Sisprod IVENTORY BAB II ACC

download Sisprod IVENTORY BAB II ACC

of 20

Transcript of Sisprod IVENTORY BAB II ACC

BAB II LANDASAN TEORIPersediaan (Inventory) Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang (Herjanto, 1999, hal: 219). Keberadaan persediaan atau sumber daya menganggur ini dalam suatu sistem mempunyai suatu tujuan tertentu. Alasan utamanya adalah karena sumber daya tertentu tidak bisa didatangkan ketika sumber daya tersebut dibutuhkan. Sehingga, untuk menjamin tersedianya sumber daya tersebut perlu adanya persediaan yang siap digunakan ketika dibutuhkan. Persediaan dapat berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, komponen yang diproses, barang setengah jadi pada proses manufaktur dan barang jadi yang disimpan untuk dijual. Secara umum, persediaan adalah segala sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan adalah komponen, material, atau produk jadi yang tersedia ditangan, menunggu untuk digunakan atau dijual. Persediaan merupakan suatu hal yang sangat penting agar perusahaan dapat beroperasi dengan baik. Setiap perusahaan perlu mengadakan persediaan untuk menjamin kelangsungan hidup usahanya. Untuk mengadakan persediaan, dibutuhkan sejumlah uang yang diinvestasikan dalam persediaan tersebut. Oleh karena itu, setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat dengan biaya yang serendah-rendahnya. Untuk mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimum, maka diperlukan suatu sistem pengawasan persediaan. Tujuan dari pengawasan persediaan ini adalah (Assauri, 1998):

2.1

II-1

a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. b. Menjaga agar pembentukan persediaan tidak terlalu besar atau berlebih, sehingga biaya yang timbul oleh persediaan tidak terlalu besar. c. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena mengakibatkan meningkatnya biaya pemesanan. Pada dasarnya, masalah persediaan dikelola oleh perusahaan sendiri tanpa melibatkan faktor luar. Manajemen persediaan seperti ini adalah manajemen persediaan konvensional. Pengelolaan persediaan konvensional hanya memandang dari satu aspek saja, yaitu pemasok atau pembeli. Hal ini tidak menguntungkan bagi kedua belah pihak karena kebijakan yang optimal bagi pemasok belum tentu optimal bagi pembeli. 2.2 Fungsi Persediaan Berdasarkan fungsinya, persediaan dapat dikelompokkan dalam 4 jenis, yaitu (Herjanto, 1999): a. Fluctuation Stock Merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, dan untuk mengatasi jika terjadi kesalahan/ penyimpangan dari perkiraan penjualan, waktu produksi, atau waktu pengiriman barang. b. Anticipation Stock Merupakan persediaan yang dibutuhkan untuk menghadapi permintaan yang diramalkan, misalnya pada saat jumlah permintaan besar, tetapi kapasitas produksi tidak mampu memenuhi permintaan tersebut. Jumlah permintaan yang besar ini diakibatkan oleh sifat musiman dari suatu produk. Persediaan ini juga menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku, agar proses produksi tidak berhenti. c. Lot Size Inventory Merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar daripada kebutuhan saat itu. Persediaan jenis ini dilakukan untuk

II-2

mendapatkan potongan harga (discount) karena pembelian barang dalam jumlah besar. Persediaan jenis ini juga dapat menghemat biaya pengangkutan karena memperkecil frekuensi pengiriman barang dan biaya per unit pengangkutannya lebih murah. Faktor penentu persyaratan ekonomis antara lain biaya setup, biaya persiapan produksi atau pembelian dan biaya transport. d. Pipeline/ Transit Inventory Merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat asal ke tempat di mana barang itu akan digunakan. Persediaan ini timbul karena jarak dari tempat asal ke tempat tujuan cukup jauh dan bisa memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu. Pengendalian persediaan terdiri dari pengendalian aliran persediaan dan jumlah persediaan akan terakumulasi ditempat persediaan. Jika aliran melibatkan perubahan fisik produk, seperti perlakuan panas atau perakitan beberapa komponen, persediaan dalam aliran tersebut persediaan setengah jadi (work in process). Jika suatu produk tidak dapat berubah secara fisik tetapi dipindahkan dari suatu tempat penyimpanan ke tempat penyimpanan lain, persediaan disebut persediaan transportasi. Jumlah dari persediaan setengah jadi dan persediaan transportasi disebut persediaan pipeline. Persediaan pipeline. Persediaan pipeline merupakan total investasi perubahan dan harus dikendalikan. 2.3 Jenis- Jenis Persediaan Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan pengerjaan produk, yaitu (Assauri, 1998):1. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock)

Merupakan persediaan dari barang-barang yang dibutuhkan untuk proses produksi. Barang ini bisa diperoleh dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari supplier yang menghasilkan barang tersebut.2. Persediaan Bagian Produk (Purchased Parts)

II-3

Merupakan persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang secara langsung diassembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi. 3. Persediaan Bahan-Bahan Pembantu (Supplies Stock) Merupakan persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu kelancaran produksi, tetapi tidak merupakan bagian dari barang jadi.4. Persediaan Barang Setengan Jadi (Work in Process)

Merupakan barang-barang yang belum berupa barang jadi, akan tetapi masih diproses lebih lanjut sehingga menjadi barang jadi.5. Persediaan Barang Jadi (Finished Good)

Merupakan barang-barang yang selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk disalurkan kepada distributor, pengecer, atau langsung dijual ke pelanggan. 2.4 Komponen Biaya Persediaan (Inventory Cost) Tujuan dari manajemen persediaan adalah memiliki persediaan dalam jumlah yang optimal, pada waktu yang tepat dengan biaya yang minimum. Oleh karena itu, kebanyakan model-model persediaan menjadikan biaya sebagai parameter dalam mengambil keputusan. Secara umum, biaya dalam sistem persediaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Ginting, 2007): 2.4.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost) Biaya pembelian dari suatu item adalah harga pembelian setiap unit item jika itemitem tersebut berasal dari sumber-sumber eksternal, atau biaya produksi per unit bila berasal dari internal perusahaan. Biaya pembelian bisa bervariasi untuk berbagai ukuran pemesanan bila pemasok menawarkan potongan harga untuk pemesanan dalam jumlah besar. Dalam kebanyakan teori persediaan, biaya pembelian tidak dimasukkan kedalam total biaya persediaan karena dianggap biaya pembelian per unit tidak mempengaruhi jumlah barang yang dibeli.

II-4

2.4.2

Biaya Pengadaan (Procurement Cost) Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis, berdasarkan asal-usul barang, yaitu

biaya pemesanan (ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (set up cost) bila barang tersebut diproduksi sendiri (Pujawan, 2005, hal: 99). a. Biaya Pemesanan (Ordering Cost) Biaya pemesanan adalah semua biaya yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Komponen dari biaya ini adalah biaya ekspedisi, biaya komunikasi, administrasi, pengiriman ke gudang, dll. Secara umum, biaya pemesanan tidak tergantung pada jumlah yang dipesan. Oleh karena itu, biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan. Biaya ini pada umumya meliputi, antara lain : 1. Pemrosesan pesanan. 2. Biaya ekspedisi. 3. Biaya telepon dan keperluan komunikasi lainnya. 4. Pengeluaran surat meyurat, foto kopi dan perlengkapan administrasi lainnya. 5. Biaya pengepakan dan penimbangan. 6. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan 7. Biaya pengiriman ke gudang, dan seterusnya. Secara normal, biaya perpesanan tidak naik bila kuantitas pesanan berubah. Tetapi bila semakin banyak item yang dipesan setiap kali pemesanan, maka jumlah pemesanan per periode akan turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti biaya pemesanan total per periode adalah sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan. b. Biaya Pembuatan (Set up Cost) Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mempersiapkan proses produksi barang. Biaya ini biasanya timbul di dalam pabrik, misalnya biaya menyetel mesin, biaya mempersiapkan gambar benda kerja, dan sebagainya.

II-5

Karena kedua ongkos tersebut diatas mempunyai peran yang sama, yaitu pengadaan, maka didalam sistem persediaan ongkos tersebut sering disebut sebagai ongkos pengadaan (procurement cost). Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya biaya pembuatan antara lain: 1. Biaya penyusunan peralatan produksi 2. Biaya perbaikan mesin 3. Biaya mempersiapkan gambarkerja 2.4.3 Biaya Penyimpanan (Holding Cost/ Carrying Cost) Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul akibat menyimpan suatu item. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila jumlah barang yang dipesan semakin banyak, atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Komponenkomponen biaya penyimpanan adalah sebagai berikut: (Pujawan, 2005, hal: 87): a. Biaya Memiliki Persediaan (Biaya Modal) Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat di ukur dengan suku bunga bank. Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentasi nilai persediaan untuk periode tertentu. b. Biaya Gudang Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga muncul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya di sewa, maka yang timbul adalah biaya sewa. Tetapi jika gudang dan peralatannya adalah milik perusahaan, maka biaya gudang merupakan biaya depresi. c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya ini diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya.

d.

Biaya Kadaluarsa

II-6

Barang yang disimpan akan mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut. e. Biaya Asuransi Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung pada jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi. f. Biaya Administrasi dan Pemindahan Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan peralatan handling. Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan masalah kuantitatif, biaya simpan per unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang yang disimpan (misalnya : Rp/unit/tahun). Biaya tersebut merupakan variabel apabila bervariasi dengan tingkat persediaan. Tetapi apabila biaya fasilitas penyimpanan tidak bervariabel, tetapi tetap maka tidak termasuk dalam biaya penyimpanan per unit. 2.4.4 Biaya Kekurangan Persediaan (Stock Out Cost/ Shortage Cost) Biaya kekurangan persediaan merupakan biaya yang paling sulit ditentukan dari semua biaya yang ada dalam persediaan. Biaya ini timbul bila persediaan yang ada tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan. Biaya yang timbul dari kekurangan persediaan ini adalah nilai penjualan yang hilang karena tidak mampunya memenuhi permintaan, terganggunya proses produksi, timbulnya biaya pemesanan khusus dan biaya yang tidak nyata adalah kehilangan pelanggan yang beralih ke perusahaan lain. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan persediaan adalah sebagai berikut: a. Kehilangan penjualan; ketika perusahaan tidak mampu memenuhi suatu pesanan, maka ada nilai penjualan yang hilang bagi perusahaan.

II-7

b.

Kehilangan langganan; pelanggan yang merasa kebutuhannya tidak dapat dipenuhi perusahaan akan beralih keperusahaan lain yang mampu memenuhi kebutuhan mereka.

c.

Biaya pemesanan khusus; agar perusahaan mampu memenuhi kebutuhan akan suatu item, perusahaan bisa melakukan pemesanan khusus agar item tersebut diterima tepat waktu. Pemesanan khusus biasanya mengakibatkan pertambahan biaya pada biaya ekspedisi dan harga item yang dibeli.

d.

Terganggunya proses produksi, jika kekurangan persediaan terjadi pada persediaan bahan, dan hal ini tidak diantisipasi sebelumnya, maka kegiatan produksi akan terganggu.

e. 1.

Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial, dan sebagainya. Biaya kekurangan persediaan dapat di ukur dari: Kuantitas yang Tidak Dapat Dipenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi (Rp/ unit).

2. Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi

3.

Waktu Pemenuhan gudang. Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan. Sehingga waktu menganggur tersebut dapat di artikan sebagai uang yang hilang. Satuan dari biaya ini adalah Rp/ unit.

4. Biaya ini diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi

5.

Biaya Pengadaan Darurat menghadapi masalah kekecewaan pelanggan karena tidak terpenuhinya permintaan, maka perusahaan mengadakan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan dengan pengadaan normal dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan Rp/setiap kali kekurangan. Biaya persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan kebijaksanaan

6. Untuk

persediaan hanyalah biaya-biaya yang bersifat variabel (incremental cost). Untuk biaya-biaya yang bersifat fixed cost (biaya tetap) seperti biaya pembelian, tidak

II-8

akan mempengaruhi hasil optimal sehingga tidak perlu dipertimbangkan (Assauri, S 1984). 2.4.5 Biaya Sistemik Biaya sistemik meliputi biaya perancangan dan perencanaan sistem persediaan serta ongkos-ongkos untuk mengadakan peralatan (misalnya komputer) serta melatih tenaga untuk mengoperasikan sistem. Biaya sistemik di anggap sebagai biaya investasi bagi pengadaan suatu sistem pengadaan. Dalam identifikasi biaya persediaan, perlu diperhatikan perbedaan antara biaya persediaan aktual (secara akuntansi) dan biaya yang digunakan dalam penentuan kebijaksanaan persediaan. Dalam hal ini, yang diperhitungkan hanyalah biaya-biaya yang bersifat variabel, sedangkan yang bersifat tetap tidak akan mempengaruhi hasil optimasi yang diperoleh sehingga keberadaannya tidak harus diperhitungkan. Karena itu yang dimaksud dengan biaya persediaan disini bukanlah biaya persediaan actual yang dihitung secara akuntansi, tetapi biaya persediaan untuk keperluan penentuan kebijaksanaan. 2.5 Model- Model Persediaan Dalam pengelolaan persediaan, terdapat dua keputusan penting yang harus dilakukan oleh manajemen, yaitu berapa banyak jumlah/ barang yang harus dipesan untuk setiap kali pengadaan persediaan, dan kapan pemesanan barang harus dilakukan. Setiap keputusan yang diambil mempunyai pengaruh terhadap besar biaya persediaan. Untuk memudahkan dalam mengambil keputusan, dikembangkan model-model dalam manajemen persediaan (Siswanto, 2007). 2.5.1 Model Persediaan Deterministik Model persediaan deterministik ditandai oleh karakteristik permintaan dan waktu kedatangan pesanan yang dapat diketahui sebelumnya secara pasti. Model dasar untuk persediaan deterministik adalah model Economic Order Quantity (EOQ). Model ini merupakan model sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran pesanan yang ekonomis.

II-9

Untuk menentukan kebijaksanaan persediaan yang optimum, dibutuhkan informasi mengenai parameter-parameter berikut: 1. 2. 3. Perkiraan kebutuhan Biaya-biaya persediaan Lead time Dalam model persediaan deterministik parameter-parameter yang

berpengaruh terhadap sistem persediaan dapat diketahui dengan pasti. Rata-rata kebutuhan dan biaya-biaya persediaan diasumsi diketahui dengan pasti. Lamanya lead time juga diasumsikan selalu tetap. Karena semua parameter bersifat deterministik maka tidak dimungkinkan adanya kekurangan peersediaan. Dalam dunia nyata, akan sangat jarang ditemukan situasi dimana seluruh parameter dapat diketahui dengan pasti. Karena itu, akan lebih masuk akal jika digunakan modelmodel probabilistik yang mempertimbangkan ketidakpastian pada parameter parameternya. Namun, model deterministik terkadang merupakan pendekatan yang sangat baik, atau paling tidak merupakan langkah awal yang baik untuk menggambarkan fenomena persediaan (Erlina, SE 1989). Model ini mempertimbangkan dua biaya persediaan yaitu biaya pesan dan biaya simpan. Pada kenyataannya, jarang ditemukan situasi di mana seluruh parameter diketahui secara pasti. Namun terkadang model ini merupakan pendekatan yang baik untuk menggambarkan fenomena persediaan. 2.5.2 Model Persediaan Probabilistik Model persediaan probabilistik ditandai oleh perilaku permintaan dan lead time yang tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya sehingga perlu didekati dengan distribusi probabilitas. Kondisi persediaan dengan ketidakpastian menyebabkan perlunya cadangan pengaman untuk meredam fluktuasi selama waktu tertentu. Dengan adanya persediaan pengaman, maka akan timbul biaya tambahan dalam penyimpanan persediaan tambahan tersebut. Model ini menggunakan rumus dasar EOQ, namun ditambah dengan perhitungan persediaan pengaman yang optimal dengan mempertimbangkan variasi permintaan sepanjang lead time sehingga dikeluarkan biaya yang paling minimum.

II-10

Parameter-parameter seperi permintaan, lead time, biaya penyimpanan, biaya pemesanan, biaya kekurangan persediaan dan harga, kenyataannya sering bervariasi. Model-model deterministik tidak peka terhadap perubahan-perubahan parameter tersebut. Untuk menghadapi variasi yang ada, terutama variasi permintaan dan lead time, model probabilistik biasanya dicirikan dengan adanya persediaan pengaman (safety stock). 2.5.3 Identifikasi Material Menggunakan Analisis Klasifikasi ABC Klasifikasi ABC atau sering juga disebut sebagai analisis ABC merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit dikalikan volume penggunaan dari material itu selama periode tertentu). Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisis ABC juga dapat ditetapkan menggunakan kriteria.2.6

Model-Model Persediaan EOQ merupakan contoh dari system persediaan yang didorong (push

2.6.1 Economic Order Quantity (Model Persediaan Tradisional)

inventory system) dimana perolehan persediaan diawali dengan antisipasi permintaan di masa mendatang bukan reaksi terhadap permintaan saat ini. 1. Biaya Persediaan penyimpanan TC = PD/Q + CQ/2 ..(1) Dimana : P : Biaya penempatan dan penerimaan pesanan/biaya persiapan pelaksanaan Produksi D : Jumlah permintaan tahunan yang diketahui Q : Jumlah unit yang dipesan setiap kali pesanan dilakukan C : Biaya penyimpanan satu unit persediaan selama satu tahun Missal : Sebuah usaha reparasi lemari es (dimana komponen dibeli dari pemasok eksternal) D = 10.000 unit P = $25 perpesanan = Biaya pemesanan / Persiapan + Biaya

II-11

Q = 1.000 unit

C = $2 perunt

Biaya persediaan = (10 kali pesanan X $25/pesanan) + ($2 x (1000 unit /2) = $1.250 Artinya : Kuantitas pesanan sebanyak 1.000 dengan total biaya $1.250 apakah sudah merupakan pilihan terbaik (biaya terkecil) Itu sebabnya perlu EOQ . EOQ / Q = 2PD/C = (2 x $25 X 10.000) : $2 = 250.000 = 500 unit Pemesanan 500 unit tiap kali pesanan 20 x pesanan merupakan hitungan yang menghasilkan biaya persediaan terkecil masukan ke pesamaan (1) Biayanya menjadi $1.000 (Bandingkan dengan Q = 1.000 unit biaya $1.250) Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point / ROP) Titik dimana suatu pesanan baru harus dilakukan (atau persiapan dimulai) Fungsi dari EOQ, tenggang waktu dan tingkat dimana persediaan hampir habis Tenggang waktu / Lead Time : waktu yang dibutuhkan untuk menerima kuantitas pesanan ekonomis setelah pesanan dilakukan atau persiapan dimulai ROP = Tingkat Penggunaan x Tenggang Waktu Misal : Contoh di atas. Produsen gunakan 50 komponen / hari dengan tenggang waktu 4 hari ROP = 50 x 4 = 200 unit Saat persediaan 200 unit sudah harus pesan lagi. Ketidakpastian Permintaan dan Titik Pemesanan Kembali Jika permintaan atas komponen atau produk tidak diketahui dengan pasti, maka ada kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan. Sebagai contoh, jika komponen lemari es digunakan pada tingkat 60 komponen perhari dan bukan 50, maka sesuai perhitungan ROP diatas sebesar 200 komponen akan habis dalam waku 3 1/3 hari dan aktivitas reparasi yang membutuhkan komponin ini akan menganggur 2/3 hari.

II-12

Guna menghindari hal ini, organisasi sering menyimpan persediaan pengaman (safety stock) persediaan ekstra yang disimpan sebagai jaminan atas fluktuasi permintaan. Contoh : Jika penggunaan maksimal komponen lemari es 60 unit perhari dan ratarata penggunaan adalah 50 unit perhari, dan tenggang waktu 4 hari, maka persediaan pengaman dihitung sb: Safety Stock = Penggunaan maksimal 60 Rata-rata penggunaan Selisih Tenggang waktu Safety stock ROP = ROP semula + Safety Stock = 200 + 40 = 240 unit Benson Company, manufaktur besar pembuat alat-alat pertanian yang memiliki beberapa pabrik. Manajer di baprik Barat Tengah ini mencoba menentukan ukuran produksi untuk bagian pembuatan mata pisau. Ia yakin bahwa ukuran lota yang ada sekarang terlalu besar dan ingin mengidentifikasi jumlah yang harus diproduksi agar dapat meminimalkan biaya penyimpanan dan biaya persiapan. Ia juga ingin menghindari kehabisan persediaan karena setiap kehabisan persediaan itu akan menutup Departemen Perakitan. Guna membantu manajer tersebut membuat keputusan, kontroler perusahaan telah menyedian informasi beriktut : Permintaan rata-rata mata pisau Permintaan maksimal mata pisau Permintaan tahunan mata pisau Biaya penyimpanan perunit Biaya persiapan Tenggang waktu = 320 perhari = 340 perhari = 80.000 = $5 = $12.500 = 20 hari 50 10 x 4 hari 40 unit

II-13

EOQ = 2PD/C 2 x 12.500 x 80.000 : 5 400.000.000 20.000 belati Safety Stock : Penggunaan maksimal = 340 Penggunaan rata-rata Selisih Tenggang waktu Safety Stock ROP = (320 x 20) + 400 6.800 unit Kebaikan EOQ : 1. Persediaan tradisional baik bagi beberapa kasus seperti persediaan obat yang penting untuk mengatasi serangan jantung 2. Menyeimbangkan biaya persiapan biaya persiapan dan penyimpanan yang memaksimumkan laba atau meminimumkan biaya 3. Saat biaya persiapan tinggi jadi lebih baik buat produk dengan jumlah besar 4. Sangat baik saat mengatasi masalah yang berkaitan dengan ketidakpastian.2.6.2 Metode Economic Order Quantity (EOQ) Sederhana

= 320 = 20 = x 20 = 400

= (Penggunaan rata-rata x tenggang waktu) + Safety stock

Jika suatu barang dipesan dari pemasok, berapapun jumlah barang yang dipesan, biaya pemesanan besarnya selalu sama, artinya biaya pemesanan tidak tergantung pada jumlah pemesanan melainkan berapa kali pemesanan dilakukan. Jika suatu barang diproduksi, perusahaan harus menset up mesin dan fasilitas produksi lainnya, harus membuat rencana, dan lain-lain biaya tersebut tidak akan berbeda untuk jumlah produksi yang berbeda. Setiap pemesanan atau pembuatan poduk, biaya dapat diklarifikasikan kedalam dua jenis, yaitu biaya tetap (fix cost) dan biaya variabel. Akibat adanya dua tipe biaya ini, maka biaya total (fix cost dan variable cost) akan menjadi berbeda jika jumlah unit yang diproduksi berbeda. Bila barang yang diproduksi satu atau

II-14

seribu, fix cost ini besarnya tetap. Selanjutnya, bila fix cost ini dibebankan pada biaya produksi per unit, maka fix cost ini akan dibagi oleh jumlah unit yang diproduksi. Jadi, semakin banyak jumlah yang akan diproduksi akan semakin kecil. Logikanya, akan terdapat titik temu (optimal) agar Total kedua biaya tersebut minimal. Model di atas dapat diformulasikan sebagai berikut : Q* = Di mana : A D I C = OrderCost = Permintaan per Periode = Holding Cost (dalam desimal) = Harga per Unit 2 AD IC

Model ini dapat diterapkan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut : 1. Permintaan diketahui dengan pasti dan konstan selama periode persediaan2. Semua item yang dipesan diterima seketika, tidak bertahap

3. Jarak waktu sejak pesan sampai pesanan datang pasti 4. Semua biaya diketahui dan bersifat pasti 5. Tidak ada diskon dalam tingkat kuantitas pesanan6. Kekurangan persediaan (stock Out) tidak diizinkan 2.6.3 Model Economic Order Quantity (EOQ) dengan Potongan Harga

Suatu potongan harga dengan jumlah pembelian yang sangat besar sangat lazim ditawarkan oleh penjual. Hal ini menarik minat pembeli agar mau membeli dalam jumlah yang besar, sehingga turunnya harga beli per unit, biaya pengiriman lebih rendah, penuunan biaya pemesanan, dan minimasi resiko kekurangan stock. Untuk itu perlu dicari solusi optimal dari kedua konsekuensi logis tersebut. Untuk kasus adanya potongan harga pada kuantitas tertentu, model EOQ sederhana dapat diteraqpkan dengan langkah tambahan. Table 2.1 Potongan Harga Order size Unit variable cost

II-15

0 < Q < q1 q1 Q < q2 q2 Q < q3 q3 Q

C1 C2 C3 C4

2.6.4 Model EOQ dengan Back Order

Bila kekurangan persediaan atau keterlambatan pemenuhan kebutuhan (shortage) diizinkan dengan biaya pengadaan/keterlambatan tertentu, maka model EOQ sederhana dapat dimodifikasikan : EOQ = Dimana : A D H B = Order Cost = Demand rata-rata dalam satu horison perencanaan = Holding cost (H=IC) = Biaya back order per unit per periode 2. AD H B+H H

Persediaan maksimal adalah : EOQ = Total Inventory Cost : TIC = AD ( Q 1) + H I 2 +B Q 2Q 2Q2

2. AD H

B H+H

2.6.5 Model Economic Production Quality (EPQ)

Model EOQ sederhana menganggap bahwa kuantitas yang dipesan akan diterima sekaligus dalam suatu saat yang sama. Jika item diproduksi sendiri, umumnya pesanan tidak dapat datang sekaligus karena keterbatasan tingkat produksi. Persediaan akan tiba secara bertahap dan juga dikurangi secara bertahap karena untuk memenuhi kebutuhan. Logikanya, kecepatan produksi (p) harus lebih tinggi dari kecepatan pemakaian (d). jika tidak akan ada stock out.

II-16

Untuk menghitung jumlah lot optimal untuk sekali produksi adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Q* = 2 AD d H 1 p D Q (1 d / p ) +H Q 2

TIC = A =

2.6.6 Metode EPQ Banyak Item

Model EPQ banyak item merupakan modifikasi dari persamaan model EPQ sebelumnya, dimana EPQ ditentukan dengan pertimbangan seluruh komponen yang harus diproduksi. Dengan modifikasi tersebut, persamaan waktu siklus optimal (t0) untuk keseluruhan item adalah sebagai berikut. t= Dh Dn hn 1 n n Pn 2 k n

2.7

Metode P Model P adalah suatu model persediaan yang variabel keputusannya adalah

periode pemeriksaan persediaan. Dalam model ini, jumlah unit yang dipesan akan berubah-ubah tergantung sisa atau jumlah persediaan saat diperiksa. Jika pada saat diperiksa, jumlah persediaan di gudang masih banyak, maka pesan sedikit. Jika sisa persediaan tinggal sedikit, dipesan dalam jumlah yang lebih besar. Sementara variabel yang tetap adalah jarak waktu pemeriksaan. Dalam model P ini, status persediaan akan diamati pada interval waktu yang tetap. Jumlah persediaan dalam hal ini tidak dipantau terus-menerus, melainkan diperiksa pada interval waktu yang telah ditetapkan berdasarka perhitungan dalam model P. Dalam kenyataan, kebijakan periode pemerikasaan tetap ini terkadang harus diambil jika pemasok memiliki jadwal tetap untuk datang ke perusahaan dan perusahaan tidak dapat memesan semaunya. Misalkan karena masalah transportasi antar pulau, pemasok akan datang sebulan sekali pada setiap tanggal 20, maka pada

II-17

setiap tanggal 20 jumlah persediaan diperiksa. Selanjutnya kekurangan persediaan dipesan dan akan datang sesuai lead time, dalam kasus ini bisa satu bulan, bisa pula dua bulan. Model P berfungsi dengan cara yang sangat berbeda dibandingkan model Q karena hal-hal berikut : 1. 2. 3. Model P tidak mempunyai titik pemesanan kembali, tetapi lebih menekankan pada target persediaan. Model P tidak mempunyai nilai EOQ karena jumlah pemesanan akan bervariasi tergantung permintaan yang sesuai dengan target persediaan. Dalam model P, interval pemesanannya tetap sedangkan kuantitas pesanannya berubah-ubah. Dalam model P, variabel keputusan adalah variabel siklus pemesanan (t). Periode pemeriksaan dapat diperoleh dengan persamaan berikut : T = Q D

Q dalam persamaan selanjutnya didistribusikan dengan rumus EOQ, sehingga persamaan tersebut menjadi seperti berikut : t0 = 2k Dh

Target dari tingkat persediaan dapat ditetapkan berdasarkan tingkat pelayanan yang ingin diberikan. Dalam hal ini target persediaan memiliki rumus yang mirip, namun tidak sama dengan rumus titik pemesanan kembali (ROP/R) dalam model Q. Target persediaan tersebut adalah memenuhi permintaan selama lead time (L) ditambah periode optimal pengamatan (t0). Hal ini dilakukan karena persediaan tidak akan dipesan lagi sampai kedatangannya. Untuk mencapai pelayanan tertentu, permintaan harus dipenuhi sepanjang waktu t+L secara rata-rata ditambah suatu persediaan pengaman, secara matematis, rumus tersebut adalah sebagai berikut : R = d t + L + ZS dtL Dimana : T : target tingkat persediaan maksimum yamg diinginkan

II-18

Dt+L Z SdtL 2.8

: permintaan rata-rata selama t + L : faktor pengaman (nilai Z pada tingkat pelayanan (1 ) %) : standar deviasi permintaan selama t+L

Pengendalian Persediaan Model P maupun Q memerlukan asumsi-asumsi yang dalam kenyataan

tidak berlaku. Jika terjadi demikian, maka hasil perhitungan yang diperoleh tentunya tidak dapat digunakan. Model persediaan tradisional memberikan solusi berupa diadakannya suatu persediaan dalam jumlah tertentu sebagai tindakan pengendalian atas kondisi-kondisi nyata yang mungkin terjadi tersebut. Itulah yang disebut dengan sediaan pengaman atau safety stock (SS). Penentuan besarnya safety stock ini dipengaruhi oleh pola permintaan, biaya, dan lead time. Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan safety stock tersebut. Berikut ini akan diberikan beberapa perhitungan bila terjadi perubahan-perubahan pada biaya, lead time, dan permintaan. 2.8.1 Pengaruh Perubahan Elemen Biaya Model-model persediaan yang telah dibahas di depan, mengasumsikan biaya-biaya yang terjadi adalah relatif tetap. Bila biaya tersebut berubah, maka jumlah pesanan ataupun jumlah produksi yang ekonomis juga ikut berubah. Perubahan-perubahan harga akan menyebabkan jumlah pesanan atau jumlah produksi menurut perhitungan ikut berubah.2.8.2 Pengaruh Perubahan Lead time

Model-model pengendalian persediaan tradisional juga mengasumsikan waktu yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan adalah konstan. Secara aktual, asumsi ini sulit dipenuhi karena banyak masalah yang tak dapat dihindarkan sehingga pesanan telah dilakukan tidak dapat terkirim sesuai perkiraan. Kepastian lead time ini sangat vital, karena pemesanan yang optimal dilakukan pada saat sebesar lead time sebelum bahan tersebut habis, sehingga pada saat bahan habis pesanan yang dilakukan pada saat itu tepat diterima. Dengan demikian tidak terlalu banyak persediaan. Perubahan lead time itu akan diantisipasi

II-19

pihak manajemen perusahaan dengan menyediakan safety stock sehingga tidak menganggu sistem persediaan.2.8.3 Penentuan Safety Stock

Ketidakpastian jumlah dan waktu permintaan, lead time, dan jumlah serta penyelesaian produksi merupakan problem yang sering terjadi, dan menyebabkan kehabisan persediaan atau sebaliknya. Resiko kehabisan persediaan antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut seperti permintaan yang lebih besar, lead time bertambah dan permintaan terlalu tinggi dan waktu ancang bertambah. Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu disediakannya suatu jumlah tertentu (safety stock = SS) akan mengurangkan resiko kehabisan persediaan. Safety stock berdasarkan tingkat pelayanan dapat mempermudah untuk memperkirakan biaya kehabisan persediaan secara tepat. Penentuan berapa jumlah safety stock yang dapat memenuhi tingkat pelayanan tertentu yang diberikan adalah tergantung dari model persediaannya, yaitu model Q atau model P. ukuran safety stock dapat dilihat dari :1. Penentuan safety stock dengan service level tertentu 2. Penentuan safety stock untuk permintaan berdistribusi normal 3. Penentuan safety stock untuk permintaan berdistribusi empiris 4. Penentuan safety stock bila permintaan tidak pasti 5. Penentuan safety stock bila lead time tidak pasti

II-20