Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

46
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 19 Disusun oleh : Kelompok B8 1. Muhammad Randi Akbar 2.Renal Yusuf 3. Nur Suci Trendy Asih 4. Charisma Tiara Putri 5. Ivandra Septiadi Tama Putra 6. Nini Irmadoly 7. Marini Syuryati 8. Meida Rarasta 9. Niken Kasatie 10. Gina Sonia Fensilia Yolanda 04111401006 04111401015 04111401016 04111401023 04111401028 04111401036 04111401044 04111401054 04111401065 04111401082 PENDIDIKAN DOKTER UMUM 1

description

tutorial skenario b blok 19

Transcript of Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

Page 1: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

LAPORAN

TUTORIAL SKENARIO B BLOK 19

Disusun oleh :

Kelompok B8

1. Muhammad Randi Akbar2. Renal Yusuf3. Nur Suci Trendy Asih4. Charisma Tiara Putri5. Ivandra Septiadi Tama Putra6. Nini Irmadoly7. Marini Syuryati8. Meida Rarasta9. Niken Kasatie10.Gina Sonia Fensilia Yolanda

04111401006041114010150411140101604111401023041114010280411140103604111401044041114010540411140106504111401082

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

1

Tutor :dr. Subandrat

Page 2: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan atas kehadirat Tuhan YME karena rahmat dan

anugerah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas tutorial dengan topik “Skenario B Blok

XIX“. Adapun tujuan pembuatan tugas ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam

pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan tugas ini sehingga tugas ini dapat terselesaikan tepat waktu dan tepat sasaran

sesuai dengan harapan.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan laporan

ini. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan laporan ini. Akhirnya kami berharap kepada teman – teman dan para

pembaca semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Palembang, 2 September 2013

Penyusun Kelompok 8

2

Page 3: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………2

Daftar Isi ……………………………………………………………………………….....3

BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang……………………………………………………... 4

BAB II : Pembahasan

2.1 Data Tutorial…………………………………………………………5

2.2 Skenario Kasus …………………………………………………….. 5

2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah. ............………………………………….. 6

II. Identifikasi Masalah...........………………………………… 6

III. Analisis Masalah ...............................…………………….. 7

IV. Learning Issues ...………………...……………………...... 23

V. Kerangka Konsep..................…………………………… 30

BAB III : Penutup

3.1 Kesimpulan .................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 32

3

Page 4: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai Neurologi dan

Sistem Indera yang berada dalam blok 19 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Palembang.

Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran

untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK

di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis

dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari

skenario ini.

4

Page 5: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Subandrat

Moderator : Ivandra Septiadi Rama Putra

Sekretaris Meja : Nur Suci Trendy Asih

Sekretaris Laptop : Charisma Tiara Ramadhani

Hari, Tanggal : Senin, 2 September 2013

Peraturan : 1. Alat komunikasi di non-aktifkan

2. Semua anggota tutorial harus aktif mengeluarkan pendapat

3. Dilarang makan dan minum

2.2. Skenario kasus

Otoy, 4 tahun, dibawa orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH

dengan keluhan timbul bercak merah sebagian ditutup keropeng kekuningan di tungkai

kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu. Kisaran 5 hari lalu timbul lepuh-lepuh

ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada

kedua tungkai. Lepuh mudha pecah menjadi keropeng warna kuning madu. Dalam 3 hari

ini muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri. Keluhan ini tidak

disertai demam. Saudara kembar Otoy, Oboy juga pernah mendrita sakit yang sama 10 hari

yang lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju dan

handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas bila disuruh

mandi.

Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum: sadar dan kooperatif

Vital sign :

5

Page 6: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

Nadi: 88x/menit, RR: 20x/menit, suhu: 37,0º C

Keadaan spesifik :

KGB inguinalis lateral dextra et sinistra : terdapat pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat,

diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri tekan.

Status Dermatologikus :

Region ektremitas inferior dextra et sinistra:

Plak eritem multipel, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta

kekuningan.

2.3. Paparan

I. Klarifikasi Istilah

1. Lepuh : Gelembung yang berisi cairan serum.

2. Plak : Peninggian diatas permukaan kulit, permukaannya rata dan berisi

zat padat ( biasanya infiltrat), diameter 2 cm atau lebih.

3. Eritem : Kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah

kapiler yang reversibel.

4. Lentikuler : Sebesar biji jagung.

5. Nodul : Tonjolan atau nodus kecil yang padat dan dapat dikenali melalui

sentuhan.

6. Krusta : Cairan badan yang mongering.

7. Diskret : Terpisah satu dengan yang lain.

II. Identifikasi Masalah

1. Otoy, 4 tahun, dibawa orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH

dengan keluhan timbul bercak merah sebagian ditutup keropeng kekuningan di

tungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu

6

Page 7: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

2. Kisaran 5 hari lalu timbul lepuh-lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji

jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh

mudha pecah menjadi keropeng warna kuning madu

3. Dalam 3 hari ini muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri.

Keluhan ini tidak disertai demam

4. Saudara kembar Otoy, Oboy juga pernah mendrita sakit yang sama 10 hari yang

lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju

dan handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas

bila disuruh mandi

5. Pemeriksaan fisik6. Status dermatologikus

III. Analisis Masalah

1. Otoy, 4 tahun, dibawa orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH

dengan keluhan timbul bercak merah sebagian ditutup keropeng kekuningan di

tungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu

a. Apa saja etiologi yang berkaitan dengan keluhan ?

Organisme penyebab dari impetigo krustosa adalah Staphylococcus aureus

selain itu, dapat pula ditemukan Streptococcus beta-hemolyticus grup A (Group A

betahemolytic streptococci (GABHS) yang juga diketahui dengan nama

Streptococcus pyogenes). Sebuah penelitian di Jepang menyatakan peningkatan

insiden impetigo yang disebabkan oleh kuman Streptococcus grup A sebesar 71%

dari kasus, dan 72% dari kasus tersebut ditemukan pula Staphylococcus aureus

pada saat isolasi kuman.

b. Bagaimana epidemiologi yang berkaitan dengan keluhan ?

Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia dan pada umumnya

menyebar melalui kontak langsung. Paling sering menyerang anak-anak usia 2-5

tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi

laki-laki dan wanita sama. Sebuah penelitian di Inggris menyebutkan bahwa

insiden tahunan dari impetigo adalah 2.8 % terjadi pada anak-anak usia di bawah 4

7

Page 8: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

tahun dan 1.6 persen pada anak-anak usia 5 sampai 15 tahun. Impetigo nonbullous

atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus

impetigo. Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta

pada negara-negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya

masih tergolong lemah atau miskin.

c. Bagaimana mekanisme timbulnya gejala ?

i. Bercak merah

ii. Keropeng kekuningan

iii. Gatal

Bercak merah dan keropeng kekuningan merupakan tanda khas pada non-

bullous impetigo. Setelah terjadi infeksi epidermis terbagi/break in tepat di bawah

stratum granulosum membentuk lepuh besar. Neutrofil bermigrasi melalui

epidermis spongiotic ke dalam rongga blister, yang juga mungkin mengandung

cocci. Sel acantholytic Sesekali dapat dilihat, mungkin karena aksi neutrofil. Atas

dermis mengandung peradangan menyusup neutrofil dan limfosit. Vesikel yang

terbentuk ini sangat tipis dan berdinding eritematosa. Vesikel ini mudah pecah dan,

serum exuding yang mongering membentuk kerak coklat kekuningan

Faktor resiko: Bermain di luar rumah dan malas mandi, (higienis kurang), saudara

kembar menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu,menggunakan baju dan handuk

bersama bakteri menempel dikulit koloni meningkat mengeluarkan

eksotoksin mengaktifkan limfosit T mengeluarkan IL-4 menghasilkan igE

faktor pertumbuhan sel mast meningkat histamin gatal

2. Kisaran 5 hari lalu timbul lepuh-lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji

jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh

mudah pecah menjadi keropeng warna kuning madu

a. Bagaimana mekanisme timbulnya lepuh ?

8

Faktor resiko: Bermain di luar rumah dan malas mandi, (higienis kurang), saudara kembar menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu,menggunakan baju dan handuk bersama.

Page 9: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

b. Kenapa lepuh mudah pecah ?

Karena dinding vesikel tipis dengan isi yang padat, maka hanya dengan

garukan atau tekanan sedikit dinding vesikel akan mudah pecah

c. Apa hubungan timbul lepuh dengan munculnya keropeng ?

Lepuh yang mudah pecah dan menjadi krusta menunjukan impetigo

krustosa , karena lesi pada kulit superficial dan dinding vesikel yang tipis dan

mudah pecah sehingga mengeluarkan sekret yang seropurulen kuning kecoklatan

yang kemudian mengering menjadi keropeng

3. Dalam 3 hari ini muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri.

Keluhan ini tidak disertai demam

9

bakteri menempel di kulit

Koloni meningkat

Mengeluarkan eksotoksin

Merusak desmosom (jembatan sel )

Epidermis terenggang (akantolisis)

Menyebabkan rongga antar s.korneum dan s. granulosum

Neutrofil migrasi ke dalam rongga

Lepuh berisi cairan

Page 10: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

a. Apa makna klinis timbulnya benjolan di lipat paha kanan dan kiri tanpa

disertai demam ?

Pada kasus nonbullous impetigo, 90% kasus pasien dengan infeksi yang

lama lama dibiarkan dan tidak diobati, akan mengalami regional limfadenopati

yang disebabkan penetrasi bakteri ke jaringan yang lebih dalam dan masuk dalam

jaringan limfatik.

b. Bagaimana mekanisme timbulnya benjolan di lipat paha kanan dan

kiri ?

Faktor Resiko infeksi bakteri pada kulit di tungkai melalui limfogen

masuknya antigen / mikroba ke KGB regional(daerah inguinal) untuk

identifikasi dan pemrograman penghancurannya sel KGB menghasilkan

pertahanan tubuh seperti limfosit, plasma, histiosit, monosit atau sel-sel radang

(neutrofil) pembesaran KGB tampak pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat,

diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri tekan

4. Saudara kembar Otoy, Oboy juga pernah mendrita sakit yang sama 10 hari yang

lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju

dan handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas

bila disuruh mandi

a. Adakah keterkaitan keluhan otoy dengan riwayat penyakit saudara

kembarnya 10 hari yang ? Jelaskan !

Ada , riwayat penyakit yang diderita oleh oboy menjadi faktor resiko otoy

tertular penyakit tersebut.

b. Bagaimana hubungan kebiasaan malas mandi dan menggunakan handuk

dan baju bersama dengan keluhan ?

Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui

kontak langsung dari orang ke orang dalam kasus ini saudara kembar Otoy yang

pernah menderita penyakit yang sama merupakan faktor resiko, apalagi anak-anak

10

Page 11: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

yang selalu bermain, makan, tidur, memakai barang yang sama bersama. Impetigo

banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada anak-anak sumber

infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak lainnya di

sekolah, daerah rumah kumuh.

Dari kebiasaan otoy yang sering bermain diluar ini bisa menyebabkan kuku

tangan Otoy yang kotor sehingga menjadi faktor resiko hygiene yang buruk

ditambah lagi kebiasaan malas bila disuruh mandi sehingga menjadi sumber infeksi

dari bakteri Steptococcus.

5. Pemeriksaan fisik

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik ?

Pemeriksaan fisik Interpretasi

Keadaan umum: sadar dan kooperatif

Vital sign :

Nadi: 88x/menit, RR: 20x/menit, suhu:

37,0º C

Keadaan spesifik :

KGB inguinalis lateral dextra et

sinistra : terdapat pembesaran berupa

nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm,

konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri

tekan.

Normal

Normal

Abnormal

b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik ?

KGB terletak di submandibular, lipat paha, dan inguinal. Terbungkus kapsul

fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan

tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening

yang melewatinya. Pembuluh limfe mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB

11

Page 12: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati

pembuluh getah bening menghasilkan antigen dan memiliki sel pertahanan tubuh

maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat

menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yg lebih banyakuntuk mengatasi antigen

tersebut sehingga KGB membesar. Pembesaran dapat berasal dari penambahan sel-

sel pertahanan tubuh yang berasal dari KGB seperti limfosit,sel plasma, monosit,

dan histiosit atau datangnya sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di

kelenjar getah bening, infiltrasi sel ganas atau timbunan penyakit metabolik

makrofag

6. Status dermatologikus

a. Bagaimana interpretasi status dermatologikus ?

Interpretasi : abnormal

o Plak eritem multiple : penonjolan padat, rata ,diameter 0,5 cm

o Lentikuler : ukuran sebesar jagung/kacang tanah

o Diskret : letak terpisah dekat

o Krusta : cairan eksudat yang mengering

b. Bagaimana mekanisme abnormalnya ?

Plak eritem multipel vesikel, lentikuler, diskret pecah sekret &

kering krusta berlapis è krusta diangkat erosi yg mengeluarkan sekret

krusta menebal

12

Page 13: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

c. Bagaimana efflourosensi dari keluhan ?

Makula eritematosa miliar sampai lentikular, difus, anular, sirsinar, vesikel

dan bula lentikular difus, pustula miliar sampai lentikular; krusta kuning

kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat

7. Differential diagnosis ?

1. Dermatitis atopi

Lesi gatal yang bersifat kronik dan berulang, kering; pada orang dewasa dapat

ditemukan likenifikasi pada daerah fleksor ekstremitas. Sedangkan pada anak

sering berlokasi pada daerah wajah dan ekstremitas ekstensor

2. Dermatofitosis

Lesi kemerahan dan bersisik dengan bagian tepi yang aktif agak meninggi;

dapat berbentuk vesikel, terutama berlokasi di kaki.

3. Ektima

Lesi berkrusta yang menutupi ulkus, jarang berupa erosi; lesi menetap

berminggu-minggu dan dapat sembuh dengan menyisakan jaringan perut jika

infeksi meluas hingga ke dermis.

4. Skabies

Lesi terdiri dari terowongan dan vesikel yang kecil; gatal pada daerah lesi saat

malam hari merupakan gejala yang khas.

5. Varisela

Vesikel berdinding tipis, ukuran kecil, pada daerah dasar yang eritem yang

awalnya berlokasi di badan dan menyebar ke wajah dan ekstremitas; vesikel

pecah dan membentuk krusta; lesi dengan tingkatan berbeda dapat muncul pada

saat yang sama.

8. Bagaimana cara penegakan diagnosis ?

Berdasarkan anamnesis :

Lepuh -lepuh berisi cairan bening di tungkai kanan dan kiri disertai gatal . Lepuh

mudah pecah dan menjadi koreng.

13

Page 14: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

Pemeriksaan fisik :

Keadaan spesifik : KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran

berupa nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri

tekan . Status dermatologikus : regio extremitas inferior dextra et sinistra; plak

eritem multiple, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta

kekuningan

Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan Darah : biasanya akan menunjukkan leukositosis

Kultur bakteri: bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri penyebab, sehingga akan

membantu pada proses pengobatan (eradikasi bakteri)

Uji sensitivitas :untuk mengetahui jenis bakteri, dan pengobatan pilihan.

9. Working Diagnosis ?

Impetigo non bulosa ( kontangiosa )

10. Bagaimana pathogenesis ?

Streptococcus masuk melalui kulit yang terluka dan melalui transmisi kontak

langsung, setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat pada pasien tanpa

adanya kerusakan pada kulit. Bentuk lesi mulai dari makula eritema yang

berukuran 2 – 4 mm. Secara cepat berubah menjadi vesikel atau pustula.

Vesikel dapat pecah spontan dalam beberapa jam atau jika digaruk maka akan

meninggalkan krusta yang tebal, karena proses dibawahnya terus berlangsung

sehingga akan menimbulkan kesan seperti bertumpuk-tumpuk, warnanya

kekuning-kuningan. Karena secara klinik lebih sering dilihat krusta maka

disebut impetigo krustosa. Krusta sukar diangkat, tetapi bila berhasil akan

tampak kulit yang erosif.

Kulit yang intak resisten terhadap kolonisasi atau impetigenasi, kemungkinan

tidak adanya reseptor fibronectin untuk asam teichoic moieties(salah satu

lapisan dinding bakteri yang ada pada bakteri gram +) pada S.aureus dan group

streptococcus yang menyebabkan lesi.

11. Apa saja pemeriksaan penunjang ?

14

Page 15: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

1) Gram-stain

Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk

menyingkirkan diagnosa banding dengan gangguan infeksi gram negatif. Bisa

dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara

Staphylokokus dan Streptokokus. Pada pewarnaan gram akan memperlihatkan neutrofil

dengan kuman gram-positif di dalam rantai atau kelompok

2) Kultur bakteri

Kultur akan memperlihatkan S.aureus, kebanyakan merupakan kombinasi dengan

S.pyogenes atau GABHS yang lain, tetapi kadang timbul sendiri. Kultur bakteri juga

dapat dilakukan untuk mengidentifikasi methicillin-resistant Staphylococcus aureus

(MRSA), jika lesi imeptigo pecah, jika ada glomerulonefritis poststreptokokus. Eksudat

diambil dari bawah krusta untuk dilakukan kultur. Kultur bakteri pada lubang hidung

terkadang dibutuhkan untuk menentukkan seseorang S.aureus karier atau bukan. Jika

pada kultur tersebut negatif dan penderita persisten terhadap timbulnya impetigo, maka

kultur bakteri harus dilakukan pada aksila, faring dan perineum. Pada penderita dengan

status S.aureus karier yang negatif dan tidak mempunyai faktor predisiposisi dapat

dilakukan pemeriksaan level serum IgM. Pemeriksaan level serum IgA, IgM, dan IgG

juga dapat dilakukan untuk mengetahui imunodefisiensi yang lain.

3) Pemeriksaan Laboratorium

Pada darah tepi terdapat leukositosis pada hampir 50% kasus impetigo, terutama

pada infeksi yang disebabkan streptokok. Level Anti DNAase

(Antideoksiribonuklease) B meningkat cukup signifikan pada pasien impetigo

streptokok. Urinalisis perlu dilakukan untuk mengevaluasi glomerulonefritis

poststreptokokus jika pada pasien timbul edema dan hipertensi. Hematuria, proteinuria,

cylindruria merupakan indikator terlibatnya ginjal.

4) Pemeriksaan lainnya

Selain itu dapat juga dilakukan biakan bakteriologis eksudat besi; biakan sekret

dalam media agar darah, dilanjutkan dengan tes resistensi. Biopsi dapat diindikasikan.

15

Page 16: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

Tes yang lainnya berupa :

-  Titer Antistreptolysin-O (ASO) memberikan positif lemah terhadap streptokokus,

tapi ini jarang dilakukan.

- Streptozyme : positif untuk Streptokokus, tapi jarang dilakukan

12. Bagaimana penatalaksanaan kasus ?

1. Terapi non medikamentosa

Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan Sodium kloride 0,9%.

Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai

mengelupaskan krusta dengan handuk basah

Jika krusta banyak, dilepas dengan mencuci dengan H2O2 dalam air, lalu diberi

salep antibiotik

Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah

yang lecet dengan perban tahan air (kasa) dan memotong kuku anak.

Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh

2.  Terapi medikamentosa

Pengobatan yang diberikan pada impetigo krustosa terdiri dari pengobatan topikal

dan pengobatan secara sistemik.

TERAPI LOKAL

Obat-obat topikal ini mempunyai potensi yang lebih rendah dibandingkan dengan

antibiotik sistemik atau obat oral, tapi obat topikal ini hanya digunakan pada kasus

dengan lesi yang kecil atau tidak terlalu banyak jumlahnya.

  Mupirocin (Bactroban) 

Mupirocin (dalam bentuk salap) merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai

digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis

RNA dan protein dari bakteri. Obat ini digunakan untuk beberapa lesi yang kecil tanpa

limfadenopati. Dan obat ini sudah dibuktikan dimana lebih unggul dibandingkan

polymiksin B dan neomisin topikal dan keefektifannya sama dengan obat cephalexin

16

Page 17: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

(oral). Kombinasi mupirocin dan obat cephalexin lebing unggul daripada bacitracin.

Sayangnya, S.aureus dan MRSA resisten terhadap mupirocin dengan penafsiran antara

5-10%.

Penggunaan mupirocin topikal dapat dilihat di bawah ini :

Mupirocin 2% cream/salap 5/10 g

Oleskan tipis pada daerah yang terkena 3-5 kali /hari, selama 1 minggu, sebelumnya

di bersihkan lukanya.Jika penyakit tinbul kembali atau recurens maka oleskan pada

lubang atau cuping hidung  2x/hari untuk 5 hari selama sebulan

 Retamapulin (Altabax)

Retamapulin ini sudah terbukti pada US Food and Drug Administration (FDA) tahun

2007 untuk digunakan sebagai pengobatan impetigo secara topikal pada orang dewasa

dan anak-anak (>9 bulan) yang disebabkan oleh S.aureus dan methicillin-susceptible S

aureus. Retamapulin mempunyai spektrum aktifitas yang luas, jauh melebihi

mupirocin. Obat ini digunakan untuk mencegah kembalinya aktifitas bakteri dimana

sudah resisten terhadap banyak obat antibiotik, seperti metisilin, eritromisin, fusidic

acid, mupirocin, azithromycin, and levofloxacin.

Retapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan

peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri.

Obat ini merupakan kelas antibiotik baru yang pertama kali disebut pleuromutilins.

Indikasinya untuk impetigo yang disebabkan oleh S.aureus atau S.pyogenes.

Penggunaan retamapulin topikal dapat dilihat di bawah ini :

Digunakan pada anak umur > 9 bulan oleskan tipis pada daerah yang terkena ± 5 hari

untuk total area < 100 cm2 ; daerah yang terkena harus ditutup dengan penutup yang

steril setelah pemakaian.Total area untuk pengobatan harus < 2% dari total BSA pada

pasien usia 9 bulan  sampai 18 tahun.

 Fusidic acid

Fusidic acid sekarang ini tidak tersedia di United States, tapi diakui sebagai terapi first-

line di Eropa dan negara bagian lainnya. Fusidic acid telah dilaporkan dapat

mengakibatkan resisten yang tinggi dengan persentase 32,5-50%.

Penggunaan fusidic acid topikal dapat dilihat di bawah ini :

17

Page 18: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

Fusidic acid 2% cream/salap 5 g 2-3 x sehari selama 7 hari.

Dicloxacillin (Peridex)

Penggunaan dicloxacillin merupakan First line untuk pengobatan impetigo, namun

akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan retamapulin

topikal karena diketahui retamapulin memiliki lebih sedikit efek samping bila

dibandingkan dengan dicloxacillin.

TERAPI SISTEMIK ATAU SECARA ORAL

Pengobatan antibiotik sistemik diindikasikan untuk penyakit-peyakit kulit.

Sefalosporin, penisilin semisintetik, atau kombinasi inhibitor ß laktamase umumnya

merupakan digunakan sebagai terapi First line.

1)      Penisilin

         Penisilin V (fenoksimetil penisilin)

Anak      : 7,5-12,5 mg/dosis 4 kali/hari a.c.

         Penisilin G

Anak      : 25.000-50.000 U IM 1-2 x sehari 

Obat ini jarang dipakai karena tidak praktis, diberikan i.m. dengan dosis tinggi,

dan makin sering terjadi syok anafilaktif.

         Benzathine penisilin G

Anak-anak < 6 tahun : 600.000 U IM

Anak-anak > 7 tahun : 1,2 juta U

2)      Penisilin semisintetik (untuk Staphlococci yang kebal Penisilin)

         Cloxacillin

     Anak      : 10-25 mg/kgBB/dosis 4 x sehari a.c.

         Dicloxacillin (Dycill, Dynapen)

Anak     : 4-8 mg/kg/dosis (neonatus).

               <40 kg : 12,5-50 mg/kg/hari

               >40 kg : 125-500 mg/hari

18

Page 19: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

Mengikat satu atau lebih penisilin dengan protein, selain itu juga menghambat

sintesis dinding sel. Digunakan untuk pengobatan infeksi akibat penisilin-

produksi staphlococcus; kadang digunakan sebagai terapi jika diduga infeksi

staphylococcus. Obat ini sangat efektif tapi kurang toleransi daripada

cephalexin.

3)      Aminopenicililins

         Amoksisilin

Anak      : 20 mg/kgBB

Kelebihan obat ini dapat diberikan setelah makan. Juga cepat diabsorbsi

dibandingkan ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.

         Amoxicillin plus asam klavulanat (ß-laktamase inhibitor)

Anak      : 20 mg/kgBB/hari 3 kali/hari

         Ampicillin

Dewasa : 250-500 mg 4 kali/hari (sejam sebelum makan) selama 7-10 hari

Anak      : 125-250 mg (5-10 tahun); 125 mg (2-5 tahun) 4 kali/hari.

4)      Sefalosporin

         Cephalexin (Keflex)

Anak      : 40-50 mg/kgBB selama 10 hari

Obat ini menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis

dinding sel; bersifat bakterisidal dan efektif melawan  secara cepat

pembentukan dinding sel. Terutama aktif melawan bakteri di kulit; sering

digunakan untuk memperbaiki stuktur kulit dan sebagai profilaksis pada

prosedur minor. Merupakan obat pilihan untuk kasus yang banyak

menimbulkan lesi, daerah yang terkena luas, atau terdapat limfadenopati

regional.

         Cephradine

Anak      : 25-50 mg/kgBB selama 7-14 hari; tidak lebih dari 3g/hari.

         Sefadroksil ( dosis : 2 x 500 mg sehari per os).

19

Page 20: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

5)      Eritromisin (EES, Erythrocin, Ery-Tab)

Anak      : 30-50 mg/kgBB 4 kali/hari p.c. selama 7-14 hari; dosis ganda jika

penyakit bertambah berat.

Menghambat pertumbuhan bakteri, diduga menghalangi uraian t-RNA peptida

dari ribosom, menyebabkan sintesis protein dependen-RNA berhenti.

Digunakan untuk pengobatan infeksi Staphylococcus dan Streptococcus.

Biasanya terjadi resisten dan sering memberi rasa tak enak di lambung. Pada

anak-anak, umur, berat badan, dan hebatnya infeksi menentukkan dalam hal

pemberian dosis. Obat ini juga diberikan pada orang alergi terhadap penisilin.

6)      Klindamisin (Cleocin)

Anak-anak lebih dari 1 bulan : 8-20 mg/kgBB/hari 3-4 kali/hari selama 10 hari.

Efektif untuk infeksi kulit; mengikat subunit 50S ribosom serta mengganggu

sintesis protein. Selain itu juga dapat digunakan untuk profilaksis impetigo.

Antihistamin

Jika gatal / pruritus sangat dikeluhkan, maka antihistamin dapat diberikan untuk

meminimalkan terjadinya garukan. Menghindarkan trauma pada kulit dapat

mencegah atau membatasi penyebaran impetigo secara autoinokulasi.

         Loratadin (Claritin)

Nonsedatif dan secara selektif menghambat reseptor histamin H1.

Anak      : <2 tahun : tidak dianjurkan

                2-6 tahun : 5 mg/hari po

                 >6 tahun : gunakan sama seperti orang dewasa.

         Desloratadin (Clarinex)

Obat ini merupakan antagonis selektif histamin trisiklik untuk reseptor H1 yang

long-acting. Dapat menyembuhkan kongesti nasal dan efek sistemik pada alergi

musim. Metabolisme utama dari loratadin adalah secara luas untuk

mengaktifkan metabolit 3-hydroxydesloratadine.

Anak      : <12 tahun : tidak dianjurkan

                 >12 tahun : gunakan sama seperti orang dewasa.

         Cetrizine (Zyrtec)

20

Page 21: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

Obat ini merupakan long acting selektif histamin H1 reseptor antagonis.

Anak      : 6 bln-2 tahun : 2,5 mg/hari po

                2-5 tahun       : 2,5-5 mg/hari po

                6-11 tahun     : 5-10 mg/hari po

         Hidroksin (Atarax, Vistaril)

Merupakan reseptor H1 antagonis. Obat ini dapat menekan aktifitas histamin di

area subkortikal pada CNS. Sering digunakan sebelum tidur karena mempunyai

efek sedatif.

Anak      : <6 tahun : 2 mg/kgBB/hari po dibagi menjadi 3-4 dosis

                6-12 tahun : 12,5-25 mg po dibagi menjadi 3-4 dosis.

13. Apa saja komplikasi ?

Post streptococcus glomerulonefritis

Meningitis atau sepsis

Osteomyelitis

Arthritis septik

radang paru-paru (pneumonia)

selulitis

psoriasis

Staphylococcal scalded skin syndrome

radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening.

Bullousimpetigo

Lymphangitis

bacteremia dengan pneumonitis

septikemis

Nonbullousimpetigo

o Gromerulonefritis akut bisa timbul pada anak usia 2-4 tahun

14. Bagaimana tindakan pencegahan ?

a. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak

dengan pasien, terutama apabila terkena luka.

21

Page 22: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

b. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita .Bersihkan dan

lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan pada

orang lain, setelah digunakan pasien .

c. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan,

namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif) .

d. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap

pendek dan bersih .

e. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo .

f. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari

yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari

atau pengering yang panas.

g. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan .

h. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang

terinfeksi dan cuci tangan setelah itu.

15. Bagaimana prognosis ?

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungsionam : bonam

16. SKDI ?

Tingkat kemampuan 4 : mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan sendiri.

22

Page 23: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

IV. Learning Issues

1. Efloresensi kulit

Ruam kulit terbagi dua yaitu :

a. ruam primer adalah ruam kulit yang timbul pertama kali, tidak dipengaruhi oleh trauma

dan manipulasi (garukan, gosokan) seperti: macula, papula, plak,urtika, nodus,

nodulus, vesikel, bula, pustule, dan kista.

b. ruam sekunder adalah ruam yang timbul akibat garukan/gosokan ataupun lanjutan dari

ruam primer, bisa berupa: skuama, krusta, erosi, ulkus, dan sikatriks.

23

Page 24: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

2. Pioderma

Definisi :

Pioderma: penyakit kulit yg disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus atau

keduanya

Etiologi :

Penyebabnya utama: Staphylococcus aureus & Streptococcus β hemolyticus ,

sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal kulit, jarang

menyebabkan infeksi

Klasifikasi :

A. Pioderma primer : terjadi pd kulit normal; Gambaran klinisnya tertentu;

Penyebabnya biasanya 1 macam organisme

B. Pioderma sekunder: pd kulit yg telah ada penyakit kulit lain; Gambaran

klinisnya tidak khas, mengikuti penyakit yg telah ada

Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata,

contohnya: dermatitis impetigenisata, skabies impetigenisata èTanda: ada pus,

24

Page 25: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

pustul, bula purulen, krusta warna kuning kehijauan, pembesaran KGB regional,

leukositosis, dapat disertai demam

Bentuk pioderma :

1. Impetigo

I. Impetigo Krustosa

Lokalisasi

Daerah yang terpajan, terutama wajah ( sekitar hidung dan

mulut ), tangan, leher dan ektremitas.

Umur

Terutama pada anak –anak.

Penyebab

Staphylococcus aureus koagulase positif dan Streptococcus

betahemolyticus.

II. Impetigo Bulosa

Lokalisasi

Didaerah ketiak, dada, punggung, ekstremitas atas dan

bawah.

Umur

Anak – anak dan dewasa

Penyebab

Terutama di sebabkan oleh Staphylococcus aureus

III. Impetigo Neonatorum

25

Page 26: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

Lokalisasi

Seluruh tubuh

Umur

Pada neonates

Penyebab

Staphylococcus aureus, Streptococcus betahemoyiticus

Gambaran klinis

i. impetigo krustosa

Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat

predileksi di muka, yankni di sekitar lubang hidung dan mulut

karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit

berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika

penderita dating berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwarna

kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di bawahnya.

Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.

ii. impetigo bulosa

Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak,

dada, punggung. Sering bersama-sama malaria. Terdapat pada anak

dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula

hipopion. Kadang-kadang waktu penderita dating berobat,

vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret

dan dasarnya masih eritematosa.

2. impetigo neonatorum

Biasanya disertai demam.

2. Folikulitis

3. Furunkel

26

Page 27: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

Furunkel adalah Infeksi akut dari satu folikel rambut yang biasanya mengalami

nekrosis disebabkan oleh Staphylococcus aureus. jika lebih dari pada sebuah

disebut furunkulosis.

Gejala klinis :

- Mula-mula modul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut,

kemudian menjadi pustula dan mengalami nekrose dan menyembuh setelah pus

keluar dan meninggal sikatrik. Proses nekrosis dalam 2 hari – 3 minggu.

- Nyeri, terutama pada yang akut, besar, di hidung, lubang telinga luar.

- Gejala konstitusional yang sedang (panas badan, malaise, mual).

- Dapat satu atau banyak dan dapat kambuh-kambuh.

- Tempat predileksi : muka, leher, lengan, pergelangan tangan dan jari-jari tangan,

pantat dan daerah anogenital.

4. Karbunkel

Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut / kumpulan furunkel.yang

terinfeksi oleh Staphylococcus aureus, yang disertai oleh keradangan daerah

sekitarnya dan juga jaringan dibawahnya termasuk lemak bawah kulit

Gejala klinis :

- Pada permulaan infeksi terasa sangat nyeri dan tampak benjolan merah,

permukaan halus, bentuk seperti kubah dan lunak.

- Beberapa hari ukuran membesar 3 – 10 cm.

- Supurasi terjadi setelah 5 – 7 hari dan pus keluar dari banyak lubang fistel.

- Setelah nekrosis tampak modul yang menggaung atau luka yang dalam dengan

dasar yang purulen.

5. Ektima

27

Page 28: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

Ektima merupakan infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik

berbentuk krusta disertai ulserasi. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan

timbulnya penyakit ini adalah sanitasi buruk, menurunnya daya tahan tubuh, serta

adanya riwayat penyakit kulit sebelumnya.

Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi terjadinya

ektima berdasarkan umur  terdapat pada anak-anak, dewasa muda dan orang tua,

tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama).

Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari

pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab terpenting yang

membedakan angka kejadian, beratnya ringannya lesi, dan dampak sistemik yang

didapatkan pada pasien ektima.

Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi

pada orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di

Perancis, ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya

mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu

Staphylococcus aureus dan Streptococcus B-hemolyticus group A yang merupakan

penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima.

A. Etiologi

Status bakteriologi dari ektima pada dasarnya mirip dengan Impetigo.

Keduanya dianggap sebagai infeksi Streptococcus, karena pada banyak kasus

didapatkan kultur murni Streptococcus pyogenes. Selain Streptococcus, penyebab

lain dari ektima adalah Staphylococcus aureus. Dari 66 kasus yang disebabkan

Streptococcus group A, 85%  terdapat Staphylococcus. Suatu literatur menunjukkan

bahwa dari 35 pasien impetigo dan ektima, 15 diantaranya (43%) disebabkan oleh

Staphylococcus aureus, 12 pasien (34%) disebabkan oleh streptococcus group A,

dan 8 pasien (23%) disebabkan oleh keduanya.

Streptococcus β-hemolyticus group A dapat menyebabkan lesi atau

menimbulkan infeksi sekunder pada lesi yang telah ada sebelumnya. Kerusakan

jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga) dan keadaan imunokompromais

merupakan predisposisi pada pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran infeksi

28

Page 29: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

Streptococcus pada kulit diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat, sanitasi

buruk dan malnutrisi.

B. Patofisiologi

Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan

sistemik, seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, juga terkenal

sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus group A, B, C, D, dan G

merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia.

Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap

fagositosis. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan

beberapa toksin  yang dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik.

Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja

dengan cara berikatan langsung  pada molekul HLA-DR  pada antigen-presenting

cell tanpa adanya proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional

memerlukan interaksi dengan kelima elemen dari kompleks  reseptor sel T,

superantigen hanya memerlukan interaksi dengan variabel dari pita B. Aktivasi

non spesifik dari sel T menyebabkan pelepasan masif tumor necrosis factor-α

(TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini

menyebabkan gejala klinis berupa demam, ruam eritematous, hipotensi, dan cedera

jaringan.

Pada umumnya bakteri patogen pada kulit akan berkembang pada

ekskoriasi, gigitan serangga, trauma, sanitasi yang buruk serta pada orang-orang

yang mengalami gangguan sistem imun.

Adanya trauma atau inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar,

dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada patogenesis

dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini karena kerusakan jaringan kulit

sebelumnya menyebabkan  fungsi kulit sebagai pelindung  akan terganggu sehingga

memudahkan terjadi infeksi bakteri.

C. Gambaran klinis

Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang

eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari

29

Page 30: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya.

Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul pada ekstremitas inferior. Bila

krusta terlepas, tertinggal ulkus superfisial dengan gambaran “punched out

appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Pada

beberapa kasus juga terlihat bulla yang berukuran kecil atau pustul dengan dasar

yang eritema serta krusta yang keras dan telah mengering. Krusta sangat sulit

dilepaskan untuk membuka ulkus purulen yang ireguler. Dapat disertai demam dan

limfodenopati. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan

meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat ditemukan pada daerah ekstremitas

bawah, wajah dan ketiak.

6. Pionikia

7. Erisipelas

8. Selulitis

9. Flegmon

V. Kerangka Konsep

Di lampiran

30

Page 31: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

BAB III

PENUTUPAN

3.1. Kesimpulan

Otoy, 4 tahun, mengalami bercak merah sebagian ditutup keropeng kekuningan di tungkai

kanan dan kiri disertai gatal karena menderita impetigo kontangiosa ( impetigo nonbulosa).

31

Page 32: Laporan Tutorial Skenario b Blok 19

DAFTAR PUSTAKA

Adhi, juanda, et al.,2011, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ke Enam, Jakarta: FKUI

Wolff Klaus, Johnson Richard Allen, Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology, Sixth Edition, McGraw-Hill, 2009

Dorland, W. A. Newman.2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.

Andrew. 2000. Viral Diseases :  Diseases of the skin. 9th edition. Philadelphia : WB

Saunders Company.\\\\\

Budimulja, Unandar. 2007. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis : Ilmu Kulit Kelamin.

Ed. 5. Jakarta: FKUI.

32