Laporan Tutorial Skenario a Blok 19

85
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 19 DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6 TUTOR : dr. Linda Trisna, Sp M (K) Ajeng Mutia Oktrinalida 04011181320007 Maria Lisa Wijaya 04011181320015 Denara Eka Safitri 04011181320029 Rafika 04011181320037 Erika Resti Prahastika 04011181320067 Rikka Wijaya 04011281320037 Akbar Rizky Wicaksana 04011381320003 Stefanie Angeline 04011381320005 Jason Liando 04011381320013 Anusha G Perkas 04011381320081

description

mata

Transcript of Laporan Tutorial Skenario a Blok 19

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 19

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6

TUTOR : dr. Linda Trisna, Sp M (K)

Ajeng Mutia Oktrinalida 04011181320007

Maria Lisa Wijaya 04011181320015

DenaraEka Safitri 04011181320029

Rafika 04011181320037

Erika Resti Prahastika 04011181320067

Rikka Wijaya 04011281320037

Akbar Rizky Wicaksana 04011381320003

Stefanie Angeline 04011381320005

Jason Liando 04011381320013

Anusha G Perkas 04011381320081

Nurul Rizki Syafarina 04011181320105

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan rahmat dan

hidayah-Nya lah penyusun bisa menyelesaikan tugas laporan tutorial ini dengan baik tanpa

aral yang memberatkan.

Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas laporan tutorial skenario B

yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada Blok Neurologi dan Sistem

Sensoris Khusus.

Terima kasih tak lupa pula kami sampaikan kepada dr. Linda Trisna, Sp M (K) yang

telah membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik

dalam memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan

tugas laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi

penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang, 28 Agustus 2015

Penyusun

Kelompok Tutorial VI

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…........................................................................................ 1

DAFTAR ISI…………........................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 3

I.1. Latar Belakang................................................................................. 3

I.2. Maksud dan Tujuan.......................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 4

SKENARIO A................………............................................................... 4

II.1. Klarifikasi Istilah............................................................................... 5

II.2. Identifikasi Masalah.......................................................................... 6

II.3. Analisis Masalah................................................................................ 7

II.4. Hipotesis............................................................................................ 16

II.5. Learning Issue.................................................................................... 23

II.5.1. Anatomi dan Fisiologi Mata.................................................. 23

II.5.2. Hifema................................................................................... 35

II.5.3 Glaukoma............................................................................... 46

BAB III PENUTUP.................................................................................................. 51

III.1. KESIMPULAN.................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 53

2

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Blok Neuorologi dan Sistem Sensoris Khusus adalah blok ke-19 semester V dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

I.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis

pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

3

BAB II

PEMBAHASAN

SKENARIO A

Seorang anak laki-laki, umur 10 tahun mengeluh mata kanannya kabur sejak 2 hari

yang lalu sejak terkena bola bulu tangkis. Mata merah ada, keluar darah (-), mual muntah (+),

penderita dibawa ke mantri diberikan obat tetes Cendoxytrol ® dan obat makan. Keluhan

tidak berkurang penderita dibawa ibu ke RS karena mata kanan makin kabur.

Pemeriksaan Oftalmologi:

AVOD : 1/300

AVOS : 6/6 E

TIOD : 35,50 mmHg

TIOS : 18,5 mmHg

Palpebra blepharospasme (+)

Konjungtiva subknjungtiva bleeding (+)

Kornea odema

Bilik mata depan terdapat darah (+) (Black ball eye)

Iris, pupil , lensa dan segmen posterior tidak dapat dinilai

4

II.1. KLARIFIKASI ISTILAH

No. Istilah Definisi

1 AVOD Tajam penglihatan mata kanan tanpa koreksi.

2 AVOS Tajam penglihatan mata kiri tanpa koreksi.

3 TIOD Tekanan yang dihasilkan oleh isi bola mata kanan

terhadap dinding bola mata kanan.

4 TIOS Tekanan yang dihasilkan oleh isi bola mata kiri

terhadap dinding bola mata kiri.

5 Blefarospasme Kontraksi otot orbicular pada kelopak mata.

6 Black ball eye Darah didalam bilik mata depan dapat terjadi akibat

trauma benda tumpul yang merobek pembuluh darah

iris atau badan siliar.

7 Odema Pengumpulan cairan secara abnirmal dalam ruang

jaringan interselular tubuh.

8 Palpebra Lipatan tipis kulit, otot dan jaringan fibrosa yang

berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang

rentan.

9 Kornea Bagian depan mata yang tembus pandang dan menutupi

iris serta pupil.

10 Bilik mata depan Ruang yang terdapat di antara kornea dan iris.

11 Iris Membran sirkular berpigmen dibalik kornea, ditembus

oleh pupil.

12 Pupil Lubang pada bagian tengah iris mata tempat masuknya

cahaya kedalam mata.

13 Lensa Badan bikonveks dan bening yang memisahkan ruang

posterior vitrosa, yang merupakan bagian yang

berfungsi dalam mekanisme refraksi mata.

14 Segment posterior Berisi humour vitreus untuk membantu menjaga bola

mata. Mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke

retina.

5

II.2. IDENTIFIKASI MASALAH

No. Identifikasi Masalah Problem Concern

1.

Seorang anak laki-laki, umur 10 tahun mengeluh mata

kanannya kabur sejak 2 hari yang lalu sejak terkena bola

bulu tangkis.

**

2.

Mata merah ada, keluar darah (-), mual muntah (+),

penderita dibawa ke mantri diberikan obat tetes

Cendoxytrol ® dan obat makan. Tetapi keluhan tidak

berkurang penderita dibawa ibu ke RS karena mata kanan

makin kabur.

*

3.

Pemeriksaan Oftalmologi :

AVOD : 1/300

AVOS : 6/6 E

TIOD : 35,50 mmHg

TIOS : 18,5 mmHg

Palpebra blepharospasme (+)

Konjungtiva subknjungtiva bleeding (+)

Kornea odema

Bilik mata depan terdapat darah (+) (Black ball eye)

Iris, pupil , lensa dan segmen posterior tidak dapat dinilai

6

II.3. ANALISIS MASALAH

1. Seorang anak laki-laki, umur 10 tahun mengeluh mata kanannya kabur sejak 2 hari

yang lalu sejak terkena bola bulu tangkis.

a. Bagaimana anatomi mata?

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm dan dibungkus oleh

3 lapis jaringan, yaitu sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan

memberikan bentuk pada mata. Lapisan kedua adalah jaringan uvea yang

merupakan jaringan vaskular terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris

didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke

dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris

dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan

siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang

terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang

dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea

dan sklera. Lapisan ketiga adalah retina yang terletak paling dalam dan

mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran

neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan

diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid.

Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya

7

menempel pupil saraf optik, makula dan pars plans. Mata digerakkan oleh 6 otot

yaitu otot oblik inferior yang dipersarafi saraf okulomotor, bekerja untuk

menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi. Otot oblik superior yang

dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear, berfungsi menggerakkan bola mata

untuk depresi (primer) terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan

insiklotorsi. Otot rektus inferior yang dipersarafi oleh N. III. Fungsi

menggerakkan mata depresi (gerak primer), eksoklotorsi (gerak sekunder) dan

aduksi (gerak sekunder). Rektus inferior membentuk sudut 23 derajat dengan

sumbu penglihatan. Otot rektus lateral yang dipersarafi oleh N. VI. Dengan

pekerjaan menggerakkan mata terutama abduksi. Otot rektus medius untuk aduksi

(gerak primer). Terakhir otot rektus superior yang dipersarafi cabang superior N.

III berfungsi untuk menggerakkan mata (elevasi).

b. Bagaimana proses melihat yang normal?

Cahaya masuk ke mata dan dibelokkan (refraksi) ketika melalui kornea → COA

→ Pupil → Iris → COP → Lensa → Vitreous Body → Fovea macula retina yang

mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina, hal ini disebut

kesalahan refraksi. Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat

objek yang jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa.

Pemglihatan dekat memerlukan kontraksi dari badan ciliary, yang bisa

memendekkan jarak antara kedua sisi badan ciliary yang diikuti dengan relaksasi

ligamen pada lensa. Lensa menjadi lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan

pada retina. Cahaya diterima oleh fotoreseptor pada retina dan dirubah menjadi

aktivitas listrik diteruskan ke kortek. Serabut-serabut saraf optikus terbagi di

optik chiasma (persilangan saraf mata kanan dan kiri), bagian medial dari masing-

masing saraf bersilangan pada sisi yang berlawanan dan impuls diteruskan ke

korteks visual.

c. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme mata kabur?

Etiologi:

Adanya peingkatan tekanan intraokular.

8

Mekanisme:

Terganggunya drainase cairan aquos humor → Cairan aquos humor mengalami

aliran balik ke anterior → Peningkatan tekanan intraokuler → Mendorong

perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata → Pasokan

darah ke saraf optikus berkurang → Sel-sel saraf opticus iskemia → Penglihatan

kabur.

2. Mata merah ada, keluar darah (-), mual muntah (+), penderita dibawa ke mantri

diberikan obat tetes Cendoxytrol ® dan obat makan. Tetapi keluhan tidak

berkurang penderita dibawa ibu ke RS karena mata kanan makin kabur.

a. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme:

- Mata merah

Etologi

Trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata.

Mekanisme:

Mata merah pada kasus ini disebabkan karena 2 hal, yaitu adanya pendarahan

pada subkonjungtiva serta adanya injeksi siliar. Di konjungtiva banyak terdapat

pembuluh darah kecil yang rapuh, seperti a. konjungtiva dan a. episklera.

Pembuluh darah yang rapuh ini bisa pecah dan mengakibatkan perdarahan

subkonjungtiva (daerah di bawah konjungtiva) yang tampak sebagai patch merah

terang (paling banyak) atau merah gelap. Selain itu, mata merah juga ada

hubungannya dengan peningkatan TIO yang menyebabkan terjadinya bendungan

pada episcleral veins.

- Nyeri

Etiologi:

Peningkatan TIO.

Mekanisme:

Trauma → Kontusi badan siliar → Reses sudut bilik mata → Gangguan

pengaliran cairan mata → TIO meningkat → Regangan bola mata → Merangsang

n. opthalmicus (cabang n. trigeminus) → Dirasakan sebagai Nyeri.

- Mual dan muntah

Etiologi: Peningkatan tekanan intraokuler.

9

Mekanisme:

Tekanan intra okuler yang meningkat berpengaruh pada saraf simpatis n. vagus

karena n. vagus adalah saraf yang paling luas distribusinya dari semua saraf

kranialis, nyeri pada mata kanan menyebabkan tekanan peristaltik meningkat lalu

membuka pompa proton yang akan mengaktifkan ion H, ion H kemudian

berikatan dengan Ion Cl pada gaster yang menghasilkan senyawa HCl. Di dalam

gaster HCl meningkat sehingga mengiritasi gaster, respon ini menyebabkan

nausea. Jika pH gaster semakin asam, oleh gaster akan dikompensasi dengan

mengeluarkan isi gaster melalui nervus aferen dan nervus vagus dan impuls syaraf

simpatis dibawa ke pusat vomitus di medulla oblongata. Kemudian dibawa oleh

saraf eferen nervus V, VII, XI, X, XI ke traktus gastrointestinal bagian atas,

nervus vagus dan saraf simpatis ke traktus gastrointestinal yang lebih bawah dan

melalui saraf spinalis menuju diafragma dan otot abdomen sehingga terjadi

kontraksi dan peningkatan tekanan di gaster, maka akan terjadi vomitus yang

proyektil.

b. Mengapa mata merah pada kasus tidak disertai darah?

Mata merah pada kasus terjadi karena adanya bendungan pada episcleral veins akibat

peningkatan TIO (Injeksi siliar). Selain itu, pembuluh darah yang diduga ruptur

adalah pembuluh darah iris dan badan siliar. Sehingga darah tersebut menumpuknya

di COA. Kedua hal ini menyebabkan matanya tampak merah namun tidak disertai

darah yang keluar.

c. Apa kandungan obat tetes Cendoxytrol ®?

Kandungan Cendoxytrol ® adalah Dexamethasone 0.1%, Neomisin sulfat 3.5 mg/mL,

Polimiksin B sulfat 6000 iu/mL.

d. Bagaimana farmakokinetik, farmakodinamik, indikasi dan kontraindikasi obat tetes

Cendoxytrol ® terhadap mata?

- Farmakokinetik

Ketika topikal menembus kornea dengan kelembaban epitel utuh di ruang anterior.

10

- Farmakodinamik

Cendoxytrol adalah obat tetes mata yang mengandung kombinasi obat

kortikosteroid (deksametason) dan antibiotik (neomisina dan polimiksina).

Deksametason mempunyai kerja utama adalah untuk menekan proses peradangan

akut. Awitankerja dari obat ini belum ditentukan; tetapi, bentuk obat yang

diberikan secara oral danintramuskular memiliki lama kerja yang panjang.

Sedangkan neomisina dan polikmisina mempunyai efek antibakterial.

- Indikasi

Infeksi mata yang disebabkan oleh bakteri yang peka terhadap neomisina dan

polimiksina, blefaritis tidak bernanah, konjungtivitis tidak bernanah, skleritis,

tukak kornea, dan keratitis.

- Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitiif atau alergi terhadap salah satu komponen obat.

Penderita tuberkulosis mata, infeksi maya yang disebabkan jamur dan virus, cacar

air, konjungtivitis atau blefaritis akut yang bernanah.

- Dosis dan Aturan Pakai

4-6 kali sehari sebanyak 1-2 tetes.

- Efek samping

Reaksi hipersensitifitas atau alergi dapat terjadi meskipun jarang. Iitasi mata, rasa

terbakar, tersengat, gatal, pnurunan ketajaman penglihatan. Katarak subskapsulat

posterior, dan glaukoma pada penggunaan jangka panjang dan terus menerus.

e. Mengapa keluhan tidak berkurang dan malah menjadi semakin kabur walaupun sudah

diberikan obat tetes Cendoxytrol ®?

Ada berbagai alasan yang bisa menyebabkan keluhan tidak berkurang meskipun

sudah menggunakan Cendoxytrol ® di antaranya:

- Penggunaan cendoxytrol yang tidak sesuai dengan indikasi sehingga tidak

berpengaruh terhadap keluhan. Obat Cendoxytrol ® adalah obat yang

diindikasikan untuk peradangan selaput mata atau infeksi bola mata, sedangkan

pada pasien ini mata merahnya dikarenakan trauma benda tumpul, bukan karena

peradangan atau infeksi.

- Efek samping dari Cendoxytrol ® justru memperparah kondisi matanya sendiri

karena dapat meningkatkan TIO. Hal ini terjadi karena Cendoxytrol ® dapat

11

menyebabkan penebalan pada trabecular meshwork sehingga aliran outflow aquos

humor terganggu.

f. Bagaimana efek samping obat tetes cendoxytrol terhadap peningkatan TIO?

Dexametason yang terkandung dalam obat Cendoxytrol ® dapat menyebabkan

perubahan morfologi dan fungsi pada trabecular meshwork. Sel-sel trabecular

meshwork mengalami endoreplikasi pada intinya, memperbesar ukuran selnya serta

meningkatkan produksi glikoprotein 56kD sehingga terjadi penebalan pada trabecular

meshwork serta penurunan fungsinya dalam mengeluarkan debris-debris. Hal tersebut

menyebabkan peningkatan outflow resistance of aquos humour.

3. Pemeriksaan Oftalmologi

AVOD : 1/300

AVOS : 6/6 E

TIOD : 35,50 mmHg

TIOS : 18,5 mmHg

Palpebra blepharospasme (+)

Konjungtiva subknjungtiva bleeding (+)

Kornea odema

Bilik mata depan terdapat darah (+) (Black ball eye)

Iris, pupil , lensa dan segment posterior tidak dapat dinilai

12

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan oftalmologi

pada kasus?

Nilai pada Kasus Nilai Normal Interpretasi

AVOD = 1/300 6/6 Visus mata menurun

AVOS = 6/6 E 6/6 Normal

TIOD = 35,50 mmHg 10-21 mmHg TIOD meningkat

TIOS = 18,50 mmHg 10-21 mmHg Normal

Palpebra blepharospasme (+) Negatif Abnormal

Konjungtiva subknjungtiva

bleeding (+)

Negatif Abnormal

Kornea odema Tidak odema Abnormal

Bilik mata depan terdapat darah (+)

(Black ball eye)

Negatif Abnormal

Iris, pupil, lensa dan segmen

posterior tidak dapat dinilai

Dapat dinilai Abnormal

- AVOD & AVOS Visus mata kanan menurun

AVOD: 1/300, pada orang normal dapat melihat 300 meter, tapi pasien hanya

dapat melihat 1 meter. Semua hal yang mengganggu visual axis dapat

menyebabkan terjadinya penurunan visus seseorang. Pada kasus ini, visus

menurun karena adanya akumulasi darah yang menutupi keseluruhan COA serta

kornea edema sehingga cahaya menjadi bias.

- TIOD & TIOS Tekanan intraokuler mata kanan meningkat

Trauma tumpul pada mata kanan yang cepat dan singkat menyebabkan tekanan

tersebut diteruskan dari kornea sampai ke vitreous body dan diteruskan lagi ke

sklera. Karena sklera bersifat tidak elastis, maka tekanan tadi kembali dihantarkan

ke depan sehingga menyebabkan ruptur pembuluh darah di iris dan badan siliar.

13

Kemudian darahnya masuk ke sudut bilik mata depan (Hifema). Hifema ini

disertai juga dengan adanya clotting, debris eritrosit dan penumpukan fibrin pada

trabecular meshwork yang berpotensi menyebabkan terjadinya blockade pupil.

Hal ini menyebabkan aliran outflow dari aquos humour jadi terhambat dan

akhirnya terjadi peningkatan tekanan intraokular.

- Palpebra Blefarospasme (+)

Paralisis m. sphincter pupil pada pasien glaukoma menyebabkan pupil jadi

midriasis sehingga cahaya yang menuju pupil lebih banyak dan timbulah keluhan

fotofobia pada pasien tersebut. Stimulus sensoris yang berlebihan ini

menyebabkan mudahnya interneurons pada n. trigeminus untuk tersensitisasi

sehingga timbul aktivitas motorik pada m. orbicularis oris yang tak terkontrol.

- Subkonjungtiva bleeding (+)

Di konjungtiva banyak terdapat pembuluh darah kecil yang rapuh, seperti a.

konjungtiva dan a. episklera. Pembuluh darah yang rapuh ini bisa pecah dan

mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (daerah di bawah konjungtiva) yang

tampak sebagai patch merah terang (paling banyak) atau merah gelap.

- Kornea edema (+)

Trauma tumpul (bola bulu tangkis) → Robeknya pembuluh darah iris atau badan

siliar → Darah berpindah ke bilik mata depan → Blockade trabekular oleh sel

darah merah → Cairan aquos humor tidak bisa dikeluarkan (gangguan aliran

aquos humor) → Akumulasi cairan pada bilik mata depan → Imbibisi ke kornea

→ Kornea edema.

- Black ball eye

Akumulasi darah di COA disebabkan robeknya pembuluh darah iris atau badan

siliar yang akan bercampur dengan aquous humor yang jernih.

- Iris, pupil, lensa, segmen posterior tidak dapat dinilai

Pada kasus ini terjadi akumulasi darah di bilik anteriornya sehingga visual axis

terhalangi dan tidak bisa dinilai keadaan pada iris, pupil, lensa dan segmen

posteriornya.

14

b. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan visus dan TIO?

- Cara memeriksa:

Menggunakan chart membaca chart dari jarak yang ditentukan, biasanya 5

atau 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata

normal akan relaksasi dan tidak berakomodasi. Kartu yang digunakan ada

beberapa macam:

Snellen chart kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang

berbeda untuk pasien yang bisa membaca.

E-chart kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya berbeda-

beda.

Cincin Landolt kartu dengan tulisan berbentuk huruf ‘c’, tapi dengan arah

cincin yang berbeda-beda.

Cara memeriksa:

o Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih

tinggi atau sejajar dengan mata pasien. Bila jarak 5 meter, maka visus

normal akan bernilai 5/5 artinya mata normal dapat melihat pada jarak 5

meter, pasien juga dapat melihat pada jarak 5 meter. Bila berjarak 6

meter, berarti visus normalnya 6/6.

o Pastikan cahaya harus hidup.

o Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kirir harus ditutup

dan pasien diminta membaca kartu.

Cara menilai visus dari hasil membaca kartu:

o Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 5/5 atau 6/6,

maka tidak usah membaca pada baris berikutnya visus normal.

o Bila pasien tidak bisa membaca pada baris tertentu di atas visus normal,

cek pada 1 baris tersebut.

o Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada

baris tersebut dengan false 1.

o Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut

dengan false 2.

o Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada,

berarti visusnya berada di baris tepat diatas baris yang tidak dapat dibaca.

15

o Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat di baris

atasnya.

- Cara memeriksa tekanan intraokular (TIO)

Pemeriksaan tekanan intraokuler dengan menggunakan tonometri. Ada 3 macam

tonometri:

Tonometri Digital. Pengukuran berdasarkan perasaan kedua jari dan keahlian

dokter. Cara pemeriksaan : penderita melihat ke bawah tanpa menutup

matanya, kemudian kita letakkan kedua jari telunjuk di atasnya, dengan satu

jari menekan sedangkan jari yang lain menahan secara bergantian. Tinggi

rendahnya dicatat dengan:

Tio : Tensi intraokuler = N (Normal)

Tio : N +1 (agak tinggi)

Tio : N -1 (agak rendah), dsb.

Tonometri Schiotz. Alat ini dapat dibawa kemana-mana. Hasil pembacaaan

bisa terlalu rendah, jika pada miopia. Cara pemeriksaan : penderita berbaring

tanpa batal, matanya ditetesi pantokain 1-2% satu kali. Suruh penderita

melihat lurus ke atas dan letakkan tonometer dipuncak kornea. Jarum

tonometer akan bergerak diatas skala dan menumpuk pada satu angka diatas

skala tersebut. Tonometer ini mencatat tahapan terhadap timbangan tertentu,

yang menimbulkan tekanan pada kornea. Anak timbangannya yang dipakai

5,5 gr, 7,5 gr, 10gr, 15gr. Misalnya; angka geseran di skala 5, timbangan yang

dipakai 5,5gr, maka Tio = 5/5,5, yang menurut tabel menunjukkan 17,3

mmHg.

Tonometri Aplanasi-Glodman. Alat ini memerlukan slitlamp dan diakui

standar internasional. Dengan alat ini kekakuan sklera dapat diabaikan,

sehingga hasil pengukuran lebih cermat.

II.4. HIPOTESIS

Seorang laki-laki umur 10 tahun mengalami trauma tumpul pada mata kanannya yang

menyebabkan subkonjungtiva bleeding, hifema dengan komplikasi glaukoma

sekunder OD.

a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?

- Anamnesis

16

Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses

terjadi trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah

datangnya benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas,

samping bawah, atau dari arah lain, bagaimana kecepatannya waktu mengenai

mata dan dari apa bahan benda tersebut. Jika kejadian kurang dari satu jam maka

perlu ditanyakan ketajaman penglihatan atau nyeri pada mata karena berhubungan

dengan peningkatan tekanan intra okuler akibat perdarahan sekunder. Apakah

trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah, dan apakah pernah mendapatkan

pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum

terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah

pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut,

ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembukaan darah atau

penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.

- Pemeriksaan Fisik Mata

Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang berhubungan

dengan cedera bola mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaan hifema dan menilai

perdarahan ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan

secara teliti keadaan mata luar, hal ini penting karena mungkin saja ada riwayat

trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus seperti ekmosis,

laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus, fraktur yang disertai dengan

gangguan pada gerakan mata.

- Pemeriksaan Penunjang

Pengukuran tonometri untuk mengukur tekanan intra okuler.

Slit Lamp Biomicroscopy untuk menentukan kedalaman COA dan

iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.

Pemeriksaan oftalmoskopi untuk mengkaji struktur internal okuler.

Tes provokatif untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal atau

meningkat ringan.

b. Apa saja diagnosis banding pada kasus?

- Glaukoma Sekunder Akut Sudut Tertutup

Neuropati optic yang progresif

Hilang lapangan pandang

17

Tajam penglihatan menurun mendadak

Mata merah

TIO sangat tinggi

Prodormal: Mual, muntah, sakit kepala, sakit pada sisi mata yang akut

- Herpes Simplex Keratitis

Cairan Mata

Nyeri mata

Pembengkakan kornea

Pembuluh darah yang bengkak atau melebar pada bagian putih mata, yang

menyebabkan mata terlihat merah

Penglihatan kabur

Robek secara berlebihan

Sensitif terhadap cahaya

- Erosi Kornea

Visus menurun

Terlihatnya pelangi disekitar sumber cahaya yan dilihat

Kornea terlihat keruh dengan uji placebo

Defek epithel kornea yang bila diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna

hijau

Sangat sakit

Mata berair

Blepharospasme

Lakrimasi

Fotofobia

Penglihatan terganggu oleh media kornea yang keruh

c. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus?

- Pemeriksaan Penunjang

Pengukuran tonometri untuk mengukur tekanan intra okuler.

Slit Lamp Biomicroscopy untuk menentukan kedalaman COA dan

iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.

18

Pemeriksaan oftalmoskopi untuk mengkaji struktur internal okuler.

Tes provokatif untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal atau

meningkat ringan.

Tes Genioskopi untuk mengetahui sejauh mana trauma tumpul dapat

menimbulkan sebuah hifema. Hal ini dapat ditunda sampai hari ke-5 kondisi

kritis, tingginya resiko dan perdarahan ulang. Sudut kelainannya, sinekia dan

resesi biasanya dapat ditemukan.

Angiogram Flouresin untuk mengetahui permulaan dari neuvaskularisasi dari

iris, jika terdapat dugaan sebagai dasar dari penyebab terjadinya hifema.

Tes Laboratorium. Dilakukan pada pasien jika hifema terlihat karena adanya

sifat sel sabit pada pasien atau terdapat penyakit yang dapat menimbulkan

komplikasi pada mata. Sel sabit pada darah ini dapat menghalangi anyaman

trabekula dan menghasilkan Tekanan intra okuler yang tinggi, bahkan pada

hifema yang relative kecil. Selain itu, dengan adanya penyakit sel sabit

terjadinya komplikasi iskemik pada retina dan saraf optic pada pasien menjadi

lebih besar.

d. Apa diagnosis pada kasus?

Hyphema grade IV et causa Traumatic mekanik tumpul komplikasi glaukoma

sekunder oculi dextra.

e. Apa definisi dari diagnosis pada kasus?

Darah mengisi seluruh bilik mata depan (COA).

f. Bagaimana epidemiologi dari diagnosis pada kasus?

Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema terutama

hifema traumatik diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi. Anak-

anak dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita terbanyak, yaitu

sebesar 70%. Hifema lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita dengan

perbandingan 3:1.

g. Apa etiologi dari diagnosis pada kasus?

Perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah iris

dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.

19

h. Apa saja faktor resiko dari diagnosis pada kasus?

- Olah raga yang mengakibatkan trauma tumpul ataupun trauma tembus

- Leukimia dan retinoblastoma yang menyebabkan pendarahan spontan pada anak.

- Pasca pembedahan

i. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis pada kasus?

Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya

kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat

juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat

bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea. Penyembuhan

darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui

sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui

permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di

daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin.

Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan

kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis

atau imbibisi kornea sehingga kornea menjadi odema. Resesi sudut mata ini juga

berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder pada pasien ini.

j. Bagaimana patogenesis dari diagnosis pada kasus?

Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan

perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler

secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata.

Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain

arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-

vena badan siliar.

k. Apa saja gejala klinis dari diagnosis pada kasus?

- Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.

- Penglihatan pasien akan sangat menurun.

- Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya

cukup banyak.

20

- Bila pasien duduk, hifema akanterlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata

depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.

- Selain itu, dapat terjadi peningkatan tekanan intra ocular, sebuah keadaan yang

harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya glaukoma.

l. Bagaimana penatalaksanaan dari diagnosis pada kasus?

Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun pada

dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk:

- Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang

- Mengeluarkan darah dari bilik mata depan

- Mengendalikan tekanan bola mata

- Mencegah terjadinya imbibisi kornea

- Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini

- Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatic

hyphaema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu (1) Perawatan dengan

cara konservatif/tanpa operasi misalnya dengan tirah baring sempurna (bed rest total),

bebat mata dan lain sebagainya, (2) Perawatan yang disertai dengan tindakan operasi

misalnya paracentesa yaitu mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata

melalui lubang yang kecil di limbus, melakukan irigasi di bilik depan bola mata

dengan larutan fisiologik atau dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan

membuka korneoscleranya sebesar 120˚ .

m. Bagaimana cara pencegahan dari diagnosis pada kasus?

21

Pakailah pelindung mata untuk menghindari mata dari cidera saat beraktivitas di luar

ruangan atau saat berolahraga.

n. Apa saja komplikasi dari diagnosis pada kasus?

Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan

sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi dari

traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan

iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hifema.

o. Bagaimana prognosis dari diagnosis pada kasus?

Prognosis dari hifema traumatik sangat bergantung pada tingginya hifema, ada atau

tidaknya komplikasi dari perdarahan atau traumanya, cara perawatan dan keadaan

dari penderita sendiri. Prognosis pada kasus Ad vitam: dubia at bonam, Ad

fungsional: dubia at malam, karena hifemanya disertai peningkatan TIO dan

penurunan visus sampai 1/300.

p. Bagaimana SKDI dari diagnosis pada kasus?

3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau

mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan

dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

22

II.5. LEARNING ISSUE

II.5.1. Anatomi dan Fisiologi Mata

a. Kelopak Mata

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta

mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea.

Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata

terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Dapat membuka diri

untuk memberi jalan masuk sinar kedalam bola mata yang dibutuhkan untuk

penglihatan.Pembasahan dan. pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi

karena pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan

buka tutup kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu

yang masuk.

Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian

belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Pada

kelopak terdapat bagian-bagian:

- Kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat,

kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.

23

- Otot seperti M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak

atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo

palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M.

orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. facial M. levator

palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada

tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis okuli menuju kulit

kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebra

terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh n. III, yang

berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.

- Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan

kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo

palpebra.

- Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita

merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.

- Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada

seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat

yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40

bush di kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah).

- Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra.

- Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V,

sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan

melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus

okuli. Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet

yang menghasilkan musin.

b. Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian

belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin

bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Selaput ini mencegah benda-

24

benda asing di dalam mata seperti bulu mata atau lensa kontak (contact lens), agar

tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama dengan kelenjar lacrimal yang

memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar cornea tidak kering.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:

- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan

dari tarsus.

- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di

bawahnya.

- Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat

peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

- Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan

jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

c. Bola Mata

Bola mata terdiri atas:

- Dinding bola mata

- Isi bola mata yang terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan lensa

Dinding bola mata terdiri atas:

- Sklera

- Kornea

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di

bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga

terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh

3 lapis jaringan, yaitu:

- Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada

mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan

sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk

ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.

25

- Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi

oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada

ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas

iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan

otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator

dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi

oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk

lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris

menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui

trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.

- Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan

mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran

neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik

dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan

koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.

Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang

hanya menempel pupil saraf optik, makula dan pars plans. Bila terdapat

jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka

akan robek dan terjadi ablasi retina.

Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada

badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada

akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula

lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang

terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita.

d. Sklera

Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan

pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik

sampai kornea. Sklera sebagai dinding bola mata merupakan jaringan yang kuat,

tidak bening, tidak kenyal dan tebalnya kira-kira 1 mm.

Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mempunyai

kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata.

26

Dibagian belakang saraf optik menembus sklera dan tempat tersebut disebut

kribosa. Bagian luar sklera berwarna putih dan halus dilapisi oleh kapsul Tenon

dan dibagian depan oleh konjungtiva. Diantara stroma sklera dan kapsul Tenon

terdapat episklera. Bagian dalamnya berwarna coklat dan kasar dan dihubungkan

dengan koroid oleh filamen-filamen jaringan ikat yang berpigmen, yang

merupakan dinding luar ruangan suprakoroid.

e. Kornea

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian

selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola

mata sebelah depan dan terdiri atas lapis:

- Epitel. Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang

saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada

sel basal Bering terlihat mitosis sel, dan sel muds ini terdorong ke depan

menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel

basal berikatan erat dengan sel basal di sampingya dan sel poligonal di

depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat

pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal

menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi

gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm

permukaan.

- Membran Bowman. Terletak di bawah membran basal epitel komea yang

merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari

bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

- Stroma. Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar

satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di

bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat

kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.

Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di

antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan

serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

27

- Membran Descement. Merupakan membran aselular dan merupakan batas

belakang stroma komea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran

basalnya. Bersifat sangat elastik dan berkembang terns seumur hidup,

mempunyai tebal 40 µm.

- Endotel. Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-

40 pm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom

dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar

longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk

ke dalam stroma kornea, menembus membran bowman melepaskan selubung

Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan

tanpa ada akhir saraf. Bulbul Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah

limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam

waktu 3 bulan. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup

bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea,

dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh

kornea.

f. Uvea

Walaupun dibicarakan sebagai isi, sesungguhnya uvea merupakan dinding

kedua bola mata yang lunak, terdiri atas 3 bagian, yaitu iris, badan siliar, dan

koroid. Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2

buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan

nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang

terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral.

Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri

sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat perdarahan dari 15 -

20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat

masuk saraf optik. Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak

antara bola mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang

menerima 3 akar saraf di bagian posterior yaitu:

28

- Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut

sensoris untuk komea, iris, dan badan siliar.

- Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf

simpatis yang melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea

dan untuk dilatasi pupil.

- Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk

mengecilkan pupil.

Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Iris

terdiri atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan badan siliar terletak antara iris

dan koroid. Batas antara korneosklera dengan badan siliar belakang adalah 8 mm

temporal dan 7 mm nasal. Di dalam badan siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu

longitudinal, radiar, dan sirkular. Di tengah iris terdapat lubang yang dinamakan

pupil, yang mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk kedalam mata. Iris

berpangkal pada badan siliar dan memisahkan bilik mata depan dengan bilik mata

belakang. Permukaan depan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai

lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripti. Badan siliar

dimulai dari basis iris kebelakang sampai koroid, yang terdiri atas otot-otot siliar

dan proses siliar. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika otot-otot ini

berkontraksi ia menarik proses siliar dan koroid kedepan dan kedalam,

mengendorkan zonula Zinn sehingga lensa menjadi lebih cembung. Koroid

adalah suatu membran yang berwarna coklat tua, yang letaknya diantara sklera

dan. retina terbentang dari ora serata sampai kepapil saraf optik. Koroid kaya

pembuluh darah dan berfungsi terutama memberi nutrisi kepada retina.

g. Pupil

Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya

cahaya yang masuk. Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum

berkembangnya saraf simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan

orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang

sklerosis. Pupil waktu tidur kecil , hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi,

koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari berkurangnya

rangsangan simpatis dan kurang rangsangan hambatan miosis. Bila subkorteks

29

bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun korteks menghambat

pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur hambatan subkorteks

hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna yang akan menjadikan

miosis.Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada

akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang

difragmanya dikecilkan.

h. Sudut Bilik Mata Depan

Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris.

Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan

pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam

bola mata sehinga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan

sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schelmm, baji sklera, garis

Schwalbe dan jonjot iris.

Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera kornea dan

disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan

merupakan batas belakang sudut filtrasi Berta tempat insersi otot siliar

longitudinal. Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang

mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea. Pada sudut fitrasi terdapat

garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran descement,

dan kanal Schlemm yang menampung cairan mata keluar ke salurannya. Sudut

bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat glaukoma sudut tertutup,

hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan sinekia posterior perifer.

i. Retina

Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran

daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid.

Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai

dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira ber-

diameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah

makula lutea terdapat bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea. Kira-kira 3

mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih kemerah-

merahan, disebut papil saraf optik, yang ditengahnya agak melekuk dinamakan

30

ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk kedalam bola mata

ditengah papil saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal.

Retina terdiri atas lapisan:

- Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang

mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

- Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

- Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.

Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.

- Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat

sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal

- Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel

Muller Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral

- Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps

sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion

- Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

- Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arch saraf

optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah

retina.

- Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan

kaca.

Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.

Batang lebih banyak daripada kerucut, kecuali didaerah makula, dimana kerucut

lebih banyak. Daerah papil saraf optik terutama terdiri atas serabut saraf optik dan

tidak mempunyai daya penglihatan (bintik buta).

j. Badan kaca

Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara

lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata.

Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air.

31

Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu

mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk

meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu

jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata,

pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak

terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya

kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan

oftalmoskopi. Struktur badan kaca merupakan anyaman yang bening dengan

diantaranya cairan bening. Badan kaca tidak mempunyai pembuluh darah dan

menerima nutrisinya dari jaringan sekitarnya: koroid, badan siliar dan retina.

k. Lensa Mata

Lensa merupakan badan yang bening, bikonveks 5 mm tebalnya dan

berdiameter 9 mm pada orang dewasa. Permukaan lensa bagian posterior lebih

melengkung daripada bagian anterior. Kedua permukaan tersebut bertemu pada

tepi lensa yang dinamakan ekuator. Lensa mempunyai kapsul yang bening dan

pada ekuator difiksasi oleh zonula Zinn pada badan siliar. Lensa pada orang

dewasa terdiri atas bagian inti (nukleus) dan bagian tepi (korteks). Nukleus lebih

keras daripada korteks. Dengan bertambahnya umur, nukleus makin membesar

sedang korteks makin menipis, sehingga akhirnya seluruh lensa mempunyai

konsistensi nukleus. Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:

- Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi

untuk menjadi cembung.

- Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan.

- Terletak di tempatnya.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:

- Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia.

- Keruh atau spa yang disebut katarak.

- Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.

32

Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah

besar dan berat. Fungsi lensa adalah untuk membias cahaya, sehingga difokuskan

pada retina. Peningkatan kekuatan pembiasan lensa disebut akomodasi.

l. Rongga Orbita

Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang

membentuk dinding orbita yaitu lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar

orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum

dan zigomatikus. Rongga orbita yang berbentuk piramid ini terletak pada kedua

sisi rongga hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45˚ dengan dinding

medialnya. Dinding orbita terdiri atas tulang:

- Atap atau superior: Os.frontal

- Lateral: Os.frontal, Os. igomatik, ala magna Os. Fenoid

- Inferior: Os. zigomatik, Os. maksila, Os. Palatina

- Nasal: Os. maksila, Os. lakrimal, Os. Etmoid

Foramen optik terletak pada apeks rongga orbita, dilalui oleh saraf

optik, arteri, vena, dan saraf simpatik yang berasal dari pleksus karotid. Fisura

orbita superior di sudut orbita atas temporal dilalui oleh saraf lakrimal (V), saraf

frontal (V), saraf troklear (IV), saraf okulomotor (III), saraf nasosiliar (V),

abdusen (VI), dan arteri vena oftalmik. Fisura orbita inferior terletak di dasar

tengah temporal orbita dilalui oleh saraf infra-orbita dan zigomatik dan arteri

infra orbita. Fosa lakrimal terletak di sebelah temporal atas tempat duduknya

kelenjar lakrimal. Rongga orbita tidak mengandung pembuluh atau kelenjar

limfa.

m. Otot Penggerak Mata

Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakkan mata

tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.1 Otot penggerak

mata terdiri atas 6 otot yaitu:

- Otot Oblik Inferior. Oblik inferior mempunyai origo pada foss lakrimal

tulang lakrimal, berinsersi pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan

33

makula, dipersarafi saraf okulomotor, bekerja untuk menggerakkan mata

keatas, abduksi dan eksiklotorsi.

- Otot Oblik Superior. Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva

tulang sfenodi di atas foramen optik, berjalan menuju troklea dan dikatrol

batik dan kemudian berjalan di atas otot rektus superior, yang kemudian

berinsersi pada sklera dibagian temporal belakang bola mata. Oblik superior

dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang keluar dari bagian dorsal

susunan saraf pusat. Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada

bola mata dengan kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan

search atau mata melihat ke arch nasal. Berfungsi menggerakkan bola mata

untuk depresi (primer) terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan

insiklotorsi. Oblik superior merupakan otot penggerak mata yang terpanjang

dan tertipis.

- Otot Rektus Inferior. Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn,

berjalan antara oblik inferior dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di

belakang limbus yang pada persilangan dengan oblik inferior diikat kuat oleh

ligamen Lockwood. Rektus inferior dipersarafi oleh N. III. Fungsi

menggerakkan mata depresi (gerak primer), eksoklotorsi (gerak sekunder) dan

aduksi (gerak sekunder). Rektus inferior membentuk sudut 23 derajat dengan

sumbu penglihatan.

- Otot Rektus Lateral. Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di

atas dan di bawah foramen optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N. VI.

Dengan pekerjaan menggerakkan mata terutama abduksi.

- Otot Rektus Medius. Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan

pembungkus dura saraf optik yang sering memberikan dan rasa sakit pada

pergerakkan mata bila terdapat neuritis retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di

belakang limbus. Rektus medius merupakan otot mata yang paling tebal

dengan tendon terpendek. Menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).

- Otot Rektus Superior. Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn

dekat fisura orbita superior beserta lapis dura saraf optik yang akan

memberikan rasa sakit pada pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis

34

retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus dan dipersarafi

cabang superior N. III. Fungsinya menggerakkan mata (elevasi).

II.5.2. Hifema

a. Definisi

Terkumpulnya darah di bilik mata anterior (depan) yaitu daerah di antara

kornea dan iris yang terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah

iris atau badan siliar. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat

dengan mata telanjang dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang

jernih. Mikrohifema terjadi ketika sel darah merah hanya terdeteksi secara

mikroskopik. Namun pada makrohifema atau yang biasa disebut dengan hifema,

lapisan darah pada bilik mata depan dapat dideteksi bahkan tanpa bantuan

pemeriksaan slit lamp. Komplikasi pada hifema lebih banyak terjadi daripada

mikrohifema.

Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat

menurunkan penglihatan, darah tersebut dapat mengisi seluruh bilik mata atau

hanya bagian bawah bilik mata depan. Bila pasien duduk hifema akan terlihat

terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang

bilik mata depan. 

Hifema sering disebabkan oleh trauma tumpul, trauma bedah, discrasia darah

(hemofilia), tumor intra kranial dan banyak pada usia muda

b. Etiologi

- Trauma tumpul pada mata. Banyak terjadi karena cedera olah raga, jatuh,

atupun perkelahian. Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat

diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi

robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid dimana jaringan

tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan

perdarahan yang berada di kamera anterior dan akan tampak dari luar timbunan

darah karena gaya berat yang akan berada di bagian terendah.

- Tumor mata (retinoblastoma).

35

- Prosedur pembedahan yang salah (trabekuloplasty dan iridectomy).

- Penyakit sickle cell.

- Pertumbuhan abnormal pembuluh darah mata  (contohnya juvenile

xanthogranuloma).

- Neovaskularisasi iris. Neovaskularisasi disebabkan oleh iskemi pada segmen

posterior yang sering dikaitkan dengan penyakit neovaskular pada diabetes.

Terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah. Pembuluh darah yang

baru ini mudah sekali untuk pecah

c. Patofisiologi

Hifema dapat terjadi sesudah suatu trauma tembus ataupun tumpul pada mata,

akan tetapi dapat juga terjadi secara spontan. Secara umum dianggap bahwa hifema

berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar. Mungkin juga berasal dari

pembuluh darah di kornea atau limbus karena terbentuknya neovaskularisasi pada

bekas luka operasi atau pada rubeosis iridis.

Trauma tumpul yang mengenai mata berupa benturan atau pukulan dan lain

sebagainya, dapat menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus,

dan perubahan posisi dari iris atau lensa Hal ini dapat meningkatkan tekanan

intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut

mata. 

Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah,antara

lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arterikoroidalis, dan

vena-vena badan siliar sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan.

Sedangkan pada neovaskularisasi pada bekas luka operasi atau pada robeosis

36

iridis, ruptura bisa terjadi secara spontan karena rapuhnya dinding pembuluh darah.

Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea.

Perdarahan pada bilik mata depan (COA) mengakibatkan teraktivasinya mekanisme

hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh

darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan

menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke

bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga 4-7 hari.

Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata

depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade

koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi

mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel

darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan

trabekular dan aliran uveaskleral.

Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan

primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder

biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat

daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat

sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi dari

bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu

yang cukup untuk regenerasi kembali.

Darah dalam bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih

kembali. Darah pada hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel

darah merah melalui kanalis Schlemm dan permukaan depan iris. Penyerapan

melaui permukaan depan iris ini dipercepat dengan adanya kegiatan enzim

fibrinolitik yang berlebihan di daerah ini.

Sebagian hifema dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat

penumpukkan hemosiderin pada COA, hemosiderin dapat masuk ke lapisan kornea,

menyebabkan kornea menjadi berwarna kuning, dan disebut hemosiderosis atau

imbibisi kornea. Imbibisi kornea dapat dipercepat terjadinya, disebabkan oleh

hifema yang penuh disertai glaukoma, dimana glukoma ini terjadi karena adanya

darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-

unsur darah menutupi COA dan trabekula, sehingga terjadi glaukoma sekunder,

37

glukoma ini bisa juga menyebabkan rasa sakit pada mata.

Darah pada hifema bisa berasal dari badan siliar, yang mungkin dapat masuk

ke dalam badan kaca (corpus vitreum). Sehingga pada punduskopi gambaran

pundus tidak tampak, dan ketajaman penglihatan menurunnya lebih banyak. Bila

hifema sedikit, ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular

masih normal. Sedangkan perdarahan yang mengisi setengah COA dapat

menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraocular. Zat besi di dalam

bola mata dapat menimbulkan sederosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat

menimbulkan ptisis bulbi dan kebutaan.

Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris

atau badan siliar (corpus ciliaris). Pasien akan mengeluh sakit, disertai epifora dan

blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema

akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan dapat memenuhi

seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis

Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini

menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi

sudut mata dapat terjadi pada 85% pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya

glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada

bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi

perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan

Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea

hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan

pada10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis,

robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn.

Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina

(edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi

akibat peninggian tekanan intraokular

d. Klasifikasi

- Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:

Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang

38

disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma

pada segmen anterior bola mata.

Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).

Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier,sehingga

pembuluh darah pecah.

Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile

xanthogranuloma).

Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma). 

- Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:

Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma

- Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard).

Grade pada hifema ini ditentukan oleh banyaknya perdarahan dalam bilik mata

depan bola mata, yaitu:

Tingkat 1: kurang dari ¼ volume bilik mata depan yang terlihat.

Tingkat 2: ¼ sampai ½ dari volume bilik mata depan yang terlihat.

Tingkat 3: ½ sampai ¾ dari volume bilik mata depan yang terlihat

Tingkat 4: pengisian sempurna dari bilik mata depan yang terlihat (“Eight

ball” hifema)

39

e. Manifestasi Klinik

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan epifora (pengaliran air

mata yang berlebihan ke pipi)  dan blefarospasme (kelopak mata berkedip tidak

terkendali). Penglihatan pasien kabur dan akan sangat menurun, ini karena darah

menggangu media refraksi yang sangat berperan pada proses penglihatan. Terdapat

penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup

banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik

mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. 

Selain itu, dapat terjadi peningkatan tekanan intraocular, sebuah keadaan yang

harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya glaucoma. Glaukoma ini terjadi

karena adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh

karena unsur-unsur darah menutupi COA dan trabekula, sehingga terjadi glaukoma

sekunder, glukoma ini bisa juga menyebabkan rasa sakit pada mata.

Pada hifema karena trauma, jika ditemukan penurunan tajam penglihatan

segera maka harus dipikirkan kerusakan seperti luksasi lensa (Putusnya

penggantung lensa menyebabkan lensa masuk kedalam badan kaca atau vitreus),

ablasio retina (kelainan retina dimana lapisan kerucut dan batang terpisah dari

lapisan sel epitel pigmen), oedem macula (pembengkakan pada makula, daerah

dekat pusat retina mata). Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera

anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan

jaringan kornea. Kadang-kadang terlihat iridoplegia (kelumpuhan sphincter dari iris

sehingga pupil menjadi lebar/ midriasis) dan iridodialisis (keadaan dimana iris

terlepas dari pangkalnya sehingga bentuk pupil tidak bulat dan pada pangkal iris

terdapat lubang).

Terdapat pula tanda dan gejala yang relative jarang: penglihatan ganda, edema

palpebra, midriasis (dilatasi atau pelebaran pupil berlebihan), anisokor pupil

(perbedaan diameter pupil kanan dan kiri) dan sukar melihat dekat.

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis hifema adalah:

- Pemeriksaan ketajaman penglihatan menggunakan kartu mata Snellen. Visus

40

dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.

- Slit Lamp Biomicroscopy untuk menentukan kedalaman BMD dan iridokorneal

contact, aqueous flare, dan synechia posterior.

- Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.

- Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.

- Tes provokatif digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal

atau meningkat ringan.

- Sickle cell preparation.

- Hemoglobin electrophoresis.

- Bleeding tests (prothrombin time, partial thromboplastin time, platelet counts,

and bleeding time).

- Fungsi hati dan fungsi ginjal

- Ultrasonography untuk memeriksa bagian posterior dari mata.

g. Penatalaksanaan

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak

berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan

penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya

adalah:

- Menghentikan perdarahan atau menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.

- Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata

- Merawat dan mengobati jaringan sekitarnya

- Meminimalisasi kerusakan lebih lanjut lagi.

h. Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan hifema dapat dilakukan antara lain dengan:

- Tirah baring (bedrest total). Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang

dengan posisi kepala diangkat (diberi alas bantal ) dengan elevasi kepala 30º-

45º (posisi semifowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh

41

darah iris serta memudahkan evaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak

pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan

pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan

beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempuranaan

absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi

perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari

mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sukar dilakukan, terlebih

pada anak-anak, sehingga kalau perlu diikat tangan dan kakinya ketempat tidur

dan pengawasan dilakukan dengan sabar.

- Bebat Mata. Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian

pendapat diantara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena

trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.

- Medikamentosa. Tetes mata steroid dapat diberikan jangka pendek bersama

dengan dilatasi pupil. Steroid dapat menurunkan resiko perdarahan ulang,

Steroid dapat diberikan secara sistemik dengan dosis 40 mg/hari. Beberapa

penelitian mengisyaratkan bahwa pengguanaan asam aminokaproat oral untuk

menstabilkan pembentukan pembekuan darah dan menurunkan resio

perdarahan ulang. Dosisnya adalah 100 mg/kgBB setiap 4 jam sampai

maksimum 30g/ hari selama 5 hari. Jika timbul glaukoma, maka

penatalaksanaan mencakup pemberian timolol 0,25% atau 0,5% dua kali sehari;

asetazolamid 4 x 250 mg. Dapat digunakan obat hiperosmotik seperti gliserin

50% yang diberikan larutan secara oral dengan dosis efektif 4 kali perhari 1 –

1,5 gr/kgBB atau 1 cc per kgBB. Gliserin ini dapat dicampur dengan jeruk nipis

agar tidak terlalu manis. Gliserin ini harus diminum sekaligus, bila tidak

gliserin ini tidak efektif. Gliserin dapat digunakan untuk menurunkan TIO

dalam 30 – 90 menit setelah pemberian, dan akan bekerja selama 5 – 6 jam.

- Tindakan bedah. Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan

glaukoma sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis kornea. Dan

tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi

selama 3 - 5 hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan

pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau

tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah

imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25

mmHg selama 5 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.

42

Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari

keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut:

Elevasi TIO > 50 mmHg selama 5 hari.

Elevasi TIO > 35 mmHg selama 7 hari.

Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan

bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 5 hari atau bila ditemukan

tanda-tanda imbibisi kornea.

Perdarahan yang masih bertahan selama > 10 hari untuk mencegah

sinekia anterior perifer.

Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari

(untuk mencegah peripheral anterior synechiae). Pada pasien dengan

sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan tekanan

Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta

Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan

tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50 persen

pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Korneal

bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell

hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak

terkontrol dalam 24 jam.

- Tindakan operasi yang dikerjakan adalah parasentesis. Parasentesis merupakan

tindakan pembedahan dengan mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola

mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke

arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan

penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan akan keluar.

Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam

fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.

Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah

masih tetap terdapat dalam BMD pada hari 5-9. Melakukan irigasi di bilik

depan bola mata dengan larutan fisiologik. Dengan cara seperti melakukan

ekstraksi katarak dengan membuka korneoscleranya sebesar 1200

i. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah

perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi

43

dari traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan

iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hifema.

Perdarahan sekunder. Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 2 sampai ke 5,

sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan

sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan

lanjutan dari perdarahan primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat

daripada yang primer. Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah

trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari post-trauma.

Glaukoma sekunder. Glaukoma bisa menjadi komplikasi yang timbul awal atau

belakangan, Sekitar 25% dari kelainan ini TIO meningkat > 25 mmHg dan

10% nya 35 mmHg. Glaukoma akut terjadi apabila jaringan trabekula

tersumbat oleh fibrin dan sel atau apabila pembentukan bekuan darah

menyebabkan penyumbatan pupil. Hal ini terjadi akibat darah dalam bilik mata,

karena unsur – unsur darah menutupi sudut bilik mata trabekula, sehingga hal

ini akan menyebabkan peningkatan TIO. Penatalaksanaan hifema glaukoma

berikut tergantung pada tingkat elevasi TIO dan ada atau tidaknya anemia sel

sabit. Biasanya terapi medis baru dimulai ketika TIO > 30 mmHg dalam fase

akut atau 25 mmHg setelah 25 minggu atau lebih.

Hemosiderosis kornea. Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari

BMD dalam bentuk sel darah merah melalui sudut BMD menuju kanal

Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris.

Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.

Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila

terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan

kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut

hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan

keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang

penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada

perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler.

Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-

kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya ±

10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang

bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

44

Sinekia Posterior. Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.

Komplikasi ini akibat dari iritis atau iridocyclitis. Komplikasi ini jarang pada

pasien yang mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada

pasien dengan evakuasi bedah pada hifema. Peripheral anterior synechiae

terjadi pada pasien dengan hifema pada BMD dalam waktu yang lama,

biasanya 9 hari atau lebih.Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan

dengan iritis yang lama akibat trauma atau dari darah pada BMD. Bekuan darah

pada sudut BMD kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis

yang menyebabkan sudut bilik mata tertutup.

Atrofi optik. Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.

Uveitis. Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea,

uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang

mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada

funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan

menurunnya lebih banyak. Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila

sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular

masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah BMD dapat menyebabkan

gangguan visus dan kenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit

oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh BMD, rasa sakit

bertambah karena tekanan intra okular lebih meninggi dan penglihatan lebih

menurun lagi.

j. Prognosis

Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera

okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan  tanpa disertai

glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan

hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami

glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut

menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah

mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam)

karena dapat menyebabkan kebutaan. Prognosis hifema ditentukan oleh kerusakan

struktur koroid (misalnya ruptur koroid, scar pada makula), ada atau tidaknya

perdarahan sekunder dan ada atau tidaknya komplikasi (glaukoma, bercak darah

pada kornea atau atrofi papil optik). Keberhasilan terapi dinilai dari perbaikan

45

visual dan didapatkan 75% prognosisnya baik. Hampir 80% pasien dengan hifema

kurang dari 1/3 bilik mata depan dapat melihat dengan visus 6/12 atau lebih baik

dari itu.

II.5.3. Glaukoma

a. Definisi

Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan

pencekungan “cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang

disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko

terjadinya glaukoma. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma

dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos.

b. Patofisiologi

Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya apoptosis sel

ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti

dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi

atrofi disertai pembesaran cawan optik. Kerusakan saraf dapat dipengaruhi oleh

peningkatan tekanan intraokuler. Semakin tinggi tekanan intraokuler semakin besar

kerusakan saraf pada bola mata. Pada bola mata normal tekanan intraokuler

memiliki kisaran 10-22 mmHg. Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut tertutup

akut dapat mencapai 60-80 mmHg, sehingga dapat menimbulkan kerusakan

iskemik akut pada iris yang disertai dengan edema kornea dan kerusakan nervus

optikus.

c. Klasifikasi

- Glaukoma Primer

Glaukoma Sudut Terbuka Primer. Glaukoma sudut terbuka primer terdapat

kecenderungan familial yang kuat. Gambaran patologi utama berupa

proses degeneratif trabekular meshwork sehingga dapat mengakibatkan

penurunan drainase humor aquos yang menyebabkan peningkatan takanan

intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma primer sudut terbuka terdapat

hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem trabekulum dan kanalis

schlemm.

46

Glaukoma Sudut Tertutup Primer. Glaukoma sudut tertutup primer terjadi

pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa ada kelainan lainnya.

Adanya peningkatan tekanan intraokuler karena sumbatan aliran keluar

humor aquos akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer.

- Glaukoma Sekunder

Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan

manifestasi dari penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan

paling sering disebabkan oleh uveitis.

- Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat

gangguan perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital

seringkali diturunkan. Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya

epifora dapat juga berupa fotofobia serta peningkatan tekanan intraokuler.

Glaukoma kongenital terbagi atas glaukoma kongenital primer (kelainan pada

sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan segmen anterior, dan

kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom Sturge-Weber dan

rubela kongenital)

d. Pemeriksaan

- Tonometri. Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang

menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat

mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea masing-

masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan intraokuler yang

47

di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea

pasien tekanan intraokuler bola mata juga rendah. Tonometer yang banyak

digunakan adalah tonometer Schiotz karena cukup sederhana, praktis, mudah

dibawa, relatif murah, kalibrasi alat mudah dan tanpa komponen elektrik.

Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg. Pada usia lanjut

rentang tekanan normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg. Pada glaukoma

sudut terbuka primer , 32-50% pasien ditemukan dengan tekanan intraokuler

yang normal pada saat pertama kali diperiksa.

- Penilaian Diskus Optikus. Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di

bagian tengahnya. Pada pasien glaukoma terdapat pembesaran cawan optik

atau pencekungan sehingga tidak dapat terlihat saraf pada bagian tepinya.5

- Pemeriksaan Lapangan Pandang. Gangguan lapangan pandang pada

glaukoma dapat mengenai 30˚ lapangan pandang bagian central. Cara

pemeriksaan lapangan pandang dapat menggunakan automated perimeter.

- Gonioskopi. Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang

menggunakan lensa khusus untuk melihat aliran keluarnya humor aquos.

Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat membantu mengidentifikasi

sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera okuli anterior.

e. Penatalaksanaan

Supresi Pembentukan Humor Aqueus

Golongan β-adrenergik Bloker. Obat golongan ini dapat digunakan sebagai

monoterapi atau dengan kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat

golongan β- adrenergic bloker misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%,

betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol dan lain-lain. Timolol maleat

merupakan β-adrenergik non selektif baik β1 atau β2. Timolol tidak memiliki

aktivitas simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada mata dapat

mengurangi tekanan intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan

intraokuler sekitar 20-30%. Reseptor β-adrenergik terletak pada epitel siliaris,

jika reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow

humor aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor sehingga

menurunkan produksi humor aquos. Farmakodinamik golongan β-adrenergic

bloker dengan cara menekan pembentukan humor aquos sehingga tekanan

intraokuler dapat turun. Sedangkan farmakokinetiknya sebagian besar diserap

48

dengan baik oleh usus secara peroral sehingga bioavaibilitas rendah , dan

memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1 sampa 3 jam. Kebanyakan

golongan β-adrenergic bloker memiliki waktu paruh antara 3 sampai 10 jam.

Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat golongan ini

dapat diperpanjang apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju ke hati

atau hambatan enzim hati. Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama

dapat mengakibatkan kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik.

Indikasi pemakaian diberikan pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai

terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi terapi dengan miotik. Indikasi

lainnya dapat diberikan pada glaukoma inflamasi, hipertensi okuler dan

glaukoma kongenital.

Golongan α2-adrenergik Agonis. Golongan α2-adrenergik agonis obat ini

dibagi menjadi 2 yaitu selektif dan tidak selektif. Golongan α2-adrenergic

agonis yang selektif misalnya apraklonidin memiliki efek menurunkan

produksi humor aquos, meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui

trabekula meshwork dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga

meningkatkan aliran keluar uveosklera. Farmakokinetik dari pemberian

apraklonidin 1% dalam waktu 1 jam dapat menghasilkan penurunan tekanan

intraokuler yang cepat paling sedikit 20% dari tekanan intraokuler awal. Efek

maksimal dari apraklonidin dalam menurunkan tekanan intraokuler dapat

terjadi sekitar 3-5 jam setelah pemberian terapi. Indikasi penggunaan

apraklonidin untuk mengontrol peningkatan akut tekanan intraokuler pasca

tindakan laser. Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat ini apabila pasien

dengan mono amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena

mempengaruhi metabolisme dan uptake katekolamin.

Penghambat Karbonat Anhidrase

o Asetasolamid Oral. Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di

gunakan karena dapat menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-

60%. Bekerja efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler apabila

konsentrasi obat bebas dalam plasma ±2,5 µM. Apabila diberikan secara

oral, konsentrasi puncak pada plasma dapat diperoleh dalam 2 jam setelah

pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan menurun dengan cepat

karena ekskresi pada urin. Indikasi asetasolamid terutama untuk

49

menurunkan tekanan intraokuler, mencegah prolaps korpus vitreum, dan

menurunkan tekanan introkuler pada pseudo tumor serebri. Kontraindikasi

relatif untuk sirosis hati, penyakit paru obstruktif menahun, gagal ginjal,

diabetes ketoasidosis dan urolithiasis. Efek samping yang paling sering

dikeluhkan parastesi dan inisial diuresis, sedangkan efek lain yang dapat

muncul apabila digunakan dalam jangka lama antara lain metalic taste,

malaise, nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu ginjal, depresi

sumsum tulang, dan anemia aplastik.

o Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal. Penghambat karbonat anhidrase

topikal bersifat larut lemak sehingga bila digunakan secara topikal daya

penetrasi ke kornea relatif rendah. Pemberian dorsolamid topikal akan

terjadi penetrasi melalui kornea dan sklera ke epitel tak berpigmen

prosesus siliaris sehingga dapat menurunkan produksi humor aqueus dan

HCO3- dengan cara menekan enzim karbonik anhidrase II. Penghambat

karbonik anhidrase topikal seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan

tekanan intraokuler karena konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-

10µM. Penghambat karbonat anhidrase topikal (dorsolamid) dapat

menurunkan tekanan intraokuler sebesar 15-20%. Indikasi pemberian

untuk mengontrol glaukoma baik jangka pendek maupun jangka panjang,

sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain untuk mencegah

kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah intraokuler. Efek samping lokal

yang dijumpai seperti mata pedih, keratopati pungtata superfisial, dan

reaksi alergi. Efek samping sistemik jarang dijumpai seperti metalic taste,

gangguan gastrointestinal dan urtikaria.

f. Prognosis

 Glaukoma sudut terbuka apabila ditatalaksana dengan baik, dapat mempertahankan

penglihatan tetapi, tidak dapat sembuh dengan sempurna. Oleh karena itu, perlu

kontrol teratur.

Glaukoma sudut tertutup. Diagnosis dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat

adalah kunci utama untuk mempertahankan penglihatan. Apabila ditemukan gejala

klinik dari glaukoma sudut tertutu maka perlu penanganan sesegera mungkin.

Glaukoma kongenital. Diagnosis dan penatalaksanaan dini sangat penting. Apabila

tindakan operatif dapat dilakukan secara tepat maka prognosis akan lebih baik.

50

II.6. KERANGKA KONSEP

51

Trauma tumpul pada mata

Ruptur a. conjungtiva dan a.

episklera

Ruptur arteri pada iris dan badan siliar

Akumulasi cairan di COA

TIO ↑Hifema grade 4 (Black ball eye)

Gangguan pada media refraksi

Mata kabur

Imbibisi ke kornea

Kornea edemaCahaya jadi bias

Subconjunctiva bleeding

Bendungan pada episckleral veins

Injeksi siliar

Mata tampak merah

BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Anak laki-laki usia 10 tahun menderita Hyphema grade IV disertai subconjunctival

bleeding et causa trauma tumpul dengan komplikasi glaucoma sekunder akut.

52

DAFTAR PUSTAKA

Soeroso, Admadi. 1980. Perdarahan Bilik Depan Bola Mata Akibat Rudapaksa (Traumatic

Hyphaema). Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret 

Ilyas, Sidharta. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbitan FKUI. Jakarta. 2009.

Radjamin, Tamin, dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.

Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.

1984.

Campbell DG. Ghost cell glaucoma following trauma. Ophthalmology. Nov 1981.

Morris B. Ocular Blunt Trauma: Loss of Sight from an Ice hockey injury. British Journal of

Sport Medicine. UK. 2006.

Snell, Richard S. 2000. Anatomi Klinik. Jakarta: EGC

Kamus saku kedokteran Dorland/ alih bahasa, Poppy Kumala; copy editor edisi bahasa

Indonesia, Dyah Nuswantari. – Ed.25 – Jakarta:EGC, 1998.

Mardjono, Mahar, dkk. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.

53