Acc Ibuk Iin

59
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peseroan terbatas Bukit Asam (PTBA) merupakan perusahaan tambang kelas dunia yang terintegritas menjadi perusahaan energi yang berkelanjutan. PTBA memiliki total sumber batubara sebesar 7,29 miliar ton dan total cadangan tambangan sebesar 1,99 miliar ton dari total kepemilikan wilayah kuasa pertambangan seluas 90.832 Ha. Kebutuhan dunia industri akan ketersediaan sumber energi makin memuncak, pembangunan PLTU menjadi strategi cerdas PTBA untuk mencukupi kebutuhan listrik kegiatan operasi dan sekaligus mendukung ketersediaan sumber daya listrik bagi negara. Salah satunya adalah PLTU PTBA (Persero) Tbk. Tanjung Enim. PLTU PTBA (Persero) Tbk. Tanjung Enim dengan kapasitas 3×10 MW merupakan pembangkit listrik dengan menggunakan ±130 ton batubara per-hari. Pada awalnya tujuan pembangunan PLTU ini adalah untuk memanfaatkan batubara yang berkalori rendah karena harga jual ekspor rendah atau bahkan tidak laku di pasaran. Walaupun di PLTU PTBA ini menggunakan batubara yang berkalori rendah yaitu 4.000-6.000 KCal/Kg. Namun sisa pembakarannya berupa emisi gas buang akan menimbulkan dampak baru bagi lingkungan berupa pencemaran udara. 1

description

LAPORAN KERJA PRAKTEK TENTANG ESP

Transcript of Acc Ibuk Iin

Page 1: Acc Ibuk Iin

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peseroan terbatas Bukit Asam (PTBA) merupakan perusahaan tambang

kelas dunia yang terintegritas menjadi perusahaan energi yang berkelanjutan.

PTBA memiliki total sumber batubara sebesar 7,29 miliar ton dan total cadangan

tambangan sebesar 1,99 miliar ton dari total kepemilikan wilayah kuasa

pertambangan seluas 90.832 Ha. Kebutuhan dunia industri akan ketersediaan

sumber energi makin memuncak, pembangunan PLTU menjadi strategi cerdas

PTBA untuk mencukupi kebutuhan listrik kegiatan operasi dan sekaligus

mendukung ketersediaan sumber daya listrik bagi negara. Salah satunya adalah

PLTU PTBA (Persero) Tbk. Tanjung Enim.

PLTU PTBA (Persero) Tbk. Tanjung Enim dengan kapasitas 3×10 MW

merupakan pembangkit listrik dengan menggunakan ±130 ton batubara per-hari.

Pada awalnya tujuan pembangunan PLTU ini adalah untuk memanfaatkan

batubara yang berkalori rendah karena harga jual ekspor rendah atau bahkan tidak

laku di pasaran. Walaupun di PLTU PTBA ini menggunakan batubara yang

berkalori rendah yaitu 4.000-6.000 KCal/Kg. Namun sisa pembakarannya berupa

emisi gas buang akan menimbulkan dampak baru bagi lingkungan berupa

pencemaran udara.

Sisa pembakaran batubara akan menghasilkan emisi gas buang atau

partikulat yang sangat berbahaya terhadap lingkungan berupa SO2, NO2, CO, CO2,

VHC (Volatine Hydrocarbon) dan SPM (Suspended Particulate Matter). Polusi

ini akan menyebar dari sumbernya melalui proses dispersi dan deposisi, yang

dapat menurunkan kualitas udara, tanah dan air (Iswan, 2010).

Pada umumnya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan

partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di

alveoli. Partikulat yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian

atas dan menyebabkan iritasi. Pengaruh buruk dari Partikulat berupa pertikel-

partikel yang berukuran 0,1-10 µ terhadap kesehatan dan lingkungan seperti pada

Tabel 1.1.

1

Page 2: Acc Ibuk Iin

Tabel 1.1 Pengaruh Gas Emisi terhadap Kesehatan dan Lingkungan (Agung, 2000)

Emisi Pengaruh terhadap

kesehatan

Pengaruh terhadap Lingkungan

SO2 Gangguan saluran

pernapasan

Radang paru-paru

Hujan asam yang dapat merusak

danau, sungai dan hutan

Mengganggu jarak pandang

NO2 Sakit pada saluran

pernapasan

Hujan asam

Ozon menipis

Pertikel/

Debu

Iritasi pada mata

Bronkitis dan

gangguan pada

saluran pernapasan

Mengganggu jarak pandang

CO2 Tidak berpengaruh

secara langsung

Pemanasan global

Merusak ekosistem

Untuk mengatasi permasalahan di atas maka digunakan fly ash system

berupa pengontrol partikulat. Jenis pengontrol partikulat yang ada antara lain

adalah inertial separator (settling chamber, baffle chamber, dan cyclone), fabric

filter (baghouse), wet scrubber dan electrostatic presipitator (ESP). Di PLTU

PTBA (Persero) Tbk. Tanjung Enim ini menggunakan electrostatic presipitator

sebagai pengendali gas buang sisa pembakaran pada boiler.

Electrostatic presipitator bekerja dengan cara mengandapkan debu secara

elektrostatik. Dimana partikel-partikel debu akan dilewatkan pada suatu medan

listrik yang bertegangan tinggi antara katoda dan anoda. Pertikel tersebut akan

terionisasi menjadi ion negatif dan akhirnya akan ditarik oleh plat yang bermuatan

positif. Maka dari itu pada laporan kerja praktek ini akan membahas mengenai

“Aplikasi Elektrostatik Precipitator (ESP) pada Proses Penangkapan Abu

Hasil Pembakaran Batubara di PLTU PTBA (Persero) 3×10 MW Tanjung

Enim”.

2

Page 3: Acc Ibuk Iin

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari topik pembahasan dalam penulisan laporan kerja

praktek ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami prinsip kerja Electrostatic precipitator pada PLTU PTBA

(Persero) Tbk. 3x10 MW Tanjung Enim.

2. Menghitung pengaruh luasan plat pengumpul pada collecting electrode dan

discharge electrode erhadap nilai efisiensi ESP.

3. Menganalisa pengaruh kerusakan ESP terhadap kemampuan ESP

dalam menangkap abu sisa pembakaran pada boiler.

1.3. Batasan Masalah

Untuk memfokuskan masalah yang dibahas pada laporan ini maka penulis

memberikan batasan masalah yakni:

1. Laporan ini hanya membahas aplikasi kerja Electrostatic precipitator pada

PLTU PTBA (Persero) Tbk.. 3x10 MW Tanjung Enim.

2. Tidak membahas jenis pertikulat atau kandungan kimia yang lepas ke udara

bebas.

3. Laporan ini hanya membahas pengaruh luasan plat pengumpul terhadap

nilai efisiensi ESP dan kemampuan ESP dalam menangkap abu.

4. Tidak membahas sistem proteksi yang digunakan pada ESP.

3

Page 4: Acc Ibuk Iin

BAB 2

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Singkat PT. Bukit Asam (Persero) Tbk

Sejarah singkat mulianya penambangan batubara di Tanjung Enim adalah

sekitar tahun 1919. Saat itu tambang batubara pertama mulai dibuka dan

beroperasi di Air Laya pada zaman kolonial Belanda dengan sistem penambangan

terbuka atau open pit mining. Selanjutnya tambang bawah tanah atau underground

mining mulai dilakukan tahun 1923 sampai tahun 1940–an. Tahun 1950

pemerintah menyetujui pembentukan Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit

Asam (PNTABA). Pada tahun 1981 PNTABA berubah status menjadi Perseroan

Terbatas. Namanya juga berganti menjadi PT. Tambang Batubara Bukit Asam.

Pada 1990 PTBA digabung dengan Perum Tambang Batubara dan mulai

tahun 1994 ditugaskan Surabaya dengan kode “PTBA“. PTBA merupakan

perusahaan tambang Batubara terbesar ke-5 di Indonesia. PT. Bukit Asam

merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) total sumber daya batubara

sebesar 7,5 miliar ton dan total cadangan tertambang sebesar 1,8 miliar ton yang

beroperasi di tiga wilayah penambangan yaitu Tanjung Enim, Ombilin, dan

Cerenti. Dengan cadangan yang melimpah, batubara tersebut dapat digunakan

untuk bahan bakar utama PLTU.

Pada 19 Desember 2007 Berdasarkan SK Direksi PTBA No: 338/KEP/Int-

0100/OT.01/2007 dibentuk Struktur Organisasi Proyek Pembangunan PLTU

Tanjung Enim 3x10 MW yang selanjutnya disebut P3TE. Setelah melalui proses

yang panjang, pada 18 Agustus 2009 diawali pembangunan PLTU 3x10 MW

milik PTBA dengan adanya Peletakan batu pertama oleh Direksi PTBA dan

President Director of Jo.COC-Weltes Mr. Chow Man Hang.

Selain pembangunan PLTU PTBA Tanjung Enim 3x10 MW, digulirkan

pula rencana pembangunan pembangkit yang sama di Pelabuhan Tarahan yakni

PLTU dengan kapasitas terpasang 2x8 MW. Dengan adanya proyek pembangkit

di Tarahan ini, maka pada tanggal 7 Agustus 2009, berdasarkan SK Direksi No:

210/KEP/int-0100/OT.01/2009, proyek P3TE berubah menjadi Proyek

pembangunan PLTU Milik Sendiri, selanjutnya disebut P3MS. Proyek P3MS ini

4

Page 5: Acc Ibuk Iin

mengelola dua proyek pembangkit PTBA yaitu PLTU TE 3x10 MW dan PLTU

Tarahan 2x8 MW.

Akhirnya setelah sekitar 3 tahun pembangunan PLTU Banko Barat 3x10

MW, maka pada 8 Juni 2012, dilakukan start synchron untuk pertama kalinya ke

PLTU TE 3x10 MW dengan beban pembangkit 2,25 MW. Setelah proses start

synchron tersebut, pada 31 Juli 2012 pukul 14.08, merupakan kali pertama PLTU

Banko Barat 3x10 MW mengirim daya ke Tambang PTBA. Dengan

beroperasinya PLTU TE 3x10 MW tersebut, maka status proyek pembangunan

PLTU Banko Barat 3x10 MW dapat dikatakan berakhir.

Selanjutnya untuk mengelola unit PLTU tersebut dibentuklah organisasi

satuan kerja pembangkit dan distribusi listrik atau yang disebut satker PDL.

Satker PDL ini terdiri dari :

1. Pembangkit (PLTU Banko Barat 3x10 MW)

2. Distribusi listrik yang dilebur dari satuan kerja perawatan dan perawatan

instalasi listrik, AC serta telkom.

2.2 Visi, Misi, dan Strategi

a. Visi

Menjadi perusahaan energi berbasis batubara yang berdaya saing dan

memberikan nilai optimal bagi stakeholders.

b. Misi

Untuk mencapai visi tersebut PTBA menetapkan misi diantaranya

memproduksi dan memasarkan batubara dan derivatifnya dengan cara terbaik,

biaya yang memperluas kompetitif serta berkembang harmonis bersama

lingkungan.

c. Strategi

Strategi yang PTBA kembangkan untuk mencapai visi dan misinya adalah

sebagai berikut.

1. Memaksimalkan profitabilitas melelui peningkatan produksi, peningkatan

volum penjualan, peningkatan produk bernilai tambah dan penekanan biaya

serta pengembangan angkutan batubara.

2. usaha secara vertikal, antara lain melalui PLTU mulut tambang.

3. Sinergi akusisi dan pengembangan perdagangan batubara.

5

Page 6: Acc Ibuk Iin

2.3 Sertifikasi dan Penghargaan

Berbagai prosedur dan standar kerja PTBA sudah menemui kelayakan

secara internasional sejak 1999 standart mutu PTBA sudah memenuhi ISO

9001:2000 pada tahan 2003. Laboratorium pengujian mutu PTBA juga telah

meraih ISO 17025, sertifikasi ini membuktikan komitmen PTBA untuk

senantiasa memproduksi dan menghasilkan batubara dengan prosedur yang

berlaku dan berkualitas menurut standar internasional. Secara periodik PTBA juga

melakukan survei kepuasan pelanggan untuk mengukur kinerja PTBA dan

memproleh masukan dari pihak luar perusahaan. Selain itu PTBA juga

menerapkan standar manajemen keamanan berdasarkan internasional code for

the security of ships and pour facilities (ISPS Code) Sistem menejemen kinerja

berdasarkan balanced scorecard, dan sistem manajemen resiko yang terintegrasi.

Perhatian PTBA tak hanya pada pelanggan tapi juga keselamatan dan

kesehatan kerja pegawai dengan telah dimulainya tahapan untuk memenuhi ISO

18001:2005. Aktivitas penambangan yang sering beresiko terhadap kerusakan

lingkungan, telah dikelola dengan baik sesuai dengan Analisa Dampak

Lingkungan, bahkan kini PTBA sedang dalam tahap mempersiapkan standar yang

sesuai dengan ISO 14001. Tujuannya untuk memberikan manfaat jangka panjang,

baik bagi pegawai maupun masyarakat dan generasi mendatang. Prosedur kerja

PTBA yang sudah baku telah beberapa kali mendapat pengakuan dari berbagai

pihak atau organisasi di luar perusahaan. Pengakuan ini berbentuk penghargaan,

antara lain di bidang Keselamatan dan Kesejahteraan Kerja (K3) tambang,

lingkungan hidup serta Kemitraan dan Bina Lingkungan.

2.4 Penghargaan di Bidang Lingkungan

1. Safety Award Katagori Utama, sebagai perusahaan tambang yang telah

mengelola asfek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tambang.

2. Penghargaan Zero Acciddent dari departemen tenaga kerja penghargaan

“Pengelolaan Batuan Penutup” dari direktorat Jendral Mineral, batubara dan

Panas bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya mineral.

3. Penghargaan Program Lingkungan bidang industri Pertambangan dari

Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

6

Page 7: Acc Ibuk Iin

4. Peringkat Baru Program Penelitian Kerja Prusahaan (PROPER) Dari

Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

2.5 Lokasi Pabrik PLTU TE 3x10 MW PTBA (persero)

PLTU TE 3x10 MW terletak di Banko Barat, Kecamatan Tanjung Enim,

Kabupaten Muara Enim, yang berjarak ±187 km sebelah Barat kota Palembang

dengan luas lahan sekitar ±4 hektar. Lokasi pembangkit berada didekat Sungai

Enim yang digunakan sebagai sumber bahan baku pembangkit dan disamping

pabrik briket Bukit Asam. Peta lokasi PLTU TE 3x10 MW dapat dilihat pada

Gambar 2.1

Gambar 2.1 Lokasi PLTU TE 3x10 MW (sumber:PLTU Tanjung Enim)

Umumnya sebuah pembangkit listrik tenaga uap akan ditempatkan di tepi

laut untuk mendekati sumber air yang besar. Untuk itulah di dekat Sungai Enim

dibangun PLTU TE 3x10. Selain itu, lokasi pembangkit juga terletak di sebelah

tambang batubara Bukit Asam sehingga mengefisiensikan biaya transportasi.

Maka dapat dikatakan bahwa lokasi PLTU TE 3x10 MW sangat strategis karena

mendekati dua sumber bahan baku utamanya yaitu air sebagai penggerak dan

pendingin serta batubara dan solar sebagai bahan bakarnya. Akan tetapi solar

hanya digunakan ketika start up.

2.6 Proses Pembangkitan di PLTU TE 3x10 MW PTBA (persero)

Secara umum deskripsi proses pembangkitan listrik yang ada di PLTU

adalah proses produksi listrik dengan memanfaatkan steam sebagai fluida kerja

yang dapat menggerakan turbin lalu diteruskan ke generator kemudian generator

7

Page 8: Acc Ibuk Iin

akan mengkonversi energi mekanik (putaran turbin) menjadi energi listrik. proses

tersebut dimulai dari persiapan bahan baku yang meliputi batubara dan air demin

(air umpan), kemudian proses produksi steam dengan cara membakar batubara

pada tungku pembakaran dan memanfaatkan panasnya untuk memanaskan air

pada tube-tube boiler dan terakhir yaitu memanfaatan steam yang dihasilkan

untuk memutar sudu-sudu turbin dan menggerakkan generator yang akan

menghasilkan energi listrik.

Adapun diskripsi proses pembangitan di PLTU TE 3x10 MW dapat

dijelaskan sebagai berikut.

A. Persiapan Bahan Baku

Pada tahap ini semua bahan baku disiapkan baik air demin, batubara dan

solar sebagai bahan bakar bantuan serta pasir silika yang berfungsi sebagai media

penghantar dan penyimpan panas .

B. Persiapan Air Demin

Persiapan air demin yang dilakukan dalam tahap ini adalah proses

penjernihan dan proses pumurnian. Diharapkan air yang sudah mengalami proses

tersebut akan bersih dan bebas dari ion- ion yang tidak diinginkan, yang mana

ion-ion baik anion maupun kation yang dapat terendap atau dapat bereaksi dalam

temperatur dan tekanan tinggi dapat mengakibatkan penyumbatan baik berupa

kerak maupun slage, sehingga dapat menggangu proses produksi steam dimana

mengakibatkan penurunan kinerja alat dan mengganggu proses perpindahan

panas.

C. Bahan Bakar

Persiapan bahan bakar batubara sebagai bahan baku utama untuk proses

pembakaran di unit furnace terjadi di unit coal handling. Pada unit ini batubara

dihancurkan sampai ukuran (1-5 mm) baru kemudian dapat diumpankan ke

furnace.

Di PLTU TE 3x10 MW, sirkulasi bahan bakar utama (batubara) bermula

dari batubara yang ada di stock pile dimasukkan ke dalam vibro untuk

dihancurkan menjadi bentuk yang lebih kecil. Kemudian dengan bantuan belt

conveyer pertama batubara tersebut dimasukkan ke alat crusher untuk dijadikan

ukuran yang lebih halus lagi sekitar ±1-5 mm. Setelah itu batubara tersebut

dikirim coal banker melalui belt conveyer kedua dan ketiga untuk ditampung

8

Page 9: Acc Ibuk Iin

sementara dan diatur pengeluaranya dengan coal feeder. Proses pengangkutan

batubara ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Proses Pengangkutan Batubara ke Coal Banker (sumber: PLTU Tanjung Enim)

Dari Gambar 2.2 terlihat secara jelas proses pengangkutan batubara dari

stock pile hingga ke coal banker. Coal feeder akan mengatur banyaknya batubara

yang masuk kedalam coal banker melalui hembusan udara sehingga batubara

halus akan terbawa menuju furnace. Sedangkan batubara yang tidak terbakar akan

masuk kedalam cyclone untuk di proses kembali di dalam furnace.

D. Produksi Steam

Produksi steam di PLTU dilakukan dengan pemanasan air demin yang

berasal dari unit demin plant yang kemudian dipompakan menuju deaerator untuk

menghilangkan kandungan oksigen yang terlarut di dalam air pada temperatur

90oC. Kemudian dialirkan menuju HP heater dsebagai media pemanas awal

sebelum air umpan masuk ke dalam boiler. Pemanasan awal ini bertujuan untuk

mengurangi beban kerja boiler sehingga ketika air umpan masuk ke dalam boiler

sudah mengalami kenaikan temperatur sebesar 110oC. Air sebagai media pemanas

pada HP heater ini berasal dari extraction Turbin yang memiliki temperatur

260oC.

Setelah dari pemanasan awal pada HP heater air umpan akan dialirkan

menuju ke economizer oleh Boiler Feed Water Pump (BFWP) untuk dipanaskan

9

Page 10: Acc Ibuk Iin

kembali hingga temperaturnya mencapai 240oC. Air Umpan yang sudah

dipanaskan pada economizer kemudian menuju ke steam drum. Di dalam steam

drum air tersebut akan terbagi mejadi 2 fase yaitu uap akan berada di bagian atas

sedangkan yang masih berfase cair akan berada pada bagian bawah dan

diturunkan melalui pipa downcomer menuju low header atau tempat pengumpulan

steam dibagian bawah dan dilewatkan pada pipa water wall yang terdapat

didalam boiler untuk dipanaskan dan berubah fase menjadi uap.

Kemudian uap tersebut akan dikumpulkan di dalam upper header atau

tempat pengumpulan steam akhir pada bagian atas dan akan dikembalikan

kembali ke steam drum untuk kemudian menuju ke superheater. Baik steam yang

berasal dari economizer maupun berasal dari upper header masih merupakan

saturated steam atau uap basah atau uap yang masih mengandung air. saturated

steam tersebut akan di ubah menjadi superheated steam di superheater dan

kemudian akan dikumpulkan di dalam steam header dan siap untuk dialirkan

menuju turbin pada temperatur 460 oC dan tekanan 4,6 MPa.

E. Pemanfaatan Steam

Superheated steam yang dihasilkan dari proses pemanasan air di boiler

akan memiliki energi kinetik karena tekanan yang dimilikinya. Energi kinetik ini

akan menggerakkan sudu-sudu turbin sehingga sudu-sudu turbin akan bergerak

dengan kecepatan putar tertentu. Turbin langsung dihubungkan dengan generator,

sehingga generator akan mengkonversi energi kinetik menjadi energi listrik.

Energi listrik inilah yang dialirkan untuk dimanfaatkan bagi kebutuhan tambang

dan perkantoran PTBA sendiri serta di jual kepada PLN.

F. Udara dan Gas Buang

Salah satu unsur penting dalam reaksi pembakaran adalah oksigen.

Oksigen diperoleh dari udara. Udara yang digunakan untuk pembakaran batubara

terdiri atas udara primer PAF (primary air fan) dan udara sekunder SAF

(secondary air fan). Udara primer merupakan udara yang digunakan untuk

mengangkut serbuk batubara menuju ke dalam ruang bakar. Sedangkan udara

sekunder merupakan udara yang digunakan untuk keperluan pembakaran,

fungsinya adalah memasok kebutuhan udara untuk proses pembakaran yang

sempurna didalam ruang bakar. Di dalam ruang bakar kedua udara ini bertemu

10

Page 11: Acc Ibuk Iin

dan bercampur dengan serbuk batubara dan pasir silika sehingga batubara dan

pasir silika dapat terus melayang di dalam ruang bakar.

Sehingga sejumlah udara diumpankan ke dalam ruang bakar menggunakan

nozel pada bagian bawahnya. Untuk memenuhi udara pembakaran yang

diperlukan pada sistem pembakaran maka diperlukan udara primer dan udara

sekunder yang dihasilkan oleh kipas hisap paksa (force draft fan). Udara luar

dihisap dan dihembuskan oleh fan yang sebelumnya melalui pemanas udara (air

heater) untuk mendapatkan temperatur udara yang tinggi, agar tidak terjadi

perbedaan temperatur yang besar antara pembakar dengan ruang bakar ketel,

sehingga diperoleh pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna. Di samping itu

udara juga digunakan untuk pengering batubara, memanaskan batubara yang akan

digiling dan sebagai penghembus bubuk batubara, dimana pada sistem ini

digunakan PAF (primary air fan).

Di dalam boiler terjadi pencampuran antara batubara serbuk, udara primer,

dan udara sekunder yang kemudian dibakar. Hasil pembakaran berupa gas panas

dan abu. Gas panas yang terjadi dialirkan ke saluran (duct) untuk memanaskan

steam drum, pipa-pipa wall tube dan downcomer, pipa pemanas lanjut

(superheater) dan economizer. Setelah dari economizer gas masih bertemperatur

tinggi yaitu sekitar 300oC dan dipergunakan sebagai sumber untuk memanaskan

udara pada air heater.

Abu terbang (fly ash) yang terbawa oleh gas asap ditangkap oleh

electriostatic precipitator (ESP) yaitu suatu alat untuk menangkap abu sehingga

gas asap yang dibuang kecerobong asap diharapkan telah bebas dari abu.

Pembuangan gas asap ini dibantu oleh fan yaitu kipas tekan paksa (induce draft

fan). Selanjutnya, gas yang telah kehilangan panasnya akan dialirkan menuju

electriostatic precipitator  (ESP) untuk memisahkan antara gas dan partikel abu.

Gas akan dibuang ke lingkungan melalui cerobong (stack/chimney), sedangkan

partikel abu akan dibuang menuju Ash Shilo.

G. Diagram Alir Proses

Diagram alir dari proses produksi listrik pada PLTU TE 3x10 MW

bermula dari persiapan bahan baku utama yang meliputi batubara, air demin serta

solar hingga ke proses produksi steam. Steam bertekanan yang dihasilkan tersebut

11

Page 12: Acc Ibuk Iin

akan memutar turbin dan generator sehingga menghasilkan listrik yang kemudian

akan digunakan untuk pemakaian tambang dan pemakaian pembangkit sendiri.

Untuk lebih jelasnya mengenai proses keseluruhan pembangkitan listri di PLTU

ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.7 Produk

Produk utama yang dihasilkan dari PLTU TE 3x10 MW yaitu berupa listrik

dengan daya sekitar 10 MW per unit jadi total daya terpasang sebesar 3x10 MW =

30 MW. Akan tetapi pada keadaan di lapangan, hanya dua unit yang beroperasi

dengan rata daya yang dibangkitkan sebesar 9 MW. sehingga daya listrik yang

dihasilkan adalah sekitar 18 MW. Hal ini disebabkan karena kebutuhan listrik

pemakaian sendiri, tambang dan perkantoran hanya berkisar antara 6 – 7 MW saja

dan sisanya dijual ke PLN. Selain listrik, terdapat pula produk samping yang

dihasilkan yaitu berupa fly ash dan bottom ash. Namun sayangnya, kedua jenis

abu ini belum dapat dimanfaatkan sehingga hanya ditimbun di dalam tanah.

Kedepannya, pihak manajemen PLTU TE akan menyusun rencana pemanfaatan

fly ash dan bottom ash tersebut.

2.8 Sistem Pemasaran

PLTU TE 3x10 MW dalam penyaluran listriknya, disalurkan dari gardu

induk ke main switch station 1 (MSS 1), MMS 2 dan PT. PLN (Persero) Sektor

Bukit Asam dengan sistem excess power. Dalam penyalurannya 10% nya

dimanfaatkan sendiri oleh pihak industri. Sehingga yang didistribusikan hanya

90% sesuai dengan bebannya. Untuk saat ini apabila kebutuhan pada MSS sudah

terpenuhi selanjutnya baru di salurkan atau dijual ke PT. PLN (Persero) Sektor

Bukit Asam.

12

Page 13: Acc Ibuk Iin

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Teori Dasar Elektrostatik (Listrik Statis)

Listrik statis (electrostatic) adalah fenomena muatan listrik yang berada

dalam keadaan diam (statis). Listrik statis dapat menjelaskan bagaimana sebuah

penggaris yang telah digosok-gosokkan ke rambut dapat menarik potongan-

potongan kecil kertas. Gejala tarik menarik antara dua buah benda seperti

penggaris plastik dan potongan kecil kertas dapat dijelaskan menggunakan konsep

muatan listrik.

Berdasarkan konsep muatan listrik, ada dua macam muatan listrik, yaitu

muatan positif dan muatan negatif. Muatan listrik timbul karena adanya elektron

yang dapat berpindah dari satu benda ke benda yang lain. Elektron merupakan

muatan dasar yang menentukan sifat listrik suatu benda (Bayu, 2008).

3.1.1 Muatan listrik

Muatan merupakan sifat dasar dan ciri khas dari suatu partikel. Suatu

partikel atau zat memilik 2 jenis muatan yaitu muatan positif dan negatif. Muatan

listrik merupakan perpindahan suatu elektron yang bermuatan negatif dari satu

benda ke benda lain. Hal ini sesuai dengan Niels Bohr yang mengungkapkan

bahwa suatu benda tersusun dari tiga partikel subatom yaitu elektron, proton, dan

neutron. Elektron yang bermuatan negatif selalu bergerak mengelilingi inti atom.

Inti atom terdiri atas proton yang bermuatan positif dan neutron yang tidak

bermuata (Agung, 2009).

Jenis muatan suatu atom ditentukan oleh jumlah proton dan jumlah

elektron dalam atom, sehingga jenis atom dapat dibedakan sebagai berikut:

Atom bermuatan positif, jika jumlah proton lebih banyak dari jumlah dari

jumlah elektron (kekuranan elektron).

Atom bermuatan negatif, jika elektron lebih banyak dari pada jumlah proton

(kelebihan elektron).

Atom tidak bermuatan (netral), jika jumlah proton sama dengan jumlah

elektron.

13

Page 14: Acc Ibuk Iin

3.1.2 Hukum Coulomb

Pada tahun 1768, melalui sebuah percobaan, coulomb mendapatkan bahwa

muatan-muatan sejenis akan menimbulkan efek tarik-menarik (atraktif) dan benda

yang berlainan jenis akan saling menolak (repulsif). Besar gaya Coulomb dapat

dicari menggunakan persamaan 3.1.

F=kq1 q2

r2 (3.1)

dengan:

F : Gaya Coulomb (N)

k : Konstanta pembanding besarnya 9 x 109 Nm2/C2

r : Jarak antara muatan q1 dan q2 (m)

q1 : Muatan listrik 1 (Q)

q2 : Muatan listrik 2 (Q)

Hukum ini menyatakan apabila terdapat dua buah titik muatan maka akan

timbul gaya di antara keduanya, yang besarnya sebanding dengan perkalian nilai

kedua muatan dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antar keduanya. Gaya

yang timbul dapat membuat kedua titik muatan saling tarik-menarik atau saling

tolak-menolak, tergantung nilai dari masing-masing muatan. Muatan sejenis

(bertanda sama) akan saling tolak-menolak, sedangkan muatan berbeda jenis akan

saling tarik-menarik.

3.1.3 Medan listrik

Medan listrik merupakan daerah atau ruang di sekitar benda yang

bermuatan listrik. Medan listrik timbul karena adanya gaya listrik pada setiap

partikel yang bermuatan. Medan listrik akan dihasilkan oleh satu atau lebih

muatan listrik, medan listrik ini biasanya juga disebut intensitas listrik atau kuat

medan listik dan dinotasikan dengan E. Besar medan listrik dapat ditentukan

dengan menggunakan persamaan 3.2.

E=kq

r2 (3.2)

dengan:

E : Intensitas medan listrik (V/m)

14

Page 15: Acc Ibuk Iin

q : Muatan listrik (C)

k : Konstanta (1

4 π ε 0

)

r : jarak antar muatan (m)

Medan listrik dapat digambarkan dengan garis-garis gaya listrik yang

menjauh (keluar) dari muatan positif dan masuk muatan negatif. Garis-garis

digambar simetris, meninggalkan atau masuk ke muatan. Jumlah garis yang

masuk atau meninggalkan muatan sebanding dengan besar muatan. Kerapatan

garis-garis pada sebuah titik sebanding dengan besar medan listrik di titik itu..

Garis-garis medan listrik yang sangat rapat di dekat setiap muatan menunjukkan

medan listrik yang kuat di sekitar daerah ini. Perhatikan Gambar 3.1.

Gambar 3.1 garis-garis medan listrik (sumber: http://fisikon.com/kelas3/index.php?option=com_content&view=article&id=129&Itemid=181)

3.1.4 Pemanfaatan Listrik Statis

Pemanfaatn listrik statis dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai

berikut.

1. Elektroskop

Konsep tarik menarik dan tolak menolak muatan dimanfaatkan pada

sebuah alat pendeteksi adanya muatan. Dengan adanya tolak menolak atau tarik

menarik muatan, memungkinkan pita logam pada elektroskop menguncup atau

membuka.

2. Penangkal Petir

Muatan listrik negatif yang tertarik ke bumi sebagai kutub positif membuat

loncatan listrik berdaya rusak tinggi dan suhunya bisa mencapai 28.000oC. Hal ini

membuat petir sangat berbahaya bagi manusia. Penangkal petir dibuat untuk

15

Page 16: Acc Ibuk Iin

mengalirkan elektron ke bumi agar bisa lebih aman dalam proses tertariknya

elektron petir tersebut ke bumi.

3. Generator Van de Graff

Listrik statis bisa dihasilkan melalui gesekan. Hal ini dimanfaatkan pada

Generator van de Graff. Gesekan pita karet dengan silinder politilen membuat

muatan negatif terdorong ke kubah generator dan tersebar merata pada kubah

yang berbentuk bola. Generator van de Graff merupakan contoh pembangkit

listrik yang memanfaatkan konsep listrik statis.

4. Pelat logam pada penggumpal Asap

Pelat logam bermuatan positif pada penggumpal asap akan menarik asap

yang bermuatan negatif sehingga asap akan menggumpal dan terjatuh karena

gravitasi. Prinsip ini diterapkan pada cerobong asap pabrik sehingga mengurangi

polusi udara.

5. Terapi medan listrik statis

Medan listrik statis sudah banyak digunakan untuk terapi dalam

kesehatan. Terapi ini menggunakan arus listrik 9000 Volt dengan getaran 50 Hz

yang mampu menggetarkan kotoran yang menggumpal dan menempel pada

dinding pembuluh darah sehingga akan merontokkan kotoran tersebut secara

perlahan-lahan.

3.2 Sekilas Tentang Electrostatic Precipitator

Salah satu cara untuk mengatasi limbah abu di PLTU adalah dengan

dipasangnya Electrostatic Precipitator (ESP). Keunggulan ESP dibandingkan

dengan metode yang lain adalah tingkat effisiensi yang tinggi, yakni bisa

mencapai lebih dari 95% (PT PLN). Inilah yang menjadi salah satu alasan ESP

banyak digunakan dalam dunia industri, terutama PLTU dan pabik pembuat

kertas. Dengan menggunakan ESP ini, jumlah limbah abu yang keluar dari

cerobong bisa mencapai sekitar 0,16 % (efektifitas penangkapan abu mencapai

99,84%), ukuran partikel abu terkecil yang diperoleh < 2 μC (Yose, 2015).

16

Page 17: Acc Ibuk Iin

Hasil pembakaran batubara di ruang bakar mengandung banyak abu dan

partikulat yang dapat menyebabkan kerusakan bagi lingkungan. Abu tersebut akan

terbawa bersama gas buang menuju chimney atau cerobong. Sebelum gas buang

tersebut keluar melalui cerobong, maka gas buang tersebut akan melewati sistem

electrostatic precipitator (ESP). Sehingga gas buang yang akan dikeluarkan tidak

mengandung partikel-partikel abu yang dapat mencemari lingkungan

(Luthfi.2015). Sistem pengumpulan debu oleh ESP ditunjukkan oleh Gambar 3.2

Gambar 3.2 Sistem Electrostatic Precipitator

Gambar 3.2 menunjukkan bahwa gas buang hasil pembakaran berupa abu

dan pertikel-partikel akan melewati sistem ESP sehingga abu-abu tersebut

tertangkap oleh ESP. Abu yang telah tertangkap akan jatuh kebawah dan akan

melewati proses pembuangan selanjutnya. Akhirnya kadar abu atau pertikulat

akan berkurang dan menjadi gas bersih sebelum melewati chimney.

3.3 Komponen-Komponen pada Electrostatic Precipitator

Komponen utama pada ESP untuk menangkap abu atau gas buang sisa

pembakaran batubara adalah sebagai berikut.

1. Transformer Rectifier.

Transformer rectifier adalah trafo jenis step up dan juga peralatan utama

ESP sebagai sumber tegangan tinggi sehingga ESP dapat beroprasi. Transformer

rectifier dapat dilihat pada Gambar 3.3. Transformer rectifier dilengkapi oleh

rangkian penyearah (rectifier), tegangan masukan berupa arus bolak-balik (AC)

akan menjadi tegangan keluaran berupa tegangan searah (DC). Tegangan input

17

Page 18: Acc Ibuk Iin

sebesar 0-380 Volt AC dan tegangan output 20-72 KV DC. Transformer Rectifier

berfungsi untuk mencatu daya sehingga ESP bisa bekerja (Margono, 2013)

Gambar 3.3 Transformer Rectifier (sumber: PLTU Tanjung Enim)

Berdasarkan Gambar 3.3 terlihat masukkan berupa tegangan 380 V AC

dan tagangan keluaran 70 KV DC. Di PLTU PTBA Tanjung Enim ini transformer

rectifier yang digunakan adalah sebanyak 6 buah pada setiap unit karena setiap

unit ESP memiliki 3 field dan setiap field terdiri atas plat katoda dan anoda.

Transformer rectifier digunakan untuk membangkitkan teggangan pada masing-

masing plat katoda dan anoda. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

transformer rectifier berfungsi untuk mencatu daya plat katoda dan anoda

sehinggga menghasilkan tegangan hingga akhirnya ESP dapat beroprasi.

2. Discharge Electrode

Discharge electrode adalah plat baja bermuatan negatif, tempat terjadinya

fenomena tegangan korona serta penggesekan partikel-pertikel yang semulanya

tidak bermuatan (netral) akan terionisasi menjadi bermuatan negatif. Sebelum

akhirnya abu dan pertikulat yang telah terionisasi menjadi muatan negatif tersebut,

akan tertangkap oleh collecting plate akibat adanya perbedaan muatan listrik.

Discharge electroda diperlihat pada Gambar 3.4.

18

Page 19: Acc Ibuk Iin

Gambar 3.4 Discharge Electrode (sumber: Gigih)

3. Collecting Plate.

Setelah discharge elektrode mendapatkan arus tegangan tinggi dari

transformer rectifier, akan timbul medan magnet antara collecting plate dan

discharge electrod. collecting plate akan berfungsi sebagai collection ash

(pengumpul abu). Pelat pengumpul ini dirancang bermuatan positif dengan cara

pemasangannya langsung menempel pada body ESP sehingga ter-grounding-kan.

plat ini akan menarik partikel yang bermuatan negatif akibat bergesekan dengan

discharge electrode. Pelat ini dipasang sejajar sebagai tempat penangkap pertikel-

partikel abu. Collecting plate dapat dilihat pada Gambar 3.5

Gambar 3.5 Collecting Plate (sumber: Gigih)

4. Rapper atau Rapping System

Rapper atau rapping system ini berfungsi sebagai pemukul atau pembuat

getaran. Untuk mencegah penumukan abu menempel pada permukaan collecting

plate maka dipukul menggunakan rapping system. Dengan adanya motor

penggerak yang dihunbungkan dengan poros mekanis yang masing-masing poros

dipasang hammer atau pemukul dan dengan waktu yang sudah diatur maka akan

melakukan pengetukan atau pemukulan sehingga abu yang menempel di dinding

collecting plate akan jatuh kedalam hopper. Rapper atau rapping system

diperlihatkan pada Gambar 3.6.

19

Page 20: Acc Ibuk Iin

Gambar 3.6 Rapper atau rapping system (sumber: PLTU Tanjung Enim)

5. Gas Distribution System.

Untuk mendapatkan effsiensi ESP yang optimal gas distribution system

mempunyai peranan yang sangat penting yaitu untuk mendistribusikan fly ash

atau abu ke seluruh field area. Gas distribution system terdiri dari plat-plat baja

yang tersusun sedemikian rupa menyerupai jaring-jaring yang dipasang searah

dengan gas flow atau partikel sisa pembakaran batubara, sehingga abau dapat

tersebar ke seluruh field area. Proses penyebaran gas flow dapat dilihat pada

Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Proses penyebaran gas flow (sumber: PT PLN)

Pada Gambar 3.7 terlihat bahwa partikel sisa pembakaran batubara di

dalam boiler berupa abu didistribusikan secara merata oleh gas distribution system

melalui plat-plat baja yang berbentuk jaring-jaring. Oleh karena itu kinerja dari

ESP dapat bekerja secara maksimal karena tidak ada abu yang menumpuk di satu

bagian field area. Sebelum akhirnya keluar menuju cerobong chimney melalui

stack.

6. Hopper

Berfungsi sebagai penampung abu yang jatuh dari Collecting Plate dan

Electroda setelah proses rapping. Pada sebuah Electrostatic Precipitator dipasang

Hopper-hopper yang menampung abu hasil tangkapan ESP, jumlah Hopper sesuai

20

Page 21: Acc Ibuk Iin

dengan jumlah field dan ESP yang terpasang. Bentuk hopper yang digunakan

pada PLTU Tanjung Enim ini dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Bentuk Hopper (sumber : PLTU Tanjung Enim)

7. Tabung Transporter

Tabung transporter berada tepat di bawah hopper yang berfungsi sebagai

penampung abu yang berasal dari hopper yang selanjutnya dipindahkan (transfer)

ke ash silo. Di dalam tabung transporter terdapat membrane (aramid) sebagai

pemisah antara abu dan udara transporting. Tabung transporter yang berada pada

barisan depan biasanya berukuran lebih besar dari pada tabung pada barisan

belakang, karena abu hasil tangkapan ESP pada bagian depan lebih banyak dari

bagian belakang. Tabung transporter dilengkapi manhole dan safety valve. (PT

PLN) tabung transpoter dapat dilihat pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Tabung Transporter (sumber: PLTU Tanjung Enim)

8. Ash Inlet Valve

21

Page 22: Acc Ibuk Iin

Ash inlet valve adalah katup yang berfungsi membuka dan menutup aliran

abu yang datang dari ESP hopper. Ash inlet valve ini bekerja dalam skala waktu

tertentu secara perioadik, ketika Ash inlet valve terbuka maka akan ada angin

yang bertekanan untuk mendorong abu menuju ke ash silo. Ash inlet valve dapat

dilihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Ash Inlet Valve (sumber: PT PLN)

9. Ash Silo

Ash silo merupakan tempat penampungan terakhir abu setelah ditampung

di dalam nopper dan tabung transporter sebelum di buang atau ditimbun didalam

tanah. Sebenarnya abu ini dapat dimanfaatkan kembali menjadi bahan baku

pembuatan konblok. Namun abu sisa pembakaran di PLTU Tanjung Enim ini

tidak dimanfaatkan untuk itu dikarenakan beberapa alasan oleh pihak manajemen.

Abu sisa pembakaran ini hanya ditimbun di dalam tanah. Gambar 3.11

memperlihatkan Ash silo pada PLTU PTBA Tanjung Enim.

Gambar 3.11 Ash Silo (sumber: PLTU Tanjung Enim)

22

Page 23: Acc Ibuk Iin

3.4 Parameter Pada ESP

1. Korona

Korona merupakan gejala pelepasan muatan elektron dari molekul udara di

sekitar penghantar bertegangan tinggi sehingga akan tampak pijaran bercahaya di

sekitar penghantar dan meneluarkan suara desis. Gejala ini penting dalam teknik

tegangan tinggi terutama dimana medan tak seragam tidak dapat dihindari.

Korona yang terjadi di daerah medan listrik yang tak seragam ini dianggap

merugikan karena menimbulkan rugi-rugi daya pada saluran transmisi tegangan

tinggi dan karena merusak bahan isolasi. Gradien potensial yang dibutuhkan

untuk membangkitkan korona pada permukaan konduktor biasa disebut dengan

kuat medan korona atau kuat medan kritis. Kuat medan korona dapat dicari

dengan persamaan 3.1 (Agung, 2009).

E0=3,1×md [ 1+ 0 ,301

√dR]

(3.1)

dengan:

E0 : Kuat medan korona (V/m)

m : Faktor iregularitas

d : Densitas udara relatif (0,392p

T)

R : Jari-jari kawat (m)

2. Tegangan Listrik Korona

Gas buang hasil pembakaran bahan bakar bersifat netral. Untuk menarik

partikel-partikel yang terbawa oleh gas buang maka dilakukan proses ionisasi

terhadap partikel-partikel tersebut agar menjadi bermuatan listrik. Dibutuhkan

medan listrik yang besar untuk mendapatkan efisiensi tangkapan partikel debu

yang tinggi. Untuk itu dibutuhkan tegangan korona yang dibutuhkan untuk

membangkitkan medan listrik yang besar tersebut. Tegangan korona ini dapat

dihitung dengan persamaan 3.2 (Yose, 2015).

V 0=E0 R0 lnR0

R1 (3.2)

dengan:

V0 : Tegangan Korona (V)

23

Page 24: Acc Ibuk Iin

Eo : Kuat medan korona (V/m)

R1 : Jarak antar plat (m)

Ro : R1+0 , 02√ R1 (m)

3. Tegangan Aplikasi

Tegangan aplikasi adalah besar tegangan yang diberikan pada katoda dan

anoda melalui output dari transformer rectifier sehingga timbul medan listrik

antar keduanya. Besar tegangan aplikasi dapat dihitung menggunakan persamaan

3.3.

V=V o+E0

R02−R

12

R1 (3.3)

dengan:

V : Tegangan aplikasi (V)

V0 : Tegangan Korona (V/m)

Eo : Kuat medan korona (V/m)

R1 : Jarak antar plat (m)

Ro : R1+0 ,02√ R1 (m)

4. Kecepatan Perpindahan Partikel

Perpindahan partikel dipengaruhi oleh kecepatan aliran gas yang dihisap

oleh (induce draf) ID fan dan medan listrik yang timbul dari proses ionisasi

partikel. Parameter ini sangat dibutuhkan karena perpengaruh terhadap efisiensi

yang akan didapat pada suatau ESP. Besar kecepatan perpindahan pertikel pada

suatu ESP dapat dicari menggunakan persamaan 3.4.

v=−QA

ln [ 1−η ](3.4)

dengan:

v : Kecepatan perpindahan partikel (m/s)

Q : Debit partikel (m3/h)

A : Luas plat pengumpul (m2)

η : Efisiensi

24

Page 25: Acc Ibuk Iin

5. Perhitungan Efisiensi

Besar suatu efsiensi pada suatu ESP sangat diperhiungkan sebelum

pemasangannya di suatu industri. Semakin besar efisiensi ESP (mendekati 100%),

maka jumlah pertikel yang lepas keudara akan semakin sedikit. Itu artinya

semakin besar nilai efisiensi suatu ESP, semakin besar pula kemampuan ESP

tersebut dalam menangkap debu sisa pembakaran. Besar nilai efisiensi dapat

dicari menggunakan persamaan 3.5.

η=1−e−v ( A

Q)

(3.5)

dengan:

e : Tetapan (2,718)

v : Kecepatan migrasi pertikel (m/s)

Q : Debit partikel (m3/s)

A : Luas plat pengumpul (m2)

25

Page 26: Acc Ibuk Iin

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Prinsip Kerja Electrostatic Precipitator

Electrostatic precipitator merupakan alat penangkap abu sisa pembakaran

batubara dengan menggunakan sistem elektrik yang terdiri dari plat-plat baja.

Plat-plat tersebut terdiri atas elektroda positif (collecting electrode) dan elektroda

negatif (discharge electrode). Elektroda positif dihasilkan dengan cara ditanahkan

atau dipasang menempel pada body ESP sedangkan elektroda negatif langsung

dihubungkan oleh rangkaian keluaran transformer rectifier. Prinsip kerja ESP

menggunakan prinsip listrik statis, yaitu partikel tak bermuatan sisa pembakaran

batubara dilewatkan dalam medan elektrostatik yang terjadi elektroda positif dan

elektroda negatif. Di dalam medan elektrostatik ini, pertikel-partikel tak

bermuatan akan mengalami ionisasi atau penggesekan oleh elektroda negatif.

Hasil penggesekan pertikel tersebut menghasilkan elektron-elektron bebas

yang digunakan untuk memberikan muatan pada partikel-partikel abu sehingga

terbentuk ion abu negatif. Proses pembentukan ion negatif partikel dapat dilihat

pada Gambar 4.1. Selanjutnya ion negatif akan tarik-menarik oleh muatan positif

pada elektroda pengumpul akibat adanya perbedaan muatan listrik, sehingga abu

yang menempel pada elektroda positif. Abu yang menempel akan semakin

menumpuk sehingga lapisan itu akan menurunkan gaya keelektrostatikannya.

Untuk itu dipasanglah rapping system melalui hammer, abu yang terkumpul pada

elektroda positif akan dipukul hammer secara periodik, sehingga abu tersebut

jatuh ke hopper. Proses pemukulan hammer dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.1 Proses pembentukan ion-ion negatif partikel (sumber: PT PLN)

26

Page 27: Acc Ibuk Iin

Gambar 4.2 Proses Pemukulan Abu Oleh hammer (sumber: Hardian)

Pada Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa abu akan jatuh ke dalam hopper

secara periodik akibat pukulan hammer yang diatur secara berkala. Abu yang

jatuh akibat getaran atau pukulan hammer akan ditampung di dalam hopper, abu

yang telah tertampung akan di salurkan kembali kedalam tabung dan selanjutnya

didorong oleh angin menuju ash silo. Akhirnya abu pada ash silo akan dibuang

atau di tanam di dalam tanah. Sementara gas sisa pengendapan abu pada

elektroda positif akan berubah menjadi gas bersih. Gas bersih ini akan didorong

langsung oleh ID FAN menuju chimney. Sehingga terlihat di ujung cerobong

chimney hanya berupa gas yang kasat mata. Perhatikan Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Gas dan Abu Sisa Pembakaran pada Chimney (a) Chimney di PLTU PTBA (b) Chimney di PLTU PLN (sumber : PLTU PTBA dan PLTU PLN)

Gambar 4.3.a memperlihatkan sisa pembakaran batubara berupa gas bersih

yang lepas keudara melalui cerobong chimney di PLTU PTBA. Sementara

Gambar 4.3.b merupakan cerobong chimney PLTU PLN yang berjarak ±750

meter dari PLTU PTBA. PLTU PLN ini tidak menggunkan ESP dalam proses

penanganan abu sisa pembakaran batubara. Sehingga semua sisa pembakarannya

27

Page 28: Acc Ibuk Iin

langsung terbuang ke udara bebas yang terlihat pada ujung cerobong berupa

kepulan asap hitam. Dari Gambar 4.3 tersebut juga memperlihatkan perbedaan

yang mencolok akibat perbedaan pengaplikasian ESP pada suatu PLTU yang

menggunakan pembakaran batubara sebagai sumber pemanas air.

4.2 Aplikasi ESP di PLTU Tanjung Enim 3x10 MW

PLTU Bangko Barat PTBA dengan kapasitas daya yang dihasilkan 3x10

MW menggunakan jenis ESP dengan kapasitas gas buang mencapai 120.000 m3/h

atau 40.000 m3/h per unit ESP. ESP ini terdiri atas 3 unit, namun pada saat ini

hanya 2 unit yang beroprasi yaitu unit 1 dan unit 3. Dikarenakan unit dua

mengalami masa perawatan (over hold). setiap unit langsung dihubungkan dengan

ketiga boiler, sehingga gas buang sisa pembakaran pada setiap boiler langsung

ditangkap oleh masing-masing unit ESP. lihat Gambar 4.4. Setiap unit ESP

terdiri atas 3 feild, masing-masing field dipasang berjejer antar katoda dan anoda.

Desain ESP pada PLTU ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.4 Pemasangan ESP Pada PLTU PTBA

Gambar 4.4 memperlihatkan pemasangan ESP pada PLTU PTBA. Dari

gambar terlihat bahwa setiap ESP dipasang langsung pada settiap keluaran hasil

sisa pembakaran pada masing-masing boiler. Dengan pemasangan yang seperti ini

maka efisiensi penangkapan abu sisa pembakaran batubara akan meningkat

dikarenakan masing-msaing keluaran dari pembakaran boiler langsung ditangkap

oleh masing-masing ESP. Dari gambar terlihar juga keluaran pada setiap ESP

langsung di buang ke cerobong chimney dengan tinggi mencapai 70 meter.

Sedangkan abu hasil pengendapan ESP disalurkan oleh pipa-pipa besi menuju ke

ash hilo.

28

Page 29: Acc Ibuk Iin

Gambar 4.5 Plat-plat pada Field ESP

Pada Gambar 4.5 memperlihatkan desain banyaknya field, hopper, heater

serta plat katoda dan anoda yang dipasang. Plat katoda-anoda inilah yang akan

digunakan sebagai tempat penangkap abu dan tempat terjadinya proses ionisasi.

Selain itu, ESP yang digunakan pada PLTU Bangko Barat ini juga mempunyai

efisiensi sebesar 99,5%. Untuk lebih lengkapnya mengenai data spesipikasi ESP

yang digunakan pada PLTU Bangko Barat ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

Nilai efisiensi maksimum pada data spesifikasi alat yang dapat dilakukan

oleh ESP dalam mengumpulkan abu sebesar 99,5%. Ini berarti ada sekitar 0,5%

partikel dari gas buang yang lepas keudara. Jika kapasitas gas buang sebesar

8x104 m3/h, maka 0,5%-nya adalah:

Jumlah pertikel = 0,5

100×8 . 104

m3/h

= 400 m3/h

Dari perhitungan jumlah partikel diatas dengan ESP dalam keadaan

normal (tidak mengalami gangguan) maka dapat diketahui bahwa jumlah partikel

yang terlepas ke udara bebas dari proses pembakaran adalah sebesar 400 m3/h.

Hasil ini akan menjadi dasar ketika ESP mengalami gannguan sehingga

menyebabkan efisiensi ESP akan berpengaruh. Kemudian dari data spesifikasi

pada lampiran 2 tersebut juga, dapat dihitung luasan plat pengumpul yang dapat

menangkap debu sacara maksimal. Luasan plat pengumpul tersebut adalah

sebasar:

29

Page 30: Acc Ibuk Iin

Luas permukaan plat pengumpul (A) = luas permukaan plat × jumlah plat.

Perhitungan luas permukaan plat = P × L × 2 permukaan

= 10 m × 5 m × 2

= 100 m2

Perhitungan jumlah plat = baris × kolom × field × jumlah ESP

= 1 × 33 × 3 × 2 = 198

Jadi luasan permukaan plat pengumpul (A) = 100 m2 × 198 = 19.800 m2

Dengan luasan dan data spesifikasi tersebut, maka dapat dihitung nilai

kecepatan perpindahan partikel dari gas distribution system menuju ke plat hingga

sampai ke cerobong. Nilai kecepatan penting dalam suatu ESP karena akan

mempengaruhi nilai efisiensi yang pada suatu ESP. Nilai kecepatan perpindahan

partikel dipengaruhi oleh besarnya hembusan angin oleh SAF FAN, medan lisrik

antar plat katoda dan anoda, serta faktor gangguan luar.

Dengan menggunakan persamaan 3.4 maka nilai kecepatan perpindahan

partikel (v) yang didapat adalah sebesar:

v=−(22, 22m3

s19. 800 m2 ) ln (1−0 ,995 )

v=5 ,95×10−3ms

Dari peritungan diatas, ESP pada PLTU ini mempunyai kecepatan

perpindahan partikel adalah sebasar 5,95 x 10-3 m/s. Nilai kecepatan perpindahan

partikel inilah yang akan digunakan untuk menganalisa parameter-parameter

lainnya. Terutama saat ESP sedang mengalami gangguan sehingga akan

mempengaruhi parameter-parameter lainnya juga.

4.3 Pengaruh Gangguan Terhadap Efisiensi ESP

4.3.1.Gangguan pada Motor Penggerak Hammer

Analisa ini dilakukan ketika ESP mengalami ganguan pada tanggal 12 dan

13 Agustus 2015 berupa penumpukan abu pada plat katoda dan anoda,

dikarenakan motor panggerak hammer tidak bekerja secara maksimal. sehingga

untuk membersihkan abu dan memperbaiki motor penggerak hammer, field

pertama pada ESP unit satu harus dimatikan selama 2 hari. Dengan dimatikannya

30

Page 31: Acc Ibuk Iin

field pertama pada ESP unit satu ini akan mengurangi nilai efisiensi ESP dalam

menangkap abu sisa pembakaran serta pertikel dari gas buang yang lepas ke udara

akan meningkat. Oleh karena itu dilakukan analisa kembali untuk mengetahui

nilai efisiensi dan jumlah pertikel yang lepas ke udara bebas.

Oleh karena ESP dalam keadaan menglami ganguan dan butuh perbaikan,

sehingga field pertama pada ESP unit satu harus dimatikan. Maka luasan

permukaan plat pengumpul (A) = 100 m2 × 165 = 16.500 m2. Perhitungan plat

pengumpul dapat dilihat pada lampiran 3.

Dari perhitungan luas plat permukaan pengumpul tersebut, terlihat jelas

bahwa luasan plat pengumpul mengalami penurunan dari 19.800 m2 menjadi

16.500 m2 (selisih 3.300 m2). Dengan lusan tersebut dan dengan menggunakan

persamaan (3.5), maka nilai efisiensi (η) yang didapat adalah sebesar:

η=1−2 , 718

−5 , 95x10−3ms (16 . 500m2

22 , 22m3

s)

η=0 ,987η=98 , 7 %Dari peritungan diatas, terlihat perbedaan nilai efisiensi ESP yang

mengalami gangguan yaitu sebesar 98,7% (selisih 0,8%) terhadap nilai efisiensi

ESP pada keadaan normal. Hal ini dikarenakan luasan plat pengumpul berkurang

akibat field pertama pada ESP unit satu dimatikan. Hal ini mengakibatkan akan

ada peningkatan pertikel abu yang lepas keudara bebas lebih dari keadaan normal

selama 2 hari yang diakibatkan oleh gangguan ini. Dengan efisiensi sebesar

98,7% ini berarti ada sekitar 1,3% partikel dari gas buang yang lepas keudara.

jumlah partikel yang lepas keudara bebas adalah:

Jumlah pertikel = 1,3

100×8 . 104

m3/h

= 1.040 m3/h

Sehingga dengan dimatikannya field pertama pada ESP unit satu yang

diakibatkan oleh terjadinya penumpukan abu pada plat-plat pengunmpul ini.

Mengakibatkan pertikel abu yang lepas keudara bebas adalah sebesar 1.040 m3/h

atau meningkat sebesar 640 m3/h dari keadaan normal.

31

Page 32: Acc Ibuk Iin

4.3.2.Gangguan Pada Ash silo

Di PLTU Bangko Barat pada hari Kamis, tanggal 13 Agustus 2015 terjadi

gangguan berupa penumpukan abu pada filter di ash silo, dikarenakan valve filter

pada ash silo terlalu banyak abu yang menumpuk. Sehingga valve filter yang

berfungsi mengatur abu yang masuk kedalam ash silo terganggu. Dengan

gangguan ini maka ESP unit satu dimatikan secara keseluruhan untuk

membersihkan abu yang menumpuk dan mengembalikan fungsi valve filter

seperti semula. ESP unit satu dimatikan selama ±3 jam. Oleh karena itu

dilakukan analisa kembali untuk mengetahui nilai efisiensi dan jumlah pertikel

yang lepas ke udara bebas.

Dengan persamaan dan perhitungan yang sama, didapatlah nilai luasan,

efiseiensi dan jumlah pertikel yang lepas keudara bebas seperti pada lampiran 4.

Dari hasil perhitungan yang didapat dibuatlah Tabel 4.1 yang memperlihatkan

hasil dari perhitungan luasan dan efisiensi, dan jumlah partikel yang lepas keudara

untuk setiap kondisi ESP.

Tabel 4.1 Perhitungan Luasan, Efisiensi dan Jumlah Pertikel yang Lepas pada setiap Kondisi

No KondisiLuasan

pengumpul (A)Efisiensi (η)

Jumlah Partikel lepas

1 Normal 19.800 m2 99,5% 400 m3/h

2 Gangguan Motor Hammer

16.500 m2 98,7% 1040 m3/h

3 Gangguan Ash

silo 9.900 m2 92,9% 5.680 m3/h

Dapat dilihat pada Tabel 4.1 bahwa luasan berbanding lurus terhadap nilai

efisiensi dan berbanding terbalik terhadap jumlah pertikel yang lepas ke udara.

Seakin besar luasan plat pengumpul, maka semakin besar nilai efisiensi yang akan

didapat, hal ini dikarenakan kemampuan plat untuk menangkap debu akan

semakin besar akibar dari luasnya plat pengumpul. Sehingga pertikel yang lepas

keudara akan semakin kecil. Namun sebaliknya, semakin kecil luasan plat

pengumpul maka nilai efisiensi yang didapat akan semakin kecil juga. Akhirnya

partikel yang lepas keudara bebas akan semakin banyak.

32

Page 33: Acc Ibuk Iin

4.4 Data Gas Buang

Catatan pengoprasian ESP ini diambil selama penulis melakukan kerja

praktek yaitu pada tanggal 10 Agustus 2015 sampai dengan tanggal 28 Agustus

2015. Catatan ini memperlihatkan jumlah partikel yang lepas keudara dan batas

aman pengoprasian ESP pada keadaan normal. Adapun data hasil penegluaran

partikel yang lepas keudara ditunjukkan seperti pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Grafik jumlah partikel yang lepas keudara

Berdasarkan Gambar 4. memperlihatkan Grafik jumlah partikel yang lepas

keudara. Catatan ESP ini memperlihatkan terjadinya gangguan ESP pada tanggal

12, 13 dan 24 Agustus 2015 seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan

sebelumnya. Pada hari dilakukannya perawaan tersebut terjadi pengeluaran gas

buang keudara yang melewati ambang batas. Ambang batas yang ESP pada

keadaan normal adalah sebesar 400 m3/h. Dikarenakan adanya gangguan tersebut

maka pertikel yang lepas keudara bebas melewati batas aman ESP dalam keadaan

normal yakni sebesar 1040 m3/h dan 5.680 m3/h.

33

Page 34: Acc Ibuk Iin

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasar hasil perhitungan, analisa dan pengamatan yang telah dilakukan

selama Kerja Praktek mengenai “Aplikasi Elektrostatik Precipitator (ESP) pada

Proses Penangkapan Abu Hasil Pembakaran Batubara di PLTU PTBA (Persero)

3×10 MW Tanjung Enim”. Maka dapat diambil beberapa kesimpulan,

diantaranya:

1. Elektrostatik Precipitator merupakan alat yang digunakan untuk menangkap

abu sisa pembakaran batubara dengan menggunakan prinsip listik statis,

partikel yang tak bermuatan di ionisasi oleh plat yang bermuatan negatif

sehinnga partikel tersebut bermuatan negatif dan akhirnya menempel pada

dinding yang bermuatan positif akibat adanya perbedaan muatan listrik.

2. Dengan luasan plat pengumpul 19.800 m2 nilai efisiensi yang didapat

sebesar 99.5%. sedangkan luasan plat pengumpul 16.500 m2 maka nilai

efisiensi yang didapat sebesar 98.7%. sehingga semakin luas plat

pengumpul yang digunakan maka nilai efisiensi yang didapa akan semakin

besar.

3. Luas plat pengumpul berbanding lurus tehadap jumlah partikel yang lepas

keudara. Terbukti dengan luasan 19.800 m2 maka jumlah pertikel yang lepas

keudara bebas adalah sebesar 400 m3/h. Sedangkan dengan luasan 9.900 m2

maka jumlah pertikel yang lepas adalah sebesar 5.680 m3/h.

5.2 Saran

1. Perlu adanya pemanfaatan lebih lanjut mengenai abu sisa pembakaran

batubara yang berhasil di tangkap oleh ESP.

2. Untuk memantau sisa pembakaran yang lepas keudara bebas, dipelukan

pengecekan laboratorium secara rutin sehingga pengoprasian ESP dapat di

optimalkan dan dievaluasi kinerjanya.

34

Page 35: Acc Ibuk Iin

DAFTAR PUSTAKA

Agus Sugiyono. 2000. Prospek Penggunaan Teknologi Bersih Untuk Pembangkit

Listrik Dengan Bahan Bakar Batubara Di Indonesia: Bandung.

Hari, Bayu Sapta. https://aktifisika.wordpress.com/2008/12/10/listrik-statis/

(diakses 27 Agustus 2015)

Iswan. 2010. Penanggulangan Limbah PLTU Batubara. Program Studi Teknik

Elektro Universitas Khairun: Ternate.

Muttaqim , Luthfi Maslul, , Andi Trimulyono. dkk. 2015. Analisa Electrostatic

Precipitator (ESP) Pada Exhaust Dalam Upaya Pengendalian Partikulat

Debu Gas Buang Main Engine Kapal Latih BIMASAKTI. Jurusan Teknik

Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro: Semarang.

PT. PLN (persero). Pusat pendidikan dan pelatihan.

Pratama, Gigih Mahartoto. Piacs dc sebagai Pengatur Parameter pada

Electrostatic Precipitator di PT Holcim Indonesia Tbk. Cilacap Plant.

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro: Semarang.

Sepfitrah, Yose Rizal. 2015. Analisis Electrostatic Precipitator (ESP) untuk

Penurunan Emisi Gas Buang pada Recovery Boiler. jurusan teknik sipil

fakultas teknik universitas pasir pengaraian.

Sugeng, Margono dan Supriyo. 2013. Pengaruh Kegagalan Collecting Plate

System Electrostatic Precipitator dengan Kenaikan Emisi pada Pembangkit

Listrik Tenaga Uap. Teknik Industri Uiversitas Islam Jakarta: Jakarta.

Sunardi, Agung Firmansyah, Moch.Dhofir dkk. 2009. Perancangan dan

Pembuatan Model Miniatur Electrostatic Precipitator (Pengendap Debu

Elektrostatis) untuk Mengurangi Partikel Debu Gas Buang Pabrik Gula

Krebet Baru Kabupaten Malang. Universitas Brawijaya: Malang.

Yanuar, Hardian dan Karnoto. Pemicuan Metode Intermitent Energization pada

Rawmill Electrostatic Precipitator PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk..

Plant 9. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro:

Semarang.

35

Page 36: Acc Ibuk Iin

Lampiran 1

Lampiran satu ini menjelaskan proses pembangkitan yang terjadi pada

PLTU PTBA Tanjung Enim. Mulai dari pengambilan air di sungai, pengolahan air

menjadi uap, tegangan yang didapat, dan terakhir sisa pembakaran dihasilkan.

Lampiran 2

36

Page 37: Acc Ibuk Iin

Lampiran 2

Data spesifikasi ESP yang digunakan pada PLTU PTBA Tanjung Enim.

Item Unit Data

Kapasitas gas buang (Q) m3/h 120.000

Efisiensi disain (η) % 99,5%

Panjang M 10

Lebar M 5

Banyak field 3

Banyak baris plat 1

Banyak kolom plat 33

Jumlah ESP Unit 3

Jarak antar plat M 0,15

Lampiran 3

Perhitungan luasan plat pengumpul saat terjadi gangguan pada motor penggerak

hammer.

Perhitungan luas permukaan plat = P × L × 2 permukaan

= 10 m × 5 m × 2

= 100 m2

Perhitungan jumlah plat unit 1 = baris × kolom × field

= 1 × 33 × 2 = 66

Perhitungan jumlah plat unit 3 = = baris × kolom × field

= 1 × 33 × 3 = 99

Jumlah plat (A) = (66 + 99)100 = 16.500 m2

37

Page 38: Acc Ibuk Iin

Lampiran 4

Perhitungan luasan plat pengumpul saat terjadi gangguan pada ash hilo.

Perhitungan luas permukaan plat = P × L × 2 permukaan

= 10 m × 5 m × 2

= 100 m2

Perhitungan jumlah plat unit 1 = baris × kolom × field

= 1 × 33 × 0 = 0

Perhitungan jumlah plat unit 3 = = baris × kolom × field

= 1 × 33 × 3 = 99

Jumlah plat (A) = (0 + 99)100 = 9900 m2

Perhitungan efisiensi:

η=1−2 , 718

−5 , 95 x10−3ms (9.900m2

22 , 22m3

s)

η=0 ,929η=92 , 9 %

Perhitungan jumlah partikel yang lepas keudara bebas.

Jumlah pertikel= 7,1

100×8 . 104

m3/h

= 5.680 m3/h

38