Sindrom Koroner Akut

17

Click here to load reader

Transcript of Sindrom Koroner Akut

Page 1: Sindrom Koroner Akut

SINDROM KORONER AKUT

REFERAT

Disusun oleh :

Albaaza Nuady

06/192859/KU/11763

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

Page 2: Sindrom Koroner Akut

2006

Sindrom Koroner Akut

Sindrom koroner akut (SKA) terdiri dari angina pectoris tak stabil, infark miokard akut tanpa elevasi

segmen ST dan infark miokard akut dengan elevasi segmen ST.

Angina Pektoris Tak Stabil

Angina jika diartikan adalah perasaan seperti tercekik, yang termasuk angina pectoris tak stabil antara

lain:

1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina tersebut cukup berat dan

frekuensi nya cukup sering lebih dari 3 kali sehari,

2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil lalu serangan

angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya sedangkan faktor presipitasinya lebih

ringan.

3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.

Klasifikasi angina pectoris tak stabil menurut Braunwald 1989 berdasarkan beratnya serangan angina dan

keadaan klinik.

Beratnya angina :

1. Kelas I angina yang berat untuk pertama kali atau semakin bertambahnya nyeri dada.

2. Kelas II angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan tapi ada serangan

angina dalam waktu 48 jam terakhir.

3. Kelas III angina pada waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali atau berulang dalam

waktu 48 jam terakhir.

Page 3: Sindrom Koroner Akut

Keadaan klinis :

1. Kelas A angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi atau febris

2. Kelas B angina tak stabil primer, tak ada faktor ekstra cardiac.

3. Kelas C angina yang timbul setelah seranga infark miokard

Intensitas pengobatan :

1. Tak ada pengobatan atau hanya pengobatan minimal.

2. Timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi standar

3. Masih timbul serangan angina walaupun telah diberi pengobatan yang maksimum, dengan beta

blocker, nitrat, dan antagonis kalsium.

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA)

perbedaan antara angina pectoris tak stabil dengan infark miokard tanpa elevasi segmen ST adalah adanya

penada jantung pada pemeriksaan. Diagnosis angina pectoris tak stabil bila pasien memiliki keluhan

iskemia tanpa disertai kenaikan penanda jantung seperti troponin dan CK-MB, dengan atau tanpa disertai

perubahan EKG untuk iskemia seperti depresi segmen ST atau elevasi yang sebentar atau adanya

gelombang T negative

Patogenesis

1. Ruptur Plak

Rupture plak dianggap sebagai penyebab terpenting dari angina pectoris tak stabil, yang dapat

menyebabkan oklusi total atau subtotal secara tiba-tiba dari pembuluh koroner. Plak

aterosklerotik terdiri dari inti dan jaringan fibrotic (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari

inti yang banyak mengandung lemak dan infiltrasi sel makrofage. Dinding plak yang lemah

mudah sekali rupture oleh enzim protease yang dihasilkan oleh makrofage, sehingga dapat

menyebabkan aktivasi dan agregasi dari trombosit yang dapat menyebakan terbentuknya

thrombus. Jika thrombus menutup 100% lumen arteri maka akan terjadi infark miokard, bila tidak

menutup 100% maka dapat menyebabkan terjadinya angina pectoris tak stabil.

2. Trombosis dan Agregasi trombosit

Page 4: Sindrom Koroner Akut

Terjadinya thrombosis setelah plak terganggu terjadi akibat interaksi antara sel lemak, makrofage,

sel otot polos dan kolagen. Adanya gangguan faal endotel ini menyebabkan terjadinya proses

agregasi trombosit setelah trombosit teraktivasi dan melepaskan isi dalam granula trombosit

sehingga menimbulkan agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan thrombus.

3. Vasospasme

Gangguan fungsi endotel dapat menyebabkan aktivasi trombosit yang memicu pengeluaran

sitokin dalam granula trombosit berakibat terjadinya vasokonstriksi.

4. Erosi plak tanpa ruptur

Penyempitan lumen arteri juga disebabkan adanya migrasi dan proliferasi sel otot polos yang

merupakan reaksi karena adanya disrupsi endotel.

Gambaran Klinis

Keluhan pasien antara lain adalah keluhan angina untuk pertama kali atau angina yang semakin memberat

dari biasa. Angina bias dirasakan saat beraktivitas atau pada saat istirahat. Nyeri dada ini biasanya

dirasakan beserta keluhan sesak nafas, mual sampai muntah, keringat dingin.

Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiografi

Pemeriksaan EKG digunakan untuk diagnosis dan stratifikasi risiko pasien dengan angina tak stabil.

Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan iskemia akut. Gelombang T terbalik

juga merupakan tanda adanya iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang T dan ST tidak spesifik

seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T terbalik kurang dari 2 mm tidak spesifik

untuk iskemia. 4% pasien dengan angina tak stabil memiliki gambaran EKG yang normal dan 1-6%

pasien NSTEMI memiliki gambaran EKG yang normal

Exercise Test

Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan memiliki resiko tinggi perlu dilakukan

pemeriksaan exercise test dengan menggunakan treadmill, bila hasilnya negative maka prognosisnya baik

tetapi bila hasilnya positif atau depresi segmen ST menjadi lebih dalam maka dianjurkan melakukan

pemeriksaan angiografi koroner untuk menilai apakah perlu dilakukan tindakan revaskularisasi koroner.

Page 5: Sindrom Koroner Akut

Ekokardiografi

Tes menggunakan ekokardiografi memberikan gambaran prognosis pada pasien angina pectoris tak stabil

Pemeriksaan Laboratorium

Penanda jantung yang digunakan yang paling penting untuk diagnosis sindrom koroner akut adalah cTn T

dan I serta CKMB. Menurut European Society of Cardiology (ESC) dan American College of Cardiology

(ACC) dianggap terdapat mionekrosis bila cTn T dan I positif dalam 24 jam. cTn tetap positif dalam 2

minggu.

CKMB kurang spesifik untuk diagnosis karena ditemukan juga pada otot skelet, tapi berguna untuk

diagnosis iskemia akut dan akan meningkat dalam beberapa jam, kembali normal dalam 48 jam.

Penatalaksanaan

Terapi umum

Penatalaksaan pertama adalah tirah baring, diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin di indikasikan

bila pasien masih merasakan nyeri dada setelah diberikan nitrogliserin.

Terapi Medikamentosa

Obat Anti Iskemia

Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang dapat diberikan terapi awal

mencakup nitrat sub lingual dan dilanjutkan intravena dan pemberian beta blocker oral. Antagonis

kalsium dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat diberikan beta blocker.

1. Nitrat

Menyebabkan vasodilatasi vena dan arteriol perifer, sehingga menurunkan preload dan afterload

yang menyebabkan berkurangnya kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah suplai oksigen

dengan cara membuat vasodilatasi koroner dan memperbaiki aliran darah kontralateral.

Pemberian nitrogliserin secara sublingual dan intravena dilakukan pada keadaan akut. Dosis

pemberian isosorbid dinitrat 1-4 mg/jam, dosis dapat ditingkatkan karena adanya toleransi

terhadap obat tersebut. Bila keluhan sudah terkendali pemberian secara infuse dapat diganti

dengan pemberian oral.

Page 6: Sindrom Koroner Akut

Nitrat pertama kali harus diberikan secara sublingual atau spray bukal, jika nyeri menetap

diberikan nitrat 3 kali dalam interval 5 menit. Pemberian nitrogliserin secara intravena

direkomendasikan mulai 5-10µg/menit, laju infuse ditingkatkan 10µg/menit tiap 3-5 menit hingga

keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik <100 mmHg. Setelah pasien bebas nyeri dalam

12-24 jam pemberian secara IV diganti dengan oral. Kontra indikasi jika pasien hipotensi atau

penggunaan sildenafil atau sekelasnya dalam 24 jam.

2. Beta blocker

Pemberian beta blocker menurunkan kebutuhan oksigen miokard melalui penurunan denyut

jantung dan daya kontraktilitas miokard. Semua pasien dengan angina tak stabil diberi dengan

beta blocker kecuali terdapat kontra indikasi yaitu pasien dengan asthma dan bradiaritmia.

Target pemberian beta blocker adalah frekuensi jantung 50-60 kali/menit. Pada nyeri dada

persisten dan rekuren dengan pemberian beta blocker dan nitrat diberikan antagonis kalsium dan

morfin dengan dosis 1-5 mg dapat diberikan tiap 5-30 menit hingga dosis 20 mg.

3. Antagonis kalsium

Terdiri dari 2 golongan : dihidropiridin dan nondihidropiridin. Kedua golongan ini memberikan

efek vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah. Pemakaian antagonis kalsium bila

pasien memiliki kontraindikasi terhadap beta blocker.

Obat Antiagregasi Trombosit

1. Aspirin

Aspirin dosis kecil memberikan efek anti agregasi trombosit. Pada studi dibuktikan pemberian

aspirin pada pasien angina tak stabil dapat menurunkan risiko kematian jantung dan infark

miokard dari 51%-72%. Penggunaan aspirin seumur hidup dianjurkan pada dengan dosis awal

160 mg/hari dan dosis selanjutnya 60-325 mg/hari.

2. Tienopiridin

a. Tiklopidin

Merupakan derivate tienopiridin sebagai obat lini kedua pada pasien angina tak stabil yang

tak tahan dengan aspirin. Tiklopidin memiliki efek samping granulositopenia pada 2,4%

pasien.

b. Klopidogrel

Page 7: Sindrom Koroner Akut

Merupakan derivate tienopiridin yang memberikan efek antiagregasi trombosit. Efek samping

lebih kecil dibanding tiklopidin sehingga tiklopidin mulai digantikan dengan klopidogrel.

Pemberian klopidogrel diindikasikan pada pasien yang tidak tahan terhadap aspirin. Dalam

pedoman ACC/AHA pemberian klopidogrel dianjurkan bersamaan bersama aspirin paling

sedikit 1 sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai dari 300 mg/hari dilanjutkan dosis 75

mg/hari.

3. GP IIb/IIIa inhibitors

Fibrinogen akan berikatan dengan reseptor GP IIb/IIIa untuk membentuk ikatan antara trombosit

dan fibrinogen. Dengan GP IIb/IIIa inhibitor maka tidak akan terbentuk ikatan antara trombosit

dan fibrinogen. Tiga golongan obat ini adalah absiksimab, eptifibatid, tirobifan.

Obat Antitrombin

1. Unfractionated heparin

Ikatan antara antitrombin III dengan heparin akan menghambat thrombin dan faktor Xa. Heparin

juga dapat berikatan dengan protein plasma lain sehingga dapat mempengaruhi

bioavailibilitasnya. Kelemahan yang lain adalah efek hambatan ini dapat dirusak oleh platelet

faktor 4. Pemberian heparin dapat menyebabkan heparin-induced thrombositopenia (HIT).

2. Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

Obat yang beredar di Indonesia antara lain adalah dalteparin,nadroparin dan enoksaparin.

Keuntungan dibandingkan dengan heparin adalah LMWH kurang berikatan dengan protein

plasma lain sehingga bioavailibilitasnya lebih tinggi dibangdingkan heparin.

3. Direct Trombin Inhibitor

Bekerja langsung mencegah pengaktivan thrombin tanpa dihambat oleh plasma protein dan

platelet faktor 4. Yang termasuk dalam golongan ini adalah hirudin dan bivalirudin.

Non ST Elevation Miokard Infarction (NSTEMI)

Angina pectoris tak stabil dengan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan

patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksaan keduanya tidak berbeda.

Diagnosis NSTEMI ditegakkan bila manifestasi klinis angina pectoris tak stabil menunjukkan bukti

adanya nekrosis miokard dengan meningkatnya penanda jantung.

Penatalaksaan

Penatalaksaan pasien NSTEMI meliputi 4 komponen yaitu :

Page 8: Sindrom Koroner Akut

1. Terapi antiiskemia

2. Terapi antiplatelet/antikoagulan

3. Terapi invasif

4. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan perawatan RS

ST Elevation Miokard Infarction (STEMI)

Diagnosis

Diagnosis STEMI ditegakkan dengan anamnesis khas IMA , gambaran EKG adanya elevasi segmen ST

lebih dari atau sama dengan 2 mm pada minimal 2sandapan prekordial yang berdampingan, elevasi

segmen ST lebih dari atau sama dengan 1 mm pada 2 sandapan ekstrimitas dan pemeriksaan penanda

jantung

Anamnesis

Pasien yang dating dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis dengan cermat apakah nyeri

tesebut berasal dari jantung atau bukan. Perlu dianamesis adanya riwayat infark miokard sebelumnya

serta faktor risiko lain seperti hipertensi, DN, dislipidemia, merokok, serta stress.

Nyeri dada tipikal merupakan tanda awal pengelolaan IMA, sifat nyeri dada tipikal ini adalah:

Lokasi : substernal, retrosternal dan prekordial

Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, ditindih beban berat, ditusuk, dipelintir, dan

diperas.

Penjalaran: lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan lengan

kanan.

Nyeri membaik atau menghilang saat istirahat atau obat nitrat.

Faktor pencetus : latihan fisik, emosi, udara dingin dan sesudah makan

Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.

Pemeriksaan Fisik

Seperempat pasien infark anterior mengalami manifestasi hiperaktivitas simpatis dan setengan pasien

infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis. Pada pasien IMA terjadi disfungsi ventrikel

yaitu, S3 dan S4 gallop, penurunan intensitas S1 dan split paradoksal S2.

Page 9: Sindrom Koroner Akut

Dapat ditemukan ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apical sementara karena adanya

disfungsi katup mitral dan pericardial friction rub. Pada minggu pertama dapat ditemukan peningkatan

suhu sampai 38 derajat.

Elektrokardiogram

Pemeriksaan EKG dilakukan segera pada pasien yang memiliki gejala khas. Jika pemantauan EKG awal

tidak ditemukan adanya elevasi ST namun pasien tetap simptomatik maka pasien dipantau secara serial

dengan interval setiap 5-10 menit atau secara kontinu.

Penanda Jantung

peningkatan nilai 2 kali nilai normal menandakan adanya infark miokard.

CKMB : meningkat setelah 3 jam, mencapai puncak dalam 10-13 jam dan kembali normal dalam

2-4hari.

Troponin : cTn T dan cTn I. meningkat setelah 2 jam, mencapai puncak dalam 10-24 jam, cTn T

masih bias dideteksi dalam 5-14 hari, sedangkan cTn I masih dapat dideteksi dalam 5-10 hari.

Mioglobin: dapat dideteksi setelah 1 jam dan mencapai puncak dalam 4-8jam

Kreatin Kinase : meningkat setelah 3-8 jam, mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali

normal dalam 3-4 hari.

Laktak Dehidrogenase : meningkat setelah 24-36 jam, mencapai puncak dalam 3-6 hari dan

kembali normal dalam 8-14 hari.

Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polymorfonuklear yang terjadi

beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap dalam 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-

15.000/µL.

Penatalaksaan

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada dan implementasi

strategi referfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatet, pemberian obat

penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA

Tata laksana awal

Page 10: Sindrom Koroner Akut

1. Tata laksana pra hospital

Prognosis STEMI tergantung terhadap 2 kelompok kolmplikasi yaitu komplikasi elektrikal

(aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Elemen utama tata laksana pre hospital :

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

Segera memanggil tim emergensi medis dan segera melakukan resusitasi

Tranportasi pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis

dokter dan perawat yang terlatih

Melakukan terapi reperfusi.

2. Tata laksana di ruang emergensi

Tata laksana mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang

merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien yang tepat dan hindari pemulangan

cepat pada pasien dengan STEMI.

Tata laksana Umum

1. Oksigen

Pada pasien dengan saturasi oksigen < 90% harus diberikan oksigenasi segera

2. NTG

NTG dapat diberikan dalam dosis 0,4mg sebanyak 3 kali dengan interval 5 menit. Terapi NTG

dihandari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai infark

ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi) dan pada

pasien yang mengkonsumsi sedenafil karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.

3. Mengurangi/menghilangkan Nyeri Dada

Pemberian Morfin dapat mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan utama dalam

tatalaksana nyeri dada pada STEMI.morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang

setiap interval 5-15 menit hingga dosis 20 mg. efek samping yang perlu diwaspadai :

Konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis sehingga terjadi pooling vena

yang dapat mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek ini diatasi dengan elevasi

tungkai dan pada keadaan tertentu diberikan NaCl 0,9% IV.

Efek vagotonik yang dapat menyebabkan bradikari dan blok jantung derajat tinggi

terutama pasien infark posterior. Efek ini dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5

mgIV.

4. Aspirin

Dosis awal 160-325 mg dilanjutkan dengan dosis 75-162 mg.

Page 11: Sindrom Koroner Akut

5. Beta blocker

Pada pemberian morfin dan nitrat yang tidak meredakan nyeri dada diberikan beta blocker.

Pemberian 5 mg metoprolol setiap 3-5 menit dalam 3 dosis, harus diperhatikan :

Frekuensi >60 kali/menit

Tekanan sistolik >100mmHg

Interval PR <0,24 mm

Ronki tidak lebih dari 10cm dari diafragma

6. Terapi reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan

dilatasi ventrikel sehingga mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump

failure atau takiaritmia ventrikuler maligna.

Langkah – langkah penilaian dalam memilih terapi reperfusi pada pasien STEMI :

1. Nilai waktu dan risiko

a. Waktu sejak onset gejala

b. Risiko STEMI

c. Risiko fibrinolitik

d. Waktu yang dibutuhkan dalam transportasi menuju laboratorium PCI yang mampu

2. Tentukan apakah terapi fibrinolisis atau terapi invasive lebih disukai. Jika presentasi kurang

dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk tindakan invasive, maka tidak ada pilihan

strategi lain.

Reperfusi farmakologis :

a. Streptokinase

b. Tissue plasminogen activator

c. Reteplase

d. Tenekteplase

Komplikasi STEMI

1. Disfungsi ventricular

2. Gangguan hemodinamik

3. Syok kardiogenik

4. Komplikasi ventrikel

5. Perikarditis

Page 12: Sindrom Koroner Akut

Prognosis

Klasifikasi Killip pada IMA

Kelas Definisi Mortalitas (%)

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II +S3 dan atau rongki paru 17

III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80

Timi skor untuk UA/NSTEMI

Usia ≥65 tahun

≥ 3 faktor risiko PJK

Stenosis sebelumnya ≥ 50%

Deviasi ST

≥ 2 kejadian angina dalam ≤ 24 jam

Aspirin dalam 7 hari terakhir

Peningkatan penanda jantung