sindrom guillaine bare

28
aporan Klinik Sindroma Guillain-Barre (SGB) BAB I PENDAHULUAN Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik. Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur. SGB merupakan suatu penyakit autoimun, dimana proses imunologis tersebut langsung mengenai sistem saraf perifer. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada

description

medical

Transcript of sindrom guillaine bare

Page 1: sindrom guillaine bare

aporan Klinik Sindroma Guillain-Barre (SGB)

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering

dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya

karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian,

meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik.

Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis,

Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute

Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry

Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur. SGB

merupakan suatu penyakit autoimun, dimana proses imunologis tersebut langsung mengenai

sistem saraf perifer. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita penyakit

ini dan pada pemeriksaan patologis tidak ditemukan tanda-tanda radang.Periode laten antara

infeksi dan gejala polineuritis memberi dugaan bahwa kemungkinan kelainan yang terdapat

disebabkan oleh suatu respons terhadap reaksi alergi saraf perifer. Pada banyak kasus, infeksi

sebelumnya tidak ditemukan, kadang-kadang kecuali saraf perifer dan serabut spinal ventral dan

dorsal, terdapat juga gangguan medula spinalis dan medula oblongata.Sampai saat ini belum ada

terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan yang baik dapat

memperbaiki prognosisnya.

Page 2: sindrom guillaine bare

BAB II

ANATOMI FISIOLOGI

Sistem saraf pada manusia dibagi menjadi tiga, yaitu saraf otak, saraf sumsum tulang

belakang, dan saraf tepi. Saraf otak dan saraf sumsum tulang belakang adalah saraf pusat. Pada

saraf tepi, saraf menghubungkan antara saraf pusat dengan indera dan otot. Saraf otak ibarat chip

dalam komputer. Sistem saraf sendiri merupakan cabang dari sistem koordinasi selain sistem

hormon dan sistem otot.

  Sistem kardiovaskular: memompa darah ke seluruh tubuh

  Sistem pencernaan: pemrosesan makanan yang terjadi di dalam mulut, perut, dan usus

  Sistem endokrin: komunikasi dalam tubuh dengan hormon

  Sistem kekebalan: mempertahankan tubuh dari serangan benda yang menyebabkan penyakit

  Sistem integumen: kulit, rambut.

  Sistem limfatik: struktur yang terlibat dalam transfer limfa antara jaringan dan aliran darah

  Sistem otot: menggerakkan tubuh

  Sistem saraf: mengumpulkan, mengirim, dan memproses informasi dalam otak dan saraf

  Sistem reproduksi: organ seks

  Sistem pernafasan: organ yang digunakan bernafas, paru-paru

  Sistem rangka: sokongan dan perlindungan struktural dengan tulang

  Sistem urin: ginjal dan struktur yang dihubungkan dalam produksi dan ekskresi urin

Page 3: sindrom guillaine bare

BAB III

PATOLOGI TERAPAN

A.   Defenisi

Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Penyakit ini

terdapat di seluruh dunia pada setiap musim. SGB merupakan suatu penyakit autoimun, dimana

proses imunologis tersebut langsung mengenai sistem saraf perifer. Insidensi sindroma Guillain-

Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per100.000 orang pertahun. Terjadi puncak

insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun.

Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan

wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit

putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik.

Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian menyebutkan

bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II,III (dibawah usia 35 tahun) dengan

jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung

menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun.

Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering

dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderitadan keluarganya

karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian,

meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik. Beberapa nama disebut oleh beberapa

ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective

Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating

Page 4: sindrom guillaine bare

Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan

Landry Guillain Barre Syndrome. Parry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu polineuropati

yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi

akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis

flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah

saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan

sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang

juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari

SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas,

badan dan kadang-kadang juga muka.

B.   Patologi

Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Penyakit ini terdapat di

seluruh dunia pada setiap musim. SGB merupakan suatu penyakit autoimun, dimana proses

imunologis tersebut langsung mengenai sistem saraf perifer. Insidensi sindroma Guillain-Barre

bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per100.000 orang pertahun. Terjadi puncak insidensi

antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia

termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan

wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit

putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik.

Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian menyebutkan

bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II,III (dibawah usia 35 tahun) dengan

jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung

Page 5: sindrom guillaine bare

menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun.

Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering

dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderitadan keluarganya

karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian,

meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik. Beberapa nama disebut oleh beberapa

ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective

Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating

Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan

Landry Guillain Barre Syndrome. Parry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu polineuropati

yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi

akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis

flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah

saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan

sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang

juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari

SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas,

badan dan kadang-kadang juga muka.

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi

terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli

membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui

Page 6: sindrom guillaine bare

mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang

menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

1.      didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated

immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.

2.      adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.

3.      didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah

saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas

humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi

virus.

Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting disamping

peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell

yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran.

Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada

limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis)

antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen

tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan

dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi

marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF. Kelarutan E

selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan

dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan

Page 7: sindrom guillaine bare

makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin

disamping menghasilkan TNF dan komplemen.

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi.

Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema

yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas

selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan

makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada

myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke enampuluh

enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. perubahan pertama yang terjadi adalah

infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan epineural.

Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang

menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus

membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson.Akibat suatu

infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan timbul autoantibodi atau imunitas

seluler terhadap jaringan sistim saraf-sarafperifer.

Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada medula spinalis, dapat

menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Di negara-negara tropik penyebabnya

adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat

menjirat radiks ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis

terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang

diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda proses perlekatan

pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota

Page 8: sindrom guillaine bare

gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhan tersebut

bergandengan dengan adanya defisit sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak.

Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat atau tanpa

disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari

sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak pula, makrofag, serta sel polimorfonuklear pada

permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast.

Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada

segmen proksimal dan radiks spinalis atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada

radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah

tersebut.

C.   Gambaran klinis

Waktu antara terjadi infeksi atau keadaan prodromal yang mendahuluinya dan saat

timbulnya gejala neurologis. Lamanya masa laten ini berkisar antara satu sampai 28 hari, rata-

rata 9 hari. Pada masa laten ini belum ada gejala klinis yang timbul. Gejala Klinis antara lain:

1.      Kelumpuhan

Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor neurone.

Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian

menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang

juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf

kranialis.

Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat

Page 9: sindrom guillaine bare

kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama

beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal.

a.       Gangguan sensibilitas

Parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga bisa dikenai

dengan distribusi sirkumoral. Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan

distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal

dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri setelah suatu

aktifitas fisik.

b.      Saraf Kranialis

Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otot-otot muka

sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral, sehingga bisa ditemukan

berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia bisa

terjadi akibat terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan

gangguan berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkan kegagalan

pernafasan karena paralisis n. laringeus.

c.       Gangguan fungsi otonom

Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita SGB9. Gangguan tersebut

berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah (facial flushing),

hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse diaphoresis.

Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan otonom ini jarang yang menetap

lebih dari satu atau dua minggu.

d.      Kegagalan pernafasan

Page 10: sindrom guillaine bare

Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila tidak

ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma dan

kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita .

e.       Papiledema

Kadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui dengan pasti.

Diduga karena peninggian kadar protein dalam cairan otot yang menyebabkan penyumbatan villi

arachoidales sehingga absorbsi cairan otak berkurang.

f.       Perjalanan penyakit

Perjalan penyakit ini terdiri dari 3 fase yaitu:

Fase progresif dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan bertambah berat

sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa dari sampai 4 minggu, jarang yang

melebihi 8 minggu.

Fase plateau, dimana kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa

pendek selama 2 hari, paling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7 minggu.

Fase rekonvalesen ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang

berlangsung selama beberapa bulan.

Seluruh perjalanan penyakit SGB ini berlangsung dalam waktu yang kurang dari 6 bulan.

Page 11: sindrom guillaine bare

BAB IV

STATUS KLINIK

A.    Data-Data Medis Rumah Sakit

a.     Diagnosa medis : GBS

b.    Catatan Klinik : .

c.     Terapi Umum : Medicamentosa.

d.    Rujukan : Mohon konsul Fisioterapis pasien GBS.

e.     Tanggal masuk RS : 12 november 2009

B.     Pemeriksaan Fisioterapi

A.    Anamnesis

a.       Anamnesis Umum

: Ny. D N

Page 12: sindrom guillaine bare

: 54 tahun.

: Jl. Todopuli IV stp 4. No. 17.

Jenis kelamin : Perempuan

: Nasrani

: PNS

b.      Anamnesis Khusus

Keluhan Utama : Kelemahan .

Letak keluhan : kedua tungkai pasien.

Kapan terjadi : tanggal 12 November 2009

Riwayat penyakit : sakid badan dialami ± 3 hari sebelum masuk RS, demam ( - ), riwayat

demam ( - ), batuk pilek ( - ), muntah-muntah ( - ), ngilu ulu hati ( - ), nyeri dada ( - ), sesak ( - ),

DM ( - ), asam urat ( - ) kolesterol ( - ).

: Tidak ada gangguan

: Tidak ada gangguan

: Tidak ada gangguan

f. Musculoskeletal :Terdapat kelemahan pada kedua tungkai.

B. Pemeriksaan Fisik

a)      Vital Sign

  Tekanan Darah : 130/100 mmHg

  Denyut Nadi : 72 x/menit

Page 13: sindrom guillaine bare

  Pernapasan : 20 x/menit

  Temperatur : 360 C

b)      Inspeksi

Statis :Pasien dalam keadaan baring lemah.

Dinamis :Pasien kesulitan menggerakkan kedua tungkainya

B.     Pemeriksaan Spesifik

a.       Hasil X-Ray : osteofit L1-5, spondilolisis lumbal

b.      Tes sensorik

- tes tajam tumpul : hiposensasi

- tes rasa sakit : hiposensasi

- tes rasa posisi : terganggu

- tes diskriminasi 2 titik : hiposensasi

c.       Tes motorik

- reaksi keseimbangan mengangkat pantat sulit dilakukan

- reaksi keseimbangan duduk belum bisa dilakukan

d.   Palpasi.

Otot-otot kedua tungkai mengalami hipotonus.

d.      ADL Test

-          ADL duduk

-          ADL berdiri

-          ADL berjalan

Page 14: sindrom guillaine bare

Hasilnya pasien tidak dapat dilakukan.

e.       Tes Koordinasi

  Heel to toe : terganggu

  Heel to knee : terganggu

  toe to finger terapis : terganggu

f.       MMT

GROUP OTOT Kiri Kanan

Plantar Fleksor Ankle 3 3

Dorso fleksor Ankle 2 2

Fleksor Knee 2 2

Ekstensor knee 3 3

Fleksor Hip 2 2

Ekstensor Hip 2 2

Adduktor Hip 3 3

Abduktor Hip 2 2

g.       Kognitif,intrapersonal, dan interpersonal

Kognitif : Pasien mampu mengetahui orientasi waktu dan tempat, memory dan perhatian, bahasa baik,

pasien dapat mengikuti instruksi terapis dengan baik saat latihan.

Intrapersonal : pasien mempunyai motivasi untuk sembuh.

Interpersonal : pasien berkomunikasi dengan baik, baik dengan keluarga maupun fisioterapis.

“Gangguan ADL tungkai akibat GBS”

Page 15: sindrom guillaine bare

C.    Problematik FT

         Kelemahan otot.

         Gangguan keseimbangan.

         Gangguan koordinasi

         Gangguan ADL.

D.    Tujuan Fisioterapi

  Support mental

  Memperkuat otot

  Memperbaiki keseimbangan

  Memperbaiki koordinasi.

  Memperbaiki ADL.

  Mencegah komplikasi decubitus

  Mencegah kontraktur.

E.     Interfensi Fisioterapi

  Infra Red Rays

Tujuan : Meningkatkan metabolisme dan Pree eleminary exercise

Teknik : Pasien tidur terlentang di bad dengan rileks, arahkan lampu IRR ke ekstermitas Sup.Inf

kedua tungkai dengan segala penghambat ditiadakan. Dengan dosis :

Page 16: sindrom guillaine bare

F : 3 kali seminggu

I : 30 cm

T : Kontak langsung

T : 10 menit

  Positioning

Tujuan : Mencegah decubitus

Teknik : pasien tidur terlentang, fisioterapi memfleksikan salah satu tungkai (tungkai kanan)

pasien, kemudia secara pasief, memposisikan pasien sehingga posien tidur miring dengan cara

menarik tangan dan bahu yang berlawanan.

F : setiap 2 jam

I : toleransi pasien

T : Kontak langsung

T : 15 menit

  PNF

Tujuan : Memperkuat otot dan meningkatkan ADL

F : 3 kali seminggu

I : pola gerakan shoulder dan tungkai

T : Kontak langsung

T : 6 kali repetisi

  Balance exercise

Tujuan : Meningkatkan keseimbangan

Teknik : pasien tidur terlentang, dengan posisi kedua knee fleksi . kemudian pasien di

instruksikan mengangkat pantatnya dengan menumpukan berat badan pada kedua tungkainya.

Page 17: sindrom guillaine bare

F : 3 kali seminggu

I : toleransi pasien

T : breaging.

T : 4 kali repetisi

  Exercise

Tujuan : menjaga stabilitas sendi

Teknik : pasien tidur terlentang, dengan keadaan rileks. Fisioterapis menggerakkan semua

regio tungkai ke semua arah gerakan.

F : 3 kali seminggu

I : Full ROM

T : PROMEX dan AAROMEX

T : 6 kali repetisi

  Stretching

Tujuan : mencegah kontraktur

Teknik : pasien tidur terlentang, dengan keadaan rileks. Salah satu tangan Fioterapis memfiksasi

di knee pasien, sedangkan tangan yang lainnya memfiksasi di ankle. Kemudian secara pasif,

fisioterapi mengulur otot;otot tungkai pasien.

F : Setiap hari

I : penguluran maksimal

T : kontak langsung

T : 6 kali repetisi.

G.    Prognosis

Quo ad vitam : baik

Page 18: sindrom guillaine bare

Quo ad sanam : baik

Quo ad fungsionam : sedang

Quo ad cosmeticam : sedang

H. Evaluasi

1. Evaluasi sesaat : Pasien nampak lelah setelah latihan dan merasa sedikit membaik sesaat setelah

terapi.

2. Evaluasi berkala : Setelah beberapa hari, perkembangan keadaan pasien sebagai berikut :

  Keadaan psikis pasien semakin membaik dan bertambah semangat untuk latihan,

  Kekuatan otot mulai meningkat dari nilai 2 dari setiap group otot fleksor dan ekstensor menjadi 3..

  Reaksi keseimbangan mulai meningkat,

  Perkembangan ADL sudah menunjukkan peningkatan yang memuaskan (duduk dan berdiri sudah

dapat dilakukan).

H.    Hasil Terapi Akhir

Mulai dari awal di Fisioterapi sampai terakhir. Pasien merasakan ada sedikit perubahan yaitu

peningkatan kekuatan ototnya. Dan

I.       Follow – UP

No Hari /

Tanggal

Problematik Intervensi Evaluasi

1 10 nov 09 -Menurunya kekuatan -IRR _

Page 19: sindrom guillaine bare

otot

-Gangguan ADL

-EXERCISE

2 12 nov

2009

-Menurunya kekuatan

otot

-Gangguan ADL

-IRR

-EXERCISE

Kekuatan otot

pasien masih lemah

dengan nilai otot 2,

aktivitas

fungsionalnya

belum efektif

seperti menyisir,

makan, minum,

dan berpakaian

sendiri.

3 Senin, 14

nov 2009

-Menurunya kekuatan

otot

-Gangguan ADL

-IRR

-EXERCISE

Kekuatan otot

pasien masih lemah

dengan nilai otot 2,

aktivitas

fungsionalnya

belum efektif

seperti menyisir,

makan, minum,

dan berpakaian

sendiri.

4 Jumat, 17 - Menurunya kekuatan -IRR Kekuatan otot

Page 20: sindrom guillaine bare

nov 2009 otot

- Gangguan ADL

-EXERCISE pasien sudah

bertambah dengan

nilai otot 3

aktivitas

fungsionalnya

sudah ada

peningkatan

walaupun belum

maksimal seperti

menyisir, makan,

minum, dan

berpakaian sendiri.