SOSIOLOGI HUKUM

26
PENYADAPAN TELEPON, DITINJAU DARI SOSIOLOGI HUKUM (Studi Kasus tentang Penyadapan Telepon Oleh KPK Demi Penindakan Kasus Korupsi di Indonesia) Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Hukum Dosen Pengampu: Moh. Jamin, S.H., M.Hum. Oleh: MUHAMAD ZAHROWI S310409017

Transcript of SOSIOLOGI HUKUM

Page 1: SOSIOLOGI HUKUM

PENYADAPAN TELEPON, DITINJAU DARI SOSIOLOGI HUKUM

(Studi Kasus tentang Penyadapan Telepon Oleh KPK Demi

Penindakan Kasus Korupsi di Indonesia)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Hukum

Dosen Pengampu: Moh. Jamin, S.H., M.Hum.

Oleh:

MUHAMAD ZAHROWIS310409017

PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI ILMU HUKUMUNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Page 2: SOSIOLOGI HUKUM

2009

Page 3: SOSIOLOGI HUKUM

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadlirat Allah SWT., yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah

dengan judul: “Penyadapan Telepon, Ditinjau dari Sosiologi Hukum (Studi Kasus

tentang Penyadapan Telepon oleh KPK Demi Penindakan Kasus Korupsi di

Indonesia)” ini dengan baik.

Penulisan makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam mengikuti mata kuliah Sosiologi Hukum. Terima kasih yang tak terhingga

penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam

penyusunan makalah ini, baik bantuan yang berupa bimbingan, semangat, dan

penyampaian berbagai informasi sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan

baik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk

itu segala kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan. Selanjutnya,

penulis berharap makalah ini mampu memberikan manfaat kepada semua pihak.

Terima kasih.

Surakarta, Desember 2009

Penulis

Page 4: SOSIOLOGI HUKUM

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................ iii

A. PENDAHULUAN................................................................................. 1

B. PEMBAHASAN.................................................................................... 4

1. Tinjauan tentang Sosiologi Hukum.................................................. 4

2. Efektivitas Hukum dalam Hubungannya dengan Tugas Aparat

Hukum dan Keadilan....................................................................... 5

3. Kegunaan Sosiologi Hukum............................................................ 7

4. Tinjauan tentang Kasus Penyadapan Telepon oleh KPK................. 8

5. Penyadapan Telepon untuk Keperluan Pengusutan Kasus

Ditinjau dari Sosiologi Hukum........................................................ 9

C. PENUTUP.............................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 13

Page 5: SOSIOLOGI HUKUM

Judul : PENYADAPAN TELEPON, DITINJAU DARI SOSIOLOGI HUKUM(Studi Kasus tentang Penyadapan Telepon Oleh KPK Demi Penindakan Kasus Korupsi di Indonesia)

A. PENDAHULUAN

Penyadapan telepon, baik dengan pertimbangan penegakan hukum

maupun pertimbangan lain, merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh

seseorang atau kelompok, institusi, badan, dan sebagainya untuk mendengar

percakapan seseorang dengan lawan bicaranya melalui telepon, tanpa harus

memintai ijin terlebih dahulu. Berkaitan dengan adanya aktivitas penyadapan

telepon, banyak sekali pertimbangan yang dapat digunakan untuk

menganggap bahwa tidakan tersebut merupakan suatu tindakan yang sah dan

tidak dilarang, tetapi juga dapat sebagai tindakan yang etis dan suatu

pelanggaran hukum. Dalam hal ini, hanya pertimbangan-pertimbangan yang

masuk akal dan memenuhi unsur legalitas sajalah yang dapat digunakan dalam

menganalisis tentang kasus penyadapan telepon.

Beberapa hari terakhir, publik dipenuhi dengan berita-berita tentang

kasus penyelidikan korupsi oleh KPK dan kasus Bank Century, yang di

dalamnya terdapat aktivitas penyadapan telepon para koruptor oleh KPK.

Seperti yang dapat diketahui, penyadapan telepon para koruptor yang

dilakukan KPK tersebut telah menjadi cara yang ternyata efektif menjaring

bukti-bukti kejahatan para koruptor, yang selama ini nyaris tak terjangkau.

Para tersangka, termasuk dari lingkungan Kejaksaan Agung dan DPR, dapat

dikenakan tuduhan dan dakwaan ketika di pengadilan diperdengarkan hasil

rekaman percakapan mereka, yang isinya berkaitan dengan hal-hal yang

bersifat negosiasi koruptif atau berisi skenario penyelamatan.

Masalah sadap-menyadap telepon kini menjadi hal krusial yang

menjadi magnet perhatian utama publik sejak dilakukan penguakan kepada

publik kasus korupsi tingkat tinggi dengan pelaku utama percakapan

Anggodo, adik kandung Anggoro yang pemilik PT Masaro dan terlibat kasus

Page 6: SOSIOLOGI HUKUM

Bank Century. Dalam percakapan telepon genggam yang direkam KPK dan

diperdengarkan kepada publik oleh Mahkamah Konstitusi, masyarakat

disuguhkan “lalu-lintas” pembicaraan dan “pengaturan” arus kasus korupsi

yang diduga melibatkan unsur pimpinan KPK, Kepolisian RI, dan elit

nasional.

Untuk Indonesia, itulah saat pertama dalam sejarah praktik hukum,

rekaman hasil penyadapan telepon diperdengarkan kepada publik dalam satu

kesempatan resmi. Alhasil, berbagai reaksipun terjadi sebagai akibat

pengungkapan hasil penyadapan telepon itu. Berbagai reaksi muncul atas

penyampaian rekaman hasil penyadapan telepon kepada publik tersebut.

Terdapat beberapa pihak, yang dengan alasan etika dan perlindungan hak asasi

manusia, menganggap bahwa penyadapan telepon termasuk perbuatan yang

keji dan pelanggaran hak asasi manusia. Di pihak lain, yang cenderung

mendukung berbagai aktivitas pemberantasan korupsi, menganggap bahwa

penyadapan telepon yang dilakukan terhadap para koruptor adalah sah-sah

saja dan dianggap lebih menguntungkan, dalam arti dapat segera mengungkap

kasus korupsi dan menyeret para pelakunya ke persidangan.

Polemik tentang penyadapan telepon yang hangat dibicarakan publik,

mulai mendekati titik antiklimaks dengan munculnya rencana pengesahan

rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang Penyadapan. Berkaitan dengan

hal tersebut di atas, dalam kesempatan ini penulis akan membahas dan

menganalisis tentang kasus penyadapan telepon dan rencana pengesahan RPP

Penyadapan ditinjau dari sisi sosiologi hukum. Seperti diketahui bersama

bahwa Sosiologi Hukum merupakan ilmu pengetahuan yang teoritis-analitis

dan empiris yang senantiasa menyoroti pengaruh gejala-gejala sosial terhadap

keberlakuan hukum dalam tubuh masyarakat (dan sebaliknya). Sosiologi

hukum berguna untuk dapat memberikan pemahaman hukum dalam setiap

kontak sosial.1

1 Soerjono Soekanto. Peranan Ilmu Hukum dalam Pembangunan Indonesia, Makalah Pada Simposium Peranan Ilmu Hukum Dalam Pembangunan Indonesia, Lustrum VI Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 17 November 1984, Surabaya.

Page 7: SOSIOLOGI HUKUM

Membicarakan sosiologi hukum tidak bisa dilepaskan dari fakta atau

realitas karena sosiologi hukum berparadigma fakta sosial.  Sosiologi hukum

merupakan cabang khusus dari sosiologi yang berperhatian untuk mempelajari

hukum tidak sebagai konsep-konsep normatif melainkan sebagai fakta sosial. 

Berparadigma fakta sosial berarti tidak mengkaji nilai, norma atau ide apapun

tentang hukum.2

Hukum dari waktu ke waktu mengalami perkembangan.  Sejak jaman

Yunani dan Romawi sampai sekarang hukum mengalami perkembangan yang

luar biasa yang mungkin saja orang Yunani dan Romawi dahulu tidak akan

dapat memperkirakan hal-hal yang terjadi sekarang dalam bidang hukum. 

Perkembangan ini tidak bisa dilepaskan dari sifat hukum yang selalu berada di

tengah-tengah masyarakat sedangkan masyarakat itu sendiri senantiasa

mengalami perkembangan.

Austin berpendapat hukum merupakan suatu proses sosial untuk

mendamaikan perselisihan-perselisihan dan menjamin adanya ketertiban

dalam masyarakat.  Tugas ilmu pengetahuan hukum adalah untuk mempelajari

dan berusaha untuk menjelaskan sifat hakekat dari hukum, perkembangan

hukum serta hubungan hukum dengan masyarakat.  Ilmu hukum (science of

jurisprudence) mengani hukum positif atau laws strictly so called tidak

memperhatikan apa hukum itu baik atau tidak.  Semua hukum positif berasal

dari satu pembuat undang-undang yang terang, tertentu dan berdaulat

(soverign).3

Berkaitan dengan materi yang ada pada ilmu sosiologi hukum tersebut,

pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang kasus penyadapan

telepon yang dilakukan KPK terhadap para pelaku tindak pidana korupsi,

ditinjau dari berbagai aspek yang berkembang dalam penerapan hukum di

Indonesia.

B. PEMBAHASAN2 Soetandyo Wignyosiebroto, Sosiologi Hukum: Perannya Dalam Pengembangan Ilmu Hukum

dan Studi Tentang Hukum, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996, hal. 1.

3 Soetikno, Filsafat Hukum, Bagian I, Pradnya Pramamita, Jakarta, 1988, hal. 57. 

Page 8: SOSIOLOGI HUKUM

1. Tinjauan tentang Sosiologi Hukum

Cross, memberikan definisi, bahwa “ilmu hukum adalah segala

pengetahuan hukum yang mempelajari hukum dalam segala bentuk dan

manifestasinya.”4 Ilmu hukum dalam perpustakaan hukum dikenal dengan

nama “Jurisprudence” yang berasal dari kata “Jus”, Juris” yang artinya

hukum atau hak. “Prudence” berarti meilhat ke depan atau mempunyai

keahlian, dan arti umum dari Jurisprudence adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari hukum.5

Ilmu hukum mencakup ilmu tentang kaidah, yaitu ilmu yang

menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem kaidah-kaidah dengan

dogmatic hukum dan sistematik hukum. Ilmu Pengertian, yakni ilmu

tentang pengertian-pengertian pokok dalam hukum seperti subyek hukum,

hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, dan obyek

hukum.6

Ilmu tentang kenyataan, yang menyoroti hukum sebagai

perikelakuan sikap tindak, yang antara lain mencakup sosiologi hukum,

antropologi hukum, psikologi hukum, perbandingan hukum, dan sejarah

hukum. Ilmu hukum adalah suatu pengetahuan yang obyeknya adalah

hukum dan yang khusus mengajarkan perihal hukum dalam segala bentuk

dan manifestasinya, ilmu hukum sebagai ilmu kaidah, ilmu hukum sebagai

ilmu pengertian dan ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan..7

Secara umum fungsi hukum dapat dikatakan untuk menertibkan

dan mengatur pergaualan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-

masalah yang timbul. Dalam perkembangan masyarakat saat ini, fungsi

hukum dapat terdiri dari: sebagai alat pengatur tata tertib hubungan

masyarakat. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan

batin,sebagai sarana penggerak pembangunan serta sebagai fungsi kritis.

4 Satjipto Rahardjo. 1982. Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis. Bandung: BPHN Depkeh dan Sinar Baru . hal. 9.

5 Ibid. hal. 10.6 Ibid. hal. 13.7 R. Soeroso. 1993. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Sinar Grafika. hal. 3.

Page 9: SOSIOLOGI HUKUM

Agar fungsi-gungsi hukum dapat terlaksana dengan baik, maka

bagi para penegak hukum dituntut kemampuannya untuk melaksanakan

dan menerapkan hukum dengan baik, dengan seni yang dimiliki masing-

masing petugas, misalnya :menafsirkan hukum sesuai dengan keadilan dan

posisi masing-masing, serta bila diperlukan melakukan penafsiran analogis

penghalusan hukum. Hukum merupakan salah satu norma yang berlaku

dalam kehidupan bermasyarakat disamping norma kesopanan, kesusilaan,

dan norma agama. Adapun tata hukum memiliki pengertian sebagai

keseluruhan hukum yang berlaku dalam tata pergaulan hidup bernegara.

2. Efektivitas Hukum dalam Hubungannya dengan Tugas Aparat

Hukum dan Keadilan

Hukum yang efektif berhubungan erat dengan proses

perkembangannya. Hal ini berarti hukum perlu diperhitungkan sebelum

diberlakukan, sebab norma hukum ditetapkan bukan hanya sekedar

sebagai unsur pemaksa belaka, melainkan lebih ditekankan pada upaya

supaya masyarakat benar-benar dapat memahami dan mengakui manfaat

hukum sebagai kepentingan individu. Upaya ini dimaksudkan agar hukum

benar-benar dapat berkedudukan sebagai unsur pengaruh tingkah laku

masyarakat yang efektif yang dapat menciptakan keseimbangan kehidupan

masyarakat.

Untuk dapat menerapkan hukum sedemikian rupa sehingga dapat

bermanfaat bagi masyarakat, maka perlu diperhatikan proses

perkembangan hukum itu sendiri dalam tubuh masyarakat; artinya proses

pemberlakuan hukum itu hendaknya diupayakan tertanam secara

mendalam pada sanubari masyarakat sebagai unsur kepentingan dan

keamanan.

Penegak hukum antara lain hakim, jaksa, polisi dan lain lain yang

mempunyai fungsi dan tugas-tugas sendiri yang diharapkan dalam

hubungan kerjanya dapat saling menunjang demi tegak dan berwibawanya

hukum itu. Kedudukan para aparat penegak hukum itu diharapkan tidak

Page 10: SOSIOLOGI HUKUM

semata-mata didasarkan pada segi perundang-undangan secara yuridis

dalam masyarakat, akan tetapi perlu didukung dengan pertimbangan-

pertimbangan lain, terutama pertimbangan tentang perubahan sosial dan

perkembangan politik.

Ada beberapa azas keadilan menurut pertimbangan kesebandingan

antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan masyarakat secara umum. Azas

keadilan itu diantaranya ada yang didasarkan pada kesamarataan, yaitu

berarti tiap anggota masyarakat mendapat bagian yang sama. Ada yang

didasarkan pada kebutuhan, yaitu adanya kesebandingan dalam

memberlakukan hukum terhadap setiap anggota masyarakat (tidak

memandang jabatan, kekayaan dan status sosial). Ada pula yang

didasarkan pada kualitas, dan ada yang didasarkan pada prestasi seseorang

(obyektif).

Dalam praktek hukum, kadang kala azas subyektif pun dapat

dianggap adil, terutama jika permasalahannya diarahkan pada suatu

kegiatan untuk mencapai keuntungan pribadi dan kelompok tanpa

mempertimbangkan akibat yang ditimbulkannya.

Untuk mendekati perlakuan yang adil, perlu diteliti secara cermat

dengan pertimbangan yang matang, terutama tentang azas yang mana yang

paling layak untuk diterapkan sehubungan dengan tuntutan dan

kepentingan masyarakat pada waktu tertentu. Kecuali itu, perlu juga

dipertimbangkan masing-masing keuntungan dan kerugian dari masing-

masing azas keadilan tersebut. Dengan demikian para pakar dan penegak

hukum dapat mengetahui dan memahami batas-batas keserasian antara

tugas-tugas hukum untuk dapat menegakkan kepastian hukum ditengah-

tengah tuntutan keadilan yang semakin tinggi (meningkat).

3. Kegunaan Sosiologi Hukum

Page 11: SOSIOLOGI HUKUM

Seperti diketahui bahwa Sosiologi Hukum merupakan ilmu

pengetahuan yang teoritis-analitis dan empiris yang senantiasa menyoroti

pengaruh gejala-gejala sosial terhadap keberlakuan hukum dalam tubuh

masyarakat (dan sebaliknya). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

perspektif dari pada sosiologi hukum umumnya ada dua macam (menurut

J.Van Houtte 1970: 57-59)8, yaitu sebagai berikut:

a. Bahwa sosiologi hukum mempunyai fungsi global, artinya sosiologi

hukum harus menghasilkan suatu sintesa antara hukum sebagai sarana

organisasi sosial dan sebagai sarana dari keadilan. Dalam fungsinya

itu, hukum dapat memperoleh bantuan yang tidak kecil dari sosiologi

hukum, didalam mengidentifikasi kontak sosial dimana hukum tadi

diharapkan dapat berfungsi.

b. Bahwa hukum dapat berfungsi dalam bidang penerangan dan

pengkaedahan.

Dari perspektif sosiologi hukum tersebut, maka dapat diambil

beberapa fungsinya dalam kehidupan masyarakat, yaitu:

a. Sosiologi hukum berguna untuk dapat memberikan pemahaman

hukum dalam setiap kontak sosial;

b. Penguasaan terhadap konsep-konsep sosiologi hukum dapat

memberikan kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap

efektivitas penerapan hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana

pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat, maupun

sebagai sarana untuk mengatur interaksi sosial supaya dapat mencapai

kondisi sosial yang serasi;

c. Sosiologi hukum dapat memberikan kemungkinan-kemungkinan dan

kekuatan-kekuatan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas

hukum dalam kehidupan masyarakat.

4. Tinjauan tentang Kasus Penyadapan Telepon oleh KPK

8 Soerjono Soekanto. 1986. Sosiologi Hukum. Jakarta: Gramedia. hal. 57.

Page 12: SOSIOLOGI HUKUM

a. Peraturan tentang Penyadapan Telepon

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000

tentang Penyelenggaraan Komunikasi, dapat disampaikan bahwa yang

dimaksud penyadapan adalah kegiatan memasang alat atau perangkat

tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan

informasi dengan cara tidak sah.9

Dalam undang-undang tersebut juga dinyatakan bahwa setiap

orang dilarang menyadap informasi yang disalurkan melalui jaringan

telekomunikasi dalam bentuk apapun. Ancaman hukuman bagi si

penyadap adalah penjara 15 tahun.

Mengenai perekaman informasi, disampaikan bahwa

penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang

dikirim atau diterima oleh pelanggan. Penyelenggara telekomunikasi

yang membocorkan informasi pelanggan bisa dipenjara dua tahun atau

denda Rp 200 juta. Hal ini masih ada pengecualiannya, yaitu:

untuk keperluan peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi

bisa merekam informasi dan memberikan informasi tersebut atas:

1) Permintaan tertulis Jaksa Agung dan/atau Kepala Kepolisian

Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;

2) Permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu. Pidana tertentu

adalah tindak kejahatan dengan ancaman hukuman penjara lima

tahun ke atas, seumur hidup, atau mati. Contoh: penyalahgunaan

narkotik.

3) Permintaan tertulis (dicap dan diteken pejabat yang berwenang)

atas rekaman informasi tersebut harus ditembuskan kepada

menteri.

Selanjutnya, hasil rekaman informasi harus disampaikan secara

rahasia kepada Jaksa Agung, Kepala Kepolisian RI, atau penyidik,

bukan disebarkan kepada publik.

9 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Page 13: SOSIOLOGI HUKUM

b. Penyadapan Telepon oleh KPK

Kasus tentang penyadapan telepon ini dimulai pada saat KPK

melakukan penyadapan atas telepon para pelaku korupsi, yang

bertujuan agar memperoleh informasi-informasi yang diperlukan

dalam penyelidikan. Penyadapan telepon para koruptor yang dilakukan

KPK tersebut telah menjadi cara yang ternyata efektif menjaring bukti-

bukti kejahatan para koruptor, yang selama ini nyaris tak terjangkau.

Para tersangka, termasuk dari lingkungan Kejaksaan Agung dan DPR,

dapat dikenakan tuduhan dan dakwaan ketika di pengadilan

diperdengarkan hasil rekaman percakapan mereka, yang isinya

berkaitan dengan hal-hal yang bersifat negosiasi koruptif atau berisi

skenario penyelamatan.

Tindakan penyadapan telepon yang dilakukan KPK bertujuan

untuk mencari informasi tentang kasus korupsi tingkat tinggi dengan

pelaku utama percakapan Anggodo, adik kandung Anggoro yang

pemilik PT Masaro dan terlibat kasus Bank Century. Dalam

percakapan telepon genggam yang direkam KPK dan diperdengarkan

kepada publik oleh Mahkamah Konstitusi, masyarakat disuguhkan

lalu-lintas pembicaraan dan pengaturan arus kasus korupsi yang diduga

melibatkan unsur pimpinan KPK, Kepolisian RI, dan elit nasional.

5. Penyadapan Telepon untuk Keperluan Pengusutan Kasus Ditinjau

dari Sosiologi Hukum

Pendapat yang menyatakan kewenangan penyadapan KPK sebagai

sesuatu yang melanggar HAM, pihak yang disadap perlu dicermati secara

kritis. Di satu sisi, tentu benar interception atau penyadapan yang

dilakukan dengan serampangan akan melanggar hak privasi individu.

Namun, jika hal itu didasarkan pada kewenangan yang diberikan UU,

tuduhan ''penyadapan'' melanggar HAM menjadi tidak lagi relevan.

Page 14: SOSIOLOGI HUKUM

Beberapa analisis normatif di bawah ini, tampaknya, patut

dipertimbangkan.

Pasal 17 Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik

(1966) memang mengatur, tidak seorang pun dapat sewenang-wenang atau

secara tidak sah dicampuri masalah pribadi, keluarga, rumah, atau

korespondensinya. Atas dasar itulah, sebagian pihak bersikeras

penyadapan telepon/HP yang dikualifikasikan sebagai salah satu perluasan

arti ''korespondensi'' menolak kewenangan penyadapan KPK. Aturan yang

sama terdapat pada pasal 8 ayat (1) Konvensi Eropa untuk Perlindungan

HAM dan Kebebasan Fundamental (1958). Dikatakan, setiap orang berhak

atas penghormatan terhadap kehidupan pribadi atau keluarganya, rumah

tangganya, dan surat-menyuratnya.

Sepintas, jika hanya dua pasal itu yang digunakan, penyadapan

KPK terhadap sejumlah pihak yang diduga terkait kasus korupsi akan

dinyatakan melanggar HAM. Namun, tampaknya, konvensi-konvensi

internasional dan bahkan hukum nasional Indonesia harus dibaca utuh.

Pada konvensi yang sama juga diatur hak pribadi tersebut dapat

dikecualikan sepanjang sesuai hukum nasional, diperlukan dalam suatu

masyarakat demokrasi, demi kepentingan nasional (publik/umum), dan

demi menjaga hak-hak serta kebebasan orang yang lebih luas.

Bahkan, UUD 1945 menegaskan pengecuali tersebut. Pasal 28 J

ayat (2) UUD 1945 menyatakan, dalam menjalankan hak dan

kewajibannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang

ditetapkan undang-undang. Tujuan pembatasan tersebut mirip norma yang

terdapat pada sejumlah konvensi HAM internasional, yaitu demi

penghormatan dan jaminan pengakuan terhadap hak dan kebebasan orang

lain, demi kepentingan umum. Kemudian, pasal 73 UU Hak Asasi

Manusia menegaskan hal yang sama.

Kewenangan penyadapan yang dilakukan KPK saat itu adalah

dalam kerangka pemberantasan korupsi dan dilakukan untuk membela

Page 15: SOSIOLOGI HUKUM

kepentingan umum. Di sisi lain, hak privacy seseorang masuk dalam

kategori kepentingan individu yang juga harus dilindungi.

Dalam perkembangan sosiologi hukum, pengesampingan

kepentingan individu merupakan sesuatu yang wajar. Terutama jika ia

berbenturan dengan kepentingan publik yang lebih mendasar. Privasi

memang harus dilindungi. Namun, kepentingan publik yang sangat

mendesak demi kehidupan yang lebih baik, pemerintahan yang bersih, dan

rasa keadilan publik, hak individual harus dikesampingkan.

Pemberantasan korupsi, mau tidak mau, penting diprioritaskan. Selain itu,

pasal 12 ayat (1) UU KPK telah mengatur secara tegas kewenangan

penyadapan itu. Disebutkan, “dalam melaksanakan tugasnya, KPK

berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.” Di level

yang sama, pasal 40 UU Telekomunikasi mengatur hal yang sama,

penyadapan dapat dikecualikan/diperbolehkan demi kepentingan

penyelidikan dan penyidikan pidana. Menkominfo juga menerbitkan

Permen No 11/2006 untuk mengatur hal teknis tentang penyadapan.

Dengan kata lain, secara normatif, aturan penyadapan sudah

memiliki dasar hukum yang jelas, baik di level undang-undang maupun

peraturan menteri, serta tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan

Konvensi HAM Internasional. Jika pada akhir-akhir ini muncul wacana

bahwa pemerintah akan mengesahkan RPP Penyadapan adalah suatu hal

yang wajar, karena dengan adanya polemik tentang penyadapan telepon

tersebut, diperlukan suatu legitimasi melalui penyusunan aturan-aturan

yang mengarahkan pada prosedur yang tepat dan sah serta tidak merugikan

kepentingan publik maupun pelanggaran HAM.

C. PENUTUP

Page 16: SOSIOLOGI HUKUM

Sosiologi hukum diperlukan dan bukan merupakan penamaan yang

baru bagi suatu ilmu pengetahuan yang telah lama ada. Dalam kehidupan

hukum, saat ini adalah masa transisi yang kedua setelah transisi yang pertama

seperti tersebut di atas tidak membawa pengaruh yang besar terhadap

kehidupan hukum yang masih diwarnai nuansa kolonial.  Pada masa transisi

yang kedua ini merupakan masa untuk membangun hukum secara baik, tetapi

yang harus diperhatikan oleh pembuat undang-undang adalah perlu

ditumbuhkan pengertian bahwa hukum bukanlah sesuai yang eksak, pasti dan

steril. 

Perubahan sosial yang terjadi di Indonesia saat ini dapat dipandang

dari berbagai segi, misalnya dari segi ekonomi maka titik tolaknya adalah

krisis moneter dan jika dilihat dari segi politik maka titik tolaknya adalah

kehidupan yang tidak demokratis dan melahirkan pemerintahan yang totaliter.

Berbagai perkembangan itu berpengaruh terhadap kehidupan hukum.  Jika

pada masa kolonial dan orde lama hukum digunakan sebagai alat (sebagai alat

kepentingan politik), demikian juga pada orde baru (sebagai alat kepentingan

ekonomi).  Dari ketiga masa yang telah dijalani oleh pemerintah Indonesia itu

hukum menjadi sub sistem dari sistem yang lebih besar dan dari sini nampak

bahwa hukum sesungguhnya tidak mempunyai fleksibilitas atau keluwesan

untuk mengembangkan dirinya dan tuntutan masyarakat.

Dalam kaitannya dengan penyadapan telepon oleh KPK terhadap para

pelaku tindak korupsi, alasan-alasan bahwa perbuatan tersebut adalah

melanggar hukum, perlu dikaji ulang. Seharusnya, selama masih berada dalam

koridor yang diijinkan dan dilegalkan, penyadapan telepon tersebut perlu

mendapat dukungan karena demi kepentingan publik dan penegakan hukum.

Jika dilihat dari sosiologi hukum, pengesampingan kepentingan

individu merupakan sesuatu yang wajar. Terutama jika ia berbenturan dengan

kepentingan publik yang lebih mendasar. Privasi memang harus dilindungi.

Namun, kepentingan publik yang sangat mendesak demi kehidupan yang lebih

baik, pemerintahan yang bersih, dan rasa keadilan publik, hak individual harus

dikesampingkan. Pemberantasan korupsi, mau tidak mau, penting

Page 17: SOSIOLOGI HUKUM

diprioritaskan. Secara normatif, aturan penyadapan pada kasus yang dilakukan

KPK tersebut sudah memiliki dasar hukum yang jelas, baik di level undang-

undang maupun peraturan menteri, serta tidak bertentangan dengan UUD

1945 dan Konvensi HAM Internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Satjipto Rahardjo. 1982. Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis. Bandung: BPHN Depkeh dan Sinar Baru.

Soerjono Soekanto. Peranan Ilmu Hukum dalam Pembangunan Indonesia, Makalah Pada Simposium Peranan Ilmu Hukum Dalam Pembangunan Indonesia, Lustrum VI Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 17 November 1984, Surabaya.

______. 1986. Sosiologi Hukum. Jakarta: Gramedia.

Soetandyo Wignyosiebroto, Sosiologi Hukum: Perannya Dalam Pengembangan Ilmu Hukum dan Studi Tentang Hukum, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 November 1996.

Soetikno. 1988. Filsafat Hukum. Bagian I. Jakarta: Pradnya Pramamita.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.