Skenario 1 Kia
-
Upload
nuciana-siti-andrianti -
Category
Documents
-
view
34 -
download
1
description
Transcript of Skenario 1 Kia
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
1/45
NABIL HARIZ
1102010
1
SKENARIO 1 : KESEHATAN IBU,ANAK DAN REMAJA
LI 1. Memahami dan Menjeaskan Perilaku Beresiko dan Perilaku Kesehatan pada Masa Pubertas
Sehat adalah keadaan sejahtera seutuhnya baik secara fisis, jiwa maupun sosial, bukan
hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan. Remaja merupakan kelompok masyarakat yang hampirselalu diasumsikan dalam keadaan sehat. Padahal banyak remaja yang meninggal sebelum waktunya
akibat kecelakaan, percobaan bunuh diri, kekerasan, kehamilan yang mengalami komplikasi dan
penyakit lainnya yang sebenarnya bisa dicegah atau diobati. Banyak juga penyakit serius akibat
perilaku yang dimulai sejak masa remaja contohnya merokok, penyakit menular seksual,
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), Human
Immunodeficiency VirusAcquired Immunodeficiency Syndrome (HIV-AIDS), kurang gizi, dan kurang
berolahraga. Semua ini, yang akan mencetuskan penyakit atau kematian pada usia muda.
Pada masa remaja terjadi perubahan baik fisis maupun psikis yang menyebabkan remaja
dalam kondisi rawan pada proses pertumbuhan dan perkembangannya. Masa ini merupakan masa
terjadinya proses awal pematangan organ reproduksi dan perubahan hormonal yang nyata. Remajamenghadapi berbagai masalah yang kompleks terkait dengan perubahan fisis, kecukupan gizi,
perkembangan psikososial, emosi dan kecerdasan yang akhirnya menimbulkan konflik dalam dirinya
yang kemudian memengaruhi kesehatannya. Remaja yang mengalami gangguan kesehatan berupaya
untuk melakukan reaksi menarik diri karena alasan-alasan tersebut. Pencegahan terhadap terjadinya
gangguan kesehatan pada remaja memerlukan pengertian dan perhatian dari lingkungan baik
orangtua, guru, teman sebayanya, dan juga pihak terkait agar mereka dapat melalui masa transisi
dari kanak menjadi dewasa dengan baik
Yang termasuk dalam kelompok remaja
Remaja dimengerti sebagai individu yang berada pada masa peralihan dari masa kanak ke masadewasa. Peralihan ini disebut sebagai fase pematangan (pubertas), yang ditandai dengan perubahan
fisis, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Pada masa pubertas, hormon yang berhubungan dengan
pertumbuhan aktif diproduksi, dan menjadikan remaja memiliki kemampuan reproduksi.
Perkembangan psikologis ditunjukkan dengan kemampuan berpikir secara logis dan abstrak
sehingga mampu berpikir secara multi-dimensi. Emosi pada masa remaja cenderung tidak stabil,
sering berubah, dan tak menentu. Remaja berupaya melepaskan ketergantungan sosial-ekonomi,
menjadi relatif lebih mandiri. Masa remaja merupakan periode krisis dalam upaya mencari identitas
dirinya.
Ditinjau dari sisi bahwa remaja belum mampu menguasai fungsi fisis dan psikisnya secara optimal,
remaja termasuk golongan anak. Untuk hal ini, remaja dikelompokkan menurut rentang usia sesuaidengan sasaran pelayanan kesehatan anak. Disesuaikan dengan konvensi tentang hak-hak anak dan
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
2/45
NABIL HARIZ
1102010
2
UU RI no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, remaja berusia antara 10-18 tahun.
Pengertian Perilaku Beresiko
Perilaku yang dapat membahayakan aspek-aspek psikososial sehingga remaja sulit berhasil
dalam melalui masa perkembangannya. Perilaku berisiko dilakukan remaja dengan tujuan tertentu
yaitu untuk dapat memenuhi perkembangan psikologisnya. Contoh : Merokok, penggunaan narkoba
agar diterima teman sebayanya, bukti kemandirian dari orang tua
Hubungan Perilaku Berisiko
Tingkah laku berisiko cenderung dihubungkan satu sama lain dengan memperkirakan bahwapermulaan dari suatu perilaku dapat menunjukkan bahwa perilaku lain mempunyai kemungkinan
besar sebagai awal dari masa yang akan datang. Hubungan yang erat antara minum alkohol dan
kecelakaan yang tidak disengaja telah banyak diketahui. Hubungan alkohol dengan kecelakaan
kendaraan bermotor merupakan penyebab utama kematian pada akhir remaja. Alkohol juga
dihubungkan dengan kecelakaan termasuk bukan penggunaan kendaraan dan olah raga air.
Penyalahgunaan obat mempunyai hubungan positif dengan mulanya perilaku seksual dini. Remaja
wanita yang dilaporkan menggunakan obat-obat yang tidak sah dan merokok sigaret lebih suka tidak
menggunakan kontrasepsi dan tidak menginginkan kehamilan.
Di antara masalah penyalahgunaan obat, pola penggunaan dihubungkan dengan berbagai
kebiasaan yang diperkirakan. Permulaan kebiasaan minum alkohol dan merokok merupakan halyang merusak. Sebagai rangkaian kemajuan selanjutnya, penggunaan mariyuana didahului dengan
minum alkohol dan merokok; alkohol, sigaret (rokok) dan mariyuana mendahului obat-obat illegal
yang lain (termasuk pelanggaran hokum, kokain, heroin, sedatif dan tranquiliser) dan penggunaan
obat psikoaktif akan diikuti oleh obat-obat bius yang lain. Pada anak wanita, merokok sering
merupakan prediksi yang penting untuk penyalahgunaan obat bius yang lain. Penggunaan obat bius
secara umum akan mengakibatkan mudahnya penggunaan obat bius yang lain yang menyebabkan
efek kumulatif dari semua obat bius.
Konsekuensi medis dari perilaku berisiko dapat berdampak jangka pendek maupun jangka
panjang dari tingkah laku berisiko. Dampak jangka pendek terlihat dalam beberapa minggu atau
bulan, yaitu selama masa remaja; efek jangka panjang akan muncul umumnya setelah masa remaja.Konsekuensi jangka pendek dari penggunaan alkohol terlihat pada umumnya di ruang gawat darurat
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
3/45
NABIL HARIZ
1102010
3
yang dikaitkan dengan kecelakaan. Bahan psikoaktif delta-9-tetra hidrokanabinol dalam mariyuana
menyebabkan perubahan suasana hati. Risiko jangka panjang tidak akan didokumentasi. Disfungsi
psikologis pada umumnya sering dilaporkan dalam penggunaan obat bius. Petunjuk penting untuk
kekurangan disfungsi termasuk di sini adalah gangguan motivasi secara umum dan gangguan
perkembangan di dalam sekolah. Pencarian identitas bagi yang sudah berpengalaman pada pecandu
sangat sulit karena tidak mungkin untuk mengidentifikasi karena remaja tidak mungkin memakaiobat-obatan tanpa jalan pintas
Perlunya memperhatikan kesehatan remaja
Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dari aspek fisis, emosi, intelektual, dan sosial pada
masa remaja merupakan pola karakteristik yang ditunjukkan dengan rasa keingintahuan yang besar,
keinginan untuk bereksperimen, berpetualang, dan mencoba bermacam tantangan, selain
cenderung berani mengambil risiko tanpa pertimbangan matang terlebih dahulu. Ketersediaan akan
akses terhadap informasi yang baik dan akurat, serta pengetahuan untuk memenuhi keingintahuan
mempengaruhi keterampilan remaja dalam mengambil keputusan untuk berperilaku. Remaja akan
menjalani perilaku berisiko, bila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat dan
selanjutnya menerima akibat yang harus ditanggung seumur hidupnya dalam berbagai bentuk
masalah kesehatan fisis dan psikososial.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
4/45
NABIL HARIZ
1102010
4
Beberapa alasan mengapa program kesehatan remaja ini perlu diperhatikan antara lain disebabkan:
1. Jumlah remaja di Indonesia lebih kurang 20% dari populasi;2. Remaja merupakan aset sekaligus investasi generasi mendatang;3. Upaya pemenuhan Hak Asasi Manusia;4. Untuk melindungi sumber daya manusia potensial.
Keadaan kesehatan remaja di Indonesia
Remaja menghadapi masalah kesehatan yang kompleks, walaupun selama ini diasumsikan sebagai
kelompok yang sehat. Dari beberapa survei diketahui besaran masalah remaja, sebagaimana
ditunjukkan oleh data berikut: survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
menunjukkan 17% perempuan yang saat ini berusia 45-49, menikah pada usia 15 tahun; Sementara
itu, terdapat peningkatan secara substansial pada usia perempuan pertama kali menikah.
Perempuan usia 30-34 tahun yang menikah pada usia 15 tahun sebesar 9%, sedangkan perempuanusia 20-24 tahun yang menikah pada usia 15 tahun sebesar 4% (BPS and Macro International, 2008).
Menurut survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007, persentase perempuan
dan lelaki yang tidak menikah, berusia 15-19 tahun merupakan :
Perokok aktif hingga saat ini: Perempuan: 0,7%; sedangkan lelaki: 47,0%. Mantan peminum alkohol: Perempuan: 1,7%; dan lelaki: 15,6%. Peminum alkohol aktif: perempuan: 3,7%; lelaki: 15,5 %. Lelaki pengguna obat dengan cara dihisap: 2,3%; dihirup: 0,3 %; ditelan 1,3%. Perempuan pertama kali pacaran pada usia
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
5/45
NABIL HARIZ
1102010
5
Persentase kumulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di yIndonesia berdasarkangolongan usia, yaitu: 15-19 tahun: 1,7%; dan 20-29 tahun: 64,7%.
Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007:
Secara nasional persentase kebiasaan merokok penduduk Indonesia berumur >10 tahunsebesar 23,7%, lelaki 46,8%; dan perempuan: 3 %. Jika kebiasaan merokok ini dibagi
menurut karakteristik usia responden, didapatkan data bahwa pada usia 10-14 tahun: 0,7%;
usia 15-24 tahun: 17,3%.
Prevalensi penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tumor menurut karakteristikresponden yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan, yaitu:
1. Umur 5-14 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,2%; diabetes mellitus: 0%; tumor 1,0%.2. Umur 15-24 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,3%; diabetes mellitus: 0,1%; tumor: 2,4%.3. Prevalensi penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tumor menurut karakteristik
responden yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau dengan gejala:
4. Umur 5-14 tahun: asma: 2%, jantung: 2,2%, diabetes mellitus: 0%.5. Umur 15-24 tahun: asma 2,2%, jantung: 4,8%, diabetes mellitus: 0,4%. Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas
(berdasarkan self reporting questionnaire-20) menurut karakteristik responden 15-24 tahun
adalah: 8,7%
Prevalensi anemi menurut kelompok umur 5-14 tahun: 9,4%; 15-24 tahun: 6,9%. Prevalensi cedera dan penyebab cedera menurut karakteristik yresponden usia 5-14 tahun:
cedera akibat terjatuh: 78,4%; usia 15-24 tahun: cedera akibat terjatuh 47,9%.
Prevalensi jenis cedera menurut karakteristik responden berusia 5-14 tahun: luka lecet62,5%; usia 15-24 tahun: luka lecet 57,8%.
Prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk berusia 10 tahun ymenurut karakteristik usia:10-14 tahun: 66,9%; 15-24 tahun: 52%. Sedangkan jika dilihat berdasarkan jenis kelamin
lelaki: 41,4%; dan perempuan: 54,5%.
Tingginya perilaku berisiko pada remaja yang ditunjukkan oleh data di atas merupakan hasil akhir
dari sifat khas remaja, pengetahuan remaja tentang kesehatan, nilai moral yang dianut, serta ada
tidaknya kondisi lingkungan yang turut memengaruhi. Sebagai contoh bagaimana SPN akan
menyebabkan kehamilan dan persalinan dengan komplikasi, bayi yang dilahirkan dengan komplikasi,
atau mengakibatkan KTD yang dapat menimbulkan kejadian aborsi yang menyebabkan kematian.
Demikian halnya dengan penyalahgunaan napza yang dapat mengakibatkan terjadinya infeksi HIV
yang selanjutnya menjadi AIDS dan akhirnya mengakibatkan kematian. Secara tidak langsung
masalah kesehatan remaja tersebut turut menghambat laju pembangunan manusia (humandevelopment) di Indonesia, dan pencapaian pembangunan tujuan millenium (millenium development
goal).
Hal yang telah dilakukan
Penanganan masalah remaja dilakukan melalui kerjasama multi-sektoral dan multidimensional,
dengan intervensi pada aspek preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif yang komprehensif.
Program kesehatan remaja sudah mulai diperkenalkan di puskesmas sejak satu dekade yang lalu.
Selama lebih dari 10 tahun, program ini lebih banyak bergerak dalam pemberian informasi, berupa
penyuluhan dan diskusi dengan remaja tentang masalah kesehatan melalui wadah usaha kesehatansekolah (UKS), karang taruna, atau organisasi pemuda, dan kader remaja lainnya yang dibentuk oleh
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
6/45
NABIL HARIZ
1102010
6
puskesmas. Petugas puskesmas berperan sebagai fasilitator dan narasumber. Pemberian pelayanan
khusus kepada remaja yang disesuaikan dengan keinginan, selera, dan kebutuhan remaja belum
dilaksanakan. Remaja yang berkunjung ke puskesmas masih diperlakukan selayaknya pasien lain
sesuai dengan keluhan atau penyakitnya.
Melihat kebutuhan remaja dan memperhitungkan tugas puskesmas sebagai barisan terdepanpemberi layanan kesehatan kepada masyarakat, puskesmas sebaiknya memberikan pelayanan
langsung kepada remaja sebagai salah satu kelompok masyarakat yang dilayaninya. Pelayanan
kesehatan remaja di puskesmas amat strategis dan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien
mengingat ketersediaan tenaga kesehatan dan kesanggupan jangkauan puskesmas ke segenap
penjuru Indonesia seperti halnya keberadaan remaja sendiri, dari daerah perkotaan hingga terpencil
perdesaan. Sesuai dengan kebutuhan, puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis,
melaksanakan rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial juga dilakukan
oleh puskesmas, misalnya penyaluran kepada lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca
penyalahgunaan napza, atau penyaluran kepada lembaga tertentu agar mendapatkan program
pendampingan dalam upaya rehabilitasi mental korban perkosaan. Sedangkan rujukan pranata
hukum untuk memberi kekuatan hukum bagi kasus tertentu atau dukungan dalam menindaklanjutisuatu kasus belum banyak dilakukan. Pelayanan komprehensif kepada remaja ini merupakan bentuk
kerjasama berbagai sektor yang diawali dengan komitmen antar institusi terkait.
Bentuk pelayanan kesehatan remaja
Beberapa tahun terakhir mulai dilaksanakan beberapa model pelayanan kesehatan remaja
yang memenuhi kebutuhan, hak dan selera remaja di beberapa propinsi, dan diperkenalkan
dengan sebutan pelayanan kesehatan peduli remaja atau disingkat PKPR. Sebutan ini merupakan
terjemahan dari istilah adolescent friendly health services(AFHS), yang sebelumnya dikenal
dengan youth friendly health services(YFHS). Pelayanan kesehatan remaja sesuai permasalahannya,
lebih intensif kepada aspek promotif dan preventif dengan cara peduli remaja. Memberi layananpada remaja dengan model PKPR ini merupakan salah satu strategi yang penting dalam
mengupayakan kesehatan yang optimal bagi remaja kita. Pelayanan kesehatan peduli remaja
diselenggarakan di puskesmas, rumah sakit, dan tempat-tempat umum lainnya di mana remaja
berkumpul.
Hingga akhir tahun 2008, sebanyak 1611 dari 8114 puskesmas di seluruh Indonesia (22,39%)
melaporkan telah melaksanakan PKPR dengan jumlah tenaga yang dilatih untuk menangani PKPR ini
sejumlah 2866 orang. Sementara itu beberapa rumah sakit seperti rumah sakit Kariadi, Semarang,
rumah sakit Fatmawati di Jakarta, dan rumah sakit Hasan Sadikin Bandung, telah melakukan
pengembangkan tim kesehatan remaja atau poliklinik kesehatan remaja.
Selain itu, beberapa badan donor telah memberikan dukungan bagi pendekatan pelayanan
kesehatan peduli remaja. Di propinsi Jawa Barat, remaja di sekolah dilatih dan dibina oleh
puskesmas menjadi konselor sebaya; di propinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT) pelayanan
bagi remaja dilaksanakan di luar gedung puskesmas; Di beberapa propinsi lainnya petugas kesehatan
dilatih agar kompeten dalam menghadapai masalah kesehatan remaja.
Jenis kegiatan dalam PKPR
Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dapat dilaksanakan di dalam atau di
luar gedung. Untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan oleh petugas puskesmas atau
petugas lain di institusi atau masyarakat, berdasarkan kemitraan.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
7/45
NABIL HARIZ
1102010
7
Jenis kegiatan tersebut meliputi:
1. Pemberian informasi dan edukasi
Dilaksanakan di dalam atau di luar gedung, baik secara perorangan atau berkelompok. Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah, atau dari lintas
sektor terkait dengan menggunakan materi dari (atau sepengetahuan) puskesmas.
Menggunakan metoda ceramah tanya jawab,focus group discussion(FGD), diskusi interaktif,yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media elektronik (radio, email, dan
telepon/hotline, SMS).
Menggunakan sarana komunikasi informasi edukasi (KIE) yang lengkap, dengan bahasa yangsesuai dengan bahasa sasaran (remaja, orangtua, guru) dan mudah dimengerti. Khusus
untuk remaja perlu diingat untuk bersikap tidak menggurui serta perlu bersikap santai.
2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke puskesmas adalah:
Bagi remaja yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu padaprosedur tetap penanganan penyakit tersebut.
Petugas dari balai pengobatan umum, balai pengobatan gigi, kesehatan ibu dan anak (KIA)dalam menghadapi remaja yangdatang, diharapkan dapat menggali masalah psikososial atau
yang berpotensi menjadi masalah khusus remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya
ke ruang konseling bila diperlukan.
Petugas yang menjaring remaja dari ruangan, dan juga petugas loket atau petugaslaboratorium, seperti halnya petugas khusus PKPR juga harus menjaga kerahasiaan remaja
tersebut, dan memenuhi kriteria peduli remaja.
Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil rujukan kasus perkasus.
3. Konseling
Tujuan konseling dalam PKPR yaitu:
Membantu remaja untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar dapatmengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk
mengatasi masalah tersebut.
Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya secaraberkesinambungan hingga dapat membantu remaja agar mampu:
1. mengatasi kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.2. meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi pada dirinya.3. mempunyai motivasi untuk mencari bantuan bila menghadapi masalah.
4.Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)
Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa bila remaja
dibekali dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan sanggup menangkal pengaruh yang
merugikan bagi kesehatannya. Pendidikan ketrampilan hidup sehat merupakan adaptasi dari life
skills education(LSE). Sedangkanlife skillsatau keterampilan hidup adalah kemampuan psikososialseseorang untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari secara
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
8/45
NABIL HARIZ
1102010
8
efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam promosi kesehatan dalam lingkup yang
luas, yaitu: kesehatan fisis, mental, dan sosial.
Contoh yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial ini dapat memberi kontribusi yang
berarti dalam kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi masalah perilaku yang
berkaitan dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan tekanan dalam hidup dengan baik.Keterampilan psikososial di bidang kesehatan dikenal dengan istilah PKHS. Pendidikan ketrampilan
hidup sehat dapat diberikan secara berkelompok di mana saja, antara lain: di sekolah, puskesmas,
sanggar, rumah singgah, dan sebagainya.
Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu:
1.Pengambilan keputusan
Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam
menyelesaikan masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan yang salah tak jarang
mengakibatkan masa depan menjadi suram.
2.Pemecahan masalah
Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan
pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan ketegangan fisis.
3. Berpikir kreatif
Berfikir kreatif akan membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Berpikir kreatif terealisasi karena adanya kesanggupan untuk menggali alternatif yang ada
dan mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari tindakan yang akan diambil. Meski takmenghasilkan suatu keputusan, berpikir kreatif akan membantu remaja merespons secara
fleksibel segala situasi dalam keseharian hidup.
4. Berpikir kritis
Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara
objektif. Hal ini akan membantu mengenali dan menilai faktor yang memengaruhi sikap dan
perilaku, misalnya: tata-nilai, tekanan teman sebaya, dan media.
5. Komunikasi efektif
Komunikasi ini akan membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal
maupun non-verbal. Harus disesuaikan antara budaya dan situasi, dengan cara
menyampaikan keinginan, pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya. Hal ini akan
mempermudah remaja untuk meminta nasihat atau pertolongan bilamana mereka
membutuhkan.
6. Hubungan interpersonal
Membantu menjalin hubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga mereka
dapat meciptakan persahabatan, meningkatkan hubungan baik sesama anggota keluarga,
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
9/45
NABIL HARIZ
1102010
9
untuk mendapatkan dukungan sosial, dan yang terpenting adalah mereka dapat
mempertahankan hubungan tersebut; Hubungan interpersonal ini sangat penting untuk
kesejahteraan mental remaja itu sendiri. Keahlian ini diperlukan juga agar terampil dalam
mengakhiri hubungan yang tidak sehat dengan cara yang positif.
7. Kesadaran diri
Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan, serta
pengenalan akan hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan mengembangkan
kepekaan pengenalan dini akan adanya stres dan tekanan yang harus dihadapi. Kesadaran
diri ini harus dimiliki untuk menciptakan komunikasi yang efektif dan hubungan
interpersonal yang baik, serta mengembangkan empati terhadap orang lain.
8. Empati
Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja mampu
membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja untuk mengertidan menerima orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya, dan juga membantu
menimbulkan perilaku positif terhadap sesama yang mengalaminya.
9. Mengendalikan emosi
Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi
dapat memengaruhi perilaku, memudahkan menggali kemampuan merespons emosi dengan
benar. Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan karena luapan emosi kemarahan
atau kesedihan dapat merugikan kesehatan bila tidak disikapi secara benar.
10. Mengatasi stres
Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh, membantu
mengontrol stres, dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya membuat perubahan di
lingkungan sekitar atau merubah cara hidup (lifestyle). Diajarkan pula bagaimana bersikap
santai sehingga tekanan yang terjadi oleh stres yang tak terhindarkan tidak berkembang
menjadi masalah kesehatan yang serius.
Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera untuk
menolak ajakan tersebut, merasa yakin akan kemampuannya menolak ajakan tersebut,
berpikir kreatif untuk mencari cara penolakan agar tidak menyakiti hati temannya dan
mengerahkan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan mengendalikan emosi,sehingga penolakan akan berhasil dilaksanakan dengan mulus.
Dalam menghindari diri dari tindak kekerasan baik fisis ataupun mental, beberapa
kompetensi darilife skillsini dapat membantu remaja mengambil keputusan agar dapat
merespons ancaman atau tindak kekerasan tersebut. Kekerasan fisis termasuk kekerasan
seksual dapat dihindari dengan berpikir kritis dan kreatif serta menggunakan komunikasi
efektif untuk menghindari dan menyelamatkan diri dari ancaman tersebut. Kekerasan
mental (tekanan, pelecehan, penghinaan) tidak menimbulkan akibat psikis apabila
kompetensi life skillsditerapkan seperti berpikir kreatif, pengendalian emosi dan komunikasi
efektif.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
10/45
NABIL HARIZ
1102010
10
Pelaksanaan PKHS di puskesmas di samping meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
hidup sehat dapat juga menimbulkan rasa gembira bagi remaja sehingga dapat menjadi daya
tarik untuk berkunjung kali berikut, serta mendorong melakukan promosi tentang adanya
PKPR di puskesmas kepada temannya dan menjadi sumber penular pengetahuan dan
keterampilan hidup sehat kepada teman-temannya.
5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya
Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai salah satu syarat
keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan remaja atau konselor sebaya
dan pendidik sebaya, beberapa keuntungan diperoleh, yaitu kelompok ini berperan sebagai agen
perubahan di antara kelompok sebayanya agar berperilaku sehat. Lebih dari itu, kelompok ini
terlibat dan siap membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Kader yang
berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat curhat bagi teman yang membutuhkannya dapat
diberikan pelatihan tambahan untuk memperdalam keterampilan interpersonal relationship dan
konseling.
Kesimpulan
Remaja bukanlah kelompok masyarakat yang tidak menghadapi masalah kesehatan. Perilaku
berisiko yang dijalani akibat tidak tepatnya keputusan yang diambil pada masa remaja yang labil
menghadapkan remaja kepada masalah kesehatan. Di Indonesia, laju masalah kesehatan pada
remaja sebagai akibat perilaku berisiko jauh lebih cepat daripada penanganan yang dilakukan oleh
banyak pihak. Koordinasi, integrasi dan sinkronisasi menjadi esensial bagi upaya penanganan
masalah kesehatan pada remaja untuk menekan laju tersebut. Remaja dengan sifat khasnya
dilibatkan secara aktif dalam tiap upaya, selain dididik sejak dini dan dibekali dengan pendidikan
ketrampilan hidup sehat hingga terampil dalam mengembangkan potensi dirinya untuk hidup secara
kreatif dan produktif. Remaja diberi kesempatan dan akses seluas-luasnya agar berperilaku positifdan sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang lain serta
mampu menghadapi tantangan secara efektif dalam kehidupannya, sehingga pembangunan manusia
dan tujuan pembangunan milenium dapat tercapai.
LI 2. Memahami dan Menjeaskan Kehamilan pada Remaja dan Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)
Kehamilan pada remaja
Menurut BKKBN usia yang ideal 20-30 tahun, lebih atau kurang dari usia itu adalah berisiko.
Kesiapan untuk hamil dan melahirkan ditentukan
oleh:
Kesiapan fisik
Kesiapan mental/emosi/psikologis
Kesiapan sosial ekonomi
Usia 20 tahun secara fisik dianggap sudah siap,
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
11/45
NABIL HARIZ
1102010
11
Mengapa banyak remaja (usia < 20 tahun) hamil saat ini?
Faktor sosiodemografik (kemiskinan, kebiasaan, peran wanita di masy., seksualitas aktif &
penggunaan kontrasepsi, media massa)
Karakteristik keluarga (hubungan antar keluarga)
Status perkembangan (kurang pemikiran tentang masa depan, ingin mencoba-coba,
kebutuhan thd perhatian)
Penggunaan dan penyalahgunaan obat obatan
Mengapa Remaja Melakukan Hubungan Seks?
Tekanan pasangan
Merasa sudah siap melakukan hubungan seks
Keinginan dicintai
Keingintahuan ttg seks
Keinginan menjadi populer
Tidak ingin diejek masih perawan
Film, tayangan TV, & media massa (termasuk internet) menampakkan bahwa normal bagi
remaja utk melakukan hubungan seks
Tekanan dari seseorang untuk melakukan hubungan seks
Apa yang terjadi jika remaja menikah/hamil di usia muda?
Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehamilannya termasuk kontrol kehamilan
1.Risiko kehamilan (ibu & janin)
Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami risiko
2.Berakibat pada kematian ibu
Kehamilan usia muda dapat berisiko menderita kanker di masa yang akan datang
Gilbert, et al (2004): kehamilan remaja awal (11-15 th), remaja akhir (16-19 th). Komplikasi
pd kehamilan remaja: persalinan prematur, IUGR, BBLR & kematian perinatal. Studi thd kelompok
remaja hispanik & non hispanik, Afrika Amerika & Asia; hasil kehamilan: kematian bayi & neonatal,
BBLR, persalinan prematur, PEB, eklampsia, pyelonefritis, komplikasi infeksi.
Ahmad (2004) dari laporan Save the Children: 1 dari 10 persalinan dialami oleh ibu yang
masih anak2, berusia 11-12 tahun ;komplikasi kehamilan & persalinan membunuh 70,000 remajaputeri tiap tahun, jika pun selamat maka akan menderita injuri permanen. Estimasi bayi yg dilahirkan
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
12/45
NABIL HARIZ
1102010
12
pun 1 juta meninggal dlm tahun pertama kehidupannya. Risiko kematian > tinggi 50% dp bayi yg
dilahirkan dari ibu berusia >20 th. Merekomendasikan pe biaya u/ pelayanan kesehatan,
kelangsungan hidup anak dan program keluarga berencana yg memenuhi kebutuhan remaja puteri
1. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)Suatu kehamilan yang karena suatu sebab maka keberadaannya tdk diinginkan oleh salah satu
atau kedua orangtua bayi tersebut.
Faktor penyebabnya:
Karena kurangnya pengetahuan yg lengkap & benar ttg proses terjadinya kehamilan &
metode2 pencegahannya
Akibat terjadi tindak perkosaan
Kegagalan alat kontrasepsi
Jika remaja mengalami KTD:
Hanya ada pilihan Mempertahankan atau Aborsi, hal ini akan beresiko terhadap fisik, psikis dan
sosial remaja.
Mempertahankan Kehamilan
1. Risiko Fisik: kesulitan dalam persalinan seperti pendarahan, komplikasi lain (PEB, persalinan
prematur, IUGR, CPD) hingga kematian
2. Risiko Psikis/Psikologis.
pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangan tidak mau menikahinya/ tidak
mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Kalau mereka menikah: perkawinan bermasalah yang penuh konflik krn sama -sama belum
dewasa & siap memikul tanggung jawab sebagai orang tua.
Pasangan muda terutama pihak perempuan : dibebani o/ berbagai perasaan yg tdk
nyaman (dihantui rasa malu terus menerus, rendah diri, bersalah/ berdosa, depresi atau
tertekan, pesimis dll) hingga gangguan kejiwaan
3. Risiko Sosial
berhenti/putus sekolah atas kemauan sendiri krn rasa malu/cuti
melahirkan.
dikeluarkan dari sekolah sekolah tdk mentolerir siswi hamil.
menjadi objek gosip, kehilangan masa remaja yg seharusnya dinikmati, & terkena cap
buruk karena melahirkan anak "di luar nikah" kelahiran anak di luar nikah masih menjadi
beban orang tua maupun anak yg lahir.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
13/45
NABIL HARIZ
1102010
13
4. Risiko Ekonomi
Merawat kehamilan, melahirkan & membesarkan bayi/anak membutuhkan biaya besar
Mengakhiri Kehamilan
Abortus dalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah
kehamilan tersebut mampu untuk hidup diluar kandungan, dimana beratnya < 500 gram
atau sebelum kehamilan usia 20 mgg
Abortus terbagi 2:
Abortus spontan keguguran
Abortus buatan pengguguran, aborsiImami/KRR 24
Risiko aborsi tdk aman
1. Risiko Fisik: Pendarahan & komplikasi lain (infeksi, emboli, KE, robekan ddg rahim, kerusakan
leher rahim) kematian. Aborsi yang berulang: komplikasi & juga mengakibatkan kemandulan.
2. Risiko Psikis
Pelaku aborsi: perasaan takut, panik, tertekan atau stress, trauma mengingat proses aborsi
dan kesakitan. Kecemasan karena rasa bersalah/ dosa akibat aborsi bisa berlangsung lama
Depresi
Perasaan sedih karena kehilangan bayi
Kehilangan kepercayaan diri
3. Risiko Sosial
Ketergantungan pada pasangan menjadi > besar karena perempuan merasa sudah tidak
perawan, pernah mengalami KTD dan aborsi.
Remaja perempuan > sukar menolak ajakan seksual pasangannya.
Pendidikan terputus dan masa depan terganggu.
4.Risiko Ekonomi.
Biaya aborsi cukup tinggi. Bila terjadi komplikasi maka biaya menjadi semakin tinggi.
Kerugian & bahaya KTD pd remaja
Remaja jadi putus sekolah
Kehilangan kesempatan meniti karir
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
14/45
NABIL HARIZ
1102010
14
Menjadi orangtua tunggal & pernikahan dini yg tdk terencana
Kesulitan dalam beradaptasi secara psikologis (sulit mengharapkan adanya perasaan kasih
sayang)
Kesulitan beradaptasi menjadi orangtua (tidak bisa mengurus kehamilannya & bayinya)
Perilaku yang tidak efektif (stress, konflik)
Kesulitan beradaptasi dengan pasangan
Mengakhiri kehamilannya aborsi ilegal kematian & kesakitan ibu
LI 3. Memahami dan Menjeaskan Penatalaksanaan Resiko Tinggi Kehamilan
1. Pengertian Kehamilan Resiko Tinggi.
Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat. Pasalnya, emosional ibu belum stabil dan
ibu mudah tegang. Sementara kecacatan kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat dalam
kandungan, adanya rasa penolakan secara emosional ketika si ibu mengandung bayinya. (Ubaydillah,
2000).
2. Dampak Kehamilan Resiko Tinggi pada Usia Muda.
a. Keguguran.
Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya : karena terkejut, cemas,
stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga dapat
menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat
reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
b. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.
Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi
terutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR)
juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun. cacat
bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi
rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. selain itu cacatbawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri yang gagal, seperti
dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan memijat perutnya
sendiri.
Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih kurang, sehingga akan
berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan
mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.
c. Mudah terjadi infeksi.
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi infeksi saat hamil
terlebih pada kala nifas.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
15/45
NABIL HARIZ
1102010
15
d. Anemia kehamilan / kekurangan zat besi.
Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan akan pentingnya
gizi pada saat hamil di usia muda.karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami anemia.
tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk
sel darah merah janin dan plasenta.lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah akan
menjadi anemis..
e. Keracunan Kehamilan (Gestosis).
Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan
terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia. Pre-eklampsia dan
eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian.
f. Kematian ibu yang tinggi.
Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan infeksi. Selain itu
angka kematian ibu karena gugur kandung juga cukup tinggi.yang kebanyakan dilakukan oleh tenaga
non profesional (dukun).
Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:
a. Resiko bagi ibunya :
(1) Mengalami perdarahan.
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang terlalu lemah
dalam proses involusi. selain itu juga disebabkan selaput ketuban stosel (bekuan darah yang
tertinggal didalam rahim).kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan juga dipengaruhi
oleh adanya sobekan pada jalan lahir.
(2) Kemungkinan keguguran / abortus.
Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran. hal ini disebabkan oleh faktor-
faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun memakai alat.
(3) Persalinan yang lama dan sulit.
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari persalinan lama sendiri
dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul, kelaina kekuatan his dan mengejan serta
pimpinan persalinan yang salahKematian ibu.
Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.
b. Dari bayinya :
(1) Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
16/45
NABIL HARIZ
1102010
16
Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal ini terjadi karena pada saat
pertumbuhan janin zat yang diperlukan berkurang.
(2) Berat badan lahir rendah (BBLR).
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram. kebanyakan hal ini
dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun. dapat juga
dipengaruhi penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil.
(3) Cacat bawaan.
Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pertumbuhan.hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus rubela serta faktor
gizi dan kelainan hormon.
(4) Kematian bayi.kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau kematian
perinatal.yang disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram, kehamilan kurang dari 37 minggu
(259 hari), kelahiran kongenital serta lahir dengan asfiksia.(Manuaba,1998).
Faktor-Faktor Resiko pada Kehamilan
Menurut Azrul Azwar (2008) faktor-faktor resiko pada ibu hamil meliputi:
1. Umur
a. Terlalu muda yaitu < 20 tahun
Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik sehingga perlu diwaspadai
kemungkinan mengalami persalinan yang sulit.
b. Terlalu tua yaitu > 35 tahun
Pada umur ini kesehatan dan rahim ibu sudah tidak baik seperti pada umur 20-35 tahun
sebelumnya sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama, perdarahan dan
resiko cacat bawaan.
2. Paritas
Paritas lebih dari 3 perlu diwaspadai kemungkinan persalinan lama, karena semakin banyak anak
keadaan rahim ibu semakin lemah.
3. Interval
Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang < 2 tahun, bila jarak terlalu dekat
maka rahim dan kesehatan ibu bulum pulih, keadaan ini perl diwaspadai persalinan lama,
kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik atau perdarahan.
4. Tinggi badan
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
17/45
NABIL HARIZ
1102010
17
Tinggi badan < 145 cm, pada keadaan ini paerlu diwaspadai ibu yang mempunyai panggul sempit
sehingga sulit untuk melahirkan
5. Lingkar Lengan Atas
Lila < 23,5 cm, ini berarti ibu beresiko memderita KEK (Kekurangan Energi Kronik) atau kekurangangizi yang lama. Pada keadaan ini perlu diwaspadai kemungkinan ibu melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah, pertumbuhan dan perkembangan otak janin terhambat sehingga mempengaruhi
kecerdasan anak dikemudian hari.
6. Riwayat Keluarga menderita penyakit kencing manis (DM), Hipertensi dan riwayat cacat
kongenital.
7. Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul
Menurut Wordpress (2008), faktor resiko atau resiko sedang dalam kehamilan yaitu: tinggi
badan kurang dari 145 cm, jarak antara kelahiran/ kehamilan kurang dari 2 tahun, paritas lebih dari 3
orang, usia >35 tahun dan
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
18/45
NABIL HARIZ
1102010
18
Penatalaksanaan
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dicegah bila gejalanya dapat ditemukan sedini mungkin
sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikannya. Pencegahannya dapat dilakukan dengan:
Ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya sedini mungkin dan teratur ke petugas kesehatan
minimal 4 kali selama kehamilan.
Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 2
Bila ditemukan dengan kelainan resiko tinggi, pemeriksaan harus lebih sering dan lebih intensif
Mengkonsumsi makanan dengan pola makan teratur dan gizi seimbang.
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dihindari dengan mengenali tanda-tanda kehamilan beresiko
serta segera datang ke petugas kesehatan bila ditemukan tanda-tanda bahaya kehamilan
LI 4. Memahami dan Menjeaskan AKI , AKB dan AMP
ANGKA KEMATIAN IBU
I. Kematian IbuKematian ibu menurut International Classification of Diseases (ICD) adalah kematian wanita
dalam kehamilan atau 42 hari pasca terminasi kehamilan, tanpa memandang usia kehamilan dan
kelainan kehamilan, yang disebabkan baik oleh kehamilannya maupun tatalaksana, namun bukan
akibat kecelakaan. Kematian ini terbagi dua, yaitu kematian langsung dan tidak langsung. Kematian
yang bersifat koinsidental, terjadi selama masa kehamilan atau 42 hari pascaterminasi kehamilan,
namun tidak terkait dengan kehamilannya.
Saat ini, WHO telah menetapkan sistem klasifikasi kematian ibu. Sistem klasifikasi kematian
ibu bertujuan:
Mengembangkan sistem klasifikasi standar guna identifikasi kausa kematian ibu yangakurat, diperlukan perbandingan berbagai studi penelitian
Menjamin sistem tersebut dapat diterapkan secara luas Mengembangkan sistem klasifikasi paralel terhadap morbiditas maternal berat.
Hal-hal yang mendasari sebab kematian ibu, dapat diklasifikasikan berdasarkan sejumlah
variabel, yaitu sebab/kondisi yang secara langsung mendasari kematian, gejala/tanda dari penyakit
yang menyebabkan kematian, misalnya perdarahan pascapartum, dan kondisi lain yang
memperberat sebab kematian, misalnya HIV dan Anemia. Prinsip sistem klasifikasi kematian ibu
menurut WHO, yaitu:
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
19/45
NABIL HARIZ
1102010
19
Harus dapat diterapkan dan dipahami dalam penggunaannya, baik oleh dokter, ahliepidemiologi, dan pihak-pihak lain yang terkait.
Kondisi/penyakit spesifik dengan sebab yang belum jelas harus dipisah dari kondisi lainnya. Sistem klasifikasi baru harus sesuai dengan International Classification of Diseases (ICD)
Penyebab kematian ibu di berbagai belahan dunia dapat dilihat pada gambar berikut:
II. Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk setiap
100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian ibu. Penyebab kematian
tersebut dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kehamilan, dan umumnya
terdapat sebab utama yang mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO
telah menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya sistem ini, diharapkan
akan meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan pada akhirnya akan menurunkan
angka kematian ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatanperempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
20/45
NABIL HARIZ
1102010
20
tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target
yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai resiko jumlah kematian ibu. Dari
hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian
upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen
dan usaha keras yang terus menerus.
Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015
(Dalam 100.000 Kelahiran Hidup)
Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994 sampai
dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran
Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara target Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup.
III. Penyebab Kematian Ibu MelahirkanSejumlah kondisi mayor terkait dengan angka mortalitas maternal. Penyebab mayor dari
kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap kematian bayi.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
21/45
NABIL HARIZ
1102010
21
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu
angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah
ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan,
keracunan kehamilan yang disertai kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain
yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang
pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga
berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang
reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga
karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-
laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan
adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari
masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah,
swasta, maupun masyarakat terutama suami.
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah
tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak
bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu.
Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri.
Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan
emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu. Eklampsia merupakan penyebab
utama kedua kematian ibu, yaitu 24 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12
persen). Pemantauan kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap
perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
22/45
NABIL HARIZ
1102010
22
Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan
Aborsi yang tidak aman. Bertanggung jawab ter hadap 11 persen kematian ibu di Indonesia
(ratarata dunia 13 persen). Kematian ini sebenarnya dapat dicegah jika perempuan mempunyai
akses terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi serta perawatan terhadap komplikasi aborsi.
Data dari SDKI 20022003 menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan.
Prevalensi pemakai alat kontrasepsi.Kontrasepsi modern memainkan peran penting untuk
menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 20022003 menunjukkan bahwa kebutuhan
yang tak terpenuhi (unmet need) dalam pemakaian kontrasepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen
dan tidak mengalami banyak perubahan sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive
Prevalence Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2 persen pada 20026
(Gambar 2 dan Tabel 1). Untuk indikator yang sama, SDKI 20022003 menunjukkan angka 60.3
persen.
Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih. Pola penyebab kematian di atas
menunjukkan bahwa pelayanan obstetrik dan neonatal darurat serta pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan terlatih menjadi sangat penting dalam upaya penurunan kematian ibu. Walaupun
sebagian besar perempuan bersalin di rumah, tenaga terlatih dapat membantu mengenali
kegawatan medis dan membantu keluarga untuk mencari perawatan darurat. Proporsi persalinan
yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih terus meningkat dari 40,7 persen pada 1992 menjadi
68,4 persen pada 2002. Akan tetapi, proporsi ini bervariasi antarprovinsi dengan Sulawesi Tenggara
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
23/45
NABIL HARIZ
1102010
23
sebagai yang terendah, yaitu 35 persen, dan DKI Jakarta yang tertinggi, yaitu 96 persen, pada 20028
(Tabel 2 dan 3). Proporsi ini juga berbeda cukup jauh mengikuti tingkat pendapatan. Pada ibu
dengan dengan pendapatan lebih tinggi, 89,2 persen kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan,
sementara pada golongan berpendapatan rendah hanya 21,39 persen. Hal ini menunjukkan tidak
meratanya akses finansial terhadap pelayanan kesehatan dan tidak meratanya distribusi tenaga
terlatih terutama bidan.
Penyebab tidak langsung. Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia dan
penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya,
prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45
persen.10
Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam
kandungan, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah,
serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah
kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) men derita KEK.
Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan
transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu. Situasi
ini diidentifikasi sebagai 3 T (terlambat). Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini
selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan ibu dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena
kondisi geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang
memadai di tempat rujukan.
4T (Terlambat)
1. Terlambat deteksi dini adanya resiko tinggi pada ibu hamil di tingkat keluarga2. Terlambat untuk memutuskan mencari pertolongan pada tenaga kesehatan3. Terlabat untuk datang di fasilitas pelayanan kesehatan4. Terlambat untuk mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan yang cepat dan
berkualitas di fasilitas pelayanan kesehatan
4T (Terlalu), yang mempunyai resiko tinggi:
1. Terlalu muda2. Terlalu tua3. Terlalu sering4. Terlalu banyak
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
24/45
NABIL HARIZ
1102010
24
IV. Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Bidan atau Tenaga KesehatanSalah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih
rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan target
90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei
SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam
SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan
dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%. Apabila dilihat dari proyeksi angka pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun 2004 dimana angka
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi, apabila hal ini tidak
menjadi perhatian kita semua maka diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas
pada resiko angka kematian ibu meningkat. Kondisi geografis, persebaran penduduk dan sosial
budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan berbeda satu sama
lain.
Tempat Persalinan dan Penolong Persalinan dengan Kualifikasi Terendah
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
25/45
NABIL HARIZ
1102010
25
Distribusi Persentase Anak Lahir Hidup Terakhir Dalam Lima Tahun
Sementara dilihat dari latar belakang pendidikan, ibu dengan status tidak sekolah lebih
banyak ditolong oleh Dukun bayi.
Apabila dilihat dari tren pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan dari tahun
2000-2007 menunjukkan bahwa pertolongan persalinan oleh dokter dari tahun trendnya meningkat
baik di desa maupun di kota. Bahkan di daerah perkotaan angka pertolongan persalinan oleh dokter
pada tahun 2007 telah lebih dari 20%. Sedangkan cakupan pertolongan persalinan oleh bidan relatif
tidak banyak bergerak bahkan apabila dibandingkan antara tahun 2007 dan 2004 secara total
pertolongan persalinan oleh bidan kecenderunganya menjadi turun.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
26/45
NABIL HARIZ
1102010
26
V. Upaya Menurunkan AKI1. Peningkatan pelayanan kesehatan primermenurunkan AKI 20%2. Sistem rujukan yang efektifmenurunkan sampai 80%Upaya safe motherhood
Tahuin 1988 diadakan Lokakarya Kesejahteraan Ibu, yang merupakan kelanjutan konferensi
tentang kematian ibu di Nairobi setahuin sebelumnya. Lokakarya bertujuan mengemukakan betapa
kompleksnya masalah kematian ibu, sehingga penanganannya perlu dilaksanakan berbagai sector
dan pihak terkait. Pada waktu itu ditandatangani kesepakatam oleh sejumlah 17 sektor. Sebagai
koordinator dalam upaya itu ditetapkan Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita ( sekarang :
Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan ).
Tahun 1990-1991, Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF, dan UNDP melaksanakan
Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan ini adalah rekomendasi Rencana Kegiatan
Lima Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi
operasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu ( AKI ). Sasarannya adalah
menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada 1986, menjadi 225 pada tahun 2000.
Awal tahun 1996, Departemen Kesehatan mengadakan Lokakarya Kesehatan Reproduksi,
yang menunjukkan komitmen Indonesia untuk melaksanakan upaya kesehatan resproduksi
sebagaimana dinyatakan dalam ICPD di Kairo. Pada pertengahan tahun itu juga, Menperta
meluncurkan Gerakan Sayang Ibu, yaitu upaya advokasi dan mobilisasi social untuk mendukung
upaya percepatan penurunan AKI.
Intervensi Strategis Dalam Upaya Safe Motherhood
SAFE MOTHERHOOD
KB
ASUHAN
ANTE
NATAL
PELAYANAN KEBIDANAN
DASAR
PELAYAN
AN
OBSTETRI
ESENSIAL
PERSALINAN
BERSIH DAN
AMAN
PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PEMBERDAYAAN WANITA
Empat pilar Safe Motherhood
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
27/45
NABIL HARIZ
1102010
27
Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat pilar safe
motherhood, yaitu :
a. Keluarga berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai akses keinformasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan,
jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang
tak diinginkan. Kehamilan yang masuk dala, kategori 4 terlalu, yaitu terlalu muda atau
terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu banyak anak.
b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila mungkin danmemastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyaipengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih,
serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi
d. Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik untuk resiko tinggi dankomplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.
Keempat intervensi strategis diatas perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan dasar,
dan bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita.
Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam penurunan AKI
Tingginya AKI di Indonesia yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup ( SDKI, 1994 ) tertinggi di
ASEAN, menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Penyebab langsung
kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah pendarahan, infeksi, dan eklampsia.
Ke dalam pendarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian
akibat abortus terinfeksi dan partus lama. Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit
yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis.
Selain itu, keadaan ibu sejak pra-hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya.
Penyebab tak langsung kematian ibu ini antara lain adalah anemia, kurang energi kronis ( KEK ) dan
keadaan 4 terlalu ( terlalu muda/tua, terlalu sering, dan terlalu banyak ). Tahun 1995, kejadian
anemia ibu hamil sekitar 51%, dan kejadian resiko KEK pada ibu hamil ( lingkar / lengan atas kurang
dari 23,5 cm ) sekitar 30%.
Lagipula, seperti dikemukakan diatas, kematian ibu diwarnai oleh hal-hal nonteknis yang
masuk kategori penyebab mendasar, seperti rendahnya status wanita, ketidakberdayaannya dan
tarif pendidikan yang rendah. Hal nonteknis ini ditangani oleh sektor terkait diluar sektor kesehatan,
sedangkan sector kesehatan lebih memfokuskan intervensinya untuk mengatasi penyebab langsung
dan tidak langsung dari kematian ibu.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
28/45
NABIL HARIZ
1102010
28
Dalam menjalankan fokus intervensinya itu Departemen Kesehatan tetap memerlukan
dukungan dari sektor dan pihak terkait lainnya. Kebijakan Departemen Kesehatan tersebut dalam
upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada inventarisasi strategis Empat
pilar Safe Mothehood . Dewasa ini, program keluarga berencana sebagai pilar pertama telah
dianggap berhasil. Namun, untuk mendukung upaya mempercepat penurunan AKI, diperlukan
penajaman sasaran agar kejadian 4 terlalu dan kehamilan yang tak diinginkan dapat ditekan
serendah mungkin. Akses terhadap pelayanan antenatal sebagai pilar kedua cukup baik, yaitu
87% pada tahun 1997; namun mutunya masih perlu ditingkatkan terus.. persalinan yang aman
sebagai pilar ketiga - yang dikategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
pada tahun 1997 baru mempunyai 60%.
Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan cakupan persalinan
oleh tenaga kesehatan sekitar angka 80%. Cakupan pelayanan obstetrik esensial sebagai pilar
keempatmasih sangat rendah, dan mutunya belum optimal. Mengingat kira-kira 90% kematian ibu
terjadi di saat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi
obstetrik yang sering tak dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijaksanaan Departemen
Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI adalah mengupayakan agar setiap persalinan
ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, dan pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada
semua ibu hamil.
Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan tersebut adalah
pendidikan sejumlah 54.120 bidan ditempatkan di desa selama 1989/1990 sampai 1996/1997.
Dalam pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 diterapkan strategi berikut :
a. Penggerakan Tim Dati II ( Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya sampai ke tingkat kecamatandan desa, RS Dati II dan pihak terkait ) dalam upaya mempercepat penurunan AKI sesuai
dengan peran dan fungsinya masing-masing.
b. Pembinaan daerah yang intensif di setiap Dati II, sehingga pada akhir Pelita VII :- Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 80% atau lebih.- Cakupan penanganan kasus obstetrik ( resiko tinggi dan komplikasi obstetrik ) minimal
meliputi 10% seluruh persalinan.
- Bidan mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan obstetrikneonatal dan puskesmas sanggup memberikan pelayanan obstetrik-neonatal esensial dasar
( PONED ), yang didukung oleh RS Dati II sebagai fasilitas rujukan utama yang mampu
menyediakan pelayanan obstetrik-neonatal esensial komprehensif ( PONEK ) 24 jam;
sehingga tercipta jaringan pelayanan obstetrik yang mantap dengan bidan desa sebagai
ujung tombaknya.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
29/45
NABIL HARIZ
1102010
29
c. Penerapan kendali mutu layanan kesehatan ibu, antara lain melalui penerapan standarpelayanan, prosedur tetap, penilaian kerja, pelatihan klinis dan kegiatan audit maternal-
perinatal.
d. Meingkatkan komunikasi, informasi, dan esukasi ( KIE ) untuk mendukung upaya percepatanpenurunan AKI
e. Pemantapan keikutsertaan masyrakat dalam berbagai kegiatan pendukung untuk mempercepatpenurunan AKI.
Keterlibatan Lintas Sektor
Dalam mempercepat penurunan AKI, keterlibatan sector lain disamping kesehatan sangat
diperlukan. Berbagai bentuk keterlibatan lintas sector dalam upaya penurunan AKI adalah sebagai
berikut :
a. Gerakan Sayang Ibu ( GSI )GSI dirintis oleh kantor Menperta pada tahun 1996 di 8 kabupaten perintis di 8 propinsi.
Ruang lingkup kegiatan GSI meliputi advokasi dan mobilisasi social. Dalam pelaksanaannya, GSI
mempromosikan kegiatan yang berkaitan dengan Kecamatan Sayang Ibu dan Rumah Sakit
Sayang Ibu, unruk mencegah tiga macam keterlambatan, yaitu :
- Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan membuat keputusanuntuk segera mencari pertolongan.
- Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan- Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat pertolongan yang
dibutuhkan.
Kegiatan yang terkait dengan Kecamatan Sayang Ibu berusaha mencegah
keterlambatan pertama dan kedua, sedangkan kegiatan yang terkait dengan Rumah Sakit
Sayang Ibu adalah mencegah keterlambatan ketiga.
Pada tahun 1997 diadakan Rakornas GSI yang diadakan bersamaan dengan Rakerkesnas.
Pada saat itu pengalaman di 8 kabupaten perintis diinformasikan ke wakil-eakil semua propinsi
dan selanjutnya mereka diharapkan akan melaksanakan kegiatan GSI. Sampai pertengahan 1998
upaya perluasan kegiatan GSI masih terus dilaksanakan.
b. Kelangsungan hidup, perkembangan dan perlindungan ibu dan anakUpaya yang dirintis sejak 1990 oleh Dirjen Pembangunan Daerah, Depdagri, dengan
bantuan UNICEF yang lebih dikenal sebagai upaya KHPPIA ini bertujuan menghimpun koordinasi
lintas sector dalam penentuan kegiatan dan pembiayaan dari berbagai sumber dana, antara lain
untuk menurunkan AKI dan AKB. Kegiatan utamanya adalah koordinasi perencanaan kegiatan
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
30/45
NABIL HARIZ
1102010
30
dari sector terkait dalam upaya itu. Propinsi yang dilibatkan adalah mereka yang mendapat
bantuan UNICEF, namun pola ini akan diperluas oleh Depdagri ke semua propinsi.
c. Gerakan Reproduksi keluarga Sehat ( GRKS )GRKS dimulai oleh BKKBN sebagai kelanjutan dari Gerakan Sayang Ibu Sehat Sejahtera.
Gerakan ini intinya merupakan upaya promosi mendukung terciptanya keluarga yang sadar akan
pentingnya mengupayakan kegiatan reproduksi. Di antara masalah yang dikemukakan adalah
masalah kematian ibu. Karena itu, promosi yang dilakukan melalui GRKS juga termasuk promosi
untuk kesejahteraan ibu.
Selain ketiga upaya lintas sector tersebut, masih ada perbagai kegiatan lain yang
dilaksanakan pihak terkait, seperti organisasi profesi, yaitu POGI, IBI, Perinasia, PKK, dan pihak
lain sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing
Pemantauan dan Evaluasi
Dalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indicator cakupan, yaitu :
cakupan antenatal ( K1 untuk askes dan K4 untuk kelengkapan layanan antenatal ), cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan neonatal/nifas. Untuk itu, sejak awal
tahun 1990-an telah digunakan alat pantau berupa Pemantauan Wilayah SetempatKesehatan Ibu
dan Anak ( PWS-KIA ), yang mengikuti jejak program imunisasi. Dengan adanya PWS-KIA, data
cakupan layanan program kesehatan ibu dapat diperoleh setiap tahunnya dari semua propinsi.
Walau demikian, disadari bahwa indikator cakupan tersebut cukup memberikan gambaran untuk
menilai kemajuan upaya menurunkan AKI. Mengingat bahwa mengukur AKI, sebagai indicator
dampak, secara berkala dalam waktu kurang dari 5-10 trahun tidak realistis, maka para pakar dunia
menganjurkan pemakaian indikator praktis atau indikator outcome.Indicator tersebut antara lain :
a. Cakupan penanganan kasus obstetrikb. Case fatality rate kasus obstetric yang ditangani.c. Jumlah kematian absoluted. Penyebaran fasilitas pelayanan obstetric yang mampu PONEK dan PONEDe. Persentase bedah sesar terhadap seluruh persalinan di suatu wilayahIndikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan dalam Repelita VII, agar pemantauan dan
evaluasi terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam.
Antenatal Care
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama
masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan
dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis,
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
31/45
NABIL HARIZ
1102010
31
pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta
intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam
penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.2. Ukur tekanan darah.3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).4. Ukur tinggi fundus uteri.5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.8. Test laboratorium (rutin dan khusus).9. Tatalaksana kasus10.Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin,
protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan
atau kelompok berrisiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria,
tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila
dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa
frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu
pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
- Minimal 1 kali pada triwulan pertama.- Minimal 1 kali pada triwulan kedua.- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan
kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada Ibu
hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih
terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
32/45
NABIL HARIZ
1102010
32
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh
tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pencegahan infeksi2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.3. Manajemen aktif kala III4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan persalinan
adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.
VI. Mempercepat Penurunan AKI1. Peningkatan deteksi dan penanganan RISTI2. Peningkatan cakupan pertolongan/pendampingan3. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan maternal4. Peningkatan pembinaan teknis bidan5. Pemantapan kerja Dinkes dan RS6. Pemantapan kemampuan pengelolaan KIA7. Peningkatan peran serta lintas program
VII. Indikator Keberhasilan1. Jumlah kematian maternal menurun2. Cakupan akses dan pelayanan ANC3. Cakupan persalinan yang ditolong/didampingi4. Adanya fasilitas POED dan POEK5. Proporsi RISTI yang ditangani adekuat6. Case fatality rate RISTI per tahun dibagi jumlah RISTI yang ditangani kali 100%7. Presentasi bedah sesar terhadap seluruh persalinan
VIII. Program Dari PuskesmasStandar minimal ANC:
1. Medical record2. Anamnesis
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
33/45
NABIL HARIZ
1102010
33
3. Pemeriksaan fisik 7K4. Pemeriksaan penunjang K1: golongan darah, Hb, AL, urine (protein, reduksi)5. Pemeriksaan pada minggu 12: Hb, AL, urine, konsultasi gizi6. Pemeriksaan pada minggu ke 36: Hb, AL, CT, BT, urine7. Konsultasi dokter ahli pada minggu 12, 28, 36, 408. USG:
Minggu 12: kondisi janin Minggu 28: presentasi, kelainan plasenta Minggu 36: presentasi, rencana persalinan
AUDIT MATERNAL DAN PERINATAL
Audit maternal perinatal nerupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan kematian
ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa yang akan datang.
Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan hubungan antara faktor penyebab
yang dapat dicegah dan kesakitan/kematian yang terjadi. Dengan kata lain, istilah audit maternal
perinatal merupakan kegiatan death and case follow up. Dari kegiatan ini dapat ditentukan:
Sebab dan faktor-faktor terkaitan dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal
Dimana dan mengapa berbagai sistem program gagal dalam mencegah kematian
Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan
Audit maternal perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan sistem rujukan. Agar
fungsi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan :
1. Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat pelayanan kesehatan2. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi verbal, yaitu
wawancara kepada keluatga atau orang lain yang mengetahui riwayat penyakit atau gejala serta
tindakan yang diperoleh sebelum penderita meninggal sehingga dapat diketahui perkiraan sebab
kematian.
ujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh wilayah
kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan perinatal
Tujuan khusus
Tujuan khusus audit maternal adalah :
a. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara teratur dan
berkesimnambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit
pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah bnersalin (RB), bidan praktek swasta atau BPS diwilayah kabupaten/kota dan dilintas batas kabupaten/kota provinsi
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
34/45
NABIL HARIZ
1102010
34
b. Menetukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang di perlukan untuk
mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus
c. Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit
pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit bersalin dan BPS dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yang disepakati.
Dalam pelaksanaan audit maternal perinatal ini diperlukan mekanisme pencatatan yang akurat ,baik
ditingkat puskesmas,maupun ditingkat RS kabupaten/kota .pencatatan yang diperlukan adalah
sebagai berikut
A.Tingkat puskesmas
Selain menggunakan rekam medis yang sudah ada dipuskesmas ,ditambahkan pula :
1. Formulir R (formulir rujukan maternal dan perinatal )
Formulir ini dipakai oleh puskesmas,bidan didesa maupunbidan swasta untuk merujuk kasus ibu
maupun perinatal.
2. Form OM dan OP (formulir otopsi verbal maternal dan perinatal )
OM Digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas yang meninggal sedangkan form OP
untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal . untuk mengisi formulir tersebut dilakukan wawancara
terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga puskesmas.
B.Tingkat RS kabupaten/kota
Formulir yang dipakai adalah
1. Form MP (formulir maternal dan perinatal )
Form ini mencatat data dasar semua ibu bersalin /nifas dan perinatal yang masuk kerumah sakit.
Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat
2. Form MA (formulir medical audit )
Dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun audit perinatal. Yang mengisi
formulir ini adalah dokter yang bertugas dibagian kebidanan dan kandungan (untuk kasus ibu) atau
bagian anak (untuk kasus perinatal)
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang ,yaitu :
1. Laporan dari RS kabupaten/kota ke dinas kesehatan
Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab kematian ) ibu
dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta bagian anak.
2. Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
35/45
NABIL HARIZ
1102010
35
Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas ,dan jumlah kasus yang dirujuk ke RS
kabupaten/kota
3. Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ketingkat propinsi
Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal ditangani oleh Rs kabupaten/kota ,puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnya ,serta tingkat kematian dari tiap jenis komplikasi
atau gangguan . laporan merupakan rekapitulasi dari form MP dan form R,yang hendaknya
diusahakan agar tidak terjadi duplikasi pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS.
Pada tahap awal ,jenis kasus yang dilaporkan adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu
maternal dan perinatal.
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari tiga komponen demografi selain fertilitas dan
migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kematian sebagai suatu peristiwa menghilangnya
semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran
hidup.
Bermacam-macam indikator mortalitas atau angka kematian yang umum dipakai adalah:
1. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR).Konsep Dasar
Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) adalah angka yang menunjukkan berapa besarnya
kematian yang terjadi pada suatu tahun tertentu untuk setiap 1000 penduduk. Angka ini disebut
kasar sebab belum memperhitungkan umur penduduk. Penduduk tua mempunyai risiko kematian
yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang masih muda.
Kegunaan
Angka Kematian Kasar adalah indikator sederhana yang tidak memperhitungkan pengaruh umur
penduduk. Tetapi jika tidak ada indikator kematian yang lain angka ini berguna untuk memberikan
gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada suatu tahun yang bersangkutan.
Apabila dikurangkan dari Angka kelahiran Kasar akan menjadi dasar perhitungan pertumbuhan
penduduk alamiah.
Definisi
Angka Kematian Kasar adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian per 1000 penduduk
pada pertengahan tahun tertentu, di suatu wilayah tertentu.
X 1000
x k
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
36/45
NABIL HARIZ
1102010
36
Dimana:
D : Jumlah kematian pada tahun x
P : jumlah penduduk pada pertengahan tahun x
K : 1000
Catatan1: P idealnya adalah "jumlah penduduk pertengahan tahun tertentu" tetapi yang umumnya
tersedia adalah "jumlah penduduk pada satu tahun tertentu" maka jumlah dapat dipakai sebagai
pembagi. Kalau ada jumlah penduduk dari 2 data dengan tahun berurutan, maka rata-rata kedua
data tersebut dapat dianggap sebagai penduduk tengah tahun.
2. Age Specific Death Rate (ASDR = Angka Kematian Menurut Umur)
3. Angka Kematian Bayi (AKB)Konsep Dasar
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusiatepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi
penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi
yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor
yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat
selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia
satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian
dengan pengaruh lingkungan luar.
Kegunaan Angka Kematian Bayi dan Balita
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian
itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara
kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor
endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka
kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil,
misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-
NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
37/45
NABIL HARIZ
1102010
37
program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak,
program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun.
Definisi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
X 1000
Angka kematian neo-natal
Definisi
Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur satu bulan atau 28
hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Dimana :
Angka Kematian Neo-Natal =Angka Kematian Bayi umur 0-
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
38/45
NABIL HARIZ
1102010
38
Angka Kematian Post Neo-Natal = angka kematian bayi berumur 1 bulan sampai dengan kurang dari
1 tahun
D 1bulan-
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
39/45
NABIL HARIZ
1102010
39
Yang dimaksud dengan anak (1-4 tahun) disini adalah penduduk yang berusia satu sampai menjelang
5 tahun atau tepatnya 1 sampai dengan 4 tahun 11 bulan 29 hari.
Angka Kematian Anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung mempengaruhi
tingkat kesehatan anak. Angka Kematian Anak akan tinggi bila terjadi keadaan salah gizi atau gizi
buruk, kebersihan diri dan kebersihan yang buruk, tingginya prevalensi penyakit menular pada anak,
atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar rumah (Budi Utomo, 1985).
Definisi
Angka Kematian Anak adalah jumlah kematian anak berusia 1-4 tahun selama satu tahun tertentu
per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu. Jadi Angka Kematian Anak tidak
termasuk kematian bayi.
Dimana:
Jumlah kematian Anak (1-4)th =Banyaknya kematian anak berusia 1-4 th (yang belum tepat berusia 5
tahun) pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
Jumlah Penduduk (1-4) th =jumlah penduduk berusia 1-4 th pada pertengahan tahun tertentu
didaerah tertentu
K = Konstanta, umumnya 1000
6. Angka Kematian IBU (AKI)
Konsep
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42
hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni
kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-
sebab lain sepertikecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).
Definisi
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42
hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan
karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000kelahiran hidup.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
40/45
NABIL HARIZ
1102010
40
Cara Menghitung
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per 100.000
kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum. Dengan cara ini
diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per 100.000 kelahiran.
Dimana:
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena
kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di daerah
tertentu.
Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.
Keterbatasan
AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar, mengingat kejadiankematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu kita umumnya dignakan AKI yang telah
tersedia untuk keperluan pengembangan perencanaan program.
LI 5. Memahami dan Menjeaskan Resiko Hamil di Luar Nikah Menurut Islam
Haram hukumnya seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari
orang lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut.
Dalilnya adalah beberapa nash berikut ini:
Nabi SAW bersabda, "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina)"
Nabi SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir
untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan Tirmizy)
Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah, maka
umumnya para ulama membolehkannya, dengan beberapa varisasi detail pendapat :
Pendapat Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yang menikahi wanita
hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya
itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga
melahirkan.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
41/45
NABIL HARIZ
1102010
41
Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal
mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh mengawini wanita yang hamil. Kecuali
setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya. Imam Ahmad menambahkan
satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah tobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari
dosa zina, maka dia masih boleh menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-
Majmu' Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam An- Nawawi, jus XVI halaman 253.
Pendapat Imam Asy-Syafi'i Adapun Al-Imam Asy-syafi'i, pendapat beliau adalah bahwa baik laki-laki
yang menghamili atau pun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum
di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy- Syairazi juz II halaman 43.
Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan laki-laki yang
menghamilinya, berangkat dari beberapa nash berikut ini :
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan
seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya perbuatan kotor danakhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal`. (HR Tabarany dan
Daruquthuny).
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Isteriku ini seorang yang suka berzina`. Beliau
menjawab,`Ceraikan dia`. `Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau begitu mut`ahilah dia`. (HR
Abu Daud dan An- Nasa`i)
Apakah hukumnya jika wanita yang hamil diluar nikah itu ditikahkan? Kemudian apa status anak
tersebut secara humum Islam ?
Untuk masalah tersebut, tidak ada ayat Quran atau Hadits yang menegaskan untuk masalah ini.
Sehingga melahirkan 2 pendapat.
Pendapat Yang Membolehkan
Dari Imam As-SyafiI, syaratnya kedua keluarga dan pasangan tersebut tidak mengekspos kepada
yang lain, cukup mereka dan pihak Kantor Urusan Agama. Tujuannya, supaya yang lain tidak
melakukan perbuatan yang sama.
Ulama yang membolehkan juga menggambarkan, misal wanita yang dihamili oleh si A, boleh dinikahi
oleh si A walaupun belum lepas masa iddah karena masa iddah dipandang untuk memperjelas siapa
ayah biologis si anak karena selama masa iddah, si wanita tidak disentuh oleh siapapun. Jadi, laki laki
yang berzina dengan seorang wanita, kemudian wanita tersebut hamil, maka laki-laki itu boleh
menikahi wanita itu, karena sudah jelas bahwa anak yang dikandung tersebut adalah anak laki-laki
tersebut.
-
5/26/2018 Skenario 1 Kia
42/45
NABIL HARIZ
1102010
42
Riwayat Sebuah Hadits
" Sesungguhnya Ummar pernah pukul seorang laki-l