SKRIPSI TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM ...repo.stikesicme-jbg.ac.id/52/8/bayu...
Transcript of SKRIPSI TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM ...repo.stikesicme-jbg.ac.id/52/8/bayu...
SKRIPSI
TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) UNTUK MENGURANGI
KECEMASAN PADA LANJUT USIA
(Studi Di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang)
DISUSUN OLEH:
BAYU HERMAN SYAH
133210010
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“INSAN CENDEKIA MEDIKA”
JOMBANG
2017
i
TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) UNTUK MENGURANGI
KECEMASAN PADA LANJUT USIA
(Studi di Panti Sosial Lanjut Usia kabupaten Jombang)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program
Studi S1 Keperawatan Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika
Jombang
Bayu Herman Syah
13.321.0010
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2017
ii
iii
iv
v
PERSEMBAHAN
Syukur Alhamdulillah ku ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta
hidayah-NYA yang telah memberi kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan
skripsi ini higga selesai sesuai dengan dengan yang dijadwalkan. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan skripi ini. Skripsi ini
saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tuaku bapak murais dan ibu damiati yang tak henti mencurahkan
doa serta kasih sayang yang tak terhingga. Dengan semangat dan dukungan yang
tiada hentinya, baik secara moril atau materi. Hanya doa dan prestasi yang dapat
aku berkikan terima kasih bapak dan ibuku atas doa dan kasih sayang yang telah
engkau berikan
2. Dosen pembimbing Bapak Arif Wijaya, S.Kp.,M.Kep dan Ibu Maharani,
S.kep.,M.Kep yang telah membimbingku dengan sabar dan teliti dalam
mengerjakan skripsi ini. Semoga ilmu dan nasehat yang beliau berikan dapat
bermanfaat.
3. Teman-teman Mahasiswa S1 keperwatan STIKES ICME Jombang, yang selalu
sabar mendengarkan keluh kesahku dan memotivasi disetiap langkahku,
4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen S1 keperawatan terima kasih banyak atas semua
ilmu, nasehat serta motivasi yang telah telah diberikan semoga dapat
bermanfaat.
5. Hana fika yolanda yang sudah membantu, menemani serta mendoakan dalam
penyelesaian tugas skripsi ini
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di madium 12 juni 1993 dari bapak Murais dan ibu Damiati.
Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SDN kedungjati, tahun 2009 penulis lulus dari
SMPN 1 Balerejo, tahun 2012 penulis lulus dari SMAN 1 Nglames. Pada tahun 2013
penulis mengikuti Program Studi S1 keperawatan di STIKES Insan Cendekia
Medika Jombang.
Demikian Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenarnya.
Jombang, Mei 2017
Bayu Herman Syah
vii
MOTTO
Banyak orang yang telalu banyak bermimpi tapi gagal karena mereka tidak
memahami usaha yang diperlukan untuk meraih impian tersebut
”Steping Forward to Achieve a Dream”
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat ridlo dan izin
dari-NYA, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini dengan baik.
Selanjutnya, saya mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya
kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan skripsi
Penelitian tentang “Terapi spiritual emotional freedom technique (SEFT) untuk
mengurangi kecemasan pada lanjut usia di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten
Jombang” terutama kepada dosen pembimbing 1 yaitu Bapak Arif Wijaya,
S.Kp.,M.Kep dan Ibu Maharani, S.Kep.,Ns.,MM selaku pembimbing 2.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi penelitian ini masih banyak
kekurangan dan ketidaksempurnaan karena keterbatasan data dan pengetahuan
penulis serta waktu yang ada saat ini, dengan rendah hati penulis mengharap kritik
dan saran yang membangun dari kalangan pembimbing untuk kesempurnaan
makalah kami selanjutnya. Saya berharap semoga penulisan skripsi ini bermanfaat
khususnya kepada saya selaku penulis dan umumnya kepada pembaca yang
budiman..
Akhirnya, semoga Allah senantiasa meberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada siapa saja yang mencintai pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.
Jombang, Mei 2017
Penulis
ix
ABSTRAK
Terapi Spiritual Emotional Freedom Tecnique Untuk Mengurangi Kecemasan
Pada Lanjut Usia
Di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang
Oleh :
Bayu Herman Syah
Pada masa lanjut usia akan banyak terjadi perubahan-perubahan baik fisik
maupun psikis. Pada umumnya masalah psikis yang paling banyak dialami lanjut usia
adalah gangguan kecemasan. Kecemasan merupakan kebingungan, kekhawatiran
pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab tidak pasti. Berdasarkan studi
pendahuluan di Panti Sosial Lanjut Usia kabupaten jombang dari 8 lanjut usia
didapatkan tingkat kecemasan ringan 1 lansia, cemas sedang 3 lansia, cemas berat 4
lansia. Tujuan dari penelitian ini menganalisis Terapi Spiritual Emotional Freedom
Technique Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Lanjut
Usia Kabupaten Jombang. Desain penelitian ini menggunakan Pra – Eksperimen dengan pendekatan
One Group Pretest – Post test design. Metode sampling yang digunakan purposive
sampling. Populasi seluruh lansia usia 60 – 74 tahun sebanyak 45 lansia dan sampel
32 lansia yang memenuhi kriteria inklusi pada bulan februari – Mei 2017.
Pengambilan data menggunakan kuesioner tertutup skala GAS (Geriatric Anxiety
Scale). Setelah ditabulasi, data dianalisis menggunakan uji wilcoxon dengan tingkat
kemaknaan p < 0,005. Hasil penelitian menunjukan dari 32 lansia didapatkan 7 lansia tidak
mengalami kecemasan, 13 lansia mengalami kecemasan ringan, 12 lansia mengalami
kecemasan sedang. Sedangkan dari hasil pengujian statistik diperoleh hasil ada pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique terhadapa tingkat
kecemasan pada lansia dengan nilai p=0,000 dimana p<0,005. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Terapi Spiritual Emotional Freedom
Technique efektif menurunkan Tingkat Kecemasan Pada Lanjut Usia. Sehingga
mampu diaplikasikan dimasyarakat sebagai terapi alternatif untuk mengatasi masalah
baik fisik maupun psikis.
Kata kunci : Kecemasan, Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
x
ABSTRACT
Spiritual Therapy Emotional Freedom Tecnique To Reduce Anxiety On Elderly
In Jombang Senior Social Institution of Jombang Regency
By:
Bayu Herman Syah
In the elderly there will be many changes both physical and psychological. In
general, the most common psychological problems experienced by elderly is an
anxiety disorder. Anxiety is a confusion, anxiety about something that will happen
with an uncertain cause. Based on preliminary study at Jombang Sosial Seniaan
district of jombang from 8 elderly got minor anxiety level 1 elderly, anxious being 3
elderly, worried weight 4 elderly. The purpose of this study analyze the Emotional
Freedom Technique Spiritual Therapy Against Anxiety Levels In Children's Social
Seniors Seniors In Jombang. This research uses design Pre - experiment with
approaches One Group Pretest - Post test design. The sampling method used
purposive sampling. Population of all aged elderly 60 - 74 years as much 45 elderly
and 32 elderly samples meeting the inclusion criteria in February - May 2017.
Retrieving data using the questionnaire enclosed scale GAS(Geriatric Anxiety Scale).
Once tabulated, the data were analyzed using the Wilcoxon test with a significance
level of p <0.005. This study shows that from 32 elderly got 7 elderly do not experience anxiety,
13 elderly experience mild anxiety and 12 elderly have medium anxiety.While the
results of statistical testing results obtained no effect of Emotional Freedom
Technique Spiritual Therapy terhadapa level of anxiety in the elderly with a value of
p = 0.000 where p <0.005. The results of this study can be concluded that the therapy Emotional
Freedom Technique Spiritual effectively lowers the level of anxiety In Seniors. So
that can be applied in the community as an alternative therapy to overcome the
problems both physical and psychological.
Keywords: Anxiety, Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL DALAM ................................................................................ ii
SURAT PERYATAAN KEASLIAN ..................................................................... iii
PERSETUJUAN SKRIPSI PENELITIAN ......................................................... iv
PENGESAHAN PENGUJI ...................................................................................... v
PERSEMABAHAN .................................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... vii
MOTTO ......................................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ix
ABSTRAK ..................................................................................................................... x
DAFTAR ISI................................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ..................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3. Tujuan ................................................................................................................... 3
1.4. Manfaat ................................................................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kecemasan ............................................................................................ 5
2.2 Konsep Lansia ..................................................................................................... 22
2.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada lansia ............ 27
2.4 Konsep Spiritual emotional freedom technique (SEFT) ............................ 29
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka konseptual .......................................................................................... 42
3.2 Hipotesis ............................................................................................................... 43
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain penelitian ................................................................................................ 44
4.2 Waktu dan temapat penelitian ......................................................................... 44
xii
4.3 Populasi dan Sampel ......................................................................................... 45
4.4 Kerangka kerja ................................................................................................... 48
4.5 Identivikasi variable .......................................................................................... 49
4.6 Definisi operasional ........................................................................................... 50
4.7 Pengumpulan dan analisa data ........................................................................ 51
4.8 Etika penelitian ................................................................................................... 56
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Gambaran demografi tempat penelitian ......................................................... 58
5.2. Data umum ........................................................................................................... 58
5.3. Data khusus .......................................................................................................... 59
5.4. Pembahasan ......................................................................................................... 61
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 67
6.2 Saran ...................................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
No Daftar tabel Hal
4.1 Desain Penelitian ...................................................................................................... 46
4.2 Definisi operasional pengaruh terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan . 51
5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur ................................................... 59
5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin ...................................... 59
5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kecemasan sebelum
dialkukan terapi SEFT............................................................................................ 59
5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kecemasan sesudah
dilakukan terapi SEFT............................................................................................ 60
5.5 Distribusi frekuensi pengaruh terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan . 60
xiv
DAFTAR GAMBAR
No Daftar gambar Hal
3.1 Kerangka konsep Terapi SEFT terahadap tingkat kecemasan Lansia di
Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang………...……….............. 45
4.5 Kerangka kerja Terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan Pada Lansia
di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang………......................... 50
xv
DATA LAMPIRAN
Lampiran 1 : Format pengajuan judul skripsi
Lampiran 2 : Lembar peryataan dari perpustakaan
Lampiran 3 : Lembar injin penelitian
Lampiran 4 : Format peryataan menjadi responden
Lampiran 5 : Lembar Kuesioner
Lempiran 6 : Lembar SOP terapi SEFT
Lampiran 7 : Lembar konsultasi
Lampiran 8 : Daftar tabulasi data
Lampiran 9 : Hasil SPSS analisa statistic
Lampiran 10 : Jadwal kegiatan
Lampiran 11 : karakteristik responden berdasarkan hasil kuesioner
xvi
DAFTAR SINGKATAN
1. EMDR = Eye movement desensitization repatterning
3. Lansia = Lanjut Usia
4. PSLU = Panti Sosial Lanjut Usia
5. SEFT = Spiritual Emotional Freedom Technique
6. WHO = World Health Organization
xvii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lanjut usia merupakan tahap terakir dalam proses alami yang tidak dapat
dihindari oleh setiap individu (Depsos, 2006). Proses Menua menyebabkan
berbagai perubahan yang mempengaruhi berbagai fungsi dan kemampuan tubuh
yang ditandai oleh berbagai kemunduran fisik, gangguan psikologi dan juga
kemampuan kognitif pada lansia yang dapat menyebabkan masalah
kesehatan.Perubahan psikologis pada lanjut usia meliputi frustasi, kesepian, takut
kehilangan kebebasan, takut meghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi,
dan kecemasan (Maryam dkk, 2008).Kecemasan merupakan masalah psikologi
yang sering dihadapi oleh lansia dimana kecemasan mempunyai rentang respon
aldatif sampai maladatif (Tamher, 2009).
Data WHO (2015) bahwa ada 901.000.000 orang berusia 60 tahun atau
lebih yang terdiri atas 12% populasi global. Populasi lansia diindonesia mencapai
20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03% dari jumlah penduduk Indonesia (BPS,
2014).Jumlah lansia di kota jombang sebanyak 182096 jiwa (Dinkes Jombang,
2016). Angka kejadian gangguan ansietas di Indonesia sekitar 39 juta jiwa dari
238 juta jiwa penduduk (Heningsih, 2014). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Heningsih dkk yang dilakukan dipanti Werdha Darma Bhakti Surakartadi (2014)
dengan hasil data sebanyak 60,7% lanjut usia mengalami kecemasan. Elva Yunita
(2013) dalam penelitianya menunjukan hasil bahwa terdapat penurunan skor
kecemasan pada kelompok eksperiment dengan menggunakan terapiSEFT.
Berdasarkan hasil studi pendauluan yang dilakukan peneliti di PSLU kabupaten
1
2
Jombang, dari 8 responden didapatkan tingkat kecemasan ringan 1 lansia, cemas
sedang 3 lansia, cemas berat 4 lansia.
Hal-hal yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada lansia, yaitu faktor
predisposisi (pendukung) dan presipitasi. Faktor predisposisi yaitu ketegangan
dalam kehidupan berupa pristiwa traumatik, konflik emosional, gangguan konsep
diri, frustasi, gangguan fisik, riwayat gangguan cemas. Sedangkan faktor
presipitasi berupa ancaman kekerasan dan ancaman terhadap harga diri (Farida
kusumawati & Yudi Hartono, 2010). Disamping faktor tersebut masih banyak
faktor yang menyebabkan kecemasan pada lansia yaituselalu memikirkan penyakit
yang dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan keluarga yang
dimiliki sangat sedikit, kepikiran anaknya yang belum menikah, sering merasa
kesepian.Kecemasan yang berlebihan mempunyai dampak yang merugikan pada
pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit fisik meliputi
penekanan pada sistem kekebalan tubuh, gangguan pencernaan, kehilangan
memori jangka pendek, penyakit arteri koroner dini (Cutler, 2004).
Upaya untuk mengurangi kecemasan pada lansia yang berlebihan supaya
tidak mengganggu aktivitas sehari-hari perlu dilakukan terapi. Banyak terapi non
farmakologi yang bisa digunkan untuk mengurangi kecemasan meliputi: TAK,
Hipnoteraphy, Terapi warna, meditasi ,dan salah satunya menggunkan
TerapiSEFT.TerapiSEFT dapat digunakan sebagai salah satu tehnik untuk
mengatasi untuk mengatasi masalah emosional maupun fisik dengan melakukan
totok ringanpada titik syaraf tubuh (Zainuddin, 2009). Terapi SEFT bisa dilakukan
oleh kelurga maupun teman yang bisa dilakukan 3kali dalam seminggu.
3
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh terapiSEFT terhadap tingkat kecemasan pada lansia
di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi pengaruh terapiSEFT terhadap tingkat kecemasan pada
lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang.
1.3.2 Tujuan Kusus
a. Mengidentifikasi tingkat kecemasan sebelum diterapiSEFT di Panti
Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang.
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan sesudah diterapi SEFTdi Panti
Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang
c. Menganalisistingkat kecemasan sebelum dan sesudah diterapi SEFTdi
Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan informasi dalam bidang
kesehatan kususnya studi ilmu keperawatan dalam usaha pengembangan terapi
non farmakologi khusunya terapi SEFTuntuk mengatasi masalah psikologi pasien.
1.4.2 Praktis
Metode terapi SEFT dapat digunakan sebagai terapi alternatif untuk
menurunkan kecemasan pada lansia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kecemasan
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan dapat didefinisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa
gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber
aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 2007). Sedangkan
Suliswati, (2005) mengatakan bahwa kecemasan sebagai respon emosi tanpa
objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara
interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang
akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan
tidak menentu dan tidak berdaya.
Freud mengungkapkan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk
memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga
dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.. Kecemasan berfungsi sebagai
mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita
bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu
akan meningkat sampai ego dikalahkan (Alwisol, 2005).
Kecemasan adalah kondisi kejiwaan yang penuh dengan kekhawatiran dan
ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan dengan permasalahan
yang terbatas maupun hal-hal yang aneh. Deskripsi secara umum kecemasan yaitu
“perasaan tertekan dan tidak tenang serta berpikiran kacau dengan disertai banyak
penyesalan”. Hal ini sangat berpengaruh pada tubuh, hingga tubuh dirasa
menggigil, menimbulkan banyak keringat, jantung berdegup cepat, lambung
4
5
terasa mual, tubuh terasa lemas, kemampuan berproduktivitas berkurang hingga
banyak manusia yang melarikan diri ke alam imajinasi sebagai bentuk terapi
sementara ( Musfir, 2005).
2.1.3 Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart Sudden (2007), tingkatan kecemasan dibagi menjadi 4,
antara lain:
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.Manifestasi yang
muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi
meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat
dan tingkah laku sesuai situasi.
Kecemasan ringan mempunyai karakteristik :
1) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari.
2) Kewaspadaan meningkat.
3) Persepsi terhadap lingkungan meningkat.
4) Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan menghasilkan
kreatifitas.
5) Respon fisiologis : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berekrut,
serta bibir bergetar.
6
6) Respon kognitif : mampu menerima rangsangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif,
dan terangsang untuk melakukan tindakan.
7) Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, remor
halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi.
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan
sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu
kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan
meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi,
lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada
rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak
sabar, mudah lupa, marah dan menangis. Kecemasan sedang mempunyai
karakteristik :
1) Respon biologis : sering nafas pendek, nadi ekstra sistol dan
tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia,
diare/konstipasi, sakit kepala, sering berkemih, dan letih.
2) Respon kognitif : memusatkan perhatian pada hal yang penting
dna mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan
rangsangan dari luar tidak mampu diterima.
7
3) Respon perilaku dan emosi : gerakan tersentak-sentak, terlihat
lebih tegas, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan
perasaan tidak aman.
c. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal
lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada
tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur
(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit,
tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan
keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya,
bingung, disorientasi.
Kecemasan berat mempunyai karakteristik :
1) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan
mengabaikan hal yang lain.
2) Respon fisiologis : nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
berkeringat dan sakit kepala,penglihatan kabur, serta tampak
tegang.
3) Respon kognitif : tidak mampu berpikir berat lagidan
membutuhkan banyak pengarahan / tuntunan, serta lapang
persepsi menyempit.
8
4) Respon perilaku dan emosi : perasaan terancam meningkat dan
komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat).
d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena
mengalami kehilangan kendali.Orang yang sedang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang
terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi,
pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap
perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan
delusi.
Panik mempunyai karakteristik :
1) Respons fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,
sakit dada, pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik.
2) Respons kognitif : gangguan realitas, tidak dapat berfikir logis,
persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan
ketidakmampuan memahami situasi.
2.1.3 Teori Kecemasan
Menurut Sullivan & Coplan (2000) kecemasan merupakan suatu respon
terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai
sesuatu sebagai suatu harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja
untuk melegakan tingkah laku. Stres dapat berbentuk psikologis, social atau fisik.
Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi
dalam pengembangan kecemasan (Videbeck, 2008). Teori-teori tersebut adalah
sebagai berikut:
9
1. Teori Biologi
Beberapa individu yang mengalami episode sikap bermusuhan, iritabilitas,
perilaku sosial, dan perasaan mendadak bahwa segala sesuatu tidak nyata,
dapat menunjukkan gangguan panik atipikal. Mereka mengalami abnormalitas
elektroensefalografik pada lobis temporal yang biasanya berespons terhadap
karbamazepin (suatu antikunvulsan) atau obat-obatan lain dalam kategori ini.
a. Teori genetik
Howarh & weissma (2000) mengungkapkan bahwaKecemasan
dapat memiliki komponen yang diwariskan karena kerabat tingkat
pertama individu yang mengalami peningkatan kecemasan memiliki
kemungkinan lebih tinggi mengalami kecemasan. Insiden gangguan
panik mencapai 25% pada kerabat tingkat pertama (Videbeck, 2008).
b. Teori neurokimia
Sullivan & Coplan (2000) mengatakan bahwa Asam gama-amino
butirat (GABA) merupakan neurotransmiter asam amino yang
diyakini tidak berfungsi pada gangguan kecemasan. GABA, suatu
neurotransmiterinhibitor, berfungsi sebagai agens kecemasan tubuh
dengan mengurangi eskitabilitas sel sehingga mengurangi frekuensi
bangkitan neuron. GABA tersedia pada sepertiga sinap saraf,terutama
sinap di sistem limbik dan lokus sereleus, tempat neurotrasmiter
noerepinefrin meningkatkan kecemasan, diperkirakan bahwa maalah
pengaturan neurotransmiter ini menimbulkan kecemasan.
Benzodiazepin, suatu kelas obat-obatan ansitolik, terikat pada tempat
reseptor yang sama seperti GABA. Benzodiazepin membantu reseptor
10
pascasinaps untuk lebih reseptif terhadap efek GABA, yang lebih
lanjut mengurangi kecemasan. Ansiolitik mengurangi kecemasan
prabedah dan mengendalikan reaksi kecemasan akut, tetapi agens ini
harus digunakan dengan bijaksana karena bersifat adiktif (Videbeck,
2008).
2. Teori Psikodinamik
a. Psikoanalisis
Menurut Freud (1936) memandang kecemasan alamiah seseorang
sebagai stimulus untuk perilaku. Ia menjelaskan mekanisme
pertahanan sebagai upaya manusia untuk mengendalikan kesadaran
terhadap kecemasan. Individu yang mengalami kecemasan diyakini
menggunakan secara berlebihan salah satu atau pola tertentu dari
beberapa mekanisme pertahanan, yang menempatkan individu tersebut
pada salah satu tahap perkembangan psikoseksual freud (videback,
2008).
b. Teori interpersonal
Harry stack Sullivan (1952) mengungkapkan bahwa kecemasan
timbul dari masalah-masalah dalam hubungan interpersonal. Cara
mengkomunikasikan kecemasan dari individu yang satu kepada yang
lain disebut empati. Pada individu dewasa,kecemasan muncul dari
kebutuhan individu tersebut untuk menyesuaikan diri dengan norma
nilai kelompok budayanya. Semakin tinggi tingkat kecemasan,
semakin rendah kemampuan untuk mengomunikasikan dan
11
menyelesaikan masalah dan semakin besar pula kesempatan untuk
terjadi gangguan kecemasan (videbeck, 2008).
c. Teori perilaku
Ahli teori perilaku memandang kecemasan sebagai sesuatu yang
dipelajari melalui pengalaman individu. Sebaliknya, perilaku dapat
diubah atau “dibuang” melalui pengalaman baru. Ahli teori perilaku
percaya bahwa individu dapat memodifikasi perilaku malapdatif tanpa
memahami penyebab perilaku tersebut. Mereka menyatakan bahwa
perilaku yang mengganggu, yang berkembang dan mengganggu
kehidupan individu dapat ditiadakan atau dibuang melalui pengalaman
berulang yang dipandu oleh seorang ahli terlatih(Videbeck, 2008).
2.1.4 Macam-macam Kecemasan
Menurut freud (Suryabrata, 2001) ada 3 jenis kecemasan,yaitu:
a. Kecemasan Realitis
Kecemasan Realitis adalah kecemasan akan bahaya-bahaya dari luar.
b. Kecemasan Neurotis
Kecemasan Neurotis adalah kecemasan bila insting-insting tidak
dikendalikan dan menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dihukum.
Freud membagi dalam 3 kategori, yaitu:
1. Cemas Umum
Cemas ini merupakan cemas yang sederhana yang terjadi hanyalah
individu merasa takut dan perasaan tidak menentu.
12
2. Cemas Penyakit
Cemas ini menyangkut pengalaman terhadap obyek atau situasi
tertentu sebagai penyebab kadang merasa cemas.
3. Cemas dalam bentuk ancaman
Cemas yang menyertai gejala kejiwaan seperti hysteria.
c. Kecemasan Moral
Kecemasan Moral adalah kecemasan yang timbul dari kata hati
terhadap perasaan berdosa apabila melakukan dan sebaliknya berpikir
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral.
Kecemasan pada usia lanjut merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh usia lanjut atau berupa ketakutan yang tidak
jelas dan hebat. Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh
seseorang (Nugroho, 2008). Gejala-gejalanya adalah:
a. Perubahan tingkah laku
b. Bicara cepat
c. Meremas-remas tangan
d. Berulang-ulang bertanya
e. Tidak mampu berkonsentrasi atau tidak memahami penjelasan
f. Tidak mampu menyimpan informasi yang diberikan
g. Gelisah
h. Keluhan badan
i. Kedinginan dan telapak tangan lembab
13
Sedangkan menurut Hawari (2013) antara lain:
a. Gejala fisik meliputi, kegelisahan atau kegugupan, tangan atau
anggota tubuh gemetar, banyak keringat, mulut atau kerongkongan
terasa kering, sulit bernafas, pusing, merasa lemas, sulit menelan,
diare, wajah terasa merah, jantung berdebar keras atau berdetak
kencang.
b. Gejala behavioral meliputi, perilaku menghindar, perilaku melekat,
perilaku terguncang.
c. Gejala kognitif meliputi, khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu
akan ketakutan terhadap sesuat yang terjadi di masa depan, keyakinan
bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi, sulit berkontraksi.
2.1.6 Reaksi-reaksi Kecemasan
Atkinson & Hilgard (1999) mengungkapkan bahwa kecemasan yang
dirasakan oleh seseorang dapat memunculkan reaksi secara fisiologis dan
psikologis, yaitu :
a. Reaksi fisiologis seseorang yang mengalami kecemasan, maka
aktivitas salah satu atau lebih dari organ tubuhnya akan meningkat,
seperti meningkatnya detak jantung, susah tidur, dan keringat yang
berlebihan.
b. Reaksi psikologis merupakan reaksi berupa peningkatan atau
penurunan dorongan untuk berperilaku wajar seperti susah
berkonsentrasi, gelisah, tegang, cemas, takut, khawatir, dan bingung.
14
2.1.7 Faktor-faktor Penyebab Kecemasan
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian
besar tergantunga pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa
atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut
Savitri Ramaiah (2003) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi
kecemasan, diantaranya yaitu :
a. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir
individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan
karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu
dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu
tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
b. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan
keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama
jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang
sangat lama.
c. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi
seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu
penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan
perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan.
15
Zakiah Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2010) mengungkapkan
beberapa penyebab dari kecemasan yaitu :
a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang
mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut,
karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran
b. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-
hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan
ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang
kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.
c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak
berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan
takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya.
Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain
itu, keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik
lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya. Musfir Az-Zahrani
(2005) menyebutkan faktor yang mempengaruhi adanya kecemasan yaitu:
a. Lingkungan keluarga
Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau
penuh dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua
terhadap anak-anaknya, dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta
kecemasan pada anak saat berada didalam rumah.
16
b. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kecemasan individu. Jika individu tersebut berada pada lingkungan
yang tidak baik, dan individu tersebut menimbulkan suatu perilaku
yang buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai penilaian
buruk dimata masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan munculnya
kecemasan. Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya
yang tidak nyata dan sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta
adanya penolakan dari masyarakat menyebabkan kecemasan berada di
lingkungan yang baru dihadapi (Patotisuro Lumban Gaol, 2004).
Sedangkan Elina Raharisti Rufaidah (2009) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah :
a. Faktor fisik
Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu
sehingga memudahkan timbulnya kecemasan.
b. Trauma atau konflik
Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi
individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau
konflik mental yang terjadi pada individu akan memudahkan
timbulnya gejala-gejala kecemasan.
c. Lingkungan awal yang tidak baik.
Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi
kecemasan individu, jika faktor tersebut kurang baik maka akan
17
menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-
gejala kecemasan.
2.1.8 Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri
kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional, dan tidak dapat
secara intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Fitri Fauziah & Julianty
Widuri (2007) membagi gangguan kecemasan dalam beberapa jenis, yaitu :
a. Fobia Spesifik
Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau
antisipasi terhadap obyek atau situasi yang spesifik.
b. Fobia Sosial
Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya
berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari situasi
dimana dirinya dievaluasi atau dikritik, yang membuatnya merasa terhina
atau dipermalukan, dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau
menampilkan perilaku lain yang memalukan.
c. Gangguan Panik
Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik
yang spontan dan tidak terduga. Beberapa simtom yang dapat muncul
pada gangguan panik antara lain ; sulit bernafas, jantung berdetak
kencang, mual, rasa sakit didada, berkeringat dingin, dan gemetar. Hal
lain yang penting dalam diagnosa gangguan panik adalah bahwa individu
merasa setiap serangan panik merupakan pertanda datangnya kematian
atau kecacatan.
18
d. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)
Generalized Anxiety Disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang
berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom
somatik, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial
atau pekerjaan pada penderita, atau menimbulkan stres yang nyata.
Sedangkan Sutardjo Wiramihardja (2005) membagi gangguan
kecemasan yang terdiri dari :
a. Panik Disorder
Panik Disorder ditandai dengan munculnya satu atau dua serangan
panic yang tidak diharapkan, yang tidak dipicu oleh hal-hal yang bagi
orang lain bukan merupakan masalah luar biasa. Ada beberapa simtom
yang menandakan kondisi panik tersebut, yaitu nafas yang pendek,
palpilasi (mulut yang kering) atau justru kerongkongan tidak bisa
menelan, ketakutan akan mati, atau bahkan takut gila.
b. Agrophobia
Yaitu suatu ketakutan berada dalam suatu tempat atau situasi dimana
ia merasa bahwa ia tidak dapat atau sukar menjadi baik secara fisik
maupun psikologis untuk melepaskan diri. Orang-orang yang memiliki
agrophobia takut pada kerumunan dan tempat-tempat ramai.
2.1.9. Dampak Kecemasan
Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi
yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi-emosi ini tumbuh
berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi
tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang
19
merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit
fisik (Cutler, 2004).
Yustinus Semiun (2006) membagi beberapa dampak dari kecemasan
kedalam beberapa simtom, antara lain :
a. Simtom suasana hati
Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya
hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang
tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur, dan
dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah marah.
b. Simtom kognitif
Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada
individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin
terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang
ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan
akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.
c. Simtom motor
Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang,
gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari
kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara
tiba-tiba. Simtom motor merupakan gambaran rangsangan kognitif yang
tinggi pada individu dan merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari
apa saja yang dirasanya mengancam. Kecemasan akan dirasakan oleh
semua orang, terutama jika ada tekanan perasaan ataupun tekanan jiwa.
20
Menurut Savitri Ramaiah (2005) kecemasan biasanya dapat menyebabkan
dua akibat, yaitu :
a. Kepanikan yang amat sangat dan karena itu gagal berfungsi secara normal
atau menyesuaikan diri pada situasi.
b. Gagal mengetahui terlebih dahulu bahayanya dan mengambil tindakan
pencegahan yang mencukupi.
2.1.10 Cara pengukuran kecemasan
a. Skala HARS
Alat ukur tingkat kecemasan telah dikembangkan oleh beberapa peneliti
sebelumnya diantaranya adalah kecemasan berdasarkan HARS, telah terbukti
dan banyak digunakan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian yang
berkaitan dengan kecemasan. Skala HARS berisi tentang perasaan cemas,
ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan
depresi, gejala somatic, Gejala kardiovaskuler, gejala resperatori, gejala
gastrointestinal, gejala urogenital, gejala autonom, tingkah laku (Nursalam,
2008).
Gejala kecemasan berdasarkan HARS diukur berdasarkan skala yang
bergerak 0 hingga 4. Skor 0 berarti tidak ada gejala atau keluhan, skor 1 berarti
ringan (1 gejala dari pilihan yang ada), sokr 2 berarti sedang (separuh dari
gejala yang ada), skor berat (lebih dari separuh yang ada) dan skor 4 berarti
Sangat Berat (semua gejala ada). Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14
kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut
dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu:
a. Skor < 14 = tidak ada kecemasan.
21
b. Skor 14 – 20= kecemasan ringan.
c. Skor 21 – 27= kecemasan sedang.
d. Skor 28 – 41= kecemasan berat.
e. Skor 42 – 56 = panik.
b. Skala Zung Self Rating Anxiety Scale (ZSAS)
Zung Self Rating Anxiety Scale (ZSAS) merupakan kuisioner untuk
mengetahui tingkat kecemasan seseorang secara kuantitatif dan kualitatif.
Terdapat 20 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan dinilai 1-4 (1: tidak pernah,
2: kadang-kadang, 3: sebagian waktu, 4: hampir setiap waktu). Terdapat 15
pertanyaan kearah peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan kearah penurunan
kecemasan ( Zung Self-rating Anxiety Scale dalam Ian medowell, 2006 ).
Rentang penilaian 20-80, dengan pengelompokan antara lain
: Skor 20-44 : kecemasan ringan
Skor 45-59: kecemasan sedang
Skor 60-74: kecemasan berat
c. Skala Geriatric Anxiety Scale (GAS)
Segel dkk (2010) mengungkapkan kecemasan pada lansia dapat diukur
dengan pengukuran tingkat kecemasan yaitu GAS(Geriatric Anxiety Scale).
Maka dalam penelitian ini untuk mengukur kecemasan pada Lansia juga
menggunakan standar GAS. Terdapat 25 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan
dinilai 0-3 (0: tidak pernah, 1:pernah, 2:jarang, 3:sering).Rentang hasil skor
dari 0 hingga 75, semakin tinggi skor mengindikasikan semakin level
kecemasan tertinggi.
22
Nilai 0-18 : level minimal dari kecemasan
Nilai 19-37 : kecemasan ringan
Nilai 38-55 : kecemasan sedang
Nilai 56-75 : kecemasan berat
2.2 Konsep Lanjut Usia
2.2.1 Pengertian Lanjut Usia
Santrock (2006) mengungkapkan bahwa masa lanjut usia (lansia)
merupakan periode perkembangan yang bermula pada usia 60 tahun yang berakhir
dengan kematian. Masa ini adalah masa penyesuaian diri atas berkurangnya
kekuatan dan kesehatan, menata kembali kehidupan, masa pensiun dan
penyesuaian diri dengan peran-peran sosial (Sari Hayati, 2009).
Surini & Utomo (2003) mengungkapkan bahwa lanjut usia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan
dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan (Lilik Ma’rifatul Azizah, 2011).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa
sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan
sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan
kematian (Setiati, Harimurti, & R, 2009).
Notoadmojo (2010) mengungkapkan Usia lanjut adalah kelompok orang
yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka
waktu beberapa dekade
23
Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun.
2.2.2 Batasan Umur Lanjut Usia
Efendi (2009) mengungkapkan batasan-batasan umur yang mencakup
batasan umur lansia menurut pendapat berbagai ahli adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1
ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria berikut :
a. usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun
b. lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun
c. lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun
d. usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
a. pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun
b. kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun
c. ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun
d. keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia
(geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric
age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-
24
75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi,
2009).
e. Menurut Depkes (2011) batasan lanjut usia meliputi:
a. Pra lansia adalah kelompok usia 45-59 tahun
b. Lansia antara 60-69 tahun
c. Lansia beresiko adalah kelompok usia <70 tahun
2.2.3 Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan
yang menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus-menerus (Wahit
Iqbal Mubarak dkk, 2006).
1. Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ
tubuh, diantaranya system pernapasan, pendengaran, penglihatan,
kardiovaskuler, system pengaturan tubuh, musculoskeletal, gastro
intestinal, genitor urinaria, endokrin dan integumen. Dan masalah-masalah
fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia (Wahit Iqbal Mubarak
dkk, 2006).
2. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali kaitannya dengan
perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan,
serta situasi lingkungan. Intelegensi diduga secara umum makin mundur
terutama faktor penolakan abstrak mulai lupa terhadap kejadian baru, masih
terekam baik kejadian masa lalu. Dari segi mental emosional sering muncul
25
perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, adanya
kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit
atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi (Wahit Iqbal Mubarak
dkk, 2006).
3. Perubahan psikososial
Masalah-masalah ini serta reaksi individu terhadapnya akan sangat
beragam, tergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Pada
saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja
mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun.
Bila ia cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk masa
pensiun dengan menciptakan bagi dirinya sendiri berbagai bidang minat
untuk memanfaatkan waktunya, masa pensiunnya akan memberikan
kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi bagi banyak pekerja
pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman-teman yang akrab dan
disingkirkan untuk duduk-duduk di rumah atau bermain domino di klub
pria lanjut usia. Perubahan psikososial yang lain adalah merasakan atau
sadar akan kematian, perubahan cara hidup : memasuki rumah perawatan,
penghasilan menurun : biaya hidup meningkat dan tambahan biaya
pengobatan, penyakit kronis dan ketidak mampuan, kesepian akibat
pengasingan diri lingkungan sosial, kehilangan hubungan dengan teman
dan keluarga, hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik : perubahan konsep
diri dan kematian pasangan hidup (Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
26
4. Perubahan Kognitif
Perubahan pada fungsi kognitif diantaranya adalah : kemunduran
umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas
yang memerlukan memori jangka pendek, kemampuan intelektual tidak
mengalami kemunduran, kemampuan verbal dalam bidang vokabular
(kosakata) akan menetap bila tidak ada penyakit (Wahit Iqbal Mubarak
dkk, 2006).
5. Perubahan Spiritual
Menurut Murray dan Zentner (1970) lanjut usia makin matur dalam
kehidupan kegamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir dan bertidak dalam
sehari-hari, menurut Fowler : Universalizing, perkembangan spiritual pada
usia 70 tahun, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir
dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan
(Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
2.2.4 Tipe Lanjut Usia
Nugroho (2000) mengungkpakan beberapa tipe pada lansia bergantung
pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan
ekonominya (Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan.
27
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen
(ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri).
2.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada lansia
Noorkasiani (2009) mengungkapkan bahwa usia lanjut dalam pengalaman
hidupnya tentu diwarnai oleh masalah psikologi berupa kehilangan dan
kecemasan. Adapun mekanisme koping pada usia lanjut dipengaruhi faktor-faktor
(Marlina, 2010).
28
a. Faktor internal
Adapun faktor-faktor internal yang berhubungan dengan kecemasan
pada lanjut usia diantaranya:
1. Umur
Semakin bertambah usia atau umur seseorang semakin siap pula
dalam menerima cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivitas yang
menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan individu
bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia pertengahan
menuju usia tua.
2. Jenis kelamin
Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada
bentuk adaptasi yang digunakan.
3. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak
pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam
menghadapi masalah yang terjadi.
4. Motivasi
Adanya motivasi akan sangat membantu individu dalam
menghadapi dan menyelesaikan masalah.
5. Kondisi fisik
Menurut Nugroho (2000), di kemukakan adanya empat proses
penyakit yang sangat erat hubungannaya dengan proses menua,
yakni:
29
1. Gangguan sirkulasi darah. Seperti: hipertensi, kelainan pembuluh
darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner), dan ginjal.
2. Gangguan metabolik hormonal seperti: diabetes, minitus,
klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid.
3. Gangguan pada persendian, seperti osteoporosis, goutartritis,
ataupun penyakit kolagen lainnya.
4. Berbagai neoplasma.
b. Faktor eksternal
Adapun faktor-faktor eksternal yang berhubungan dengan
kecemasan pada lanjut usia diantaranya:
1. Dukungan sosial
2. Dukungan keluarga
Menurut Friedman (1998) bahwa keluarga berfungsi sebagai sistem
pendukung bagi anggotanya.
2.4 Konsep terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
2.4.1 Pengertian SEFT
Anwar dan Triana (2011) mendefinisikan SEFT sebagai sebuah teknik
yang mengkombinasikan antara spiritualitas melalui doa, keikhlasan, dan
kepasrahan dengan energy psychology. Adanya unsur spiritualitas adalah suatu hal
yang membedakan teknik SEFT dengan berbagai teknik terapi yang berbasis
energy psychology lainnya.
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) merupakan teknik
penggabungan dari terapi sistem energi tubuh dan spiritualitas. Stimulasi titik
energi tubuh dilakukan dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik
30
tertentu pada tubuh sambil berdoa yang disertai sikappasrah kepada Tuhan
Menurut Hakam dkk. (2009).
Zainuddin (2009) sebagai penemu SEFT mendefinisikanSEFT sebagai
sebuah teknik terapi berbasis energy psychology dan spiritual power dimana
penggunanya melakukan sejumlah ketukan pada titik-titik meridiantubuh di
sepanjang jalur meridian tubuh sambil melakukan doa pada Sang Pencipta.
2.4.2 Dasar Teori SEFT
SEFT merupakan teknik terapi psikologi yang berawal dari EFT. Sebagai
teknik yang berawal dari SEFT, maka teori utama yang menjadi acuan dasar
dalam SEFT adalah enerrgy psychology (Zainuddin, 2009). Energy psychology
adalah konsep teori yang berbasis teori akupuntur namun dalam aplikasi teknik
tanpa menggunakan jarum (Gallo, 1999; Gallo & Vincenzi, 2000). Tidak berbeda
dengan teori akupuntur, teori energy psychology berasumsi bahwa setiap manusia
mempunyai suatu sistem energi yang mengatur seluruh sistem fisik maupun psikis
manusia. Sistem energi tersebut terdiri dari life force atau biasa disebut oleh para
tabib cina dengan Chi, chakra atau acupoint sebagai pusat pembangkit energi dan
penyuplai energi ke sel-sel tubuh manusia, dan 365 jalur meridian tubuh yang
berfungsi sebagai tempat mengalirnya chi (Gallo, 2005; Feinstein & Ashland,
2009).
Menurut teori energy psychology, gangguan psikologis atau sakit fisik
terjadi jika terdapat sejumlah hambatan energi negatif pada pembuluh meridian
tempat mengalirnya chi. Oleh karena itu, jika ada seseorang mengalami gangguan
psikologis sepertigangguan kecemasan, fobia ataupun depresi, berarti telah terjadi
31
ketidakseimbanganberupa adanya hambatan berupa energi negatif pada system
jalur meridiannya (Feinsten & Ashland, 2009)
Feinstein & Ashland (2012) mengatakan untuk mengatasi gangguan
tersebut dapat dilakukan dengan menstimulasi dengan menyentuh, menekan,
ataupun dengan ketukan ringan pada titik-titik acupoint yang berhubungan dengan
persoalan yang dialami. Dengan melakukan stimulasi pada titik acupoint maka
secara otomatis akan melenyapkan atau mengeluarkan energi negatif dari sistem
energi individu.
Pada SEFT digunakan stimulasi berupa ketukan ringan atau tapping pada
titik acupoint. Pada saat tapping terjadi peningkatan proses perjalanan
sinyalsinyal neurotransmitter yang menurunkan regulasihipotalamic-pitutiary-
adrenalAxis (HPA axis) sehingga mengurangi produksi hormon stres yaitu
kortisol (Church, 2009).
Efek tapping telah dibuktikan dengan sebuah penelitian di Harvard
Medical School. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang yangdalam
keadaan takut kemudian dilakukan tapping pada titik acupointnya makaterjadi
penurunan akitivitas amygdala, dengan kata lain terjadi penurunanaktivitas
gelombang otak, hal tersebut juga membuat respons fight or flight padapartisipan
terhenti. Untuk kemudian memunculkan efek relaksasi yang akanmenetralisir
segala ketegangan emosi yang dialami individu. Efek ini samadengan respon yang
muncul ketika seseorang distimulasi dengan jarum akupunturpada titik
meridiannya (Feinsten & ashland, 2012).
Spiritual merupakan komponen yang membedakan antara SEFT dan EFT.
Penambahan unsur spiritual dalam SEFT berupa doa kepada Tuhan. Zainuddin
32
(2009) mengungkapkan penambahan unsur spiritual berupa doa menghasilkan
amplifiying effect atau efek pelipatgandaan pada EFT.
Lewis & Barnes(2008) dalam penelitian mengungkapkan terhadap 2306
sampel untuk melihat korelasi antara frekuensi berdoa dengan psychology Lewis
& Barnes membagi kategori psychology health menjadi 4 aspek yaitu
extraversion,psychoticsm, neurotocism, dan lie scale. Lewis & Barnes
menemukan bahwa seseorang yang sering berdoa mempunyai skor extraversion,
psychoticsm,neurotocism, dan lie scale yang lebih rendah ketimbang individu
yang berdoa kadang-kadang atau tidak sama sekali. Dengan kata lain, individu
yang sering berdoa akan mempunyai kesehatan mental yang baik.
Wachholtz& Sambaamorthi (2011) mengungkapkan penyebab doa dapat
memberikan efek positif terhadap kondisi psikilogis individu adalah adanya
sebuah proses coping pada individu.dengan berdoa individu diajak melakukan
proses coping. Doa menggiring individu untuk memahami segala sesuatu dari
sudut pandang yang jauh lebih tinggi atau transendence (Lewis & Barnes, 2008).
Bagi individu yang jarang berdoa, sakit pada tubuh fisik dapat dianggap sebagai
sesuatu yang buruk dan suatu kesialan sehingga dapat mengalami stres,
kecemasan, ataupun depresi. Berbeda halnya dengan individu yang rutin berdoa
dengan penuh penghayatan, bagi individu tersebut sakit bisa jadi sebuah bentuk
proses pencucian dosa, peningkatan derajat, bahkan sebagai bentuk cinta kasih
Tuhan terhadap dirinya. Proses pemaknaan peristiwa secara transendece inilah
yang menjadi sebuah bentuk coping bagi individu. Hal ini juga senada dengan
pendapat Lazarus & Folkman (1986) yang mengungkapkan bahwa nilai-nilai
religiusitas dapat berperan untuk coping stres pada individu.
33
Zainuddin (2009) menjelaskan bahwa SEFT dapat dijelaskan dari filsafat
psikologi eksistensial yang termasuk dalam mazhab humanistik. Viktor Frankl
mengembangkan teknik terapi yang berbasis psikologi eksistensial yang dikenal
dengan logotherapy (Corey, 2009).
Frankl (2009) mengungkapkan bahwa penyebab individu mengalami
problem psikologis seperti depresi, dan gangguan kecemasan adalah akibat
ketidakmampuan individu untuk memaknai persoalan yang dihadapinya secara
positif. Frankl menjelaskan bahwa untuk bisa bebas dari persoalan psikologisnya
dan dapat mencapai kebahagiaan maka individu perlu memaknai peristiwa yang
dihadapinya secara positif. Salah satu pemaknaan positif tersebut adalah
memaknai sebuah peristiwa dari sudut pandang spiritualitas. Viktor Frankl
mengatakan pula bahwa sudut pandang spiritualitas sebagai the ultimate meaning
(makna puncak) yang dapat digunakan oleh individu untuk mencapai
kebahagiaan. Dengan kata lain ketika spirutualitas merupakan suatu hal yang akan
berpengaruh sangat besar dalam menentukan bahagia atau tidaknya individu.
Zainuddin (2009) mengungkapkan bahwa dalam SEFT terdapat
pelaksanaan dari logotherapy. Hal ini dapat dilihat pada teknik SEFT pada tahap
set up, tune in maupun tapping yang mengajarkan individu untuk dapat ikhlas dan
pasrah kepada Tuhan dalam menghadapi setiap persoalan yang dihadapinya.
Dengan demikian SEFT memberikan sejumlah pemaknaan yang bersifat
spiritualitas pada penggunanya terhadap persoalan yang dihadapinya.Pemaknaan
spiritualitas seperti:
a. Tuhan itu ada, Tuhan yang mengatur alur kehidupan saya.
34
b. Jika Tuhan memberikan kesulitan, disaat bersamaan Tuhan juga
memberikankemudahan.
c. Setiap kesulitan yang hadir adalah bagian dari keputusuan Tuhan
yang pastinya baik untuk saya saat ini.
d. Tuhan dan manusia mempunyai tugas yang berbeda. Tugas saya hanyalah
berusaha, sedangkan tugas Tuhan adalah menentukan hasil.
Oleh karena itu,dengan menjalankan SEFT individu dapat terbebas dari persoalan
psikologis yang dihadapinya maupun mencapai kebahagiaan atau hidup yang
bermakna.
2.4.3 Faktor yang mempengaruhi keberhasilan SEFT
Ada 5 hal yang harus kita perhatikan agar SEFT yang kita lakukan efektif.
Lima hal ini harus kita lakukan selama terapi, mulai Set-up, Tune-up, hingga
Tapping ( Zainuddin, 2009 ).
1. Yakin
Anda (terapis maupun klien) tidak perlu yakin samaSEFT atau diri anda
sendiri, anda hanya perlu yakin pada Maha Kuasanya Tuhan dan
Sayangnya Tuhan pada anda.
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Qs Al
Insyirah ayat 5).
2. Khusyu
Selama melakukan terapi kususnya saat Set-up, kita harus kosentrasi atau
khusu. Pusatkan pikiran kita pada saat melakukan Set-up (berdoa) pada
“Sang Maha Penyembuh”.
35
3. Ikhlas
Ikhlas artinya ridho atau menerima rasa sakit kita (baik fisik maupun
emosi) dengan sepenuh hati. Ikhlas berarti tidak mengeluh, tidak complain
atas musibah yang sedang kita terima.
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan”
(Qs:An Nisaa' ayat 125).
4. Pasrah
Pasrah dalah menyerahkan apa yang terjadi nanti pada Allah SWT. Kita
pasrahkan pada-Nya apa yag terjadi nanti, apakah makin sakit atau makin
membaik semua kita pasrahkan pada Allah.
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluanya). Sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu (QS.Ath-Thalaq:3).
5. Syukur
Bersyukur saat kondisi semua baik-baik saja adalah mudah. Sunggu berat
untuk tetap bersyukur disaat kita masih punya masalah berat yang belum
selesai. Jangan samapai satu masalah kecil menenggelamkan rasa syukur
kita atas nikmat Allah. Maka kita perlu “discipline of gratitude”,
mendisiplinkan pikiran, hati dan tindakan kita untuk selalu bersyukur,
karena bisa jadi penyakit yang diderita kita lupa mensyukuri nikmat yang
Selama ini kita terima.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan ; Sesungguhnya,
jika kamu bersyukur pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan,
36
jika kamu mengingkari (nikmat-ku), sesungguhnya azab-ku sangat pedih
(Qs Ibrahim ayat 7).
2.4.4 Faktor Penghambat Keberhasilan SEFT
Menurut Zainuddin (2009) ada 11 faktor penghambat dalam keberhasilan
terapi SEFT. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut:
1. Kurang pengetahuan dan keterampilan
Untuk mengatasinya diperlukan Learn More, Practice More, belajar
lebih banyak dan sering praktek.
2. Dehidrasi
Untuk mengatasinya dengan cara minum air yang banyak sebelum
melakukan SEFT minimal 0,5 liter, karena energy tubuh dapat dialirkan
dengan baik oleh air
3. Hambatan spiritual
Masalah Solusi
Kurang yakin Yakin bukan pada SEFT atau pada terapis,namun pada
kekuasaan Tuhan dan rasa kasihnya.
Kurang ikhlas Sadari bahwa kita ini adalah hambanya
Kurang Kusyu Bayangkan anda dilihat Tuhan sekarang
Kurang Pasrah Bayangkan anda dalam kondisi terjepit, diujung tanduk
dan tidak ada seorang pun yang dapat membantu anda
kecuali Tuhan
Kurang Syukur Sadari bahwa dalam setiap masalah ada 1000 nikmat yang
belum kita sukuri
37
4. Perlawanan Psikologis
Cara mengatsi dengan berpikir positif
5. Kurang spesifik
Cara mengatasi dengan Tell The Story Technique, The Movie
Technique, The Tearless Trauma Technique.
6. Akar masala belum ditemukan
Carilah akar masalah dari keluhan penderita layaknya seorang detektif.
7. Aspek yang berubah-ubah
Cara mengatasi dengan fokus terhadap salah satu aspek.
8. Mebutuhkan sentuhan orang lain
Kita membutuhkan orang lain dalam melakukan SEFT terutama yang
lebih berpangalaman karena saat orang lain melakukan SEFT untuk
anda akan terjadi penambahan energi tubuh yang saling berinteraksi.
9. Tidak ingin berubah
Anda tidak bisa membantu orang yang memang tidak ingin dibantu.
10. Memerlukan “PERNAFASAN COLLARBON”
Hanya untuk 5% populasi yang masalahnya tidak kunjung hilang
setelah berulang kali tapping dengan berbagai teknik.
11. Alergi terhadap objek tertentu.
Cara megatasi dengan menghindari objek alergi
2.4.5 Prosedur SEFT
Ada dua versi dalam melakukan SEFT. Versi pertama adalah versi
lengkap, dan yang kedua adalah versi ringkas (short-cut). Kedua versi SEFT
tersebut terdiri dari 3 langkah, perbedaannya hanya pada langkah ketiga
38
(thetapping). Pada versi singkat, langkah ketiga dilakukan hanya pada 9 titik saja,
sedangkan pada versi lengkap tapping dilakukan pada 18 titik (Zainuddin, 2009).
Zainuddin (2009) menjelaskan versi lengkap maupun versi ringkas
SEFTterdiri dari 3 tahap yaitu: the set-up, the tune-in dan the tapping yaitu:
1. The set-up
The set-up adalah tahap dimana pengguna SEFT mengakses persoalan
emosinya dan melakukan doa dengan khusuk, ikhlas, sambil menekan titik
sorespot (titik SEFT yang terletak di dada bagian atas) atau mengetuk titik
karatechop (titik dibagian tangan yang biasa dipakai para karateka untuk
memecah batu bata). Tujuan dari set up adalah untuk mengarahkan fokus
pada aliran energi yang bermasalah dan mentralisir psychological reversal
atau keyakinan-keyakinan bawah sadar yang bersifat merugikan. Cara
untuk dapat mengakses persoalan yang dihadapi adalah dengan mengingat
persoalan yang dihadapi oleh pengguna SEFT. Adapun pola susunan doa
dalam teknik SEFT adalah sebagai berikut :Ya Allah...meskipun saya
merasa ___________(disesuaikan dengan kondisi pengguna SEFT) karena
________ saya ikhlas menerima rasa ____________ ini, dan saya
pasrahkan kepadaMu ketenangan hati dan pikiran saya.
2. The tune-in
The tune in adalah tahapan dimana pengguna SEFT tetap
memfokuskan perhatian pada persoalan psikisnya sambil terus
mengucapkan doa “Ya Allah..saya ikhlas…. saya pasrah”dengan penuh
kesadaran. Tujuan dari tune in adalah agar pengguna SEFT dapat
terhubung pada gangguan pada sistem energi.
39
3. The Tapping
The tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada ke 18
titikSEFT secara berurutan maupun tidak berurutan sambil tetap
melakukan tune in.jika titik ini di ketuk beberapa kali maka akan
berdampak pada ternetralisirnyagangguan emosi yang dirasakan individu,
hal ini terjadi karena aliran energi tubuhberjalan dengan normal dan
seimbang kembali dengan melakukan tappingtersebut. Titik-titik tersebut
adalah :
1. Cr = Crown,terletak dibagian atas kepala.
2. EB = Eye Brow, terletak permulaan alis mata.
3. SE = Side of the Eye, terletak terdaerah diatas tulang disamping
mata.
4. UE = Under the Eye, terletak titik yang terletak 2 cm dibawah
kelopak mata.
5. UN = Under the Nose,terletak tepat dibawah hidung.
6. Ch = Chin, terletak antara dagu dan bagian bawah bibir.
7. CB = Collar Bone, terletak diujung tempat bertemunya tulang
dada, collar bonedan tulang rusuk pertama.
8. UA = Under the Arm, terletak dibawah ketiak sejajar dengan
putting susu (pria)atau tepat di bagian tengah bra (wanita.)
9. BN = Bellow Nipple, terletak 2,5 cm dibawah putting susu (pria)
atau diperbatasan antara tulang dada dan bagian bahwa payudara.
10. IH = Inside of Hand, terletak di bagian dalam tangan yang
berbatasan dengantelapak tangan.
40
11. OH = Outside of Hand, terletak di bagian luar tangan yang
berbatasan dengantelapak tangan.
12. Th = Thumb, terletak pada samping luar bagian bawah kuku pada
ibu jari.
13. IF = Index Finger, terletak disamping luar bagian bawah kuku pada
jari telunjuk(dibagian yang menghadap ibu jari).
14. MF = Middle Finger, terletak disamping luar bagian bawah kuku
pada jari tengah (dibagian yang menghadap ibu jari).
15. RF = Ring Finger, terletak disamping luar bagian bawah kuku pada
jari manis (dibagian yang menghadap ibu jari).
16. BF = Baby Finger, terletak disamping luar bagian bawah kuku
pada jarikelingking (di bagian yang menghadap ibu jari).
17. KC = Karate Chop, terletak di samping telapak tangan, bagian
yang digunakanuntuk mematahkan balok saat berkarate.
18. GS = Gamut Spot, terletak dibagian antara perpanjangan tulang jari
manis dantulang jari kelingking.
Pada titik terakhir, sambil melakukan tappingpada titik-titik SEFT,
pengguna SEFT juga melakukan gerakan the 9 gamut procedure. The 9
gamutprocedureadalah kegiatan melakukan 9 gerakan untuk merangsang
bagian otak kanan agar aktif dan bekerja. Sembilan gerakan itu dilakukan
sambil melakukan tapping pada salah satu titik energitubuh yang
dinamakan gamut spot. Gamut spotterletak diantara ruas tulang jari
kelingkingdan jari manis. Sembilan gerakan itu adalah:
41
1. Menutup mata.
2. Membuka mata.
3. Mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah.
4. Mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah.
5. Memutar bola mata searah jarum jam.
6. Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam.
7. Bergumam dengan berirama selama 3 detik.
8. Menghitung 1, 2, 3, 4, 5.
9. Bergumam lagi selama 3 detik.
Dalam psikoterapi, teknik the 9 gamut proceduredikenal juga sebagai
teknik EMDR (eye movement desensitization repatterning).Setelah menyelesaikan
9gamut procedure, langkah terakhir dari tahap the tapping adalahmengulang lagi
tapping dari titik pertama hingga ke-17 (berakhir di karate chop). Proses SEFT
diakhiri dengan mengambil nafas panjang dan menghembuskan nafas dengan
pelan, sambilmengucap rasa syukur kepada Tuhan.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan, suatu uraian dan
visualisasi hubungan serta kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang
lainnya, atau antara variabel satu dengan variabel lainnya dari masalah yang ingin
diteliti yang nantinya akan diamati (diukur) melalui metode penelitian
(Notoatmodjo, 2010).
Faktor-faktor yang
Faktor perancu
mempengaruhi kecemasan
Faktor yang mempengaruhi
a. Kurang Pengetahuan A. Faktor internal
keberhasilan terapi SEFT
terapis
a. Umur
a. Yakin
b. Dehidrasi klien
b. Jenis kelamin
b. Khusyu c. Hambatan Spiritual c. Tingkat pendidikan
c. Ikhlas
klien
d. Motivasi
d. Pasrah d. Perlawanan e. Kondisi fisik
e. syukur Psikologis klien B. Faktor ekseternal
e. Kurang Spesifik
a. Dukungan sosial
f. Akar masalah
b. Dukungan
Belum ditemukan
keluarga
g. Aspek yang
Tahap Terapi SEFT
berubah-ubah dll.
a. The Set-Up
Tingkat kecemasan
a. Kecemasan ringan
b. The Tune-In
c. The Tapping b. Kecemasan sedang
( Zainuddin, 2009 ) c. Kecemasan berat
d. Panik
( Stuart Sudden dalam
Keterangan: buku Asmadi, 2008 )
: Tidak Diteliti
: Mempengaruh
: Diteliti
Gambar 3.1. kerangka konsep pengaruh terapi SEFT terahadap tingkat kecemasan
lansia diPanti Sosial Lanjut Usia kabupaten Jombang.
Penjelasan kerangka konsep :
42
43
Metode penurunan kecemasan menggunakan terapi SEFT salah satunya
akan menggunakan tapping , memberikan ketukan pada titik-titik yang dirasa
sobyek menjadi salah satu sumber kecemasan. Teknik tapping berfungsi untuk
merangsang syaraf yang kaku, ketika tapping diberikan pada kecemasan maka
mampu melenturkan (mengendorkan) syaraf-syaraf yang kaku. Tapping yang akan
dilakukan terapis akan menghasilkan proses terapi energi dan EMDR (Eye
Movement Densitization Repattering). Dari proses tapping akan mengalami
penurunan ketegangan. Ketukan-ketukan yang dilakukan oleh terapis, akan
menambah energi subjek, setelah itu melakukan EMDR atau gerakan mata agar
system syaraf otot merasa ringan atautidak kaku. EMDR lebih pada melenturkan
system syaraf. Dari proses EMDR maka akan terjadi penerunan kecemasan.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian yang harus diuji kebenaranya( Nursalam, 2008).
H1 : Terapi SEFT efektif menurunkan tingkat kecemasan pada lansia.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu yang sangat penting dalam penelitian yang
memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi
akurasi hasil (Nursalam, 2007).
Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalahpre experimental
designsdengan tipe One GroupPretest-Posttest Design. Dalam desain ini, sebelum
perlakuan diberikan terlebih dahulu sampel diberika pretest (tes awal) setelah itu
sampel diberikan perlakuan dan diakhir setelah terapi SEFT diberikan sampel
kembali diberikan posttest (tes akhir) (Nursalam, 2008).
Tabel 4.1Desain Penelitian
Pretest Treatment Postest
01 X1 02
01 = Pemberian pretest sebelum terapi SEFT
02 = Pemberian posttest sesudah terapi SEFT
X1 = Perlakuan berupa terapi SEFT
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
A. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal februari sampai selesai 2017
44
45
B. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten
Jombang. Berdasarkan hasil studi pendauluan yang dilakukan peneliti
di PSLU kabupaten Jombang, dari 8 responden didapatkan tingkat
kecemasan ringan 1 lansia, cemas sedang 3 lansia, cemas berat 4 lansia.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2013). Populasi
diperoleh dari semua lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten
Jombangsejumlah 45 lansia.
4.3.2 Sampel
a. Besar Sampel
Sampel adalah sebagai bagian dari populasi yang menjadi objek
penelitian. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua mungkin karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu. Maka
peneliti dapat mengambil sampel dari populasi itu (Sugiyono, 2013).
Dengan memperhatikan karakteristik sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada
populasi target dan populasi terjangkau (Nursalam, 2008). Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah :
46
1. Bersedia mengikuti penelitian dibuktikan dengan
menandatangani lembar informed consent
2. Umur 60-74 tahun
b. Kriteriaeksklusi
Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan sebagian subyek yang
memenuhi inklusi dari penelitian karena berbagai sebab (Nursalam,
2008). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Tidak kooperatif
2. Tidak komunikatif
3. Tidak mengikuti penelitian sampai selesai (drop out)
b. Rumus besar sampel
Rumus n = N
Nd2 + 1
Keterangan :
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
d2 : Presisi yang ditetapkan
(Nursalam,2008)
Diketahui: N = 45
d = 0,1
ditanya : n =….?
Rumus n= N
N(d)2 + 1
= 45
45 (0,1)2 + 1
47
= 45
45 (0,01) + 1
= 31,034
Hasil dari perhitungan jumlah sampel didapatkan angka 31,034
karena responden dari penelitian ini manusia maka angka tersebut
dibulatkan menjadi 32 lansia.
4.3.3 Sampling
Sampling penelitian merupakan suatu proses seleksi sampel yang
digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan
mewakili keseluruhan populasi yang ada ( Hidayat, 2010 ).
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling. Purposive sampling merupakan tehnik pengmbilan sampel dilakukan
dengan pertimbangan tertentu (sugiyono, 2013).
48
4.4 Kerangka Kerja (frame work)
Identifikasi masalah
Populasi
Semua Lansia di panti sosial lanjut usia Jombang sebanyak 45 jiwa.
Sampling purposive sampling
Sampel Sampel sejumlah 32Lansia di panti sosial lanjut usia Jombang
Desain penelitian pre-eksperiment
Pengumpulan Data Menggunakan kuisioner dan lembar observasi
Variabel independen: Terapi SEFT
Variabel dependen: Tingkat Kecemasan
pada Lansia
Pengolahan Data Editing, coding, scoring, tabulating
Analisa Data Uji wilcoxon dengan SPSS 21
Penyajian Data
Penyusunan laporan akhir
Kesimpulan dan Saran
Gambar 4.5 Kerangka kerja Pengaruh Terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan
Pada Lansiadi Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang.
49
4.5 Identifikasi Variabel
Variabel adalah sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
penelitiuntuk dipelajari sehinggga diperoleh informasi untuk ditarik kesimpulan
(Sugiyono, 2013).
4.5.1 Variabel Independen (bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat),
(Sugiyono, 2013). Variabel independen pada peneltian ini adalahterapi SEFT.
4.5.2 Variabel Dependen (terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas (independen), (Sugiyono, 2013). Variabel
dependen pada penelitian ini adalah tingkat kecemasan pada lansia.
50
4.6 Definisi operasional
Tabel 4.6Definisi operasional pengaruh terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan Lansia di Panti Sosial lanjut Usia jombang.
Variabel Definisi operasional Parameter Alat Skala Skor
ukur
Independent Terapi dengan 1. The set-up yaitu SOP menggunakan gerakan menetralisir 50nergy
Terapi SEFT sederhana yang negative yang ada
dilakukan untuk ditubuh
membantu 2. The tun-in yaitu
menyelesaikan masalah mengarahkan pikiran
sakit fisik maupun pada tempat rasa
psikis dan mengurangi sakit
kecemasan pada lansia 3. The tapping yaitu
mengetuk ringan
dengan dua ujung jari
pada titik-titik
tertentu ditubuh manusia
(Zainuddin,2009)
Dependent Perasaan subjektif Tingkatan seseorang K O Menggunakan yang dialami merespon gejala U R skala GAS dengan Tingkat individumengenai kecemasan yaitu E D penilaian
kecemasan ketegangan mental j. Perubahan S I Nilai0=Tidak
pada lansia yang menggelisahkan tingkah laku I N pernah sebagai reaksi umum k. Bicara cepat O A sama sekali
dan ketidakmampuan l. Meremas-remas N L Nilai 1= Pernah
menghadapi masalah tangan E Nilai 2= Jarang
atau adanya rasa m. Berulang-ulang R Nilai 3= Sering aman. bertanya
n. Tidak mampu Penialianderajat
berkonsentrasi Kecemasan. atau tidak Nilai 0-18 : level
memahami minimal dari
penjelasan kecemasan o. Tidak mampu Nilai19-37:
menyimpan kecemasan
informasi yang ringan
diberikan Nilai 38-55 : p. Gelisah kecemasan
q. Keluhan badan sedang
r. Kedinginan dan Nilai 56-75 : telapak tangan kecemasan berat
lembab (Daniel L, 2010)
51
4.7 Pengumpulan dan Analisa data
4.7.1 Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat pengumpul data yang disusun dengan
maksud untuk memperoleh data yang sesuai baik data kualitatif maupun data
kuantitatif (Nursalam, 2008). Dalam pengumpulan data pada penelitian digunakan
alat berupa kuesioner yang diberikan pada responden yang memenuhi kriteria.
Kuesioner dalam penelitian diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah
tersusun dengan baik dan responden memberikan jawaban dengan tanda-tanda
tertentu (Arikunto, 2010). Alat ukur atau instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner dengan skala GAS dengan jumlah 25 pernyataan
yang sudah diuji validitas maupun reliabelitas.Masing-masing nilai angka (score)
dari ke 25 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan
tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu:
a. Nilai 0-18: level minimal dari kecemasan
b. Nilai 19-37: kecemasan ringan
c. Nilai 38-55: kecemasan sedang
d. Nilai 56-75: kecemasan berat
4.7.2. Prosedur penelitian
Dalam melakukan penelitian, prosedur yang ditetapkan adalah sebagai
berikut:
1. Mengurus surat pengantar penelitian ke STIKES ICME Jombang.
2. Meinta izin kepada Kepala PSLU Kabupaten Jombang
52
3. Menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian dan bila bersedia
menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani informed
consent.
4. Responden mengisi semua daftar pertanyaan sebelum melukakan terapi
dalam lembar kuesoiner yang telah diberikan, dan jika telah selesai
kuesioner diserahkan pada peneliti.
5. Penelitian memberikan terapi tentang SEFT.
6. Responden mengisi semua daftar pertanyaan sesudah Terapi SEFT dalam
lembar kuesoiner yang telah diberikan, dan jika telah selesai kuesioner
diserahkan pada peneliti.
7. Setelah kuesioner terkumpul, peneliti melakukan tabulasi dan analisa
data.
8. Penyusunan laporan hasil penelitian.
Melakukan analisa, data diolah dengan tujuan mengubah data
menjadi informasi. Informasi yang diperoleh digunakan untuk proses
pengambilan keputusan, terutama dalam pengajuan hipotesis. Langkah-
langkah dalam proses pengolahan data adalah sebagai berikut:
a. Editing
Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau dikumpulkan serta memeriksa
kelengkapan dan kesalahan. Saat dilakukan penelitian ada beberapa
responden yang belum lengkap dalam mengisi kuesioner, maka
53
peneliti memeriksa dan menannyakan kembali kepada responden
tentang data yang belum dilengkapi oleh responden
b. Coding
Coding adalah pemberian kode numerik (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori dan memberikan kode jawaban
responden sesuai dengan indikator pada kuesioner. Pemberian kode
ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan
komputer.Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode
dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan
kembali melihat dan arti suatu kode dari suatu variabel.
a. Responden
Responden 1 = R1
Responden 2 = R2
Responden 3 = R3
b. Umur
Umur 60-64 = 1
Umur 65-69 = 2
Umur 70-74 = 3
c. Jenis kelamin
Laki-laki = 1
Perempuan = 2
d. Tingkat Kecemasan
normal = 1
cemas ringan = 2
54
cemas sedang = 3
cemas berat = 4
c. Scoring
Scoring adalah penentuan jumlah skor, dalam penelitian ini
menggunakan skala ordinal. Skor untuk kuisioner kecemasan
adalah skor 0 = Tidak pernah sama sekali, skor 1 = Pernah, skor 2
= Jarang, skor 3 = Sering
d. Tabulating
Tabulating adalah tahap tabulasi yang dilakukan yaitu
memasukkan data ke dalam tabel-tabel dan mengatur angka-angka
sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai kategori.
Setelah data terkumpul dalam tabel, dilaksanakan pengolahan
dengan menghitung skor yang tertinggi dan skor terendah untuk
menentukan distribusi frekuensi. Adapun hasil pengolahan data
tersebut diinterpretasikan menggunakan skala kumulatif.
100% : Seluruhnya
76% - 99% : Hampir seluruhnya
51% - 75% : Sebagian besar dari responden
50% : Setengah responden
26% - 49% : Hampir dari setengahnya
1% - 25% : Sebagian kecil dari responden
0% : Tidak ada satupun dari responden
(Arikunto, 2010).
55
2. Analisa Data
a. Analisis Univariate
Analisis univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian, yang bertujuan untuk menjelaskan karakteristik tiap
variabel yang terdiri dari umur, jenis kelamin. Pada umumnya
dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase
dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Data kusus dari penelitian
ini adalah variabel dependent (tingkat kecemasan) dan variabel
independent (Terapi SEFT). Untuk mengukur kecemasan
digunakan skala GAS. Pada skala GAS disediakan empat
alternative jawaban dan setiap jawaban sudah tersedia skornya.
a. Nilai 0 = Tidak pernah sama sekali
b. Nilai 1 = Pernah
c. Nilai 2 = Jarang
d. Nilai 3 = Sering
Penilaian derajat kecemasan
a. Nilai 0-18: level minimal dari kecemasan
b. Nilai 19-37: kecemasan ringan
c. Nilai 38-55: kecemasan sedang
d. Nilai 56-75 : kecemasan berat b.
Analisis bivariate
Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010), yaitu kriteria
variabel terapi SEFT dan kecemasan.
56
Untuk mengetahui pengaruh dari terapi SEFTterhadap tingkat
kecemasan Lansia diuji dengan uji stastistik wilcoxon dengan
tingkat signifikan 0,05 mengunakan SPSS 21. Jika ρ < 0,05 maka
H0 (hipotesa nol) ditolak, artinya ada pengaruh terapi SEFT
terhadap tingkat kecemasan pada lansia di panti sosial lanjut usia
kabupaten jombang.
4.8 Etika Penelitian
4.8.1 Informed Consent
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden. Informed Consent tersebut diberikan sebelum penelitian
dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi
responden. Tujuan Informed Consent adalah agar subjek mengerti maksud
dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.
4.8.2 Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam
penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama. Responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan.
4.8.3 Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan
57
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada
hasil riset (Hidayat, 2010).
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menguraikan hasil penelitian yang dilakukan di Panti Sosial
Lanjut Usia kabupaten jombang pada tanggal 3-12 april 2017 dengan responden
32 lansia. Hasil penelitian disajikan dalam dua bagian yaitu data umum dan data
kusus. Data umum dimuat karakteristik responden bedasarkan umur, jenis
kelamin. Sedangkan data kusus terdiri dari tingkat kecemasan sebelum terapi
SEFT, karakteristik sesudah terapi SEFT, dan pengaruh terapi SEFT terhadap
tingkat kecemasan pada Lansia.
5.1. Gambaran umum tempat penelitian
Lingkup unit pelayanan teknis panti sosial lanjut usia jombang tediri dari
lima wisma , satu gedung serbaguna untuk kegiatan penghuni panti dan dua kantor
petugas atau pekerja yang ada dipanti. Panti sosial lanjut usia jombang dihuni oleh
70 lansia, 11 diantaranya berada diruang intensif care dikarenakan sisanya ada di
pavillium anggrek, mawar, melati dan boegenfil. Di panti terdapat beberapa
petugas yang datang setiap harinya dan 1 diantaranya adalah perawat panti yang
menangani segala keluhan yang dimiliki oleh para lansia.
5.2. Data umum
Hasil penelitian terhadap orang tua di Panti sosial lanjut usia kabupaten
jombang diperoleh distribusi frekuensi responden menurut usia yang dapat dilihat
pada tabel 1. Responden terdiri dari umur 60-64 tahun sebanyak 10 lansia, umur
65-69 tahun sebanyak 8 lansia dan umur 70-75 sebanyak 14 lansia. Mayoritas
responden berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 20 orang (62,5%).
58
59
5.2.1 Distribusi frekuensi respondent berdasarkan umur Table 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di panti sosial lanjut
usia kabupaten jombang.
No Umur (tahun) Frekuensi Presentasi
1 60-64 10 31,25
2 65-69 8 25
3 70-74 14 43,75
Jumlah 32 100 Sumber: Data primer tahun 2017
Berdasarkan table 5.1 diketahui bahwa hampir dari setengahnya
responden berumur 70-74 tahun sebanyak 14 responden (43,75%).
5.2.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
Table 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin dipanti sosial lanjut usia kabupaten jombang
No Jenis kelamin Frekuensi Presentasi
1 Laki-laki 12 37,5
2 Perempuan 20 62,5
Jumlah 32 100 Sumber: Data primer 2017
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan (62,5 %).
5.3. Data khusus
Data khusus merupakan karakteristik yang diteliti di Panti Sosial Lanjut
Usia kabupaten jombang.
5.3.1. Tingkat kecemasan pada lansia sebelum dilakukan terapi SEFT
Tabel 5.3 distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kecemasan sebelum dilakukan terapi SEFT di Panti Sosial Lnjut usia
kabupaten Jombang pada bulan april2017.
No Kriteria kecemasan Frekuensi Presentasi
1 NormaL 7 12,9
2 Ringan 13 40,6
3 Sedang 12 37,5
Jumlah 32 100
60
Bedasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa tingkat kecemasan sebelum
dilakukan terapi SEFT sebagian besar mengalami tingkat kecemasan ringan (40,6
%).
5.3.2 Tingkat kecemasan pada lansia sesudah dilakukan terapi SEFT
Tabel 5.4Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kecemasan
sesudah dilakukan terapi SEFT di Panti Sosial Lnjut usia
kabupaten Jombang pada bulan april 2017.
No Kriteria kecemasan Frekuensi Presentasi
1 Normal 22 68,8
2 Ringan 8 25
3 Sedang 2 6,2
Jumlah 32 100
Bedasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa tingkat kecemasan sesudah
dilakukan terapi SEFT sebagian besar mengalami tingkat kecemasan normal (68,8
%).
5.3.3 Pengaruh terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan pada Lansia
Tabel 5.5Distribusi frekuensi pengaruh terapi SEFT terhadap tingkat
kecemasan pada Lansia studi diPanti Sosial Lanjut Usia
kabupaten Jombang.
No Tingkat kecemasan
Sebelum
Normal Ringan Sedang jumlah
sesudah
Normal 6 11 5 22
Ringan 1 2 5 8
Sedang 0 0 2 2
Jumlah 7 13 12 32
Z= -4.044 p= 0.000
Berdasarkan hasil uji statistic Wilcoxon Sign Rank Test, menunjukkan nilai
signifikasi(p sign = 0,000) dimana hal ini berarti p sign <0,005 sehingga H1
diterima artinya adapengaruh tingkat kecemasan sebelumpemberian terapi SEFT.
61
5.4 Pembahasan
5.4.1 Tingkat kecemasan sebelum dilakukan terapi SEFT
Berdasarkan tabel 5.3 bahwa hampir setengah dari jumlah respondent
sebelum dilakukan terapi SEFT yang mengalami gangguan kecemasan ringan
sebanyak 13 responden (40,6).Sebagian besar jumlah responden menglami tingkat
kecemasan ringan dengan memberikan jawaban tidak pernah lebih dari 50%
diantaranya pernyataan mengalami gangguan pencernaan, seperti kehilangan
kontrol, takut dihakimi oleh orang lain, malu/takut dipermalukan, mudah marah,
mengalami kesulitan berkonsentrasi, kurang tertarik dalam melakukan sesuatu
yang anda senangi dan apakah anda sulit untuk duduk diam.
Kecemasan merupakan respon terhadap stress atau konflik. Rangsangan
konflik bisa datang baik dari dalam maupun luar diri sendiri. Hal ini yang akan
menimbulkan respon system syaraf yang mengatur pelepasan hormone tertentu.
Akibat terlepasanya hormone itu, maka akan muncul rangsangan pada organ-
organ seperti lambung, jantung, pembuluh darah maupun alat-alat gerak. Selain
dapat juga memicu sistem simpatis sebagai mekanisme pertahanan tubuh. Sistem
ini menutup arteri-arteri yang megalir ke organ-organ yang tidak esensial untuk
pertahanan. Sistem simpatis ini yang akan mempersiapkan tubuh untuk
mengahadapi kondisin darurat dan bahaya (Ratih 2010).
Individu yang mengalami kecemasan akan mengakibatkan perubahan-
perubahan fisiologi dari system endokrin. Hal ini yang akan menyebabkan
peningkatkan kerja dari syaraf simpatik dan parasimpatik susunan syaraf otonom.
Gangguan inilah yang menyebabkan terjadinya aktivitas metabolik dalam tubuh
(Ratih 2010)
62
Lansia yang berusia 60 – 74 tahun lebih banyak mengalami kecemasan
karena pada usia ini mereka memasuki tahap awal sebagai lansia, mereka
memerlukan penyesuaian yang lebih terhadap perubahan – perubahan baik fisik
maupun kognitif yang terjadi pada mereka. Seseorang yang berusia 60 – 74 tahun
digolongkan pada usia lanjut yang berarti usia pertengahan atau usia madya. Pada
usia ini seseorang dalam periode kehidupannya telah kehilangan kejayaan masa
mudanya, secara biologis proses penuaan secara terus menerus yang ditandai
dengan menurunnya daya tahan tubuh. Usia pertengahan adalah suatu masa
dimana seseorang dapat merasa puas dengan keberhasilannya, tetapi sebagian
orang periode ini adalah permulaan kemunduran (Handayani, 2009). Sesuai
dengan Pernyataan Tomader dalam Hanifawati (2011) yang mengatakan bahwa
lansia berusia 60-74 tahun memiliki faktor resiko untuk terjadinya gangguan
kecemasan yang lebih tinggi dikarenakan kondisi fisik yang menurun dan lemah,
ini membuat presentase penderita kecemasan terbanyak adalah lansia yang berusia
60-74 tahun.
Faktor jenis kelamin mempengaruhi kecemasan pada usia pertengahan
dalam menghadapi proses menua (aging process) dalam penelitian ini sebagian
besar adalahperempuan sebanyak 20 orang (62,5%). Menurut Issac (2004)
mengatakan bahwagangguan cemas lebih sering dialami wanitadaripada pria.
Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan subjek
yang berjenis kelamin laki – laki. Dikarenakan perempuan lebih peka terhadap
emosinya yang pada akhirrnya peka juga terhadap perasaan cemasnya. Mui (2012)
mengatakan bahwa Prevalensi tingkat kecemasan pada lansia yang menunjukkan
bahwa perempuan lebih banyak dibandingkan laki – laki disebabkan oleh
63
perbedaan siklus hidup dan struktur sosial yang sering menempatkan perempuan
sebagai subordinat lelaki. Perempuan lebih banyak menderita kecemasan karena
adanya karakteristik khas perempuan seperti siklus reproduksi, menopause,
menurunnya kadar esterogen. Faktor sosial seperti terbatasnya komunitas sosial,
kurangnya perhatian keluarga. Perempuan lebih mudah merasakan perasaan
bersalah, cemas, peningkatan bahkan penurunan nafsu makan dan gangguan tidur.
5.4.2 Tingkat kecemasan sesudah dilakukan terapi SEFT
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 32 lansia yang diteliti,
hampir seluruh lansia tidak ada kecemasan sebanyak 23 lansia (71,9%). Setelah
dilakukan terapi SEFT sebagian responden mengalami tingkat kecemasan normal
dengan bertambahnya respondent yang memilih jawaban pertanyaan tidak pernah
sebanyak lebih dari 50% diantaranya pernyataan merasa jantung berdebar kencang
dan kuat, nafas pendek, mengalami gangguan pencernaan, merasa seperti hal yang
tidak nyata atau diluar diri anda sendiri, seperti kehilangan kontrol, takut dihakimi
oleh orang lain, malu/takut dipermalukan, sulit untuk tidur, mudah tersinggung,
mudah marah, mengalami kesulitan berkonsentrasi, kurang tertarik dalam
melakukan sesuatu yang anda senangi, sulit untuk duduk diam, mengalami sakit
punggung, sakit leher, atau otot keram, merasa hidup anda tidak terkontrol dan
merasa sesuatu yang menakutkan akan terjadi.
Secara teoritis setiap lansia memiliki rasa kecemasan sebagai dampak dari
perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia baik secara fisik maupun
psikologis. Kecemasan hanya dapat dikurangi dengan obat-obat psikoterapi,
farmakologis dan relaksasi (Acin, 2005).
64
Terapi SEFT merupakan salah satu metode relaksasi alternatif yang
banyak diminati orang karena dapat memberikan perasaan tenang. Dengan dosis
yang tepat dan waktu yang cukup terapI SEFT diharapkan dapat memberikan
perasaan tenang pada lansia. Dengan terapi SEFT yang tepat akan merangsang
system limbik yang bertugas mengatur emosi seseorang mengeluarkan serotonin
yang membuat perubahan fisiologis pada tubuh, pikiran, jiwa dan menghasilkan
efek menenangkan pada tubuh. Perasaan yang tenang pada tubuh akan membuat
lansia dapat menghadapi setiap masalah ataupun perubahan yang timbul seiring
proses menua dengan pikiran jernih dan meningkatkan koping yang adaptif
sehingga dengan koping yang adaptif masalah dapat teratasi dengan baik sehingga
kecemasan menurun.
5.4.3 Pengaruh terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan pada Lansia
Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test, menunjukkan nilai
signifikasi(p = 0,000) dimana hal ini berarti p sign <0,005 sehingga H1 diterima
artinya Terapi SEFTefektif menurunkan kecemasan pada lansia di panti sosial
lanjut usia kabupaten jombang.
Hipotesis tersebut dapat diterima seperti halnya hasil penelitian terdahulu
yang menggunakan SEFT yaitu Herdina Indrijati (2010) Unervsitas Airlangga.
Dalam penelitianya disimpulkan bahwa SEFT cukup efektif dalam menghilangkan
fobia terhadap sentuhan pada korban kekerasan seksual masa anak. Ketakutan atau
rasa cemas terhadap sentuhan yang dialami anak akibat kekerasan seksual masa
lalunya dapat teratasi dengan pendekatan psikologi dan spiritual dalam SEFT
untuk menyeimbangkan kembali kondisi mental korban. Selain itu elva yunita
(2013) menyimpulkan dari hasil penelitianya bahwa terapi SEFT dalam
65
bimbingan kelompok lebih efektif dalam menurunkan kecemasan menghadapi
Ujian Nasional dibandingkan dengan metode konvensional.Penelitian terkait
terapi spiritual emotional freedom tehnique lainnya dengan kasus klinis yaitu
terapi spiritual emotional freedom tehnique untuk menurunkan depresi pada
pasien gagal ginjal kronis menunjukkan hasil yang signifikan dalam menurunkan
tingkat stres yang dialami pasien (Safitri & Sadif 2013). Saraswati Eva
Yuswikarini (2011) menungkapkan dalam hasil penelitianya terapi spiritual
emotional freedom technique untuk menurunkan tingkat stress pada lansia
penderita hipertensi menunjukan bahwa terjadi penurunan tingkat strees pada
kelompok terapi dan kenaikan pada kelompok kontrol.
Church, 2009 mengungkapkan pada SEFT digunakan stimulasi berupa
ketukan ringan atau tapping pada titik acupoint. Pada saat tapping terjadi
peningkatan proses perjalanan sinyal-sinyal neurotransmitter yang menurunkan
regulasi hipotalamic-pitutiary-adrenalAxis (HPA axis) sehingga mengurangi
produksi hormon stres yaitu kortisol sehingga denyut jantung, tekanan darah
tinggi, dan ketegangan otot menurun (Rohman, 2009).Efek tapping telah
dibuktikan dengan sebuah penelitian di Harvard Medical School. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketika seseorang yangdalam keadaan takut kemudian
dilakukan tapping pada titik acupointnya makaterjadi penurunan akitivitas
amygdala, dengan kata lain terjadi penurunanaktivitas gelombang otak, hal
tersebut juga membuat respons fight or flight padapartisipan terhenti. Untuk
kemudian memunculkan efek relaksasi yang akanmenetralisir segala ketegangan
emosi yang dialami individu. Efek ini samadengan respon yang muncul ketika
seseorang distimulasi dengan jarum akupunturpada titik meridiannya (Feinsten &
66
Ashland, 2012). Keadaan relaksasi menurunkan kecemasan pasien sehingga
stimulus ke RAS menurun dan beberapa bagian , BSR mengambil alih yang dapat
menyebabkan tidur.
Teknik tapping berfungsi untuk merangsang syaraf yang kaku, ketika
tapping diberikan pada kecemasan maka mampu melenturkan (mengendorkan)
syaraf-syaraf yang kaku. Tapping yang akan dilakukan terapis akan menghasilkan
proses terapi energi dan EMDR (Eye Movement Densitization Repattering). Dari
proses tapping akan mengalami penurunan ketegangan. Ketukan-ketukan yang
dilakukan oleh terapis, akan menambah energi subjek, setelah itu melakukan
EMDR atau gerakan mata agar system syaraf otot merasa ringan atautidak kaku.
EMDR lebih pada melenturkan system syaraf.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
penerapan SEFT efektif dapat digunakan untuk mengurangi tingkat
kecemasanpada lansia, penelitian ini juga didukung oleh Herdina dan Elva yunita
dalam penelitiannya.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Kecemasan pada lansia sebelum diberikan terapi SEFT sebagian besar
memiliki tingkat kecemsan ringan di panti sosial lanjut usia kabupaten
Jombang.
2. Kecemasan pada lansia sesudah diberikan terapi SEFT sebagian besar
memiliki tingkat kecemasan normal di panti sosial lanjut usia kabupaten
Jombang.
3. Terapi SEFTefektif menurunkan kecemasan pada lansia di panti sosial
lanjut usia kabupaten Jombang.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi perawat /petugas diPanti Sosial Lanjut Usia
1. Peneliti menyarakan penelitian ini dapat dikembangkan menjadi terapi
alternatif untuk menangani kecemasan pada lansia terutama oleh
petugas.
2. Petugas diharapkan lebih memperhatikan tingkat kecemasan klien
ditekankan pada gejala yang dialami klien terutama pada klien yang
kesulitan tidur atau tidak nyenyak, mudah terkejut, merasa terpisah
atau terisolasi dari orang lain, merasa seperti pusing/bingung, merasa
terlalu khawatir, merasa gelisah, tegang, merasa lelah, merasa otot-
otot tegang.
67
68
6.2.2 Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk meneliti terapi
spiritual emotional freedom technique terhadap tingkat depresi pada lansia
dengan diabetes di masyarakat.
6.2.3 Bagi institusi pendidikan
1. Bahan pengajaran
Sebagai studi literatur dalam proses pembelajaran bagi dosen dan
mahasiswa
2. Pengabdian masyarakat
Dapat diterapkan dosen dan mahasiswa dalam pengabdian masyarakat
dimanapun dengan mengguanakan terapi SEFT sebagai terapi
alternative untuk mengatasi masalah fisik mapun psikologi.
DAFTAR PUSTAKA
Acin. 2005. Bila Kecemasan Melanda. http://www.the largest Indonesia Community.ac.id diakses tanggal 29 april 2017 jam 19.00 WIB.
Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press
Anwar, Z. dan Triana, S.N. 2011. Model Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom
Technique) untuk Mengatasi Gangguan Fobia Spesifik. Penelitian
pengembangan Ipsteks. Malang: Universitas Muhamadyah Malang
Arif rohman. 2015. Pengaruh terapi SEFT (spiritual emotional freedom
technique) terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Skripsi. Jombang : STIKES ICME JOMBANG
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:EGC
Atkinson, RL ; Atkinson Richard C & Hilgard, ER. 1999. Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit
Az-Zahrani, musfir bin Said. 2005. Konseling Terapi. Jakarta:Mizan Erlangga
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu
BPS. 2014. Penduduk Lanjut Usia. Diambil dari http://www.menegpp.co.id
Dinkes Jombang. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Jombang Tahun 2016. Jombang: Dinkes Jombang
Effendi Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas; Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Elina Raharisti Rufaidah. 2009. Efektifitas Terapi Kognitif Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan pada Penderita Asma diSurakarta.Tesis. Falkutas
Psikologi-UGM
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Fitri Fauziah & Julianty Widuri. 2007. Psikologis Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: Universitas Indonesia
Gunarso, Singgih. 2003. Psikologi Perawatan, Jakarta: Gunung Mulia
Hakam, dkk. 2009. Intervensi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
untuk Mengurangi Rasa Nyeri Pasien Kanker. Makara
Handayani. 2009. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Usia (60- 74 tahun) di Panti Werdha Rindang Asih Ungaran. Jurnal:
Tesis Universitas Diponegoro
Heningsih. 2014. Gambaran Tingkat Ansietas pada Lansia di Panti Werdha
Darma Bakti Kasih Suarakarta. Skripsi. Surakarta: S1 Keperawatan, Stikes Kusuma Husada Surakarta
Issac. 2004. Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan. http://www.digilib.unimus.ac.id/download.php diakses tanggal 14 april
21.30 WIB.
Kristyaningsih, D. 2011. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat
Depresi pada Lansia. Jurnal Keperawatan: hal 21-23
Marini, L dan Hayati, S. 2009. Pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian
pada lansia diperkumpulan lansia Habibi dan Habibah. Skripsi. Medan:
Falkutas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Maryam, R.Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakarta: Salemba Medika
Marlina, 2010. Dukungan Keluarga Terhadap pengontrolan Hipertensi pada
Anggota Keuarga Yang Lansia di Gampoeng Aceh Darussalam. Thesis. Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Mui, M.Oktaviani. 2012. Gambaran Depresi Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya. Jurnal: Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjung Pura Pontianak.
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Notoadmojo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Ramaiah, Savitri. 2003. Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Ratih. 2010. Mengatasi Rasa Cemas. Surabaya : Putra Pelajar
Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwoketo: Fajar Media Press
Saras wati Eva Yuswikarini. 2011. Terapi SEFT untuk menurunkan tingkat stress
pada Lansia penderita hipertensi. Skripsi : Universitas Diponegoro Semarang
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kasinus
Segal, D.L., June ,A., Payne,M., Coolidge, F.L., & Yochim,B. 2010. Development and initial validation of a self-report assessment tool for anxiety among
older adulst: the geriatric anxiety scale. Jurnal of anxiety disorder.
Sri Surini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada lansia. Jakarta: EGC
Sruart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC
Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta :EGC
Sumadi Suryabrata. 2001. Psikologo Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Pustaka
Sugiyono, 2013. Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. bandung: Alfabeta
Tamher , S & Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuahan Keperawatan. Jakrta: Salemba Medika
Videbeck , Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Wahit Iqbal Mubarak, dkk. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas. Buku 2. Jakarta: Salemba Medika
Wiramihardja. 2005. Perilaku Abnormal. Jakarta: EGC
Yunita, Elva. 2013. Penerapan Spiritual Emotional Freedom Technique Dalam
Bimbingan Kelompok Untuk Menurunkan Kecemasan siswa SMA Dalam Menghadapi Ujian Nasional. Jurnal BK Unesa. Volume 03 Nomor 01
Tahun 2013
Yustinus Semiun. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Zainuddin, Ahmad.F. 2009. SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). Jakarta: Afzan Publishing.
69
Lampiran 1
FORMAT PENGAJUAN JUDUL
SKRIPSI
NAMA : BAYU HERMAN SYAH
NIM :133210010
Program Studi : S1 Keperawatan
IPk : 3,02
Judul Skripsi : TEHNIK SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE
(SEFT) TERHADAP TINGKAT KECEMASAN LANSIA.
Jombang,………… 2017
Menyetujui
Mahasiswa
Pembimbing
Arif Wijaya, S.KP.,M.Kep Bayu Herman Syah
70
Lampiran 2
71
Lampiran 3
72
Lampiran 4
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Nama
Umur
Alamat
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini,
:
:
:
Menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian
yang berjudul “ Terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan lansia di Panti
Sosial lanjut Usia Kabupaten Jombang”.
Sebelumnya saya telah diberi penjelasan tentang tujuan penelitian
ini dan saya telah mengerti bahwa peneliti akan merahasiakan identitas,
data maupun informasi yang saya berikan. Apabila ada pertanyaan yang
diajukan menimbulkan ketidaknyamanan bagi saya, peneliti akan
menghentikan pada saat ini dan saya berhak mengundurkan diri.
Demikian persetujuan ini saya buat secara sadar dan sukarela tanpa
ada unsur paksaan dari siapapun.
Jombang, ……
Responden
(……………………)
73
Lampiran 5
Nilai Keterangan
No Pertanyaan Tidak Pernah Jarang Sering
Pernah (1) (2) (3)
(0)
1. Apakah Anda merasa jantung berdebar kencang
dan kuat?
2. Apakah nafas Anda pendek?
3. Apakah Anda mengalami gangguan pencernaan?
4. Apakah Anda merasa seperti hal yang tidak nyata
atau diluar diri Anda sendiri?
5. Apakah Anda merasa seperti kehilangan kontrol?
6. Apakah Anda takut dihakimi oleh orang lain?
7. Apakah Anda malu/takut dipermalukan?
8. Apakah Anda sulit untuk tidur?
9. Apakah Anda kesulitan untuk tetap tertidur /tidak
nyenyak?
10. Apakah Anda mudah tersinggung?
11. Apakah Anda mudah marah?
12. Apakah Anda mengalami kesulitan
berkonsentrasi?
13. Apakah Anda mudah terkejut?
14. Apakah Anda kurang tertarik dalam melakukan
sesuatu yang Anda senangi?
15. Apakah Anda merasa terpisah atau terisolasi dari
orang lain
16. Apakah Anda merasa seperti pusing/bingung?
17. Apakah Anda sulit untuk duduk diam?
18. Apakah Anda merasa terlalu khawatir?
19. Apakah Anda tidak bisa mengendalikan
74
kecemasan Anda?
20. Apakah Anda merasa gelisah, tegang?
21. Apakah Anda merasa lelah?
22. Apakah Anda merasa otot-otot tegang?
23. Apakah Anda mengalami sakit punggung, sakit leher, atau otot kram?
24. Apakah Anda merasa hidup Anda tidak
terkontrol?
25. Apakah Anda merasa sesuatu yang menakutkan akan terjadi?
Pengkajian Kecemasan (Geriatric Anxiety Scale)
Jawaban dengan rentang dari 0 (tidak sama sekali) hingga 3 (sering). Adapun cara
penilaiannya adalah dengan sistem skoring tersebut yaitu:
Nilai 0 = Tidak pernah sama sekali
Nilai 1 = Pernah
Nilai 2 = Jarang
Nilai 3 = Sering
Rentang hasil skor dari 0 hingga 75, semakin tinggi skor mengindikasikan
semakin level kecemasan tertinggi.
Nilai 0-18 : level minimal dari kecemasan
Nilai 19-37 : kecemasan ringan
Nilai 38-55 : kecemasan sedang
Nilai 56-75 : kecemasan berat
75
Lampiran 6
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
METODE SEFT ( Spiritual Emotional Freedom Technique )
Topic
: METODE SEFT ( Spiritual Emotional Freedom Technique )
Penyuluh
: Mahasiswa STIKES ICME Jombang Prodi S1 keperawatan yang
sedang melakukan penelitian.
Sasaran
: Lansia
Tempat
: Panti sosial lanjut usia kabupaten Jombang
Hari/Tanggal : maret-april
Waktu
: 20 menit
A. Tujuan Umum
Mengidentifikasi pengaruh teraphy SEFT terhadap tingkat kecemasan
pada lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang.
B. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
76
C. Pelaksanaan
no Tahap Peneliti Responden waktu
1 The Set-Up Memandu lansia 1. Saya 5 menit
untuk mengikuti mempunyai
kata-kata Set-up darah tinggi
dengan benar dan 2. Saya sakit
kusyu’ kepala
3. Saya takut
terkena stroke
4. Saya terkena
penyakit
jantung
2 The Tune-in Memastikan lansia 1. Melakukan 5 menit
untuk melakukan Tune-in
Tune-in. dengan cara
memfokuskan
bahwa ingin
menstabilkan
tekanan darah
2. Memfokuskan
pikiran ke
rasa sakit
77
3. Memikirkan
sesuatu atau
peritiwa strok
atau penyakit
jantung yang
dapat
membangkitk
an emosi
negative yang
ingin kita
hilangkan.
3 The Melakukan tapping Mengetuk ringan 10 menit
Tapping pada lansia dengan dua ujung
jari pada 18 titik
tertentu pada
tubuh.
78
Lampiran 7
79
Lampiran 8 80
TABULASI SEBELUM TERAPI SEFT
Peryataan Kriteria Kode
No Resonden Jumlah kecemasan Tabulasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1 R1 2 0 0 1 2 0 0 1 1 2 2 1 3 1 2 2 0 2 1 2 2 1 2 3 1 34 Ringan 2
2 R2 1 0 0 0 1 0 0 0 1 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 2 1 2 16 Normal 1
3 R3 2 0 0 0 0 0 0 3 3 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 1 2 3 1 0 18 Normal 1
4 R4 2 0 0 1 0 0 0 2 2 0 0 2 3 0 3 2 2 1 0 2 3 3 3 0 0 31 Ringan 2
5 R5 2 2 0 1 1 0 0 3 3 0 0 0 0 0 2 1 0 2 0 1 1 1 1 0 2 23 Ringan 2
6 R6 3 3 0 3 0 3 0 3 3 0 0 0 3 2 0 0 3 0 0 0 3 3 3 2 2 39 Sedang 3
7 R7 0 0 3 2 1 0 0 3 3 0 0 1 0 1 0 0 0 3 0 3 2 3 2 3 3 33 Ringan 2
8 R8 0 0 3 3 0 0 3 2 2 0 0 0 3 0 2 0 0 2 3 3 2 3 3 1 3 38 Sedang 3
9 R9 0 2 0 1 0 0 1 3 3 0 0 1 3 0 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 45 Sedang 3
10 R10 0 0 0 0 1 2 2 3 3 2 2 1 1 0 1 0 1 2 0 1 0 0 0 1 2 25 Ringan 2
11 R11 3 1 0 3 0 3 1 1 1 3 3 3 3 0 3 3 2 3 1 3 3 3 3 3 3 55 Sedang 3
12 R12 1 3 0 3 1 2 3 0 0 3 3 2 3 2 3 3 0 3 2 3 2 2 2 1 3 50 sedang 3
13 R13 3 0 3 0 0 0 0 3 3 1 0 0 0 1 2 3 1 0 2 1 3 3 3 0 0 32 Ringan 2
14 R14 3 0 0 3 0 0 0 2 3 1 0 2 0 0 3 3 2 1 1 3 3 3 2 3 1 39 Sedang 3
15 R15 2 1 2 0 1 0 1 3 3 0 1 2 1 1 3 3 0 1 2 2 2 1 2 3 2 39 Sedang 3
16 R16 3 3 0 0 0 0 0 3 3 3 3 3 0 0 3 3 2 1 1 3 3 1 0 0 0 38 Ringan 2
17 R17 3 2 2 2 1 0 1 2 3 2 1 0 1 0 3 2 1 3 3 3 2 2 3 3 1 47 Sedang 3
18 R18 2 0 0 2 0 0 0 2 2 3 3 0 0 0 2 2 2 0 0 2 2 0 2 0 0 26 Ringan 2
19 R19 0 0 0 2 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 2 0 2 1 1 1 1 1 18 Normal 1
20 R20 1 1 0 1 0 2 2 2 2 0 0 0 3 0 3 2 0 3 0 3 3 3 2 2 0 35 Ringan 2
21 R21 0 0 1 2 1 2 2 1 1 0 0 0 1 0 2 2 0 2 0 2 3 2 1 1 1 27 Ringan 2
22 R22 0 0 0 1 0 1 1 2 2 1 1 0 0 0 2 2 0 1 0 1 1 1 1 0 0 18 Normal 1
23 R23 3 3 0 1 0 1 1 3 3 1 1 0 3 0 3 3 2 3 1 3 3 3 3 3 3 50 Sedang 3
24 R24 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 2 0 2 0 2 2 1 1 0 0 15 Normal 1
25 R25 1 1 0 2 1 3 2 3 3 3 3 1 3 0 3 3 2 3 1 3 2 2 1 3 3 52 Sedang 3
81
26 R26 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 2 0 1 0 1 1 1 1 0 0 12 Normal 1
27 R27 2 1 1 0 0 2 3 2 2 0 0 0 1 0 2 2 0 2 0 2 1 1 1 0 0 25 Ringan 2
28 R28 1 1 0 3 0 1 1 2 2 1 1 1 1 0 3 3 0 3 0 3 2 1 1 3 1 35 Ringan 2
29 R29 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 9 Normal 1
30 R30 1 1 0 0 0 1 0 2 2 0 0 0 1 0 1 2 0 2 0 2 2 3 3 0 0 23 Ringan 2
R31 2 2 0 1 1 0 0 3 3 2 2 0 1 0 3 2 1 2 0 2 2 3 3 2 3 40 Sedang 3
R32 3 2 2 3 3 0 0 3 3 3 3 0 1 0 3 2 1 3 0 2 2 2 3 1 3 48 Sedang 3
82
TABULASI SESUDAH TERAPI SEFT
Peryataan Kriteria Kode
No Resonden Jumlah kecemasan Tabulasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1 R1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 2 1 0 2 1 2 2 1 0 2 3 22 Ringan 2
2 R2 2 0 0 1 0 0 0 3 1 0 3 0 0 0 2 1 0 2 0 2 1 0 1 0 2 21 Ringan 2
3 R3 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 4 Normal 1
4 R4 1 0 0 1 0 0 0 1 2 0 0 0 2 1 2 1 0 1 0 1 0 1 2 0 1 17 Normal 1
5 R5 1 1 0 1 1 0 0 2 2 0 0 0 0 0 2 1 0 1 0 1 1 0 0 0 2 16 Normal 1
6 R6 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 2 0 0 0 2 0 2 0 0 13 Normal 1
7 R7 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 2 1 0 0 0 0 9 Normal 1
8 R8 0 0 0 1 0 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 7 Normal 1
9 R9 0 1 0 1 0 0 1 2 2 0 0 0 2 0 2 1 0 2 0 3 1 0 0 1 1 21 Ringan 2
10 R10 0 0 0 0 0 1 2 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 12 Normal 1
11 R11 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 4 Normal 1
12 R12 1 0 0 3 1 0 3 0 0 0 0 2 3 2 2 0 0 3 2 3 1 0 1 1 3 31 Ringan 2
13 R13 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 2 0 0 0 1 2 1 0 1 0 13 Normal 1
14 R14 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 3 0 3 2 14 Normal 1
15 R15 0 0 2 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 2 1 1 0 0 14 Normal 1
16 R16 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 6 Normal 1
17 R17 2 2 0 2 1 0 1 0 2 2 1 0 1 0 3 1 0 3 2 1 2 2 3 1 2 31 Ringan 2
18 R18 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 2 1 0 0 0 0 0 1 0 0 7 Normal 1
19 R19 0 0 0 1 0 1 0 2 2 1 0 0 0 1 0 0 0 2 0 1 0 1 1 1 2 15 Normal 1
20 R20 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 2 0 3 1 0 1 0 1 1 1 2 2 0 16 Normal 1
21 R21 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 2 1 0 1 0 1 2 2 0 0 0 13 Normal 1
22 R22 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 2 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 8 Normal 1
23 R23 3 3 0 1 0 0 0 2 2 0 0 0 2 0 3 3 1 3 0 3 3 3 0 2 1 35 Ringan 2
24 R24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 2 2 0 0 0 0 7 Normal 1
25 R25 1 1 0 2 1 3 1 3 3 3 3 1 2 0 3 3 2 3 1 3 2 1 1 3 2 48 Sedang 3
83
26 R26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 4 Normal 1
27 R27 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 8 Normal 1
28 R28 1 1 0 2 0 1 0 2 2 0 0 0 1 0 3 3 0 3 0 3 0 0 0 2 1 25 Ringan 2
29 R29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 4 Normal 1
30 R30 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 9 Normal 1
R31 3 3 0 2 1 0 0 3 3 2 2 0 1 0 3 3 2 0 3 0 2 1 2 2 3 41 Sedang 3
R32 3 2 0 3 1 0 0 3 3 2 1 0 1 0 3 1 0 2 1 2 1 2 3 0 2 36 Ringan 2
84
Tabulasi data umum
No Responden Umur Jenis kelamin
1 R1 2 2
2 R2 2 1
3 R3 3 1
4 R4 2 2
5 R5 3 2
6 R6 1 2
7 R7 3 2
8 R8 1 2
9 R9 3 2
10 R10 1 1
11 R11 3 2
12 R12 3 1
13 R13 1 1
14 R14 3 1
15 R15 3 1
16 R16 3 1
17 R17 1 1
18 R18 1 1
19 R19 3 2
20 R20 1 2
21 R21 1 1
22 R22 3 2
23 R23 2 2
24 R24 3 2
25 R25 2 1
85
26 R26 2 2
27 R27 2 2
28 R28 1 2
29 R29 1 2
30 R30 3 2
31 R31 2 2
32 R32 3 2
86
Lampiran 9
FREQUENCIES VARIABLES=umur
/STATISTICS=MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN MODE
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
[DataSet0]
Statistics
umur
N Valid 32
Missing 0
Mean 2.1250
Median 2.0000
Mode 3.00
Minimum 1.00
Maximum 3.00
umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 60-65 10 31.2 31.2 31.2
66-70 8 25.0 25.0 56.2
71-75 14 43.8 43.8 100.0
Total 32 100.0 100.0
87
FREQUENCIES VARIABLES=jenis_kelamin
/STATISTICS=MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN MODE
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
[DataSet0]
Statistics
jenis_kelamin
N Valid 32
Missing 0
Mean 1.62
Median 2.00
Mode 2
Minimum 1
Maximum 2
jenis_kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 12 37.5 37.5 37.5
perempuan 20 62.5 62.5 100.0
Total 32 100.0 100.0
sebelum
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid nomal 7 21.9 21.9 21.9
ringan 13 40.6 40.6 62.5
sedang 12 37.5 37.5 100.0
Total 32 100.0 100.0
88
sesudah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid normal 22 68.8 68.8 68.8
ringan 8 25.0 25.0 93.8
sedang 2 6.2 6.2 100.0
Total 32 100.0 100.0
sesudah * sebelum Crosstabulation
Count
sebelum
nomal ringan sedang Total
sesudah normal 6 11 5 22
ringan 1 2 5 8
sedang 0 0 2 2
Total 7 13 12 32
89
NPAR TEST
/WILCOXON=pre WITH post (PAIRED)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
[DataSet0]
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N
Mean Rank
Sum of Ranks
sesudah - sebelum Negative Ranks 21a 11.62 244.00
Positive Ranks 1b 9.00 9.00
Ties 10c
Total 32
a. sesudah < sebelum
b. sesudah > sebelum
c. sesudah = sebelum
Test Statisticsb
sesudah -
sebelum
Z -4.044a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
90
Karakteristik responden berdasarkan peryataan kuesioner tingkat kecemasan
sebelum terapi SEFT
Nilai
No Pertanyaan
TP % P % J % S %
(0) (1) (2) (3)
1. Apakah Anda merasa jantung 10 31,25 6 18,75 8 25 8 25
berdebar kencang dan kuat?
2. Apakah nafas Anda pendek? 16 50 7 21,87 5 15,63 4 12,5
3. Apakah Anda mengalami 23 71,875 3 9,375 3 9,375 3 9,375
gangguan pencernaan?
4. Apakah Anda merasa seperti hal 11 34,37 8 25 6 18,75 7 21,88
yang tidak nyata atau diluar diri
Anda sendiri?
5. Apakah Anda merasa seperti 20 62,5 10 31,25 1 3,125 1 3,125
kehilangan kontrol?
6. Apakah Anda takut dihakimi oleh 19 59,375 5 15,625 5 15,625 3 9,375
orang lain?
7. Apakah Anda malu/takut 17 53,125 8 25 4 12.5 3 9,375
dipermalukan?
8. Apakah Anda sulit untuk tidur? 2 6,25 7 21,875 10 31,25 13 40,625
9. Apakah Anda kesulitan untuk 2 6,25 8 25 7 21,875 15 46,875
tetap tertidur /tidak nyenyak?
10. Apakah Anda mudah 16 50 5 15,625 5 15,625 6 18,75
tersinggung?
11. Apakah Anda mudah marah? 17 53,125 5 15,625 4 12,5 6 18,75
12. Apakah Anda mengalami 20 62,5 6 18,75 4 12,5 2 6,25
kesulitan berkonsentrasi?
13. Apakah Anda mudah terkejut? 11 34,375 11 34,375 0 0 10 31,25
14. Apakah Anda kurang tertarik 25 78,125 5 15,625 2 6,25 0 0
dalam melakukan sesuatu yang
Anda senangi?
15. Apakah Anda merasa terpisah 5 15,625 5 15,625 8 25 14 43,75
atau terisolasi dari orang lain
16. Apakah Anda merasa seperti 6 18,75 2 6,25 14 43,75 10 31,25
pusing/bingung?
17. Apakah Anda sulit untuk duduk 17 53.125 6 18,75 8 25 1 3,125
diam?
18. Apakah Anda merasa terlalu 5 15,625 7 21,875 10 31,25 10 31,25
khawatir?
19. Apakah Anda tidak bisa 20 62,5 6 18,75 4 12,5 2 6,25
mengendalikan kecemasan Anda?
20. Apakah Anda merasa gelisah, 2 6,25 6 18,75 12 37,5 12 37,5
tegang?
21. Apakah Anda merasa lelah? 1 3,125 7 21,875 14 43,75 10 31,25
22. Apakah Anda merasa otot-otot 3 9,375 11 34,375 6 18,75 12 37,5
tegang?
23. Apakah Anda mengalami sakit 2 6,25 10 31,25 8 25 12 37,5
punggung, sakit leher, atau otot
kram?
24. Apakah Anda merasa hidup Anda 11 34,375 8 25 3 9,375 10 31,25
91
tidak terkontrol? 25. Apakah Anda merasa sesuatu 12 37,5 6 18,75 5 15,625 9 28,125
yang menakutkan akan terjadi?
Berdasarkan tabel diatas maka sebagian besar jumlah responden menglami
tingkat kecemasan ringan dengan memberikan jawaban tidak pernah lebih dari
50% diantaranya pernyataan apakah anda mengalami gangguan pencernaan,
apakah anda seperti kehilangan kontrol, apakah anda takut dihakimi oleh orang
lain, apakah anda malu/takut dipermalukan, apakah anda mudah marah, apakah
anda mengalami kesulitan berkonsentrasi, apakah anda kurang tertarik dalam
melakukan sesuatu yang anda senangi dan apakah anda sulit untuk duduk diam.
Karakteristik karakteristik responden berdasarkan peryataan kuesioner tingkat
kecemasan sebelum terapi SEFT.
Nilai
No Pertanyaan
TP % P % J % S %
(0) (1) (2) (3)
1.Apakah Anda merasa jantung berdebar 18 56,25 8 25 3 9,375 3 9,375
92
kencang dan kuat?
2. Apakah nafas Anda pendek? 21 65,625 6 18,75 3 9,375 2 6,25
3. Apakah Anda mengalami gangguan 30 90,75 1 3,125 1 3,125 0 0
pencernaan?
4. Apakah Anda merasa seperti hal yang 17 53,125 9 28,125 4 12,5 2 6,25
tidak nyata atau diluar diri Anda
sendiri?
5. Apakah Anda merasa seperti 24 75 8 25 0 0 0 0
kehilangan kontrol?
6. Apakah Anda takut dihakimi oleh 21 65,625 10 31,25 0 0 1 3,125
orang lain?
7. Apakah Anda malu/takut 21 65,625 8 25 2 6,25 1 3,125
dipermalukan?
8. Apakah Anda sulit untuk tidur? 17 53,125 4 12,5 7 21,875 4 12,5
9. Apakah Anda kesulitan untuk tetap 13 40,625 6 18,75 10 31,25 3 9,375
tertidur /tidak nyenyak?
10. Apakah Anda mudah tersinggung? 24 75 4 12,5 3 9.375 1 3,125
11. Apakah Anda mudah marah? 25 78,125 4 12,5 1 3,125 2 6,25
12. Apakah Anda mengalami kesulitan 28 87,5 3 9,375 1 3,125 0 0
berkonsentrasi?
13. Apakah Anda mudah terkejut? 14 43,75 11 34,375 6 18,75 1 3,125
14. Apakah Anda kurang tertarik dalam 26 81,25 4 12,5 2 6,25 0 0
melakukan sesuatu yang Anda senangi?
15. Apakah Anda merasa terpisah atau 10 31,25 7 21,875 8 25 7 21,875
terisolasi dari orang lain
16. Apakah Anda merasa seperti 13 40,625 13 40,625 2 6,25 4 3,125
pusing/bingung?
17. Apakah Anda sulit untuk duduk diam? 23 71,875 6 18,75 3 9,375 0 0
18. Apakah Anda merasa terlalu khawatir? 13 40,625 9 28,125 5 15,625 5 15,625
19. Apakah Anda tidak bisa 24 75 5 15,625 2 6,25 1 3,125
mengendalikan kecemasan Anda?
20. Apakah Anda merasa gelisah, tegang? 9 28,125 13 40,625 5 15,625 5 15,625
21. Apakah Anda merasa lelah? 11 34,375 11 34,375 9 28,125 1 3,125
22. Apakah Anda merasa otot-otot tegang? 15 46,875 11 34,375 4 12,5 2 6,25
23. Apakah Anda mengalami sakit 17 53,125 9 28,125 4 12,5 2 6.25
punggung, sakit leher, atau otot kram?
24. Apakah Anda merasa hidup Anda tidak 20 62,5 5 15,625 5 15,625 2 6,25
terkontrol?
25. Apakah Anda merasa sesuatu yang 18 56,25 5 15,625 6 18,75 3 9,375
menakutkan akan terjadi?
Berdasarkan tabel diatas setelah dilakukan terapi SEFT swbagian
responden mengalami tingkat kecemasan normal dengan bertambahnya
respondent yang memilih jawaban pertanyaan tidak pernah sebanyak lebih dari
50% diantaranya pernyataan apakah apakah anda merasa jantung berdebar
kencang dan kuat, apakah nafas anda pendek, anda mengalami gangguan
93
pencernaan, apakah anda merasa seperti hal yang tidak nyata atau diluar diri anda
sendiri, apakah anda seperti kehilangan kontrol, apakah anda takut dihakimi oleh
orang lain, apakah anda malu/takut dipermalukan, apakah anda sulit untuk tidur,
apakah anda mudah tersinggung, apakah anda mudah marah, apakah anda
mengalami kesulitan berkonsentrasi, apakah anda kurang tertarik dalam
melakukan sesuatu yang anda senangi, apakah anda sulit untuk duduk diam,
apakah anda mengalami sakit punggung, sakit leher, atau otot keram, apakah anda
merasa hidup anda tidak terkontrol dan apakah anda merasa sesuatu yang
menakutkan akan terjadi.
94
JADWAL KEGIATAN
No Kegiatan
BULAN
Februari
Maret
April
Mei
Juli
1 Pembuatan dan konsul judul
2 Penyusunan Proposal
3 Bimbingan Proposal
4 Ujian Proposal
5 Revisi Proposal
6 Pengambilan data
7 Penyusunan dan Konsul Skripsi
8 Ujian Skripsi
9 Pengumpulan Skripsi
95
Lampiran 11