Skenario B Blok 19 Tahun 2015

10
I. Analisis Masalah 1. Bagaimana nilai ambang batas dari kebisingan? Tabel 1.1 Intenstas dan waktu paparan bising yang diperkenankan 2. Apa etiologi pada kasus? Adaptasi Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan. Peningkatan ambang dengar sementara. Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan- lahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa

description

sken b

Transcript of Skenario B Blok 19 Tahun 2015

Page 1: Skenario B Blok 19 Tahun 2015

I. Analisis Masalah

1. Bagaimana nilai ambang batas dari kebisingan?

Tabel 1.1 Intenstas dan waktu paparan bising yang diperkenankan

2. Apa etiologi pada kasus?

Adaptasi

Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu

oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu

lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.

Peningkatan ambang dengar sementara.

Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan- lahan

akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai

beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan

ambang pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz,

tetapi bila pemeparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran

sementara akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan

lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya.

Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas

masing-masing individu.

Page 2: Skenario B Blok 19 Tahun 2015

Peningkatan ambang dengar menetap.

Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama

terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan

bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran

yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada

yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita

mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru

diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram.

3. Apa faktor resiko pada kasus?

Intensitas kebisingan, Frekwensi kebisingan, Lamanya waktu pemaparan bising

Dalam lingkungan industri, semakin tinggi intensitas kebisingan dan semakin

lama waktu pemaparan kebisingan yang dialami oleh para pekerja, semakin berat

gangguan pendengaran yang ditimbulkan pada para pekerja tersebut.

Kerentanan individu dan kelainan pada alat pendengaran, misalnya pada individu

mempunyai alat pendengaran yang lebih sensitif.

Usia

Pendengaran seseorang berangsur-angsur akan berkurang sesuai dengan

bertambahnya umur, akan tetapi proses ini banyak tergantung dari polusi suara

atau kebisingan yang didengar sepanjang hidupnya. Semakin bertambahnya umur

seseorang, maka degenerasi organ dapat terjadi dan fungsinya juga akan

mengalami penurunan. Degenerasi organ pendengaran (koklea) akan

mempermudah timbulnya penurunan ambang dengar jika terpapar bising.

Dengan bertambahnya umur, makin berkurang kesanggupan sel-sel

tertentu di telinga bagian dalam untuk membelah diri (mitosis), berkurangnya

nuclear protein, berkumpulnya pigmen dan bahan-bahan yang tidak larut lainnya

di sitoplasma, sehingga menyebabkan perubahan kimia pada cairan interseluler

dan ini akan menyebabkan degenerasi. Proses degenerasi ini menyebabkan

perubahan struktur morfologi di telinga bagian dalam (koklea) dan syaraf pende-

ngaran, antara lain berupa mengecilnya (atrofi) sel- sel rambut penunjang pada

organ corti, penguranganjumlah dan ukuran dari saraf

Page 3: Skenario B Blok 19 Tahun 2015

4. B.agaimana pencegahan pada kasus?

Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya

NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja.

Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu :

1. Pengukuran pendengaran

Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :

a. Pengukuran pendengarans ebelum diterima bekerja.

b. Pengukuran pendengaran secara periodik.

2. Pengendalian suara bising

Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear

muff ( tutup telinga ), ear plugs ( sumbat telinga ) dan helmet ( pelindung

kepala ).

b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan

cara :

- memasang peredam suara

- menempatkan suara bising ( mesin ) didalam suatu ruangan yang

terpisah dari pekerja

3. Analisa bising

Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising, frekwensi

bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising. Alat

utama dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter .

5. Bagaimana prognosis pada kasus?

Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang

sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun

pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah

pencegahan terjadinya ketulian.

Page 4: Skenario B Blok 19 Tahun 2015

Gangguan Pendengaran

Merupakan perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam

melaksanakan kehidupan normal,biasanya dalam hal memahami pembicaraan Telinga terdiri dari

3 bagian yakni bagian luar, tengah, dan dalam. Bagian luar dan tengah berperan penting dalam

pengumpulan serta pengiriman suara. Sedangkan telinga bagian dalam memiliki mekanisme agar

tubuh tetap seimbang dan bertanggung jawab untuk mengubah gelombang suara menjadi

gelombang listrik.

Melalui lubang telinga, suara yang masuk akan menggetarkan selaput kaca pendengaran

dalam rongga telinga. Getaran ini akan menggerakkan tulang-tulang pendengaran sampai ke

tulang sanggurdi. Cairan dalam rumah siput (cochlea) pun ikut bergetar. Gerakan cairan ini

membuat sel-sel rambut terangsang. Rangsangan inilah yang ditangkap saraf pendengaran yang

akhirnya diteruskan ke otak. Manusia normal mampu mendengar suara berfrekuensi 20-

20.000Hz (satuan suara berdasarkan perhitungan jumlah getaran sumber bunyi per detik) dengan

intensitas atau tingkat kekerasan di bawah 80 desibel (dB).

Bunyi di atas 80 dB kalau terus menerus dan dipaksakan bisa merusak pendengaran

karena bisa mematikan fungsi sel-sel rambut dalam sistem pendengaran. Gejala awal seringkali

tidak dirasakan kecuali telinga berdengung, kemudian diikuti oleh menurunnya pendengaran

Gangguan pendengaran dibagi atas :

1. Tuli konduktif : Gangguan terjadi pada telinga luar dan tengah

2. Tuli saraf : Gangguan terjadi pada telinga dalam (cochlea dan akustikus)

Ciri dari tuli saraf yaitu ketidak sesuaian suara percakapan, tinitus, umumnya

gangguan pendengaran terhadap suara frekuensi tinggi, dan suara yang ada disekeliling

menimbulkan kesulitan saat mendengar.

Kebisingan dapat menyebabkan terjadinya tuli saraf, karena terpapar bahaya kebisingan

mengakibatkan ketulian melalui destruksi sel-sel rambut pada cochlea

3. Tuli campuran : Gangguan terjadi pada telinga luar, tengah dan dalam (Adnan.A., 2008)

Menurut ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut :

Jika peningkatan ambang dengar antara 0-<25dB, masih normal

Jika peningkatan ambang dengar antara 26-40 dB, disebut tuli ringan Jika

peningkatan ambang dengar antara 41-60dB, disebut tuli sedang Jika peningkatan

Page 5: Skenario B Blok 19 Tahun 2015

ambang dengar antara 61-90dB, disebut tuli berat Jika peningkatan ambang dengar

>90dB , disebut tuli sangat berat.

Jenis bising:

a. Bising kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas:

Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk perode 0,5 detik berturut-

turut,misalnya mesin, kipas angin, dapur pijar.

b. Bising kontinyu dengan spektrum frekuansi yang sempit:

Bising ini juga relatif tetap, tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada

500,1000,4000Hz), misalnya gergaji serkuler, katup gas.

c. Bising terputus-putus (intermitten):

Bising tidak terjadi secara terusmenerus, melainkan ada periode relatif tenang (Adnan, A.,

2008)

2.1.4. Efek bising

a. Efek nonauditori

Efek fisiologis dan psikologis kebisingan terhadap kesehatan manusia dapat dibedakan

dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Namun perlu diingat, bahwa

keadaan bising di lingkungan seringkali disertai dengan faktor lainnya, seperti faktor

fisika lain berupa panas, getaran, dan sebagainya; tidak jarang disertai juga dengan

adanya faktor kimia dan biologis; mustahil untuk mengisolasi kebisingan sebagai satu-

satunya faktor risiko. Efek jangka pendek yang terjadi dapat berupa refleks otot-otot

berupa kontraksi otot-otot, refleks pernapasan berupa takipneu, dan respon sistim

kardiovaskuler berupa takikardia, meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya.

Namun dapat pula terjadi respon pupil mata berupa miosis, respon gastrointestinal

yang dapat berupa gangguan dismotilitas sampai timbulnya keluhan dispepsia, serta

dapat terjadi pecahnya organ-organ tubuh selain gendang telinga (yang paling rentan

adalah paru-paru). Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh hormonal. Efek

ini dapat berupa gangguan homeostasis tubuh karena hilangnya keseimbangan simpatis

dan parasimpatis yang secara klinis dapat berupa keluhan psikosomatik akibat gangguan

Page 6: Skenario B Blok 19 Tahun 2015

saraf otonom, serta aktivasi hormon kelenjar adrenal seperti hipertensi, disritmia jantung,

dan sebagainya (Arifiani, 2004)

Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi

pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara.

Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini

menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan

karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak

langsung membahayakan keselamatan seseorang.

Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa

atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing

(vertigo)

b. Efek auditori

Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas kategori yaitu :

1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (TTS)

Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang pendengaran secara sementara setelah

adanya pajanan terhadap suara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan auditorik,

maka ambang pendengaran diukur kembali 2 menit setelah pajanan suara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini

adalah level suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spekrum suara, dan faktor-faktor lain

seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat- obatan (beberapa obat dapat bersifat ototoksik

sehingga menimbulkan kerusakan permanen), dan keadaan pendengaran sebelum pajanan.

2. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )

Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Berbeda dengan TTS, maka NIPTS

mempunyai alat othologis dan menetap. Ketulian disini disebut sebagai tuli perseptif atau tuli

sensorial. Kebisingan pabrik akan aman selama masih di bawah 80 dB. Namun kalau naik 3 dB

saja, seseorang sebaiknya beristirahat sejenak setelah bekerja 4 jam, apalagi kalau suara

mesinnya kasar dan membosankan. Atau, bila perlu mengenakan penutup telinga.