SOSIOLOGI UMUM

5
Hari/Tanggal : Senin/13 Mei 2013 Dosen : Ivanovich Agusta, Dr. Msi. Praktikum ke-10 Asisten Praktikum : Jeffry Setiawan (G24100070 ) SALURAN PEMERATAAN INFORMASI DI PEDESAAN: KORAN MASUK DESA ATAU JARINGAN KOMUNIKASI SOSIAL? Oleh: M. Alwi Dahlan Fathia Arifa Hasanah / I14120032 Surat kabar mulai mengembangkan sayapnya ke desa dengan Proyek Koran Masuk Desa (KMD). Rencana ini menarik karena 10 tahun belakangan berbagai sarana komunikasi telah diperkenalkan-baik berupa media massa, saluran kelembagaan atau sarana interpersonal. Di antaranya yang paling menonjol adalah televise yang dalam waktu singkat telah menyebar ke seluruh pelosok berkat SKSD Palapa dan pesawat TV umum. Radio, kaset dan rupa-rupa perangkat penyuluhan serta lembaga-lembaga baru juga tidak kalah pertumbuhannya. Demikian banyaknya saluran dan kesempatan komunikasi ke desa sehingga terdengar opini bahwa desa telah kebanjiran informasi. Muncul pula keluhan pamong desa soal waktu mereka yang tersita untuk berbagai program penerangan. Berbgai media memang memiliki kelebihannya sendiri sendiri namun berbagai pertanyaan tidak terelakkan. Mengapa masih perlu KMD? Apakah sarana yang tersedia masih belum cukup? Apa yang dapat dilakukan KMD untuk mengatasi kekurangan sarana lainnya? 1

description

Resume Artikel

Transcript of SOSIOLOGI UMUM

Page 1: SOSIOLOGI UMUM

Hari/Tanggal : Senin/13 Mei 2013 Dosen : Ivanovich Agusta, Dr. Msi.

Praktikum ke-10 Asisten Praktikum : Jeffry Setiawan

(G24100070)

SALURAN PEMERATAAN INFORMASI DI PEDESAAN:

KORAN MASUK DESA ATAU JARINGAN KOMUNIKASI SOSIAL?

Oleh: M. Alwi Dahlan

Fathia Arifa Hasanah / I14120032

Surat kabar mulai mengembangkan sayapnya ke desa dengan Proyek Koran Masuk Desa (KMD). Rencana ini menarik karena 10 tahun belakangan berbagai sarana komunikasi telah diperkenalkan-baik berupa media massa, saluran kelembagaan atau sarana interpersonal. Di antaranya yang paling menonjol adalah televise yang dalam waktu singkat telah menyebar ke seluruh pelosok berkat SKSD Palapa dan pesawat TV umum. Radio, kaset dan rupa-rupa perangkat penyuluhan serta lembaga-lembaga baru juga tidak kalah pertumbuhannya.

Demikian banyaknya saluran dan kesempatan komunikasi ke desa sehingga terdengar opini bahwa desa telah kebanjiran informasi. Muncul pula keluhan pamong desa soal waktu mereka yang tersita untuk berbagai program penerangan. Berbgai media memang memiliki kelebihannya sendiri sendiri namun berbagai pertanyaan tidak terelakkan. Mengapa masih perlu KMD? Apakah sarana yang tersedia masih belum cukup? Apa yang dapat dilakukan KMD untuk mengatasi kekurangan sarana lainnya?

Surat Keputusan Menteri Penerangan tentang proyek ini (No.203A/Kep/Menpen/79) menunjukan bahwa intinya tujuan KMD adalah meningkatkan gairah penerbit dan jangkauan pers untuk mencapai pedesaan. Implisit dalam hal ini terkandung tujuan menaikan oplah surat kabar-indikator pengukur modernisasi dan kemajuan sospol.

Rencana untuk tahun pertama KMD akan dilaksanakan di 13 propinsi dengan oplah 140.000 setiap terbit. Namun pada permulaan yang baru mencakup 7 provinsi saja sudah ada 20 penerbitan yang diikutkan dengan jumlah oplah mendekati 150.000 eksemplar. Diduga hal ini memang ditujukan sebagai usaha pemerataan berbagai segi, baik jurnalistik maupun industri penerbitan. Hal ini juga membuka banyak lowongan kerja bagi wartawan-wartawan terkait pertanian secara luas. Kebutuhan ini karena daya tarik suatu koran terletak pada berita local. Jadi, jelas terlihat tujuan dari KMD yang utama adalah pengembangan industri pers itu sendiri.

Cermati kasus ini, KMD tidaklah mungkin dibagikan gratis di pedesaan. Sebagian biaya KMD mungkin lebih mahal karena setiap KMD mempunyai daerah

1

Page 2: SOSIOLOGI UMUM

peredaran yang terbatas dan jumlah cetak yang rendah. Pemasukan dari iklan pun tidak dapat diharapkan. Ongkos distribusi juga mungkin lebih tinggi dari di kota. Dengan demikian harga KMD sampai di tempat tidak akan begitu murah menurut kantong desa.

Selain itu kendala kemampuan membaca yang sangat rendah. Hal ini bukan semata-mata permasalahan buta huruf karena tamatan sekolah pun tidak menjamin kemampuan dan kegemaran membaca koran. Sementara itu persaingan dengan media lain yang telah diperkenalkan pemerintah lebih dahulu yaitu televisi, radio dan kaset. Jika dihadapkan kepada pilihan antara media baca dengan televise atau radio, maka orang akan cenderung memilih media elektronik yang lebih mudah-apalagi kalau media mudah tersebut juga murah, bahkan gratis.

Berkaitan dengan ini pula terdapat masalah penyerapan informasi dari media. Kekurangan daya serap berpengaruh terhadap kebiasaan mencari informasi. Jangankan kebiasaan mencari informasi, dewasa ini malah terlihat kecenderungan menghindarkan informasi yang disajikan media mudah. Perhatikan bagaimana menipisnya penonton televisi umum di desa-desa apabila acara berita dan warta berita disiarkan.

Sasaran KMD tertuju kepada orang yang banyak-sedikitnya telah mempunyai kemampuan dasar, baik dalam arti kata ekonomi maupun dalam penyerapan informasi. Pembicaraan mengenai sasaran ini tentu tidak dapat dilepaskan dari pembangunan dimana tujuan komunikasi pembangunan (termasuk yang dilakukan KMD) adalah untuk mendorong pembangunan-bukan terutama yang dalam industri media melainkan justru yang di luarnya. Lebih jauh lagi komunikasi diharapkan menimnbulkan perubahan, menanamkan sikap dan mendorong inovasi. Tetapi mungkinkah koran mampu membawa perubahan?Berbagai penelitian membuktikan bahwa peran surat kabar hanya merupakan alat penunjang.

KMD sebenarnya sudah merupakan inovasi tersendiri yang dapat membawa perubahan ke masyarakat sasarannya di desa tetapi ia mengalami keterbatasan dalam fungsinya. Sebagai media modern KMD harus mendorong arus informasi, keterbukaan, dan partisipasi politik namun ia juga berada dalam latar tradisional yang sangat peka terhadap setiap hal yang ditulis. Ini dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan dalam masyarakat. Tampak pula sikap masyarakat serta pejabat setempat memengaruhi keberhasilan KMD di daerah tersebut. Tanpa keterbukaan KMD tidak dapat memperoleh dan menyajikan informasi yang relevan, sedang tanpa info itu KMD tidak akan mendapat minat yang cukup.

KMD melahirkan elit penguasa informasi. Terpusatnya peredaran KMD ke tangan segolongan masyarakat tidak mesti berarti tidak baik. Hal ini memang telah diperkirakan, mengingat pendekatan komunikasi di Indonesia bertolak dari model komunikasi dua langkah. Maksudnya adalah arus informasi mengalir dari media ke pemuka pendapat dan dari mereka itu ke bagian-bagian masyarakat yang kurang aktif. Peranan dan pengaruh media ternyata memang tergantung pada komunikasi interpersonal atau tatap muka dalam masyarakat. Seperti misalnya informasi dari luar seperti pemerintah dibawa terlebih dahulu pada pemuka-pemuka agama di daerah, dinilai, ditimbang apa implikasinya baru dibawa ke masyarakat umum.

2

Page 3: SOSIOLOGI UMUM

Dalam hal KMD pemuka pendapat dapat dianggap sebagai elite informasi, panutan yang akan meneruskan informasi ke khalayak. Meski demikian jika diperhatikan lagi terlihatlah bahwa sistem masyarakat Indonesia belum banyak berubah. Hal ini terlihat dari komunikasi dalam masyarakat kita, antara lain sebagai berikut: 1) Komunikasi interpersonal mempunyai jaringan tertentu yang sangat kuat karena ikatan-ikatan yang telah lama ada, kebiasaan-kebiasaan. 2)Komunikasi masyarakat Indonesia ditandai ciri-ciri sistem komunikasi feodal. 3)Pemuka-pemuka pendapat ini dianggap telah dikenali dan dapat diketahui dengan mudah dari fungsi mereka masing-masing dalam pranata informal di masyarakat. 4) Jaringan komunikasi yang ada dalam masyarakat dianggap telah dikenali. 5) Pemuka-pemuka pendapat tidak hanya yang memegang fungsi dalam pranata informal masyarakat tetapi juga pemimpin-pemimpin formal. 6) Pemuka pendapat di Indonesia dianggap polimorfik, yaitu serba tahu. 7) Pemuka pendapat pasti akan meneruskan pendapat yang diterimanya kepada pengikutnya, meskipun dengan perubahan-perubahan.

Namun asumsi di atas tidak selalu benar, sehingga pemerataan KMD menjadi terkesan sia-sia. Umpamanya pemuka pendapat atau elit tidak meneruskan informasi demi kepentingan tertentu. Sering terjadi kasus informasi berhenti hanya pada golongan ini, sedangkan mereka yang tergolong benar-benar miskin (seperti buruh tani) kelihatannya sangat jarang terjangkau. Bagaimanapun ada benarnya bahwa informasi adalah uang dan kekuasaan sehingga berakibat terdapat kecenderungan untuk menahan dan mempergunakan informasi yang bernilai tinggi untuk kepentingan sendiri.

Studi di pedesaan Sumatera Barat dan Jawa Tengah mengenai jaringan komunikasi sosial, yaitu: 1)Jaringan komunikasi sosial yang tumbuh dalam masyarakat sangat informal sifatnya. 2)Pemuka formal yang menjadi anggota dari suatu jaringan komunikasi social tidak dengan sendirinya memimpin jaringan itu. 3)pemuka pendapat dalam suatu jaringan komunikasi social ternyata tidak selalu dikenali dan diketahui. 4)Jaringan komunikasi sosial yang ada di suatu desa sangat banyak jumlahnya dan banyak yang saling berkaitan dan bertindihan karena setiap orang mungkin menjadi anggota dari beberapa jaringan komunikasi yang berbeda-beda. 5)Kepemukaan pendapat dalam jaringan komunikasi social di pedesaan ternyata bukan polimorfik tetapi umumnya monomorfik. 6) Jaringan komunikasi sosial dari golongan rakyat yang miskin(seperti petani penggara/buruh tani) lebih banyak berkaitan dengan petani pemilik dibanding dengan sesama petani penggarap.

Dari gambaran di atas tampak bahwa pemasukan informasi bagi elit tidak dapat dianggap sebagai pemerataan kepada rakyat banyak. Informasi yang sampai ke golongan ini mungkin diteruskan tapi belum tentu ke lapisan bawah. Sebagai akibatnya ketimpangan informasi antara elit dengan golongan-golongan yang lebih miskin informasi menjadi semakin besar dengan adanya KMD. Ketimpangan ini paling kentara pada golongan miskin struktural.Seseorang seperti ini pada ahirnya apabila ia menemukan akses seperti menemukan koran bekas pun dia mungkin tidak mampu mengenali serta menyerap informasi yang tersedia karena tidak mempunyai persiapan dan pendidikan untuk itu.

3