sindrom nefrotik

28
REFERAT SINDROM NEFROTIK Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Profesi Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembimbing : dr. Ardyasih, Sp.PD Diajukan Oleh : Avysia Tri Marga wulan J 500 050 052 1

Transcript of sindrom nefrotik

Page 1: sindrom nefrotik

REFERAT

SINDROM NEFROTIK

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Profesi Dokter Umum

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing : dr. Ardyasih, Sp.PD

Diajukan Oleh :

Avysia Tri Marga wulan

J 500 050 052

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA

2010

1

Page 2: sindrom nefrotik

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik

glomerulonefritis (GN) yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuri masif

≥ 3.5 g/dl, hiperkolesterolemia, dan lipiduri. Pada proses awal atau SN ringan

untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan.

Proteinuri masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang

disertai kadar albumin serum rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang,

proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.

Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan

nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta

hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal

kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir

(PGTA) (Prodjosudjadi W., 2006).

Kondisi proteinuri yang berat, hematuri, hipoalbumniemia,

hiperkolesterolemia, edema dan hipertensi yang tidak terdiagnosa atau tidak

teratasi akan berkembang secara progresif menjadi kerusakan gromeruli yang

akan menurunkan Laju Filtrasi Gromerulus (LFG) yang akhirnya menjadi gagal

ginjal (Braunwald E,et all., 2008)

Penyakit ini terjadi tiba - tiba terutama pada anak-anak, biasanya berupa

oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria

berat. Pada dewasa yang jelas terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia

(Mansjoer A,,dkk.,2001 )

Di Amerika Serikat Insiden sindrom nefrotik dengan nefropati diabetik

adalah yang paling umum dan sejak PGTA karena nefropati tersebut mencapai

rata-rata 100 kasus perjuta populasi, kasus SN tersebut mencapai rata-rata 50

kasus perjuta populasi (Cohen E.P., 2009).

2

Page 3: sindrom nefrotik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sindrom Nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit

gromerular yang ditandai dengan proteinuri masif >3.5 gram/ 24 jam/ 1.73

m2 disertai hipoalbuminemia, edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan

hiperkoagulabilitas (Hartoko B., 2008).

B. Klasifikasi dan Etiologi

I. Sindrom nefrotik pada anak-anak / infantil.

Sindrom nefrotik infantil adalah sindrom nefrotik yang terjadi pada usia

tiga bulan sampai satu tahun, sedangkan jika terjadi sebelum usia tiga bulan

disebut sebagai sindrom nefrotik kongenital. Indonesia dilaporkan ada enam

per 100.000 anak per tahun menderita sindrom nefrotik.

a. Sindrom nefrotik infantil

Sangat jarang ditemukan, sindrom ini dapat disebabkan nail patella

syndrome, pseudohermaphroditism, XY gonadal disgenesis, tumor

Wilms, intoksikasi merkuri, sindrom hemolitik uremik, dan infeksi

seperti sifilis, virus sitomegalo, hepatitis, rubela, malaria, dan

toksoplasmosis. Prognosis sindrom nefrotik infantil umumnya buruk

tetapi masih lebih baik daripada prognosis sindrom nefrotik kongenital

(Pardede S.O., 2002).

b. Sindrom nefrotik kongenital.

Merupakan penyakit familial, timbul dalam beberapa hari/ minggu

setelah lahir. Biasa menimbulkan kematian sebelum bayi berusia satu

tahun (Himawan S., 1979)

3

Page 4: sindrom nefrotik

II. Sindrom nefrotik pada dewasa:

a. Glomerulonefritis primer (Sebagian besar tidak diketahui sebabnya).

1) Glomerulonefritis membranosa

Jarang menjadi penyebab SN pada anak tetapi sering pada dewasa.

Hampir semua pada orang dewasa. Pada mikroskop biasa terlihat

gambaran penebalan dinding kapiler, pada mikroskop elektron terlihat

kelainan membrana basalis. Kelainan ini jarang memberikan respon

terhadap steroid dan prognosis mortalitas lebih kurang 50%

(Himawan S., 1979).

Gambar 1: Histopatologi Glomerulonefritis Membranosa

(Sumber: Orth S.R.& Berhard E., 1998)

2) Glomerulonefritis Kelainan Minimal

Merupakan penyebab utama SN anak-anak, Pada dewasa hanya

20%. Dengan mikroskop biasa tidak tampak kelainan yang jelas pada

glomerulus sedangkan ada mikroskop elektron dapat dilihat sel epitel

kapiler glomerulus yang membengkak dan bervakuol. Fungsi ginjal

biasanya tidak banyak terganggu dan tidak ada hipertensi

(Himawan S, 1979).

4

Page 5: sindrom nefrotik

Penampakan yang tidak biasa yaitu hipertensi (30% pada anak-

anak dan50% pada dewasa), hematuri (20% pada anak-anak dan 30%

pada dewasa) dan penurunan fungsi ginjal (kurang dari 5% pada anak-

anak dan 30% pada dewasa) (Braunwald E., 2008).

Prognosis kelainan ini relatif paling baik. Pengobatannya ialah

dengan pemberian steroid. Sering mengalami remisi spontan, akan

tetapi sering pula kambuh (Himawan S., 1979).

3) Glomerulonefritis membranoproliferatif

Biasa ditemukan pada anak besar dan orang dewasa muda.

Perjalanan penyakit progresif lambat, tanpa remisi dan berakhir dengan

payah ginjal. Ciri khasnya adalah kadar komplemen serum yang rendah

(Himawan S., 1979).

Gambar 2: Glomerulonefritis membranoproliferatif, penipisan membran basal kapiler perifer telah ditandai dengan pewarnaan trichrome masson.

5

Page 6: sindrom nefrotik

(Sumber: Orth S.R. & Berhard E., 1998)

4) Glomerulonefritis pasca streptokok

b. Glomerulonefritis sekunder akibat:

1) Infeksi

i. HIV, hepatitis virus B dan C

ii. Sifilis, malaria, skistosoma

iii. Tuberkulosis, lepra

2) Keganasan

Adenokarsinoma paru, kanker payudara, kolon, bronkus, limfoma

hodgkin, myeloma multiple, dan karsinoma ginjal

3) Penyakit jaringan penghubung

Lupus eritematosus sistemik, arthritis reumatoid, MCTD (Mixed

connective tissue disease)

4) Efek Obat dan Toksin

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAIN), preparat emas, penisilamin,

kaptopril, heroin

5) Lain-lain: Diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklampsia, rejeksi

alograf kronik, refluks vesikoureter, atau sengatan lebah.

(Prodjosudjadi W., 2006).

Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab yang paling

sering (Prodjosudjadi W, 2006). Perlu diingat bahwa penyakit-penyakit yang

termasuk golongan nefrosis, yaitu penyakit yang terutama mengenai tubulus,

tidak ada yang menyebabkan SN (Himawan S., 1979).

Menurut tinjauan dari Robson pada lebih dari 1400 kasus, beberapa jenis

glomerulonefritis primer merupakan penyebab dari 78% sindrom nefrotik pada

orang dewasa dan 93% pada anak-anak. Pada 22% orang dewasa keadaan ini

6

Page 7: sindrom nefrotik

disebabkan oleh gangguan sistemik (terutama diabetes, amiloidosis, dan

thrombosis vena renalis), dimana ginjal terlibat secara sekunder atau karena

mengalami respon abnormal terhadap obat atau alergen lain

(Wilson L.M.,1995).

Tabel 1: Tabel Frekwensi Relatif Penyakit Glomerular Primer pada Anak-anak dan Dewasa

Tabel Frekwensi Relatif Penyakit Glomerular Primer pada Anak-anak dan

Dewasa

Penyakit Anak-anak Dewasa

≤ 60 tahun

Dewasa

≥60 tahun

Glomerulopati Kelainan minimal

76 20 20

Fokal Segmental Glomerulosclerosis

8 15 2

Glomerulonefritis membranosa

7 40 39

Glomerulonefritis membranoproliferatif

47 0

Penyakit lain 5 18 39

Sumber: (Orth S.R. & Berhard E., 1998).

C. Patofisiologi

Sindrom nefrotik dapat terjadi karena perubahan struktur glomerulus

yang dapat terjadi karena kerusakan permukaan endotel, kerusakan membrana

basalis dan atau kerusakan podosit oleh beberapa faktor yang disebutkan

diatas. Satu atau lebih mekanisme ini akan terjadi pada salah satu tipe SN

(Cohen E.P., 2009).

7

Page 8: sindrom nefrotik

Gambar 3: Gambar Skematik Barier Glomeruler

(Sumber: Cohen E.P., 2009)

D. Manifestasi KlinisGejala utama yang ditemukan adalah:

1. Proteinuri >3.5 g/ hari pada dewasa atau 0.05 g/ kg BB/ hari pada anak-

anak.

2. Hipoalbuminemia < 30 g/ l

3. Edema generalisata, edema terutama jelas dikaki, namun dapat

ditemukan edema muka, ascites dan efusi pleura.

4. Hiperlipidemia. umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.

5. Hiperkoagulabilitas; yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan

arteri.

(Mansjoer A.,dkk., 2001).

Kadang-kadang tidak semua tidak semua gejala tesebut diatas ditemukan.

Ada yang berpendapat bahwa proteinuria, terutama albuminuria yang masif

serta hipoalbuminemia sudah cukup untuk menengakkan diagnosis SN

(Himawan S., 1979).

a. Proteinuria

Nefrotik diabetika adalah penyebab paling sering dari nefrotik

proteinuria (Orth S.R. & Berhard E., 1998)

Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap

protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal mambrana

basalis glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk

mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama

berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan

muatan listrik (charge Barrier) pada SN keduanya terganggu. Proteinuria

dibedakan menjadi proteinuria selektif dan non-selektif berdasarkan

ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuri selektif

apabila protein yang keluar terdiri dari molekul yang kecil misalnya

8

Page 9: sindrom nefrotik

albumin, sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari

molekul besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuri ditentukan

oleh keutuhan struktur MBG (Prodjosudjadi W., 2006).

b. Hipoalbuminemia

Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis

albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN

hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat

penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan

onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin.

Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya

hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis

albumin hati, tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin

melalui urin. Hipoalbuminemia dapat juga terjadi akibat peningkatan

reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal

(Prodjosudjadi W., 2006).

c. Edema

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill.

Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor

kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan

penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari

intravaskuler ke jaringan intertisium dan terjadi edema. Akibat penurunan

tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi

hipovolemi, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan

retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki

volume intravaskuler tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya

hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal

utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler

meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan LFG akibat kerusakan

ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme

tersebut ditemukan pada SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik

9

Page 10: sindrom nefrotik

proteinuria

Tekanan osmotik plasma↓

EDEMA

Retensi Na

Volume plasma↓

Sistem RAA

hipoalbuminemia

ADH↑

Retensi

ANP N/↓

Retensi air

atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi gromerulus,

dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan menentukan

mekanisme mana yang lebih berperan (Prodjosudjadi W., 2006).

Mekanisme underfill dapat dilihat pada gambar 4 dan Overfill pada

gambar 5.

Gambar 4: Skema mekanisme underfill

(Sumber: Effendi I.& Pasaribu R., 2006)

10

Page 11: sindrom nefrotik

Defek tubulus primer

Retensi Na

Volume plasma↑

aldosteron↓

Tubulus resisten terhadap ANP

ANP ↑ADH↓/N

EDEMA

Gambar 5: Skema mekanisme Overfill

(Sumber: Effendi I.& Pasaribu R., 2006)

E. Komplikasi

a. Keseimbangan nitrogen

Proteinuri masif pada SN menyebabkan keseimbangan nitrogen

menjadi negatif. Penurunan masa otot sering ditemukan (10% - 20%)

tetapi gejala ini tertutup oleh gejala edema anasarka, dan baru tampak

setelah edema menghilang.

b. Hiperlipidemia dan lipiduri

Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi

dari normal sampai sedikit meninggi. Peningkatan kolesterol disebabkan

peningkatan LDL ( Low Density Lipoprotein ), lipoprotein utama

pangangkut kolesterol, LDL yang tinggi ini disebabkan peningkatan

sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. lipiduri ditandai dengan

11

Page 12: sindrom nefrotik

akumulasi lipid pada debris sel cast seperti badan lemak berbentuk oval

(Oval Fat Boddies) dan Fatty cast .

c. Hiperkoagulasi

Kelainan ini disebabkan oleh perubahan tingkat dan aktifitas berbagai

faktor koagulasi intinsik dan ekstrinsik. Mekanisme hiperkoagulasi pada

SN cukup komplek meliputi peningkatan fibrinogen, hiperagregasi

trombosit dan penurunan fibrinolisis.

d. Metabolism kalsium dan tulang

Vitamin D merupakan unsur yang penting dalam metabolisme kalsium

dan tulang pada manusia. Vitamin D yang terikat protein akan diekresikan

melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma. Kadar

25(OH)D dan 1,25 (OH)2D plasma juga ikut menurun sedangkan kadar

vitamin D bebas tidak mengalami gangguan. Karena fungsi ginjal pada SN

umumnya normal maka osteomalasi dan hipoparatiroidisme yang tak

terkontrol jarang dijumpai.

e. Infeksi

Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular dan

gangguan sistem komplemen. Penurunan kadar IgG, IgA, dan Gamma

Globulin sering ditemukan pada pasien SN oleh karena sintesis yang

menurun atau katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya

yang terbuang melalui urin. Jumlah sel T dalam sirkulasi berkurang yang

menggambarkan gangguan imunitas seluler. Hal ini dikaitkan dengan

keluarnya transferin dan Zinc yang dibutuhkan oleh sel T agar dapat

berfungsi dengan normal.

f. Gangguan fungsi ginjal

Penurunan volume plasma dan atau sepsis sering menyebabkan

timbulnya nekrosis tubuler akut, mekanisme lain yang menjadi penyebab

gagal ginjal akut adalah edema intrarenal yang menyebabkan kompresi

pada tubulus ginjal.

g. Komplikasi lain

12

Page 13: sindrom nefrotik

Malnutrisi kalori protein dapat terjadi pada pasien SN dewasa terutama

apabila disertai proteinuri masif, asupan oral yang kurang dan proses

katabolisme yang tinggi. Hipertensi tidak jarang ditemukan sebagai

komplikasi SN terutama dikaitkan dengan retensi natrium dan air

(Prodjosudjadi W., 2006).

F. Diagnosa

a. Anamnesis: Bengkak seluruh tubuh & buang air kecil warna keruh

b. Pemeriksaan fisik: edema anasarka & asites

c. Laboratorium: proteinuri masif, hiperlipidemia, hipoalbuminemia, (<3.5

gr/ l) lipiduria, hiperkoagulabilitas.

d. Pemeriksaan penunjang

Urinalisis, ureum, creatinin, tes fungsi hati, profil lipid, elektrolit.

Gula darah, hemostasis, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal,proteiun

urin kuantitatif (Hartoko B, 2008).

Pada pemeriksaan analisis darah, kadar BUN dan kreatinin mungkin bisa

atau tidak naik. Jika BUN dan kreatinin meningkat berarti pasien mempunyai

penyakit gagal ginjal dan prognosisnya buruk. Biasanya ditemukan penurunan

kalsium plasma. Diagnosis pasti melalui biopsi ginjal. Walaupun SN

merupakan indikasi utama biopsi ginjal, namun ada pengecualian: anak berusia

1 tahun - pubertas. biasanya jenis perubahan minimal dan responsif terhadap

steroid. Biopsi perlu dilakukan untuk sindrom nefrotik kongenital

(Mansjoer A.,dkk., 2001).

G. Diagnosa Banding

a. Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema

hepatal, edema Quincke.

b. Glomerulonefritis akut

c. Lupus sistemik eritematosus.

13

Page 14: sindrom nefrotik

H. Penatalaksanaan

1. Tentukan penyebab (biopsi ginjal).

Pada orang dewasa, tidak perlu seperti anak-anak dimana dilakukan

terapi steroid sebagai bagian dari penegakkan diagnosis, kelainan minimal

hanya menjadi penyebab pada 10-20% kasus. terapi disesuaikan dengan

diagnosis dan penyebab yang mendasari (Mansjoer A,dkk., 2001).

Nefropati membranosa idiopatik menunjukkan efek yang

menguntungkan pada pemberian obat imunosupresif. Pada nefropati jenis

ini dapat terjadi remisi spontan yang tidak diinduksi oleh pemberian terapi

imunosupresif tersebut tetapi karena karakteristik penyakitnya sendiri,

Pada pasien dengan proteinuria berat jarang terjadi remisi spontan.

(Polanco N.et all., 2010)

2. Penatalaksanaan edema

Dianjurkan tirah baring dan memakai stocking yang menekan,

terutama untuk pasien usia lanjut. Hati-hati dalam pemberian diuretik

karena adanya proteinuria berat dapat menyebabkan gagal ginjal atau

hipovolemik. Harus diperhatikan dan dicatat keseimbangan cairan pasien,

biasanya diusahakan penurunan berat badan dan cairan 0.5-1 kg/ hari.

Dilakukan pengawasan terhadap kalium plasma, natrium plasma, kreatinin

dan ureum. Bila perlu diberikan tambahan kalium. Diuretik yang biasa

diberikan adalah diuretik ringan, seperti tiazid dan furosemid dosis rendah,

dosisnya dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan.

3. Garam dalam diet dan cairan dibatasi bila perlu. pemberian albumin

intravena hanya diperlukan pada kasus-kasus refrakter, terutama bila

terjadi kekurangan volume intravaskuler atau oliguria.

4. Mencegah infeksi

Biasanya diberikan antibiotik profilaksis untuk menghindari infeksi,

terutama terhadap pneumokok

14

Page 15: sindrom nefrotik

5. Pertimbangkan obat anti koagulasi

Dilakukan pada pasien dengan sindrom nefrotik berat kecuali bila terdapat

kontra indikasi. Terapi (biasanya warfarin) dipertahankan sampai

penyakitnya sembuh (Mansjoer A.,dkk., 2001).

6. Memperbaiki nutrisi

Dianjurkan pemberian makanan tinggi kalori dan rendah garam.

Manfaat diet tinggi protein tidak jelas dan mungkin tidak sesuai karena

adanya gagal ginjal, biasanya cukup dengan protein 50-60 g/hari ditambah

kehilangan dari urin. Atau restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram

/KgBB ideal/ hari + eskresi protein dalam urin/24 jam

7. Diet rendah kolesterol <600 mg/hari

8. Berhenti merokok.

9. Pengobatan proteinemia dengan penghambat ACE dan/ atau antagonis

reseptor Angiotensin II

10. Pengobatan dislipidemia dengan obat golongan statin dengan kerja

menurunkan kolesterol darah, misalnya lovastatin.

11. Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah < 125/75 mmHg.

Penghambat ACE dan antagonis reseptor Angiotensin II sebagai pilihan

obat utama (Hartoko B., 2008).

12. Transplantasi ginjal, pengobatan dengan transplantasi masih kontroversial.

13. Rituximab (RIT)

Rituximab adalah Antibodi monoklonal yang bekerja menghambat

CD20 - sel B mediasi - sel proliferasi dan diferensiasi. CD20 adalah suatu

protein membran pada sel B yang terdapat pada sel maligna misalnya pada

Non Hodgkins Lymphoma. Francois et al melaporkan bahwa pada pasien

dewasa dengan multi relaps SN dengan perubahan minimal sukses

menggunakan RIT sukses menurunkan kejadian remisi SN

( Ahmed M.S.& Wong C.F., 2007)

15

Page 16: sindrom nefrotik

Terapi Imun untuk Beberapa Penyakit Glomerulus Primer yang Umum Penyebab Sindrom Nefrotik

Penyakit TerapiPerubahan Minimal glomerulopaty Kortikosteroid ( alklating agen,

siklosporin)

Fokal segmental glomerulosclerosis Kortikosteroids (alkilating agen, siklosporin);

immunoabsorbsion

Glomerulonefritis Membranosa Kortikosteroid ditambah alkilating agen; siklolosporin

14. Terapi untuk beberapa penyakit glomerulus primer yang menyebabkan SN

bisa dilihat dari tabel dibawah ini.

Tabel 2: Tabel Terapi Imun untuk Beberapa Penyakit Glomerulus Primer yang

Umum Penyebab Sindrom Nefrotik

(Sumber: Orth S.R.& Berhard E., 1998)

Pada orang dewasa dengan perubahan minimal glomerulopati digunakan

1mg prednisolon/ kgBB/hr selama kurang lebih delapan minggu, bila tidak

memberikan respon yang memuaskan digunakan cicklophospamide 1-2

mg/kgBB/hr selama delapan minggu jika pasien mempunyai karakteristik yang

berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal (lelaki, hipertensi, merokok,

peningkatan kreatinin serum atau proteinuri yang massif)

(Orth S.R & Berhard E, 1998).

16

Page 17: sindrom nefrotik

BAB III

PENUTUP

Sindrom Nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit

gromerular yang ditandai dengan proteinuri masif >3.5 gram/ 24 jam/ 1.73 m2

disertai hipoalbuminemia, edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan

hiperkoagulabilitas.

Karena banyak komplikasi yang dapat timbul dari keadaan ini, misalnya

penurunan massa otot karena gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulasi,

osteoporosis, infeksi karena defek faktor - faktor imunologi, dan gangguan ginjal

yang dapat berakhir menjadi penyakit ginjal Tahap akhir (PGTA) maka

penatalaksanaan secara dini akan sangat berguna untuk mencegah gagal ginjal.

Penatalaksanaannya meliputi pemberian obat imunosupresif, penatalaksanaan

edema, diuretik ringan, seperti tiazid dan furosemid dosis rendah, pemberian

albumin intravena, antibiotik profilaksis, obat anti koagulasi (asetosal), nutrisi

tinggi kalori dan rendah garam,berhenti merokok.

17

Page 18: sindrom nefrotik

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed M.S.& Wong C.F., 2007. Rituximab and nephrotic syndrome: a new

therapeutic hope? Nephrol Dial Transplant (2008) 23: 17–19

Braunwald E., 2008. Sindrom Nefrotic dalam Anthony S.F., Eugene B., Dennis L., Kasper S.L. H., Don L.L., Joseph L.,(Eds). Principles of Internal Medicine. Edisi 17, Volume II. Mc Graw Hill Companies Inc.1874-75

Cohen E.P., 2009. Nephrotic Syndrome. www.emidicine.com.

Effendi I.& Pasaribu R., 2006.Edema Patofisiologi dan Penanganan dalam Aru

W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellius S.K., Siti S. (Ed).Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta, Pusat Penerbit Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. Hal.513-15

Hartoko B., 2008. Art of Therapy. Yogyakarta. Pustaka Cendikia Press

Yogyakarta. Hal. 69-70

Himawan S., 1979. Patologi Anatomi . Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 264-65

Mansjoer A., Kuspuji T., Rakhmi S., Wahyu I.W., Wiwiek S.,(Ed). 2001.

Sindrom nefrotic dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.

Jakarta. Penerbit Media Aesculapius FKUI. Hal. 525-27

Orth S.R.& Berhard E., 1998. The Nephrotic Syndrome. NEJM. Volume 338.

No.17. Hal 1202-11.

Pardede S.O., 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia kedokteran.

No.134. Hal. 32-37

Polanco N., Gutie E., Covarsı A., Ariza F., Carren., et all.,2010. Spontaneous Remission of Nephrotic Syndrome in Idiopathic Membranous Nephropathy. Journal of the American Society of Nephrology doi: 10.1681/ASN.2009080861

Prodjosudjadi W., 2006. Sindrom Nefrotik dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellius S.K., Siti S. (Ed).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta, Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal. 1174 - 81

18

Page 19: sindrom nefrotik

Wilson L.M., 1995. Gagal Ginjal Kronik dalam Price S.A.& Wilson L.M., (Ed).

Patofisiologi. Konsep Klinis Proses - Proses penyakit. Edisi IV. Jilid II.

Hal.832-33

19

Page 20: sindrom nefrotik

)

20