Situbondo kawasan industri
-
Upload
adi-t-wibowo -
Category
Real Estate
-
view
101 -
download
0
Transcript of Situbondo kawasan industri
![Page 1: Situbondo kawasan industri](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082319/55c7ef6fbb61eb7e398b47b7/html5/thumbnails/1.jpg)
MANAJEMEN SUMBER DAYA KELAUTAN sITUBONDO MENUJU KAWASAN INDUSTRI BAIK
ATAU TIDAK?
Oleh:
Wazirotus Sakinah (NRP. 4114205005)
Dosen Pengampu:
Drs. Mahmud Mustain, M.Sc., P.hD
2014 SURABAYA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI TEKNIK MANAJEMEN PANTAI
![Page 2: Situbondo kawasan industri](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082319/55c7ef6fbb61eb7e398b47b7/html5/thumbnails/2.jpg)
SITUBONDO MENUJU KAWASAN INDUSTRI BAIK
ATAU TIDAK?
Jika kita mendengar kata Situbondo, mungkin yang terlintas dipikiran kita adalah Taman
Nasional Baluran atau Pantai Pasir Putih. Memang, keduanya adalah wisata alam yang
terletak di kabupaten Situbondo. Situbondo sendiri merupakan kabupaten di Jawa Timur yang
terletak di pesisir utara pulau Jawa. Dengan panjang pantai yang mencapai 160 kilometer,
bukanlah suatu hal yang aneh jika wilayah ini kaya akan sumber daya alam bahari, termasuk
perikanan dan juga ekosistem laut yang sangat berharga bagi keseimbangan alam.
Sebagai wilayah pesisir, seharusnya Situbondo dapat menjadi kota maritim yang maju,
namun kenyataannya daerah ini seperti mengalami mati suri yang berkepanjangan. Tidak ada
pembangunan yang cukup berarti di pesisirnya, bahkan di daerah perkotaannya pun hanya
ramai oleh lalu lalang truk dan mobil-mobil besar pengangkut barang yang numpang lewat
saja. Berbeda sekali dengan kabupaten tetangganya, Banyuwangi yang kini sudah mulai jalan
cepat menuju kemajuan pembangunan kota dengan menebarkan pesona wisata alamnya pada
wisatawan lokal maupun mancanegara. Dari sektor perikanan memang sudah cukup banyak
tambak-tambak yang dibuat dengan sangat sederhana oleh masyarakat setempat, mata
pencaharian mereka pun sebagian besar adalah nelayan. Pengelolaan kawasan pesisirnya
memang sudah mulai dibuka sebagai wisata alam seperti Pantai Pasir Putih di Bungatan dan
Pantai Bama di dalam Taman Nasional Baluran, kedua pantai ini memberikan pemandangan
pasir yang putih dan ekosistem laut terutama terumbu karang yang menawan. Namun,
sayangnya pemanfaatannya sebagai wisata alam ini tidak diikuti dengan upaya perlindungan
dan konservasi yang baik, hal ini dapat diketahui dari kondisi Pantai Pasir Putih yang
mengalami kemerosotan. Hutan mangrove yang dulunya tumbuh lebat di sepanjang pesisir
kini sudah mulai banyak yang rusak, begitu juga dengan terumbu karangnya. Pantai Bama
mungkin masih bisa dikatakan baik, namun tidak jarang pengunjung yang kebanyakan para
peneliti asing mengambil beberapa bongkah terumbu karang dan beberapa spesies biota laut
sebagai sampel untuk kemudian dibawa pulang, bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi
nantinya jika kejadian itu terus berlanjut apalagi tiket masuk bagi wisatawan asing pun
terbilang sangat murah, hanya Rp 20 ribu saja. Tidak berhenti sampai disini, baru-baru ini
justru ada isu yang lebih mengerikan, yaitu pendirian pabrik nikel di dekat kawasan lindung
Taman Nasional Baluran.
![Page 3: Situbondo kawasan industri](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082319/55c7ef6fbb61eb7e398b47b7/html5/thumbnails/3.jpg)
Sebagai Pemerintah daerah, Dadang Wigiarto selaku Bupati Situbondo pastilah
menginginkan kotanya maju, salah satunya dengan mengubah Situbondo menjadi kawasan
industri. Dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2015, setidaknya ada 8
investor asing yang ingin menanamkan modalnya di kabupaten Situbondo. Menurut salah
satu dari investor tersebut, Hurio Matsusita yang berasal dari Jepang, potensi sumber daya
alam di Situbondo sangat menarik untuk dikelola secara maksimal. Pemerintah daerah dan
masyarakat setempat sendiri merasa potensi SDA mereka memang cukup banyak namun
mereka menunggu datangnya investor untuk mengelola potensi tersebut, dengan alasan tidak
ada cukup dana untuk mengelolanya sendiri. Karena itulah kedatangan para investor tersebut
disambut dengan tangan terbuka oleh Pemerintah Daerah. Dampak positif dari datangnya
para investor adalah dengan banyaknya penyerapan tenaga kerja di Situbondo, selain itu tentu
akan meningkatkan devisa bahkan menambah jumlah PAD kabupaten Situbondo.
Kebanyakan investor datang dari industri penambangan, kedelapan investor tersebut adalah
PT Golden Buana Lestari, Cakwarala Tbk Biji Besi Nekel, Semen Merah Putih, PT
Pertamina Buka Depo Spbe, Sentral Spbe Situbondo, Garuda Indonesia Air Lines, Hotel Ibis
Stel. Keberadaan industri-industri ini memang nantinya akan mampu membuat Situbondo
terbangun dari mati surinya, namun sayangnya Pemerintah Daerah kurang merespon dampak
negatifnya terhadap lingkungan. Pemerintah daerah seperti menutup sebelah mata terhadap
hal tersebut, dapat dibuktikan dengan penempatan pabrik nikel yang bersebelahan langsung
dengan Taman Nasional Baluran.
Lokasi pembangunan pabrik nikel seluas 367, 8 Hektar ini berbatasan langsung dengan
Taman Nasional (TN) Baluran yang merupakan kawasan konservasi, hal ini menjadi
permasalahan akan keberadaan pabrik nikel yang berpotensi memberikan dampak lingkungan
yang negatif bagi Taman Nasional. Tidak hanya itu, pantai yang akan digunakan sebagai
dermaga pun diambil dari zona khusus TN Baluran. Jika pembangunan smelter telah selesai
dan pabrik mulai beroperasi, sudah pasti limbah pun mulai datang berikut dengan
pencemaran yang kebanyakan adalah gas SO2. Gas buang SO2 yang menguap ke udara akan
menimbulkan hujan asam. Hujan asam yang turun akan meningkatkan derajat keasaman
tanah dan air yang tentunya membahayakan kelangsungan hidup vegetasi dan satwa.
Sejumlah besar limbah seringkali juga berakhir di laut yang tentunya akan membahayakan
biota laut. Salah satu contoh nyata dari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh smelter
adalah peristiwa yang terjadi di Norilsk, Rusia. Dulunya kota itu merupakan kompleks
smelting logam berat terbesar di dunia. Dalam setahun, lebih dari 4 juta ton cadmium,
![Page 4: Situbondo kawasan industri](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082319/55c7ef6fbb61eb7e398b47b7/html5/thumbnails/4.jpg)
tembaga, timah, nikel, arsenik, selenium, dan zinc terlepas ke udara. Kadar tembaga dan nikel
di udara melebihi ambang batas yang diperbolehkan, dan sebagai akibatnya dalam radius 48
km dari smelter, tidak ada satu pohon pun yang bertahan hidup. . Harapan kehidupan manusia
disana paling tidak 10 tahun di bawah rata-rata di kota-kota Rusia lainnya.
Jika laut dan tanah telah tercemar dan derajat keasamannya telah meningkat maka hutan
mangrove yang pada awalnya sebagai rumah para ikan akan mengalami kerusakan berat.
Kerusakan mangrove tentu akan mengakibatkan kerugian, kerugian yang dapat dilihat
langsung adalah turunnya hasil tangkapan para nelayan. Dari segi ekologi, rusaknya
mangrove mengakibatkan berkurangnya nutrien yang dibutuhkan biota laut selain itu
kerusakan ini juga mengakibatkan hilangnya tempat berkembang biak bagi beberapa spesies,
sehingga wajar jika pendapatan nelayan menurun karena rusaknya hutan mangrove.
Berdasarkan data yang diberikan oleh sekretaris Lembaga Pengkajian Pengembangan (LPP)
Mangrove Indonesia, Ahmad Faisal Siregar, total nilai ekonomi yang disediakan hutan
mangrove termasuk nilai vegetasi dan kemampuannya menyerap karbon diperkirakan
mencapai Rp 50 juta per hektar. Apabila ditambahkan dengan biaya rehabilitasi, untuk luas
sebesar 1x4 meter dengan kedalaman 1,5 meter saja sudah membutuhkan dana sebesar Rp 10
juta. Jadi, total biaya yang harus dikeluarkan untuk rehabilitasi per hektarnya saja sekitar Rp
250 juta, padahal rehabilitasi tidaklah mudah dan memakan waktu cukup lama. Belum lagi
akibat kerusakannya akan menimbulkan abrasi dan potensi terjadinya tsunami dan bencana
alam yang cukup tinggi. Ini masih kerugian yang dihitung dari kerusakan mangrove saja,
bagaimana dengan kerusakan terumbu karang yang mungkin juga akan terjadi? Tentunya
akan semakin banyak kerugian yang diderita oleh Pemerintah nantinya. Padahal motto
Kabupaten Situbondo sendiri adalah Memayu Hayuning Tirto, yang berarti usaha
mempertahankan kelestarian sumberdaya air.
Memang tidak selamanya industri memberikan dampak buruk, Pemerintah daerah juga bisa
meraup keuntungan yang lumayan besar dari berdirinya industri pertambangan. Sebagai
contoh, PT. Newmont Nusa Tenggara yang merupakan pabrik tambang yang telah berdiri
cukup lama di Nusa Tenggara. Total kontribusi ekonominya pada Pemerintahan adalah
sebesar Rp 90 triliun yang meliputi pembayaran pajak dan non-pajak, royalti, gaji karyawan,
pembelian barang dan jasa dalam negeri, serta dividen bagi pemegang saham nasional.
Namun, jika dihitung kerugian yang nantinya diakibatkan oleh industri tersebut seperti yang
telah dijelaskan diatas, bukan tidak mungkin jika nantinya kas Pemerintah justru akan
![Page 5: Situbondo kawasan industri](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082319/55c7ef6fbb61eb7e398b47b7/html5/thumbnails/5.jpg)
mengalami defisit, padahal yang sudah kita ketahui, tanpa adanya industri pun hutan
mangrove di Situbondo sudah mulai banyak yang rusak dan diabaikan. Lalu, apakah
Pemerintah harus menolak datangnya investor dan melarang pembangunan industri? Tidak harus juga. Semua keinginan Pemerintah dapat dilakukan, baik keinginannya untuk membangun kawasan industri maupun melakukan konservasi lingkungan.
Relokasi letak pabrik merupakan salah satu cara yang paling tidak mengurangi dampak
negatif pabrik terhadap lingkungan terutama kawasan konservasi. Pabrik tidak seharusnya
ditempatkan di sebelah kawasan konservasi secara langsung, sehingga polusi yang dihasilkan
tidak memberikan dampak negatif yang luas bagi kawasan konservasi. Tidak cukup hanya
merelokasi, impian Situbondo sebagai kawasan industri harus bisa membuatnya menjadi
kawasan industri terpadu sehingga dapat kemudian dibuat eco-industrial park yang ramah
lingkungan, pengelolaan limbah pun dilakukan oleh industri yang memang khusus mengelola
limbah sehingga antar industri nantinya dapat bersimbiosis mutualisme. Jika pencemaran
dapat dikurangi atau bahkan dihindarkan, tidak hanya melindungi kawasan konservasi,
bahkan peluang bisnis di sektor pariwisata bahari pun dapat dilakukan. Mencontoh dari
tetangganya, berdasarkan survei independen, Banyuwangi dapat mengantongi devisa sebesar
Rp 52 milyar dari wisatawan asing karena belanja per orang per harinya kurang lebih sebesar
Rp 2 juta, ini belum termasuk wisatawan lokal. Jika Banyuwangi dapat melakukannya, tidak
mustahil Situbondo juga dapat mengolah kekayaan pesisirnya menjadi pariwisata bahari yang
dapat mendatangkan banyak devisa sehingga kas Pemerintah yang pada awalnya mengalami
devisit justru bisa jadi akan menjadi surplus dengan kucuran dana dari kekayaan sumber daya
kelautannya maupun dari kawasan industrinya.