Sosiologi Hukum

23
Sosiologi hukum islam Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam BAB I PENDAHULUAN Kajian seputar isu-isu pembaharuan pemikiran Hukum Islam, atau yang lebih biasa disebut reaktualisasi hukum Islam, dalam beberapa dekade belakangan ini menempati posisi dominan. Spesifikasi kajian mengenai isu pembaharuan tersebut tidak saja menarik di kalangan para pemerhati, pakar di wilayah intern muslim itu sendiri, namun juga mengundang banyak peminat beberapa negara di luar Islam untuk melakukan kajian serupa. Gairah melakukan kajian sebagaimana di atas, pada satu sisi karena didorong oleh fakta lapangan yang senantiasa memimpikan munculnya corak pemikiran hukum islam yang adaptif-kompromistik, yaitu corak pemikiran hukum Islam yang mampu mengayomi seluruh dimensi kehidupan mereka. Sementara pada sisi yang lain, hukum Islam yang terelaborasi dalam beberapa kitab fiqh oleh para mujtahid pada masanya, kini ternyata dalam beberapa hal memerlukan proses dialektika kembali dengan sikon kulturalnya. Selain itu, mengingat beberapa materi hukum Islam sebagaimana yang terhampar di beberapa kitab fiqh, secara praksis sangatlah perlu dipertanyakan ulang mengenai kemungkinan dilaksanakannya dalam konteks kehidupan masa kini . 1

Transcript of Sosiologi Hukum

Page 1: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

BAB I

PENDAHULUAN

Kajian seputar isu-isu pembaharuan pemikiran Hukum Islam, atau yang

lebih biasa disebut reaktualisasi hukum Islam, dalam beberapa dekade belakangan

ini menempati posisi dominan. Spesifikasi kajian mengenai isu pembaharuan

tersebut tidak saja menarik di kalangan para pemerhati, pakar di wilayah  intern

muslim itu sendiri, namun juga mengundang banyak peminat beberapa negara di

luar Islam untuk melakukan kajian serupa.

Gairah melakukan kajian sebagaimana di atas, pada satu sisi karena

didorong oleh fakta lapangan yang senantiasa memimpikan munculnya corak

pemikiran hukum islam yang adaptif-kompromistik, yaitu corak pemikiran hukum

Islam yang mampu mengayomi seluruh dimensi kehidupan mereka. Sementara

pada sisi yang lain, hukum Islam yang terelaborasi dalam beberapa kitab fiqh oleh

para mujtahid pada masanya, kini ternyata dalam beberapa hal memerlukan proses

dialektika kembali dengan sikon kulturalnya. Selain itu, mengingat beberapa

materi hukum Islam sebagaimana yang terhampar di beberapa kitab fiqh, secara

praksis sangatlah perlu dipertanyakan ulang mengenai kemungkinan

dilaksanakannya dalam konteks kehidupan masa kini .

1

Page 2: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemikiran Hukum Islam

Satu-satunya konsep yang komperhenshif untuk menggambarkan islam

sebagai Suatu fungsi adalah konsep syari’ah atau syar,yang banyak aspek ,ia

sering di sebut-sebut sebagai hukum islam.mula-mula kata ini berarti jalan

menuju sumber air, dengan kata lain jalan menuju sumber pokok

kehidupan.Dalam pemakaianya yang bersifat religius kata ini berarti jalan

kehidupan yang baik. Lebih lanjut Rahman mengungkapkan bahwa hubungan

yang sangat erat dengan istilah tersebut (syari’ah) adalah kata al-diin, yang secara

harfiahnya berrarti suatu kepatuhan dan ketaatan seseorang.Kalau syari’ah adalah

penetuan atau sumber jalan kebenaran dengan subjeknya adalah tuhan, sementara

al-diin adalah tindakan untuk mengikuti jalan yang benar dengan subjek nya

adalah manusia.

Dari kacamata lain syari’ah di artikan sebagai keseluruhan pesan-pesan

agama yang di tentuka oleh allah, baik yang ada di dalam al-quran atau al-sunnah

terhadap orang islam-islam. Bedasarkan uraian di atas , syariah berarti mencakup

poko-pokok agama (ushul al-diin) yaitu semua yang berkaitan dengan allah, sifat-

sifat-nya, hari akhir, dan ilmu yang berbicara dengan tentang-nya. Namun dari

sudut pandang lain syari’ah di artikan dengan sangat sederhana, ia adalah

mencakup berbagai hukum allah swt yang berkaitan langsung dengan amal

keseharian kita. Dalam fungsinya seperti ini, kini ia lebih dikenal dengan sebutan

(fiqh) atau identik dengan (qanun).

Prof Hasbi As-Shidiqi hukum islam adalah: koleksi daya upaya para ahli

hukum untuk menetapkan syari’ah atas kebutuhan masyarakat. Ta’rif ini lebih

dekat kepada fiqh bukan syari’ah. Dengan demikian yang di maksud dengan

pemikiran hukum islam di atas adalah upaya para pakar hukum untuk melakukan

pemahaman-pemahan, pemikiran dan interprestasi terhadap ajaran universal

(syari’ah) yang masih suci, yang sesuai atas respon sosialnya.hasil penafsiran

hukum dari pemahaman ajaranlangit selanjutnya menjadi ajaran bumi, itulha yang

2

Page 3: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

di maksud dengan fiqh menurut penulis. Dengan demikian pemikiran hukum

islam adalah istilah lain dari term fiqh tersebut. Kesengajaan penulis menyertakan

kata pemikiran hukum islam dan bukan hukum islam, antara lain juga dalam

rangka mengantisipasi adanya kerancauan persepsi, sebagaimana yang di

persepsikan oleh beberapa pakar di atas.1

B. Memetakan Kembali Makna Syari’ah, Fiqh, Hukum Islam, Dan Agama

Ungkapan yang tepat untuk mewakili istilah hukum dalam islam hingga

kini belum di temukan istilah yang baku.Tidak jarang di antar umat islam sendiri

yang cenderung tumpang tindih dalam menggunakan keempat istilah di atas, yaitu

syari’ah, fiqh, agama dan kadang menggunakan istilah hukum islam. Penggunaan

istilah seperti ini bukan karna persoalan like and dislike, melainkan ada kaitan nya

dengan keterbatasan telaah keilmuan mereka asing-masing dalam memahami

dimensi ontologis, epistemologi, maupun aksiologis masing-masing terma

diatas.Dengan demikian saling tumpah tindih pemahaman di antar keempat istilah

tersebut selalu saja terjadi di antara mereka. Semuanya-baik syari’ah,fiqh,agama

ataupun hukum islam –dalam pandangan mereka di angap tidak ada perbedaan

pemahaman.

Namun demikian secara perlahan ,meski perbedaan sebutan itu di anggap

tidak memiliki perbedaan makna apa-apa bagi mereka, namun karena tuntutan

dinamisasi semangat hukum yang sangat pesat akhirnya kempat istilha hukum

tersebut masing—masing memiliki paradigmatik dan lingkup kajian yang

berbeda-beda. Kajian ini akan dimulai dari konsep syari’ah, fiqh, agama dan

hukum islam.

Secara harfiah , kata kerja syara’a memiliki pengertian “mengarahkan atau

membuka”Dalam pemakaian nya yang religius, ia memiliki arti “jalan kehidupan

yang baik”, yakni nilai-nilai agama yang di ungkapkan secara fungsional dan

dalam arti kongkrit,bermaksud untuk mengarahkan kehidupan manusia.dari

pemahaman terma di atas , agaknya syari’ah lebih memiliki kesepadanan dengan

agama (al-diin).Hanya saja syari’ah merupakan penentuan jalan yang subjeknya

1 Roibin, Sosiologi hukum islam telaah sosio-historis pemikiran imam syafi’i, uin-malang press 2008, hlm.15-18

3

Page 4: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

adalah tuhan sendiri, sedangkan agama( al-diin) adalah tindakan untuk mengikuti

jalan tersebut sedang subjek nya adalah manusia.

Dalam perkembangan selanjutnya ,syari’ah ternyata tidak jarang

diserupakan dengan fiqh. Padahal terma fiqh muncul jauh setelah syari’ah.Istilah

tersebut muncul pada awal pasca kehidupan rasulullah, yang bermula dari

pertanyaan , bagaimana memahami syari’ah tersebut? Dari pertanyaan ini lha

selanjutnya di kenal pada saat itu dua sumber atau metode untuk menjelaskan

pertanaan di atas adalah melaluia sumber tradisional yang telah diakui tingkat

otoritasnya( alquran dan sunah rasul) yang berfugsi sebagai dasar-

dasarnya.Namun karena sumber otoritas tersebut secara generatif belum secara

sistimatis dan terperinci mampu menjawab desakan-desakan kebutuhan yang terus

mengalami perkembangan, makan prinsip keuda yang berupa akal dan

pemahaman manusia juga tidak kalah pentingnya untuk di kedepankan. Prinsip

pertama di sebut “ilm” sedang prinsip kedua disebut “fiqh” yang bererti

pengertian atau pemahaman. Sejak inilah terma fiqh kemudian berkembang

sementara fiqh dalam periode ini tidak lebih dari ra’y atau pendapat pribadi.

Secara historis, fiqh atau pemahaman, semula lebih berarti sebagai suatu

proses di banding sebagai kempulan pengetahuan yang objektif, dengan

karakternya yang pribadi, bebas dan relatif. Namun, posisi fiqh menjadi tidak

dinamis lagi, ketika metodologi islam mengalami kemajuanya yang maksimal

(saling terjadi hubungan intens antara sunnah, ijtihad dan ijmak). Bermula dari

kenyataan itulah karakter fiqh telah mengalami perubahan radikal, yaitu terjadi

perubahan dari wujudnya sebagai sesuatu kegiatan pribadi, menjadi disiplin yang

terstruktur, lebih –lebih ia berubah menjadi kumpulan pengetahuan yang

dihasilkanya.

Pandangan terakhir ini nampaknya banyak yang bersesuaian dengan

perkembangan fiqh belakangan ini, yang mengatakan bahwa fiqh adalah “ ilmu

tentang hukum syara’ yang bersifat amaliyah yang di gali dan di temukan dari

dalil-dalil tafsili. Istilah hukum dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa hal-hal

yang berada di luar hukum seperti dzat dan sifat tuhan , maka tidaklha termasuk

dalam katagori fiqh.

4

Page 5: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Sementara itu, terma yang terakhir yang sering di gunakan oleh para pakar

hukum adala terma” Hukum Islam adalah tidak mungkin mengkaji secara tuntas

makna islam tampa mempelajari hukumnya, dalam hal ini adalah hukum islam.

Mengingat hukum islam hingga kini tetap meruapakan salah satu subjek penting

bagi mereka yang menekuni kajian islam. Demikian pula bagi mereka yang

mempelajari islam tidak ada subjek yang lebih penting dari hukum islam.

Sedemikian pentingnya posisi hukum islam bagi mereka yang menekuni

kajian tersebut. Namun demikian ia belum banyak diikuti dan di pahamioleh para

pengkaji dan pemerhati keislaman. Indikator ini bisa kita lihat bahwa masih

banyak nya umat islam yang mengaku dirinya sebagai pakar atau pemerhati dalam

bidang keislaman, namun ternyata masih gagap dan bingung ketika di ajukan satu

pertanyaan yang menyangkut hukum islam. Pertanyaan tersebut antara lain apa

yang di maksud dengan hukum islam ? Apakah identik dengan syari’ah atau lebih

dekat dengan fiqh atau terma lain yaitu agama? Benarkah secara teks , lafadz

hukum islamitu terdapat dalam alquran atau alhadits ? Jika tidak, mengapa

sebutan ini terus dibudayakan di tengah-tengah masyarakat islam ?

Wajar memang, jika umat islam menyebut hukum allah dengan istilah

syari’ah ,mengingat istilah tersebut muncul dalam al-quran sebanyak lima kali.

Demikian pula sebutan fiqh dan yang seakar dengan kata tersebut. Kurang lebih

ada 20 kali istilah tersebut muncul secara terpisah dalam al-quran ataupun al-

hadits. Lebih parah lagi, di beberapa literartur islam, istilah tersebut juga tidak di

temukan.

Menurut pandangan Taufiq, ketika hukum islam itu di sinonimka dengan

syari’ah maka ia berarti norma-norma hukum yang di wahyukan oleh allah yang

tertuang dalam al-quran dan al-hadits. Sedangka hukum islam ketika di

sinonimkan dengan fiqh, maka ia berarti norma-norma hukum hasil olahan dari al-

quran dan al-hadits oleh para ulama non pemerintah.

Sementara menurut pandangan prof.hasbi dalam memaknai hukum islam

adalah “koleksi daya upaya ahli hukum untuk mnerapkan syari’ah atas respon

5

Page 6: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

masyarakatnya”. Ta’rif ini sepertinya memandang hukum islam lebih dekat ke

dalam pemahaman fiqh di banding ke pemahan syari’ah.2

C. Dialektika Pemikiran Hukum Islam (Fiqh) Dan Kondisi Sosio-Kultural Yang

Melingkupinya

Pemikiran hukum islam telah berkembang sejak kurun waktu yang cukup

lama. Dalam islam perkembangan terlihat keragaman yang sangat tajam, baik

berkenaan yang bersifat teori-teori yang bersifat mendasar maupun berkenaan

aspek khusus yang bersifat parsial.keragaman di atas layak menjadi bukti bahwa

hukum islam dari generasi ke generasi ternyata telah mengalami perkembangan

dan perubahan yang cukup senter.

Dalam konteks hukum islam, setelah sekian lama umat islam terpola

dengan abad yang cenderung konsevatif, yang selalu adanya menolak perubahan-

perubahan dialektik, maka sejak abad modren para ahli hukum islam (fuqaha)

semakin menyadari bahwa perubahan baik yang melalui proses reformasi (islah)

maupun pembaharuan (tajdid) merupakan satu hal yang tidak bisa di tunda lagi.

Pada awalnya perubahan dai atas hanya menyangkup dua prinsip lapangan,yaitu

hukum perdagangan dan hukum pidana dan belum menyentuh pada ranah hukum

keluarga. Namun pada tahap kedua, yaitu setelah tahun 1915, perubahan hukum

mulai menyentuh pada wilayah keluarga.

Tidak selalu berlebihan jika para ahli hukum di atas memilik kesadaran

tiggi akan perlunya reaktualisasi hukum islam, karna tuntutan situasi dan kondisi.

Kesadaran serupa sebernanya telah di alami oleh beberapa generasi jauh sebelum

mereka. Kurang lebih abd ke 14 M/8 H, ibn khaldun, ibn qayyim dan beberapa

ulama ahli hukum islam berbangsa arab, telah melakukan kajian tuntas

menyangkut reaktuliasasi hukum islam tersebut.Belum lagi pada periode-periode

imam-imam mazhab yang tamoil beberapa abad lalu. Hal ini bisa kita lihat dalam

riwayat imam syafi’i yang mempunyai qaul qadim dan qaul jadid.puluhan bahkan

ratusan pendapat lamanya di rubah dan di ganti dengan pendapat barunya yang

lebih sesuai dengan lingkungan sosial barunya.3

2 Ibid. Hlm.30

6

Page 7: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Umar bin khatab dengan gelar al-faruq Beliau adalah seorang pendiri dari

pembina daulah islamiyah yang sangat cakap. Terkenal dengan keadilan dan

sikapnya yang sangat tegas dan pemberani. Islam ketika berada pada

kekhalifahanya merupakan negara yang sangat kuat pemerintahanya dan

pemeliharaan akan hak-hak rakyatnya. Pada masanya pula, perluasan negara islam

penuh dengan kemenangan di beberapa tempat itulah sebabnya di sana-sini

terjadi perubahan kebijakan, timbulnya kepentinga-kepentingan baru dan

perubahan adat kebiasaan lama. Maka tidaklah heran perubahan-perubahan di atas

berakibat puula pada perubahan hukum dan fatwa yang telah berjalan sejak masa

rasul dan khalifah Abu bakar al-Shiddiq. Tidak hanya itu perubahan-perubahan

penafsiran kontekstual pada masanya tidak jarang seakan telah keluar dari teks

asalnya. Di antar beberapa perubah yang di maksudkan anatar lain menyangkung

persoalan-persoalan berikut :

a. Masalah Penafsiran Mualaf

b. Masalah Penafsiran Ghanimah

c. Masalah Penafsiran Talak

d. Masalah Penafsiran Jual Beli Ummahatul Aulad

e. Masalah Penafsiran Hukuman Potong Tangan

f. Masalah Penafsiran Hukuman Terhadap Pezina yang Masih Gadis

D. Faktor Sosial Budaya Dan Pengaruhnya Terhadap Reformulasi Pemikiran

Hukum Islam

Gagasan tentang hak-hak asasi nampaknya secara kebetulan telah

mempertanyakan untuk apa hukum itu dibuat? Karena ia merupakan bentuk

kekangan terhadap kebebasan manusia, sementara kekangan tersebut meskipun

sedikit memerlukan adanya alasan/pembenaran yang kuat. mengatakan sedikitnya

ada 12 konsepsi hukum dan masing-masing punya arti yang berbeda-beda.

Diantara kedua belas konsepsi hukum tersebut ada yang mengatakan bahwa

3 Akh. Minhaji, “Reformasi Hukum Islam Dalam Perspektif Sejarah”, dalam

Muhammadiyah dan Reformasi (Yogyakarta, Majlis Pustaka, 1999) hlm 25.

7

Page 8: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

hukum adalah tradisi dari kebiasaan lama yang telah disepakati oleh para dewa,

karena dianggap ia sebagai penunjuk jalan manusia. Hukum juga diartikan sebagai

refleksi dari kebijakan/kepentingan dari penguasa. Di pihak lain hukum juga

dipahami sebagai kaidah-kaidah yang diturunkan oleh Tuhan untuk mengatur

kehidupan manusia.

Konsepsi hukum di atas, masing-masing mempunyai tekanan sendiri-

sendiri. Tekanan pertama didasarkan pada tradisi dari kebiasaan lama. Sementara

model kedua tekanan hukumnya tergantung kepada upaya-upaya

kepentingan/kebijakan dari penguasa. Sedangkan model yang terakhir semangat

hukumnya berseiringan dengan situasi dan kondisi perkembangan masyarakat.

Sepertinya hukum Islam yang diturunkan Allah melalui wahyunya, secara

substansi memiliki kedekatan dengan konsepsi yang terakhir. Dalam aplikasinya,

ia memiliki fungsi ganda. Pertama: fungsi “basyira”, yaitu fungsi penggembira,

pemotifasi dan pendorong. Dengan demikian pada langkah awal bias jadi manusia

merasakan kekangan-kekangan atas peringatan dan ikatan yang terdapat dalam

wahyu-Nya. Namun karena fungsi basyira, pada langkah berikutnya manusia akan

menyadari akan pentingnya peringatan-peringatan, ikatan-ikatan yang disertai

dengan berbagai ancaman Tuhan. Kesadaran ini muncul karena atas fungsi

basyira, sebagai fungsi penggembira, pemotifasi yang dibarengi dengan janji-janji

Tuhan.

Disanalah terjadi transaksional suatu hukum, yaitu antara hukum Tuhan

yang masih melangit dan kondisi riil dari komunitas manusia yang sangat

kompleks. Transaksi tersebut bukan berarti membuka kemungkinan untuk

melakukan perubahan-perubahan teks yang telah tersusun secara mutlak. Tetapi

transaksi itu bisa dilihat dari semangat teks wahyu yang sangat adaptif,

komunikatif, dialogis dan kompromistik terhadap tuntutan perkembangan sosial

budayanya. Hal demikian bisa kita saksikan secara jeli dalam peristiwa asba al-

nuzul teks tersebut, yang selalu terkait dengan fenomena pra kehidupan

masyarakat Arab dan Arab ketika itu.

Inilah sebabnya, hukum Islam dalam konteks kesejarahan tidak pernah

menampakkan sifatnya yang kaku. Fungsi pertama selalu berinteraksi dengan

8

Page 9: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

fungsi kedua. Dengan kata lain ketika manusia mengalami tekanan-tekanan,

ikatan-ikatan akan suatu hukum, pada saat yang sama mereka menyadari bahwa

dibalik itu semua terdapat kemudahan-kemudahan, kemenangan-kemenangan dari

sejumlah janji-janji Tuhan yang lain.

sama saja artinya manusia dihadapkan pada dua pilihannya, tanpa harus

memaksimalkan kehendaknya. Di satu pihak hukum Islam memiliki sifatnya yang

doktriner dan normatif, namun di pihak lain ia menerima perubahan-perubahan,

dan dalam aplikasinya selalu ada pintu ijtihad yang memberi peluang untuk

menyesuaikan dengan realitas empiriknya. Oleh karenanya tidak heran jika dalam

kaidah-kaidah fiqhiyah banyak yang bersinggungan dengan argumentasi di atas.

Sebut saja misalnya, Alhukmu yadurru ma’a illatihi wujudan wa’adaman (hukum

itu mengikuti ada atau tidak adanya illat). Al-dlaruratu tubihul mahdlurat

(kepentingan itu membolehkan sesuatu yang dilarang). Demikian juga dalam

dunia politik dikenal juga kaidah “mala yudraku kulluh la yutraku kulluh (apa

yang tidak bisa diperoleh semuanya jangan ditinggalkan semuanya).

Sementara dalam hal budaya dan peradaban berpegang pada kaidah “al-

muhafadlatu ‘ala al-qadiimi al-shaleh wa al-akhdu bi al-jadiidi al-ashlah”

(memelihara produk budaya lama yang baik dan mengambil produk budaya baru

yang lebih baik) .4

Dari berbagai pendekatan kaidah-kaidah di atas, ada kesan bahwa ajaran

Islam selalu sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan dan dinamika

masyarakat. Pandangan di atas senada dengan tiga asas penerapan hukum dalam

pemikiran Hudlari M. Hudlari Bek, Pertama; ‘adamu al-kharaj (tidak

mempersulit), kedua; taqlilul al-takallif (memperingan beban), ketiga; al-tadrij

(berangsur-angsur, tahap demi tahap). Pandangan serupa sebagaimana telah

disabdakan oleh Nabi beberapa abad sebelumnya, yang bersisi : tidaklah dipilih

dua hal, melainkan saya memilih yang paling mudah, sepanjang pilihan tersebut

tidak termasuk perbuatan dosa .Tiga asas penerapan hukum menurut

pemandangan Hudlari dalam praktiknya masih terus mengalami

perkembangannya. Antara lain hukum bisa berarti sebagai al-tasyji’ (motivasi).

4 Dedi ismatullah, sejarah sosial hukum islam, (bandung:cv pustaka setia, 2011), hlm. 54.

9

Page 10: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Fungsi ini bisa kita amati dalam ayat-ayat al-Quran yang muatannya berkesan

hanya berlaku untuk budaya lokal masyarakat pra Arab dan Arab ketika itu.

Kalimat al-jannatu tajri min tahtiha al-anhar misalnya, adalah salah satu contoh

ilustrasi kehidupan akhirat, dengan ilustrasi ini Tuhan bermaksud memberikan al-

tasyji’ (motivasi) kepada komunitas tertentu.

Ilustrasi ini akan terasa sangat indah jika berlaku untuk masyarakat yang

secara geografis memiliki iklim yang panas dan jauh dari air, lebih-lebih di gurun

pasir. Oleh karena itu teks di atas akan berfungsi lebih tepat dan benar-benar akan

menjadi al-tasyji’, jika diturunkan untuk kontek masyarakat Arab setempat.

Sebaliknya akan sangat tidak menarik jika pesan hukum tersebut diberlakukan

pada masyarakat pegunungan misalnya, yang kesehariannya sudah menyatu

dengan air yang melimpah.

Pemahaman kontekstual seperti ini akan memiliki konsekuensi-

konsekuensi, antara lain, jika ayat tersebut diturunkan di Indonesia, maka yang

disebut al-jannah adalah sesuatu yang paling menarik dan memberi motifasi bagi

mayoritas bangsa Indonesia, bisa jadi berupa kekayaan, karena mayoritas bangsa

Indonesia adalah miskin. Ilustrasi al-jannah tersebut akan berbeda juga jika

diturunkan di tempat lain. Ini artinya tergantung kepada motifasi dari masing-

masing situasi dan kondisi budaya bangsa. Dari sini bisa diamati bahwa betapa

hukum Tuhan yang diperuntukkan manusia selalu sinergi dengan perkembangan

dan budaya manusia yang ada.

sebagaiAl-Quran turun di hadapan umat Muhammad SAW, tidak

lainsumber utama hukum Islam adalah sebagai jawaban atas berbagai fenomena

sosial pada kurun masyarakat tertentu. Ada kalanya turun dalam wujudnya

sebagai nadziran, dan terkadang sebagai basyiran. Wujud pertama lebih dominan

sebagai peringatan-peringatan, yang acap kali diturunkan di tengah masyarakat

yang belum menyadari akan makna kebenaran hukum secara universal. Sehingga

perilaku kesehariannya banyak dijumpai beberapa penyimpangan moral.

Sebaliknya model kedua banyak diturunkan pada suatu masyarakat yang telah

menyadari akan makna Tuhan tersebut. Baik dalam wujudnya sebagai nadziran

atau basyiran, keduanya selalu menggunakan format hukum yang selalu

10

Page 11: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

disesuaikan dengan bahasa mereka, baik bahasa sosial budayanya maupun

kemampuannya. Oleh karena itu tidak terlalu heran jika dalam kenyataannya,

beberapa teks al-Quran yang ada banyak yang menunjukkan karakteristik

masyarakat pra Arab dan Arab ketika itu. Demikianlah bahasa al-Quran yang

sangat respon pada bahasa kaumnya.

Benarkah para ahli hukum klasik, pertengahan dan kontemporer dalam

menggali sumber hukum selalu mengkaitkan dengan kondisi sosio-kulturalnya?

Sebagaimana layaknya al-Quran diturunkan di hadapan umat Muhammad SAW.

Untuk melihat bagaimana respon para ahli hukum terhadap perkembangan

budayanya, kaitannya dengan upaya reformulasi pemikiran hukum Islam, bisa kita

amati perkembangan sejarah hukum sebagaimana berikut.

Sedemikian besarnya pengaruh situasi dan kondisi kota Kufah dan Bagdad yang

metropolitan itu, hingga bisa melahirkan sosok ulama ahl al-ro’y dengan

pelopornya Imam Abu Hanifah. Akibat dari pengaruh tersebut mengharuskan

Imam Abu Hanifah mampu menghadapi sejumlah persoalan baru yang muncul

akibat kompleksitas kehidupan kota dengan rasional. Belum lagi ditambah dengan

kenyataan bahwa Bagdad terletak jauh dari kota hadits, yaitu jika padasebab

pengaruh sikonMadinah. Dengan begitu sangat masuk akal akhir perjalanan

Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya banyak yang menulis kitab-kitab fiqh

yang lebih mendasarkan kepada ra’y (akal) dari pada hadits yang tidak masyhur.

Berbeda dengan Imam Malik bin Anas yang hidup di kota Madinah. Dimana

tingkat kompleksitas kotanya relatif lebih sederhana, apalagi ditandai dengan

banyaknya hadits yang beredar di kota tersebut. Tentu kondisi ini akan

berpengaruh pada intensitas penggunaan hadits yang lebih tinggi dibanding

dengan rasio. Hal ini bisa dibenarkan lewat karyanya, yaitu al-Muwatha, dimana

kitab ini merupakan kumpulan hadits pertama, yang sekaligus sebagai kitab-kitab

fiqh yang mendasarkan pada hadits atau riwayat.

Contoh serupa bisa kita baca dalam kitab al-Mahalli, dari kitab ini kita

akan menemui pernyataan tentang qaul qadim dan jadid Imam Syafi’i. Dari sini

pula akan muncul pertanyaan, yang terkait dengan persoalan yang

melatarbelakangi munculnya qaul qadim dan jadid Imam Syafi’i tersebut.

11

Page 12: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Jawaban sementara mengatakan, bahwa faktor sikon masyarakat telah diduga

banyak mempengaruhi lahirnya berbagai madzhab fiqh dalam Islam.

Pada perkembangan berikutnya kita mencoba bergeser ke depan ke abad 12, kita

akan menjumpai kitab Bidayatu al-Mujtahid, karangan Ibnu Rusyd. Dimana

dalam berbagai hal kitab tersebut tidak condong ke salah satu madzhab tertentu,

melainkan kitab tersebut menyajikan aneka ragam pendapat, sekaligus dengan

alasan-alasannya. Kita maklumi bersama bahwa kecenderungan fiqh muqarranah

baru berkembang lebih pesat pada zaman modern ini. Dimana ketika tingkat

urbanisme masyarakat muslim di dunia telah semakin meningkat.

Tentu karakteristik kitab ini tidak akan pernah lepas dari kondisi budaya dimana

ia hidup. Ia ketika tinggal di Cordova, Spanyol, dimana pada saatnya tempat

tersebut telah menjadi kota metropolitan. Sejarahwan telah mencatat bahwa

Cordova ketika itu terdiri dari 21 perkampungan dengan 13.000 buah rumah,

memiliki 70 perpustakaan, sejumlah toko-toko buku, masjid dan bangunan istana.

Disamping pada saat itu Cordova juga memiliki jaringan jalan umum dengan

menggunakan batu-batu di sepanjang jalan yang dilengkapi dengan lampu-lampu

lentera. Sementara di London beberapa abad kemudian masih gelap gulita.

Bahkan di Paris beberapa saat setelah itu orang masih berjalan di atas Lumpur

setinggi lutut. Demikianlah jauhnya perbedaan kota Islam Cordova dengan kota-

kota di Eropa waktu itu. Kompleksitas kehidupan Ibnu Rusyd di kota inilah,

ditambah dengan fakta bahwa Ibnu Rusyd sendiri adalah seorang filosof yang

berpandangan luas, yang pada akhirnya berhasil mewarnai kitabnya yang sangat

netral itu.

Tradisi dinamika Bagdad dan Cordova dalam melahirkan kitab-kitab fiqh

ternyata tidak bisa dikembangkan disebagian besar negeri lainnya. Hal demikian

bisa kita amati jika kita bergeser ke abad 19-20. Kita akan menemukan bahwa

berbagai negeri muslim seperti di Asia Tenggara, akan lebih tertarik mempelajari

kitab fiqh yang matang, tanpa harus mengetahui bagaimana proses perkembangan

dari kitab tersebut. Meskipun kitab yang hendak dikaji adalah kitab yang lama

yang jauh dan ditulis pada tempat yang berbeda iklim sosio-kulturalnya. Mengapa

pada abad-abad ini orang-orang Islam menjadi pengkagum karya orang lain yang

12

Page 13: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

muncul beberapa abad yang lalu tanpa memandang tingkat relevansinya (Cik

Hasan Bisri, 1998: 4-6)? Tanpa disadari, berarti kita menjadi penganut agama

yang berpikir dalam kerangka romantisisme-historis, dengan mencoba

bernostalgia, memuja-muja, hingga berakhir pada tahap pengkultusan sejarah.

Akan lebih memprihatinkan lagi jika mereka telah berupaya untuk

mempertahankan, memapankan hasil interpretasi ajaran keagamaan yang telah

dilakukan oleh para pelaku sejak awal, tanpa berminat sedikitpun untuk

mengkompromikan dengan corak pemahaman keagamaan yang datang kemudian.

Beberapa contoh di atas cukup menjadi bukti sejarah, bahwa bergantinya waktu

dan tempat menyebabkan munculnya pandangan yang beragam di kalangan ulama

mengenai tanggapannya terhadap kehendak Tuhan. Dalam kaitannya untuk

menilai posisi wanita misalnya, Iraq nampaknya lebih baik daripada Hijaz.

Perbedaan ini tentu sangat dipengaruhi oleh perbedaan geografis. Secara geografis

Iraq adalah daerah yang hidup bertetangga dengan Persia, yaitu daerah yang

memiliki latar budaya lama dan lebih maju.

Dengan demikian dalam kehidupan sosialnya, Iraq banyak dipengaruhi oleh

Persia, sementara Arab (utamanya Hijaz), adalah negeri yang cukup murni dari

pengaruh kebudayaan yang sudah maju. Faktor inilah yang membuat pandangan

Iraq semakin baik terhadap wanita (Amir Syarifuddin, 1983: 102). 5

BAB III

5 Roibin, Sosiologi hukum islam telaah sosio-historis pemikiran imam syafi’i, uin-malang press 2008, hlm.52.

13

Page 14: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

PENUTUP

a. Simpulan

Pemikiran hukum Islam (fiqh) adalah interelasi pemikiran para mujtahid

pada zamannya, yang tidak hampa pada muatan-muatan zaman itu sendiri, oleh

karena itu ia tidak kebal dari perubahan. Setiap kali zaman mengalami perubahan,

maka hasil pemikiran hukum islam tersebut juga sarat untuk dievaluasi kembali.

Pemikiran hukum islam (fiqh) muncul dari masail fiqiyah yang ada, sementara

masail fiqiyah yang muncul tidak selalu masail yang baru, kadang dari warisan

masail era klasik yang selalu saja muncul dan tidak pernah usai dari perbincangan

para ulama fiqh. Oleh sebab itu antara teks (masail lama) dan konteks (masail

baru) memang idealnya harus senantiasa dipertemukan. Sehingga hukum akan

selalu hidup dan memiliki nilai-nilai universalitas dan aktualitasnya.

14

Page 15: Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum islam

Kontekstualisasi Dan Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

DAFTAR PUSTAKA

Akh. Minhaji, “Reformasi Hukum Islam Dalam Perspektif Sejarah”, dalam

Muhammadiyah dan Reformasi (Yogyakarta, Majlis Pustaka, 1999)

Dedi ismatullah, sejarah sosial hukum islam, (bandung:cv pustaka setia, 2011)

Roibin, Sosiologi hukum islam telaah sosio-historis pemikiran imam syafi’i, uin-

malang press 2008,

15