Sindrom Nefrotik Pediatrik
Transcript of Sindrom Nefrotik Pediatrik
-
7/25/2019 Sindrom Nefrotik Pediatrik
1/12
1. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) merupakan penyakit ginjal terbanyak pada anak.
SN adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan adanya proteinuria,
hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia. Sindrom nefrotik merupakan
penyakit ginjal yang mengenai glomerulus. Angka kejadian sindrom nefrotik di
Amerika Serikat mencapai 2- kasus per !"".""" pada anak usia di ba#ah !$
tahun. %re&alensi kumulatifnya adalah !$ kasus per !"".""" anak.! Angka
kejadian sindrom nefrotik di 'ndonesia dilaporkan terdapat $ per !"".""" anak per
tahun. %erbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2!.2 Sindrom
nefrotik kelainan minimal (SN*) terjadi pada +-" pasien di ba#ah usia $
tahun. /erdasarkan catatan di 0S1% dr. ariadi Semarang, terdapat ! kasus
sindrom nefrotik pada anak selama bulan anuari-uni 2"".3
Sindrom nefrotik yang paling banyak dijumpai pada anak (usia 2-!4
tahun) adalah sindrom nefrotik primer, yaitu jenis Sindrom Nefrotik elainan
*inimal (SN*) yang mencapai +.4%ada anak usia kurang dari 2 tahun, jenis
sindrom nefrotik berkaitan dengan sindrom nefrotik kongenital, sedangkan anak
usia lebih dari !4 tahun berkaitan dengan penyakit ginjal sekunder. Namun, pada
umumnya klasifikasi yang sering digunakan adalah berdasarkan respon terapi
terhadap steroid yaitu Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (SNSS) dan Sindrom
Nefrotik 0esisten Steroid (SN0S).
*anifestasi klinis dari sindrom nefrotik yang utama adalah protenuria.
%ronteinuria akan menyebabkan manifestasi klinik lainnya, seperti edema,
hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. ondisi hipoalbuminemia ini
menyebabkan manifestasi klinik selanjutnya yaitu edema yang akan berkaitan
pula dengan kondisi berat badan anak dengan sindrom nefrotik tersebut.
1. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada
anak.4 %enyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari
beberapa gejala yaitu proteinuria masif (54" mg6m27%/6jam atau rasio
1
-
7/25/2019 Sindrom Nefrotik Pediatrik
2/12
protein6kreatinin pada urin se#aktu 52 mg6mg atau dipstick 8 29),
hipoalbuminemia : 2, g6d7, edema, dan hiperkolesterolemia.
2. Etiologi
/erdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu
kongenital, primer atau idiopatik, dan sekunder.
!) ongenital
%enyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah!!
-Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin)
-Denys-Drash syndrome (WT1)-Frasier syndrome (WT1)
-Diffuse mesangial sclerosis (WT1, P!"1)
-#utosomal recessi$e, familial FS%S (NPHS&, podocin)
-#utosomal dominant, familial FS%S (#!TN', ;-actinin-4< T(P!))
-Nail-patella syndrome (*+1)
-Pierson syndrome (#*&)
- Schimke immuno-osseous dysplasia (S*#(!#1)+
- %alloay-*oat syndrome
- .culocere/rorenal 0oe syndrome
2) %rimer
/erdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik
adalah sebagai berikut
- Sindrom Nefrotik elainan *inimal (SN*)
- =lomerulosklerosis fokal segmental (=S>S)
-*esangial Proliferati$e Difuse 0*PD
- =lomerulonefritis *embranoproliferatif (=N*%)
- Nefropati *embranosa (=N*)
3) Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sebagai
berikut
- lupus erimatosus sistemik (7?S)
- keganasan, seperti limfoma dan leukemia
- &askulitis, seperti granulomatosis @egener (granulomatosis dengan
poliangitis), sindrom hurg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan
2
-
7/25/2019 Sindrom Nefrotik Pediatrik
3/12
poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis mikroskopik, purpura Benoch
Schonlein
- 2mmune comple3 mediated, seperti post streptococcal 0postinfectious
glomerulonephritis
3. Batasan
/erikut ini adalah beberapa batasan yang dipakai pada sindrom nefrotik
!) 0emisi
Apabila proteinuri negatif atau trace (proteinuria C 4 mg6m27%/6jam) 3 hari
berturut-turut dalam satu minggu, maka disebut remisi.
2) 0elaps
Apabila proteinuri 8 29 ( 54" mg6m27%/6jam) 3 hari berturut-turut dalam satu
minggu, maka disebut relaps.
3) Sindrom nefrotik relaps jarang
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps C 2 kali dalam $ bulan sejak respons
a#al atau C 4 kali dalam ! tahun.
4) Sindrom nefrotik relaps sering (fre4uent relaps)
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps 8 2 kali dalam $ bulan sejak respons
a#al atau 8 4 kali dalam ! tahun.
) Sindrom nefrotik dependen steroid
0elaps 2 D berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau
dalam !4 hari setelah pengobatan dihentikan.
$) Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
0emisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu.
) Sindrom nefrotik resisten steroid (SN0S)
Eidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2
mg6kgbb6hari selama 4 minggu.
4. Klasifikasi
Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindrom nefrotik.
*enurut berbagai penelitian, respon terhadap pengobatan steroid lebih sering
3
-
7/25/2019 Sindrom Nefrotik Pediatrik
4/12
dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan gambaran patologi anatomi.
/erdasarkan hal tersebut, saat ini klasifikasi SN lebih sering didasarkan pada
respon klinik, yaitu
!) Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
2) Sindrom nefrotik resisten steroid (SN0S)
5. Manifestasi Klinis dan Klasifikasi
elainan pokok pada sindrom nefrotik adalah peningkatan permeabilitas
dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan proteinuria masif dan
hipoalbuminemia. %ada biopsi, penipisan yang luas dari prosesus kaki podosit
(tanda sindrom nefrotik idiopatik) menunjukkan peran penting podosit. Sindrom
nefrotik idiopatik berkaitan pula dengan gangguan kompleks pada sistem imun,
terutama imun yang dimediasi oleh sel E. %ada focal segmental
glomerulosclerosis (>S=S), faktor plasma, diproduksi oleh bagian dari limfosit
yang terakti&asi, bertanggung ja#ab terhadap kenaikan permeabilitas dinding
kapiler. Selain itu, mutasi pada protein podosit (podocin, ;-actinin 4) dan *FB
(gen podosit) dikaitkan denganfocal segmental glomerulosclerosis (>S=S). !!
4
-
7/25/2019 Sindrom Nefrotik Pediatrik
5/12
Sindrom nefrotik resisten steroid dapat dikaitkan dengan mutasi N%BS2
(podocin) dan gen @E!, serta komponen lain dari aparatus filtrasi glomerulus,
seperti celah pori, dan termasuk nephrin, N?%B!, dan G-2 yang terkait protein.4
!) %roteinuria
%rotenuria merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila
ekskresi protein 8 4" mg6jam6m2 luas permukaan badan disebut dengan
protenuria berat. Bal ini digunakan untuk membedakan dengan protenuria pada
pasien bukan sindrom nefrotik.!3
2) Bipoalbuminemia
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria
adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik
pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2, g6d7.
%ada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah !2-!4 g6hari (!3"-
2"" mg6kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme.
atabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan !" di
katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah
difiltrasi. %ada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi
dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme
albumin.!4
Bilangnya albumin melalui urin merupakan konstributor yang penting
pada kejadian hipoalbuminemia. *eskipun demikian, hal tersebut bukan
merupakan satu-satunya penyebab pada pasien sindrom nefrotik karena laju
sintesis albumin dapat meningkat setidaknya tiga kali lipat dan dengan begitu
dapat mengompensasi hilangnya albumin melalui urin. %eningkatan hilangnya
albumin dalam saluran gastrointestinal juga diperkirakan mempunyai kontribusi
terhadap keadaan hipoalbuminemia, tetapi hipotesis ini hanya mempunyai sedikit
bukti. Hleh karena itu, terjadinya hipoalbuminemia harus ada korelasi yang cukup
antara penurunan laju sintesis albumin di hepar dan peningkatan katabolisme
albumin.!4
%ada keadaan normal, laju sintesis albumin di hepar dapat meningkat
hingga 3"", sedangkan penelitian pada penderita sindrom nefrotik dengan
5
-
7/25/2019 Sindrom Nefrotik Pediatrik
6/12
hipoalbuminemia menunjukan bah#a laju sintesis albumin di hepar hanya sedikit
di atas keadaan normal meskipun diberikan diet protein yang adekuat. Bal ini
mengindikasikan respon sintesis terhadap albumin oleh hepar tidak adekuat.
Eekanan onkotik plasma yang memperfusi hati merupakan regulator
mayor sintesis protein. /ukti eksperimental pada tikus yang secara genetik
menunjukkan adanya defisiensi dalam sirkulasi albumin, menunjukkan dua kali
peningkatan laju transkripsi gen albumin hepar dibandingkan dengan tikus
normal.!4*eskipun demikian, peningkatan sintesis albumin di hepar pada tikus
tersebut tidak adekuat untuk mengompensasi derajat hipoalbuminemia, yang
mengindikasikan adanya gangguan respon sintesis. Bal ini juga terjadi pada
pasien sindrom nefrotik, penurunan tekanan onkotik tidak mampu untuk
meningkatkan laju sintesis albumin di hati sejauh mengembalikan konsentrasi
plasma albumin. Ada juga bukti pada subjek yang normal bah#a albumin
interstisial hepar mengatur sintesis albumin. Hleh karena pada sindrom nefrotik
pool albumin interstisial hepar tidak habis, respon sintesis albumin normal dan
naik dengan jumlah sedikit, tetapi tidak mencapai le&el yang adekuat.
Asupan diet protein berkontribusi pada sintesis albumin. Sintesis m0NA
albumin hepar dan albumin tidak meningkat pada tikus ketika diberikan diet
rendah protein, tetapi sebaliknya, meningkat pada tikus yang diberikan diet tinggi
protein. *eskipun begitu, le&el albumin serum tidak mengalami perubahan karena
hiperfiltrasi yang dihasilkan dari peningkatan konsumsi protein menyebabkan
peningkatan albuminuria.
ontribusi katabolisme albumin ginjal pada hipoalbuminemia pada
sindrom nefrotik masih merupakan hal yang kontro&ersial. Galam penelitian
terdahulu dikemukakan bah#a kapasitas transportasi albumin tubulus ginjal telah
mengalami saturasi pada le&el albumin terfiltrasi yang fisiologis dan dengan
peningkatan protein yang terfiltrasi yang hanya diekskresikan dalam urin, bukan
diserap dan dikatabolisme. %enelitian pada perfusi tubulus proksimal yang
diisolasi pada kelinci membuktikan sebuah sistem transportasi ganda untuk
uptake albumin. Sebuah sistem kapasitas rendah yang telah mengalami saturasi
pada muatan protein yang berlebih, tetapi masih dalam le&el fisiologis, terdapat
6
-
7/25/2019 Sindrom Nefrotik Pediatrik
7/12
pula sebuah sistem kapasitas tinggi dengan afinitas yang rendah, memungkinkan
tingkat penyerapan tubular untuk albumin meningkat karena beban yang disaring
naik. Gengan demikian, peningkatan tingkat fraksi katabolik dapat terjadi pada
sindrom nefrotik.!4
Bipotesis ini didukung oleh adanya korelasi positif di antara katabolisme
fraksi albumin dan albuminuria pada tikus dengan puromycin aminonucleoside
%AN yang diinduksi hingga nefrosis.!4Namun, karena simpanan total albumin
tubuh menurun dalam jumlah banyak pada sindrom nefrotik, laju katabolik
absolut mungkin normal atau bahkan kurang. Bal ini berpengaruh pada status
nutrisi, sebagaimana dibuktikan oleh fakta bah#a katabolisme albumin absolut
berkurang pada tikus nefrotik dengan diet protein rendah, tetapi tidak pada asupan
diet protein normal.
adi cukup jelas bah#a hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik
merupakan akibat dari perubahan multipel pada homeostasis albumin yang tidak
dapat dikompensasi dengan baik oleh adanya sintesis albumin hepar dan
penurunan katabolisme albumin tubulus ginjal.!4
3) ?dema
Eerdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema pada
sindrom nefrotik. 5nderfilled theory merupakan teori klasik tentang pembentukan
edema. Eeori ini berisi bah#a adanya edema disebabkan oleh menurunnya
tekanan onkotik intra&askuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruang
interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan
albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagaimana
diketahui bah#a salah satu fungsi &ital dari albumin adalah sebagai penentu
tekanan onkotik. *aka kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan
onkotik koloid plasma intra&askular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat
mele#ati dinding kapiler dari ruang intra&askular ke ruang interstisial kemudian
timbul edema.!
elainan glomerulus
I
Albuminuria
I
7
-
7/25/2019 Sindrom Nefrotik Pediatrik
8/12
Bipoalbuminemia
I
Eekanan onkotik koloid plasma II
Jolume plasma K
I
0etensi Na renal sekunder K
I
?dema
Gambar 1. Eeori underfilled!
*enurut teori lain yaitu teori o$erfilled, retensi natrium renal dan air tidak
bergantung pada stimulasi sistemik perifer tetapi pada mekanisme intrarenal
primer. 0etensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi &olume plasma dan
cairan ekstraseluler. .$erfilling cairan ke dalam ruang interstisial menyebabkan
terbentuknya edema.!
elainan glomerulus
I
0etensi Na renal primer
I
Jolume plasma K
I
?dema
Gambar 2. Eeori o$erfilled!
4) Biperkolesterolemia
Bampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindrom nefrosis. Bal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan
antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis
protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme
lemak menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem
enLim utama yang mengambil lemak dari plasma.
6. Pemeriksaan Penn!ang
%emeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik,
antara lain!$
!) 1rinalisis dan bila perlu biakan urin
/iakan urin dilakukan apabila terdapat gejala klinik yang mengarah pada
infeksi saluran kemih ('S).
8
-
7/25/2019 Sindrom Nefrotik Pediatrik
9/12
-
7/25/2019 Sindrom Nefrotik Pediatrik
10/12
*. Diagnosa Banding
Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan G/G dari demam
dengue dan penyakit &irus lain yang ditemukan di daerah tropis. *aka untuk
membedakan dengan campak, rubela, demam chikungunya, leptospirosis, malaria,
demam tifoid, perlu ditanyakan gejala penyerta lainnya yang terjadi bersama
demam. %emeriksaan laboratorium diperlukan sesuai indikasi. %enyakit darah
seperti trombositopenia purpura idiopatik ('E%), leukemia, atau anemia aplastik,
dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium darah tepi lengkap disertai
pemeriksaan pungsi sumsum tulang apabila diperlukan. %enyakit infeksi lain
seperti sepsis, atau meningitis, perlu difikirkan apabila anak mengalami demam
disertai syok.
+. Penatalaksanaan
,. -atalaksana mm
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dira#at di
rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan e&aluasi
pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi
orangtua. Gan Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-
pemeriksaan berikut
!. %engukuran berat badan dan tinggi badan.
2. %engukuran tekanan darah.
3. %emeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit. sistemik,
seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Benoch-Schonlein.
4. *encari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap
infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
. *elakukan uji *antouD. /ila hasilnya positif diberikan profilaksis. 'NB
selama $ bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan
obat antituberkulosis (HAE).
%era#atan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal,
10
-
7/25/2019 Sindrom Nefrotik Pediatrik
11/12
atau syok. Eirah baring tidak perlu dipaksakan dan akti&itas fisik disesuaikan
dengan kemampuan pasien. /ila edema tidak berat, anak boleh sekolah.
Diitetik
%emberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena
akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. /ila diberi diit rendah
protein akan terjadi malnutrisi energi protein (*?%) dan menyebabkan hambatan
pertumbuhan anak. adi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan 0GA
(recommended daily alloances) yaitu !,-2 g6kgbb6hari. Giit rendah garam (!-2g6hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.
Diretik
0estriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. /iasanya diberikan
loop diuretic seperti furosemid !-3 mg6kgbb6hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg6kgbb6hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan
hipo&olemia. %ada pemakaian diuretik lebih dari !-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
/ila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi
karena hipo&olemia atau hipoalbuminemia berat (: ! g6d7), dapat diberikan infus
albumin 2"-2 dengan dosis ! g6kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intra&ena !-2
mg6kgbb. /ila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 2"
ml6kgbb6hari secara pelan-pelan !" tetes6menit untuk mencegah terjadinyakomplikasi dekompensasi jantung. /ila diperlukan, suspensi albumin dapat
diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mence-
gah o$erload cairan. /ila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang. Skema pemberian diuretik
untuk mengatasi edema tampak pada =ambar !.
>urosemid ! M 3 mg6kgbb6hari
9 spironolakton 2-4 mg6kgbb6hari
11
-
7/25/2019 Sindrom Nefrotik Pediatrik
12/12
0espons (-)
/erat badan tidak menurun atau tidak ada diuresis dalam 4+ jam
Gosis furosemid dinaikkan 2 kali lipat (maksimum 4-$ mg6kgbb6hari)
0espons (-)
Eambahkan hidroklorothiaLid !-2 mg6kgbb6hari
0espons (-)
/olus furosemid 'J !-3 mg6kgbb6dosis atau
per infus dengan kecepatan ",!-! mg6kgbb6jam
0espons (-)
Albumin 2" !g6kgbb intra&ena
diikuti dengan furosemid intra&ena
Gambar 1. Algoritma pemberian diuretik.!"
/mnisasi
%asien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid 52 mg6kgbb6
hari atau total 52" mg6hari, selama lebih dari !4 hari, merupakan pasien
imunokompromais.!! %asien SN dalam keadaan ini dan dalam $ minggu setelah
obat dihentikan hanya boleh diberikan &aksin &irus mati, seperti '%J (inacti$ated
polio $accine). Setelah penghentian prednison selama $ minggu dapat diberikan
&aksin &irus hidup, seperti polio oral, campak, **0, &arisela. Semua anak
dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi
pneumokokus dan &arisela.!2
B. Pengobatan Dengan Kortikosteroid
0. Prognosis
D. Kesim)lan
12