Al-Musyahadah S.Si, Andiyari, S.Kel., Siti Fatimah

Hamid, S.KM., Suharlina Tahir, S.Si., dan teman-teman lain yang tak sempat

disebutkan.

13. Terima kasih kepada Bidikmisi dan Pemda Takalar atas bantuan finansial

kepada penulis selama kuliah.

14. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang banyak membantu penulis yang

tak sempat penulis uraikan.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan meski

telah berusaha melakukan yang terbaik. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan

hati penulis mengharapkan saran ataupun kritikan yang bersifat konstruktif dari

pembaca demi penyempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Rahmat-Nya kepada

kita, dan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang

berkepentingan

Makassar, Nopember 2016

Penulis

viii

ABSTRAK

SUKANDI. I111 12 044. Status Hematologis dan Kolesterol Darah Itik Lokal yang

Diberi Tepung Kunyit (Curcuma longa) dalam Pakan. Di bawah bimbingan: Djoni

Prawira Rahardja sebagai pembimbing utama dan Wempie Pakiding sebagai

pembimbing anggota

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan pengaruh pemberian tepung

kunyit dalam pakan terhadap status hematologis dan kolesterol darah itik lokal.

Sebanyak 64 ekor itik umur 1 hari digunakan dalam penelitian ini dan dipelihara

secara intensif sampai umur 70 hari. Penelitian disusun berdasarkan rancangan acak

lengkap (RAL) yang diacak ke dalam 4 perlakuan pakan yang mengandung

masing-masing 0% (kontrol), 0,5%, 1% dan 2% tepung kunyit. Setiap perlakuan

diulang sebanyak 4 kali dan terdapat 4 ekor itik setiap ulangannya. Parameter yang

diukur dalam penelitian ini adalah jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, nilai

hematokrit, indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) dan kadar kolesterol. Sampel

darah setiap itik dikoleksi pada akhir penelitian untuk menganalisis parameter

hematologis dan kadar kolesterol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian

tepung kunyit dalam pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah eritrosit,

kadar hemoglobin dan nilai MCHC, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

terhadap nilai hematokrit, MCV, MCH dan kadar kolesterol darah. Dapat

disimpulkan bahwa pemberian tepung kunyit dalam pakan mampu meningkatkan

status hematologis itik ditinjau dari meningkatnya jumlah eritrosit, kadar

hemoglobin dan nilai MCHC.

Kata kunci: Tepung kunyit, Itik Lokal, Hematologis, Kolesterol

ix

ABSTRACT

SUKANDI. I111 12 044. Haematological Status and Blood Cholesterol Levels of

Local Ducks Fed Dietary Turmeric Powder (Curcuma longa). Supervised by: Djoni

Prawira Rahardja as main supervisor and Wempie Pakiding as co-supervisor.

An experiment was conducted to elucidate the effects of dietary turmeric

powder on haematological status and blood cholesterol levels of local ducks. There

were 64 day old duck (DOD) used in this study and reared intensively up to 70 days

of age. This study arranged as a completely randomized design (CRD) were

randomly divided into 4 treatment groups of diet containing 0% (control), 0.5%,

1% and 2% turmeric powder respectively. Each treatment was replicated 4 times of

4 ducks. The parameters measured in this study were the amount of erythrocytes,

hemoglobin levels, hematocrit values, erythrocyte indices (MCV, MCH and

MCHC) and cholesterol levels. Blood samples of each duck were collected at the

last day of the experiment to analyze the haematological parameters and cholesterol

levels. The results showed that dietary turmeric powder caused significant effect

(P<0.05) to the amount of erythrocytes, hemoglobin levels and MCHC values but

had non-significant effect (P>0.05) to the value of hematocrit, MCV, MCH and

blood cholesterol levels. It can be concluded that turmeric powder could improve

the haematological status of the ducks which indicated by increasing amount of

erythrocytes, hemoglobin levels and MCHC values.

Keywords: Turmeric Powder, Local Duck, Haematology, Cholesterol

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

ABSTRAK ......................................................................................................... viii

ABSTRACT ....................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Itik ........................................................................................ 4

Gambaran Umum Kunyit .......................................................................... 6

Penggunaan Kunyit sebagai Feed Additive pada Unggas ......................... 9

Status Hematologis .................................................................................... 11

Kolesterol Darah ........................................................................................ 16

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 19

Materi Penelitian ....................................................................................... 19

Rancangan Penelitian ................................................................................ 20

Prosedur Penelitian .................................................................................... 20

xi

Parameter yang Diukur .............................................................................. 23

Analisis Data ............................................................................................. 26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Eritrosit .......................................................................................... 27

Kadar Hemoglobin ..................................................................................... 29

Nilai Hematokrit ........................................................................................ 32

Indeks Eritrosit ........................................................................................... 34

Kadar Kolesterol Darah ............................................................................. 36

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ................................................................................................ 41

Saran .......................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 42

LAMPIRAN ....................................................................................................... 48

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 59

xii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Komposisi Kimia dan Nutrisi Kunyit ....................................................... 7

2. Rataan Status Hematologis Itik Lokal (Itik Tegal) Jantan dan Betina ..... 16

3. Komposisi Pakan Basal Penelitian ........................................................... 21

4. Kandungan Nutrisi Pakan Basal Penelitian .............................................. 21

5. Jumlah Pemberian Pakan Berdasarkan Umur Pemeliharaan .................... 23

6. Nilai Indeks Eritrosit Itik Lokal yang Diberi Tepung Kunyit

dalam Pakan.............................................................................................. 34

xiii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Jumlah Eritrosit Itik Lokal yang Diberi Tepung Kunyit dalam

Pakan ........................................................................................................ 27

2. Kadar Hemoglobin Itik Lokal yang Diberi Tepung Kunyit dalam

Pakan ........................................................................................................ 30

3. Nilai Hematokrit Itik Lokal yang Diberi Tepung Kunyit dalam

Pakan ........................................................................................................ 32

4. Kadar Kolesterol Itik Lokal yang Diberi Tepung Kunyit dalam

Pakan ........................................................................................................ 36

5. Grafik Hubungan Level Tepung Kunyit Terhadap Kadar

Kolesterol Darah Itik Lokal ...................................................................... 39

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Hasil Analisis Ragam Jumlah Eritrosit Itik Lokal yang Diberi

Tepung Kunyit (Curcuma longa) dalam Pakan ...................................... 48

2. Hasil Analisis Ragam Kadar Hemoglobin Itik Lokal yang Diberi

Tepung Kunyit (Curcuma longa) dalam Pakan ...................................... 49

3. Hasil Analisis Ragam Nilai Hematokrit Itik Lokal yang Diberi

Tepung Kunyit (Curcuma longa) dalam Pakan ...................................... 50

4. Hasil Analisis Ragam Nilai MCV Itik Lokal yang Diberi Tepung

Kunyit(Curcuma longa) dalam Pakan .................................................... 51

5. Hasil Analisis Ragam Nilai MCH Itik Lokal yang Diberi Tepung

Kunyit (Curcuma longa) dalam Pakan ................................................... 52

6. Hasil Analisis Ragam Nilai MCHC Itik Lokal yang Diberi Tepung

Kunyit (Curcuma longa) dalam Pakan ................................................... 53

7. Hasil Analisis Ragam Kadar Kolesterol Darah Itik Lokal yang

Diberi Tepung Kunyit (Curcuma longa) dalam pakan ........................... 54

8. Hasil Analisis Regresi Tepung Kunyit (x) Terhadap Kolesterol

Darah Itik Lokal (Y) ............................................................................... 55

9. Konsumsi Pakan Setiap Perlakuan Selama Penelitian (Umur 1-70

hari) ......................................................................................................... 56

10. Rataan Suhu dan Kelembaban Harian Per Minggu Selama

Penelitian ................................................................................................. 57

11. Dokumentasi Penelitian .......................................................................... 58

1

PENDAHULUAN

Itik adalah salah satu komoditas ternak unggas yang dapat diandalkan sebagai

penghasil daging dan telur. Itik memiliki peranan yang cukup penting dan potensial

dalam mendukung ketersediaan protein hewani yang murah dan mudah didapat.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, permintaan akan protein hewani

termasuk daging itik juga meningkat. Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal

Peternakan dan kesehatan Hewan, pada tahun 2015 produksi daging itik di

Indonesia hanya 1,14% (34,9 ribu ton dari 3.056,8 ribu ton total produksi) dan

produksi telur 14,69% (278,5 ribu ton dari 1895,6 ribu ton total produksi)

(Ditjenakkeswan, 2016). Data tersebut menunjukkan bahwa produktivitas ternak

itik masih rendah sehingga kontribusi itik untuk memenuhi kebutuhan protein

hewani masyarakat Indonesia juga rendah. Produktivitas ternak dapat berlangsung

dengan optimal jika kondisi fisiologis ternak berjalan dengan baik.

Kondisi fisiologis erat kaitannya dengan kondisi kesehatan suatu ternak yang

dipengaruhi oleh lingkungan, manajemen, nutrisi pakan dan iklim. Darah memiliki

peranan yang sangat kompleks untuk terjadinya proses fisiologis yang berjalan

dengan baik, sehingga produktivitas ternak dapat berjalan dengan optimal

(Ismoyowati et al., 2006). Gambaran profil darah (hematologis) dapat dijadikan

sebagai screening test (model pengujian) untuk melihat kondisi fisiologis suatu

ternak yang nantinya dihubungkan dengan status kesehatannya dengan demikian

diharapkan meningkatkan produktivitas.

Dewasa ini masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan. Masyarakat

mendambakan produk pangan yang kandungan kolesterolnya rendah. Akan tetapi,

2

kolesterol pada itik lebih tinggi jika dibandingkan kolesterol pada ayam (Jalaludeen

dan Churchil, 2006). Bahan makanan yang mengandung kolesterol tinggi dapat

menyebabkan gejala pankreatis, pembesaran hati dan meningkatkan konsentrasi low

density lipoprotein (LDL) yang kemudian akan meningkatkan resiko aterisklerosis

(penyumbatan pembuluh darah) yang menyebabkan berbagai penyakit seperti stroke

dan jantung koroner bahkan kematian (Wijaya et al., 2013). Hal tersebut membuat

banyak masyarakat enggan atau menghindari mengonsumsinya sehingga perlu

dipandang untuk penggunaan feed additive (imbuhan pakan) yang mempunyai

potensi menurunkan kolesterol pada itik. Akan tetapi, feed additive yang beredar

sekarang adalah feed additive sintetis yang mulai dilarang penggunaannya karena

dapat mengakibatkan adanya resistensi mikrooganisme dan akumulasi residu bahan

kimia dalam tubuh ternak yang berimbas pada konsumen.

Kunyit (Curcuma longa) merupakan salah satu tumbuhan tahunan yang

ketersediaannya di Indonesia cukup banyak dan memungkinkan untuk dijadikan

sebagai fitobiotik (antibiotik yang berasal dari tanaman) pada ternak unggas.

Kunyit mengandung zat aktif kurkumin yang dapat bertindak sebagai antioksidan

dan memiliki khasiat hipokolesterelemik (menurunkan kolesterol). Peranan

antioksidan yaitu memperlambat atau menghambat oksidasi yang dapat melindungi

sel dari efek yang berbahaya disebabkan oleh reactive oxygen species (ROS)

sehingga mencegah oksidasi hemoglobin dan lisisnya sel darah merah (eritrosit).

Khasiat hipokolesterolemik kurkumin yaitu meningkatkan pengeluaran kolesterol di

feses sehingga kolesterol darah mengalami penurunan. Pada ayam pedaging dan

ayam petelur, penggunaan kunyit sebagai fitobiotik telah sering diteliti tetapi pada

3

itik masih sangat kurang. Diharapkan pemberian tepung kunyit dalam pakan dapat

meningkatkan kesehatan ternak itik yang dipelihara ditinjau dari status hematologis

serta berkurangnya kadar kolesterol darah pada itik.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengevaluasi pengaruh

pemberian tepung kunyit dalam pakan terhadap status hematologis dan kolesterol

darah itik. Dengan mengetahui status hematologis dan kolesterol darah itik yang

diberi tepung kunyit dalam pakan diharapkan menjadi acuan dalam manajemen

pemeliharaan itik yang mencakup masalah pemberian tepung kunyit sebagai sumber

infomasi ilmiah bagi akademisi dan peneliti serta dasar pengetahuan bagi peternak

selaku pelaku usaha.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Itik

Itik sebagai hewan domestikasi dipelihara untuk tujuan yang berbeda-beda,

selain tujuan utamanya untuk memproduksi daging dan telur, itik juga memiliki

nilai pada bulu yang dimilikinya. Itik lokal adalah keturunan dari tetua pendatang

yang telah mengalami domestikasi tetapi belum jelas tahun masuk tetua tersebut ke

wilayah Indonesia (Prasetyo et al. 2006). Itik lokal di Indonesia merupakan

domestikasi dari itik liar (mallard) keturunan Indian Runner. Hal ini didasarkan

pada itik-itik yang memiliki “sex feather” yaitu beberapa bulu yang mencuat ke

atas pada ekor itik jantan seperti pada itik mallard (Susanti dan Prasetyo, 2007).

Itik lokal Indonesia merupakan plasma nuftah asli Indonesia yang memiliki

mutu genetik dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai penghasil telur dan

pedaging yang produktif. Itik diklasifikasikan sebagai salah satu unggas air.

Klasifikasi itik adalah sebagai berikut (Scanes, 2004):

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Klas : Aves

Super ordo : Carinatae

Ordo : Anseriformes

Spesies : Anas platryhynchos (mallard dan domestik)

Salah satu yang termasuk genus Anas adalah itik lokal Indonesia. Itik lokal

Indonesia hampir seluruhnya merupakan keturunan bangsa itik Indian Runner, yaitu

bangsa itik yang dikenal sebagai itik penghasil telur dan sudah beradaptasi baik

dengan lingkungan Indonesia sejak berabad-abad lampau. Potensi itik Indian

5

Runner sebagai sumber bahan pangan hewani cukup besar. Akibat domestikasi,

terbentuklah beberapa varian seperti besar tubuh, konformasi, dan warna bulu, serta

dikenal sebagai Anas domesticus (Samosir, 1993).

Itik digolongkan menjadi 3 jenis, yakni: itik petelur, itik ornamental, dan itik

pedaging. Itik petelur dipelihara untuk diperoleh telurnya, itik ornamental dipelihara

sebagai itik hias, dan itik pedaging dipelihara untuk diambil dagingnya. Peternakan

itik pedaging belum sepopuler itik petelur, karena itu pada umumnya kebutuhan

akan daging itik di pasaran dipenuhi dari itik petelur afkir atau hasil penggemukan

itik jantan (Srigandono, 1997).

Usaha peternakan itik merupakan salah satu alternatif usaha sebagai sumber

pendapatan masyarakat. Perkembangan usaha peternakan itik yang cepat saat ini

mengarah pada pergeseran dari sistem pemeliharaan tradisional kepada sistem

pemeliharaan intensif yang sepenuhnya terkurung. Pergeseran ini menunjukkan

bahwa usaha peternakan itik bukan hanya dipandang sebagai usaha sambilan, tetapi

telah mengarah kepada cabang usaha atau usaha pokok dengan orientasi komersil

(Prasetyo, 2006). Pemeliharaan secara intensif diharapkan mampu menghasilkan

itik yang pertumbuhannya cepat. Namun, tingkat pertumbuhan untuk itik-itik lokal

umumnya masih lambat. Berbeda halnya dengan itik pedaging yang berasal dari

luar negeri (impor) misalnya itik Peking. Itik Peking memiliki tingkat pertumbuhan

yang cepat, bobot maupun kualiatas karkas yang dihasilkan juga jauh lebih berat

dan lebih baik dibandingkan itik lokal. Pemeliharaan itik-itik lokal dengan

pemberian pakan yang mengandung gizi yang memadai disertai dengan imbuhan

6

antioksidan merupakan salah satu upaya untuk memacu pertumbuhan itik (Purba

dan Ketaren, 2011).

Daging itik pada umumnya kurang diminati karena mempunyai warna yang

lebih gelap atau yang dikenal sebagai daging merah (red meat) dibandingkan daging

ayam. Sekalipun demikian, kandungan nutrisi terutama protein pada daging itik

hampir sama dengan kandungan protein pada daging ayam. Itik memiliki

kandungan protein sebesar 21,4% dan pada ayam sebesar 20,8%. Hanya saja,

kandungan lemak pada daging itik dua kali lebih tinggi jika dibandingkan lemak

daging pada ayam. Itik mempunyai kandungan lemak daging sebesar 8,2%

sedangkan pada daging ayam hanya 4,8% (Srigandono, 1997). Pakan dan galur

ternak itik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kandungan lemak

daging itik (Randa, 2007).

Gambaran Umum Kunyit

Kunyit adalah herba perennial yang secara luas digunakan dan ditanam di

daerah tropis maupun subtropis di dunia termasuk di Indonesia. Kunyit secara luas

digunakan sebagai rempah-rempah dan pewarna makanan dan memiliki khasiat

sebagai obat (Luthra et al., 2001). Kunyit dijelaskan sebagai Curcuma longa oleh

Linnaeus dengan posisi taksonomi sebagai berikut (Chattopadhyay et al., 2004):

Kelas : Liliopsida

Sub kelas : Commelinids

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma longa

7

Di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, kunyit lebih dikenal dengan

penamaan Curcuma domestica yang dijelaskan posisinya oleh Valeton tahun 1918.

Kunyit termasuk tumbuhan berbatang semu basah yang dibentuk dari

pelepah daun. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 m, berbunga majemuk berwarna

putih sampai kuning muda. Berdaun tunggal, berbentuk lanset lebar, ujung dan

pangkalnya runcing, tangkainya panjang, tepinya rata, bertulang menyirip,

panjangnya 20–40 cm, lebar 8–12,5 cm, warna hijau pucat (Rahardjo dan Rostiana,

2005).

Tabel 1. Komposisi Kimia dan Nutrisi KunyitParameter Nilai (%)

Komposisi ProksimatAir 8,92 ± 0,02Bahan Kering 91,00 ± 0,01Abu 2,85 ± 0,02Serat Kasar 4,60 ± 0,01Protein Kasar 9,40 ± 0,01Lemak 6,85 ± 0,00Karbohidrat 67,38 ± 0,01

Komposisi FitokimiaAlkaloid 0,76 ± 0,01Saponin 0,45 ± 0,00Tannin 1,08 ± 0,02Sterol 0,03 ± 0,01Hidrogen Sianida 0,82 ± 0,00Flavonoid 0,40 ± 0,01Fenol 0,08 ± 0,03

Komposisi Vitamin dan MineralRiboflavin 0,59 ± 0,02Tiamin 0,16 ± 0,00Niasin 2,30 ± 0,00Kalsium 0,21 ± 0,01Posfor 0,63 ± 0,02Potasium 0,46 ± 0,03Besi 0,05 ± 0,02

Sumber: Ikpeama et al. (2014)

8

Kunyit memiliki banyak kandungan nutrisi dan kaya akan antioksidan

(Tabel 1). Selain itu, terdapat banyak komponen molekuler dengan berbagai

macam aktivitas biologis yang meliputi paling kurang terdapat 20 molekul

antibiotik, 14 molekul yang diketahui sebagai pencegah kanker, 12 anti-tumor, 12

anti-inflamasi, dan paling kurang dari 10 antioksidan yang berbeda. Molekul yang

paling banyak dikaji oleh para peneliti pada kunyit yaitu tiga zat pewarna

curcuminoids, yakni curcumin, demetoksicurcumin, dan bis-demetoksicurcumine

(Lal, 2012). Kandungan kurkumin dalam kunyit sebesar 8,6 % dan minyak atsiri

6,18% (Agustina et al, 2009). Kurkumin adalah komponen yellow bioactive utama

yang memiliki sebuah spektrum luas akan aktivitas biologis termasuk antioksidan,

antibakteri, antifungi, antiprotozoal, antiviral, anti-inflamasi, antihipertensi dan

aktivitas hipokolesteremik (Chattopadhyay et al., 2004). Kandungan minyak atsiri

dalam kunyit diyakini memiliki khasiat kolagoga yang mampu meningkatkan

produksi dan sekresi empedu, bila masuk ke dalam duodenum dan banyak ekskresi

empedu, maka kolesterol keluar melalui feses. Kandungan kimia minyak atsiri

kunyit terdiri dari ar-tumeron, α dan ß-tumeron, tumerol, α-atlanton, ß-kariofilen,

linalol, 1,8 sineol (Rahardjo dan Rostiana, 2005).

Walaupun kaya dengan kandungan bahan yang bagus untuk dijadikan feed

additive, penggunaan kunyit dalam jumlah besar juga perlu diperhatikan

dikarenakan kunyit seperti halnya tanaman lainnya memiliki kandungan anti-nutrisi.

Beberapa senyawa kimia anti-nutrisi dikenal pula dengan sebutan ‘secondary

metabolite’ yang menunjukkan aktivitas biologis yang tinggi. Menurut Gemede dan

Ratta (2014), zat anti-nutrisi yang umum dijumpai pada tanaman antara lain: tannin,

9

phytate, oxalate, saponin, lectin, alkaloid, protease inhibitor dan cyanogenic

glycocides. Anti nutrisi pada tanaman dapat mengurangi ketersedian nutrien dan

menyebabkan penghambatan pertumbuhan. Akan tetapi, ketika digunakan dengan

dosis rendah, phytate, lectin, tannin, amylase inhibitor dan saponin dapat

memperlihatkan pengurangan glukosa darah dan respon insulin terhadap makanan

yang mengandung tepung dan juga menurunkan plasma kolesterol dan trigliserida.

Sebagai tambahan, phytate, tannin, saponin, protease inhibitor, goestrogen dan

oxalate mengurangi resiko kanker.

Penggunaan Kunyit Sebagai Feed Additive pada Unggas

Rimpang kunyit telah lama digunakan oleh masyarakat Asia terkhusus

Indonesia sebagai tanaman obat. Pemakaian kunyit sebagai feed additive pada

unggas telah beberapa kali diteliti dengan harapan dapat menggantikan peranan

antibiotik sintetis dan memberikan manfaat. Kunyit telah diketahui mempunyai

khasiat yang aman, alami dan fitobiotik yang bebas residu. World Health

Organization memberikan pernyataan bahwa kunyit dan kurkumin (colouring agent)

aman digunakan pada makanan manusia dan ternak (WHO, 1987). Studi lebih jauh

pada manusia dan ternak, kunyit betul-betul memiliki tingkat toksik yang rendah

(Alia et al., 2006). Oleh karena itu, penambahan kunyit aman dan cocok untuk

unggas (Dono, 2012).

Pada penelitian dengan suplementasi tepung kunyit sebesar 0,5% pakan

ayam broiler dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan mengurangi

konsumsi pakan sehingga menghasilkan FCR (feed convertion ratio) yang baik (Al-

Sultan, 2003; Durrani et al., 2006), meningkatkan kualitas karkas, mengurangi

10

persentase lemak, meningkatkan persentase dressing, meningkatkan berat dada,

paha dan jeroan (Durrani et al., 2006). Perbaikan pertambahan bobot badan dan

kualitas karkas pada penelitian ini berhubungan dengan aktivitas antioksidan kunyit

(Osawa et al., 1995; Sugiyama et al., 1996) melalui simulasi sintesis protein pada

usus oleh sistem enzimatik.

Pada ayam petelur, Radwan et al. (2008) meneliti bahwa suplementasi

tepung kunyit 0,5% dalam pakan secara signifikan mengurangi FCR, meningkatkan

pertambahan bobot badan, meningkatkan produksi telur yang baik, berat telur dan

massa telur ayam petelur. Rahardja et al. (2015) melaporkan dalam penelitiannya

yang menggunakan ayam petelur usia tua (umur 80 minggu) bahwa konsumsi pakan

menurun pada suplementasi tepung kunyit pada level 4% dan pada taraf 1, 2 dan 4%

meningkatkan produksi telur dan menurunkan kandungan kolesterol telur. Laporan

lain dari Malekizadeh et al. (2012) bahwa suplementasi tepung kunyit pada level

1% menurunkan konsumsi pakan tetapi tidak memberikan pengaruh yang berarti

pada berat telur, massa telur dan FCR ayam petelur sedangkan pada level 1 dan 3%,

kadar kolesterol darah secara nyata terjadi penurunan dari tanpa pemberian tepung

kunyit. Penelitian Putra et al. (2015) pada burung puyuh memperlihatkan bahwa

pemberian tepung kunyit tidak memberikan pengaruh pada konsumsi pakan akan

tetapi menurunkan kadar trigliserida pada hati, serum dan daging.

Saat ini, belum ada laporan tentang dampak yang berbahaya penggunaan

kunyit pada unggas dengan penggunaan dengan level yang rendah hingga sedang

(Dono, 2012). Akan tetapi, penggunaan kunyit dengan jumlah banyak yaitu lebih

dari 50 g yang diberikan dalam waktu lama tidak direkomendasikan karena bisa

11

mengakibatkan dampak hepatotoksik yang tercatat pada penelitian menggunakan

mencit (Kandarkar et al., 1998) dan tikus (Deshpande et al., 1998). Lebih lanjut,

Al-Sultan dan Gameel (2004) tidak merekomendasikan penggunaan tepung kunyit

lebih dari 50 g/kg pada pakan broiler karena bisa mengakibatkan induksi parenkim,

infiltrasi saluran sel mononuklir dan hieperemi pada saluran pembuluh darah.

Status Hematologis

Darah memiliki fungsi yang penting dalam pengaturan keseimbangan

lingkungan internal dan transportasi yakni membawa nutrisi dari saluran pencernaan

menuju jaringan tubuh, membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh,

membawa karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru untuk dibuang, membawa

produk buangan dari berbagai jaringan menuju ginjal untuk diekskresikan, berperan

penting dalam pengendalian suhu dengan cara mengangkut panas dari bagian dalam

tubuh menuju permukaan tubuh, berperan dalam sistem buffer, serta sebagai

pembeku darah yang mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebihan pada

waktu luka (Frandson et al., 2009). Darah mentransportasikan subtrat metabolik

yang dibutuhkan oleh seluruh sel di tubuh, termasuk oksigen, glukosa, asam amino,

asam lemak, dan beberapa lipid. Darah juga membawa keluar produk metabolik

yang dikeluarkan oleh setiap sel seperti karbondioksida, asam laktat, buangan

bernitrogen dari metabolisme protein dan panas (Cunningham, 2002).

Volume darah total yang beredar pada keadaan normal sekitar 8% dari berat

badan dan sekitar 55% dari volume tersebut adalah plasma (Ganong, 2003).

Apabila terjadi perubahan fisiologis pada tubuh hewan, maka gambaran darah pun

akan ikut berubah. Perubahan gambaran darah dapat disebabkan oleh pertambahan

12

umur, keadaan gizi, aktivitas, stres, kebuntingan, kesehatan dan suhu tubuh. Selain

itu, perubahan gambaran darah dapat juga dapat disebabkan oleh suhu lingkungan,

stres lingkungan dan transportasi, infeksi kuman penyakit dan fraktura (Guyton dan

Hall, 2006). Pakan yang diberikan pada ternak dapat membuat gambaran darah

dapat berubah dikarenakan gizi yang terkandung di dalam pakan sangat dibutuhkan

dalam sintesis komponen darah.

- Sel Darah Merah (Eritrosit)

Jumlah eritrosit adalah jumlah sel darah merah per mikrometer keseluruhan

darah (Frandson et al., 2009). Eritrosit berisi hemoglobin yang berfungsi transport

oksigen (Sonjaya, 2012). Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut oksigen dari

paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. Selain mengandung hemoglobin, eritrosit juga

mempunyai fungsi lain yaitu mengandung banyak karbon anhydrase yang

mengatalis reaksi antara karbondioksida dan air, sehingga meningkatkan reaksi

bolak-balik beberapa ribu kali lipat. Cepatnya reaksi ini membuat air dalam darah

dapat bereaksi dengan banyak sekali karbondioksida kemudian mengangkutnya dari

jaringan menuju paru-paru dalam bentuk ion bikarbonat (Guyton dan Hall, 2006).

Menurut Guyton dan Hall (2006), faktor utama yang berperan dalam

erithropoesis (pembentukan sel darah merah) adalah hormon glikoprotein.

Erithropoesis membutuhkan bahan dasar protein, glukosa, dan berbagai aktivator.

Eritropoesis pada masa embrional unggas terjadi dalam kantung kuning telur.

Setelah perkembangan embrio pembentukan sel darah merah terjadi di hati,

pembuluh limfe dan sumsum tulang. Beberapa aktivator proses erithropoesis

adalah mikromineral Cu, Fe, dan Zn. Pemberian unsur Cu dan Fe dengan rasio

13

tertentu mampu meningkatkan status hematologis dan pertumbuhan ayam (Praseno,

2005). Schalm (2010) menyatakan bahwa masa umur eritrosit pada unggas

berlangsung sekitar 28-35 hari.

- Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin (Hb) adalah protein yang terdiri dari empat rantai polipeptida

yang masing-masing mengandung heme, yaitu pigmen porphyrin merah yang di

dalamnya terkandung ion besi yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dan warna

sel darah merah (Sonjaya, 2012). Hemoglobin terdiri dari protein globin yang

berkombinasi dengan heme. Keberadaan hemoglobin dalam darah sangat penting

sebagai pembawa dan penghantar oksigen ke jaringan. Konsentrasi hemoglobin

dalam darah hewan domestik berkisar 12g/dL (Reece, 2005). Kadar hemoglobin

dipengaruhi oleh kadar oksigen dan jumlah eritrosit, sehingga ada kecenderungan

jika jumlah eritrosit rendah, maka kadar hemoglobin akan rendah dan jika oksigen

dalam darah rendah, maka tubuh terangsang meningkatkan produksi eritrosit dan

hemoglobin (Schalm, 2010).

- Hematokrit (Packed Cell Volume, PCV)

Nilai hematokrit atau packed cell volume (PCV) adalah suatu istilah yang

artinya persentase (berdasar volume) dari darah yang terdiri atas sel darah merah

(Frandson et al., 2009). Nilai hematokrit adalah volume semua eritrosit dalam 100

ml darah dan disebut dengan persentase dari volume darah itu. Peningkatan atau

penurunan hematokrit di dalam darah mempengaruhi viskositas darah. Nilai

hematokrit juga dipengaruhi oleh temperatur lingkungan yang dapat bertambah jika

keadaan hipoksia atau polisitemia (jumlah sel-sel merah dalam tubuh meningkat)

14

sehingga jumlah eritrosit lebih banyak dibandingkan dengan jumlah normal

(Guyton dan Hall, 2006).

- Indeks Eritrosit

Indeks eritrosit meliputi Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean

Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin

Concentration (MCHC). Penentuan indeks eritrosit dapat diketahui dengan

mengetahui tiga komponen darah yaitu jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai

hematokrit. Penghitungan indeks/nilai rata-rata eritrosit dapat digunakan untuk

menentukan tingkat kesehatan hewan salah satunya untuk mengetahui terjadinya

penyakit anemia yang nantinya dapat dihubungkan dengan penyebab anemia

tersebut. MCV merupakan ukuran rata-rata eritrosit dalam darah. MCH merupakan

ukuran dari massa hemoglobin yang terkandung dalam eritrosit. MCHC merupakan

rata-rata konsentrasi hemoglobin dalam eritrosit. Ketika terjadi kondisi anemia,

nilai MCV digunakan untuk mengetahui jenis anemia makrosistik (di atas batas

normal), normosistik (dalam batas normal) atau mikrosistik (di bawah batas normal).

Nilai MCH dan MCHC digunakan untuk mengetahui jenis anemia hiperkromik (di

atas batas normal), normokrom (dalam batas normal) atau hipokromik (di bawah

batas normal).

Tujuan dari penetapan nilai-nilai ini digunakan mendiagnosis penyebab

anemia. Berikut jenis anemia dan kemungkinan penyebabnya yaitu (Fitrohdin et al.,

2014):

15

a. Normosistik normokrom: anemia disebabkan oleh berkurangnya darah

secara tiba-tiba, katup jantung buatan, sepsis, tumor, penyakit jangka

panjang atau anemia aplastik.

b. Mikrosistik hipokromik: anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi,

keracunan timbal atau talasemia.

c. Mikrosistik normokrom: anemia yang disebabkan oleh kekurangan

hormon eritropoetin dari ginjal.

d. Makrosistik normokrom: anemia yang disebabkan oleh kemoterapi,

kekurangan folat atau defisiensi vitamin B-12.

- Sel Darah Putih (Leukosit)

Sel darah putih (leukosit) terdapat perbedaan dengan eritrosit yaitu leukosit

selalu mempunyai inti sel dan sitoplasma, serta mampu bergerak bebas (Sonjaya,

2012). Leukosit adalah sel darah putih yang jumlahnya lebih sedikit daripada

eritrosit dalam darah. Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang belakang

(granulosit dan monosit serta sebagian limfosit) dan sebagian lagi dibentuk di

jaringan limfa (limfosit dan sel plasma). Setelah pembentukan, sel darah putih

masuk ke dalam peredaran darah dan menuju ke bagian tubuh dimana sel darah

putih dibutuhkan (Guyton dan Hall, 2006).

Leukosit diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya granula dalam

sitoplasma dibagi menjadi granulosit dan agranulosit (Sonjaya, 2012). Granulosit

terdiri atas netrofil/heterofil, basophil, eosinophil, sedangkan agranulosit terdiri atas

limfosit dan monosit. Rasio antara heterofil ke limfosit sering digunakan untuk

menduga tingkat stres pada suatu ternak.

16

Itik yang sehat memiliki gambaran darah yang normal (Tabel 2). Darah

tersusun atas sel darah (eritrosit, leukosit dan trombosit) yang bersirkulasi dalam

cairan yang disebut plasma darah (Meyer dan Harvey, 2004).

Tabel 2. Rataan Status Hematologis Itik Lokal (Itik Tegal) Jantan dan BetinaProfil Darah Jantan Betina*

Eritrosit (106/mm3) 2,11 2,22Hemoglobin (g/dl) 10,81 11,49Hematokrit (%) 32,94 35,68MCV (fl) 156,11 160,40MCH (pg) 51,23 51,65MCHC (%) 32,82 32,19leukosit (103/mm3) 20,06 18,27Rasio H:L 0,79 0,51

Sumber: Ismoyowati et al., 2006*Data diolah kembali

Kolesterol Darah

Kolesterol adalah lemak sterol yang ditemukan pada membran sel dan

disirkulasikan dalam plasma darah. Sterol adalah molekul yang besar dan cukup

rumit yang terdiri dari cincin atom karbon yang saling berhubungan dengan rantai

samping dari karbon, hidrogen dan oksigen yang terikat (Sizer dan Ellie, 2008).

Kolesterol berfungsi sebagai prekursor pembentuk asam empedu,

membentuk dinding sel, membantu sel syaraf dalam menjalankan fungsinya dan

merupakan prekursor utama beberapa jenis hormon yaitu, progesteron,

glukokortikod serta mineralkortikoid (Hames dan Hooper, 2005). Sintesis kolesterol

di dalam tubuh dilakukan di hati, korteks adrenal, kulit testis, lambung, otot,

jaringan adiposa serta otak. Kolesterol dapat diproduksi di dalam tubuh sehingga

kolesterol bukanlah senyawa penting yang harus ditambahkan dalam tubuh.

17

Kolesterol dapat disintesis secara de novo oleh asetil koenzim A di hati

melalui beberapa tahapan atau diperoleh melalui makanan. Secara garis besar dapat

dikatakan bahwa asetil koenzim A diubah menjadi isopentenil piroposfat dan

dimetalil pirofospat melalui beberapa reaksi yang melibatkan beberapa enzim.

Selanjutnya isopentenil pirofosfat dan dimetalil pirofosfat bereaksi membentuk

kolesterol. Pembentukkan kolesterol ini juga berlangsung melalui beberapa reaksi

yang membentuk senyawa-senyawa antara, yaitu geranil pirofosfat, squalen dan

lanosterol (Poedjiadi dan Supriyanti, 2012).

Menurut Pilliang dan Djojosoebagio (1990), kadar kolesterol plasma naik

jika mengkonsumsi ransum yang tinggi kadar kolesterolnya, akibatnya dapat terjadi

penyumbatan saluran empedu. Dengan demikian, kadar kolesterol normal

mempunyai banyak manfaat, akan tetapi akan menjadi masalah jika kadarnya

berlebih.

Kolesterol dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan sejumlah steroid

penting seperti asam folat, hormon-hormon adrenal korteks, estrogen, androgen dan

progesteron serta cairan empedu. Kolesterol di dalam tubuh terutama diperoleh dari

hasil sintesis di dalam hati. Jumlah yang disintesis tergantung pada kebutuhan

tubuh dan jumlah yang diperoleh dari makanan seperti karbohidrat, protein atau

lemak (Almatsier, 2002). Lemak yang tinggi dalam pakan akan mengakibatkan

terjadinya kenaikan kadar Low density lipoprotein (LDL) dalam darah yang

merupakan lipoprotein yang kaya akan kolesterol (Muhajir, 2002), hal ini

menyebabkan peningkatan kolesterol dalam darah (Hasanuddin et al., 2013).

18

Kolesterol diangkut oleh darah dalam bentuk terikat dalam lipoprotein

plasma. Jenis lipoprotein menurut Guyton dan Hall (2006) meliputi:

1. Very low density lipoprotein (VLDL), yang mengandung trigliserida

konsentrasi tinggi serta konsentrasi moderat fospolipid dan kolesterol.

2. Intermediate-density lipoprotein (IDL), yang VLDL mengandung

trigliserida telah dihilangkan sehingga konsentrasi kolesterol dan fosfolipid

meningkat.

3. Low-density lipoprotein (LDL), yang berasal dari IDL oleh penghilangan

hampir semua trigliserida, meninggalkan konsentrasi tinggi terutama

kolesterol dan konsentrasi cukup tinggi fosfolipid

4. High- density lipoprotein (HDL), yang mengandung protein konsentrasi

tinggi (sekitar 50 persen), tetapi konsentrasi yang jauh lebih kecil dari

kolesterol dan fosfolipid.

19

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2016. Penelitian secara

in vivo (pemeliharaan) dilakukan di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin, pemeriksaan hematologis di Laboratorium

Fisiologi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin dan analisis

kolesterol darah dilakukan di Instalasi Patologi Balai Besar Laboratorium

Kesehatan Makassar.

Materi Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik umur satu hari (Day

Old Duck, DOD) sebanyak 64 ekor yang didatangkan dari penetasan rakyat di

Kabupaten Sidenreng Rappang dengan jenis kelamin campuran (unsexed), tepung

kunyit, air minum dan vita stres. Pakan yang digunakan terdiri dari jagung kuning,

pollard, bungkil kedelai, Meat and Bone Meal (MBM), dedak, grit, lysin dan

methionin. Bahan–bahan pendukung lainnya yaitu: antikoagulan EDTA (Etylene

Diamine Tetraacetic Acid), larutan Hayem, wax, alkohol 70%, HCl 0,1 N, aquades,

reagen kolesterol, label, kertas saring, cover glass dan kapas.

Kandang yang digunakan adalah kandang terbuka (opened house) berdinding

bambu. Perlengkapan lain yang digunakan adalah tempat pakan, tempat minum,

lampu pijar, timbangan pakan, timbangan analitik, baskom, pisau, oven, blender

atau mesin penggiling, termo-higrometer, kertas koran, tabung vakum, spoit steril 5

20

ml, tabung Sahli, haemacytometer, centrifuge, mikrocentrifuge, mikrohematokrit,

microcapillary hematocrit reader, mikroskop dan spektrofotometer.

Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan (setiap ulangan terdiri atas

4 ekor itik sebagai sub-ulangan). Perlakuan yang diterapkan adalah 4 level

pemberian tepung kunyit yang berbeda pada pakan:

K0: Pakan basal + 0 % tepung kunyit (kontrol)

K1: Pakan basal + 0,5 % tepung kunyit (5 g/1 kg pakan)

K2: Pakan basal + 1 % tepung kunyit (10 g/1 kg pakan)

K3: Pakan basal + 2 % tepung kunyit (20 g/1 kg pakan)

Prosedur Penelitian

Persiapan Kandang

Persiapan kandang dilakukan sebelum DOD datang. Kandang yang

digunakan adalah kandang terbuka berdinding bambu. Di dalam kandang, dibuat

petak untuk unit percobaan menggunakan sekat bambu dengan ukuran panjang 120

cm, lebar 80 cm, dan tinggi 70 cm dan ditempatkan secara berjejer. Setiap petak

unit percobaan diberi nomor perlakuan dan ulangan. Persiapan lain yang dilakukan

yaitu melakukan desinfeksi kandang, pemasangan alat pemanas dengan

menggunakan lampu pijar 40 watt, tempat makan dan air minum disiapkan dan

dibersihkan sebelum digunakan, alas kandang menggunakan litter dari serbuk

gergaji.

21

Penyusunan Pakan Basal Penelitian

Pakan basal yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tepung (mash).

Bahan-bahan penyusun pakan basal terdiri dari jagung kuning, pollard, bungkil

kedelai, Meat and Bone Meal (MBM), dedak, grit, lysin dan methionin. Susunan

komposisi dan kandungan nutrisi pakan basal penelitian disusun berdasarkan

rekomendasi SNI (2008) terlihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Komposisi Pakan Basal PenelitianJenis Pakan Komposisi (%)

Jagung kuning 40,00Pollard 10,00Bungkil kedelai 15,00MBM 9,00Dedak 25,00Grit 0,40Lysin 0,30Methionin 0,30Total 100,00

Tabel 4. Kandungan Nutrisi Pakan Basal PenelitianKandungan Nutrisi Komposisi (%)Air 12,21Protein Kasar 19,57Lemak Kasar 11,90Serat Kasar 7,42Abu 8,06BETN 53,05Berdasarkan hasil analisisproksimat di Laboratorium Kimia Pakan, Fakultas Peternaakan,Universitas Hasanuddin

Pembuatan Tepung Kunyit

Kunyit yang digunakan dalam penelitian ini dibeli di pasar tradisional yang

ada di Kota Makassar. Tidak ada informasi mengenai kandungan nutrisi dan umur

panen rimpang kunyit yang dibeli. Pembuatan tepung kunyit dilakukan dengan cara

mencuci rimpang kunyit dengan bersih menggunakan air mengalir sampai bekas

tanah yang melekat hilang. Selanjutnya diiris tipis-tipis lalu disebar dalam oven tray

22

(kotak berisi talang) pada suhu udara panas sekitar 55-60oC. Sumber panas berasal

dari 3 buah lampu pijar 40 watt yang digantung sekitar 40 cm di atasnya dan

dilengkapi dengan kipas angin untuk menyebarkan panas. Proses pengeringan

berlanjut sekitar 20-24 jam untuk memastikan konsistensinya telah siap digiling

dalam bentuk tepung.

Tahap Pemeliharaan

Itik ditempatkan pada kandang percobaan dan pengacakan dilakukan pada

setiap unit penelitian untuk mengisi masing-masing satu petak kandang, setiap petak

diisi 4 ekor itik. Perlakuan pemberian tepung kunyit dilakukan melalui pakan yang

dimulai pada hari ke-1 hingga akhir pemeliharaan (hari ke-70) sesuai dengan level

pemberian tepung kunyit. Pada 15 hari pertama, setiap petak percobaan dipasangi

lampu pijar dengan ketinggian 30 cm di atas permukaan litter yang befungsi sebagai

pemanas pengganti indukan. Sumber cahaya berasal dari lampu neon yang

ditempatkan pada bagian atas kandang setinggi 2 m dengan lama pencahayaan 24

jam. Pada malam hari, sisi kandang dipasangi dengan tirai untuk menghindarkan

itik dari kondisi dingin dan angin.

Pakan diberikan dua kali dalam sehari (pagi dan sore) yang diberi sesuai

dengan kebutuhan hariannya (everyday basic) dengan menimbang jumlah

pemberian sesuai dengan Tabel 4. Rata-rata konsumsi pakan setiap perlakuan itik

yang dipelihara selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 9. Air minum

berasal dari sumur yang bersih dan diberikan secara tidak terbatas dua kali sehari

(ad libitum). Selain itu, selama pemeliharaan suhu dan kelembaban minimum dan

maksimum lingkungan dicatat setiap harinya.

23

Tabel 5. Jumlah Pemberian Pakan Berdasarkan Umur Pemeliharaan.Umur (hari) Jumlah pakan yang diberi (g/ekor/hari)

1 – 7 158 – 14 4115 – 21 5322 – 28 7929 – 35 10836 – 42 10843 – 49 12550 – 56 12557 – 63 14364 – 70 150

Pengambilan Sampel Darah

Pada akhir pemeliharaan (hari ke-70) dilakukan pengambilan sampel darah

sebanyak 16 ekor itik yang diambil dari 1 ekor itik dari masing-masing unit

perlakuan (4 perlakuan x 4 ulangan x 1 ekor = 16 ekor) melalui vena brachialis

dengan menggunakan spoit steril yang ditampung dalam dua jenis tabung vakum

yang berbeda; tabung vakum EDTA untuk koleksi sampel pemeriksaan hematologis

dan tabung vakum non additif untuk koleksi sampel kolesterol darah. Tabung-

tabung berisi sampel darah untuk pemeriksaan hematologis diperiksa di

laboratorium sedangkan sampel darah yang ditampung untuk kolesterol

disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm untuk memisahkan

antara plasma dan serum darah. Serum darah dimasukkan ke dalam tabung kecil

dan dibawa ke laboratorium untuk analisis kadar kolesterol darah.

Parameter yang Diukur

Jumlah Eritrosit

Jumlah eritrosit dihitung menggunakan count chamber method (metode

kamar hitung) (Sonjaya, 2015). Pengambilan darah dari tabung menggunakan pipet

24

eritrosit (pipet sel darah merah) dengan bantuan alat pengisap (aspirator) sampai

batas angka 0,5. Ujung pipet dibersihkan dengan tisu. Larutan pengencer Hayem

diisap sampai tanda 101 yang tertera pada pipet eritrosit, kemudian pipa aspirator

dilepaskan. Kedua ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan

kanan, kemudian isi pipet dikocok dengan membentuk gerakan angka 8, dan cairan

yang tidak ikut terkocok dibuang. Setetes cairan dimasukkan kedalam kamar hitung

dan biarkan butir-butir dalam kamar hitung mengendap. Butir darah merah dihitung

dengan mikroskop pada pembesaran 40 kali. Perhitungan dilakukan pada 5 buah

kotak, eritrosit yang terletak dan menyinggung garis batas sebelah kiri dan atas

dihitung, sedangkan pada garis batas kanan dan bawah tidak dihitung. Hasil

perhitungan dikalaikan dengan 10000 (mm3)

Kadar hemoglobin

Kadar hemoglobin diukur menggunakan metode Sahli. Tabung Sahli

dihitung dengan larutan HCl 0,1 N sampai angka 10. Darah dihisap sampai batas

mm (0,02 ml) dengan pipet Sahli dan aspirator. Darah dimasukkan ke dalam tabung

Sahli dan diletakkan di antara kedua bagian standar warna dalam alat

hemoglobinometer, kemudian dibiarkan selama 5-10 menit sampai terbentuk asam

hematin berwarna coklat. Ditambahkan setetes demi setetes aquadestilata dengan

pipet sambil diaduk, warna larutan darah sama dengan warna standar. Perhitungan

kadar hemoglobin dilakukan dengan membaca tinggi permukaan cairan pada tabung

Sahli dengan melihat skala g% yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per

100 ml darah (Sonjaya, 2015).

25

Hematokrit

Nilai hematokrit dihitung menggunakan metode mikrohematokrit yang

merujuk pada metode Sonjaya (2015). Sampel darah dimasukkan ke dalam pipa

mikrohematokrit dan ujung pipa disumbat dengan wax. Pipa mikrohematokrit di

masukkan ke dalam microcentrifuge dan disentrifugasi dengan kecepatan 2500-

4000 rpm selama ±15 menit. Persentase hematokrit dibaca dengan menggunakan

alat baca hematokrit (microcapillary hematocrit reader).

Indeks Eritrosit

Menurut Sastradipradja et al. (1989) nilai Mean Cospuscular Volume (MCV),

Mean Cospuscular Hemoglobin (MCH) dan mean Cospuscular Hemoglobin

Concentration (MCHC) dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

Kolesterol Darah

Pengukuran kadar kolestrol total darah dilakukan dengan menggunakan

metode Enzimatik CHOD-PAP (Cholesterol Oxidase- Para Amino Antipyrine)

dengan cara sebagai berikut:

serum darah dipipet dengan pipet mikro sebanyak 10 µl dimasukkan dalam tabung

reaksi. Kemudian ditambahkan larutan pereaksi kolesterol (QCA = Quimica Clinica

Aplicada) sebanyak 1000 µl lalu dicampur dengan menggunakan vortex, dan

dibiarkan selama 20 menit pada suhu kamar. Serapan diukur pada panjang

26

gelombang 500 nm terhadap blanko. Sebagai blanko digunakan pereaksi kolestrol

1000 µl dan aquadest 10 µl. Untuk larutan standar dipipet 10 µl larutan standar

kolesterol, dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan laruran

pereaksi kolesterol (reagen) sebanyak 1000 µl. Larutan didiamkan selama 20 menit

pada suhu kamar. Serapan diukur pada panjang gelombang 500 nm.

Kadar kolestrol total dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dimana : C = kadar kolestrol (mg/dl)

A = serapan

C st = kadar kolestrol standar (200 mg/dl)

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan sidik ragam sesuai

Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gasperz, 1991) dengan model matematika

sebagai berikut:

Yij = μ + τi + єj

i = 1, 2, 3, 4j = 1, 2, 3, 4

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan dari peubah pada penggunaan tepung kunyit ke-i

dengan ulangan ke-j

μ = Rata-rata pengamatan

τi = Pengaruh perlakuan tepung kunyit ke-i

єj = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Apabila perlakuan nyata terhadap parameter yang diukur maka dilanjutkan

dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Gaspersz, 1991).

27

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Eritrosit

Jumlah eritrosit itik lokal yang disuplementasi tepung kunyit dalam

pakannya dapat dilihat pada Gambar 1.

Keterangan : K0 (pakan basal+0% tepung kunyit), K1 (pakan basal+0,5% tepung kunyit), K2 (pakanbasal+1% tepung kunyit), K3 (pakan basal+2% tepung kunyit)a, bSuperskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,05)

Gambar 1. Jumlah Eritrosit Itik Lokal yang Diberi Kunyit dalam Pakan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, perlakuan berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap jumlah eritrosit itik lokal yang dipelihara. Hasil uji Duncan

memperlihatkan pengaruh suplementasi tepung kunyit dengan level 0, 5%, 1% dan

2% dalam pakan adalah sama, tetapi ketiga perlakuan suplementasi berbeda dengan

jumlah eritrosit itik kontrol. Pada penelitian ini terlihat bahwa jumlah eritrosit itik

lokal mengalami peningkatan dengan suplementasi tepung kunyit dalam pakan

dibandingkan dengan kontrol. Kondisi ini dapat dihubungkan dengan kandungan

mikromineral zat besi (Fe) pada kunyit yang merupakan aktivator hormon

28

eritropoetin dalam proses sintesis eritrosit (erithropoesis). Menurut Praseno (2005),

imbangan rasio Fe tertentu dalam pakan mampu meningkatkan jumlah eritrosit.

Tidak adanya perbedaan antara ketiga itik yang disuplementasi tepung kunyit dalam

pakannya sama dengan penelitian oleh Al-Sultan (2004) yang juga memperlihatkan

tidak adanya perbedaan jumlah eritrosit itik lokal dengan suplementasi tepung

kunyit 0,5% dan 1% tetapi terjadi peningkatan dibandingkan yang tanpa

suplementasi. Selain itu, pengaruh suplementasi tepung kunyit terhadap jumlah

eritrosit dapat disebabkan oleh umur itik seperti pada laporan Nova dan Yellita

(2015) bahwa itik lokal umur 7 minggu, suplementasi tepung kunyit 0,2%, 0,4%

dan 0,6% semakin meningkatkan jumlah eritrosit dibandingkan tanpa suplementasi

sejalan bertambahnya level tepung kunyit. Akan tetapi, pada itik lokal umur 11

minggu, peningkatan jumlah eritrosit hanya terjadi pada level suplementasi 0,6%.

Sesuai dalam penelitian ini, itik yang dipelihara umur 70 hari (10 minggu) memiliki

jumlah eritrosit yang lebih tinggi dengan suplementasi tepung kunyit 0,5% ke atas.

Diduga bahwa ketika itik lokal yang berumur di atas 10 minggu, level suplementasi

tepung kunyit yang dibutuhkan untuk sintesis eritrosit juga semakin tinggi.

Hasil hitung eritrosit pada Gambar 2 berbeda dengan Tabel 2, di mana

dalam penelitian ini didapatkan jumlah eritrosit yang lebih tinggi akan tetapi tidak

jauh berbeda dengan yang dilaporkan Ali et al. (2013) bahwa eritrosit itik Magelang

3,14x106/mm3, itik Mojosari 3,08x106/mm3 dan itik Tegal 2,96x106/mm3. Menurut

Sturkie (1976), perbedaan jumlah eritrosit ini dapat dipengaruhi oleh umur, ras,

pakan, kondisi tubuh, sistem pemeliharaan dan keadaan geografis. Tingginya

jumlah eritrosit dalam penelitian dapat disebabkan oleh suhu lingkungan dan

29

kelembaban yang tinggi selama penelitian (Lampiran 10). Pada saat suhu

kelembaban lingkungan yang tinggi, aktivitas penyerapan oksigen oleh eritrosit

meningkat. Pada keadaan ini, tubuh ternak akan mengompensasi perubahan

kekurangan oksigen dengan meningkatkan jumlah eritrosit. Sesuai dengan pendapat

Schalm (2010) yang menyatakan bahwa ketika kondisi oksigen di dalam darah

rendah, maka tubuh terangsang untuk meningkatkan produksi eritrosit. Sejalan

dengan penelitian Kusnadi dan Rachmat (2010) yang memperlihatkan suplementasi

tepung kunyit mampu meningkatan sintesis eritrosit ayam broiler yang mengalami

cekaman panas.

Selain itu, suhu lingkungan yang tinggi mampu meningkatkan produksi

radikal bebas dan semakin diperparah dengan kelembaban udara yang tinggi dalam

kandang. Zat aktif kurkumin pada kunyit memiliki aktivitas antioksidan

(Chattopadhyay et al., 2004) delapan kali lebih kuat dibandingkan vitamin C dan E

dalam menghambat radikal bebas berupa peroksidasi lipid (Nisar et al., 2015).

Aktivitas antioksidan dari kurkumin ini akan mencegah lisisnya eritrosit dan

melindungi sel dari efek berbahaya yang disebabkan oleh radikal bebas. Penelitian

yang dilaporkan Purwatmoko et al. (2013), pemberian vitamin E dan vitamin C atau

kombinasi antara vitamin E dan C pada pakan itik Manila tidak berbeda nyata

terhadap kontrol dengan kisaran jumlah eritrosit 3,28-3,55x106/mm3 dan kontrol

2,61x106/mm3.

Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin itik lokal yang disuplementasi tepung kunyit dalam

pakannya dapat dilihat pada Gambar 2.

30

Keterangan : K0 (pakan basal+0% tepung kunyit), K1 (pakan basal+0,5% tepung kunyit), K2 (pakanbasal+1% tepung kunyit), K3 (pakan basal+2% tepung kunyit)a, b,c Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

Gambar 2. Kadar Hemoglobin Itik Lokal yang Diberi Tepung Kunyit dalam Pakan

Berdasarkan analisis sidik ragam, perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05)

terhadap kadar hemoglobin darah itik lokal yang dipelihara. Uji lanjut Duncan

memperlihatkan bahwa semakin bertambahnya level pemberian tepung kunyit

dalam pakan, semakin meningkatnya pula kadar hemoglobin yang diperoleh

walaupun kadar hemoglobin itik dengan pemberian tepung kunyit dengan level

0,5% tidak berbeda menunjukkan perbedaan dengan kontrol. Dapat dikatakan

bahwa pemberian tepung kunyit dengan level 0,5% belum mampu meningkatkan

kadar hemoglobin itik yang dipelihara tetapi mulai terjadi peningkatan pada level 1

dan 2%. Hal ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Emadi et al. (2007) yang

memperlihatkan suplementasi tepung kunyit dengan level 0,5% telah mampu

meningkatkan nilai hemoglobin dari kontrol, tetapi level 0,75% tidak berbeda

dengan kontrol pada broiler. Penelitian lain oleh Sethy et al. (2016) bahwa

suplementasi tepung kunyit 0,5% dan 1% secara konsisten meningkatkan kadar

31

hemoglobin broiler. Adanya perbedaan hasil yang didapatkan pada penelitian ini

mungkin disebabkan oleh broiler yang lebih responsif dalam pembentukan

hemoglobin dibandingkan dengan ternak itik, sehingga suplementasi tepung kunyit

pada level 0,5% belum terlihat pada itik dan baru mulai terjadi peningkatan yang

sangat nyata dibandingkan kontrol pada level 2%.

Kadar hemoglobin yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 10,60-12,45

g/dl yang tidak jauh berbeda dengan kadar hemoglobin pada Tabel 2. Semakin

tinggi level tepung kunyit yang diberikan, semakin tinggi pula kadar hemoglobin

yang dimiliki oleh itik lokal. Hal ini mungkin dikarenakan peningkatan absorpsi zat

besi dan protein pada unggas yang disuplementasi kunyit (Kumari et al., 2007) yang

merupakan penyusun hemoglobin itu sendiri. Semakin tinggi kadar hemoglobin,

maka semakin besar kemungkinan sel darah merah dapat mengikat dan

mentransportasikan oksigen yang lebih banyak, sehingga kebutuhan oksigen setiap

jaringan dan sel dapat tercukupi. Jumlah eritrosit berkorelasi positif dengan

hemoglobin, apabila eritrosit mengalami peningkatan maka kadar hemoglobin juga

mengalami peningkatan (Schalm, 20virde0). Sintesa hemoglobin terjadi pada awal

pembentukan eritrosit, apabila proses pembentukan eritrosit mengalami gangguan

maka sintesa hemoglobin juga akan terganggu. Hemoglobin diproduski dan

menempati eritrosit sehingga peningkatan jumlah eritrosit akan meningkatkan kadar

hemoglobin yang terkandung.

Aktivitas antioksidan pada kurkumin bertindak sebagai scavenger

(pebangkai) reactive oxygen species (ROS) yang dapat melindungi hemoglobin dari

oksidasi (Chattopadhyay et al., 2004). Reaksi oksidasi dapat merusak hemoglobin,

32

enzim (terutama kelompok sulfihidril) dan lipid membran yang mengakibatkan

terjadinya pemendekan masa umur eritrosit (Meyer dan Harvey, 2004). Antioksidan

dapat menghambat radikal bebas pada saat oksidan akan merubah hemoglobin

menjadi met hemoglobin (met Hb) yang akhirnya mengalami denaturasi di dalam

sel eritrosit yang dikenal dengan badan Heinz yang dapat menyebabkan penurunan

kadar hemoglobin. Masa umur eritrosit yang memendek akan membuat sintesis

hemoglobin juga berkurang.

Nilai Hematokrit

Nilai hematokrit itik lokal yang disuplementasi tepung kunyit dalam

pakannya dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan : K0 (pakan basal+0% tepung kunyit), K1 (pakan basal+0,5% tepung kunyit), K2 (pakanbasal+1% tepung kunyit), K3 (pakan basal+2% tepung kunyit)

Gambar 3. Nilai Hematokrit Itik Lokal yang Diberi Tepung Kunyit dalam Pakan

Pada Gambar 3, nilai hematokrit yang diperoleh dalam penelitian ini

berkisar antara 38,5-40,25% yang berada di atas nilai hematokrit jika merujuk pada

Tabel 2, tetapi tidak jauh berbeda oleh nilai hematokrit dalam penelitian Isroli (2003)

33

yaitu 39,2%, Dalai et al. (2015) yaitu 39,94-42,64% dan Ali et al. (2013) yaitu 40-

41,7% sehingga nilai hematokrit masih dikatakan dalam kategori normal. Analisis

sidik ragam menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap nilai

hematokrit itik lokal yang dipelihara. Itik yang digunakan dalam penelitian ini

memiliki umur yang sama sehingga kondisi fisilologis salah satunya hematokrit

relatif sama. Selain itu, kemungkinan secara genetik dan umur itik dapat

mempengaruhi nilai hematokrit dikarenakan oleh ukuran eritrosit dan jumlah

eritrosit mempengaruhi nilai hematokrit (Ismoyowati et al., 2006)

Penelitian Nova dan yellita (2015) dengan level suplementasi 0,2%, 0,4%

dan 0,6% tepung kunyit tidak memberikan pengaruh terhadap nilai hematokrit itik

lokal umur 7 dan 11 minggu. Selain itu, penelitian pada broiler oleh Emadi et al.

(2007) dengan level suplementasi tepung kunyit 0,25%, 0,5% dan 0,75%, Naderi et

al. (2014) dengan suplementasi tepung kunyit 0,25% dan 0,75%, Sethy et al. (2016)

dengan suplementasi tepung kunyit 0,5% dan 1% dan Baghban et al. (2016) dengan

suplementasi tepung kunyit 0,5% tidak memberikan perbedaaan pengaruh terhadap

hematokrit kontrol.

Nilai hematokrit adalah suatu hasil pengukuran persentase eritrosit dalam

darah sehingga tingginya nilai hematokrit yang diperoleh disebabkan oleh jumlah

eritrosit (Gambar 1) yang tinggi pula dalam penelitian ini. Eritrosit merupakan sel

terbesar yang terdapat dalam darah sehingga nilai hematokrit sangat bergantung

pada jumlah eritrosit (Virden et al., 2008). Peningkatan atau penurunan nilai

hematokrit dalam darah akan berdampak terhadap viskositas (kekentalan) darah.

Hematokrit yang tinggi akan meningkatkan viskositas darah sehingga

34

memperlambat aliran darah dalam pembuluh darah dan mempercepat kinerja

jantung (Cunningham, 2002). Menurut Rosmalawati (2008), nilai hematokrit dapat

mengalami perubahan akibat peningkatan air plasma (hemodilution) atau penurunan

air plasma (hemoconcentration) tanpa mempengaruhi jumlah sel sepenuhnya.

Indeks Eritrosit

Hubungan antara jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit

(indeks eritrosit) pada itik lokal yang disuplementasi tepung kunyit dalam pakannya

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Indeks Eritrosit Itik Lokal yang Diberi Tepung Kunyit dalam PakanPerlakuan MCV (fl) MCH (pg) MCHC (%)

K0 123,94 ± 15,15 34,13 ± 3,24 27,62a ± 1,58K1 111,90 ± 4,18 30,48 ± 0,85 27,53a ± 0,47K2 110,17 ± 10,98 31,90 ± 2,25 29,09ab± 2,44K3 106,55 ± 2,68 34,08 ± 2,63 31,96b ± 1,77

Keterangan : K0 (pakan basal+0% tepung kunyit), K1 (pakan basal+0,5% tepung kunyit), K2 (pakanbasal+1% tepung kunyit), K3 (pakan basal+2% tepung kunyit),MCV: Mean Corpuscular Volume (femtoliter), MHC: Mean Corpuscular Haemoglobin(pikogram), MCHC:Mean Corpuscular Haemoglobin Concentrationa, b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata(P<0,05)

MCV merupakan ukuran atau volume rata-rata eritrosit yang terkandung di

dalam darah. MCV jika terjadi anemia digunakan untuk mengetahui jenis anemia

berdasarkan ukurannya. Nilai MCV pada penelitian ini cenderung mengalami

penurunan sejalan dengan suplementasi tepung kunyit dalam pakan meskipun

analisis ragam diketahui bahwa perlakuan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap nilai

MCV itik lokal. Keadaan ini mengindikasikan bahwa suplementasi tepung kunyit

tidak mengubah ukuran rata-rata eritrosit, sehingga tidak memicu perubahan pada

nilai hematokrit. Nilai MCV dalam penelitian ini berkisar 106,55-123,94 fl yang

berada di bawah nilai MCV jika merujuk Tabel 2 yaitu 156,11-160,40 fl. Nilai

35

MCV atau ukuran eritrosit yang mengecil mengakibatkan nilai hematokrit (Gambar

3) setiap perlakuan tidak berpengaruh walaupun jumlah eritrosit dan kadar

hemoglobin yang mengalami peningkatan. Hal ini membuat pada saat pemeriksaan

hematokrit dengan menggunakan pipa kapiler bagian padatan (hematokrit) akan

menunjukkan angka yang tidak terlalu berbeda satu sama lain setiap perlakuannya

di saat pembacaan.

MCH merupakan rata-rata massa hemoglobin yang terkandung di dalam sel

darah. Jika terjadi anemia, MCH digunakan untuk mengetahui jenis anemia

berdasarkan massa (berat) hemoglobin di dalam eritrosit. Analisis sidik ragam

menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap nilai MCH itik

lokal. Kondisi ini menandakan suplementasi tepung kunyit tidak mengubah rata-

rata massa hemoglobin. Nilai MCH dalam penelitian ini berkisar 30,48-34,12 pg

yang berada di bawah nilai MCH pada Tabel 2 yaitu 51,23-51,65 pg tetapi tidak

jauh berbeda dengan Nilai MCH yang dilaporkan Fitrohdin et al. (2014) bahwa nilai

MCH itik Magelang, itik Mojosari dan itik Tegal secara berturut-turut yaitu 25,8 pg,

31,7 pg dan 35,6 pg.

MCHC merupakan konsentrasi hemoglobin rata-rata tiap sel darah. Analisis

sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung kunyit dalam pakan

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai MCHC itik lokal. Nilai MCHC itik lokal

pada penelitian ini berkisar 27,53-31,96%. Uji lanjut Duncan memperlihatkan

bahwa nilai MCHC itik kontrol, disuplementasi 0,5 dan 1% tepung kunyit adalah

sama, perlakuan dengan suplementasi 1 dan 2% adalah sama, tetapi dengan

perlakuan dengan suplementasi 2% berbeda dengan kontrol dan disuplementasi

36

0,5% tepung kunyit. Semakin meningkatnya level suplementasi tepung kunyit

semakin meningkatkan nilai MCHC mendekati kisaran normal sesuai dengan Tabel

2 yaitu 32,19-32,82%. Nilai MCHC dalam penelitian ini yang semakin mengalami

peningkatan sejalan dengan level suplementasi tepung kunyit, sehingga

mengakibatkan kadar hemoglobin pada Gambar 2 juga mengalami peningkatan.

Dengan demikian, eritrosit memiliki kemampuan mengikat oksigen dan

menyalurkannya ke seluruh tubuh sehingga stimulir metabolisme pada ternak itik

yang dipelihara semakin baik.

Kadar Kolesterol

Kadar kolesterol itik lokal yang disuplementasi tepung kunyit dalam

pakannya dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan : K0 (pakan basal+0% tepung kunyit), K1 (pakan basal+0,5% tepung kunyit), K2 (pakanbasal+1% tepung kunyit), K3 (pakan basal+2% tepung kunyit)

Gambar 4. Kadar Kolesterol Itik Lokal yang Diberi Tepung Kunyit dalam Pakan

Hasil penelitian menunjukkan suplementasi tepung kunyit 0,5%, 1% dan 2%

dalam penelitian ini berkisar antara 147,4-153,4 mg/dl sedangkan itik tanpa

37

suplementasi tepung kunyit 160,9 mg/dl. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya

kecenderungan penurunan kadar kolesterol darah pada itik yang disuplementasi

tepung kunyit meskipun analisis sidik ragam tidak menujukkan pengaruh (P>0,05)

terhadap kadar kolesterol. Hal ini dapat disebabkan oleh kadar kolesterol darah pada

ternak tidak hanya disintesis oleh tubuh tetapi juga dapat berasal dari pakan yang

dikonsumsinya. Pada penelitian ini, konsumsi pakan (Lampiran 9) setiap perlakuan

tidak berbeda satu sama lainnya sehingga kadar kolesterol yang diperoleh juga tidak

berpengaruh. Kadar kolesterol itik yang dipelihara pada penelitian ini masih berada

dalam kisaran normal. Menurut Fuller (1997), standar normal kadar kolesterol darah

itik berkisar antara 125-200 mg/dl.

Penurunan kolesterol darah itik lokal dari kontrol pada penelitian ini masing-

masing 4,7%, 6,6% dan 8,4% dengan level suplementasi tepung kunyit 0,5%, 1%

dan 2% dalam pakan. Penurunan kadar kolesterol yang belum berarti dalam

penelitian ini diduga berkaitan dengan umur itik yang masih muda (umur 10

minggu). Itik yang masih muda belum terlalu rensponsif terhadap mekanisme

hipokolesterolemia dengan induksi tepung kunyit. Penelitian Rahardja et al. (2015)

menggunakan ayam ras petelur tua (umur 80 minggu) memperlihatkan penurunan

kadar kolesterol dari kontrol sebesar 16%, 24% dan 25% pada ayam petelur yang

disuplementasi tepung kunyit masing-masing 1%, 2% dan 4% dalam pakan. Selain

itu, penelitian Malekizadeh et al. (2012) juga terjadi penurunan kadar kolesterol

darah ayam petelur secara nyata dengan level suplementasi tepung kunyit 1% dan

3% tetapi tidak terjadi pengaruh pada broiler yang dilaporkan Sethy et al. (2016)

dengan suplementasi tepung kunyit 0,5%, dan 1%,.

38

Tepung kunyit yang mengandung flavonoid dapat bertindak sebagai

fitoestrogen yang memiliki aktivitas seperti estrogen, meningkatkan fungsi dan

aktivitas hepatosit, kemudian meningkatkan sintesis vitellogenin selama periode

bertelur. Vitellogenin adalah prekursor protein kuning telur, disintesis di sel

parenkim hati dalam menanggapi estrogen yang mengandung sekitar 20% lemak,

terutama fospolipid, trigliserida, lipoprotein dan kolesterol yang dikemas dalam

bentuk VLDL dan VLDL ini memiliki setengah ukuran VLDL normal dan

permukaannya mengikat poliprotein (Steven, 2004). Penelitian Saraswati et al.

(2013) pada puyuh petelur juga menunjukkan bahwa suplementasi tepung kunyit

meningkatkan fungsi hati dengan demikian sintesis vitellogenin oleh sel-sel hati

sebagai prekursor untuk deposisi kuning telur dalam perkembangan folikel yang

disekresikan kedalam darah. Dengan jumlah folikel yang berkembang lebih besar,

kolesterol dan lemak akan berkurang (Rahardja et al., 2015).

Homeostasis kolesterol tubuh adalah keseimbangan yang sangat diatur dari

penyerapan di usus, de novo sintesis, penghapusan kolesterol darah, pembersihan

empedu dan ekskresi. Kunyit yang mengandung kurkumin dapat menekan ekspresi

gen protein Niemann-Pick C1-like 1 (NPC1L1) sehingga menghambat absorpsi

kolesterol (Feng et al., 2010). Protein NPC1L1 berperan penting dalam absorpsi

kolesterol pada permukaan membran plasma pada sel-sel usus untuk masuk ke

darah sehingga ketika absorpsi kolesterol oleh usus dihambat maka kadar kolesterol

pada darah menurun. Selain itu, kurkumin meningkatkan laju metabolisme

kolesterol melalui konversi kolesterol menjadi asam empedu di hati, kemudian

meningkatkan sekresi feses, konversi ini akan ditingkatkan dalam rangka mengisi

39

hilangnya asam empedu (Arafa, 2005; Rahardja et al., 2015). Suplementasi tepung

kunyit yang mengandung kurkumin meningkatkan cholesterol 7α-hidroksilase

(CYP7A1) yang merupakan enzim hati yang memediasi penurunan kadar kolesterol

darah melalui stimulasi konversi kolesterol menjadi asam empedu (Feng et al., 2010;

Kim dan Kim 2010). Konversi kolesterol menjadi asam empedu pada hati

merupakan jalur utama dalam mengeliminasi kolesterol tubuh. Penelitian Kim dan

Kim (2010) juga memperlihatkan bahwa tikus yang diinduksi kurkumin pada

makanannya meningkatkan pengeluaran total kolesterol melalui feses sehingga

kolesterol pada darah mengalami penurunan.

Hubungan level pemberian tepung kunyit terhadap penurunan kadar

kolesterol itik lokal disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Hubungan Level Tepung Kunyit Terhadap Kadar Kolesterol Darah ItikLokal

Hubungan ini mengikuti persamaan regresi sebagai berikut: Y = 158,47-

6,271x ---- R2 = 0,1075. Di mana x adalah level tepung kunyit (%) dan Y adalah

kadar kolesterol (mg/dl). Konstanta sebesar 158,47 menyatakan bahwa jika tidak

40

ada penambahan tepung kunyit maka kadar kolesterol sebesar 158,47 mg/dl

sedangkan koefisien regresi x sebesar -6,271 menyatakan bahwa setiap suplementasi

1% tepung kunyit dalam pakan, maka kadar kolesterol menurun sebesar 6,271

mg/dl. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,1075 atau 10,75%, sedangkan

sisanya sebesar 89,25% artinya terdapat variabel lain yang berpengaruh.

41

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Suplementasi tepung kunyit (Curcuma longa) dalam pakan meningkatkan

jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin, tetapi tidak memberikan pengaruh

terhadap nilai hematokrit. Kondisi ini terkait dengan meningkatnya konsentrasi

hemoglobin per butir sel darah (MCHC), tetapi rata-rata ukuran eritrosit (MCV)

dan rata-rata massa hemoglobin per butir sel darah (MCH) tidak terpengaruh.

2. Suplementasi tepung kunyit (Curcuma longa) sampai level 2% dalam pakan

tidak berpengaruh terhadap kadar kolesterol darah.

Saran

Penelitian selanjutnya perlu dilakukan pada ternak itik yang telah masa

puncak produksi dan dikaitkan dengan mekanisme enzimatis pada hati.

42

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L., M. Hatta dan S. Purwanti. 2009. Penggunaan ramuan herbal untukmeningkatkan produktifitas dan kualitas broiler. 1. Analisis zat bioaktif danuji aktifitas antibakteri ramuan herbal dalam menghambat bakteri grampositif dan gram negatif. Pengembangan Sistem Produksi dan PemanfaatanSumber Daya Lokal untuk Kemandirian Pangan Asal Ternak. ProsidingSeminar Nasional Peternakan Berkelanjutan. Fakultas Peternakan UniversitasPadjajaran, Jatinangor, 21-22 September 2009. Hal. 60-75.

Ali, A. S., Ismoyowati dan D. Indrasanti. 2013. Jumlah eritrosit, kadar hemoglobindan hematokrit pada berbagai jenis itik lokal terhadap penambahan probiotikdalam ransum. J. Ilmiah Peternakan, 1(3):1001-1013

Alia, B. H., H. Marrif, S. A. Noureldayemc, A. O. Bakheitd and G. Blunden. 2006.Biological properties of curcumin: A review. NPC Natural ProductCommunications, 1:509-521.

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Al-Sultan, S. I. 2003. The effect of Curcuma longa (turmeric) on overallperformance of broiler chickens. Int. J. Poult. Sci., 2(5):351-353.

Al-Sultan, S. I. and A. A. Gameel. 2004. Histopathological changes in the livers ofbroiler chicken supplemented with turmeric (Curcuma longa). Int. J. Poult.Sci., 3: 333-336.

Arafa, H. M. 2005. Curcumin attenuates diet-induced hypercolestrolemia in rats.Med. Sci. Monit., 11:228-234.

Baghban, K. P., M. Daneshyar and R. Najafi. 2016. Effects of cinnamon(Cinnamomun zeylanicumi) and turmeric (Curcuma longa) powders onperfomance, enzyme activity, and blood parameters of broiler chickensunderheat stress. Poult. Sci. J., 4(1):47-53.

Chattopadhyay, I., K. Biswas, U. Bandyopadhyay and R. K. Banerjee. 2004.Turmeric and curcumin: Biological actions and medical applications (review).Curr. Sci., 87(1):44-53.

Cunningham, J. G. 2002. Texbook of Veterinary Physiology. Saunders Company,USA

Dalai, M., S. Puspamitra, A. Bhattacherjee, D. Acharya, G. Acharya and P. K.Mohanty. 2015. Comparative haematology of Anas platyrhynchos(Anseriformes) and Coturnix coturnix japonica (Galliformes). J. Entomol.Zool. Stud., 3(5):50-53.

43

Deshpande, S. S., V. S. Lalitha, A. D. Ingle, A. S. Raste, S. G. Gadre and G. B.Maru. 1998. Subchronic oral toxicity of turmeric and ethanolic turmericextract in female mice and rats. Toxicol. Lett., 95:183-193.

Ditjenakkeswan (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan). 2016.Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2016. Kementerian PertanianRepublik Indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan,Jakarta.

Dono, N. D. 2012. Nutritional strategies to improve enteric health and growthperformance of poultry in the post antibiotic era. PhD Thesis. University ofGlasgow, Scotland.

Durrani, F. R., M. Ismail, A. Sultan, S. M. Suhail, N. Chand and Z. Durrani. 2006.Effect of different levels of feed added turmeric (Curcuma longa) on theperformance of broiler chicks. J. Agric. Bio. Sci., 1(2):9-11.

Emadi, M., H. Kermanshahi and E. Maroufyan. 2007. Effect of varying levels ofturmeric rhizome powder on some blood parameters of broiler chickens fedcorn-soybean meal based diets. Int. J. poult. Sci., 6(5): 345-348.

Feng, D., L. Ohlsson, D. Rui-Dong. 2010. Curcumin inhibits cholesterol uptake inCaco-2cells by down-regulation of NPC1L1 expression. Lipids in Health andDisease, 9:40-45.

Fitrohdin, A., M. Samsi dan D. Indrasanti. 2014. Indeks eritrosit pada itik betinaTegal, Mojosari dan Magelang yang pakannya di suplementasi probiotikdengan level yang berbeda. J. Ilmiah Peternakan, 2(1):42-51.

Frandson, R. D., W. L. Wike and A. D. Fails. 2009. Anatomy and Physiology ofFarm Animals. 7th Ed. Wiley-Blackell, Ames, Lowa.

Fuller, R. 1997. Probiotics 2. Aplication and Practical Aspects. 1st ed. Chapman andHall, London.

Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-20. Penerbit EGC,Jakarta.

Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico, Bandung.

Gemede, H. F. and N. Ratta. 2014. Antinutritional factors in plant foods: Potentialhealth benefits and adverse effects. Int. J. Nutr. Food Sci., 3(4):284-289.

Guyton, A. C. and J. E. Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th Ed.Elsevier Saunders, Philadelpia.

44

Hames, D. and N. Hooper. 2005. Biochemistry. 3rd edition. Taylor and FrancisGroup, New York.

Hasanuddin, S., V. D. Yunianto dan Tristiarti. 2013. Profil lemak darah pada ayambroiler yang diberi pakan step down protein dengan penambahan air perasanjeruk nipis sebagai acidifier. JITP, 3(1):13-17

Ikpeama, Ahamefula, Onwunka, G. I. Nwankwo and Chibuzo. 2014. Nutritionalcomposition of turmeric (Curcuma longa) and its antimicrobial properties. Int.J. Sci. Eng. Res., 5(10): 1085-1089

Ismoyowati, T. Yuwanta, J. H. P. Sidadolog dan S. Keman. 2006. Performansreproduksi itik Tegal berdasarkan status hematologis. Anim. Prod., 8(2):88-93.

Isroli. 2003. Jumlah eritrosit, kadar hematokrit dan hemoglobin pada itik Tegalperiode layer akibat penambahan tepung ampas tahu dalam ransum. Skripsi.Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang.

Jalaludeen, A. and R. R. Churchil. 2006. Duck egss and their nutritive value.Poultry Line, 35-39

Kandarkar, S. V., S. S. Sawant, A. D. Ingle, S. S. Deshpande and G. B. Maru. 1998.Subchronic oral hepatotoxicity of turmeric in mice-histopathological andultrastructural studies. Indian J. Experimental Bio., 36:675-679.

Kim, M. and Y. Kim. 2010. Hypocholesterolemic effects of curcumin via up-regulation of cholesterol 7a-hydroxylase in rats fed a high fat diet. Nutr. Res.Pract., 4(3):191-195.

Kumari, P., M. K. Gupta, R. Ranjan, K. K. Singh and R. Yadava. 2007. Curcumalonga as feed additive in broiler birds and its pathophysiological effects.Indian J. Exp. Biol., 45: 272-277.

Kusnadi, E dan A. Rachmat. 2010. Pengaruh suplementasi tepung kunyit (Curcumadomestica Val) terhadap perubahan beberapa komponen darah danpertumbuhan ayam broiler yang mengalami cekaman panas. Pros. SeminarNasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor.hlm. 760-765.

Lal, J. 2012. Turmeric, curcumin and our Life: a review. Bull. Environ. Pharmacol.Life Sci. 1 (7) : 11 – 17.

Luthra, P. M., R. Singh and R. Chandra. 2001. Therapeutic uses of Curcumic longa(turmeric). Indian J. Clinic. Biochem., 16:153-160

45

Malekizadeh, M., M. M. Moelini and Sh. Ghazi. 2012. The effect of different levelsof ginger (Zingeber officinale) and turmeric (Curcuma longa Linn) rhizomespowder on some blood metabolites and production performancecharacteristics of laying hens. J. Agr. Sci. Tech., 14:127-134

Meyer, D. J and J. W. Harvey. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretationand Diagnosis. 3rd ed. Saunders. USA

Muhajir. 2002. Turunkan kolesterol ayam kampung dengan lysin. Poultry Indonesia.Ed. September. 68-69.

Naderi, M., M. R. Akbari, E. Asadi-Khoshoei, K. Khaksar and F. Khajali. 2014.Effects of dietary of turmeric (Curcuma longa) and cinnamon (Cinnamonverum) powders on performance, organs relative weight and some immunesystem parameters in broiler chickens. Poult. Sci. J. 2(2):153-163.

Nisar, T., M. Iqbal and A. Raza. 2015. Turmeric: a promising spice forphytochemical and antimicrobial activities. American-Eurasian J. Agric.Environ. Sci., 15(7):1278-1288

Nova, T. D. and Y. Yellita. 2015. Effect of turmeric powder (Curcuma domesticaVal) in feed, on the blood of local duck. J. Chem. Pharm. Res., 7(9):205-221.

Osawa, T., Y. Sugiyama, M. Inayoshi and S. Kawakishi. 1995. Antioxidativeactivity of tetrahydrocurcuminoids. Biosci. Biotech. Biochem., 59:1609-1612.

Pilliang, W. G. dan Djojosoebagio. 1990. Fisiologi Nutrisi. Volume I Depdikbud.Dikti PAU Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Poedjiadi, A dan F. M. T. Supriyanti. 2012. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.

Praseno, K. 2005. Respon eritrosit terhadap perlakuan mikromineral Cu, Fe, dan Znpada ayam (Gallus gallus domesticus). J. Indonesian Trop. Anim. Agric., 30(3):179-185.

Prasetyo, I. H. 2006. Strategi dan peluang pegembangan pembibitan ternak itik.Wartazoa, 16(3):109-115.

Prasetyo, I. H., P. P. Ketaren, dan P. S. Hardjosmoro. 2006. Pekembangan teknologibudidaya itik di Indonesia. Lokakarya Unggas Air II. Balai Penelitian Ternak,Bogor. Hal 145 – 161.

Purba, M., P. Ketaren. 2011. Konsumsi dan konversi pakan itik lokal jantan umurdelapan minggu dengan penambahan santoquin dan vitamin E dalam pakan.JITV, 16(4): 280-287

46

Purwatmoko, B., N. Iriyanti dan D. Indrasanti. 2013. Suplementasi vitamin C dan Epada pakan itik Manila terhadap jumlah sel darah merah dan kadarhemoglobin. J. Ilmiah Peternakan, 1(3):889-896

Putra, S. H. J., T. R. Saraswati and S. Irdadiyanto. 2015. Profile triglyceridesjapanese quail (Coturnix coturnix japonica) after giving turmeric (Curcumalonga) powder. Int. J. Sci. Eng., 8(1):65-68

Radwan, N., R. A. Hassan, E. M. Qota and H. M. Fayek. 2008. Effect of naturalantioxidant on oxidative stability of eggs and productive and reproductiveperformance of laying hens. Int. J. Poult. Sci. 7:134-150.

Rahardja, D. P., M. R. Hakim and V. S. Lestari. 2015. Egg production of old layinghen fed dietary turmeric powder. Int. J. Bio. Biomol. Agric. Food Biotech.Eng., 9(7):712-716.

Rahardjo, M dan O. Rostiana. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika.Sirkuler No. 11.

Randa, S. Y. 2007. Bau daging dan performa itik akibat pengaruh perbedaan galurdan jenis lemak serta kombinasi komposisi antioksidan (vitamin A, C dan E)dalam pakan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor,Bogor.

Reece, W. O. 2005. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals. 3rded. Baltimore, Maryland USA: Lipincott Williams & Wilkins.

Rosmalawati, N. 2008. Pengaruh penggunaan tepung daun sembung (Blumeabalsamifera) dalam ransum terhadap profil darah ayam broiler periodefinisher. Skripsi. Instititut Pertanian Bogor, Bogor.

Samosir, B. J. 1993. Ilmu Beternak Itik. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Sastradipradja D., S. H. S. Sikar, R. Wijayakusuma, T. Ungerer, A. Maad, H.Nasution, R. Suriawinata, dan R. Hamzah. 1989. Penuntun PraktikumFisiologi Veteriner. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut PertanianBogor. Bogor.

Scanes, C.G., G. Brat and M. E. Ensminger, 2004. Poultry Science. 4th EditionPrentince Hall, New Jersey.

Schalm. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. 6th Ed. Editor: Douglas, J., K.Weiss, W. Jane. Blackwell Publishing Ltd, Oxford.

47

Sethy, K., P. Swain, K. Behera, S. M. Nayak, S. R. Barik, P. Patro and P. Meher.2016. Effect of turmeric (Curcuma longa) supplementation on growth andblood chemistry of broilers. Explor. Anim. Med. Res., 6(1):75-79.

Sizer, F. and W. Ellie. 2008. Nutrition Concepts and Controversies. 11th edition.Thomson Wasworth, USA.

SNI (Standar Nasional Indonesia). 2008. Pakan Meri (Duck Starter). SNI 01-3908-2006. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Sonjaya, H. 2012. Dasar Fisiologi Ternak. IPB Press, Bogor.

Sonjaya, H. 2015. Penuntun Praktikum Dasar Fisiologi Ternak. Fakultas peternakan.Universitas Hasanuddin, Makassar.

Srigandono, B. 1997. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Steven, L. 2004. Avian Biochemistry and Molecular Biology. CambridgeUniversity Press, United Kingdom.

Sturkie, P. D. 1976. Blood physical characteristic, formed, element, hemoglobin andcoagulation. In: Avian Physiology. 3th Ed. Springerverlag, New York.

Sugiyama, Y., S. Kawakishi and T. Osawa. 1996. Involvement of the beta-diketonemoiety in the antioxidative mechanism of tetrahydrocurcumin. Biochem.Pharm., 52:519-525.

Susanti, T. dan L. H. Prasetyo. 2007. Panduan Karakterisasi Ternak Itik. PusatPenelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Virden, W. S., M. S. Lilburn, J. P. Thaxton, A. Corzo, D. Hoehler and M. T. Kidd.2007. The effect of corticosterone-induced stress on amino acid digestibilityin Ross broilers. Poult. Sci., 86:338-342.

WHO (World Health Organization) 1987. Principles for the safety assessment offood additives and contaminants in food. World Health Organization (WHO),International Programme on Chemical Safety (IPCS), in cooperation with theJoint WHO/FAO Expert Committee on Food Additives (JECFA), Geneva,Switzerland. World Health Organization No. 70.

Wijaya, V. G., Ismoyowati dan D. M. Saleh. 2013. Kajian kolesterol dan trigliseridadarah berbagai jenis itik lokal yang pakannya disuplementasi denganprebiotik. J. Ilmiah Petnernakan, 1(2): 661-668.

48

Lampiran 1. Hasil Analisis Ragam Jumlah Eritrosit Itik Lokal yang Diberi TepungKunyit (Curcuma longa) dalam Pakan

Analisis Sidik Ragam

Descriptive StatisticsDependent Variable: Jumlah Eritrosit

Perlakuan Mean Std. Deviation NK0 3.1200 .19950 4K1 3.4950 .07506 4K2 3.6550 .05066 4K3 3.6625 .17462 4Total 3.4831 .25953 16

Tests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: Jumlah Eritrosit

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.Corrected Model .775a 3 .258 13.163 .000Intercept 194.115 1 194.115 9892.238 .000Perlakuan .775 3 .258 13.163 .000Error .235 12 .020Total 195.125 16Corrected Total 1.010 15a. R Squared = .767 (Adjusted R Squared = .709)

Uji Duncan

Jumlah Eritrosit

Perlakuan NSubset

1 2

Duncana,b

K0 4 3.1200K1 4 3.4950K2 4 3.6550K3 4 3.6625Sig. 1.000 .133

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on observed means.The error term is Mean Square (Error) = .020.a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

49

Lampiran 2. Hasil Analisis Ragam Kadar Hemoglobin Itik Lokal yang DiberiTepung Kunyit (Curcuma longa) dalam Pakan

Analisis Sidik Ragam

Descriptive StatisticsDependent Variable: Kadar Hemoglobin

Perlakuan Mean Std. Deviation NK0 10.6000 .43205 4K1 10.6500 .19149 4K2 11.6500 .66081 4K3 12.4500 .52599 4Total 11.3375 .90250 16

Tests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: Kadar Hemoglobin

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.Corrected Model 9.407a 3 3.136 13.391 .000Intercept 2056.622 1 2056.622 8782.730 .000Perlakuan 9.407 3 3.136 13.391 .000Error 2.810 12 .234Total 2068.840 16Corrected Total 12.217 15a. R Squared = .770 (Adjusted R Squared = .713)

Uji Duncan

Kadar Hemoglobin

Perlakuan NSubset

1 2 3Duncana,b,c K0 4 10.6000

K1 4 10.6500K2 4 11.6500K3 4 12.4500Sig. .886 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on observed means.The error term is Mean Square (Error) = .234.a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

50

Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Nilai Hematokrit Itik Lokal yang DiberiTepung Kunyit (Curcuma longa) dalam Pakan

Analisis Ragam

Descriptive StatisticsDependent Variable: Nilai Hematokrit

Perlakuan Mean Std. Deviation NK0 38.5000 3.31662 4K1 39.0000 1.00000 3K2 40.2500 3.86221 4K3 39.0000 1.41421 4Total 39.2000 2.56905 15

Tests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: Nilai Hematokrit

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.Corrected Model 6.650a 3 2.217 .284 .836Intercept 22680.519 1 22680.519 2909.454 .000Perlakuan 6.650 3 2.217 .284 .836Error 85.750 11 7.795Total 23142.000 15Corrected Total 92.400 14a. R Squared = .072 (Adjusted R Squared = -.181)

51

Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Nilai MCV Itik Lokal yang Diberi TepungKunyit (Curcuma longa) dalam Pakan

Analisis RagamDescriptive Statistics

Dependent Variable: Nilai MCVPerlakuan Mean Std. Deviation N

K0 123.9432 15.15146 4K1 111.9060 4.18204 3K2 110.1650 10.97874 4K3 106.5467 2.68189 4Total 113.2225 11.29933 15

Tests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: Nilai MCV

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.Corrected Model 680.593a 3 226.864 2.255 .139Intercept 189056.731 1 189056.731 1878.858 .000Perlakuan 680.593 3 226.864 2.255 .139Error 1106.855 11 100.623Total 194077.579 15Corrected Total 1787.449 14

a. R Squared = .381 (Adjusted R Squared = .212)

52

Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Nilai MCH Itik Lokal yang Diberi TepungKunyit (Curcuma longa) dalam Pakan

Analisis Ragam

Descriptive StatisticsDependent Variable: Nilai MCH

Perlakuan Mean Std. Deviation NK0 34.1260 3.24418 4K1 30.4825 .84786 4K2 31.8962 2.24611 4K3 34.0758 2.62618 4Total 32.6451 2.67664 16

Tests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: Nilai MCH

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.Corrected Model 37.910a 3 12.637 2.180 .143Intercept 17051.267 1 17051.267 2941.724 .000Perlakuan 37.910 3 12.637 2.180 .143Error 69.556 12 5.796Total 17158.733 16Corrected Total 107.466 15a. R Squared = .353 (Adjusted R Squared = .191)

53

Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Nilai MCHC Itik Lokal yang Diberi TepungKunyit (Curcuma longa) dalam Pakan

Analisi Sidik Ragam

Descriptive StatisticsDependent Variable: Nilai MCHC

Perlakuan Mean Std. Deviation NK0 27.6238 1.58268 4K1 27.5290 .46924 3K2 29.0910 2.44372 4K3 31.9547 1.76505 4Total 29.1510 2.44800 15

Tests of Between-Subjects EffectsDependent Variable:Nilai MCHC

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.Corrected Model 48.681a 3 16.227 5.069 .019Intercept 12463.469 1 12463.469 3893.000 .000Perlakuan 48.681 3 16.227 5.069 .019Error 35.217 11 3.202Total 12830.610 15Corrected Total 83.898 14a. R Squared = .580 (Adjusted R Squared = .466)

Uji Duncan

Nilai MCHC

PerlakuanN

Subset1 2

Duncana,b K1 3 27.5290K0 4 27.6238K2 4 29.0910 29.0910K3 4 31.9547Sig. .282 .052

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on observed means.The error term is Mean Square (Error) = 3.202.a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.692.

54

Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Kolesterol Darah Itik Lokal yangDiberi Tepung Kunyit (Curcuma longa) dalam Pakan

Analisis Sidik Ragam

Descriptive StatisticsDependent Variable: Kadar Kolesterol Darah

Perlakuan Mean Std. Deviation NK0 160.8750 6.06925 4K1 153.4250 7.72717 4K2 150.2750 13.30924 4K3 147.3750 25.66650 4Total 152.9875 14.61141 16

Tests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: Kadar Kolesterol Darah

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.Corrected Model 405.047a 3 135.016 .579 .640Intercept 374482.803 1 374482.803 1606.447 .000Perlakuan 405.047 3 135.016 .579 .640Error 2797.350 12 233.113Total 377685.200 16Corrected Total 3202.397 15a. R Squared = .126 (Adjusted R Squared = -.092)

55

Lampiran 8. Hasil Analisis Regresi Tepung Kunyit (x) Terhadap Kadar KolesterolDarah Itik Lokal (Y)

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered Variables Removed Method1 Xa . Entera. All requested variables entered.b. Dependent Variable: Y

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate1 .328a .107 .044 14.28849a. Predictors: (Constant), X

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.1 Regression 344.145 1 344.145 1.686 .215a

Residual 2858.253 14 204.161Total 3202.398 15

a. Predictors: (Constant), Xb. Dependent Variable: Y

Coefficientsa

ModelUnstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) 158.475 5.534 28.637 .000

X -6.271 4.830 -.328 -1.298 .215a. Dependent Variable: Y

56

Lampiran 9. Konsumsi Pakan Setiap Perlakuan Selama Penelitian (Umur 1-70hari)

Perlakuan Konsumsi Pakan (g/ekor)

K0 5842,13 ± 400,39

K1 5728,29 ± 299,58

K2 6168,93 ± 205,08

K3 6159,17 ± 272,38Keterangan : K0 (pakan basal), K1 (pakan basal+0,5% tepung kunyit), K2 (pakan basal+1% tepung

kunyit), K3 (pakan basal+2% tepung kunyit)

57

Lampiran 10. Rataan Suhu dan Kelembaban Harian Selama Penelitian

Mingguke- Waktu Suhu (oC) Kelembaban (%)

Minimum Maksimum Minimum Maksimum

1. Malam 27,1 30,5 77,0 91,0Siang 28,2 34,6 63,7 88,1

2. Malam 26,1 29,9 80,0 92,3Siang 26,7 31,8 67,7 91,6

3. Malam 26,0 29,3 78,7 92,3Siang 27,2 31,4 68,0 88,3

4. Malam 25,4 29,6 79,0 92,4Siang 25,9 32,2 64,9 90,9

5. Malam 25,8 30,0 81,7 91,3Siang 27,0 33,2 69,7 89,7

6. Malam 25,7 28,9 79,4 87,7Siang 26,6 32,6 67,6 86,6

7. Malam 25,0 31,1 73,9 88,3Siang 26,0 32,7 64,4 86,4

8. Malam 24,0 30,0 75,3 88,1Siang 25,0 32,8 57,0 82,1

9. Malam 25,3 29,6 80,7 92,6Siang 26,4 31,6 67,7 88,9

10. Malam 25,2 29,0 77,6 90,1Siang 26,6 31,0 69,3 85,6

Rata-Rata Malam 25,6 29,8 78,3 90,6Siang 26,6 32,4 66,0 87,8

58

Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian

Pemeliharaan Itik Pencampuran Tepung Kunyit denganPakan Basal

Pengambilan Sampel Darah Penghitungan Jumlah Eritrosit

Penghitungan Kadar Hematokrit Penghitungan Hematokrit

59

RIWAYAT HIDUP

Sukandi, lahir pada tanggal 27 Oktober 1994 di

Buludoang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Penulis adalah anak kelima dari tujuh bersaudara oleh

pasangan Bapak Yujiri dan Ibu Bungaduri. Jenjang

pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah

SD Inpres Buludoang No. 117, Kabupaten Jeneponto dan lulus pada tahun 2006.

Kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 2 Mangarabombang,

Kabupaten Takalar dan lulus pada tahun 2009. Setelah itu, penulis masuk ke

SMA Negeri 3 Takalar dan selesai pada tahun 2012. Setelah menyelesaikan SMA,

penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui Jalur Undangan

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Program

Studi Peternakan, Fakultas Petenakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Selama kuliah, penulis sempat aktif sebagai asisten laboratorium di Laboratorium

Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Penulis juga

pernah menjabat sebagai Wakil Sekretaris Umum di Himpunan Mahasiswa

Produksi Ternak Universitas Hasanuddin (HIMAPROTEK-UH) periode 2014-

2015. Kordinator Badan Penelitian dan Pengembangan di Senat Mahasiswa

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin (SEMA FAPET UH) periode 2015-

2016 dan Kordinator Divisi Penelitian di Forum Studi Ilmiah (FOSIL) periode

2015-2016 .