Jurnal Acc

20
JURNAL EVALUASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI DAS MALANROE SUB DAS WALANAE NURUL ILMI RASJUSTI 1115040179 INTERNATIONAL CLASS PROGRAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN GEOGRAFI 1

description

aadsasdddg

Transcript of Jurnal Acc

Page 1: Jurnal Acc

JURNAL

EVALUASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI DAS MALANROE SUB DAS WALANAE

NURUL ILMI RASJUSTI 1115040179

INTERNATIONAL CLASS PROGRAMPROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN GEOGRAFIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR2015

1

Page 2: Jurnal Acc

PENGESAHAN JURNAL

EVALUASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI DAS MALANROE SUB DAS WALANAE

Diajukan oleh

NURUL ILMI RASJUSTI 1115040179

MenyetujuiTim Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Nasiah, M.Si . Ichsan Invanni, S.T., M.Sc.NIP. 19660707 199203 2 001 NIP. 19750714 200003 1 001

MengetahuiKetua Prodi Pendidikan Geografi

Drs. Sulaiman Zhiddiq, M.Si . NIP. 19630202 199203 1 001

2

Page 3: Jurnal Acc

EVALUASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI DAS MALANROE SUB DAS WALANAE

Nasiah, Ichsan Invanni, Nurul Ilmi Rasjusti

ABSTRAK

DAS Malanroe Sub DAS Walanae mengalami banyak kehilangan penutupan lahan dengan berbagai alih fungsi lahan. Kondisi tersebut tentu akan mempengaruhi besar erosi yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah erosi yang terjadi sudah melebihi batas erosi yang diperbolehkan dan zonasi tingkat bahaya erosi. Populasi dalam penelitian ini DAS Malanroe Sub DAS Walanae, terdiri dari 32 satuan lahan yang diperoleh dari hasil overlay peta jenis tanah, kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan bentuk lahan. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada 13 satuan lahan, sedangkan pengukuran variabel lainnya dilakukan pada setiap satuan lahan. Analisis data menggunakan metode USLE untuk menentukan besar erosi yang terjadi pada setiap satuan lahan. Tingkat bahaya erosi ditentukan berdasarkan ketetapan Departemen Kehutanan (1986). Hasil penelitian menunjukkan bahwa erosi yang terjadi pada 20 satuan lahan sudah melebihi batas erosi yang diperbolehkan, dengan luas 4.078,76 ha (42,29%). Tingkat bahaya erosi sebagian besar berada pada kelas sangat ringan, yaitu 2.519,37 ha. Tingkat bahaya erosi sangat berat 2.373,55 ha, berat 2.116,53 ha, sedang 1.729,76 ha, dan ringan 906,49 ha. Agihan tingkat bahaya erosi sangat berat dan berat didapati di Desa Ompo, Lapajung, Matta Bulu, Bila, Botto, dan Lalabata Rilau. Sedangkan tingkat bahaya erosi sangat ringan tersebar di Desa Pattojo, Appanang, Galung, Rompegading, Maccile, Salo Karaja, Belo, dan Ganra.

Kata Kunci: Tingkat bahaya erosi, USLE, DAS Malanroe

1

Page 4: Jurnal Acc

I. PENDAHULUAN

Keberadaan lahan memegang peranan penting dan strategis

untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Namun, akhir-skhir ini degradasi lahan menjadi salah satu

permasalahan yang paling serius untuk segera ditangani. Bukan hanya

karena lahan yang terdegradasi semakin meluas, tetapi juga

memberikan dampak signifikan terhadap lingkungan. FAO pada tahun

2008 melaporkan bahwa lebih dari 20% dari seluruh area budidaya,

30% hutan dan 10% padang rumput di dunia sedang memburuk.

Sebagai konsekuensinya, terjadi penurunan produktivitas pertanian,

permasalahan sosial ekonomi seperti ketahanan pangan, migrasi,

terhambatnya pembangunan, serta kerusakan ekosistem (Food and

Agricultural Organization, 2015).

Erosi ditengarai sebagai penyebab utama terjadinya degradasi

lahan. Tingginya laju erosi di Indonesia memberikan andil yang besar

dalam meluasnya areal lahan kritis, yang mana telah mencapai 52,5

juta ha (Kementerian Dalam Negeri, 2013). Sebagaimana diperkirakan

bahwa sekitar 40-250 m3 atau 35-220 ton tanah/ha tererosi setiap

tahun dengan laju peningkatan 7-14% atau 3-28 ton tanah/ha/tahun,

sangat berbeda jika dibandingkan Amerika Serikat, hanya 0,7

ton/ha/tahun (Adimihardja, 2008).

Laporan yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan pada tanggal 29 Januari 2015 mengenai luas lahan kritis

nasional per balai pengelolaan DAS pada tahun 2013 sungguh

mencengangkan. Total lahan kritis dan sangat kritis mencapai

24.303.294 ha. (Ditjen BPDAS Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan, 2015). Data lainnya dikemukakan oleh Balitbang

Kementerian Pertanian bahwa dari 458 daerah aliran sungai di

Indonesia, 60 di antaranya dalam kondisi kritis berat, 222 kritis, dan

176 lainnya berpotensi krisis (ANTARANEWS.com, 2013). Keadaan

tersebut sangat mengkhawatirkan, mengingat fungsi daerah aliran

sungai dalam sistem hidrologi yang sangat penting (sebagai

penangkap air hujan, penyimpanan, dan penyaluran air ke sungai).

2

Page 5: Jurnal Acc

DAS Malanroe Sub DAS Walanae merupakan salah satu sub DAS yang banyak

mengalami kehilangan penutupan lahan. Sebagaimana hasil penelitian Asmoro (2009)

bahwa indeks penutupan lahan DAS Malanroe buruk yaitu 10,39. Pada beberapa area

dengan kemiringan lereng yang bervariasi, dapat ditemukan area tanpa tanaman penutup

lahan. Kegiatan masyarakat yang melakukan penebangan hutan untuk kebutuhan

permukiman maupun perkebunan turut memperluas lahan terbuka. Kondisi penutupan

lahan yang semakin terbuka mengakibatkan meluapnya Sungai Walanae di Kabupaten

Bone, Soppeng, dan Wajo setiap musim penghujan tiba. Selain itu, kegiatan budidaya

yang dilakukan penduduk juga tidak disertai dengan tindakan konservasi. Dengan

berbagai perubahan penggunaan lahan tersebut akan mempengaruhi tingkat erosi.

Erosi didefinisikan sebagai peristiwa hilang atau terkikisnya lapisan tanah dari

suatu tempat, kemudian terangkut ke tempat lain baik yang disebabkan oleh pergerakan

air, angin, dan/atau es. Di Indonesia yang merupakan daerah tropis, erosi terutama

disebabkan oleh air hujan. Sementara itu, angin tidak mempunyai pengaruh yang berarti

(Rahim, 2012)

Untuk mengevaluasi besarnya kerusakan yang terjadi dan

menentukan tindakan konservasi yang harus dilakukan, maka

diperlukan suatu metode penelitian DAS yang baku. Model Universal

Soil Loss Equation (USLE) merupakan salah satu model prediksi erosi

yang banyak digunakan untuk memprediksi besarnya kehilangan tanah

akibat erosi dalam satuan ton/ha/tahun. Alasan utama penggunaan

model USLE karena model tersebut relatif sederhana dan input

parameter model yang diperlukan mudah diperoleh (Parveen, 2012).

Persamaan USLE dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi tanah dalam

jangka waktu panjang dari erosi lembar atau alur dibawah keadaan tertentu. Persamaan

tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian, tapi tidak dapat

memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit,

tebing sungai dan dasar sungai. Model USLE memungkinkan pendugaan laju rata-rata

erosi suatu bidang tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu

untuk setiap macam penanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah)

yang mungkin dilakukan atau sedang digunakan (Arsyad, 2010). Berdasarkan uraian

di atas, maka studi ini difokuskan pada tingkat bahaya erosi di DAS

Malanroe Sub DAS Walanae.

3

Page 6: Jurnal Acc

II.METODE PENELITIAN

Sasaran dalam penelitian adalah DAS Malanroe Sub DAS Walanae yang terdiri

dari 32 satuan lahan, merupakan hasil overlay peta jenis tanah, kemiringan lereng,

penggunaan lahan, dan bentuk lahan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan

purposive sampling. Pengambilan sampel tanah dilakukan di 13 titik dari 32 satuan lahan,

sedangkan parameter lainnya diukur pada setiap satuan lahan.

Gambar 1. Peta Satuan Lahan DAS Malanroe Sub DAS Walanae

Besarnya kehilangan tanah akibat erosi ditentukan dengan menggunakan rumus

Universal Soil Loss Equation (USLE) dalam Arsyad (2010) sebagai berikut:

A = R x K x LS x C x P

dimana,

A : jumlah kehilangan tanah (ton/ha/tahun)

R : faktor erosivitas hujan, yaitu daya erosi. hujan pada suatu tempat yang dihitung

berdasarkan data curah hujan 10 tahun terakhir (KJ/ha)

4

Page 7: Jurnal Acc

K : faktor erodibilitas tanah, yaitu daya tahan tanah terhadap erosi yang ditentukan oleh

tekstur, struktur, permeabilitas, dan kandungan bahan organik (ton/KJ)

LS: faktor panjang dan kemiringan lahan, merupakan gabungan dari faktor panjang

lereng (L dalam satuan meter) dan faktor kemiringan lereng (S dalam satuan %)

C : faktor pengelolaan tanaman, yaitu jenis tanaman penutup lahan dan pengelolaannya

P : faktor tindakan konservasi, yaitu teknik konservasi yang diterapkan dalam rangka

mencegah tanah yang tererosi.

Tingkat bahaya erosi diklasifikasikan berdasarkan besar erosi yang terjadi dan

kedalaman efktif tanah, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi

Kedalaman tanah

Kelas bahaya erosiI II III IV V

< 15 ton/ha/

thn

15 – 60 ton/ha/thn

60 – 180 ton/ha/thn

180 – 480 ton/ha/thn

> 480 ton/ha/thn

> 90 cm60 – 90 cm30 – 60 cm

< 30 cm

SRRSB

RSB

SB

SB

SBSB

BSBSBSB

SBSBSBSB

Keterangan :SR: sangat ringan; R: ringan; S: sedang; B: berat; SB: sangat beratSumber: Departemen Kehutanan (1986) dalam Hardjowigeno, 2010

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di DAS Malanroe sub DAS Walanae yang terletak

di Kabupaten Soppeng, memanjang dari arah barat daya ke timur laut menuju Sungai

Walanae. Luas DAS Malanroe 96,46 km2 (9.645,7 ha) dengan panjang 112,8 km. Secara

astronomis DAS Malanroe terletak pada titik 4°19’22,8”- 4° 24’ 54” LS dan 119° 48’

50,4” BT - 119° 57’ 32,4” BT. DAS Malanroe berbatasan dengan DAS Lawo di sebelah

utara, DAS Dabbare di sebelah selatan, DAS Langkemme di sebelah barat, dan Sungai

Walanae di sebelah timur. DAS Malanroe terdiri dari tiga sungai atau salo’ yaitu Salo

Soppeng, Salo Malanroe, dan Salo Tonrosepe’e. Sungai ini mengalir melewati tiga daerah

administratif kecamatan, yaitu Kecamatan Lalabata, Liliriaja, dan Lilirilau. Aliran sungai

DAS Malanroe dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk

mengairi sawah (irigasi).

5

Page 8: Jurnal Acc

B. Hasil

Besar kehilangan tanah akibat erosi di DAS Malanroe adalah 657.319,40

ton/tahun, dengan laju erosi 68,15 ton/ha/tahun. Besar erosi yang paling rendah terdapat

pada satuan lahan F.1.Kmr.Sw yaitu 0,43 ton/ha/tahun. Areal tersebut berupa persawahan

dengan lereng yang datar. Sedangkan yang tertinggi ditemukan pada F.5.Mc.Ht, yaitu

652,68 ton/ha/tahun berupa hutan dan lereng yang curam. Sebagian besar wilayah DAS

Malanroe berada pada tingkat erosi yang sangat ringan, seluas 2.519,37 ha dengan

kehilangan tanah 2.202,85 ton/ha/tahun. Selanjutnya tingkat bahaya erosi sangat berat

dan berat dengan luas berturut-turut 2.373,55 ha dan 2.116,53 ha. Sedangkan yang paling

sedikit berada pada tingkat bahaya erosi ringan, yakni seluas 906,49 ha dengan

kehilangan tanah sekitar 161,79 ton/ha/tahun.

Tabel 2. Besar Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi DAS Malanroe Sub DAS Walanae

No Satuan Lahan

Nilai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi

Besar erosi

(ton/ha/th)

Kedalaman Tanah (cm)

Tingkat Bahaya Erosi

R K LS C P

1 F. 1. Alh. Kc 1.508,59 0,70 0,63 0,200 1,00 133,06 > 90 Sedang2 F. 1. Alh. Sw 1.508,59 0,46 0,84 0,010 0,40 2,33 > 90 Sangat ringan3 F. 1. Grk. Kc 1.508,59 0,53 0,67 0,100 1,00 53,57 > 90 Ringan4 F. 1. Grk. Pm 1.508,59 0,48 0,53 0,500 0,40 76,76 > 90 Sedang5 F. 1. Grk. Sw 1.508,59 0,57 0,40 0,010 0,40 1,38 > 90 Sangat ringan6 F. 1. Kmr. Sw 1.042,81 0,53 0,52 0,010 0,15 0,43 70 Sangat ringan7 F. 1. Mc. Pm 1.508,59 0,32 0,40 0,500 0,40 38,62 > 90 Ringan8 F. 1. Mc. Sw 1.508,59 0,60 0,48 0,010 0,40 1,74 > 90 Sangat ringan9 F. 1. Mct. Sw 1.508,59 0,50 0,54 0,010 0,40 1,63 65 Ringan10 F. 2. Grk. Sw 1.508,59 0,57 0,65 0,010 0,40 2,24 > 90 Sangat ringan11 F. 2. Kmr. Kc 1.508,59 0,19 0,94 0,100 0,50 13,47 65 Ringan12 F. 2. Mc. Kc 1.508,59 0,40 0,59 0,100 1,00 35,60 30 Berat13 F. 2. Mc. Pm 1.508,59 0,32 0,56 0,500 0,40 54,07 > 90 Ringan14 F. 2. Mc. Sw 1.508,59 0,60 0,52 0,010 0,40 1,88 > 90 Sangat ringan15 F. 2. Mct. Sw 1.508,59 0,50 0,32 0,010 0,40 0,97 30 Sedang16 F. 3. Kmr. Kc 1.508,59 0,19 1,01 0,200 0,75 43,42 65 Sedang17 F. 3. Kmr. Sw 1.042,81 0,53 1,60 0,010 0,15 1,33 49 Sedang18 F. 3. Mc. Ht 1.508,59 0,52 0,98 0,200 1,00 153,76 30 Sangat berat19 F. 3. Mc. Kc 1.508,59 0,40 1,63 0,100 0,75 73,77 82 Berat20 F. 3. Mc. Pm 1.508,59 0,32 1,23 0,500 0,40 118,76 80 Berat21 F. 3. Mc. Sw 1.508,59 0,60 1,77 0,010 0,40 6,41 > 90 Sangat ringan22 F. 4. Kmr. Ht 1.508,59 0,30 2,23 0,200 0,90 181,66 > 90 Berat23 F. 4. Kmr. Kc 1.508,59 0,19 1,50 0,200 0,90 77,39 40 Sangat berat24 F. 4. Mc. Kc 1.508,59 0,40 2,60 0,200 0,90 282,41 30 Sangat berat25 F. 5. Kmr. Ht 1.508,59 0,30 3,67 0,005 1,00 8,30 9 Berat26 F. 5. Kmr. Kc 1.508,59 0,19 2,26 0,100 1,00 64,78 63 Berat27 F. 5. Mc. Ht 1.508,59 0,52 4,16 0,200 1,00 652,68 80 Sangat berat28 F. 6. Kmr. Ht 1.508,59 0,30 3,56 0,200 1,00 322,23 30 Sangat berat29 F. 6. Kmr. Kc 1.508,59 0,19 3,09 0,100 1,00 88,57 35 Sangat berat30 V. 5. Kmr. Ht 1.508,59 0,30 2,02 0,001 1,00 0,91 50 Sedang31 V. 5. Kmr. Kc 1.508,59 0,19 2,09 0,100 1,00 59,91 25 Sangat berat32 V. 6. Kmr. Ht 1.508,59 0,30 1,54 0,001 1,00 0,70 45 Sedang

6

Page 9: Jurnal Acc

C. Pembahasan

1. Besar Erosi

Erosi merupakan interaksi antara faktor erosivitas, erodibilitas, kelerengan,

pengelolaan tanaman, dan tindakan konservasi. Indeks erosivitas di DAS Malanroe

berkisar antara 991,61 KJ/ha sampai 1.508,59 KJ/ha. Hujan bulanan tertinggi pada

Januari dan yang terendah pada bulan Agustus dan September. Nilai R yang tinggi

disebabkan karena besarnya intensitas hujan, yang dicerminkan dari tingginya curah

hujan maksimum di stasiun tersebut. Dimana intensitas hujan merupakan faktor dominan

yang mempengaruhi kekuatan tumbuk air hujan.

Nilai erodibilitas tertinggi yaitu 0,70 ton/KJ pada satuan lahan F.1.Alh.Kc. Hal

ini disebabkan karena persentase debu dan pasir sangat halus pada satuan lahan tersebut

sangat tinggi, yaitu mencapai 77%. Fraksi pasir halus dan debu mempunyai ukuran yang

sangat halus sehingga tidak mampu membentuk ikatan dan tidak dapat berfungsi sebagai

pemantap agregat. Akibatnya, fraksi tersebut kurang tahan terhadap pukulan dan daya air

hujan serta peka terhadap daya angkut aliran permukaan. Sedangkan nilai K yang

terendah, yaitu 0,19.

Nilai indeks kelerengan yang tertinggi 4,16 pada F.5.Mc.Ht. Satuan lahan

tersebut berada pada kelas lereng curam dengan panjang lereng 85 m. Sedangkan nilai LS

terendah yaitu 0,32 pada satuan lahan F.2.Mct.Sw. Areal tersebut termasuk kelas lereng

datar dengan panjang lereng 48 m. Nilai LS meningkat seiring dengan meningkatnya

7

Gambar 2. Peta Tingkat Bahaya Erosi DAS Malanroe Sub DAS Walanae

Page 10: Jurnal Acc

kemiringan dan panjang lereng. Selanjutnya, menyebabkan kemungkinan kehilangan

tanah akibat erosi juga semakin besar.

Indeks pengelolaan tanaman di DAS Malanroe terdiri dari hutan, kebun

campuran, dan sawah. Nilai C yang tertinggi adalah 0,500 pada kebun campuran

kerapatan rendah. Nilai C yang terendah ditemukan pada 2 satuan lahan yang berupa

hutan alam dengan serasah banyak, yaitu 0,001. Di hutan alam, tajuk pepohonan biasanya

tampak berlapis karena ada berbagai jenis pohon yang tumbuh pada saat yang berlainan.

Sistem perakaran pohon dan pengaruh lapisan serasah sangat efektif untuk menyimpan

air, sehingga dapat mengurangi besarnya aliran permukaan yang mengakibatkan erosi.

Sebagian besar satuan lahan di DAS Malanroe dikelola tanpa adanya tindakan

pengendalian erosi dengan nilai P tertinggi, yaitu 1,00. Praktik konservasi yang dilakukan

masyarakat untuk menghambat laju erosi berupa teras tradisional, teras bangku konstruksi

sedang, dan pengolahan tanaman menurut kontur. Nilai P terendah adalah 0,15 yang

ditunjukkan pada praktik pembuatan teras bangku konstruksi sedang. Semakin rendah

nilai P pada suatu lahan, maka kemungkinan kehilangan tanah akibat erosi di daerah

tersebut semakin kecil.

Hasil dari interaksi faktor-faktor penyebab erosi tersebut dapat dilihat pada tabel

2. Dimana besar kehilangan tanah akibat erosi di DAS Malanroe sangat tinggi, yaitu

657.319,40 ton/tahun dengan laju 68,15 ton/ha/tahun Besar erosi yang tertinggi

ditemukan pada satuan lahan F.5.Mc.Ht, yaitu 652,68 ton/ha/tahun. Hal ini disebabkan

karena berbagai faktor yang mempengaruhi besar erosi. Intensitas hujan dan nilai

erodibilitas yang tinggi dengan lereng yang curam, tanpa adanya tindakan konservasi

mengakibatkan kemampuan air untuk mengerosi tanah besar. Selain itu, pengelolaan

tanaman di daerah tersebut berupa hutan produksi rakyat yakni hutan jati dengan

kerapatan yang rendah.

2. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Tingkat bahaya erosi di DAS Malanroe diklasifikasi menjadi sangat berat, berat,

sedang, ringan, dan sangat ringan. Sebagian besar wilayah DAS Malanroe berada pada

kelas tingkat bahaya erosi sangat ringan, yaitu 2.519,37 ha. Sedangkan hanya sebagian

kecil daerah penelitian dengan tingkat bahaya erosi ringan, yaitu 906,49 ha. Satuan lahan

yang digolongkan kedalam tingkat bahaya erosi sangat ringan (SR) menunjukkan besar

erosi yang terjadi sangat kecil, yaitu kurang dari 15 ton/ha/tahun dengan solum tanah

yang dalam ( >90 cm). Seiring dengan berkurangnya kedalaman tanah, maka nilai besar

8

Page 11: Jurnal Acc

erosi yang terjadi juga semakin besar, yaitu 15 – 60 ton/ha/tahun. Pada kedalaman tanah

yang relatif dangkal sampai sedang, tanah-tanah tersebut dikelompokkan dalam TBE

ringan ataupun sedang.

Berbeda halnya pada satuan lahan dengan kelas TBE berat, solum tanahnya

relatif sedang (60-90 cm) disertai besar erosi aktual yang besar, yaitu 60-180

ton/ha/tahun. Walaupun demikian, pada kelas ini dapat ditemukan satuan lahan

F.5.Kmr.Ht dengan besar erosi yang sangat kecil, yakni 8,30 ton/ha/tahun. Namun, solum

tanah yang sudah sangat dangkal, yaitu hanya 9 cm, sehingga dikelompokkan dalam kelas

TBE berat.

Kelas TBE sangat berat didominasi oleh satuan lahan dengan solum tanah yang

dangkal (30-60 cm). Kondisi tersebut tidak mampu mengimbangi erosi aktual yang

sangat besar, yaitu sekitar 60 hingga >480 ton/ha/tahun. Padahal pada tanah yang relatif

dangkal, seharusnya besar erosi yang juga lebih kecil. Hal ini bertujuan untuk menjaga

produktivitas tanah pada lahan tersebut.

3. Agihan Tingkat Bahaya Erosi

Agihan keruangan tingkat bahaya erosi DAS Malanroe disajikan pada Gambar

3.2. Secara umum, dapat dilihat bahwa semakin ke bagian hulu, maka tingkat bahaya

erosi semakin berat. Walaupun kondisi yang ditemukan pada beberapa satuan lahan tidak

demikian. Sebagaimana pada satuan lahan V.6.Kmr.Ht yang terletak di bagian hulu, yang

diklasifikasikan kedalam tingkat bahaya erosi sedang. Sedangkan satuan lahan

F.1.Alh.Kc dan F.1.Grk.Pm yang berada di bagian hilir termasuk kedalam tingkat bahaya

erosi sedang. Hal tersebut tentu dipengaruhi oleh faktor-faktor penyebab erosi yang saling

berinteraksi satu sama lain serta kedalaman efektif tanah pada satuan lahan tersebut.

Tingkat bahaya erosi sangat ringan (SR) tersebar di Desa Pattojo, Appanang,

Galung, Rompegading, Maccile, Salo Karaja, Belo, dan Ganra. Selanjutnya, tingkat

bahaya erosi ringan (R) terdapat areal permukiman yaitu Bila di Desa Bila, Lapajung dan

Malaka di Desa Lapajung, Cikkee dan Maccope di Desa Lalabata Rilau, serta Lemba.

Daerah tersebut tersebar di bagian hilir dan tengah DAS Malanroe.

Tingkat bahaya erosi sedang (S) ditemukan pada areal permukiman Malanroe di

Desa Maccile dan Cirowali di Desa Matta Bulu. Selain itu, kelas ini juga tersebar Desa

Belo, Bila, Botto, Umpungeng, dan Lalabata Rilau. Adapun tingkat bahaya erosi berat

(B) dan sangat berat (SB) tersebar di Desa Ompo, Lapajung, Matta Bulu, Bila, Botto, dan

Lalabata Rilau.

9

Page 12: Jurnal Acc

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Tingkat bahaya erosi di DAS Malanroe Sub DAS Walanae sebagian besar berada pada

kelas sangat ringan (SR), yaitu 2.519,37 ha. Tingkat bahaya erosi sangat berat (SB)

2.373,55 ha, berat (B) 2.116,53 ha, sedang (S) 1.729,76 ha, dan ringan (R) 906,49 ha.

2. Tingkat bahaya erosi sangat berat (SB) dan berat (B) tersebar di Desa Ompo,

Lapajung, Matta Bulu, Bila, Botto, dan Lalabata Rilau. Tingkat bahaya erosi sedang

(S) tersebar di Desa Maccile, Matta Bulu, Belo, Bila, Botto, Umpungeng, dan Lalabata

Rilau. Tingkat bahaya erosi ringan (R) Desa Bila, Lapajung, Lalabata Rilau, dan

Lemba. Tingkat bahaya erosi sangat ringan (SR) tersebar di Desa Pattojo, Appanang,

Galung, Rompegading, Maccile, Salo Karaja, Belo, dan Ganra.

B. Saran

Hasil penelitian ini hendaknya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk

pengambilan keputusan perencanaan pembangunan dan pengelolaan lahan di DAS

Malanroe. Pada satuan lahan dengan tingkat bahaya erosi berat dan sangat berat

diperlukan perencanaan konservasi yang memperhatikan teknik pengelolaan tanaman dan

praktek konservasi agar tingkat bahaya erosi di daerah tersebut menjadi lebih ringan.

V.DAFTAR PUSTAKA

Adimihardja, A. 2008. Teknologi dan Strategi Konservasi Tanah dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian.1(2): 105-124.

ANTARANEWS.com. 2013. 282 DAS di Indonesia Kritis. Diakses pada laman http://www.antaranews.com/berita/356260/282-das-di-indonesia-kritis tanggal 1 Agustus 2015.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua Cetakan Kedua. Bogor: UPT Produksi Media Informasi IPB.

Asmoro, Y. 2009. Daerah Aliran Sungai (DAS) Walanae, Sulawesi Selatan. Diakses pada laman https://staff.blog.ui.ac.id/tarsoen.waryono/files/2009/12/das-walanae.pdf. tanggal 13 April 2015.

Ditjen BPDAS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2015. Penetapan Peta dan Data Hutan dan Lahan Kritis Nasional Tahun 2013 (Nomor SK.4/V-DAS/2015 Tertanggal 29 Januari 2015).

10

Page 13: Jurnal Acc

Food and Agricultural Organization. 2015. Land Degradation Assessment. Diakses pada laman http://www.fao.org/nr/land/degradation/en/ tanggal 14 April 2015.

Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Cetakan Ketujuh. Jakarta: CV Akademika Pressindo.

Kementerian Dalam Negeri. 2013. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tugas Pembantuan Program Penanganan Lahan Kritis Dan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat. Diakses pada laman http://www.bangda.kemendagri.go.id/Juklak-DKTP-2013/9.JUKNIS%20TP%20PROGRAM%20LAHAN%20KRITIS%20TAHUN%202013.pdf. tanggal 1 Agustus 2015.

Parveen, R; U. Kumar. 2012. Integrated Approach of Universal Soil Loss Equation (USLE) and Geographical Information System (GIS) for Soil Loss Risk Assessment in Upper South Koel Basin, Jharkhand. Journal of Geographic Information System. (4): 588-596. Diakses pada laman http://dx.doi.org/10.4236/jgis.2012.46061.

Rahim, S.E. 2012. Pengendalian Erosi Tanah. Cetakan Ketujuh. Jakarta: Bumi Aksara.

Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Edisi Kedua. Yogyakarta: Andi.

11