Soal Lbm4 Neuro

9
Definisi Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46). Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat dan menimbulkan disorganisasi personal yang terbesar. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, skzizofrenia merupakan gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun timbul hilang dengan manifestasi klonis yang amat luas variasinya. Penyesuaian premorbid, gejala dan perjalanan penyakit yang amat bervariasi sesungguhnya skizofrenia merupakan satu kelompok gangguan yang heterogen. Pasien dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) karena hebatnya, gejala, ketidakmampuan pasien untuk merawat dirinya sendiri, tiada daya tilik diri dan keruntuhan social yang lambat laun terjadi serta menjauhnya pasien dari lingkungannya.(Kaplan dan Sadock (1998), Epidimiologi Skizofrenia mempengaruhi sekitar, 3–0, 7% orang pada suatu saat dalam kehidupan mereka, atau 24 juta orang di seluruh dunia terhitung pada tahun 2011. Penyakit ini muncul 1, 4 kali lebih sering di kalangan pria dibandingkan wanita dan biasanya muncul

description

schizophrenia

Transcript of Soal Lbm4 Neuro

Definisi

Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).

Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat dan menimbulkan disorganisasi personal yang terbesar. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, skzizofrenia merupakan gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun timbul hilang dengan manifestasi klonis yang amat luas variasinya. Penyesuaian premorbid, gejala dan perjalanan penyakit yang amat bervariasi sesungguhnya skizofrenia merupakan satu kelompok gangguan yang heterogen. Pasien dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) karena hebatnya, gejala, ketidakmampuan pasien untuk merawat dirinya sendiri, tiada daya tilik diri dan keruntuhan social yang lambat laun terjadi serta menjauhnya pasien dari lingkungannya.(Kaplan dan Sadock (1998),

Epidimiologi

Skizofrenia mempengaruhi sekitar, 30, 7% orang pada suatu saat dalam kehidupan mereka, atau 24 juta orang di seluruh dunia terhitung pada tahun 2011. Penyakit ini muncul 1, 4 kali lebih sering di kalangan pria dibandingkan wanita dan biasanya muncul lebih awal di kalangan pria usia puncak dari serangan awal adalah 2028 tahun untuk pria dan 26-32 tahun untuk wanita. Serangan awal di masa kanak-kanak amat jarang,[110] demikian juga serangan awal di usia pertengahan dan tua. Meskipun sudah diketahui bahwa skizofrenia muncul pada tingkat yang serupa di seluruh dunia, prevalensinya berbeda-beda di seluruh dunia, within countries, dan pada tingkat lokal dan daerah sekitar. Ini menyebabkan kira-kira 1% dari tahun hidup dengan penyesuaian kecacatan di seluruh dunia. Tingkat skizofrenia bervariasi hingga tiga kali lipat bergantung pada bagaimana penyakit ini didefinisikan.

1. Faktor PREDIPOSISI apa saja yang menyebabkan halusinasi pada orang?

Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:

a. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post mortem).

b. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Apa penyebab timbulnya masalah halusinasi pada kebanyakan orang?

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

3. Apa resiko yang bisa terjadi pada penderita halusinasi?

Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Tanda dan Gejala :

1.Memperlihatkan permusuhan

2.Mendekati orang lain dengan ancaman

3.Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai

4.Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan

5.Mempunyai rencana untuk melukai

Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan.Tanda dan gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.

4. Mekanisme Terjadinya Halusinasi?

Menurut terjadinya halusinasi meliputi 4 fase (Khobar, dkk 1987) yaitu :

a. Fase Pertama

Pasien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak, dan tidak sesuai, klien mulai melamun, dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.

b. Fase Kedua

Kecemasaan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri menjadi dominan. Mulai dirasakan ada yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan dia dapat mengontrol.

c. Fase Ketiga

Bisikan, suara isi halusinasi semakin menonjol menguasai dan mengontrol klien, klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasi.

d. Fase Keempat

Halusinasinya berubah menjadi semacam memerintah dan memaksa, memarahi klie, klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain.

5. Bagaimana cara perawatan pada penderita halusinasi?

Masalah yang dihadapi perawat dalam merawat pasien dengan halusinasi dapat berupa kecemasan, kepanikan dan ketakutan yang diakibatkan halusinasinya yang tidak berhubungan dengan rangsangan yang nyata serta keutuhan pasien tentang halusinasi yang dialaminya misalnya orang atau suara yang membicarakan atau mengganggunya. Isi pikirannya yang diketahui atau dipercakapan oleh orang lain, sesuatu yang didapat, dilihat oleh orang lain.

Untuk mengatasi masalah dan mencapai tujuan perawatan, perawat dapat berusaha :

a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik.

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pada pasien akibat halusinasi sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata kalau perlu pasien disentuh atau dipegang. Pendekatan harus dilakukan secara teratur tetapi tidak terus menerus. Pasien jangan disolasikan baik secara fisik atau emosional.

b. Melaksanakan program terapi dokter.

Seringkali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuasif tepi isntruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.

c. Mengenali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat mengenali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga atau orang lain yang dekat dengan pasien.

d. Memberi aktifitas pada pasien.

Pasien diajak mengaktifkan diri melakukan gerakan fisik, misalnya berolahraga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses keperawatan.

Keluarga dan petugas lain sebaiknya diberitahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses perawatan.

Daftar Pustaka

Keliat, Budi Anna, 1999, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta, EGC.

Keliat, Budi Anna, 1998, Gangguan Konsep Diri Pada Klien Gangguan Fisik di Rumah sakit Umum, Jakarta, FKUI.

Kumpulan-Kumpulan Materi Perkuliah Mata Ajar keperawatan Jiwa, 2005 STIKES Banten, Tangerang.

Rasmun, 2000, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Jakarta, CV. Agung Seto.

Stuart, G.W and Sundeen SJ, 1987,Principle and Practice of Psyciatri, St. Louis, The CV. Mosby Company.

Townsend, Mary C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran (EGC)