Shock Hemorrhagic

9

Click here to load reader

description

Laporan BM

Transcript of Shock Hemorrhagic

  • 1

    MAKALAH

    SYOK HEMORAGIK

    Disusun oleh:

    Izfan Yulviansyah S.KG 08/264523/KG/8249

    Fitri Devita Luthifia S.KG 08/264553/KG/8251

    Maulidah Ardilah S.KG 08/264663/KG/8259

    Fakultas Kedokteran Gigi

    Universitas Gadjah Mada

    Yogyakarta

    2014

  • 2

    PENGERTIAN

    A. Hemoragik

    Hemoragik pasca operasi dapat terjadi karena sebagai berikut:

    a. Kegagalan dalam mengontrol hemoragik saat akhir operasi,

    b. Infeksi pada daerah perlukaan memicu terjadi hemoragik sekunder.

    (Killey, 1969)

    Tipe-tipe perdarahan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

    1. Perdarahan Ringan

    Jika perdarahan bisa berhenti sendiri atau ditekan.

    2. Perdarahan Sedang

    Ketika perdarahan melambat atau berhenti dengan tekanan tapi mulai lagi jika

    tekanannya dilepas dan darah membasahi perban dapat terkontrol.

    3. Perdarahan Berat

    Perdarahan yang tidak berhenti dan tidak melambat ketika diberikan tekanan

    dan darah dengan cepat membasahi perban.

    (Blahd & OConnor, 2013)

    Menurut Archer (1961), tipe-tipe hemoragik dapat dibedakan menjadi 3

    macam, yaitu:

    1. Hemoragik primer

    Perdarahan spontan pada pasien normal setelah proses operasi. Jika hemoragik

    primer tidak berhenti dalam waktu 4 atau 5 menit, maka harus dilakukan kontrol

    sebelum memulangkan pasien. Pada rongga mulut, perdarahan dapat terjadi dari

    tulang maupun jaringan lunak.

    2. Hemoragik intermediet atau rekuren

    Hemoragik ini muncul dalam waktu 24 jam setelah operasi. Selama operasi

    tekanan darah pasien menurun disebabkan oleh semi syok, dan ketika tekanan darah

    kembali normal, pasien mulai membaik, ini lah yang disebut rekuren hemoragik.

    3. Hemoragik sekunder

    hemoragik ini muncul setelah 24 jam, pada umumnya disebabkan oleh

    kerusakan clot akibat dari infeksi.

  • 3

    Menurut American College of Surgeons, hemoragik diklasifikasikan menjadi 4

    klas, yaitu:

    a. Hemoragik Klas I

    Merupakan keadaan dimana terjadi kehilangan 15 % volume darah, tidak

    terdapat perubahan pada vital sign, dan tidak diperlukan resusitasi cairan.

    b. Hemoragik klas II

    Merupakan keadaan dimana terjadi kehilangan 15-30% volume darah. Pasien

    sering mengalami tarkikardi dengan selisih tekanan systole dan diastole yang besar.

    Pada klas ini kulit mulai terlihat pucat dan dingin apabila disentuh. Pasien dapat

    mengalami sedikit perubahan dalam prilaku. Biasanya dibutuhkan resusitasi dengan

    kristaloid (larutan saline atau larutan laktat Ringer) dan tanpa transfusi darah.

    c. Hemoragik kelas III

    Merupakan keadaan dimana terjadi kehilangan 30-40% volume darah.

    Tekanan darah pada pasien turun, detak jantung meningkat, terjadi syok, dan status

    mental memburuk. Biasanya dibutuhkan resusitasi kristaloid dan tranfusi darah.

    d. Hemoragik kelas IV

    Merupakan keadaan hilangnya volume darah lebih dari 40%. Kompensasi

    tubuh pasien telah mencapai batas dan dibutuhkan resusitasi yang agresif utnuk

    mencegah kematian.

    (Manning, 2004)

    Tabel I. Klasifikasi terapeutik hemoragik

    Class I Class II Class III Class IV

    Blood loss Up to 750 750-1500 1500-2000 >2000

    Blood loss ( % EBV) Up to 15% 15-30% 30-40% >40%

    Pulse rate 100 >120 >140

    Blood pressure Normal Normal Decrease Decrease

    Pulse pressure Normal or

    decrease

    Decrease Decrease Decrease

    Respiratory rate 14-20 20-30 30-35 >35

    Urine output >30 20-30 5-15 No UO

  • 4

    CNS/ mental status Slightly

    anxious

    Mildly

    anxious

    Anxious and

    confused

    Confused and

    lethargic

    Fluid replacement crystalloid crystalloid Crystalloid/

    colloid

    Crystallloid/

    colloid

    (Goodwin, Robinson, and Hameed, 2010)

    B. SYOK

    Syok adalah suatu keadaan dimana perfusi jaringan tidak mampu untuk

    menopang metabolisme aerobik. Syok dapat terjadi karena penurunan curah jantung

    (cardiogenic), oleh karena sepsis (distributif), atau karena penurunan volume

    intravaskuler (hypovolemic) (Gutierrez et al, 2004).

    Syok hemoragik merupakan suatu kondisi yang diakibatkan oleh

    berkurangnya volume intravaskuler yang terjadi secara cepat dan signifikan, yang

    kemudian secara berurutan menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik, penurunan

    pengangkutan oksigen, penurunan perfusi jaringan, hipoksia seluler, kerusakan organ,

    dan kematian (Gutierrez et al, 2004). Syok hemoragik merupakan suatu keadaan

    patologis dimana volume intravaskuler dan pengangkutan oksigen menurun (Bougle

    et al, 2013).

    Respon pertama terhadap kehilangan darah yaitu usaha untuk membentuk

    jendalan pada area lokal hemoragik. Saat hemoragik berlangsung, katekolamin,

    hormon antidiuretik dan reseptor atrial natriuretik merespon penurunan volume

    dengan vasokonstriksi arteriola dan arteri-arteri otot serta peningkatan detak jantung.

    Tujuan dari mekanisme kompensasi ini adalah untuk meningkatkan curah jantung dan

    menjaga tekanan perfusi. Curah urin menurun dan menstimulasi rasa haus untuk

    menjaga volume sirkulasi darah. Kecemasan terjadi karena pelepasan katekolamin

    dan penurunan aliran darah cerebral. Seseorang yang mengalami perdarahan yang

    banyak dapat juga mengalami takipnea dan hipotensi. Pada saat hipovolemia menjadi

    lebih parah dan terjadi hipoksia jaringan, peningkatan pernapasan mengkompensasi

    asidosis metabolik yang terjadi karena peningkatan produksi karbon dioksida

    (Gutierrez et al, 2004).

  • 5

    Fase-fase Syok:

    1. Syok primer yang diakibatkan oleh reflek dan emosional berupa syncope,

    2. Jika syok primer tidak berlangsung fatal, reaksinya terkontrol, dan pasien

    kembali normal atau,

    3. Munculnya fase syok sekunder.

    (Archer, 1961)

    Tanda-tanda syok:

    1. Kulit pucat, dingin, berkeringat,

    2. Membran mukosa pucat,

    3. Bibir, kuku, dan ujung jari tangan dan kaki biru keabu-abuan,

    4. Wajah tidak menunjukkan ekspresi ketika dicubit,

    5. Mata dengan tatapan kosong,

    6. Respon pupil yang lemah,

    7. Nadi teraba lemah, biasanya cepat dan intermitten,

    8. Respirasi yang cepat, dangkal dan irreguler,

    9. Dan terkadang menghela nafas,

    10. Temperatur subnormal.

    (Archer, 1961)

    PENATALAKSANAAN SYOK HEMORAGIK

    Penatalaksanaan syok hemoragik dilakukan dengan cara penanganan

    perdarahan dan resusitasi jaringan. Penanganan perdarahan biasanya dilakukan oleh

    para ahli bedah dengan cara : (a) mendesain insisi untuk menghindari terdapatnya

    pembuluh darah, (b) jika terjadi hemoragik harus dilakukan clamp pada pembuluh

    darah tersebut dengan hemostat atau dengan menekan daerah perdarahan dengan

    swab dan pasien diinstruksikan untuk menggigit swab selama 2-5 menit. Pada 2 menit

    pertama merupakan waktu koagulasi darah pada pasien normal (Killey, 1969).

    Pada permukaan perdarahan yang besar biasanya digunakan saline pack yang

    panas (48,8OC/120

    OF) yang diletakkan pada daerah tersebut selama 2 menit. Saline

    pack harus diperas dulu sebelum diaplikasikan untuk menghindari terjadi sensasi

    terbakar pada jaringan rongga mulut (Killey, 1969).

    Resusitasi dilakukan untuk menghentikan sumber dari perdarahan dan

    mengembalikan volume darah yang bersirkulasi. Empat hal yang harus diperhatikan

    dalam menangani syok hemoragik yaitu tipe cairan yang diberikan, berapa banyak,

  • 6

    berapa cepat, dan apa titik akhir dari perawatan terapeutik. Cairan ideal untuk

    resusitasi belum ditetapkan. Aturan 3 banding 1 telah digunakan pada klasifikasi

    hemoragik untuk menetapkan dasar tuntunan terapi, dan penggunaan kristaloid

    (laktasi Ringer atau salin normal) direkomendasikan oleh American College of

    Surgeons (Gutierrez et al, 2004). Kristaloid merupakan larutan yang paling luas

    dipakai dalam penanganan pre-rumah sakit dari cedera traumatik. Larutan laktat

    Ringer memiliki keuntungan teoritis karena larutan ini dapat berfungsi sebagai buffer

    dari asidosis metabolik dan mencegah terjadinya asidosis akibat kelebihan infusi ion

    klorida yang berkaitan dengan pemberian salin (Kobayashi, Costantini, & Coimbra,

    2012).

    Walaupun titik akhir resusitasi hampir sama saat menggunakan laktasi Ringer

    atau salin normal, dilaporkan terjadi asidosis metabolik hiperkloremik saat

    menginfuskan salin normal dalam volume yang besar. Larutan koloidal seperti

    albumin dapat diberikan untuk meningkatkan volume sirkulasi secara cepat, namun

    penggunaan albumin pada stase awal dari resusitasi tidak membuktikan lebih efektif

    dibanding kristaloid. Substitusi darah telah dicoba dalam berbagai bentuk. Efek dari

    sejumlah besar dosis larutan hemoglobin pada pasien trauma yang mengalami

    hemoragik menunjukkan keuntungan dibandingkan dengan pemberian infus kristaloid

    (Gutierrez et al, 2004). Penggunaan kristaloid dan koloid disesuaikan dengan tingkat

    keparahan perdarahan. Kristaloid digunakan untuk menjaga cairan intraseluler

    (hemoragik klas I, II), sedangkan koloid digunakan untuk menggantikan cairan

    ekstraseluler (hemoragik klas III, IV).

    Penggunaan darah dan produk darah diperlukan saat perkiraan kehilangan

    darah akibat hemoragi melampaui dari 30 % volume darah (hemoragik klas III).

    Beberapa organisasi di USA dan Kanada telah mengeluarkan tuntunan untuk transfusi

    darah. Tuntunan ini merekomendasikan level hemoglobin antara 6-8 g/dl sebagai

    ambang batas untuk transfusi pada pasien tanpa faktor resiko. Suatu resusitasi penuh

    pada pasien yang mengalami perdarahan bergantung pada tingkat perdarahan,

    kemampuan untuk mengontrol perdarahan, dan keberadaan koagulopati (Gutierrez et

    al, 2004).

  • 7

    (Ellie, M.C, 2011)

  • 8

    KESIMPULAN

    Syok hemoragik merupakan suatu kondisi yang diakibatkan oleh

    berkurangnya volume intravaskuler yang terjadi secara cepat dan signifikan, yang

    kemudian secara berurutan menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik, penurunan

    pengangkutan oksigen, penurunan perfusi jaringan, hipoksia seluler, kerusakan organ,

    dan kematian. Penatalaksanaan syok hemoragik disesuaikan dengan klasifikasi atau

    tingkat keparahan hemoragik.Pemberian cairan merupakan hal penting dalam pengelolaan

    syok hemoragik dimulai dengan pemberian kristaloid dan koloid dilanjutkan dengan

    transfuse darah komponen. Transfusi darah dapat optimal jika pemilihan jenis darah yang

    digantikan tepat dan sesuai kondisi pasien, dengan mempertimbangkan komplikasi yang

    dapat terjadi dalam reaksi transfusi darah.

  • 9

    DAFTAR PUSTAKA

    Archer, W.H., 1961, Oral Surgery : A Step by Step Atlas of Operative Techniques, 3rd

    edition, W.B. Saunders Co. : Philadelphia and London.

    Blahd, W. H., and OConnor, H. M., 2013, Mild, Moderate, and Severe Bleeding,

    Healthwise Staff., : Canada.

    Bougle, A., Harrois, A., Duranteau, J., 2013, Resuscitative Strategies in Traumatic

    Hemorrhagic Shock, Annals of Intensive Care., 3(1):1.

    Ellie, M. C., Wassereman, E. J., dan Zhong, X. 2011, Traumatic Hemorrhagic Shock:

    Advances In Fluid Management, Emergency Medicine Practice 13(11).

    Goodwin, M., Robinson, M., Hameed, S.M., 2010, Advances in The Management of

    Hemorrhagic and Septic Shock, Department of Surgery, University of British

    Columbia, Vancouver: Canada.

    Gutierrez, G., Wulf-Gutierrez, M. E., Reines, H. D., 2004, Clinical Review:

    Hemorrhagic Shock, Crit Care., 8(5):373-381.

    Killey, H. C. and Kay, L. W., 1969, The Prevention of Complications in Dental

    Surgery, E & S Livingstone LTD : Edinburgh and London

    Kobayashi, L., Costantini, T. W., Coimbra, R., 2012, Hypovolemic Shock

    Resuscitation. Surgical Clinics of North America, 92(6), 14031423.

    Manning, J.E, 2004, "Fluid and Blood Resuscitation" in Emergency Medicine: A

    Comprehensive Study Guide, JE Tintinalli Ed. McGraw-Hill: New York.