Skiripsi Bab I-V Terbaru

88
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertambangan yang berlangsung di berbagai daerah di Indonesia berdampak positif dalam meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Otonomi daerah memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengolah sendiri potensi daerahnya yang lebih luas sesuai dengan peraturan perundang- undangan dan peraturan daerah yang berlaku (Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 thn 2004). Potensi sumber daya alam yang dimiliki kabupaten Maros yaitu kandungan bahan galian tambangnya diharapkan memberikan kontribusi optimal bagi penerimaan asli daerah, namun kontribusi sektor pertambangan kepada daerah belum optimal. Hal ini disebapkan jenis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah terbatas, penerimaan daerah seperti pajak dan retribusi yang berpotensi menghasilkan Pendapatan Asli Daerah kurang maksimal, mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi hukuman terhadap subjek pajak belum berjalan. Aktivitas pertambangan 1

Transcript of Skiripsi Bab I-V Terbaru

Page 1: Skiripsi Bab I-V Terbaru

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertambangan yang berlangsung di berbagai daerah di

Indonesia berdampak positif dalam meningkatkan penerimaan Pendapatan

Asli Daerah (PAD). Otonomi daerah memberikan kewenangan bagi

pemerintah daerah untuk mengolah sendiri potensi daerahnya yang lebih

luas sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah

yang berlaku (Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 thn 2004).

Potensi sumber daya alam yang dimiliki kabupaten Maros yaitu

kandungan bahan galian tambangnya diharapkan memberikan kontribusi

optimal bagi penerimaan asli daerah, namun kontribusi sektor

pertambangan kepada daerah belum optimal. Hal ini disebapkan jenis pajak

dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah terbatas, penerimaan

daerah seperti pajak dan retribusi yang berpotensi menghasilkan

Pendapatan Asli Daerah kurang maksimal, mekanisme pengawasan dan

pemberian sanksi hukuman terhadap subjek pajak belum berjalan. Aktivitas

pertambangan yang beroperasi tersebut seharusnya berpotensi besar

sebagai penyumbang penerimaan daerah dari tambang mineral dan

batubara tersebut.

Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu indikator dalam

mengukur tingkat kemandirian suatu daerah otonom dalam penyelengaraan

administrasi pemerintahan dan pembangunan. Oleh karena itu, dibutuhkan

1

Page 2: Skiripsi Bab I-V Terbaru

suatu analisis untuk meningkatkan kontribusi sektor pertambangan ke

dalam pendapatan asli daerah. Analisis yang digunakan adalah Proses

Hirarki Analitik (PHA). Metode PHA ini melibatkan berbagai stakeholder

yang dianggap berperan yaitu Dinas Pengelola Keuangan Daerah (DPKD),

Dinas Pertambangan, Badan Perencana Daerah (Bappeda), Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pengusaha pertambangan, dan

akademisi. Hasil analisis tersebut dapat dijadikan acuan dasar

pertimbangan dalam perumusan kebijakan dalam pengambilan keputusan

pemerintah daerah di masa yang akan datang sebagai usaha meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah di kabupaten Maros.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan umum dalam penelitian ini adalah pendapatan daerah

sektor pertambangan kontribusinya kedalam PAD kabupaten Maros belum

optimal, realisasi pendapatan sektor pertambangan belum mencapai target

seperti yang ditetapkan dalam APBD kabupaten Maros. Adapun

permasalahan khusus dalam penelitian ini yang akan disusun berdasarkan

nilai prioritas adalah belum diketahuinya kendala dan permasalahan yang

mempengaruhi pendapatan daerah sektor pertambangan, belum

teridentifikasi stakeholder yang dianggap berperan dalam usaha

meningkatkan PAD sektor pertambangan, belum disusun berbagai kebijakan

yang diharapkan dapat meningkatkan PAD pertambangan dan belum dibuat

rekomendasi kebijakan yang diharapkan dapat mengoptimalkan kontribusi

PAD sektor pertambangan. Permasalahan-permasalahan tersebut dibatasi

oleh struktur hirarki pemilihan kebijakan yang telah dibuat dan dibagikan ke

para responden.

2

Page 3: Skiripsi Bab I-V Terbaru

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kendala dan permasalahan yang mempengaruhi

penerimaan daerah di sektor pertambangan.

2. Mengidentifikasi berbagai stakeholder yang dianggap berperan dalam

upaya meningkatkan penerimaan PAD sektor pertambangan.

3. Mengidentifikasi berbagai kebijakan yang diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan sektor pertambangan terhadap Pendapatan

Asli Daerah.

4. Merekomendasikan berbagai alternatif kebijakan yang diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan PAD sektor pertambangan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang kendala

yang mempengaruhi kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan

Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Maros dan stakeholder yang berperan

dalam usaha meningkatkan penerimaan daerah sektor pertambangan.

Analisis kebijakan dengan metode Proses Hirarki Analitik akan memberikan

berbagai alternatif dan langkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan

penerimaan pada sektor pertambangan.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan atau

informasi bagi pemerintah daerah kabupaten Maros sebagai acuan dalam

pengambilan kebijakan atau keputusan pada masa yang akan datang untuk

meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah pada sektor

pertambangan.

1.5. Lokasi Penelitian

3

Page 4: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Kabupaten Maros terletak di bagian barat Sulawesi Selatan, secara

geografis terletak antara 04045 - 05007 LS dan antara 119033’ - 120010’ BT.

Kabupaten Maros sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep,

sebelah selatan berbatasan dengan kota Makassar dan kabupaten Gowa,

sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Bone dan sebelah barat

berbatasan dengan selat Makassar dan memiliki luas wilayah 1.619,12 km.

Secara administratif kabupaten Maros terbagi menjadi empat belas

kecamatan dan seratus tiga desa atau kelurahan, dengan jumlah penduduk

pada akhir tahun 2005 sebanyak 296.336 jiwa (Dhakidae, 2003). Akses ke

kabupaten Maros juga mudah karena keberadaan bandara udara

Hasanuddin yang berada di wilayahnya, disertai akses pintu gerbang jalan

tol dan sebagai kabupaten penyangga kota Makassar.

4

Page 5: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Maros (PDE, 2011).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertambangan di Kabupaten Maros

5

Page 6: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Potensi sektor pertambangan kabupaten Maros cukup besar. Industri

pertambangan yang beroperasi seperti pabrik semen, industri pengolahan

marmer, penambangan mineral bukan logam dan batuan lainnya.

Perusahaan tambang yang cukup besar adalah Bosowa Group yang memiliki

dua perusahaan bahan galian yaitu perusahaan yang memproduksi semen

dengan produksi 1,8 juta ton/ tahun dan marmer 0,1 juta ton/ tahun.

Perkiraan cadangan marmer di Maros sebesar 2,6 milyar m3 (Dinas

Pertambangan Maros, 2008).

Sektor pertambangan dalam lima tahun terakhir menunjukkan angka

pertumbuhan yang cukup baik meskipun kontribusinya pada Pendapatan

Asli Daerah belum mencapai target yang ditetapkan. Ditinjau dari

konstribusinya berada di urutan ketiga pendapatan terbesar terhadap

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dari sembilan sektor ekonomi

utama (Dinas pertambangan Maros, 2008). Peningkatan hasil

pertambangan yang tersebar dan beranekaragam di kabupaten Maros

menuntut kemampuan daerah untuk memberikan kemudahan berinvestasi

pada sektor pertambangan.

Sumber daya mineral di kabupaten Maros menurut jenisnya

meliputi lempung, batugamping, marmer, pasir kuarsa, oker, basal, andesit,

diorit, granodiorit, trakit, batu pasir, kerikil, batu sungai, dan pasir sungai.

Lokasi persebaran, luas sebaran, dan perkiraan tonase dari bahan galian di

kabupaten Maros hasil inventarisasi bahan galian dapat dilihat pada tabel

2.1.

Tabel 2.1 Potensi pertambangan mineral batuan di kabupaten Maros (Dinas Pertambangan Maros, 2008).

No

Bahan Galian Lokasi dan Sebaran

Potensi Sumber Daya

Luas Sebaran (m2)

Tonase (ton)

6

Page 7: Skiripsi Bab I-V Terbaru

1 Lempung (Merah

, Hitam dan Abu-

abu)

Kecamatan: 328.600.000 1.560.850.00

0• Bontoa

• Bantimurung

• Turikale

• Maros Baru

• Simbang

• Marusu

• Tanralili

• Moncongloe

• Mandai

• Lau

• Mallawa

2 Batu Gamping Kecamatan: 171.125.000 39.131.718.7

50• Bontoa

• Bantimurung

• Simbang

• Tanralili

• Cenrana

• Tompobulu

• Mallawa

3 Marmer Kecamatan: 48.375.000 8.359.974.50

0• Bantimurung

• Cenrana

• Simbang

4 Pasir Kuarsa Kecamatan: 15.437.500 154.375.000

• Mallawa

5 Oker Kecamatan: 2.600.000 12.350.000

• Camba

• Cenrana

6 Basal Kecamatan: 80.125.000 15.585.234.6

25• Moncongloe

• Simbang

• Tanralili

• Mandai

• Tompobulu

7

Page 8: Skiripsi Bab I-V Terbaru

• Cenrana

7 Andesit Kecamatan: 5.187.500 839.531.250

• Bantimurung

• Simbang

• Cenrana

8 Diorit Kecamatan: 5.000.000 1.063.125.00

0• Simbang

• Tompobulu

• Bantimurung

9 Granodiorit Kecamatan: 32,375,000 5.409.687.50

0• Camba

• Mallawa

1

0

Trakit Kecamatan: 2.187.500 689.062.500

• Bontoa

1

1

Batu Pasir

Formasi Camba

Kecamatan: 2.625.000 21.000.000

• Marusu

1

2

Kerikil dan Batu

Sungai

Kecamatan: 12.542.500 50.170.000

• Mallawa

• Bantimurung

• Tanralili

1

3

Pasir Sungai Kecamatan: 5.017.500 20.070.000

• Bontoa• Camba• Turikale• Tompobulu

Di kabupaten Maros selain memiliki potensi pertambangan mineral

golongan batuan juga terdapat pertambangan mineral logam dan

pertambangan batubara yang tersebar di wilayah kecamatan Mallawa,

Bantimurung, Camba, Simbang, dan Tanralili. Emas terdapat di Cindakko

dan Bontosomba kecamatan Tompobulu. Namun jumlah deposit kedua jenis

bahan galian tersebut sampai sekarang belum teridentifikasi. Adapun daftar

8

Page 9: Skiripsi Bab I-V Terbaru

indikasi bahan galian tersebut di kabupaten Maros dapat dilihat pada tabel

di bawah ini.

Tabel 2.2 Potensi pertambangan mineral logam dan batubara di kabupaten Maros (Dinas pertambangan Maros, 2008).

No Bahan Galian

Lokasi dan Sebaran

Kawasan/ Jenis Lahan

Sistem Penambanga

n 1 Batubara

Formasi Mallawa

Kecamatan: Hutan Tambang terbuka• Mallawa Perkebunan

• Bantimurung Semak belukar • Camba  

• Tanralili  • Simbang  

• Marusu  • Tanralili  

2 Emas Kecamatan: Perkebunan Tambang terbuka• Tompobulu Persawahan

Pemukiman terbatas

Hutan   

Aktivitas pertambangan yang melakukan penambangan, penggalian,

pengangkutan dan penjualan hasil tambang sekarang ini tersebar di

berbagai kecamatan di kabupaten Maros yang dilakukan oleh berbagai

perusahaan tambang. Penambangan bahan galian yang dilakukan seperti

sirtu, batubara, pasir, marmer, tanah timbunan, batu kapur, pasir silika dan

kromit. Daftar perusahaan tambang, jenis tambang, luas, dan lokasi

penambangannya di wilayah kabupaten Maros dapat dilihat pada lampiran

B.

2.2. Keuangan Daerah di Indonesia

Otonomi daerah setiap kabupaten/ kota atau provinsi dituntut untuk

menjalankan tiga prinsip otonomi daerah yaitu luas, nyata, dan

bertanggungjawab. Prinsip otonomi daerah seluas-luasnya, dalam arti

9

Page 10: Skiripsi Bab I-V Terbaru

daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan

dalam Undang-Undang Nomor 32/ 2004 tentang pemerintah daerah. Daerah

memiliki kewenangan membuat kebijaksanaan daerah untuk memberikan

pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan

masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.

Peningkatan kemakmuran masyarakat daerah sangat membutuhkan

dukungan baik moril maupun materil dari pemerintah daerah yang berperan

sebagai motor penggerak pembangunan. Hal ini terealisasi dalam bentuk

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Pendapatan Asli Daerah

(PAD) suatu daerah.

Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah di Indonesia telah

membawa konsekuensi logis bahwa terjadi perubahan dalam sistem

penyelengaraan pemerintahan di daerah. Di kabupaten Maros kondisi

tersebut ditandai dengan semakin banyaknya kewenangan daerah yang

dimiliki yang sebelumnya merupakan kebijakan pemerintah pusat dalam hal

desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah dengan adanya kewenangan

otonomi kabupaten/ kota dapat memperoleh sumber pembiayaan dalam

melaksanakan otonominya. Pemerintah kabupaten Maros dituntut untuk

dapat mengelolah kewenangan tersebut dengan baik agar Pendapatan Asli

Daerahnya dapat dioptimalkan.

Sumber-sumber penerimaan daerah menurut UU No. 32/ 2004

tentang pemerintah daerah adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan daerah

a. PAD

- Pajak daerah

- Retribusi daerah

10

Page 11: Skiripsi Bab I-V Terbaru

- Hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan

- Lain-lain PAD yang sah

b. Dana perimbangan

- Dana Alokasi Umum (DAU)

- Dana Alokasi Khusus (DAK)

- Dana Bagi Hasil (Pajak dan Sumber Daya Alam)

c. Lain-lain pendapatan

2. Pembiayaan:

- Silpa (sisa lebih perhitungan anggaran)

- Pinjaman daerah

2.3. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah menurut Undang–undang RI Nomor 33/ 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan yang diperoleh

daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Pada Bab V pasal 6, PAD bersumber dari:

a. Pajak daerah

b. Retribusi daerah

c. Hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan

d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah kabupaten Maros, pada

tahun 2005-2009, dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Jumlah Pendapatan Asli Daerah kabupaten Maros pada tahun 2005-2009 (Dinas Pengelola Keuangan Daerah).

Tahun Uraian Jumlah (Rp)

2005 Pendapatan Asli Darah    a. Pajak Daerah 6.235.432.388

11

Page 12: Skiripsi Bab I-V Terbaru

  b. Retribusi Daerah 4.683.901.933  c. Laba Usaha Daerah 782.658.229

 d. Lain lain Pendapatan Asli Derah yang sah 1.871. 661.813

  Total 13.573.664.3632006 Pendapatan Asli Darah    a. Pajak Daerah 7.078.786.230  b. Retribusi Daerah 5.444.900.269  c. Laba Usaha Daerah 1.095.678.147

 d.Lain lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 4.811.170.919

  Total 18.430.535.5662007 Pendapatan Asli Darah    a. Pajak Daerah 7.078.786.230  b. Retribusi Daerah 5.444.900.269  c. Laba Usaha Daerah 1.095.678.147

 d.Lain lain pendapatan Asli Daerah yang sah 4.811.170.919

  Total 20.430.535.566

2008 Pendapatan Asli Darah    a. Pajak Daerah 7.078.786.230  b. Retribusi Daerah 5.444.900.269  c. Laba Usaha Daerah 1.095.678.147

 d.Lain lain pendapatan Asli Daerah yang sah 4.811.170.919

  Total 25.430.535.5662009 Pendapatan Asli Darah    a. Pajak Daerah 9.148.000.000  b. Retribusi Daerah 14.218.200.000  c. Laba Usaha Daerah 2.320.000.000

 d.Lain lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 7.323.555.000

  Total 33.009.755.000

2.3.1. Pajak Daerah

Undang-Undang Nomor 34/ 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, dikelompokan jenis pajak dan retribusi daerah tersebut sebagai

berikut:

1. Pajak hotel

2. Pajak restoran

12

Page 13: Skiripsi Bab I-V Terbaru

3. Pajak hiburan

4. Pajak reklame

5. Pajak penerangan jalan

6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C

7. Pajak parkir

Menurut Undang-Undang Nomor 18/ 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, disebutkan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang

dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan

langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Pasal 2

ayat (1) dan (2) di dalam Undang–Undang Nomor 18/ 1997 disebutkan

bahwa jenis pajak daerah kabupaten, yaitu:

a. Pajak hotel dan restoran

b. Pajak hiburan

c. Pajak reklame

d. Pajak penerangan jalan

e. Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C

f. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan

Selanjutnya pasal 3 ayat (1) dicantumkan tarif pajak paling tinggi dari

masing-masing jenis pajak sebagai berikut:

a. Pajak kendaraan bermotor 5 %

b. Pajak balik nama kendaraan bermotor 10 %

c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor 5 %

d. Pajak hotel dan restoran 10 %

e. Pajak hiburan 35 %

f. Pajak reklame 25 %

13

Page 14: Skiripsi Bab I-V Terbaru

g. Pajak penerangan jalan 10 %

h. Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C 25 %

i. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan 20 %

Tarif pajak untuk daerah provinsi diatur dengan peraturan

pemerintah dan penetepannya seragam di seluruh Indonesia. Sedangkan

untuk daerah kabupaten/ kota, selanjutnya ditetapkan oleh peraturan

daerah masing-masing dan peraturan daerah tentang pajak tidak dapat

berlaku surut. Sumber pendapatan asli daerah sebagaimana tersebut di

atas, terlihat sangat bervariasi.

2.3.2. Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 34/ 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, jenis retribusi daerah terdiri dari:

1. Retribusi Jasa Umum yang merupakan pungutan yang dikenakan oleh

daerah kepada masyarakat atas pelayanan yang diberikan. Pelayanan

yang digolongkan sebagai jasa usaha tersebut tergolong quasy goods

dan pelayanan yang memerlukan pengendalian dalam konsumsinya dan

biaya penyediaan layanan tersebut cukup besar sehingga layak

dibebankan pada masyarakat, misalnya retribusi pelayanan kesehatan,

persampahan, akta catatan sipil, KTP dan lain-lain.

2. Retribusi Jasa Usaha merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah

berkaitan dengan penyediaan layanan yang belum memadai disediakan

oleh swasta dan atau penyewaan aset/ kekayaan daerah yang belum

dimanfaatkan misalnya retribusi pasar grosir, terminal, rumah potong

hewan.

3. Retribusi Perijinan Tertentu yang merupakan pungutan yang

dikenakan sebagai pembayaran atas pemberian ijin untuk melakukan

14

Page 15: Skiripsi Bab I-V Terbaru

kegiatan tertentu yang perlu dikendalikan oleh daerah misalnya IMB, Ijin

Pengambilan Hasil Hutan Ikutan, Pengelolaan Hutan dan lain-lain. Jika

merujuk kembali kepada penjelasan tabel 2.3 terkait dengan tujuan

pencapaian kemandirian daerah, maka peranan pajak dan retribusi daerah

ini sangat penting.

Penetapan jenis retribusi jasa umum dan retribusi perizinan tertentu

untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/ kota ditetapkan sesuai

dengan kewenangan masing-masing daerah. Rincian dan masing-masing

jenis retribusi diatur dengan peraturan daerah yang bersangkutan (Siahaan,

2005).

Retribusi daerah untuk sektor pertambangan yang pernah berlaku di

kabupaten Maros seperti retribusi SIUP, TDP, TDI, IUI, TDG, penerbitan tera

ulang alat ukur, perizinan tertentu, izin tambang daerah, izin pengelolaan

ABT/APT, dan donasi. Peraturan daerah yang baru sedang dibahas oleh

pemerintah daerah kabupaten Maros tentang pertambangan mineral logam

dan batuan.

Tabel 2.4 Daftar Pendapatan Asli Daerah sektor pertambangan dari penerimaan retribusi daerah kabupaten Maros tahun 2005-2009 (Dinas Pengelola Keuangan Daerah).

No. Uraian PAD (Rp)A. Pendapatan Tahun 2005  

1 Retribusi Penerbitan SIUP 18.000.000

2 Retribusi Penerbitan TDP 18.000.000

3 Retribusi Penerbitan TDI 7.000.000

4 Retribusi Penerbitan IUI 7.000.000

5 Retribusi Penerbitan TDG 3.000.000

6Retribusi Penerbitan Tera ulang alat ukur/timbangan

2.500.000

  Jumlah 55.500.000

15

Page 16: Skiripsi Bab I-V Terbaru

B. Pendapatan Tahun 2006  

1 Retribusi Penerbitan SIUP 23.000.000

2 Retribusi Penerbitan TDP 25.000.000

3 Retribusi Penerbitan TDI 7.000.000

4 Retribusi Penerbitan IUI 7.000.000

5 Retribusi Penerbitan TDG 3.000.000

6Retribusi Penerbitan Tera ulang alat ukur/timbangan

5.000.000

  Jumlah 70.000.000

C. Pendapatan Tahun 2007  

1Retribusi Izin Usaha Jual Bahan bakar Minyak/BBM

5.000.000

2 Retribusi Perizinan Tertentu 20.000.000

3 Retribusi Izin Tambang Daerah 15.000.000

4 Retribusi Izin Pengelolaan ABT/APT 5.000.000

  Jumlah 45.000.000

D. Pendapatan Tahun 2008  

1 Retribusi Perizinan Tertentu 25.000.000

2 Retribusi Izin Tambang Daerah 25.000.000

3 Retribusi Izin Pengelolaan ABT/APT 5.000.000

4 pendapatan Asli Daerah Yang Sah  

  Sumbangan Pihak Ke 3 50.000.000

5 Donasi 50.000.000

  Jumlah 155.000.000

E. Pendapatan Tahun 2009  

1 Retribusi Perizinan Tertentu 25.000.000

2 Retribusi Izin Tambang Daerah 25.000.000

3 Retribusi Izin Pengelolaan ABT/APT 5.000.000

4 pendapatan Asli Daerah Yang Sah  

  Sumbangan Pihak Ke 3 50.000.000

5 Donasi 50.000.000

16

Page 17: Skiripsi Bab I-V Terbaru

  Jumlah 155.000.000

Pendapatan Negara dan Daerah pada Undang-Undang RI Nomor 4/

2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada pasal 128, yaitu:

1. Pemegang IUP atau IUPK wajib membayar pendapatan negara dan

pendapatan daerah.

2. Pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas

penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak.

3. Penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 terdiri atas:

a. pajak-pajak yang menjadi kewenangan pemerintah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

b. bea masuk dan cukai

4. Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 2

terdiri atas:

a. iuran tetap

b. iuran eksplorasi

c. iuran produksi

d. kompensasi data informasi.

5. Pendapatan daerah sebagimanana dimaksud ayat 1 terdiri atas

a. pajak daerah

b. retribusi daerah dan

c. pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan perundang-

undangan.

Undang-undang mineral dan batubara tersebut, kewenangan daerah

sangat terbatas dalam memperoleh pendapatan daerah. Kabupaten

penghasil hanya mendapatkan pemasukan yang berasal dari pajak daerah

dan retribusi daerah yang sangat kecil. Pemasukan yang besar akan

17

Page 18: Skiripsi Bab I-V Terbaru

didapatkan negara melalui iuran tetap, eksplorasi, produksi, dan

kompensasi data informasi. Hal ini pula yang membuat pendapatan asli

daerah rendah pada sektor pertambangan karena kewenangan daerah yang

masih dibatasi oleh aturan perundang-undangan yang ada.

Jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah masing-masing Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) termasuk PAD pada sektor pertambangan di

kabupaten Maros pada tahun 2005 - 2008 dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 2.5 Jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) termasuk PAD pada sektor pertambangan di Kabupaten Maros pada tahun 2005 (Dinas Pengelola Keuangan Daerah).

No. Satuan Kerja

Jumlah

Penerimaan Realisasi

  Perangkat Daerah (SKPD) PAD (Rp) target (%)

1 Sekretariat Daerah 2.496.342.060 31,46

2 Dispenda 747.909.558 82,58

3 Bantimurung dan Bandara 2.471.450.032 104,99

4 Dinas Perikanan 104.083.000 49,45

5

Dinas Kehutanan dan

Perkebunan 53.559.313 97,38

6 Dinas Pertambangan dan Energi 5.698.673.605 87,40

7 Koperindag 61.115.000 87,94

8 Dinas Kependudukan dan T. Kerja 203.305.700 91,39

9 Dinas Kesehatan 288.259.200 96,09

10 RSUD 697.849.041 107,36

11 Dinas Sosial 160.505 18,34

12 Dinas Tata Ruang 368.650.854 77,61

13 Dinas Perhubungan 294.352.100 48,33

14 Bapedalda 56.475.000 92,58

15 Kantor Kebersihan 20.386.500 33,98

16 Kantor Pariwisata 11.037.000 101,72

  Jumlah 13.573.654.363 ∑ ¿90,10

18

Page 19: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Tabel 2.6 Jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) termasuk PAD pada sektor pertambangan di Kabupaten Maros pada tahun 2006 (Dinas Pengelola Keuangan Daerah).

No. Satuan Kerja Jumlah Penerimaan Realisasi

  Perangkat Daerah (SKPD) PAD (Rp) target (%)1 Sekretariat Daerah 2.673.004.817 100,822 Dispenda 677.090.652 120,053 Bantimurung dan Bandara 6.356.961.400 100,554 Dinas Perikanan 127.962.900 60,22

5Dinas Kehutanan dan Perkebunan 74.690.700 124,48

6 Dinas Pertambangan dan Energi 6.386.271.328 84,867 Koperindag 75.657.500 108,088 Dinas Kependudukan dan T. Kerja 147.734.500 86,809 Dinas Kesehatan 181.173.071 120,7810 RSUD 886.878.333 110,8611 Dinas Sosial 129.500 14,8012 Dinas Tata Ruang 518.352.919 50,5713 Dinas Perhubungan 201.731.500 106,7414 Bapedalda 49.200.000 72,3515 Kantor Kebersihan 43.739.500 72,9016 Kantor Pariwisata 8.537.000 63,24

  Jumlah 18.430.535.566 ∑ ¿87,38

Tabel 2.7 Jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) termasuk PAD pada sektor Pertambangan di Kabupaten Maros pada tahun 2007 (Dinas Pengelola Keuangan Daerah).

No. Satuan Kerja

Jumlah

Penerimaan Realisasi

  Perangkat Daerah (SKPD) PAD (Rp) target (%)

1 Sekretariat Daerah 2.988.087.998 100,4

2 Dispenda 945.995.770 99,45

19

Page 20: Skiripsi Bab I-V Terbaru

3 Bantimurung dan Bandara 6.998.889.560 105,66

4 Dinas Perikanan 160.000.000 60,55

5

Dinas Kehutanan dan

Perkebunan 70.000.000 101,3

6 Dinas Pertambangan dan Energi 6.578.000.000 75,7

7 Koperindag 80.359.000 98,9

8 Dinas Kependudukan dan T. Kerja 209.980.590 89,8

9 Dinas Kesehatan 185.890.775 110,5

10 RSUD 1.589.560.788 106,4

11 Dinas Sosial 489.886.453 15,3

12 Dinas Tata Ruang 734.755.344 70,54

13 Dinas Perhubungan 325.980.764 94,56

14 Bapedalda 54.980.775 83,45

15 Kantor Kebersihan 60.542.887 60,45

16 Kantor Pariwisata 16.994.335 76,37

  Jumlah 23.677.742.664 ∑ ¿84,33

Tabel 2.8 Jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) termasuk PAD pada sektor pertambangan di Kabupaten Maros pada tahun 2008 (Dinas Pengelola Keuangan Daerah).

No. Satuan Kerja

Jumlah

Penerimaan Realisasi

  Perangkat Daerah (SKPD) PAD (Rp) target (%)

1 Sekretariat Daerah 3.112.334.546 100,78

2 Dispenda 1.245.667.880 102,57

3 Bantimurung dan Bandara 7.890.550.566 107,42

4 Dinas Perikanan 200.000.00 64,75

5

Dinas Kehutanan dan

Perkebunan 70.000.000 104,7

6 Dinas Pertambangan dan Energi 7.250.550.000 82,8

7 Koperindag 85.879.770 95,5

8 Dinas Kependudukan dan T. Kerja 350.890.566 91,1

9 Dinas Kesehatan 170.678.445 107,8

10 RSUD 2.598.567.998 102,8

20

Page 21: Skiripsi Bab I-V Terbaru

11 Dinas Sosial 785.885.385 16,2

12 Dinas Tata Ruang 1.108.776.998 74,6

13 Dinas Perhubungan 457.996.887 92,2

14 Bapedalda 63.766.980 91,2

15 Kantor Kebersihan 80.566.443 80,45

16 Kantor Pariwisata 20.544.887 65,33

Jumlah 28.376.253.443 ∑ ¿86,01

2.4. Proses Hirarki Analitik (PHA)

Proses pembuatan kebijakan publik secara umum merupakan proses

yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang

harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat

untuk mengkaji kebijakan publik, membagi proses-proses penyusunannya

ke dalam beberapa tahap, yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan,

adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan (Winarno

B, 2007).

Penelitian ini membahas sampai pada formulasi kebijakan untuk

meningkatkan pendapatan sektor pertambangan dengan memilih metode

perumusan kebijakan yaitu Proses Hirarki Analitik (PHA).

PHA adalah suatu metode pengambilan keputusan yang bentuknya

sederhana, fleksibel dan berdaya guna besar, untuk mendukung suatu

proses pengambilan keputusan yang multi kriteria, multi tujuan, dan penuh

dengan situasi kompleks. Ciri utama proses PHA adalah dengan memecah

suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok-

kelompok kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu

bentuk hirarki (Nuryanti, 2003).

2.4.1. Prinsip Dasar PHA

21

Page 22: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Pada prinsipnya proses PHA adalah membandingkan tingkat prioritas

beberapa elemen atau variabel pada suatu level atau tingkatan dari suatu

susunan hirarki. Hasil dari proses perbandingan tersebut setiap elemen

diberi bobot secara numerik sehingga variabel yang mendapat prioritas

tertinggi dalam akhir proses analisis akan menjadi pilihan yang terbaik.

Prinsip-prinsip dalam menyelesaikan persoalan dengan PHA yang

harus dipahami yaitu decomposition, comparative judgement, synthesis of

prioirity, dan local consistency (Latifah, 2005).

a. Decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur–

unsurnya.

b. Comparative judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan

relatif dua elemen pada tingkat tertentu yang berkaitan dengan tingkat

di atasnya.

c. Synthesis of prioirity, yaitu dari setiap matriks perbandingan kemudian

dicari eigenvector nya untuk mendapatkan local priority.

d. Local consistency, yaitu penilaian yang konsisten terhadap objek atau

elemen.

Input utama model PHA adalah persepsi manusia yang dianggap ahli.

Kriteria ahli lebih mengacu pada orang yang mengerti suatu permasalahan,

memiliki kepentingan terhadap suatu masalah dan merasakan akibat dari

masalah tersebut. Model PHA dapat dikatakan sebagai suatu perangkat

pengambilan keputusan yang komprehensif karena selain menggunakan

input yang bersifat kualitatif berupa persepsi manusia, juga dapat mengolah

data yang bersifat kuantitatif.

Penggunaan model PHA untuk mengambil suatu keputusan tidak

terlepas dari sejumlah aksioma-aksioma yang dimiliki model PHA. Aksioma-

aksioma tersebut harus diperhatikan oleh pemakai model PHA, karena

22

Page 23: Skiripsi Bab I-V Terbaru

pelanggaran pada suatu aksioma akan berakibat tidak validnya model yang

digunakan. Aksioma-aksioma model PHA tersebut adalah:

1. Resiprocal comparison, artinya pengambil keputusan harus bisa

membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya.

2. Homogenity, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam

skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat

dibandingkan satu sama lain.

3. Independence, artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan

bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada

melainkan obyektif secara keseluruhan.

4. Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur

hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka para

pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau obyek yang

tersedia sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.

Hirarki yang dibuat mengkaji permasalahan secara lengkap dan

menyeluruh serta tingkatan pada hirarki harus saling berhubungan.

2.4.2. Tahap Aplikasi PHA

Secara garis besar, aplikasi model PHA dibagi dalam dua tahap yaitu

penyusunan hirarki dan evaluasi hirarki. Penjabaran lebih lanjut dari dua

tahap di atas, adalah sebagai berikut:

2.4.2.1 Penyusunan hirarki

Penyusunan hirarki lazim disebut dekomposisi. Dekomposisi adalah

proses penguraian permasalahan menjadi kelompok-kelompok yang

homogen dan menguraikannya lagi menjadi bagian-bagian yang terkecil

sehingga kelompok- kelompok tersebut tidak dapat diuraikan lagi. Melalui

23

Page 24: Skiripsi Bab I-V Terbaru

proses dekomposisi akan di peroleh satu atau beberapa level (tingkatan)

dalam hirarki. Penyusunan hirarki lebih bersifat seni dari pada ilmu

pengetahuan, sehingga tidak ada bentuk hirarki yang baku untuk

memecahkan suatu masalah. Namun demikian, dalam penyusunan hirarki

harus tetap memperhatikan hal-hal yang relevan terhadap masalah yang

diteliti, mempertimbangkan lingkungan di sekitar masalah, mengidentifikasi

segala macam kemungkinan yang dapat membantu pemecahan masalah

serta pendapat peserta atas masalah tersebut. Suatu hirarki dikatakan

lengkap apabila semua elemen pada suatu tingkatan hirarki memiliki

keterkaitan dengan tingkat sebelumnya. Beberapa keunggulan dari suatu

hirarki, antara lain:

a. Menggambarkan sistem yang dapat digunakan untuk

menggambarkan bagaimana perubahan prioritas pada tingkat di

bagian atas akan mempengaruhi tingkat di bawahnya.

b. Memberikan informasi yang sangat mendetail tentang struktur dan

fungsi sistem pada tingkat yang rendah, sekaligus memberikan

gambaran mengenai pelaku dan tujuan pada tingkat di atasnya.

c. Sistem secara alamiah merupakan suatu hirarki.

d. Stabil yaitu sedikit perubahan mempunyai sedikit pengaruh dan

fleksibel dimana tambahan pada hirarki yang sudah berstruktur

dengan baik tidak akan merusak kinerjanya.

Proses penyusunan hirarki dapat mengikuti tahap-tahap berikut ini:

a. Mengidentifikasi level-level dan elemen–elemen yang akan

ditempatkan dalam suatu level.

b. Mendefinisikan semua level dan elemen yang kemudian digunakan

untuk formulasi pertanyaan.

24

Page 25: Skiripsi Bab I-V Terbaru

c. Mengidentifikasi goal atau tujuan keseluruhan dari pemecahan suatu

masalah.

d. Mengidentifikasi sub tujuan dari tujuan keseluruhan.

e. Menentukan kriteria-kriteria yang diperlukan dalam mencapai tujuan

atau sub tujuan, dapat berupa syarat atau keadaan yang mendukung

tercapainya tujuan.

f. Mengidentifikasi sub kriteria dari masing-masing kriteria.

g. Mengidentifikasi alternatif-alternatif yang akan dievaluasi di bawah

sub–sub kriteria.

Gambar 2.1 Model AHP secara umum (Saaty, 2000).

Penentuan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun

matriks perbandingan berpasang untuk seluruh elemen pada sistem hirarki.

Perbandingan tingkat kepentingan antar variabel diberikan penilaian

dengan angka satu sampai sembilan. Penjelasan perbandingan antar

variabel tersebut dapat dilihat pada tabel 2.9.

25

Page 26: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Tabel 2.9 Skala perbandingan tingkat kepentingan antar variabel (Saaty,

2000)

Bobot / Pengertian Penjelasan

Tingkat siginifikan    

1 Sama pentingDua faktor memiliki pengaruh yang

    sama tehadap sasaran

3Sedikit lebih

penting Salah satu faktor sedikit lebih

   berpengaruh dibanding faktor lainnya

5 Lebih pentingSalah satu faktor lebih berpengauh

    dibanding faktor lainnya

7Sangat lebih

penting Salah satu faktor sangat lebih

   berpengaruh dibanding faktor lainnya

9Jauh lebih penting

Salah satu faktor jauh lebih berpengaruh

   

2,4,6,8.Antara nilai yang

di atas Diantara kondisi di atas     

Pada tabel di atas menggunakan bilangan untuk menggambarkan

relatif pentingnya suatu elemen di atas lainnya untuk mengisi matriks

banding berpasang dengan memberikan penilaian dalam angka (Saaty,

2000).

2.4.2.2 Evaluasi Hirarki

Pada tahap evaluasi hirarki, terdapat empat proses yang harus

dilakukan meliputi:

1. Pengisian persepsi dan prioritas lokal yang dibuatkan matriks

perbandingan.

26

Page 27: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Hasil penilaian atau perbandingan ini disusun dalam bentuk matriks

perbandingan yang menggambarkan hubungan kepentingan relatif atau

elemen terhadap elemen lainnya. Kepentingan relatif antar elemen tersebut

bersifat resiprokal selama Amn = 1/ Amn. Notasi M dan n menunjukan

baris dan kolom dalam matriks. Jika A1, A2, …, Am adalah kumpulan elemen

sebanyak n dan W1,W2, …, Wn adalah nilai kepentingan masing-masing

elemen, maka hasil perbandingan antar dua elemen ditunjukkan pada

matriks.

Tabel 2.10 Matriks perbandingan (Saaty, 1991).

A A A A A

A1 A1 A1……………..  

A2 A2 A2…………….  

Am Wm/W1Wm/W2

…………….

Wm/Wn

Tujuan dibuatkannya matriks yaitu membandingkan antar elemen

hasil penilaian responden dengan menggunakan skala prioritas satu sampai

sembilan. Proses pengisian persepsi dalam model PHA dapat dilakukan

dengan dua cara, yaitu pertama melalui konsensus, dimana semua

responden dikumpulkan dalam suatu ruangan dan mereka harus

mengeluarkan satu penilaian saja untuk satu perbandingan melalui diskusi

mendalam, kedua dengan cara pengisian kuisoner. Pengisian kuisioner ini

responden tidak harus dikumpulkan dalam satu ruangan, melainkan dapat

dilakukan secara terpisah dengan memberikan penilaian terhadap kuisioner

yang diberikan.

2. Kontrol konsistensi

27

Page 28: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Proses pengisian persepsi sehingga menghasilkan suatu matriks

perbandingan perlu memperhitungkan tingkat konsistensi dalam

menyatakan preferensi terhadap elemen-elemen. Kontrol konsistensi selain

dilakukan pada tahap pengisian persepsi juga dilakukan secara keseluruhan

hirarki pada akhir proses sintesa akhir. Model PHA yang menggunakan

persepsi manusia sebagai inputnya dihadapkan pada keterbatasan-

keterbatasan dalam menyatakan persepsi secara konsisten, sehingga

memungkinkan untuk terjadinya inkonsistensi. Akibat keterbatasan itulah

maka model PHA tidak mensyaratkan konsistensi mutlak 100%. Meskipun

demikian, terdapat batasan tingkat inkonsistensi yang masih diterima

dalam model PHA sampai 10%.

Secara umum tahapan dalam aplikasi model analisis kuantitatif untuk

berbagai penyelesaian masalah dengan tujuan dapat memberikan alternatif

solusi, tahap awal adalah membuat diagram hirarki penyelesaian, tahapan

kedua adalah menetapkan peringkat kecenderungan untuk setiap kriteria

melalui pembobotan oleh para pakar yang dianggap expert yang

dikelompokan melalui matriks perbandingan, tahap selanjutnya dihitung

nilai prioritas totalnya (TPV), terakhir menghitung nilai prioritas akhir (FPV)

(Suharso, 2010). Jika responden dihubungi terpisah, setelah menghitung

nilai prioritas akhirnya maka dilakukan perhitungan penilaian gabungan

semua responden dengan menggunakan rata-rata ukur atau geometrik

mean.

2.4.2.3 Menghitung Nilai Prioritas Total/ Total Priority Value (TPV)

Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai prioritas total

(TPV):

28

Page 29: Skiripsi Bab I-V Terbaru

a11 + a12 + ………. + a16 ∑ kolom 1 ∑kolom 2 ∑kolom 6 I = ∑ baris matriks. a21 + a22 + ………. + a26 ∑ kolom 1 ∑kolom 2 ∑kolom 6 II = ∑ baris matriks. a31 + a32 + ………. + a36 ∑ kolom 1 ∑kolom 2 ∑kolom 6 III = ∑ baris matriks.

…………………………………………………………………………………………………… .…..………………………………………………………………………………………………

a61 + a62 + ……….+ a66 ∑ kolom 1 ∑kolom 2 ∑kolom 6 VI = (2.1) ∑ baris matriks.

Tabel 2.11 Contoh menghitung nilai prioritas total/ Total Priority Value

(TPV).

MK RBP MP RM SMPAD TPVRBP 1 3 2 2 0,423MP 0,333 1 0,5 0,5 0,122RM 0,5 2 1 1 0,227

SMPAD 0,5 2 1 1 0,2274 2,333 8 4,5 4,5 1

TPV (RBP) = (1/ 2,333 + 3/ 8 + 2/ 4,5 + 2/4,5 ) / 4 = 0,423

(MP) = (0,333/ 2,333 + 1/8 + 0,5/4,5 + 0,5/4,5 ) / 4 = 0,122

(RM) = (0,5/ 2,333 + 2/8 + 1/ 4,5 + 1/ 4,5 ) / 4 = 0,227

(SMPAD)= (0,5/ 2,333 + 2/8 + 1/ 4,5 + 1/ 4,5 ) / 4 = 0,227

Ket elemen pada tabel:

29

Page 30: Skiripsi Bab I-V Terbaru

1. RBP : Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang

menjadi

kewenangan daerah

2. MP : Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi

terhadap subjek

pajak belum berjalan

3. RM : Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk

membayar pajak dan retribusi daerah

6. SMPAD : Sistem manajemen PAD belum memadai

2.4.2.4 Menghitung Nilai Prioritas Akhir/ Final Priority Value (FPV)

Menghitung Nilai Prioritas Akhir (FPV), adapun tahapannya yaitu:

a. Kelompokkan masing-masing nilai prioritas total (TPV) ke dalam kolom

hirarki yang di atasnya

b. Kalikan tiap kolom nilai prioritas total (TPV) dengan nilai prioritas total

(TPV) pada tingkat hirarki diatasnya.

c. Jumlahkan hasil perkalian kolom yang sebaris.

Tabel 2.12 Contoh menghitung nilai prioritas akhir/ Final Priority Value

(FPV).

TPV MK PDP FPV

0,249 0,750

RBP 0,423 0,350 0,368

MP 0,227 0,109 0,138

RM 0,227 0,189 0,198

SMPAD 0,227 0,350 0,319

Cara menghitung nilai prioritas akhir/ Final Priority Value (FPV) pada

tabel di atas.

30

Page 31: Skiripsi Bab I-V Terbaru

FPV (RBP) = (0,249)(0,423) + (0,750)(0,350) = 0,368

(MP) = (0,249)(0,227) + (0,750)(0,109) = 0,138

(RM) = (0,249)(0,227) + (0,750)(0,189) = 0,138

(SMPAD) = (0,249)(0,227) + (0,750)(0,350) = 0,319

2.4.2.5 Analisis penilaian gabungan responden dengan rata-rata

ukur

Adapun rumus rata-rata ukur dengan n (responden) = 6 adalah

sebagai berikut:

AW= 6√a1×a2×a3×a 4×a5 x a6 (2.2)

Nilai a1, a2, a3, dan seterusnya adalah hasil perhitungan nilai

prioritas akhir (FPV) pada masing-masing responden, sehingga perlu

dihitung satu penilaian yang merupakan penilaian gabungan semua

responden.

Tabel 2.13 Perhitungan rata-rata ukur

Analisis Sintesis per elemen dari setiap responden  Rata-rata 

GlobalD.PRTMB

GNAKADEMI

SIDPR

DBAPPE

DAPNGUS

HADPKD Ukur

Kendala  

RBP 0,268 0,0880,36

8 0,421 0,1870,48

3 0,263

MP 0,256 0,2360,13

8 0,108 0,2850,16

7 0,187

RM 0,207 0,2480,19

8 0,131 0,2850,20

2 0,206

SMPAD 0,293 0,4270,31

9 0,292 0,2610,14

6 0,276

Nilai dari tabel di atas adalah hasil perhitungan nilai prioritas akhir,

pada masing-masing tingkatan dari hirarki, dan penilaian masing-masing

responden. Untuk mencari penilaian gabungan diperoleh dengan

menggunakan persamaan rata-rata ukur (persamaan 3.2).

31

Page 32: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Cara menghitung penilaian akhir gabungan responden dengan

persamaan 3.2

Rata-rata ukur (RBP) = 6√a1×a2×a3×a4×a5 xa6.

= 6√0,268×0,088×0,368×0,421×0,187 x 0,483

= 0,263

Rata-rata ukur (MP) = 6√a1×a2×a3×a4×a5 xa6.

= 6√0,256×0,236×0,138×0,108×0,285x 0,167

= 0,187

Rata-rata ukur (RM) = 6√a1×a2×a3×a4×a5 xa6.

= 6√0,207×0,248×0,198×0,131×0,285 x 0,202

= 0,206

Rata-rata ukur (SMPAD) = 6√a1×a2×a3×a4×a5 xa6.

= 6√0,293×0,427×0,319×0,292×0,261 x0,146

= 0,276

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

32

Page 33: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian tugas akhir ini

adalah sebagai berikut:

1. Studi literatur yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

buku-buku sebagai bahan acuan yang berhubungan dengan metode

proses hirarki analitik dan teori-teori yang berhubungan dengan

penelitian.

2. Menyusun hirarki yang dilengkapi dengan pembuatan kuesioner yang

akan di bagikan kepada semua responden. Hasil dari kuesioner tersebut

merupakan data primer dari penelitian, kemudian dilakukan pengolahan

dan analisis data dengan metode PHA. Pada pengolahan data dibuatkan

matriks perbandingan, menghitung nilai prioritas total dan nilai prioritas

akhir. Hasil perhitungan dari masing-masing responden tersebut

disatukan menjadi satu penilaian dengan menggunakan rata-rata ukur

atau geometrik mean. Akhir dari metodologi penelitian ini adalah analisis

data yang dibuatkan kesimpulan penelitian, rekomendasi kebijakan dan

saran, sesuai dengan tujuan dan manfaat penelitian.

3.1. Proses Hirarki Analitik

Metode Proses Hirarki Analitik dibagi dalam beberapa tahapan yaitu:

a. Menyusun hirarki

Langkah ini bertujuan memecah suatu masalah yang kompleks

disusun menjadi suatu bentuk hirarki. Suatu struktur hirarki terdiri dari

elemen-elemen yang di kelompokkan dalam tingkatan-tingkatan (level).

Hirarki yang dibuat tersebut merupakan dasar terhadap aspirasi atau

penilaian berbagai pihak yang ikut berperan dan terlibat dalam usaha

meningkatkan PAD di kabupaten Maros. Hirarki kebijakan peningkatan PAD

sektor pertambangan dapat dilihat pada Lampiran A.

33

Page 34: Skiripsi Bab I-V Terbaru

b. Pembuatan kuesioner

Kuesioner yang dibuat jelas dan sesederhana mungkin, dengan

harapan para responden dapat memberikan penilaian terhadap elemen-

elemen yang diperbandingkan dengan benar. Bagian depan daftar

kuesioner memuat penjelasan singkat penelitian, prinsip dasar metode PHA,

hirarki pemilihan kebijakan peningkatan pendapatan sektor pertambangan,

petunjuk pengisian PHA beserta skala penilaian 1-9 serta contoh pengisian

kuesioner (Lampiran A). Proses pengisian kuisioner tersebut semua

responden menerima dan menyetujui bentuk hirarki yang telah dibuat.

Persepsi atau penilaian responden terhadap elemen-elemen suatu hirarki

dilakukan dengan cara pengisian kuisioner, sehingga responden dapat

dihubungi secara terpisah tanpa harus dikumpulkan pada suatu tempat.

3.2. Pengambilan Data Lapangan

Pengambilan data dilakukan sepanjang penelitian baik data primer

maupun data sekunder.

3.2.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui observasi, wawancara ataupun

pertanyaan kepada pihak yang berwenang. Penulis memberikan kuisioner

pada enam stakeholder antara lain:

1. Dinas Pengelola Keuangan Daerah (DPKD) sebagai dinas yang berperan

langsung di lapangan dalam memungut pajak dan retribusi daerah yang

merupakan subjek PAD atau pelaksana dari kebijakan yang telah

ditetapkan.

34

Page 35: Skiripsi Bab I-V Terbaru

2. Dinas Pertambangan merupakan instansi yang membidangi

pertambangan yang mengatur regulasi izin tambang dan inventarisasi

perusahaan tambang.

3. Badan Perencana Daerah (Bappeda) sebagai instansi perencana

pembangunan yang membuat arah perencanaan pembangunan daerah

baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai mitra pemerintah

daerah dengan fungsi legislasinya membuat dan menetapkan peraturan

daerah bersama bupati. Dalam hal ini peraturan daerah tentang pajak

dan retribusi daerah untuk sektor pertambangan, fungsi lainnya sebagai

kontrol/ pengawasan dari perda yang ditetapkan.

5. Akademisi merupakan bagian yang sangat penting untuk memberikan

sumbangan pemikirannya dalam meningkatan kontribusi sektor

pertambangan kedalam PAD.

6. Pengusaha pertambangan yang merupakan pihak yang melakukan

usaha pertambangan yang ekonomis menjadi objek pajak dan retribusi

daerah.

Hasil jawaban kuesioner yang diberikan responden tersebut

kemudian dikumpulkan, selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data

yang dihitung secara manual dengan menggunakan software microsoft

exel.

3.2.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari kantor BPS kabupaten Maros, staf ahli

bupati, sekretariat DPRD, kantor dinas pertambangan dan sumber-sumber

lain yang sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis data yang digunakan adalah

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Maros,

35

Page 36: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Maros, peraturan perundang-

undangan, peraturan daerah, dokumen perencanaan dari Bappeda.

3.3. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang didapatkan dari hasil penilaian para responden melalui

kuesioner diolah dan dianalisis dengan tahapan sebagai berikut:

1. Membuat matriks perbandingan

Hasil pengambilan data lapangan dari kuesioner yang dibagikan

selanjutnya dibuatkan matriks perbandingan pada masing-masing

tingkatan dan masing-masing responden. Membuat matriks perbandingan

adalah membandingkan setiap elemen dari penilaian responden

terhadap pilihan-pilihan dari kuesioner dengan nilai bobotnya masing-

masing.

2. Menghitung Nilai Prioritas Total/ Total Priority Value (TPV)

3. Menghitung Nilai Prioritas Akhir/ Final Priority Value (FPV)

4. Analisis penilaian gabungan responden dengan menggunakan rata-rata

ukur

Hasil perhitungan nilai prioritas total masing-masing responden

dihitung menggunakan persamaan (2.2) kemudian dilakukan perhitungan

dengan menggunakan rata-rata ukur. Total perhitungan akhir dari para

responden diperoleh dengan menggunakan rata-rata ukur atau geometric

mean dari setiap nilai sel perbandingan antar elemen pada masing-masing

responden.

3.4. Hasil Penelitian

36

Page 37: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Hasil:1. Memperluas jenis pajak dan retribusi2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan3. Sosialisasi perda pajak dan retribusi4. Perbaikan sistem manajemen PAD pertambangan

Analisis akhir denganrata-rata ukur

Pengolahan dan Analisis Data (AHP)

Pengambilan Data Lapangan1. Data Primer: Hasil kuesioner ke enam stakeholder yang ekspert .( DPKD, D.Pertambangan, DPRD, Akademisi, Bappeda, Pengusaha) 2. Data Sekunder:BPS kabupaten MarosSekretariat DPRD: APBD Kabupaten MarosPeraturan perundang-undangan dan perdaDPKDMetode Proses Hirarki Analitik.

Identifikasi Masalah:1.Rendahnya kewenangan daerah mendapatkan pajak dan retribusi daerah.2.Mekanisme pengawasan belum berjalan.3.sosialisasi perda yang kurang.4.Sistem Manajemen PAD belum memadai.

Latar Belakang: Belum optimalnya kontribusi sektor pertambangan terhadap PAD kab. Maros

1. membuat matriks perbandingan2. menghitung nilai prioritas total (TPV)3.menghitung nilai prioritas akhir (FPV)

Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa rekomendasi

kebijakan yang diberikan untuk meningkatkan PAD sektor pertambangan

kabupaten Maros yaitu:

1. Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah sektor pertambangan

2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi

3. Sosialisasi perda pajak dan retribusi daerah sektor pertambangan

4. Perbaikan sistem manajemen PAD pertambangan

37

Page 38: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Gambar 3.1 Bagan alur metodologi penelitian

BAB IV

ANALISIS KEBIJAKAN UNTUK MENINGKATKAN PAD SEKTOR PERTAMBANGAN DENGAN METODE PHA

4.1. Penyusunan Hirarki

Tahap awal dalam metode PHA adalah menyusun hirarki. Proses

hirarki yaitu membuat permasalahan kompleks tidak terstruktur diuraikan

menjadi kelompok-kelompok yang homogen kemudian disusun kedalam

suatu hirarki. Penyusunan hirarki ini didasarkan pada kondisi keuangan dan

permasalahan daerah Kabupaten Maros yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya.

Hirarki pemilihan kebijakan meningkatkan penerimaan PAD sektor

pertambangan Kabupaten Maros dibagi dalam lima tingkatan, yaitu:

Tingkat 1: Fokus

Fokus hirarki adalah kebijakan peningkatan penerimaan PAD sektor

pertambangan kabupaten Maros. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat

pencapaian penerimaan PAD dari target yang telah ditetapkan dalam APBD

dalam lima tahun terakhir.

Tingkat 2: Sasaran

38

Page 39: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Sasaran yang ingin dicapai pemerintah daerah jika terjadi

peningkatan penerimaan PAD tersebut, adalah:

1. Meningkatnya keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan

pembangunan di daerah.

2. Tersedianya dan meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada

masyarakat.

Tingkat 3: Kendala

Tingkatan ketiga dari hirarki berupa kendala dimaksudkan untuk

membuat perbandingan-perbandingan dari berbagai persepsi terhadap

kendala-kendala yang menyebabkan atau mempengaruhi jumlah

penerimaan PAD sektor pertambangan kabupaten Maros. Adapun

identifikasi kendala-kendalanya adalah:

1. Relatif rendahnya basis pajak maupun retribusi yang menjadi

kewenangan daerah, sehingga kurang memadai dalam upaya

ekstensifikasi penerimaan PAD.

2. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak

belum berjalan.

3. Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar

pajak dan retribusi daerah sektor pertambangan.

4. Sistem manajemen PAD sektor pertambangan belum memadai.

Tingkat 4: Stakeholder

Tingkatan ke empat dari hirarki adalah stakeholder yang dianggap

berkompeten dalam upaya meningkatkan penerimaan PAD sektor

pertambangan maupun mengatasi permasalahan yang ada, yaitu:

1. Dinas Pengelola Keuangan Daerah (DPKD) Kabupaten Maros.

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maros.

39

Page 40: Skiripsi Bab I-V Terbaru

3. Badan Perencana Daerah (Bappeda) kabupaten Maros.

4. Dinas Pertambangan kabupaten Maros.

5. Akademisi

6. Pengusaha bidang pertambangan.

Tingkat 5: Kebijakan

Tingkatan ini bertujuan merumuskan berbagai kebijakan alternatif

untuk meningkatkan penerimaan PAD sektor pertambangan, yaitu:

1. Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah sektor pertambangan

2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi

terhadap subyek pajak yang lebih baik.

3. Sosialisasi yang lebih intensif untuk meningkatkan kesadaran dan

motivasi masyarakat dan pengusaha di bidang pertambangan.

4. Memperbaiki sistem manajemen PAD sektor pertambangan.

Total perhitungan akhir dari para responden diperoleh dengan

menggunakan rata-rata ukur atau geometric mean dari setiap nilai sel

perbandingan antar elemen pada masing-masing responden. Persamaan

rata-rata ukur dengan n (responden) = 6

AW= 6√a1×a2×a3×a 4×a5 x a6.

Notasi a adalah nilai setiap sel matriks perbandingan antar elemen

pada masing-masing responden. Sedangkan AW adalah hasil nilai akhir

(penilaian gabungan) dari seluruh responden.

40

Page 41: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Gambar 4.1 Hirarki pemilihan kebijakan Peningkatan PAD sektor pertambangan Kabupaten Maros.

4.2. Matriks dan Nilai Prioritas Total Responden

Pemilihan kebijakan peningkatan penerimaan PAD sektor pertambangan kabupaten Maros

Meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan program-program pembangunan di

Penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat

Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan

Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum

Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah, sehingga kurang berkontribusi terhadap peningkatan

Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai.

DPKD Akademisi

DPRD Pengusaha

Bappeda

Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah

Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak

Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi

Memperbaiki sistem manajemen Pendapan Asli Daerah

Tingkat 1FokusTingkat

2Sasaran

Tingkat 3Kendala

Tingkat 4Pelaku

Tingkat 5

Dinas Pertambangan

41

Page 42: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Hasil penetapan nilai peringkat untuk setiap kriteria/ pilihan melalui

pembobotan pada masing-masing responden berdasarkan nilai skala

perbandingan dari angka satu sampai sembilan, kemudian dikelompokkan

ke dalam matriks perbandingan sekaligus perhitungan nilai prioritas

totalnya. Matriks dan perhitungannya pada tabel (lampiran C).

4.3. Nilai Prioritas Akhir Masing-masing Responden

Hasil perhitungan Total Priority Value (TPV) selanjutnya diolah untuk

mendapatkan Final Priority Value (FPV) dari masing-masing responden. Hasil

analisis global atau Final Priority Value (FPV) dari masing-masing responden

sebagai berikut:

Tabel 4.7 Final Priority Value (FPV) masing-masing responden.

Analisis global

Sintesis per elemen dari setiap

responden  

(FPV) DPKD KA DPRD

PENGUSA

HA BAPPEDA D.PRTBGN

Tkt. 2;

Sasaran

MK 0,666 0,249 0,249 0,200 0,800 0,249

PDP 0,333 0,750 0,750 0,800 0,200 0,750

Tkt 3;

Kendala

RBP 0,483 0,377 0,377 0,187 0,421 0,204

MP 0,167 0,117 0,143 0,285 0,108 0,354

RM 0,202 0,214 0,214 0,285 0,131 0,112

SMPAD 0,146 0,328 0,328 0,261 0,292 0,354

Tkt 4; Aktor

DPKD 0,265 0,266 0,257 0,219 0,198 0,258

KA 0,063 0,065 0,066 0,049 0,055 0,071

DPRD 0,194 0,189 0,190 0,111 0,256 0,162

PENGUSAHA 0,067 0,158 0,162 0,290 0,120 0,165

BAPPEDA 0,149 0,107 0,109 0,088 0,107 0,099

D. PRTBGN 0,259 0,251 0,278 0,260 0,215 0,268

42

Page 43: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Tkt 5;

kebijakan

MJP 0,330 0,332 0,310 0,256 0,277 0,250

PMP 0,215 0,143 0,146 0,251 0,233 0,197

SUM 0,257 0,275 0,281 0,273 0,162 0,289

MSM 0,428 0,287 0,325 0,238 0,280 0,289

Keterangan:

1. MK : Meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam

merencanakan program pembangunan daerah

2. PDP : Penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik

3. RBP : Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang

menjadi

kewenangan daerah

4. MP : Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi

terhadap subjek

pajak belum berjalan

5. RM : Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk

membayar pajak dan retribusi daerah

6. SMPAD : Sistem manajemen PAD belum memadai

7. DPKD : Dinas Pengelola Keuangan Daerah

8. KA : Kalangan Akademisi

9. DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

10.PENGSHA : Pengusaha bidang pertambangan

11.Bappeda : Badan Perencana Daerah

12.D. PRTBGN : Dinas daerah yang membidangi bidang pertambangan

13.MJP : Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah

14.PMP : Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan pemberian

sanksi

43

Page 44: Skiripsi Bab I-V Terbaru

15.SUM : Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan

motivasi

16.MSM : Memperbaiki sistem manajemen PAD.

Pada Tabel 4.7 hasil sintesa akhir dapat dijelaskan bahwa sasaran

prioritas yang ingin dicapai masing-masing responden adalah sebagai

berikut:

A. Dinas Pertambangan

Untuk pilihan meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam

merencanakan program-program pembangunan di daerah dengan bobot

prioritas sebesar 0,249. Sasaran prioritas berikutnya adalah penyediaan dan

peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat dengan bobot

prioritas 0,750.

Pada tingkat kendala, urutan prioritas kendala yang mempengaruhi

tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai berikut:

1. Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi

kewenangan daerah (0,204).

2. Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar

pajak dan retribusi daerah (0,112).

3. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak

belum berjalan (0,354).

4. Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai (0,354).

Pada tingkat aktor/ pelaku, urutan pelaku terhadap faktor kendala

adalah sebagai berikut:

1. Dinas Pengelola Keuangan daerah (0,258).

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (0,162).

3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) (0,099).

4. Pengusaha (0,165).

44

Page 45: Skiripsi Bab I-V Terbaru

5. Kalangan Akademisi (0,071).

6. Dinas Pertambangan ( 0,268).

Kebijakan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan adalah:

1. Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah (0,250).

2. Memperbaiki sistem manajemen pendapatan asli daerah (0,289)

3. Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat

dalam membayar pajak dan reribusi daerah (0,289).

4. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek

pajak (0,197).

B. Akademisi

Sasaran prioritas yang ingin dicapai oleh responden akademisi adalah

penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat

dengan bobot prioritas sebesar 0,750. Sasaran prioritas berikutnya adalah

meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan

program-program pembangunan di daerah dengan bobot prioritas sebesar

0,250.

Pada tingkat kendala, urutan prioritas kendala yang mempengaruhi

tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai berikut:

1. Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai (0,328).

2. Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi

kewenangan daerah (0,377).

3. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak

belum berjalan (0,117).

4. Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar

pajak dan retribusi daerah (0,214).

Pada tingkat aktor/ pelaku, urutan pelaku terhadap faktor kendala

adalah sebagai berikut:

45

Page 46: Skiripsi Bab I-V Terbaru

1. Dinas Pengelola Keuangan Daerah (0,266).

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (0,189).

3. Pengusaha (0,158).

4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) (0,107).

5. Kalangan Akademisi (0,065).

6. Dinas Pertambangan (0,.251).

Urutan kebijakan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan adalah:

1. Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah (0,332).

2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek

pajak (0,143).

3. Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat

dalam membayar pajak dan reribusi daerah (0,275).

4. Memperbaiki sistem manajemen pendapatan asli daerah (0,287).

C. DPRD

Nilai prioritas akhir dari sasaran prioritas yang ingin dicapai oleh

responden DPRD dengan adanya peningkatan PAD Kabupaten Maros adalah

meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan

program-program pembangunan di daerah dan penyediaan dan

peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat dengan bobot

prioritas masing-masing sebesar 0,249 dan 0,7500.

Pada tingkat kendala, urutan prioritas kendala yang mempengaruhi

tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai berikut:

1. Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi

kewenangan daerah (0,377).

2. Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar

pajak dan retribusi daerah (0,214).

46

Page 47: Skiripsi Bab I-V Terbaru

3. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak

belum berjalan (0,143).

4. Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai (0,328).

Pada tingkat ke empat (aktor/pelaku), urutan pelaku terhadap faktor

kendala adalah sebagai berikut:

1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (0,190).

2. Dinas Pengelola Keuangan Daerah (0,257).

3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) (0,109).

4. Kalangan Akademisi (0,066).

5. Pengusaha (0,162).

6. Dinas Pertambangan (0,278).

Urutan kebijakan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan adalah:

1. Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah (0,310).

2. Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat

dalam membayar pajak dan reribusi daerah (0,281).

3. Memperbaiki sistem manajemen pendapatan asli daerah (0,325).

4. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek

pajak (0,146).

D. Pengusaha

Responden pengusaha, sasaran prioritas yang ingin dicapai berupa

penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat,

dengan bobot prioritas 0,80. Sasaran prioritas berikutnya adalah

meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan

program-program pembangunan di daerah dengan bobot prioritas sebesar

0,200.

Pada tingkat ke tiga, urutan prioritas kendala yang mempengaruhi

tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai berikut:

47

Page 48: Skiripsi Bab I-V Terbaru

1. Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai (0,261).

2. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak

belum berjalan (0,285).

3. Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar

pajak dan retribusi daerah (0,285).

4. Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi

kewenangan daerah (0,187).

Pada tingkat ke empat, urutan pelaku terhadap faktor kendala adalah

sebagai berikut:

1. Dinas Pengelola Keuangan Daerah (0,219).

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (0,111).

3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) (0,088).

4. Kalangan Akademisi (0,049).

5. Pengusaha (0,290).

6. Dinas Pertambangan (0,260).

Urutan kebijakan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan adalah:

1. Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah (0,256).

2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek

pajak (0,251).

3. Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat

dalam membayar pajak dan reribusi daerah (0,273).

4. Memperbaiki sistem manajemen pendapatan asli daerah (0,238).

E. Bappeda

Sasaran prioritas yang ingin dicapai oleh responden Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) adalah penyediaan dan

peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat dengan bobot

prioritas sebesar 0,200. Sasaran prioritas berikutnya adalah meningkatkan

48

Page 49: Skiripsi Bab I-V Terbaru

keleluasaan pemerintah daerah dalam merencanakan program-program

pembangunan di daerah, dengan bobot prioritas 0,800.

Pada tingkat ke tiga, urutan prioritas kendala yang mempengaruhi

tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai berikut:

1. Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai (0,292).

2. Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi

kewenangan daerah (0,421).

3. Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar

pajak dan retribusi daerah (0,131).

4. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak

belum berjalan (0,108).

Pada tingkat ke empat, urutan pelaku terhadap faktor kendala adalah

sebagai berikut:

1. Dinas Pengelola Keuangan Daerah (0,198).

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (0,256).

3. Kalangan Akademisi (0,055).

4. Pengusaha (0,120).

5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) (0,107).

6. Dinas Pertambangan (0,215).

Untuk tingkat ke lima, urutan kebijakan yang diprioritaskan untuk

dilaksanakan adalah:

1. Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah (0,277).

2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek

pajak (0,233).

3. Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat

dalam membayar pajak dan reribusi daerah (0,162).

4. Memperbaiki sistem manajemen pendapatan asli daerah (0,280).

49

Page 50: Skiripsi Bab I-V Terbaru

F. Dinas Pengelola keuangan Daerah

Sasaran prioritas yang ingin dicapai oleh responden Dinas

Pendapatan Daerah adalah meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah

dalam merencanakan program-program pembangunan di daerah dengan

bobot prioritas sebesar 0,666. Sasaran prioritas berikutnya adalah

penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat,

dengan bobot prioritas 0,334.

Pada tingkat kendala, urutan prioritas kendala yang mempengaruhi

tercapainya sasaran yang diinginkan adalah sebagai berikut:

1. Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi

kewenangan daerah (0,483).

2. Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar

pajak dan retribusi daerah (0,202).

3. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak

belum berjalan (0,167).

4. Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai (0,146).

Pada tingkat aktor/ pelaku, urutan pelaku terhadap faktor kendala

adalah sebagai berikut:

1. Dinas Pendapatan Daerah (0,265).

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (0,194).

3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) (0,149).

4. Pengusaha (0,067).

5. Kalangan Akademisi (0,063).

6. Dinas Pertambangan ( 0,259 ).

Sedangkan urutan kebijakan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan

adalah:

1. Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah (0,330).

50

Page 51: Skiripsi Bab I-V Terbaru

2. Memperbaiki sistem manajemen pendapatan asli daerah (0,428)

3. Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat

dalam membayar pajak dan reribusi daerah (0,257).

4. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap

subjek pajak (0,215).

4.4. Analisa Sintesa Akhir Masing-Masing Responden

Penilaian ke enam responden terhadap bobot prioritas elemen-

elemen suatu hirarki pada sintesa akhir menunjukkan penilaian yang

bervariasi. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan cara pandang, latar

belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Namun secara

keseluruhan, semua responden memiliki perhatian yang besar terhadap

upaya peningkatan keuangan daerah, khususnya peningkatan PAD

pertambangan Kabupaten Maros.

Analisis terhadap tingkat ke dua, yakni sasaran-sasaran apa saja

yang diprioritaskan untuk diwujudkan, menunjukkan bahwa empat

responden (kalangan akademisi, pengusaha, DPRD dan Dinas

pertambangan) memberikan prioritas tertinggi terhadap sasaran

penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat,

dengan bobot prioritas 0,750, 0,800, 0,750, dan 0,750. Sementara itu,

responden Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah dan Badan Perencana

Daerah meletakkan sasaran meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah

dalam merencanakan program-program pembangunan di daerah sabagai

sasaran utama, dengan bobot prioritas masing-masing 0,666 dan 0,800.

Pada tingkat ke tiga (kendala), hasil penilaian enam responden

terhadap kendala-kendala yang lebih penting untuk diperhatikan demi

tercapainya sasaran penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik

51

Page 52: Skiripsi Bab I-V Terbaru

kepada masyarakat, menunjukkan empat responden (Dinas pengelola

keuangan daerah, kalangan akademisi, DPRD, dan Bappeda) memberikan

prioritas tertinggi pada kendala relatif rendahnya basis pajak dan retribusi

daerah yang menjadi kewenangan daerah. Nilai prioritas masing-masing

responden tersebut berturut-turut adalah 0,483, 0,377, 0,377 dan 0,421.

Penilaian keempat responden tersebut didasarkan atas

pertimbangan bahwa penetapan suatu jenis pajak dan retribusi baru di

daerah harus memenuhi kriteria bahwa pajak daerah tidak boleh tumpang

tindih dengan pajak pusat dan pajak propinsi, sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Adanya kriteria ini diperkirakan

akan menyebabkan daerah memiliki basis pungutan yang relatif rendah dan

terbatas, serta sifatnya bervariasi antar daerah.

Penilaian kedua responden lainnya (pengusaha dan Dinas

pertambangan) memberikan prioritas tertinggi pada kendala sistem

manajemen PAD kurang memadai dengan bobot prioritas masing-masing

0,261 dan 0,354. Penilaian ini didasarkan pada pendapat ke dua responden

bahwa Kabupaten Maros memiliki peluang untuk meningkatkan

kemampuan keuangan daerah, khususnya peningkatan PAD melalui jenis

pajak dan retribusi daerah yang sudah ada saat ini. Peluang tersebut

didukung dengan kondisi perekonomian dan potensi pertambangan di

kabupaten Maros. Persoalannya adalah bagaimana pungutan dan

pengelolaan pajak dan retribusi daerah tersebut dilaksanakan secara efektif

dan efisien, sehingga dapat memenuhi kebutuhan keuangan daerah. Dalam

hal ini, sistem manajemen PAD yang belum memadai dianggap sebagai

kendala yang utama.

Analisis tingkat ke empat, aktor/ pelaku yang lebih diprioritaskan

untuk mengatasi faktor kendala pada level di atasnya, menunjukkan bahwa

52

Page 53: Skiripsi Bab I-V Terbaru

terdapat dua responden (DPRD dan Dinas pertambangan) lebih

mengutamakan Dinas pertambangan sebagai pelaku yang lebih

diperhatikan untuk mengatasi faktor kendala tersebut. Adapun bobot

prioritas masing-masing responden berturut-turut adalah 0,278, 0,268.

Sedangkan responden Dinas Pengelola Keuangan Daerah dan kalangan

akademisi lebih mengutamakan Dinas Pengelola Keuangan Daerah sebagai

pelaku yang lebih diperhatikan untuk mengatasi faktor kendala yang ada,

dengan bobot prioritas masing-masing 0,265 dan 0,266.

Analisis pada tingkat ke lima, yaitu tentang urutan kebijakan yang

lebih diprioritaskan untuk dilaksanakan guna mencapai tujuan peningkatan

PAD Kabupaten Maros, menunjukkan bahwa terdapat empat responden

(Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah, DPRD, Bappeda dan Dinas

Pertambangan) lebih mengutamakan kebijakan memperbaiki sistem

manajemen PAD. Adapun bobot prioritas ke empat responden tersebut

adalah 0,428, 0,325, 0,280 dan 0,289. Sedangkan, dua responden lainnya

(akademisi dan pengusaha) memprioritaskan memperluas jenis pajak

daerah dan retribusi daerah dengan bobot prioritas masing-masing 0,332

dan 0,256.

4.5. Hasil dan Analisis Responden dengan Rata-Rata Ukur

Hasil sintesa akhir global menggunakan rata-rata ukur merupakan

suatu kesimpulan analisis hirarki secara keseluruhan dari enam responden

yang ada. Hasil sintesa akhir tersebut akan menghasilkan prioritas sasaran

yang hendak dicapai, mendeteksi kendala-kendala yang diprioritaskan

untuk diselesaikan, serta prioritas kebijakan yang seharusnya dilaksanakan

guna meningkatkan PAD Kabupaten Maros.

53

Page 54: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Tabel 4.8 Hasil akhir dari penilaian gabungan semua responden dengan menggunakan rata-rata ukur.

Analisis global/ hasil akhir dari penilaian gabungan semua responden Rata-rata ukurTkt. 2; Sasaran  1. Meningkatkan keleluasaan pemerintah daerah

dalam merencanakan pembangunan di daerah. 0,344

2. Penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan Publik kepada masyarakat.

0,531

Tkt 3; Kendala  1. Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang

menjadi kewenangan daerah.0,322

2. Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek pajak belum berjalan.

0,177

3. Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah.

0,184

4. Sistem manajemen PAD belum memadai. 0,274Tkt 4; Aktor  1. Dinas Pengelola Keuangan Daerah 0,2422. Kalangan Akademisi 0,0693. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 0,1784. Pengusaha 0,1465. Badan Perencana Daerah 0,1086. Dinas Pertambangan. 0,254Tkt 5; Kebijakan  1. Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi

daerah sektor pertambangan. 0,2912. Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan

pemberian sanksi terhadap subyek pajak yang lebih baik. 0,193

3. Sosialisasi yang lebih intensif untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dan pengusaha dibidang pertambangan. 0,251

4. Memperbaiki sistem manajemen PAD pertambangan. 0,303

Hirarki pemilihan kebijakan peningkatan PAD sektor pertambangan

dengan nilai masing-masing hasil perhitungan menggunakan rata-rata

ukur. ( Gambar 4.2 )

Pemilihan kebijakan peningkatan penerimaan PAD Sektor pertambangan Kabupaten Maros

Level 0Fokus

54

Page 55: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Gambar 4.2 Hirarki pemilihan kebijakan peningkatan PAD sektor pertambangan hasil perhitungan menggunakan rata-rata ukur.

Berdasarkan Gambar 4.2 diatas terlihat bahwa penilaian ke enam

responden terhadap urutan sasaran yang diprioritaskan untuk diwujudkan

dengan adanya peningkatan PAD sektor pertambangan memprioritaskan

pada sasaran penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik

kepada masyarakat dengan bobot prioritas sasaran tersebut mencapai

0,531. Hasil prioritas sasaran pada sintesa akhir global dengan

menggunakan rata-rata ukur, ternyata secara keseluruhan sama dengan

prioritas sasaran pada sintesa akhir global per responden, yaitu sasaran

berupa penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada

Meningkatkan keleluasaan pemda dalam merencanakan program-program pembangunan di daerah (0,344).

Penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat(0,531).

Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan

Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai (0,276).

DPKD(0,242)

Akademisi(0,069)

DPRD(0,178)

Pengusaha

(0,146)

Bappeda

(0,108)

Memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah(0,291).

Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan Sanksi terhadap Subjek Pajak (0,193).

Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah

Memperbaiki Sistem manajemen Pendapan Asli Daerah (0,303).

Level 1SasaranLevel 2Kendala PAD

Level 3Pelak

Level 4Kebijaka

Dinas Pertambangan (0,254)

55

Page 56: Skiripsi Bab I-V Terbaru

masyarakat. Sasaran berikutnya adalah meningkatkan keleluasaan

pemerintah daerah dalam merencanakan program-program pembangunan

di daerah dengan bobot prioritas sebesar 0,344.

Mayoritas pemilihan prioritas sasaran utama tersebut timbul karena

adanya pemahaman yang sama tentang kebijakan penganggaran untuk

pengeluaran pemerintah yang seharusnya berorientasi pada penyediaan

dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Mangkusoebroto (1994)

bahwa meningkatnya pengeluaran pemerintah tidak dapat dilepaskan dari

adanya perubahan permintaan terhadap barang publik, perubahan aktifitas

pemerintah, perubahan kualitas penyediaan barang publik yang harus

dilakukan oleh pemerintah, perubahan faktor harga dan pilihan politisi,

sehingga dari tahun ke tahun pengeluaran pemerintah selalu mengalami

peningkatan.

Berdasarkan hasil sintesa akhir global dari seluruh responden

dengan menggunakan rata-rata ukur, ternyata kendala berupa relatif

rendahnya basis pajak yang menjadi kewenangan daerah sehinnga kurang

potensi terhadap penngkatan PAD merupakan faktor penghambat terbesar,

dengan bobot prioritas sebesar 0,322. Kendala sistem manajemen PAD

sektor pertambangan berada pada urutan kedua, dengan bobot prioritas

sebesar 0,276.

Kendala selanjutnya adalah rendahnya motivasi dan kesadaran

masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah dengan bobot

prioritas sebesar 0,184. Sesuai dengan pengertian umum pajak daerah

bahwa pajak daerah merupakan sumber keuangan daerah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran daerah, pemungutannya berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pungutan pajak tersebut telah

56

Page 57: Skiripsi Bab I-V Terbaru

disepakati bersama oleh pemerintah daerah dan masyarakatnya, maka

sudah sepantasnya jika masyarakat memiliki kesadaran akan kewajibannya

di bidang perpajakan yaitu membayar pajak dengan benar sesuai peraturan

yang berlaku. Namun kenyataannya, menurut S.Munawir (1992, dalam

Brotodihardjo) dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, terdapat

hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Hambatan

tersebut berupa perlawanan pasif dan perlawanan aktif, sedangkan

menurut Mangkoesoebroto, (1994). Pemerintah selalu berusaha

memperbesar pengeluaran dengan memperbesar penerimaan dari pajak

sedangkan masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang besar.

Pungutan pajak daerah tersebut bentuk perlawanan aktif yang

sering ditemui di lapangan. Perlawanan aktif adalah semua usaha dan

perbuatan yang secara langsung bertujuan untuk menghindari pajak.

Perlawanan aktif tersebut ditemui usaha-usaha nyata dari subjek pajak

untuk tidak membayar pajak, baik berupa upaya penghindaran diri dari

pajak, penyelundupan pajak, maupun usaha melalaikan pajak.

Pada level 3 (level aktor/ pelaku) urutan pelaku untuk mengatasi

kendala-kendala pada level di atasnya berada pada Dinas Pertambangan,

dengan bobot prioritas tertinggi mencapai 0,254. Penilaian terhadap Dinas

Pertambangan sebagai aktor/ pelaku dengan prioritas tertinggi dalam upaya

penyelesaian faktor kendala tersebut, juga terjadi berdasarkan hasil sintesa

akhir global per responden. Satuan kerja perangkat daerah ini yang

bertugas di lapangan dalam evaluasi, pengendalian dan pemungutan pajak

dan retribusi, juga sebagai pelaksana dari kebijakan peraturan yang

ditetapkan. Kemudian Dinas Pengelola Keuangan Daerah yang merupakan

dinas teknis bersama Dinas Pertambangan dalam pemungutan dan

pengelolaan pajak dan retribusi daerah, sehubungan dengan upaya

57

Page 58: Skiripsi Bab I-V Terbaru

peningkatan PAD Kabupaten Maros berada pada urutan ke dua dengan nilai

0,242, hal ini dianggap sebagai Dinas yang mengelola dana PAD secara

umum dan berkordinasi dengan Dinas Pertambangan dalam memungut dan

mengumpulkan PAD sektor pertambangan sebagai pelaku yang langsung

bersentuhan dengan objek pajak dari pengusaha di bidang pertambangan.

Aktor DPRD berada pada urutan ketiga, dengan bobot prioritas

sebesar 0,178. Peran DPRD sebagai lembaga legislatif daerah dan menjadi

mitra dari pemerintah daerah, dengan fungsinya membuat regulasi

peraturan daerah khususnya pajak dan retribusi daerah sektor

pertambangan, juga memiliki fungsi penganggaran yang menetapkan

alokasi target PAD, dan fungsi pengawasan yang mengevaluasi,

memonitoring, mengawasi pelaksanaan peraturan daerah dan kebijakan

anggaran. DPRD dianggap sebagai stakeholder yang membuat kebijakan

daerah bersama pemerintah daerah meskipun bukan lembaga teknis yang

merupakan eksekutor/ pelaksana di lapangan tapi tetap dianggap aktor

yang penting dalam mengatasi kendala yang ada. Selanjutnya urutan

prioritas pelaku dalam mengatasi faktor kendala adalah pengusaha, dengan

bobot prioritas mencapai 0,146. Peranan pengusaha sebagai penyumbang

terbesar dalam PAD lebih diarahkan pada upaya untuk mengatasi sekaligus

meningkatkan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak

dan retribusi daerah. Sedangkan Bappeda memiliki bobot proiritas sebesar

0,108 dan akademisi sebesar 0,069.

Hasil analisis kebijakan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan guna

mencapai tujuan peningkatan PAD sektor pertambangan Kabupaten Maros,

mengutamakan kebijakan perbaikan sistem manajemen PAD dengan bobot

prioritas 0,303, hal ini dikarenakan manajemen dan koordinasi antara Dinas

Pertambangan dan Dinas Pengelola Keuangan Daerah belum berjalan baik,

58

Page 59: Skiripsi Bab I-V Terbaru

kualitas dan kapabilitas bahkan integritas atau tingkat kejujuran dari

petugas pemungut dan pengelola pajak dan retribusi yang kurang

memadai, sehingga kebijakan perbaikan manajemen PAD sektor

pertambangan menjadi prioritas pertama untuk dilaksanakan. Kebijakan

yang berkaitan dengan perbaikan sistem manajemen PAD dapat dipandang

sebagai strategi peningkatan dan pengembangan sumber-sumber

pendapatan keuangan daerah, khususnya bagi peningkatan PAD. Hal ini

disebabkan karena perbaikan sistem manajemen PAD merupakan suatu

instrumen (faktor internal) dari dinas/ instansi pemungutan dan pengelolaan

pajak daerah. Kebijakan perbaikan sistem manajemen PAD lebih

memungkinkan untuk segera dilaksanakan. Prioritas kebijakan selanjutnya

adalah memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah dengan nilai

0,291. Hal ini disadari oleh stakeholder Akademisi, DPRD, Bappeda dan

Pengusaha. Keberadaan peraturan daerah mengenai pajak dan retribusi

sektor pertambangan yang ada di Kabupaten Maros sangat terbatas dan

perlu segera diperbaharui. Berbagai objek pajak dan retribusi yang

berpotensi menghasilkan PAD sektor pertambangan belum tersedia

sehingga perlu dibuatkan peraturan daerahnya.

Prioritas kebijakan selanjutnya adalah sosialisasi untuk meningkatkan

kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan reribusi

daerah. Nilai prioritas untuk kebijakan tersebut adalah 0,251, karena masih

banyak pengusaha di bidang pertambangan di kabupaten Maros yang

belum taat membayar pajak dan retribusi, sehingga dianggap penting untuk

dilakukan sosialisasi dan pemahaman tentang manfaat pajak bagi

keberlangsungan pembangunan didaerah serta penyelenggaraan tugas

pemerintahan, dengan tujuan meningkatnya kesadaran pengusaha bidang

pertambangan untuk membayar pajak dan retribusi daerah. Kebijakan

59

Page 60: Skiripsi Bab I-V Terbaru

terakhir adalah pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap

subjek pajak dengan nilai 0,193 yang merupakan penilaian akhir gabungan

responden.

Kebijakan yang telah diurut berdasarkan nilai prioritas diharapkan menjadi

acuan pemerintah Kabupaten Maros dalam pengambilan kebijakan untuk

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

60

Page 61: Skiripsi Bab I-V Terbaru

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Identifikasi kendala dan permasalahan yang mempengaruhi penerimaan

daerah di sektor pertambangan sesuai urutan prioritasnya sebagai

berikut:

Sistem manajemen Pendapatan Asli Daerah belum memadai dengan

nilai 0,276.

Relatif rendahnya basis pajak dan retribusi yang menjadi

kewenangan daerah, sehingga kurang potensial terhadap

Peningkatan PAD dengan nilai 0,322.

Rendahnya motivasi dan kesadaran masyarakat untuk membayar

pajak dan retribusi daerah dengan nilai 0,184.

Mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi terhadap subjek

pajak belum berjalan dengan nilai 0,177

2. Stakeholder yang dianggap berperan dalam upaya mengatasi kendala

dan permasalahan serta berperan dalam usaha meningkatkan

penerimaan PAD sektor pertambangan, sesuai urutan prioritasnya

adalah sebagai berikut:

Dinas Pertambangan dengan nilai 0,254.

Dinas Pengelola Keuangan Daerah dengan nilai 0,242.

61

Page 62: Skiripsi Bab I-V Terbaru

DPRD dengan nilai 0,178.

Pengusaha dengan nilai 0,146.

Bappeda dengan nilai 0,108 dan

Akademisi dengan nilai 0,069.

3. Kebijakan yang diprioritaskan untuk meningkatkan penerimaan PAD

sektor pertambangan adalah:

Memperbaiki sistem manajemen pendapatan asli daerah dengan

nilai 0,303.

Memperluas jenis pajak dan retribusi daerah dengan nilai 0,291.

Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat

dalam membayar pajak dan reribusi daerah dengan nilai 0,251.

Pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek

pajak dengan nilai 0,193.

4. Rekomendasi kebijakan yang diharapkan dapat meningkatkan

penerimaan PAD sektor pertambangan.

Usaha yang intensif untuk memperbaiki sistem manajemen PAD

sektor pertambangan saat ini belum memadai. Kordinasi antar

satuan kerja perangkat daerah (Dinas Pertambangan dan Dinas

Pengelola keuangan Daerah) harus diperbaiki.

Usaha ekstensifikasi penerimaan PAD sektor pertambangan dengan

cara memperluas jenis pajak dan retribusi daerah sektor

pertambangan, melalui pembuatan peraturan daerah yang baru.

Melakukan sosialisasi yang terencana dan berkesinambungan dari

regulasi atau peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah

yang ada, kepada berbagai stakeholder yang terlibat khususnya

pengusaha sektor pertambangan.

62

Page 63: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Upaya meningkatkan pengawasan dan pembinaan pegawai

pengelola PAD untuk menghindari kebocoran penerimaan daerah.

Pengawasan dan pemberian sanksi juga diberikan pada subjek

pajak atau pengusaha sektor pertambangan yang sengaja

melakukan penghindaran, penolakan maupun pengelapan pajak

dan retribusi sektor pertambangan.

5.2 Saran

Saran dan kebijakan yang direkomendasikan dalam upaya mengatasi

kendala dan meningkatkan penerimaan PAD sektor pertambangan yang

dapat dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten Maros yaitu:

1. Upaya memperbaiki sistem manajemen PAD sektor pertambangan yang

saat ini belum memadai yaitu kordinasi antar Satuan Kerja Perangkat

Daerah (Dinas Pertambangan dan Dinas Pengelola keuangan Daerah)

harus di tata dengan baik. Dua dinas tersebut merupakan instansi

pelaksana teknis dari kebijakan yang di tetapkan. Perencanaan

penganggaran dari awal pada pembahasan APBD tentang target PAD

sektor pertambangan harus di hitung secara realistis dan rasional. Ada

pedoman dan uji petik yang dilakukan dilapangan sehingga target PAD

yang di bebankan rasional dan realistis. Dinas Pertambangan dan Dinas

Pengelola Keuangan Daerah memperbaiki dan meningkatkan

sumberdaya manusia di bawah lingkup instansinya yang terlibat dalam

pengelolaan PAD, baik kualitas, kapabilitas dan integritas atau kejujuran

dari pegawainya. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan pegawai dalam

menghitung dan menetapkan besar tarif pajak dan retribusi, daya

kreativitas yang kurang dalam melihat potensi PAD sektor

pertambangan yang memungkinkan untuk dioptimalkan, serta kejujuran

63

Page 64: Skiripsi Bab I-V Terbaru

pegawai dalam mengumpulkan hasil PAD yang di indikasikan terjadi

kebocoran sehingga mengurangi jumlah PAD. Permasalahan tersebut

diatas yang harus diatasi oleh pemerintah kabupaten Maros agar

memperbaiki sistem manajemen PAD nya.

2. Mengupayakan perluasan objek pajak dan retribusi daerah sektor

pertambangan. Pemerintah Kabupaten Maros di Sekretariat Daerah pada

Asisten Satu, bagian hukum agar membuat perencanaan memasukkan

kedalam program legislasi daerah untuk membuat peraturan daerah

yang baru tentang pajak dan retribusi daerah sektor pertambangan.

Pemerintah daerah menyiapkan rancangan peraturan daerahnya dan

menyerahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk segera dibahas

dan disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Upaya ini

penting dilakukan agar semakin bervariasi dan bertambahnya objek

pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah untuk

meningkatkan PAD tanpa adanya payung hukum berupa perda,

pemungutan objek baru pendapatan daerah tersebut belum bisa

dilaksanakan. Hal ini juga didasarkan pada perda yang berlaku saat ini

yaitu masih minimnya kewenangan pemerintah kabupaten Maros untuk

memungut objek pajak dan retribusi sektor pertambangan sehingga

perlu dibuatkan perda baru atau memperbaharui perda yang lama.

3. Upaya penyederhanaan administrasi dan birokrasi terhadap pemungutan

pajak dan retribusi daerah sektor pertambangan, dari pendataan,

pemungutan, pencatatan dan pelaporan sehingga tidak mempersulit

wajib pajak atau pengusaha sektor pertambangan untuk membayar

wajib pajak dan retribusinya. Hal ini penting dilakukan untuk memotivasi

pengusaha tambang dengan mempermudah administrasinya dan dapat

64

Page 65: Skiripsi Bab I-V Terbaru

menekan biaya yang ditimbulkan dari pemungutan objek pendapatan

daerah tersebut.

4. Melakukan sosialisasi yang terencana dan berkesinambungan dari

regulasi atau peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah

yang ada pada semua stakeholder yang terlibat khususnya pengusaha

sektor pertambangan. Hal ini diharapkan adanya pemahaman bersama

antara pemerintah daerah, DPRD, masyarakat dan pengusaha, tentang

keberadaan aktivitas pertambangan di kabupaten Maros yang

menghasilkan Pendapatan Asli Daerah sebagaimana yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang selanjutnya

digunakan untuk menjaga keberlangsungan dan penyelengaran

pemerintahan daerah, memacu pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan daerah.

5. Upaya meningkatkan pengawasan dan pembinaan pegawai pengelola

PAD untuk menghindari kebocoran penerimaan daerah dan pemberian

sanksi terhadap pegawai yang sengaja melakukan kebocoran, karena

kebocoran penerimaan daerah dapat mengurangi penerimaan daerah

yang cukup signifikan. Selain itu pengawasan dan pemberian sanksi juga

diberikan pada subjek pajak atau pengusaha sektor pertambangan yang

sengaja melakukan penghindaran, penolakan maupun pengelapan pajak

dan retribusi sektor pertambangan di kabupaten Maros.

65

Page 66: Skiripsi Bab I-V Terbaru

Daftar Pustaka

1. Dhakidae, D., 2003, Profil Daerah Kabupaten dan Kota, Kompas,

Jakarta.

2. Dinas Pertambangan Maros., 2008, Potensi Pertambangan Kabupaten

Maros, PDE Sekretariat Daerah Kabupaten Maros.

3. Latifah, S., 2005, Prinsip-Prinsip Dasar Analitical Hierarki Proses,

Universitas Sumatera Utara.

4. Mangkoesoebroto., 1994, Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia, PT.

Gramedia, Jakarta.

5. Munawir, S., 1992. Perpajakan, liberty, Yogyakarta.

6. Nuryanti, A., 2003, Analisis Kebijakan Peningkatan PAD kota Palembang

Provinsi Sumatera Selatan melalui pendekatan AHP, Program Magister

Perencanaan dan Kebijakan Publik, Universitas Indonesia.

7. Peraturan Daerah kabupaten Maros, 2005, tentang Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah kabupaten Maros, Dinas Pengelola

Keuangan Daerah, Kabupaten Maros.

66

Page 67: Skiripsi Bab I-V Terbaru

8. Peraturan Daerah kabupaten Maros, 2006, tentang Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah kabupaten Maros, Dinas Pengelola

Keuangan Daerah, Kabupaten Maros.

9. Peraturan Daerah kabupaten Maros, 2007, tentang Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah kabupaten Maros, Dinas Pengelola

Keuangan Daerah, Kabupaten Maros.

10. Peraturan Daerah kabupaten Maros, 2008, tentang Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah kabupaten Maros, Dinas Pengelola

Keuangan Daerah, Kabupaten Maros.

11. Peraturan Daerah kabupaten Maros, 2009, tentang Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah kabupaten Maros, Dinas Pengelola

Keuangan Daerah, Kabupaten Maros.

12. PDE., 2011. Profil Daerah Kabupaten Maros, sekretariat Daerah

Kabupaten Maros.

13. Saaty, T.L., 1991, Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Pustaka

Binaan Pressindo, Jakarta.

14. Saaty, T. L., 2000, Teori prioritas dan membuat keputusan penting,

Pittsburgh, PA RWS Publication.

15. Siahaan, M.P., 2005, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Rajagrafindo

Persada, Jakarta.

16. Suharso, P., 2010, Model Analisis Kuantitatif “TEV”, Indeks, Jakarta.

17. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah.

18. Undang-Undang RI No. 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan

keuangan antara Pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

19. Undang–Undang RI Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

20. Undang-Undang RI No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

21. Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral

dan Batubara.

22. Winarno, B., 2007, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Media Pressindo,

Yogyakarta.

67

Page 68: Skiripsi Bab I-V Terbaru

68

Page 69: Skiripsi Bab I-V Terbaru

69

Page 70: Skiripsi Bab I-V Terbaru

70