Sindrom horner

32
BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Sindroma Horner merupakan akibat dari terganggunya suplai persarafan simpatis ke mata dan bercirikan dengan triad klasik antara lain miosis, ptosis parsial dan anhidrosis hemifasial. Sindroma Horner merupakan pertanda dari masalah medis seperti tumor, cedera sumsum tulang belakang atau stroke yang merusak saraf di wajah. Terkadang kasus penyebab utamanya tidak dapat ditemukan karena sindroma Horner sebenarnya bukanlah penyakit. Sindroma Horner tidak mempunyai penatalaksanaan spesifik. Namun jika dimungkinkan, penatalaksanaan diarahkan pada penyebab utamanya. Orang pertama yang memperkenalkan sindroma ini adalah Johann Friedrich Horner, seorang ahli oftalmologi berkebangsaan Swiss (1831 – 1886). Dimana ia menemukan beberapa kelainan dari gejala klinis pada orang yang terpengaruhi luas. Kelainan tersebut sangat khas, yaitu adanya ptosis parsial, miosis ipsilateral, enophtalmos, dan anhidrosis hemifasial. Dalam suatu rangkaian kasus besar, 40% dari kasus sindroma Horner yang tidak diketahui diagnosisnya, dianggap berhubungan dengan penyakit vaskular. Dari sisa 270 pasien, 13% berhubungan dengan lesi sentral, 44% lesi preganglionik, dan 43% lesi postganglionik. Pada anak, penyebab sindroma Horner terutama berhubungan dengan kongenital atau lesi didapat/post-operasi. Sindroma Horner preganglionik mengindikasikan keparahan patologi yang mendasari dan berhubungan dengan insidensi SINDROM HORNER Page 1

description

Sindrom horner

Transcript of Sindrom horner

BAB I

1.1. LATAR BELAKANG

Sindroma Horner merupakan akibat dari terganggunya suplai persarafan simpatis ke

mata dan bercirikan dengan triad klasik antara lain miosis, ptosis parsial dan anhidrosis

hemifasial. Sindroma Horner merupakan pertanda dari masalah medis seperti tumor,

cedera sumsum tulang belakang atau stroke yang merusak saraf di wajah. Terkadang

kasus penyebab utamanya tidak dapat ditemukan karena sindroma Horner sebenarnya

bukanlah penyakit. Sindroma Horner tidak mempunyai penatalaksanaan spesifik. Namun

jika dimungkinkan, penatalaksanaan diarahkan pada penyebab utamanya.

Orang pertama yang memperkenalkan sindroma ini adalah Johann Friedrich Horner,

seorang ahli oftalmologi berkebangsaan Swiss (1831 – 1886). Dimana ia menemukan

beberapa kelainan dari gejala klinis pada orang yang terpengaruhi luas. Kelainan tersebut

sangat khas, yaitu adanya ptosis parsial, miosis ipsilateral, enophtalmos, dan anhidrosis

hemifasial.

Dalam suatu rangkaian kasus besar, 40% dari kasus sindroma Horner yang tidak

diketahui diagnosisnya, dianggap berhubungan dengan penyakit vaskular. Dari sisa 270

pasien, 13% berhubungan dengan lesi sentral, 44% lesi preganglionik, dan 43% lesi

postganglionik. Pada anak, penyebab sindroma Horner terutama berhubungan dengan

kongenital atau lesi didapat/post-operasi.

Sindroma Horner preganglionik mengindikasikan keparahan patologi yang mendasari

dan berhubungan dengan insidensi tinggi malignansi. Keterlibatan postganglionik

mempunyai penyebab primer benigna.

BAB II

SINDROM HORNER Page 1

PEMBAHASAN

2.1 NEUROANATOMI MATA

Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan mata yang

paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang

atau gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.

Gambar 1. Anatomi mata.3

Anatomi mata antara lain:

a) Palpebra, berfungsi untuk melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi

kelenjarnya membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra juga merupakan alat

menutup mata yang berguna untuk melindungi bolamata terhadap trauma, trauma sinar

dan pengeringan mata. Bola mata, pada orang dewasa, diameter antero-posterior sebesar

24,5 mm.

SINDROM HORNER Page 2

b) Konjungtiva, merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak mata bagian

belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva ini

mengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Konjungtiva terdiri atas tiga

bagian, yaitu :

- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar digerakkan dari

tarsus.

- Konjungtiva bulbi, menutupi sklera dan mudah digerakan dari sklera dibawahnya.

- Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan

konjungtiva bulbi. 5

Konjungtiva bulbi dan konjungtiva forniks berhubungan dengan sangat longgar

dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. 6

Gambar 2. Konjungtiva bulbi.

c) Sklera, adalah pembungkus fibrosa pelindung mata bagian luar. Tebalnya rata- rata 1

milimeter tetapi pada insersi otot, menebal menjadi 3 milimeter. Jaringan ini padat

dan berwarna putih, menyambung dengan kornea di anterior dan durameter optikus di

belakang. Permukaan luar sklera dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan

elastik halus yaitu episklera yang mengandung banyak pembuluh darah yang

memasok sklera. 5,7

d) Kornea, yaitu selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,

merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan, merupakan bagian

terluar dari bola mata yang menerima cahaya dari sumber cahaya. Kornea terdiri dari

lima lapis, yaitu : 3,5,7

1. Epitel

SINDROM HORNER Page 3

Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling

tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal

sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel

sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat

dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depanya melalui desmosom

dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa

yang merupakan barrier. Epitel berasal dari ektoderm permukaan. 5

2. Membran Bowman

Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan

ini tidak mempunyai daya regenerasi. 5

3. Stroma

Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan

lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer

serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu

yang lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma

kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga

keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio

atau sesudah trauma. 5

4. Membrane descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastik

dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40µm.5

5. Endotel

Berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40µm.

endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula

okluden. 5

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar

longus, saraf nasosiliar, saraf kranialis V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,

masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung

SINDROM HORNER Page 4

schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa

ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus.

Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3

bulan.5

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa

endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel

tidak mempunyai daya regenerasi.5

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di

sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari

50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

Gambar 3. Histologi kornea.

e) Uvea, terdiri dari iris, korpus siliare, dan koroid, bagian ini adalah lapisan tengah

mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera, bagian ini ikut mensuplai darah ke retina.5

- Pupil dan Iris

Pupil menetukan kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam.

Pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika

kondisi ruangan terang. Sedangkan iris adalah perpanjangan dari korpus siliare ke

SINDROM HORNER Page 5

anterior. Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk kedalam mata, ukuran

pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat

aktivitas parasimpatis yang di hantarkan melelui n.kranialis III dan dilatasi yang

ditimbulkan oleh aktivitas simpatik.5

- Korpus siliaris

Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler dan

radial. Fungsinya untuk kontraksi dan relaksasi serat-serat zonula, yang berorigo di

lembah-lembah di antara prosesus siliaris, otot ini mengubah tegangan pada kapsul

lensa sehingga lensa dapat menyesuaikan berbagai fokus dengan baik.5

- Koroid, adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sklera.5

f) Lensa, suatu struktur bikonveks, avaskuler, tidak berwarna dan hampir transparan

sempurna, tebal 4 mm, diameter 9 mm. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum

yang dikenal sebagai zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan

korpus siliare dan menyisip dalam ekuator lensa. Fungsi lensa mata adalah mengatur

fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat

objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk

melihat objek yang dekat (cahaya dari dekat), lensa mata menebal.5,7

g) Retina, terdiri dari selembar tipis jaringan tipis yang semi transparan dan multilapis

yang melapisi bagian dalam dua sepertiga posterior dinding bola mata. Retina adalah

bagian mata yang paling peka terhadap cahaya, khususnya bagian retina yang disebut

bintik kuning. Setelah retina, cahaya diteruskan ke saraf optik. Lapisan retina dari

dalam:

1. membrana limitans interna

2. lapisan serat saraf 

3. lapisan sel ganglion

4. lapisan pleksiform dalam

5. lapisan inti dalam badan sel bipolar (amakrin dan sel horizontal)

6. lapisan pleksiform luar 

7. lapisan inti luar sel fotoreseptor 

8. membrana limitans eksterna

9. lapisan fotoreseptor, segmen dalam/luar batang dan kerucut

10.epitelium pigmen retina5,7

SINDROM HORNER Page 6

h) Badan Vitreous adalah suatu badan gelatin yang jernih atau avaskuler, yang

membentuk 2/3 dari volume dan berat mata, vitreous merupakan ruangan yang di batasi

lensa, retina dan diskus optikus. Vitreous berisi 99 % air, 1 % meliputi 2 komponen,

kolagen dan asam hialuranat yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip

gelombang pada vitreous karena kemampuannya mengikat banyak air.5

i) Saraf Optikus

Saraf yang memasuki sel batang dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak3.

Berikut adalah sistem kerja penglihatan pada saraf optik (visual pathway):7

Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana halnya

nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik terletak di

perifer dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari retina adalah

sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras

penglihatan. Lapisan terdalam (neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel

batang dan sel kerucut) dan dua lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron

bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan neuron ketiga). Sekitar

satu juta akson dari sel-sel ganglion ini berjalan pada lapisan serat retina ke papila atau

kaput nervus optikus. Pada bagian tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-

cabang dari arteri sentralis retina yang merupakan cabang dari arteri oftalmika.

Gambar 4. Lapisan Neuron pada Retina.7

Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan

tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu

berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan

kiri bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian

SINDROM HORNER Page 7

nasal dari masing-masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan

serabut temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan

perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan kolikulus superior. Chiasma

optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi. Serabut saraf yang bersinaps di

korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut saraf yang

berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls visual membangkitkan refleks

opsomatik seperti refleks pupil.3,7

Gambar 5. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal) 7,8

Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls

penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation) atau traktus

genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks

penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi dari arteri kalkarina yang

merupakan cabang dari arteri serebri posterior. Serabut yang berasal dari bagian medial

korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang bawah sedangkan serabut

yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang pandang atas (gambar 6).7,8

SINDROM HORNER Page 8

Gambar 6. Radiatio Optika 4

Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf

akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan

dengan nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks

cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-

Westphal dan menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk

mengkonstriksikan otot sfingter pupil (gambar 7).7

Gambar 7. Jaras Refleks Pupil

SINDROM HORNER Page 9

2.2 ANATOMI MEDULA SPINALIS

Medula spinalis adalah suatu silinder panjang langsing jaringan saraf yang berjalan

dari batang otak. Struktur ini memiliki panjang 45 crn (18 inci) dan garis tengah 2 cm

(seukuran jempol tangan anda).Medula spinalis berjalan melalui kanalis vertebralis dan

dihubungkan dengan nervus spinalis. Medula spinalis, yang keluar melalui sebuah lubang

besar di dasar tengkorak dan dibungkus oleh kolumna vertebralis protektif sewaktu turun

melalui kanalis vertebralis. Dari medula spinalis keluar pasangan-pasangan nervus spinalis

melalui ruang-ruang yang terbentuk antara lengkung tulang berbentuk sayap vertebra-verteb

yangberdekatan. Nervus spinalis diberi nama sesuai bagian dari kolumna vertebralis tempat

keluarnya. terdapat 8 pasang nervus servikalis (leher) (yaitu Cl - C8), 12 pasang nervus

torakalis (dada),5 pasang nervus lumbalis (perut), 5 pasang nervus sakralis, dan I pasang

nervus koksigeus (tulang ekor). Medula spinalis itu sendiri memanjang hanya setinggi

vertebra lumbalis perrama atau kedua (sekitar pinggang) sehingga akar-akar saraf sisanya

sangat memanjang. Berkas tebal akar-akar saraf yang memanjang di dalam kanalis

vertebralis bawah ini disebut kauda ekuina ("ekor kuda') karena penampilannya.

SINDROM HORNER Page 10

(Sherwood,Lauralee.2002.Fisiologi Manusia Dari sel ke system.Edisi 6.Jakarta: Buku

Kedokteran EGC)

Substansia alba medula spinalis tersusun membentuk jaras-jaras.

Meskipun terdapat sedikit variasi regional, namun anatomi potong-lintang medula

spinalis umumnya sama di seluruh panjang medula. Berbeda dari substansia grisea yang

membentuk selubung luar pembungkus substansia alba di otak, substansia grisea di medula

spinalis membentuk suatu regio berbentuk kupu-kupu di sebelah dalam dikelilingi oleh

substansia alba di sebelah luar. Seperti di otak, substansia grisea medula terutama terdiri dari

badan sel neuron dan dendrit-dendritnya, antarneuron pendek, dan sel glia. Substansia alba

tersusun membentuk banyak jaras (traktus), yaitu berkas serat-serat saraf (akson antar neuron

yang panjang) dengan fungsi serupa. Berkas-berkas tersebut berkelompok menjadi kolom

(kolumna) yang berjalan di sepanjang medula. Masing-masing jaras ini berawal atau berakhir

di daerah tertentu di otak, dan masing-masing menyalurkan jenis informasi tertentu. Sebagian

adalah traktus asendens (medula spinalis ke otak) yang menyalurkan sinyal dari masukan

aferen ke otak. Yang lain adalah traktus desendens (otak ke medula spinalis) yang

menyampaikan pesan dari otak ke neuron eferen. Traktus biasanya dinamai berdasarkan asal

dan terminasinya. Sebagai contoh, traktus spinoserebelaris ventralis adalah jalur asendens

yang berasal dari medula spinalis dan berjalan di tepi ventral (ke arah depan) medula dengan

beberapa sinaps sepanjang perjalanannya sampai akhirnya berakhir di serebelum. Tiaktus ini

SINDROM HORNER Page 11

membawa informasi yang berasal dari reseptor-reseptor regang otot yang telah disalurkan ke

medula spinalis oleh serat-serat aferen untuk digunakan oleh spinoserebelum. Sebaliknya,

traktus kortikospinalis ventralis adalah jalur desendens yang berasal dari regio motorik

korteks serebri, kemudian turun di bagian ventral medula spinalis, serta berakhir di medula

spinalis di badan sel neuron-neuron motorik eferen yang menyarafi otot rangka. Karena

berbagai jenis sinyal dibawa di traktus-traktus yang berbeda di dalam medula spinalis maka

kerusakan di bagian tenenru medula dapat mengganggu sebagian fungsi sementara fungsi lain

tidak terganggu.

Masing-masing tanduk (kornu) substansia grisea medula spinalis mengandung jenis

badan sel neuron yang berbeda.

Substansia grisea yang terletak sentral juga tersusun secara fungsional (Gambar 5-29).

Kanalis sentralis, yang terisi oleh CSS, terletak di bagian tengah substansia grisea.

Masingmasing belahan substansia grisea terbagi menjadi tanduk (kornu) dorsal (posterior; ke

arah punggung), tandukventral (anterior), dan tanduk lateral. Tanduk dorsal mengandung

badan sei antarneuron tempat berakhirnya neuron aferen. Thnduk ventral mengandung badan

sel neuron motorik eferen yang menyarafi otot rangka. Serat-serat saraf otonom yang

menyarafi otot jantung dan otot polos serta kelenjar eksokrin berasal dari badan sel yang

terletak di tanduk lateral.

2.3 DEFINISI SINDORM HORNER

Sindroma Horner adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh kerusakan

pada sistem saraf simpatik. Sindrom Horner dikenal juga sebagai Bernard-Horner

Syndrome atau Oculosympatetic palsy. Sindroma Horner terdiri atas enophtalmus

unilateral ptosis, miosis dan antihidrosis hemifasialis yang kerapkali disebabkan oleh

gangguan serabut simpatetik ipsilateral pada rangkaian simpatetik cervikal atau medulla

spinalis thoracal atas. Hal ini juga disebabkan oleh lesi vaskular di batang otak, cedera

dan tumor di daerah servikal medula spinalis, trauma yang mengenai serabut simpatis

pada leher atau mungkin merupakan efek samping sementara dari angiografi serebral.

Sindrom Horner ini pertama  kali ditemukan oleh Johan Friedrich Horner, seorang

oftalmologi berkebangsaan Swiss (1883-1886). Dia menemukan kelainan dari gejala

klinis orang yang terinfeksi Lues (sifilis).

SINDROM HORNER Page 12

2.4 ETIOLOGI SINDROM HORNER

Sindroma Horner terutama disebabkan oleh adanya kerusakan atau gangguan pada

jalur saraf simpatis.

Sindroma Horner dapat merupakan kongenital, didapat ataupun murni herediter

(autosomal dominant). Terganggunya serat-serat simpatis dapat terjadi secara sentral

(misalnya, antara hippothalamus dan titik tempat keluar serat-serat dari sumsum tulang

belakang servikal kedelapan hingga torakal kedua [C8-T2]) atau secara perifer (misalnya,

pada rantai simpatis servikal, pada ganglion servikalis superior, atau sepanjang arteri karotis).

Lesi-lesi yang menyebabkan sindroma Horner mengganggu serat-serat preganglion

ketika lesi-lesi ini mendesak toraks bagian atas. Semua lesi yang menyebabkan disfungsi

simpatis postganglionik berlokasi di intrakranial atau intraorbita karena ganglion servikalis

superior terletak dekat tulang tengkorak. Sindroma Horner preganglionik mengindikasikan

keparahan patologi yang mendasari dan berhubungan dengan insidensi tinggi malignansi.

Keterlibatan postganglionik mempunyai penyebab primer benigna (misalnya, biasanya

vascular headache).

Tabel 1. Penyebab Sindroma Horner Pada Orang Dewasa

SINDROM HORNER Page 13

2.5 PATOFISIOLOGI SINDROM HORNER

Secara anatomi jaras saraf simpatis terbagi 3 tingkatan.

Neuron 1 atau preganglioner. Neuron ini berasal dari posterior hipotalamus kemudian

turun tanpa menyilang dan bersinaps secara multiple di otak tengah dan pons, dan

berakhir di kolumna intermediolateral C8-T2 yang juga disebut ciliospinal centre of

badge

Neuron kedua berupa serabut-serabut preganglioner yang keluar dari medula spinalis.

Sebagian besar jaras pupilomotor mengikuti radiks ventral torakal 1, sedangkan

serabut sudomotor wajah terutama mengikuti radiks ventra T2-4. Jaras tersebut

memasuki rantai simpatetik servikal (ganglion stelata) untuk kemudian bersinaps di

ganglion servikal superior yang terletak dekat dasar tengkorak

Neuron ketiga merupakan serabut post ganglioner yang berjalan ke atas bersama-sama

Arteri karotis komunis memasuki rongga kranium. Serabut untuk vasomotor orbita,

kelenjar likrimal, pupil dan otot Mulleri mengikuti Arteri karotis interna, sedangkan

serabut sudomotor dan piloereksi wajah mengikuti Arteri.karotis eksterna dan cabang-

cabangnya. Pada sinus kavernosus jaras pupilomotor tersebut meninggalkan A.karotis

interna dan bergabung dengan jaras ophthalmik N.trigeminal dan memasuki orbita

melalui fissura orbitalis superior. Kadang-kadang berjalan bersama N.VI dahulu

sebelum bergabung dengan N.Trigeminal dan kemudian mencapai badan siliaris yang

SINDROM HORNER Page 14

mengakibatkan dilatasi iris melalui N.nasosiliaris dan N.siliaris longus. Sedangkan

serabut vasomotor orbita, M.mulleri dan kelenjar lakrimalis mengikuti A.oftalmika.

Morissa dan kawan-kawan (1984) mengemukakan bahwa keringat wajah sesisi tidak

seluruhnya diurus oleh serabut yang mengikuti A.karotis eksterna tetapi sebagian

wajah yaitu bagian medial dahi dan hidung diurus oleh serabut yang mengikuti arteri

karotis interna.

Dari gambaran anatomi di atas kita memahami bagaimana gejala-gejala pada Sindrom

Horner itu terjadi. Ptosis merupakan gejala yang paling gampang terlihat. Ptosis diartikan

ketidakmampuan untuk mengangkat kelopak mata. Hal ini disebabkan oleh kelumpuhan M.

Mulleri (Superior Tarsal Muscle) yang dipersarafi oleh saraf simpatis.

Miosis adalah konstriksi pupil. Hal ini terjadi akibat gangguan pada sistem jaras simpatis

mengakibatkan kelumpuhan M. Dillatator Pupillae sehingga ketidakmampuan pupil untuk

berdilatasi. Enopthalmus keadaan ptosis yang membuat kelopak mata jatuh menyebabkan

mata terkesan mata lebih masuk kedalam.

Anhidrosis sebagaimana dijelaskan di atas bahwa neuron simpatis juga berfungsi dalam

mempersarafi kelenjar keringat, sehingga gangguan saraf simpatis mengakibatkan tidak

keluarnya keringat pada daerah wajah. Jika lesi berada di neuron preganglion maka

anhidrosis akan terjadi pada tubuh ipsilateral, namun bila lesi pada neuron postganglion maka

anhidrosis terbatas pada daerah dahi saja.

SINDROM HORNER Page 15

Seperti yang telah disebutkan diatas, Sindroma Horner dapat terjadi pada orang yang

terinfeksi Lues (raja singa) atau dalam dunia kedokteran lebih dikenal dengan sifilis,

merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh “Treponema pallidum” sangat kronis dan

bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat

menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.

Trepanoma pallidum mencapai sistem kardiovaskuler dan sisitem saraf pada waktu dini,

tetapi kerusakan secara perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk

menimbulkan gejala klinis.

SINDROM HORNER Page 16

Pada sindroma Horner, adanya suatu patologi dalam jalur simpatik bermanifestasi

sebagai miosis ipsilateral, ptosis parsial, enophthalmos dan anhidrosis. Miosis ipsilateral,

perbedaan sekitar 1-2 mm, terjadi karena kegagalan dari otot dilator pupillae. Ptosis parsial,

perbedaan sekitar 1-2 mm, merupakan akibat dari kegagalan dari otot Muller. Enophtalmos

disebabkan kegagalan refraktor kelopak mata bawah yang belum sempurna, hal ini membuat

mata tampak lebih kecil. Penurunan sekresi kelenjar keringat, hanya pada gangguan

preganglionik dimana kelenjar keringat menerima suplai saraf melalui karotid eksternal.

A.

B.

Gambar 9. Sindroma Horner pada mata kanan (A) dan mata kiri (B).

Manifestasi klinik

Gejala-gejala miosis, ptosis dan anhidrosis merupakan manifestasi blokade aktivitas

simpatik dikenal sebagai sindroma Horner. 5,6

Ptosis

Ptosis adalah menurunnya palpebra superior, akibat pertumbuhan yang tidak

baik atau paralisa dari muskulus levator palpebra. Ada bermacam-macam derajat

ptosis. Bila hebat dan mengganggu penglihatan oleh karena palpebra superior

SINDROM HORNER Page 17

menutupi pupil, maka ia mencoba menaikkan palpebra tersebut dengan memaksa

muskulus occipitofrontalis berkontraksi, sehingga di dahi timbul berkerut-kerut dan

alisnya terangkat. Kalau lebih hebat lagi, untuk dapat mengatasinya, supaya

penglihatan tercapai sebaik-baiknya maka penderita akan menjatuhkan kepalanya ke

belakang. Tanda-tanda ini adalah karakteristik untuk ptosis. Pada ptosis didapat pula

garis lipatan kulit yang berbentuk seperti huruf S pada palpebranya.

Miosis

Miosis adalah suatu keadaan dimana garis tengah pupil kurang dari 2 mm.

Dimana ukuran normal garis tengah pupil tersebut adalah antara 4 – 5 mm pada

penerangan sedang. Pupil sangat peka terhadap rangsangan cahaya dengan persarafan

afferent nervus kranialis II sedangkan efferentnya nervus kranialis III. Sehingga

mengecil bila cahaya datang (miosis) dam membesar bila tidak ada atau sangat sedikit

sekali cahaya (remang-remang), keadaan ini disebut dengan midriasis yaitu diameter

pupil lebih dari 5 mm.

Enoftalmus

Enoftalmus, merupakan keadaan dimana bola mata letaknya lebih ke dalam, di

dalam ruang orbita. Penyebabnya antara lain:

a. kelainan congenital

b. lanjut umur, karena berkurangnya jaringan lemak di orbita

c. fraktur dari salah satu dinding orbita terutama dasar orbita, dimana

bola mata dapat masuk ke dalam sinus maksilaris

Anhidrosis

Anhidrosis merupakan suatu gejala karena kuman lues menyerang sistem

persarafan, sehingga produksi minyak terhambat atau kurangnya produksi minyak

disebabkan oleh proses yang abnormal oleh kuman lues tersebut. Pada penyakit-

penyakit darah dan hipertensi juga terdapat sindrom Horner yang mencerminkan

terputusnya serabut-serabut simpatetik servikal. Pada lesi vaskuler parsial dapat

terjadi bahwa kombinasi hemiparastesia parsilaris dan hemiataksia ipsilateral saja

yang ditemukan. Bila juga terjadi bahwa sindroma tersebut timbul bersama dengan

sindrom Horner.

2.5 PENATALAKSANAAN SINDROM HORNER

SINDROM HORNER Page 18

Penatalaksanaan yang sesuai untuk sindroma Horner tergantung pada etiologi yang

mendasarinya. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengeradikasi proses penyakit yang

mendasarinya. Pada banyak kasus, bagaimana pun juga, tatalaksana yang efektif tidak

diketahui.

Intervensi pembedahan diindikasikan dan dilakukan berdasarkan etiologi tertentu,

termasuk diantaranya bedah saraf pada sindroma Horner yang terkait aneurisma, dan juga

bedah vaskular untuk penyebab seperti diseksi arteri karotis atau aneurisma.

Diagnosis

Pengujian farmakologi

Lesi disetiap neuron jaras simpatis mungkin secara klinis susah dibedakan

karena akan menunjukkan gejala yang sama, namun dengan pemeriksaan yang lebih

teliti dan pemeriksaan penunjang kita akan dapat membedakan pada tingkatan neuron

mana yang terjadigangguan.

Untuk mendiagnosa dan membedakan letak lesi maka perlu dilakukan beberapa

pemeriksaan penunjang.

Dengan topikal cocaine 4-10%, pada mata normal terjadi dilatasi sedangkan pada

Sindrom Horner dilatasi sangat berkurang. Cocaine memblokir reuptake

norepineparine yang dilepaskan oleh neuron simpatik ketiga. Lesi jaras simpatik

menyebabkan berkurangnya epinephrine yang dilepaskan oleh neuron sehingga pupil

sisi tersebut tidak akan berdilatasi

 Paredrin 1% (Hidoksi amfetamin ) untuk menentukan lokasi lesi. Efek paredrine

melepaskan nor-epinephrine dari terminal pre-sinaptik. Pada lesi post ganglioner,

saraf terminal mengalami degenerasi sehingga terjadi gangguan dilatasi pupil pada

pemberian paredrin, sedangkan pada lesi preganglion, jaras post ganglion masih baik

sehingga paredrin mengakibatkan dilatasi pupil.

SINDROM HORNER Page 19

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Tergantung pada lokalisasi dan etiologi yang dicurigai, tes laboratorium yang dapat

dipertimbangkan dalam hubungannya dengan konsultasi medis yang tepat. Meliputi:

Tes fluorescent treponemal antibody absorption (FTA-ABS) yaitu Tes skrining serum

darah untuk sifilis dirancang untuk menunjukkan ada atau tidak adanya antibodi spesifik

ditujukan terhadap organisme (Treponema pallidum) bertanggung jawab untuk sifilis.

Pemeriksaan sifilis dengan metode VDRL mudah dilakukan, cepat dansangat baik untuk

skrining. Uji VDRL dilakukan untuk mengukur antibodi IgMdan IgG terhadap lipoidal

(bahan yang dihasilkan dari sel host yang rusak) samahalnya seperti lipoprotein..

Antibodi antilipoidal adalah antibodi yang tidak hanya berasal dari sifilis

atau penyakit yang disebabkan oleh treponema lainnya, tetapi dapat juga  berasal dari

hasil respons terhadap penyakit nontreponemal, baik akut ataupun kronik yang

menimbulkan kerusakan jaringan.

Tes purified protein derivative (PPD) placement adalah pemeriksaan diagnostik dengan

menyuntikkan PPD secara intra dermal/intra cutan untuk mengetahui adanya pemajanan

terhadap M. tuberculosis. Tes Mantoux positif  menandakan infeksi basil tuberkel masa

lalu atau saat ini dan mengindikasikan perlunya pemeriksaan lebih lanjut sebelum

menegakkan diagnosa TBC. Reaksi positif  terjadi bila terdapat indurasi 10 mm atau

lebih, reaksi meragukan bila indurasi 5 – 9 mm, dan reaksi negative bila indurasi kurang

dari 5 mm.

Tes urin (sebagai contoh, vanillylmandelic acid [VMA], homovanillic acid [HVA]) untuk

menyingkirkan neuroblastoma pada sindrom Horner anak.

SINDROM HORNER Page 20

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sindroma Horner adalah suatu sindrom yang terdiri dari kelainan berupa masuknya

bola mata, ptosis kelopak mata atas, kelopak mata atas sedikit naik, kontraksi dari pupil,

penyempitan dari fissura palpebra, anhidrosis dan warna kemerahan di sisi wajah yang

sakit, disebabkan oleh paralisa saraf-saraf simpatis servikal.

SINDROM HORNER Page 21

DAFTAR PUSTAKA

1. Chusid, J.G. Neuroanatomi korelatif dan Neurologi Fungsional. Bagian Satu.

Jakarta: Universitas Gajah Mada. 1983

2. Guyton, Artur C. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. 1997

3. Price, Sylvia A. Dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC. 2012

4. Voughan & Asbury. Oftalmologi umum , Paul Riordan-eva, John P. Whitcher

edisi 17 Jakarta : EGC, 2009

SINDROM HORNER Page 22