makalah kecemasan
description
Transcript of makalah kecemasan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Sakit bukan lagi kata yang jarang kita dengar. Setiap orang mungkin pernah
mengalami sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah sakit. Suasana saat berada di
tempat perawatan seperti rumah sakit tentu berbeda dengan suasana yang biasanya seseorang
rasakan. Suasana dengan dikelilingi orang-orang yang berbeda. Hal ini tentu akan sangat
dirasakan terutama bagi mereka yang baru pertama kalinya merasakan suasana perawatan
rumah sakit. Proses perawatan tersebut merupakan proses hospitalisasi. Hospitalisasi
diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang bersangkutan
dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Berton, 1958 dalam Stevens, 1992).
Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu
alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Hospitalisasi ini memiliki dampak terhadap psikis pada pasien (anak) ataupun pada
orang tua. Seperti pasien merasa keahilangan privasi,otonomi, serta perubahan gaya
hidupnya. Sedangkan pada orang tua, sepertiadanya rasa bersalah dan frustasi karena tidak
dapat menjaga kesehatan anaknya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya seorang perawat memahami konsep hospitalisasi
agar dampaknya pada anak/pasien dan orang tua/keluarga dapat diminimalisir sehingga dapat
dijadikan dasar dalam pemberian suatu tindakan asuhan keperawatan.
1.2.Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkanlah rumusan masalah sebagai
berikut:
a. Apa itu hospitalisasi?
b. Apa-apa saja faktor penunjang hospitalisasi?
c. Bagaimana cara mempersiapkan anak dalam mandapatkan pelayanan di rumah sakit?
d. Bagaimana stressor dalam hospitalisasi?
e. Bagaimana dampak hospitalisasi?
f. Bagaiman cara memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak?
1.3.Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui apa itu hospitalisasi.
b. Mengetahui faktor-faktor penunjang hospitalisasi.
c. Mengetahui bagaimana cara mempersiapkan anak dalam mendapatkan pelayanan di rumah
sakit.
d. Mengetahui stressor dalam hospitalisasi.
e. Mengetahui dampak dari hospitalisasi.
f. Mengetahui cara memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak.
1.4.Manfaat penulisan
Makalah ini hendaknya dapat bermanfaat guna menambah pengetahuan mengenai
konsep hospitalisasi sehingga dapat hendaknya diaplikasikan dalam pemberian asuhan
keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi Hospitalisasi
Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab
yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Berton, 1958 dalam
Stevens, 1992).
Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu
alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapt menjadi suatu pengalaman
yang menimbulkan trauma, baik pada anak, maupun orang tua. Sehingga menimbulkan reaksi
tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja sama anak dan orang tua dalam perawatan
anak selama di rumah sakit (Halstroom dan Elander, 1997, Brewis, E, 1995, dan Brennan, A,
1994). Oleh karena itu betapa pentingnya perawat memahami konsep hospitalisasi dan
dampaknya pada anak dan orang tua sebagai dasar dalam pemberian asuhan keperawatan
(Supartini, 2002).
Tingkah laku pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal menurut Berton
(1958 dalam Stevens, 1992) dari :
- Kelemahan untuk berinisiatif
- Kurang/ tak ada perhatian tentang hari depan
- Tak berminat (ada daya tarik)
- Kurang perhatian cara berpakaian dan segala sesuatu yang bersifat pandangan luas
- Ketergantungan dari orang-orang yang membantunya.
2.2. Faktor-Faktor Penunjang Hospitalisasi
Faktor-faktor yang menunjang hospitalisasi (Stevens, 1992) :
a. Kepribadian manusia
Tidak setiap orang peka terhadap hospitalisasi. Kita melihat ada sebagian orang yang
sangat menderita dan sangat tergantung pada pada apa yang diberikan lingkungannya. Namun
ada juga yang menangani sendiri dan tidak bisa menerima keadaan itu begitu saja. Semua
tergantung dari segi kepribadian manusia itu sendiri.
b. Kehilangan kontak dengan dunia luar rumah perawatan
Pasien/ orang yang tinggal di rumah perawatan akan kehilangan kontak yang sudah
lama berjalan dengan terpaksa. Dia sudah tidak berada lagi dalam lingkungan yang aman
yang dijalaninya dalam sebagian besar hidupnya.
Orang-orang yang sering berkomunikasi dengannya kini hanya sekedar bertamu
dalam suasana yang berbeda, hanya sebagian kecil keluarga dekat yang menemaninya.
Sebagian besar kontak-kontak dengan orang senasib yang terbatas dalam ruang perawatan
yang sama dan dengan orang-orang yang membantunya. Dunia mereka boleh dikatakan
terbatas pada lingkungan kecil. Apalagi ia bergaul dengan orang-orang yang sebenarnya
bukan pilihannya.
c. Sikap pemberi pertolongan
Ada perbedaan tugas antara pasien dan yang memberi pertolongan. Ini terlihat jelas
dalam kegiatan mereka sehari-hari. Pasien biasanya menunggu dan yang menolong yang
menentukan apa yang dilakukan dan kapan. Pasien menunggu apa yang terjadi dan perawat
yang tahu. Pasien tergantung pada yang menolong dan ia terpaksa mengikuti. Ia sering
merasa tidak berdaya sehingga merasa harga dirinya berkurang. Hal ini membuat dirinya
lebih merasa tergantung. Perawat melakukan pekerjaan yang rutin dan berkembang sedikit
saja, hal ini akan membuat mereka menanamkan jiwa hospitalisasi pada pasien.
d. Suasana bagian perawatan
Suasana bagian sebagian besar ditentukan oleh sikap personel/ perawat, baik oleh
hubungan antar sesama perawat, maupun oleh sikap mereka terhadap pasien dan tamu-tamu
mereka. Cara berpakaian orang-orang di bagian juga sangat penting. Cara manuasia bergaul,
dapat mempengaruhi sikap pasien. Ketergantungan antara personal biasanya mudah dapat
dipengaruhi. Pasien yang dirawat inap mendapat kesan bahwa mereka bukan yang terpenting
dalam perawatan ini. Juga ternyata bahwa orang-orang yang hanya mendapatkan tugas
melaksanakan pekerjaan dan tanpa bisa memberi tanggapan atau saran maka pasien-pasien
atau tamu-tamu mereka akan diperlakukan sama seperti itu. Ini memperbesar kemungkinan
adanya hospitalisasi.
e. Obat-obatan
Obat-obatan dapat memberi pengaruh besar pada sikap. Beberapa obat-obatan dapat
mengakibatkan adanya tanda-tanda yang sama seperti hospitalisasi. Dengan sendirinya,
kemungkinan hospitalisasi besar. Jika dipakai obat-obatan yang dapat merangsang adanya
sikap tadi.
2.3. Mempersiapkan anak untuk mendapatkan pelayanan di rumah sakit
Rumah sakit tempat dirawat mungkin merupakan tempat dan suasana baru bagi
anak. Oleh karena itu, persiapan sebelum dirawat itu sangat penting. Persiapan anak sebelum
dirawat di rumah sakit didasarkan pada asumsi bahwa ketakutan akan sesuatu yang tidak
diketahui akan menjadi ketakutan yang (Supartini, 2004).
Menurut Supartini (2004), pada tahap sebelum masuk rumah sakit dapat dilakukan :
1. Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia dan jenis penyakit dengan peralatan yang
diperlukan.
2. Apabila anak harus dirawat secara berencana, 1-2 hari sebelum dirawat diorientsikan dengan
situasi rumah sakit dengan bentuk miniatur bangunan rumah sakit.
Sedangkan pada hari pertama dirawat, menurut Supartini (2004), tindakan yang
harius dilakuan adalah :
1. Kenalkan perawat dan dokter yang akan merawatnya.
2. Orientasikan anak dan orang tua pada ruangan rawat yang ada beserta fasilitas yang dapat
digunakannya.
3. Kenalkan dengan pasien anak lain yang akan menjadi teman sekamarnya.
4. Berikan identitas pada anak. Misalnya pada papan nama anak.
5. Jelaskan aturan rumah sakit yang berlaku da jadwal kegiatan yang harus diikuti.
6. Laksanakan pengkajian riwayat keperawatan.
7. Lakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lainya sesuai dengan yang diprogramkan.
2.4. Stressor dalam Hospitalisasi
Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien (dalam
hal ini adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala macam bentuk perubahan
yang ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana, dan lain sebagainya.
Stressor dan reaksi hospitalisasi sesuai dengan tumbuh kembang pada anak
(Novianto dkk,2009):
1) Masa bayi (0-1 tahun)
Dampak perpisahan, usia anak > 6bulan terjadi stanger anxiety (cemas)
- Menangis keras
- Pergerakan tubuh yang banyak
- Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan
2) Masa todler (2-3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
- Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
- Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minatbermain, sedih,
apatis
- Pengingkaran / denial
- Mulai menerima perpisahan
- Membina hubungan secara dangkal
- Anak mulai menyukai lingkungannya
3) Masa prasekolah (3-6 tahun)
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkanreaksi agresif.
- Menolak makan
- Sering bertanya
- Menangis perlahan
- Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
4) Masa sekolah (6-12 tahun)
Perawatan di rumah sakit memaksakan ;
- Meninggalkan lingkungan yang dicintai
- Meninggalkan keluarga
- Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan
5) Masa remaja (12-18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi yangmuncul ;
- Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
- Tidak kooperatif dengan petugas
- Bertanya-tanya
- Menarik diri
- Menolak kehadiran orang lain
Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi (Novianto dkk, 2009) :
1. Pendekatan Empirik
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam
hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan strategi, yaitu ;
1) Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta didik.
2) Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri mereka sendiridan peka
terhadap lingkungan sekitarnya.
2. Pendekatan melalui metode permainan
Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkankonflik
dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan yang dilakukan sesuai keinginansendiri untuk
memperoleh kesenangan.
2.5. Dampak Hospitalisasi
Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menjadi masalah pada anak, tetapi juga
pada orang tua. Brewis (1995 dalam Supartini, 2002) menemukan rasa takut pada orang tua
selama perawatan anak di rumah sakit terutama pada kondisi sakit anak yang terminal karena
takut akan kehilangan anak yang dicintainya dan adanya perasaan berduka. Stessor lain yang
sangat menyebabkan orang tua stres adalah mendapatkan informasi buruk tentang diagnosis
medik anaknya, perawatan yang tidak direncanakan dan pengalaman perawatan di rumah
sakit sebelumnya yang dirasakan menimbulkan trauma (Supartini (2000) dalam Supartini,
2002)
Menurut Asmadi (2008), hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam
bagi setiap orang. Penyakit yang diderita akan menyebabkan perubahan perilaku normal
sehingga klien perlu menjalani perawatan (hospitalisasi). Secara umum, menurut Asmadi
(2008), hospitalisasi menimbulkan dampak pada beberapa aspek, yaitu:
1. Privasi
Privasi dapat diartikan sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri seseorang dan
bersifat pribadi. Bisa dikatakan, privasi adalah suatu hal yang sifatnya pribadi. Sewaktu
dirawat di rumah sakit, klien kehilangan sebagai privasinya. Kondisi ini disebabkan oleh
beberpa hal :
- Selama dirawat di rumah sakit, klien berulang kali diperiksa oleh petugas kesehatan (dalam
hal ini perawat dan dokter). Bagian tubuh yang biasanya dijaga agar tidak dilihat, tiba-tiba
dilihat fdan disentuh oleh orang lain. Hal ini tentu akan membuat klien merasa tidak nyaman.
- Klien adalah orang yang berada dalam keadaan lemah dan bergantung pada orang lain.
Kondisi ini cendurung membuat klien “pasrah” dan menerima apapun tindakan petugas
kesehatan kepada dirinya asal ia cepat sembuh. Menyikapi hal tersebut, perawat harus selalu
memperhatikan dan menjaga privasi klien ketika berinteraksi dengan mereka. Beberapa hal
yang dapat perawat lakukan guna menjaga privasi klien adalah sebagai berikut.
a. Setiap akan melakukan tindakan keperawatan, perawat harus selalu memberitahu dan
menjelaskan perihal tindakan tersebut kepada klien.
b. Memperhatikan lingkungan sebelum melaksanakan tindakan keperawatan. Yakinkan bahwa
lingkungan tersebut menunjang privasi klien.
c. Menjaga kerahasiaan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan klien. Sebagai contoh,
setelah memasang kateter, perawat tidak boleh menceritakan alat kelamin pasien kepada
orang lain, termasuk pada teman sejajwat.
d. Menunjukkan sikap profesional selama berinteraksi dengan klien. Perawat tidak boleh
mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat klien malu atau marah. Sikap tubuh pun tidak
boleh layaknya majikan kepada pembantu.
e. Libatkan klien dalam aktivitas keperawatan sesuai dengan batas kemampuannya jika tidak
ada kontraindikasi.
2. Gaya hidup
Klien yang dirawat di rumah sakit sering kali mengalami perubahan pola gaya
hidup. Hal ini disebabkan oleh perubahan kondisi antara rumah sakit dengan rumah tempat
tinggal klien, juga oleh perubahan kondisi keehatan klien. Aktivitas hidup yang klien jalani
sewaktu sehat tentu berbeda dengan aktivitas yang dialaminya selama di rumah sakit.
Perubahan gaya hidup akibat hospitalisasi inilah yang harus menjadi perhatian setiap perawat.
Asuhan keperawatan yang diberikan harus diupayakan sedemikian rupa agar dapat
menghilangkan atau setidaknya meminimalkan perubahan yang terjadi.
3. Otonomi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa individu yang sakit da dirawat di
rumah sakit berada dalam posisi ketergantungan. Artinya, ia akan pasrah terhadap tindakan
apapun yang dilakukan oleh petugas kesehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini
meniunjukkan bahwa klien yang dirawat di rumah sakit akan mengalami perubahan otonomi.
Untuk mengatasi perubahan ini, perawat harus selalu memberitahu klien sebelum melakukan
intervensi apapun dan melibatkan klien dalam intervensi, baik secara aktif maupun pasif.
4. Peran
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan individu sesuai
dengan status sosialnya Jika ia seorang perawat, peran yang diharapkan adalah peran sebagi
perawat bukan sebagai dokter.Selain itu, peran yang dijalani seseorang adalah sesuai dengan
status kesehatannya. Peran yang dijalani sewaktu sehat tentu berbeda dengan peran yang
dijalani saat sakit.Tidak mengherankan jika klien yang dirawat di rumah sakit mengalami
perubahan peran. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada diri pasien, tetapi juga pada
keluarga. Perubahan tersebut antara lain :
a. Perubahan peran. Jika salah seorang anggota keluarga sakit, akan terjadi perubahan pera
dalam keluarga. Sebagai contoh, jiak ayah sakit maka peran jepala keluarga akan digantikan
oleh ibu. Tentunya perubahan peran ini mengharuskan dilaksanakannya tugas tertentu sesuai
dengan peran tersebut.
b. Masalah keuangan. Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi. Keuangan yang
sedianya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan untukj
keperluan klien yang dirawat. Akibatnya, keuangan ini sangat riskan, terutama pada keluarga
yang miskin. Dengan semakin mahalnya biaya kesehatan, beban keuangan keluarga semakin
bertambah.
c. Kesepian. Suasana rumah akan berubah jika ada seorang anggota keluarga ytang dirawat.
Keseharian keluarga yang biasanya dihiasi kegembiraan, keceriaan, dan senda-gurau
anggotaanya tiba-iba diliputi oleh kesedihan. Suasana keluarga pun menjadi sepi karena
perhatian keluarga terpusat pada penanganan anggota keluarganya yang sedang dirawat.
d. Perubahan kebiasan sosial. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Karenanya,
keluarga pun mempunyai kebiasaan dalam lingkungan sosialnya. Sewaktu seha, keluarga
mampu berperan serta dalam kegiata sosial. Akan tetapi, saat salah seorang anggota keluarga
sakit, keterlibatan keluarga dalam aktivitas sosial di masyarakatpun mengalami perubahan.
Berikut beberapa reaksi orang tua saat anak mereka dirawat di rumah sakit
(Supartini,2004) :
1. Perasaan cemas dan takut
Perasaan cemas ini mungkin dapat terjadi ketika orang tua melihat anaknya
mendapat prosedur menyakitkan seperti pengambilan darah, injeksi, dan prosedur invasiof
lainnya. Hal ini mungkin saja membuat orang tua merasa sedih atau bahkan menangis karena
tidak tega melihat anaknya. Oleh karea itu, pada kondisi ini perawat atau petugas kesehatan
harus lebih bijaksana bersikap pada anak dan orang tuanya.
Penelitian membuktikan bahwa rasa cemas paling tinggi dirasakan orang tua saat
menunggu nformasi tentang diagnosis penyakit anaknya (Supartini, 2000), sedangkan rasa
takut muncul pada orang tua terutama akibat takut kehilangan anak pada kondisi sakit yang
terminal (Brewis, 1995). Hal lain yang mungkin menyebabkan rasa cemas adalah rasa trauma
terhadap lingkungan rumah sakit, ataupun rasa cemas karena pertama kali membawa anaknya
untuk dirawat di rumah sakit sehingga merasa asing dengan lingkungan baru.
Perilaku yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas
dan takut ini adalah sering bertanya atau bertanya tentang hal yang sama secara berulang
pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah (Supartini,
2001).
2. Perasaan sedih
Perasaan sedih sering muncul ketika anak pada saat anak berada pada kondisi termal
dan orang tua mengetahui bahwa anaknya hanya memiliki sedikit kemungkinan untuk dapat
sembuh. Bahkan ketika menghadapi anaknya yang menjelang ajal, orang tua merasa sedih
dan berduka. Namun di satu sisi, orang tua harus berada di samping anaknya sembari
memberikan bimbingan spiritual pada anaknya. Pada kondisi ini, orang tua menunjukkan
perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap
petugas kesehatan (Supartini, 2000).
3. Perasaan Frustasi
Pada kondisi ini, orang tua merasa frustasi dan putus asa ketika melihat anaknya
yang telah dirawat cukup lama namun belum mengalami perubahan kesehatan menjadi lebih
baik. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan psikologis dari pihak-pihak luar (seperti
keluarga ataupun perawat atau petugas kesehatan).
4. Perasaan Bersalah
Perasaan bersalah muncul karena orang tua menganggap dirinya telah gagal dalam
memberikan perawatan kesehatan pada anaknya sehingga anaknya harus mengalami suatu
perubahan kesehatan yang harus ditangani oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.
Memberikan dukungan pada angota keluarga lain (Supartini, 2004) :
1. Berikan dukungan pada keluarga untuk mau tinggal dengan anak di rumah sakit.
2. Apabila diperluakn, fasilitasi keluarga untuk berkonsultasi pada psikolog atau ahli agama
karena sangat dimungkinkan keluarga mengalami masalah psikososial dan spiritual yang
memerluakn bantuan ahli.
3. Beri dukungan pada keluarga untuk meneria kondisi anaknya dengan nilai-nilai yang
diyakininya.
4. Fasilitasi untuk menghadirkan saudara kandung anak apabila diperlukan keluarga dan
berdampak positif pada anak yang dirawat ataupun saudara kandungnya.
2.6. Memaksimalkan Manfaat Hospitalisasi Anak
Menurut Supartini (2004), cara memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak adalah
sebagai berikut.
1. Membantu perkembangan orang tua dan anak dengan cara memberi kesempatan orang tua
mempelajari tumbuh-kembang anak dan reaksi anak terhadap stressor yang dihadapi selama
dalam perawatan di rumah sakit.
2. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar orang tua.Untuk itu, pearawat dapat
memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak, terapi yang didapat,
dan prosedur keperawatan yang dilakukan pada anak, tentunya sesuai dengan kapasitas
belajarnya.
3. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan
pada anak mengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri.
Tentunya hal ini hanya dapat dilakukan oleh anak yang lebih besar, bukan bayi. Berikan
selalu penguatan yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan anak dan
orang tua dan dorong terus untuk meningkatkannya.
4. Fasilitasi anak untuk menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien yang ada, teman sebaya
atau teman sekolah. Beri kesempatan padanya untuk saling kenal dan berbagi
pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas kesehatan dan sesama orang tua
harus difasilitasi oleh perawat karena selama di rumah sakit orang tua dan anak mempunyai
kelompok sosial yang baru.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hospitalisasi adalah suatu proses yang harus dilalui anak akibat adanya suatu alasan
sehingga mengharuskan anak untuk menjalani perawatan di rumah sakit.
Hospitalisasi dapat dipengaruhi oleh kepribadian seseorang, pemberi pelayanan, suasana
bagian pelayanan, dan hilangnya kontak dengan dunia luar.
Bagi anak yang menganggap bahwa dunia rumah sakit merupakan dunia baru baginya, orang
tua bersama tenaga kesehatan harus mempersiapkan anak sebelum mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien (dalam hal ini
adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala macam bentuk perubahan yang
ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana, dan lain sebagainya. Stressor dan reaksi
hospitalisasi sesuai dengan tumbuh kembang pada anak.
Selain pada diri anak/pasien (seperti perubahan gaya hidup, hilangnya privasi dan otonomi,
dan lain sebaginya), dampak dari hospitalisasi juga akan dirasakan oleh orang tua, yaitu
orang tua akan merasa stress, frustasi, serta merasa bersalah karena ia tidak dapat
memberikan pemenuhan kebutuhan kesehatan yang baik untuk anaknya.Apalagi bila
mendengan kabar buruk mengenai kondisi anak.
Manfaat dari hospitalisasi ini dapat dimaksimalkan dengan cara memberikan kesempatan
kepada anak ataupun orang tua untuk mengetahui dan terlibat dalam proses perawatan
walaupun tidak terlibat secara menyeluruh.
3.2. Saran
Dampak dari hospitalisasi yang sering kita lihat saat ini tentu dapat memacu tingkat
stress pasien/anak ataupun keluarga/orang tua. Oleh karena itu, konsep hospitalisasi yang
benar seharusnya dapat ditekankan lagi oleh tenaga kesehatan (perawat dan dokter) sehingga
manfaat dari hospitalisasi itu sendiri dapat dimaksimalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (20). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Stevens, P.J.M. dkk (1997). Ilmu Keperawatan.2(1).Jakarta; EGC.
Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC.
Diposkan oleh Henita eka putri di 15.44