Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau...

99

Transcript of Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau...

Page 1: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,
Page 2: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora)

Pembina : Rektor USM Banda Aceh

Pengelola/Penerbit : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada

Masyarakat

Dewan Redaksi

Ketua : Dr. Razali Abdullah, M.Pd

Sekretaris : Drs. Muhammad Ridhwan, M.Pd

Anggota : Drs. Muhammad Isa, M.Pd

Drs. Tarmizi Rajab, M.Pd

Ir. Lukmanul Hakim, M.P

Dra. Ismawirna, M.Pd.

Drs. Abubakar A Jalil, M.Si

Irhamni, ST, M.T.

Nasir, S.E., M.Si

Tata Usaha : Drs. Anwar, M.Pd

Mitra Bestari : Dr. Eko Budi Minarno, M.Pd. (UIN Malang)

Dr. Muhammad Ali Sarong (Unsyiah)

Dr. Zainal Abidin, M.Pd. (IAIN Ar Raniry)

Dr. Saiman, M.Pd (UNSAM Langsa)

Dr. Evi Apriana Usman, M.Pd (USM)

Sirkulasi : Drs. Burhanuddin A.G., M.Pd

Alamat Redaksi : Kampus Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Jalan Tgk. Imum Lueng Bata Bathoh Banda Aceh

Page 3: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

Daftar Isi

Deiksis dalam Tuturan Anak Usia 3 – 5 Tahun?

Oleh : M. Usman

Kemampuan dan Disiplin Guru Sertifikasi pada SMP Negeri 1 Kota Banda Aceh

Oleh : Syarifuddin

Pengajaran Matematik dengan Pendekatan Pengajaran Mengikuti Konteks di

Sekolah Vocational

Oleh : Murni, Mohd Uzi Dollah, Noor Shah Saad

Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Peningkatan Hasil

Belajar Biologi Siswa SMA Kota Banda Aceh

Oleh : Musriadi, Djufri, Muhibuddin

Kurikulum Integratif pada Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar

Oleh : Nurahimah Bt Mohd Yusoff , Ibrahim

Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan

Penyisihan Nutrien dan Produksi Lipida

Oleh : Irhamni, Elvitriana, Vera Viena

Implementasi Manajemen Bebasis Sekolah di SMA se Kabupaten Aceh Utara

Oleh : Jalaluddin, Munawar, Zainal Abidin Suwarja

Pengaruh Pemberian Urine Domba (Capra sp) dan Interval waktu Pemberian

terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum)

Oleh : Nurmaya Sari, M. Ridhwan, Anita Noviyanti

Pengaruh Prestasi Microteaching terhadap Prestasi PPL Mahasiswa Pendidikan

Ekonomi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Oleh : Rita Hermina, Anwar

1 – 11

12 – 21

22 – 32

33 - 46

47 - 55

56 – 64

65 - 71

72 – 80

81 - 89

Page 4: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

Page 5: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

1

DEIKSIS DALAM TUTURAN ANAK USIA 3-5 TAHUN

M. Usman

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya keunikan pada penggunaan deiksis oleh anak

usia 3-5 tahun. Permasalahan dalam penelitian ini di antaranya; 1) Bentuk lingual deiksis

apa saja yang muncul pada tuturan anak usia 3-5 tahun?; 2) Maksud deiksis apa saja yang

terbentuk pada tuturan anak usia 3-5 tahun; 3) Deiksis mana saja yang sering muncul

pada tuturan anak usia 3-5 tahun; 4) Bagaimana kekhasan deiksis pada tuturan anak usia

3-5 tahun? Yang menjadi pembahasan ini di antaranya; menemukan pengunaan deiksis

oleh anak, mendeskripsikan maksud yang terkandung dalam deiksis, menunjukan deiksis

yang sering muncul. dan mendeskripsikan kekhasan penggunaan deiksis oleh anak. Dari

hasil penelitian ini, pada usia tersebut penggunaan deiksis oleh seorang anak masih

sangat terbatas. Terbukti kemunculan deiksis yang cendrung sering terjadi pengulangan.

Penggunaan deiksis waktu tampaknya menjadi deiksis yang jarang digunakan, Untuk menunjukan waktu, seorang anak cenderung menggunakan kata-kata yang terkadang

tidak dimengerti. Pada deiksis persona, seorang anak lebih sering menggunakan leksem

keakraban. Sedangkan penggunaan deiksis ruang, bentuk kata. nomina mempermudah seorang anak dalam menunjukan sebuah tempat. Temuan penggunaan deiksis dalam

tuturan anak usia 3-5 tahun menjadi salah satu kekhasan tuturan anak.

Kata Kunci: Dieksis, Tuturan Anak

PENDAHULUAN

Pada hakikatnya, bahasa adalah bunyi-bunyi yang bermakna (Pateda, 1994). Bahasa

merupakan media bagi masusia untuk mencurahkan apa yang ada dalam perasaannya.

Untuk mendapatkan kemampuan berbahasa, seseorang akan melalui tahapan-tahapan

penting dalam pemerolehan bahasanya.

Pemerolehan bahasa (Language acquisition) dimulai sejak kita lahir. Bayi berusia

0-3 bulan sudah mampu berbahasa melalui crying atau menangis. Kemudian. bayi berusia

3 – 9 bulan sudah mampu berceloteh atau babling, anak berusia 9-14 bulan mampu menyimpan kata dalam memorinya atau lebih dikenal sebagai one word atau holofrasis,

anak berusia 14 bulan sampai 2 tahun mampu menuturkan simple sentences artinya

mampu berujar lebih dari satu kata yaitu dua kata atau lebih. Anak usia 2 - 3 tahun mulai menghasilkan ujaran yang dapat digolongkan sebagai ujaran ganda atau multiple word

utterences. Ketika anak di atas 3 tahun, mereka akan mampu mengucapkan ujaran-ujaran

yang kompleks dan disebut sebagai Complex word. Tahapan yang dilewati oleh manusia

dalam memperoleh bahasa menyimpan keunikan-keunikan yang khas dan akan dialami

oleh setiap individu. Kekhasan yang muncul pun akan beragam. Pada umumnya

kekhasan yang muncul adalah berupa ujaran-ujaran yang unik, ini terjadi pada usia balita

ketika seorang anak mampu mengutarakan kalimat yang kompleks atau disebut pula

dengan tahapan complex word (Yudi Cahyono,1995 : 289). Anak bertutur sesuai dengan

perkembangannya dan setiap tahapan akan dilalui. Sebuah tuturan sering kali mengandung unsur deiksis. Deiksis menurut pandangan

tradisional adalah tuturan luar. Menurut pandangan ini, yang menjadi pusat orientasi

deiksis senantiasa pembicara yang tidak merupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri.

Deiksis adalah kata-kata yang memibki referen berubah-ubah atau berpindah-pindah

(Wijana. 1998: 6). Selain itu, deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakikat tertentu

Page 6: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

2

dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh

penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan (Yudi Cahyono, 1995: 217).

Berdasarkan hal di atas, peneliti mencoba meneliti deiksis yang muncul dari tuturan anak (TA) usia 3 - 5 tahun. Pemilihan anak usia 3-5 tahun ini melalui

pertimbangan bahwa usia 3 - 5 tahun merupakan masa perkembangan kognisi anak. Selain

itu, pada usia ± 3,5 tahun si anak boleh dikatakan sudah mampu menguasai ("tata bahasa") bahasa ibunya (Sumarsono. 2002:136). Dalam bukunya, Kaswanti Purwo (1984: 4)

menyebutkan bahwa seorang anak ternyata mengalami kesukaran dalam mempergunakan

kata-kata deiksis. Referen kata-kata deiksis yang berganti-ganti atau berpindah-pindah itu

bagi seorang anak sangat membingungkan. Hal ini menyebabkan terkadang ujaran-ujaran

yang muncul dari anak usia 3-5 tahun memiliki kekhasan atau keunikan seperti yang

terdapat pada contoh berikut.

(1) Tante : "Ima teh bobo di mana?"

(2) Ima : "Di Teteh." -

Percakapan antara seorang tante dan seorang anak ini memunculkan kekhasan penggunaan deiksis persona (DP) untuk menunjukkan deiksis ruang (DR). Dalam

ujarannya, si anak menjawab sebuah tempat dengan menggunakan DP untuk

menunjukkan sebuah tempat. Walaupun demikian, tujuan yang ingin dicapai anak untuk menjawab pertanyaan tantenya sudah cukup tercapai. Hal demikianlah yang menjadi

ketertarikan untuk diteliti. Penelitian ini akan mencoba meneliti penggunaan deiksis waktu

(DW), DP (deiksis waktu), dan DR (deiksis waktu) yang terdapat pada ujaran anak usia 3-5 tahun.

Permasalahan mengenai pengunaan deiksis dalam tuturan anak memang sangat

menarik untuk dikaji. Pengetahuan anak mengenai kosa kata yang masih terbatas membuat

tuturan yang dihasilkan pun masih terbatas. Hal ini mempengaruhi pada penggunaan

deiksis yang memiliki referen berubah-ubah sehingga membuat seorang anak akan

mengalami kesulitan untuk menggunakan kata-kata deiksis. Oleh karena itu, peneliti akan meneliti mengenai penggunaan deiksis dalam tuturan anak agar mampu memotret gejala

bahasa yang ada pada anak usia 3 – 5 tahun. :

Sesuai dengan latar belakang masalah diatas, identifikasi masalah yang terdapat pada kajian ini adalah: 1) ditemukannya bentuk lingual DW (deiksis waktu). DP (Deilsis

persona), DR (deiksis ruang) pada TA usia 3-5 tahun; 2) terdapat kekhasan penggunaan

deiksis pada TA usia 3-5 tahun; 3) terdapat hubungan antara penggunaan deiksis pada TA (tuturan anak) usia 3-5 tahun dan pemerolehan bahasanya; 4) terdapat hubungan antara

penggunaan deiksis dan perkembangan psikologis seseorang.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, kajian ini akan dibatasi pada hal-hal

berikut: 1) penelitian ini akan ditekankan pada penggunaan deiksis pada tuturan anak usia

3-5 tahun; 2) deiksis yang dikaji adalah DW, DP. dan DR; 3) data yang digunakan adalah

data lisan yang diambil secara sembunyi-sembunyi yaitu ketika si anak beraktivitas; 4)

pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan: 1) bentuk lingual DW, DP, dan DR pada TA usia 3-5 tahun; 2) maksud

dari penggunaan DW, DP, dan DR pada TA usia 3-5 tahun; 3) DW, DP, dan DR yang

sering digunakan oleh anak usia 3-5 tahun; 4) kekhasan penggunaan deiksis pada TA usia

3-5 tahun.

Page 7: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

3

METODE PENELITIAN Dalam kajian ini pendekatan yang dipilih yaitu pendekatan kualitatif dengan metode

deskriptif, yang menggambarkan hasil dari pengumpulan data apa adanya. Metode penyelidikan deskriptif mencakup berbagai teknik deskriptif diantaranya penyelidikan

yang menuturkan. menganalisis, dan mengklasifikasi.

Data dan Sumber Data Sumber data yang terdapat dalam penelitian ini adaiah TA (tuturan anak) usia 3-5

tahun. Anak usia 3-5 tahun yang menjadi responden berjumlah 5 orang. Penelitian ini

melibatkan dua orang anak dengan usia 3 tahun, satu anak berusia 4 tahun. dan dua anak

dengan usia 5 tahun. Terdapat dua data yang digunakan dalam penelitian ini, data primer

yang akan digunakan adalah TA usia 3-5 tahun yang mengandung unsur deiksis dan data

sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini adaiah catatan selama penelitian

berlangsung. Data yang digunakan adalah TA (tuturan anak) yang mengandung unsur

deiksis.

Teknik Pengumpulan / Pengolahan Data Teknik pengumpul data yang digunakan mengenai penggunaan deiksis pada TA

usia 3-5 tahun ini adalah teknik rekam dan catat. Dengan demikian diperlukan rekaman

setiap tnturan yang keluar dari subjek serta mencatat semua kejadian yang dianggap penting saat pengambilan data berlangsung.

Melalui metode penelitian deskriptif di atas, maka kita harus menempuh beberapa

langkah untuk memilih data yang akurat hingga menganalisisnya. Langkah-langkah yang harus ditempuh adalah: 1) mentranskrip data yang telah didapat, 2) mereduksi data

yang telah ditranskrip atau dikumpulkan, 2) mengklasifikasikan data yang telah direduksi,

3) menganalisis data.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu data yang memuat TA

(tuturan anak) usia 3-5 tahun yang mengandung deiksis. Penggunaan kartu data ini

dilakukan sebagai upaya untuk mempermudah dalam menganalisis data.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1.Deskripsi Data

Setelah menempuh penelitian yang bertujuan menemukan penggunaan deiksis pada

tuturan anak usia 3-5 tahun, akhirnya dapat ditemukan beberapa bentuk deiksis yang dipakai oleh anak di usia tersebut. Bentuk-bentuk deiksis yang muncul, keberagamannya

sangat ditentukan dari kosakata yang dikuasai oleh anak tersebut.

Menurut hasil penelitian, deiksis yang digunakan oleh anak usia 3-5 tahun memang tidak terlalu beragam dan masih terbatas pada apa yang mereka mengerti dan

pahami saja. Maksud yang dimunculkan pun terkadang tidak sesuai dengan makna

sebenarnya dari bentuk deiksis tersebut. Berikut analisis dan maksud yang muncul dari

bentuk-bentuk lingual DW pada TA usia 3-5 tahun di Jalan Percetakan Negara X-B No. 6

Blok C Rawasari, Jakarta Pusat.

Page 8: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

4

DW 1

R1 : “Ini punya orang?”

Tante : “Iya.” R1 : “Teteh.”

Tante : “Iya, punya teteh yang kemarin.”

R1 : “Yang kemarin?”

Konteks: Pada saat penelitian berlangsung, peneliti hanya mengamati dari dekat tanpa

terlibat langsung dalam percakapan tersebut. Pada saat percakapan, keadaan R1 sedang

berkumpul dan bermain bersama beberapa anggota keluarganya, namun yang terlibat

dalam percakapan ini hanya R1 dan Tante R1.

Analisis: Dw yang muncul pada tuturan ini adalah kemarin. DW kemarin yang dituturkan

oleh R1 maksud yang ingin dicapainya memang sudah sesuai. DW ini digunakan untuk

menunjukkan waktu satu hari sebelum hari pada saat tuturan ini dituturkan. Namun,

munculnya DW yang dituturkan R1 merupakan stimulus dari tuturan Tantenya yang pertama kali menuturkan DW kemarin. Stimulus ini memungkinkan RI mengikuti tuturan

yang dituturkan oleh Tantenya. Selain R2 yang menggunakan DW ini, beberapa

responden lain pun pernah menggunakan DW yang sama.

DW 2

R1 : “Ibu yang itu Bu, yang Gasibu.” Ibu : “Tegal Lega.”

R1 : “Tegal Lega.”

Ibu : “Kayak pernah ke Gasibu.”

R1 : “Pernah, jam sepuluh tea.”

Konteks: Pada saat penelitian berlangsung, peneliti hanya mengamati dari dekat tanpa terlibat langsung dalam percakapan tersebut. Pada saat percakapan, keadaan R1 sedang

berkumpul dan bermain bersama keluarganya,kali ini terlibat dalam percakapan bersama

R1 adalah Ibu R1. Analisis: DW yang muncul pada tuturan ini adalah jam sepuluh. Melihat dari percakapan

antara R1 dan Ibu R1, maksud yang ingin dicapai dari DW yang dituturkan R1 ini adalah

waktu yang telah lampau dan tidak jelas tepatnya keadaan tersebut berlangsung. Selain R2 yang menggunakan DW ini, beberapa responden lain pun pernah menggunakan DW yang

sama.

DW 3

Rl : "Ikan mana, Bu?"

Ibu : "Itu di sana."

Rl : "Mana?"

Ibu : "Apa? Belinya. tadikan Ibu bilang di Tegal Lega." Rl : "Oh. di Tegal Lega. Malem ya, Bu!"

Ibu : "Iya malem."

Konteks: Percakapan ini berlangsung ketika Ibu Rl sedang menyuapi makanan pada R1.

Peneliti tidak terlibat langsung dalam penelitian ini, hanya mengamati dari dekat saja

walaupun terkadang terlibat percakapan dengan intensitas yang tidak banyak.

Page 9: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

5

Analisis: DW yang muncul pada tuturan ini adalah malem. Sama halnya dengan DW yang

digunakan pada tuturan sebelumnya, DW malem yang digunakan oleh R1ingin

menjelaskan waktu yang telah lampau dan tidak jelas tepatnya keadaan tersebut berlangsung. Selain R2 yang menggunakan DW ini, beberapa responden lain pun pemah

menggunakan DW yang sama.

DW4

R2 : "Aku teh pengen sekolah TK, sokr

Tante R2 : "Fi, main yuk!"

R2 : "Ayo. sekarang kemarin? Aa. ayo main."

Tante R2 : "Bodor kamu mah."

Konteks: Percakapan berlangsung antara R2 dan Tantenya, namun pada saat itu pun

terdapat beberapa anggota keluarga lainnya. Peneliti berada di tengah-tengah situasi

tersebut tetapi tidak terlibat langsung dalam percakapan. Sifat pemalu R2 yang membuat

peneliti tidak mampu berinteraksi terlalu banyak. peneliti hanya mengamati dari dekat.

Percakapan ini berlangusng ketika R2, bermain dan makan.

Analisis: Terdapat dua buah penggunaan DW. DW yang ditemukan adalah sekarang dan

kemarin. Kedua DW yang digunakan oleh R2 pada saat itu merupakan pilihan kepada

mitra tuturnya. Tawaran bermam, apakah bermainnya akan dilaksanakan sekarang atau kemarin0. Penggunaan DW sekarang sudah sesuai, namun untuk penggunaan kemarin

sebagai lawan kata dari sekarang dirasa kurang sesuai. DW yang dirasa sesuai

menggantikan kemarin adalah DW nanti. Hal "ini sebenarnya tidak mengubah maksud yang ingin dicapai, karena pada akhirnya antara R2 sebagai penutur dapat menvampaikan

maksudnya kepada mitra tutur. Selain R2 yang menggunakan DW ini, beberapa

responden lain pun pernah menggunakan DW yang sama.

DW5

Peneliti: "Ma, kapan datang ke sini?"

R3 : "Sama mamah." Peneliti : "Kapan?"

R3 : "Jadi."

Peneliti : "Kapan tadi teh.7

R3 :"Sore."

Konteks: Percakapan ini berlangsung di rumah peneliti, ketika R3 tengah bermain bersama

peneliti. Analisis: DW yang muncul pada tuturan di atas adalah tadi dan sore. Untuk memunculkan

penggunaan deiksis pada responden temtama R3 ini, peneliti memberikan stimulus

berupa pertanyaan-pertanyaan yang sekiranya akan memunculkan deiksis. Maksud yang ingin disampaikan oleh R3 dengan penggunaan DW tadi dan sore adalah

menyatakan waktu yang telah lampau. Namun, DW ini sering digunakan R3 untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan waktu. Dalam beberapa

pertanyaan meng^nai waktu,

R3 tetap akan menjawabnya dengan DW tadi dan sore. Selain R3 yang

mengguna-kan DW ini. beberapa responden lain pun pernah menggunakan DW yang

sama.

Page 10: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

6

DP1

R1 :”Ini punya orang?

Tante R1 :”Iya” R1 :”Teteh”

Tante R1 :”Iya, punya Teteh yang kemrin”

Konteks: Percakapan terjadi antara Rl, Tantenya. dan Ibunya. Ketika percakapan

berlangsung, keadaan mereka sedang bermain. Saat pengambilan data ini, peneliti tidak

terlibat langsung dan hanya mengamati dari jarak dekat.

Analisis: Terdapat dua buah pengunaan DP. DP yang pertama adalah orang,

maksud yang terbentuk dari DP ini adalah orang lain yang berkedudukan sebagai orang

ketiga tunggal. Hal ini dipertegas dengan tuturan berikutnya yaitu DP kedua yaitu Teteh.

Teteh adalah panggilan untuk kakak perempuan, karena posisinya pada saat itu orang yang

dibincangkan tidak berada pada saat tuturan dituturkan, maka kedudukannya sebagai orang

ketiga tunggal.

DP2 Rl : "'Yang kemarin? Aya-aya, Dede mah manyun. Uda pergi jauh."

Ibu Rl : "Pergi ke mana?"

Rl :"Jauh."

Konteks: Percakapan terjadi antara Rl dan Ibu Rl. Peneliti memang tidak terlibat langsung

dalam percakapan ini, namun peneliti tetap mengamati dari jarak dekat. Saat percakapan

ini berlangsung, situasi Rl dalam keadaan bermain dan Ibu Rl ikut menemani.

Analisis: DP yang ditemukan pada tuturan ini adalah Dede. Dalam tuturan ini DP

Dede menunjukan kata ganti orang pertama tunggal. Rl lebih sering dipanggil Dede oleh

seluruh anggota keluarga daripada dipanggil dengan nama aslinya. Kebiasaan ini

mengakibatkan Rl pun akan selalu menyebutkan DP ini untuk menunjuk dirinya. Namun

ketika Rl sedang berkomunikasi dengan orang lain terutama dengan anak seumurnya. Rl akan menggunakan nama sendiri sebagai panggilannya. Dalam beberapa kesempatan saat

melakukan penelitian, DP ini sangat sering muncul dibandingkan dengan penggunaan

nama untuk menunjukan DP.

DP3 Ibu Rl : "Dede siapa, sih?" Rl : "Punya Dede, punya aku."

Konteks: Percakapan terjadi antara Rl dan Ibu Rl. Peneliti memang tidak terlibat langsung

dalam percakapan ini, namun peneliti tetap mengamati dari jarak dekat. Saat percakapan

ini berlangsung, situasi Rl dalam keadaan bermain dan Ibu Rl ikut menemani.

Analisis: Terdapat dua buah penggunaan DP. Leksem Dede telah dijelaskan pada

analisis sebelumnya. Laksem aku digunakan Rl sebagai kata ganti pertama tunggal.

Leksem ini pun sempat digunakan beberapa kali ketika penelitian ini berlangsung.

Biasanya leksem ini muncul apabila Rl tengah bermanja-manja atau terkadang ketika dia

ingin mempertegas sesuatu. Misalnya untuk mempertegas hak kepemilikan barang yang

dimilikinya.

Page 11: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

7

DP4 Ibu Rl : "Ke sini. De!"

Rl : "Gak mau, Ate mana? Dadah, mau pergi. Mah, mau ipin upin. Teteh sini. Ate ngomong."

Konteks: Percakapan terjadi antara Rl dan Ibu Rl. Peneliti memang tidak terlibat langsung dalam percakapan ini, namun peneliti tetap mengamati dari jarak dekat. Saat percakapan

ini berlangsung, situasi Rl dalam keadaan bermain dan Ibu Rl.

Analisis: Dalam tuturan ini ditemukan beberapa penggunaan DP. Leksem Ate

maksudnya digunakan R1 sebagai panggilan kepada Tantenya, leksem Ate /atƏ/ diambil

dari leksem Tante, digunakan sebagai kata ganti orang kedua tunggal. Menurut informasi

yang diberikan oleh salah satu anggota keluarganya, Rl memang pada awalnya sudah

dibiasakan untuk menggunakan DP ini sebagai panggilan untuk saudara kandung dari ibu

atau Ayahnya. Selain itu, leksem lain yang ditemukan adalah mah. Leksem ini digunakan

Rl sebagai penggilan untuk neneknya, penggilan ini terbentuk dari pengamatan Rl yang sering mendengarkan Ibu kandungnya menggunakan leksem mah untuk memanggil

neneknya. Namun, singkatan dari sebuah leksem apabila tidak diikuti oleh penggunaan

nama diri maka tidak dapat dikatakan sebagai deiksis. DP lain yang ditemukan adalah teteh yang telah dijelaskan pada analisis sebelumnya.

DP 5 Rl : '"Mau minum."

Ayah Rl: "Minum air biasa.ya! Jangan air manis."

Rl : "Kulkas, Bu! Dapur owe-owe"

Ibu Rl' :"Hayu."

Rl : "Ibu mana balon?"

Konteks: Percakapan terjadi antara Rl, Ayahnya. dan Ibunya. Ketika percakapan

berlangsung keadaan mereka sedang berkumpul. Terkadang ada beberapa anggota

keluarga yang ikut serta dalam percakapan ini. namun intensitasnya tidak terlalu banyak.

Dari hasil analisis mengenai DP pada tuturan anak usia 3-5 tahun, DP yang

ditemukan sangat beragam. Setiap penggunaan penunjuk persona, setiap responden

menunjukan fenomena yang serupa. Meskipun apa yang mereka tuturkan berbeda, namun

pada dasarnya mereka menggunan DP yang serupa dan dengan kekhasannya masing-

masing. Berikut maksud dan analisis yang muncul dari penggunaan DR pada tuturan anak

usia 3-5 tahun di Jalan Percetakan Negara X-B No. 6 Blok C Rawasari, Jakarta Pusat

DR1

Ibu R1 : "Pergi kemana?"

Rl :"Jauh."

Ibu R1 : "Jauh kemana?"

Rl : "Ke Jogja (pusat perbelanjaan). terus ke Bandung."

Konteks: Percakapan terjadi antara Rl, Tantenya. dan Ibunya. Ketika percakapan

berlangsung keadaan mereka sedang bermain. Analisis: Pada tuturan di atas. Rl menggunakan bentuk nomina untuk menyatakan

DR. Laksem yang berupa nomina baru dapat menjadi DR apabila dirangkaikan dengan

preposisi hal ruang (Kaswanti Purwo, 1984: 37). Dalam tuturan Rl, preposisi hal ruang

Page 12: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

8

melekat pada nomina. sehingga leksem Jogja dan Bandung dapat dijadikan penunjuk

ruang (DR) karena dirangkaikan dengan preposisi hal ruang yaitu ke. Maksud dari leksem

Jogja yang dituturkan Rl adalah pusat perbelanjaan yang biasa R1 kunjungi bersama orang tuanya, sedangkan DR ke Jakarta. Rl tuturkan untuk menunjukan sebuah tempat yang ia

ketahui dari tuturan orang-orang disekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari tuturan berikutnya

yang menyatakan bahwa kota Jakarta merupakan sebuah kampung. Berikut tuturan yang melengkapi tuturan di atas.

Ibu Rl : "Kenapa Ade tadi tidurnya sebentar? Eh. Jakarta teh di mana?"

R1 : "Di kampung."

Tuturan yang digarisbawahi pun bersifat ruang karena bentuk nomina diikuti oleh

preposisi hal ruang.

DR2

Rl : "Susu, Bikinin susu Dede haus susu. Ayah kemana? Maa ke bawah?" Ayah Rl : "lya, mau pergi."

Rl : "Naik motor. Yah?"

Konteks: Percakapan terjadi antara Rl. Ayahnya. dan Ibunya. Ketika percakapan

berlangsung keadaan mereka sedang berkumpul.

Analisis: Maksud yang ingin disampaikan dari penunjuk ruang dia atas adalah ruangan yang berada di bawah, karena pada saat tuturan berlangsung Rl dan Ayahnya

tengah berada di lantai dua.

DR3

Ibu Rl : "Balon apa, Sa?"

Rl : "Ibu, itu Bu yang di Gasibu." Ibu Rl : "Tegal Lega."

Rl : 'Tegal Lega."

Konteks: Percakapan terjadi antara Rl. Ayahnya. dan Ibuiiya. Ketika percakapan

berlangsung keadaan mereka sedang berkumpul.

Analisis: Penggunaan nomina untuk menunjukan hal ruang digunakan kembali oleh

Rl pada tuturan ini. Nomina ini data menjadi penunjuk ruang saat dirangkaikan

dengan preposisi hal ruang seperti ke. Dapat dilihat dari tuturan Rl yang menuturkan ke Gasibu. Lain halnya dengan nomina Tegal Lega yang tidak dirangkaikan dengan preposisi

hal ruang maka leksem ini tidak dapat dikatakan sebagai DR. Dalam tuturan lain laksem

yang sama yaitu Tegal Lega dapat dikatakan DR karena dirangkaikan dengan preposisi hal ruang, berikut tuturannya.

Ibu Rl : Apa? Belinya? Tadi kan udah bilang di Tegal Lega."

Rl : "Oh, di Tegal Lega malem ya bu."

DR4

Ibu R2 : “Fi, Ali ke mana?"

R2 : "Ke mesjid. Itu naon?"

Tante R2 : "Jangan yah."

Page 13: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

9

Konteks. Percakapan terjadi antara R2, Tantenya, dan Ibunya. Ketika percakapan

berlangsung keadaan mareka sedang bermain dan makan.

Analisis:Sama halnya dengan penggunaan DR sebelumnya, nomina sering digunakan sebagai penunjuk hal ruang dengan penggunaan preposisi hal ruang. Seperti

pada tuturan di atas yang mengandung penunjuk ruang ke mesjid. DR ke mesjid yang

dimaksud adalah untuk menunjukan keberadaan kakaknva yang ditanyakan oleh Tantenya.

DR5 Ibu R2 : "Sini, Afi nya."

R2 :"Mau jajan."

Tante R2: "Mau jajan di mana?"

R2 : "Di warung."

Konteks: Percakapan terjadi antara R2, Tantenya, dan Ibunya. Ketika percakapan

berlangsung keadaan mereka sedang bermain dan makan.

Analisis: Sama halnya dengan penggunaan DR sebelumnya, nomina sering digunakan

sebagai penunjuk hal ruang tentunya dengan penggunaan preposisi hal ruang. Seperti pada tuturan di atas yang mengandung penunjuk ruang di warung. DR di warung yang

dimaksud adalah untuk menunjukan tempat yang ingin dituju oleh R2.

Deiksis yang Sering Digunakan pada Tuturan Anak Usia 3-5 Tahun di Jalan

Percetakan Negara X-B No. 6 Blok C Rawasari, Jakarta Pusat

Berdasarkan hasil pendeskripsian dan analisis data pada penelitian ini, beberapa jenis deiksis mendominasi dalam penggunaannya. Peneliti menemukan kurang lebih 15

situasi tuturan, dalam setiap tuturan tersebut mengandung satu atau bahkan lebih unsur

deiksis. Deiksis yang ditemukan pun beragam jenisnya, seperti DW. DP, DR. dan bahkan

deiksis sosial. Deiksis yang menjadi objek penelitian adalah DW, DP, dan DR. Dari

ketiga jenis deiksis yang terdapat pada TA usia 3-5 tahun. DP merupakan jenis deiksis

yang cukup sering digunakan. Dari kurang lebih 54 deiksis yang ditemukan, DP termasuk

deiksis yang sering muncul. Berikut jumlah jenis deiksis yang sering muncul: 1) DW berjumlah 14 buah" 2) DP berjumlah 20 dan 3) DR yang berjumlah 20 buah.

Setiap jenis deiksis di atas, banyak leksem yang digunakan baik itu sebagai

penunjuk waktu, penunjuk persona, dan penunjuk ruang. Berikut bentuk-bentuk lingual

DW yang sering digunakan pada tuturan anak usia 3-5 tahun di Jalan Percetakan Negara

X-B No. 6 Blok C Rawasari, Jakarta Pusat

Menurut temuan penggunaan DW yang ditemukan pada TA (tuturan anak) usia 3-5,

leksem penunjuk waktu kemarin dan tadi menjadi leksem yang sering digunakan.

Persentase 16% pada masing-masing leksem membuktikan bahwa dua leksem tersebut

merupakan leksem yang lebih sering digunakan. Menurut temuan penggunaan DP yang ditemukan pada TA usia 3-5, leksem

kekerabatan Ibu, Ayah, Kakak,dm Iain-lain merupakan leksem yang sering digunakan.

Jumlah 74 leksem kekerabatan yang ditemukan, merupakan jumlah keseluruhan dari macam-macam leksem kekerabatan yang digunakan. Leksem ini sering digunakan karena

dalam kegiatannya sehari-hari anak tidak akan lepas dari orang-orang yang berada

disekitarnya terutama anggota keluarga. Faktor inilah yang membuat leksem kekerabatan lebih sering digunakan oleh anak usia 3-5 tahun karena pada dasamya mereka masih

sangat tergantung pada anggota keluarga lainnva.

Page 14: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

10

TA usia 3-5, laksem rumahlah yang sering digunakan. Dari 38 buah leksem,

leksem rumah ditemukan 12 kali penggunaannya. Pada dasamya DR yang digunakan oleh

anak usia 3-5 tahun lebih sering memunculkan kelas kata nomina yang sebenamya tidak dapat digunakan sebagai penunjuk ruang. Namun, kelas kata nomina baru dapat merjadi

penunjuk ruang apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang, dan inilah yang

digunakan oleh anak usia 3-5 tahun. Mereka lebih sering menggunakan DR seperti itu dibandingkan dengan penggunaan DR proksimal, semi proksimal, dan distal.

Berdasarkan hasil penelitian ini, usia 3-5 tahun merupakan usia ketika seorang anak

kritis dalam menerima hal-hal baru termasuk kritis dan peka terhadap pemerolehan

bahasa. Namun, penggunaan deiksis belum terlalu banyak digunakan oleh anak pada usia

ini. Seperti yang telah disebutkan bahwa referen ' yang berganti-ganti membuat anak

kesulitan untuk menggunakan deiksis.

Menurut hasil penelitian bersama lima responden yang terlibat dalam penelitian ini,

penggunaan DW oleh mereka masih sebatas penunjuk waktu yang sering mereka dengar

saja tanpa mengetahui makna leksikal dari penunjuk waktu tersebut. Misalnya pada leksem tadi, makna dari leksem tadi adalah waktu yang belum lama berlalu. Namun,

terdapat responden yang menggunakan leksem ini untuk menyatakan waktu yang telah

lama berlalu. Dari kelima responden yang terlibat dalam penelitian ini, hampir seluruh responden melakukan hal yang serupa meski menggunakan leksem yang tak sama. Ini

merupakan sebuah kekhasan yang muncul dari penggunaan DW oleh anak usia 3-5 tahun.

Untuk penggunaan DP, anak pada usia ini lebih sering menggunakannya. Hal ini dapat diperkuat dari banyaknya intenitas kemunculan DP pada setiap tuturan responden.

Yang menjadi kekhasan penggunaan DP pada tuturan anak usia 3-5 tahun adalah sering

ditemukannya nama diri sebagai penunjuk persona. Nama diri yang mudah diingat

membuat anak di usia ini lebih sering menggunakannya dibandingkan menggunakan kata

ganti persona aku, saya, kamu, kalian, mereka, dan Iain-lain, walaupun kata ganti tersebut

diterhukan pula dalam beberapa tuturan. Selain nama diri, leksem kekerabatan seperti Ayah, Ibu, Mamah, Bapak, Kakak, juga sering muncul. Namun, nama diri penggunaannya

lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan penunjuk persona lainnya.

DR yang ditemukan pada TA usia 3-5 tahun. memiliki kekhasannya tersendiri. Penggunaan kelas kata nomina yang sangat mendominasi membuat hampir seluruh

temuan DR berbentuk nomina. Kelas kata nomina ini tidak berdiri sendiri, karena kelas

kata nomina dapat dijadikan penunjuk ruang apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang seperti ke, dari dan di. Misalnya DR ke sekolah, ke rumah. di warung, merupakan

bentuk lingual deiksis yang sering muncul. Bentuk-bentuk demikian digunakan oleh anak

karena kekayaan kosakata mereka terbatas pada referen apa yang mereka ketahui. Dalam

kegiatan sehari-sehari, seorang anak hanya akan berkutat pada tempat-tempat yang biasa

mareka kunjungi saja,dan tentunya ini sangat berpengaruh terhadap pengetahuan mareka

mengenai kosa kata.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis penggunaan deiksis dalam TA (tuturan anak) usia 3-5

tahun di Jalan Percetakan Negara X-B No. 6 Blok C Rawasari Jakarta Pusat, dapat diambil

kesimpulannya sebagai bfcrikut.

1. Ditemukannya bentuk-bentuk lingual dari DW, DP. dan DR.

a. Bentuk lingual DW yang ditemukan: di antaranya adalah kemarin, penunjuk

waktu (jam delapan, jam sembilan, jam sepuluh), malam. sekarang, (tadi, sore,

besok, nanti, waktu itu, senin, dan selasa.

Page 15: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

11

b. Bentuk lingual DP yang ditemukan di antaranya: bentuk-bentuk leksem

kekerabatan seperti:

Kakak,Tante,Ibu,Ayah,Mamah,Bapak,Teteh.Selain laksem kekerabatannya

itusendiri. Pengunaan singkatan dari laksem kekerabatan yang dirangkaikan

dengan nama diri pun sering ditemukan. c. Bentuk lingual DR ditemukan penggunaan kelas kata nomina yang dirangkaikan

dengan preposisi hal ruang sehingga mampu dijadikan sebagai penunjuk ruang.

2. Referen deiksis yang berpindah-pindah atau berganti-ganti membuat seorang anak menggunakan dan memahami penggunaan deiksis. Maksud yang terbentuk pada

penggunaan sebuah deiksis memang sangat bergantung pada konteks pada saat tuturan

berlangsung. Maksud yang ingin dicapai penutur terkadang berbeda dengan apa yang

dimaksudkan oleh mitra tuturnya. terkadang deiksis yang digunakan oleh anak

maksudnya berbeda dengan makna sebenarnya dari deiksis tersebut. Misalnya dalam

kasus penggunaan DP om Rahmat yang maksudnya digunakan sebagai penunjuk

ruang yaitu warung milik pak Rahmat.

3. Menurut hasil penelitian penggunaan deiksis dalam tuturan anak usia 3-5

tahun. menurut jenisnya, DP lebih dominan dibandingkan dengan deiksis lainnya. Dari

54 buah bentuk lingual deiksis yang ditemukan, penggunaan DP mendapatkan jumlah terbanyak yaitu 25 buah. Di susul oleh pengunaan DR ditemukan 24 buah dan terakhir

adalah bentuk lingual DW yang berjumlah 25 buah tersebut tidak terlepas dari leksem-

leksem yang digunakan sebagai penunjuk persona.

4. Kekhasan penggunaan deiksis pada TA usia 3-5 tahun sebenarnya tidak jauh berbeda

dengan kekhasan pada tuturan anak usia 3-5 tahun. Jika pada dasarnya tuturan anak

memiliki kekhasan penggunaan kosakata yang masih bergantung pada keterbatasan

pengetahuan mereka akan referennya.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. (2002). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Darjdowidjojo, Soenjono. (2008). Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1992). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka. Harras, Kholid A. Dan Andika Dutha Bachari. (2009). Dasar-dasar Psikolinguistik.

Bandung: UPI PRESS

Kushartanti, Untung Yuwono. dan Multamia RMT Lauder. (2009). Pesona Bahasa:

Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka "-- Utama.

Kridalaksana, Harimurti. (2001). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

M.S., Mahsun. (2005). Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan

Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nadar, Franciscus Xaverius. (2009). Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Page 16: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

12

KEMAMPUAN DAN DISIPLIN GURU SERTIFIKASI PADA

SMP NEGERI 1 KOTA BANDA ACEH

Syarifuddin

ABSTRAK

Sertifikasi guru merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas

guru sehingga proses pembelajaran di sekolah menjadi berkualitas. Keberadaan sertifikasi

diharapkan dapat meningkatkan pendidikan yang berkualitas, karena untuk mewujudkan

pendidikan berkualitas tidak dapat dipisahkan dengan peran tenaga pendidik dan

kependidikan. Sebagai tenaga pendidik, guru memiliki peran yang sangat penting dan

strategis dalam proses belajar mengajar. Sosok guru, merupakan sebuah profesi yang

mulia, karena dari gurulah, semua orang mengetahui ilmu pengetahuan dan etika.

Berdasarkan asumsi diatas, focus kajian pada penelitian ini tentang bagaimana kemampuan dan kedisiplinan guru yang sudah lulus sertifikasi pada SMP Negeri 1 Kota

Banda Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pedagogik,

kemampuan professional, dan kepribadian guru SMP Negeri 1 Kota Banda Aceh yang sudah lulus sertifikasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui observasi dan studi dokumentasi. Subjek

penelitian adalah kepala sekolah dan guru yang sudah lulus sertifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kemampuan guru yang telah lulus sertifikasi pada SMPN 1

Kota Banda Aceh berkenaan dengan kemampuan pedagogik menunjukkan hasil yang

baik, kemampuan ini dilaksanakan melalui berbagai program kegiatan seperti

meningkatkan kompetensi melalui MGMP, Kemampuaan guru dalam Pelaksanaan

pengelolaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dilakukan berdasarkan standar

isi dan standar kompetensi kelulusan dan peraturan pelaksanaannya. Kemampuan guru terhadap kompetensi pedagogik terlihat mengacu kepada peningkatan yang lebih baik. (2)

Kedisiplinan guru yang telah lulus sertifikasi pada SMP Negeri 1 Banda Aceh telah

menuju kearah yang lebih baik, kedisiplinan guru ini dilaksanakan dengan cara konseptual, yang meliputi kehadiran dalam kelas dan luar kelas. Melaksanakan tugas

sebagai guru piket dan memperhatikan kesiapan siswa dalam kelas untuk memenuhi

proses pembelajaran sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Kepala sekolah dalam menegakkan disiplin guru sering menegur yang datang ke sekolah terlambat, juga

menegur guru yang tidak membuat persiapan mengajar, serta memberi himbauan kepada

seluruh guru pada saat pertemuan rapat guru tentang pentingnya penegakan disiplin di

sekolah.

Kata Kunci : Kemampuan dan Kedisiplinan Guru

PENDAHULUAN

Untuk kemajuan bangsa ini ke arah yang lebih baik terletak pada keberadaan

pendidikan yang berkualitas pada saat ini. Pendidikan yang berkualitas hanya akan muncul apabila terdapat lembaga pendidikan yang berkualitas. Karena itu, upaya

peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan pemerintah merupakan harapan masyarakat

untuk menciptakan dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Dalam hal ini

peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia melalui sektor pendidikan menempatkan

Sekolah sebagai pendidikan formal bukan hanya sebagai system terbuka, tetapi

Page 17: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

13

merupakan fungsi utnuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran, dan latihan, namun harus peka dalam menyesuaikan diri dan dapat

mengantisipasi perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Namun berbagai kendala atau hambatan tetap saja dijumpai guru dalam

pelaksanaan pembelajaran dan hal ini mempengaruhi kinerja guru di lapangan, baik

kendala yang bersifat internal maupun eksternal. Salah satu perkembangan yang terjadi diantaranya adalah peningkatan kualitas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

dan serta peningkatan kompetensi tenaga pendidik yang diberikan melalui sertifikasi.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Bab XVI

Pasal 61 ayat (3)

“Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga

pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap

kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang

diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga

sertifikasi”.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan

penelitian tentang “Kemampuan dan Kedisiplinan Guru yang Sudah Lulus Sertifikasi pada SMP Negeri 1 Kota Banda Aceh”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

a. Kemampuan pedagogik guru SMP Negeri 1 Kota Banda Aceh yang sudah sertifikasi.

b. Kemampuan profesional guru SMP Negeri 1 Kota Banda Aceh yang sudah lulus

sertifikasi.

c. Kepribadian guru SMP Negeri 1 Kota Banda Aceh yang sudah lulus sertifikasi.

LANDASAN TEROTIS

Konsep Kompentesi Guru

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab

XI, Pasal 39 ayat 2 dinyatakan bahwa:”Pendidik merupakan tenaga profEsional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan

pengambdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.

Pengertian Kompetensi

Glickman dalam Bafadal (2004:6) menyatakan bahwa: ”seseorang guru dapat

dikatakan profesional bilamana memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan

motivasi kerja tinggi (high level of commitment)”. Komitmen lebih luas daripada concern

sebab komitmen itu mencakup waktu dan usaha. Tingkat Komitmen guru terbentang

dalam satu garis kontinum, bergerak dari yang paling rendah menuju yang paling tinggi.

Profesionalisme Guru Guru profesional adalah guru yang mampu menerapkan hubungan yang berbentuk

multidimensional. Guru yang demikian adalah guru yang secara internal memenuhi

kriteria administratif, akademis dan kepribadian.

Menurut Nurdin (2004:20) persyaratan guru yang profesional adalah “sehat

jasmani dan rohani, bertakwa, berilmu pengetahuan, berlaku adil, berwibawa, ikhlas,

Page 18: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

14

mempunyai tujuan, mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan serta

menguasai bidang yang ditekuninya”.

Peranan Sertifikasi Guru Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikasi pendidik kepada guru yang

teelah memenuhi persyaratan tertentu yaitu memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan yang layak.

(Muslich, 2007:2).

Landasan yuridis diberilakukan sertifikasi guru dan dosen antara lain: (1)

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; (2) peraturan

Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; (3) Undang-

Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; (4) Draff Rancangan Peraturan

Pemerintah (RPP) yang rencananya Oktober 2006 akan segera diberlakukan bahkan

menurut Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas Dr. Fasla Djalal, Ph. D. (Pikiran Rakyat, 6 Oktober 2006 hal. 12) mengatakan

bahwa: ‘’Awal Januari 2007 take home pay guru Minimal 3 juta”.

Tujuan sertifikasi dijelaskan oleh Samani (2006:10) adalah untuk menentukan tingkat kelayakan seseorang guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran

di sekolah dan sekaligus memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi

persyaratan dan lulus uji sertifikasi.

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha untuk mendeskripsikan

peningkatan kemampuan dan kedisiplinan guru yang sudah disertifikasi pada SMP Negeri

1 Kota Banda Aceh. Berdasarkan ruang lingkup kajian penelitiannya, maka penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada SMP Negeri 1 Kota Banda Aceh. Penelitian lebih

difokuskan pada guru-guru yang telah lulus sertifikasi dari seluruh bidang studi yang ada

pada SMP Negeri 1 Kota Banda Aceh. Waktu penelitian secara resmi dilaksanakan sesuai jadwal yang telah disahkan

bagian akademik, yaitu pada Awal bulan September 2012 sampai dengan 1 Januari 2013.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 1 orang kepala sekolah dan guru-guru pada

SMP Negeri 1 Kota Banda Aceh, serta 1 orang koordinator pengawas sekolah (Korwas),

Kesemua Subjek ini diharapkan sebagai informasi bagi keperluan penelitian.

Instrumen Penelitian

Adapun instrumen penelitian yang dimaksudkan dalam penelitian kwalitatif

adalah peneliti sendiri, karena peneliti mampu menyesuaikan dengan keadaan realitas di

lapangan. Berdasarkan pada variabel, sub variabel dan indikator di atas, maka perlu

dijelaskan lebih lanjut pada pedoman wawancara dan pedoman observasi sebagai

persiapan permulaan yang perlu diperbaiki kembali jika terjadi penambahan fenomena di

lapangan.

Page 19: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

15

Teknik pengumpulan data

Alat yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data yaitu menggunakan

observasi, Wawancara dan Dokumentasi.

1). Observasi

Dalam kegiatan observasi peneliti melakukan pencatatan secara sistematis, semua kejadian, perilaku, objek yang dilihat. Pertama – tama penyelidikan secara umum,

disini peneliti berusaha untuk mengumpulkan informasi, fakta dan data sebanyak-

banyaknya.

2). Wawancara

Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang dibuat

berdasarkan kisi-kisi pengumpulan data. Pedoman ini dibuat dan dirumuskan dalam

bentuk terbuka.

3) Dokumentasi

Walaupun dalam penelitian kualittif kebanyakan data diperoleh dari sumber data

melalui observasi dan wawancara, dokumentasi digunakan juga untuk memperoleh data tentang aktivitas pendidikan sekolah, program kerja dan evaluasi, tingkat pendidikan dan

pengalaman, serta penataran-penataran penting yang diikuti yang mencerminkan

kompetensi seorang guru. Studi dokumentasi, yaitu mempelajari data-data yang telah didokementasi berupa aktivitas Kepala Sekolah, program Kepala Sekolah/Program

supervisi, serta evaluasi.

Teknik analisa data

Langkah-langkah analisis data mengikuti langkah-langkah reduksi data, display

data dan mengambil kesimpulan dan verifikasi. 1. Tahap Reduksi

Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menelaah seluruh data yang

telah dikumpulkan dari lapangan penelitian, sehingga dapat ditemukan hal-hal pokok daripada objek yang diteliti. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah mengumpulkan data

atau informasi dari catatan hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi dan

selanjutnya mencari inti atau pokok-pokok yang dianggap penting dari setiap aspek yang diteliti.

2. Tahap Display

Adapun kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap ini adalah merangkum data dan

temuan-temuan penelitian dalam suatu situasi yang sistematis untuk mengetahui makna

pelayanan perpustakaan sekolah yang diteliti. Selanjutnya melalui display data dapat

memudahkan bagi peneliti untuk menginterprestasikan terhadap data yang telah

dikumpulkan. 3. Tahap Verifikasi

Pada tahap ini dilakukannya verifikasi data maka perlu dilakukan pengkajian

tentang kesimpulan yang telah diambil dengan data pembanding dari teori yang relevan. Pengujian dimaksud adalah untuk melihat kebenaran hasil analisis, sehingga melahirkan

kesimpulan yang dapat dipercaya.

Page 20: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

16

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan data lapangan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian,

hasil penelitian disajikan di bawah ini.

1. Kemampuan Guru yang Telah Lulus Sertifikasi Hasil wawancara dengan semua subjek penelitian dapat disimpulkan bahwa

kemampuan guru yang telah lulus sertifikasi di SMPN 1 Banda Aceh sebagai berikut :

Kemampuan guru yang telah lulus sertifikasi pada SMPN 1 Banda Aceh

dilakukan dengan program peningkataan kompetensi melalui MGMP, melalui penyusunan

silabus, RPP, program tahunan, KKM, dan rincian minggu efektif, peningkatan mutu

dalam proses pembelajaran, mengadakan supervisi PBM/KBM, supervisi ADM serta

menindak lanjuti proses PBM

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru menyatakan bahwa: “kepala sekolah

sering membimbing dan mengadakan spervisi terhadap guru-guru yang telah lulus

sertifikasi pada saat proses belajar mengajar dengan tujuan agar pencapaian peningkatan guru dapat terlaksana dengan baik”.(Guru 1)

Hasil wawancara dengan guru menyatakan bahwa :

“program yang telah dilakukan oleh kepala sekolah terhadap kami yang telah lulus sertifikasi dilakukan melalui MGMP, tata cara penyusunan silabus, RPP berkarakter,

program tahunan, KKM, dan rincian mingu efektif, mengadakan supervise dalam proses

pembelajaran, mengadakan supervisi PBM/KBM, supervisi ADM serta menindak lanjuti proses PBM”.(Guru 2)

Keterlibatan guru yang telah disertifikasi dalam kegiatan peningkatan

profesionalisme sangat penting dirasakan, baik dari sisi kompetensi pofesional,

kompetensi pedagogik maupun kompetensi kepribadian dan social.

Hasil wawancara dengan guru, menyatakan bahwa:

“Dalam hal bimbingan yang dilakukan oleh pengawas terhadap kami guru yang telah lulus sertifikasi, pengawas sering melakukan supervisi ADM, melakukan

supervisi terhadap teknik mengajar yang dapat dapat membuat siswa agar tertarik

terhadap materi yang diajarkan dengan pendekatan model pembelajaran yang sesuai”.(Guru 3)

Kompetensi guru yang telah lulus sertifikasi pada SMPN 1 Kota Banda Aceh

dalam pelaksanaan tentang pengelolaan kurikulum tingkat satuan (KTSP) yang dilakukan oleh guru disusun secara bersama-sama oleh warga sekolah. Dalam pelaksanaan

pembelajaran guru melibatkan peserta didik secara aktif, demokratis, mendidik, dan

memotivasi serta mendorong kreativitas siswa dengan tujuan agar peserta didik mencapai

pola pikir dan kebebasan berpikir sehingga dapat melaksanakan aktivitas intelektual yang

berupa dapat berdiskusi, beragumentasi, mempertanyakan, serta mengkaji, dan

menemukan solusi dengan pendekatan pola pembelajaran kooperatif. Kenyataan yang

telah terjadi disekolah SMPN 1 Banda Aceh masih ada guru yang telah lulus sertifikasi yang belum melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran yang berlaku

saat sekarang ini yaitu pendekatan model pembelajaran kooperatif.

Hasil wawancara dengan guru menyatakan bahwa: “Dalam hal peningkatan kemampuan kompetesi guru yang teelah lulus sertifikasi pada

SMP Negeri 1 Banda Aceh, kepala sekolah sering melakukan pertemuan dengan tujuan

agar pelaksanaan pengelolaan kurikulum tingkat satuan (KTSP) dapat terlaksana dengan

baik dan sesuai dengan yang diharapkan”.(Guru 4)

Page 21: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

17

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan seorang guru yang berkenaan

dengan pemahaman peserta didik dan pengelolaan pembelajaran yang mendidik dan

dialogis. Secara substantive kompetensi pedagogic ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar,

dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki

oleh peserta didik. Hasil wawancara dengan guru, menyatakan bahwa:

“berhubungan dengan kompetensi pedagogik yang telah dilakukan oleh kepala sekolah

terhadap kami, kepala sekolah sering menegur dan mengarahkan kami untuk membuat

berbagai perencanaan peningkatan terhadap masing-masing guru bidang studi, seperti

setiap guru harus membuat strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik,

menentukan tingkat ketuntasan belajar siswa serta setiap guru bidang studi harus dapat

mengembangkan peserta didik dengan berbagai potensi yang ada pada peserta didik

sehingga dapat menonjolkan kemampuan yang ada dari siswa tersebut”.(guru 5)

Kemampuan seorang guru terhadap kegiatan belajar mengajar sebagai salah satu kegiatan yang rutin yang umumnya dilaksanakan oleh seorang guru di kelas, bukanlah

suatu yang berdiri sendiri, akan tetapi, ia terkait dengan berbagai faktor dan unsur yang

menunjang. Dengan demikian, eksistensi seorang guru tidak hanya diukur dari kemampuan penguasaan materi pelajaran atau menyiapkan perangkat-perangkat media

yang diperlukan, tetapi juga diukur dari kemampuan menciptakan kondisi belajar atau

iklim kelas yang kondusif bagi terwujudnya proses belajar mengajar yang optimal di tempat ia mengajar.

2. Kedisiplinan Guru yang Telah lulus sertifikasi

Hasil wawancara dengan kepala sekolah sebagaii subjek penelitian terhadap

peningkatan kedisiplinan guru yang telah lulus sertifikasi pada SMPN 1 Kota Banda Aceh

dapat disimpulkan bahwa : Peningkatan kedisiplinaan terhadap guru yang telah lulus sertifikasi dilakukan

dengan berbagai cara yang diantaranya melakukan bimbingan dan supersivi guru padda

saat PBM, melakukan tata cara dalam menyusun silabus, RPP, program tahunan, program semester, serta melakukan rincian minggu efektif.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah menyatakan bahwa :

“Untuk menghindari terjadinya ceplak menyeplak silabus, RPP dari satu sekolah dengan sekolah yang di bawah kepemimpinannya, maka ditegaskan kepada seluruh guru, agar

tidak menyeplak atau mengkopi silabus, RPP dari sekolah lainnya. Hal ini dilakukan

untuk agar guru lebih kreatif dalam bekerja serta dapat menjalankan aturan dengan

disiplin kerja yang baik bagi guru tersebut.” (Guru 2).

a. Faktor Pendukung peningkatan kemampuan dan disiplin guru Berdasarkan hasil wawancara dengan semua sbjek penelitian yang menjadi factor

pendukung dalam peningkatan kemampuan guru yang telah disertifikasi berupa keinginan dan kemauan kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi guru yang

telah disertifikasi sangat besar, hal ini ditandai dengan suatu kebijakan yang diambil oleh

kepala sekolah dilakukan secara bersama-sama dengan warga, sebagaimana kepala sekolah menjadikan warga sekolah sebagai mitra kerja yang aktif dalam

mengembangkan sekolah.

Memberikan informasi kepada guru tentang fungsi dan peranan kepala sekolah

untuk membantu/meyakinkan guru agar lebih komitmen dalam bekerja, (Depdiknas,

Page 22: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

18

2006) terdapat Sembilan peran utama kepala sekolah yaitu: (1) educator (pendidik); (2)

maanajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta

iklim kerja; dan (7) wirausahawan; (8) figure dan (9) mediator. Dalam wawancara peneliti dengan kepala sekolah menyatakan bahwa :

”saya selalu mencari dan mendalami tugas dan peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai

educator (pendidik), manajer, administrator, supervisor, leader, pencipta iklim kerja dan wirausahawan, figure dan mediator. Apabila saya tidak memahami tugas dan fungsi saya

dapat mengembangkan potensi bahkan mengembangkan potensi educaktif yang ada

disekolah ini. Peran ini tidak dapat saya jalankan apabila tidak mendapat dukungan dari

para warga sekolah seperti guru, staf pegawai, siswa dan masyarakat serta stakeholder

sekolah. Hal ini saya utarakan kepada warga sekolah karena ada anggapaan bahwa

seorang kepala sekolah hanya berdiri-diri saja, duduk-duduk saja dikantor kepala sekolah,

tetapi berdasarkan peran kepala sekolah ini seorang kepala sekolah harus siap

menerima/memberikan penejlasan terhadap pertanyaan dan masalah-masalah yang

diajukan oleh guru”. (Wawancara, Kp) Berdasarkan hasil penelitian terhadap kedisiplinan guru yang telah lulus sertifikasi

pada SMPN 1 Kota Banda Aceh adalah penegakkan disiplin melalui: pembinaan,

pengawasan, dan tindakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 1 Kota Banda Aceh

menyebutkan bahwa:

“Dalam rangka menegakkan disiplin bagi guru-guru, baik guru yang telah lulus sertifikasi maupun yang belum lulus sertifikasi dan bahkan bagi seluruh warga

masyarakat sekolah, dilakukan melalui pengarahan dan himbauan baik dalam

rapat dan teguran serta melalui pengawasan dan tindakan. Sebagai contoh bagi

warga sekolah yang tidak mematuhi kedisiplinan yang telah ditetapkan pada

setiap hari senin pada jam upacara, maka bagi mereka tidak diberikan kesempatan

untuk masuk kedalam perkarangan sekolah hingga upacara bendara selesai dilaksanakan, dan bagi mereka yang terlambat harus menghadap ke kantor untuk

membuat suatu surat pernyataan atau berjanji tidak akan mengulangi perbuatan

ketidak disiplinan. Dan bagi guru yang tidak membuat persiapan mengajar memberikan himbauan agar membuat persiapan mengajar sebelum dilakukan

proses pembelajaran dikelas”. (Kp)

b. Faktor Penghambat dalam peningkatan kemampuan Sedangkan yang menjadi factor penghambat dalam peningkataan kemampuan dan

kedisiplinan guru yang telah lulus sertifikasi berdasarkan informasi subjek penelitian

dapat disimpulkan bahwa :

Belum semua guru dapat melaksanakan kebijakan yang diterapkan pada

pengelolaan pembelajaran, hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan salah

satu guru SMPN 1 Kota Banda Aceh yang menyatakan bahwa: “Dalam melaksanakan tugas dan kebijakan yang diterapkan kepala sekolah

dengan berbagai cara, akan tetapi dalam kenyataannya masih banyak guru yang

belum menguasai teknik mengajar yang dapat membuat siswa menarik terhadap pelajaran yang dikelolakannya. Hal ini diakibakannya oleh karena banyaknya

guru yang tidak hadir pada pertemuan MGMP dan kegiatan-kegiatan lainnya

dalam peningkatan kemampuan guru”(Gr.1)

Page 23: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

19

Disamping itu, supervisi yang dilakukan oleh pengawas sekolah, belum semuanya

berjalan singkron dengan apa yang telah dilakukan guru disekolah. Hal ini dikarenakan

keterbatasan waktu dan dana yang dimiliki oleh setiap guru secara individu maupun sekolah tersebut dalam melaksanakan supervisi.

PEMBAHASAN

1. Kemampuan Guru yang Telah Lulus Sertifikasi Sebagai guru yang telah menyandang sertifikasi, sudah semestinya memiliki

kinerja yang baik dibandingkan dengan guru-guru yang belum mendapat atau

menyandang sertifikasi. Kemampuan guru yang telah lulus sertifikasi pada SMPN 1 Kota

Banda Aceh dilaksanakan melalui berbagai program kegiatan seperti meningkatkan

kompetensi melalui MGMP dapat penulis mengindentifikasikan bahwa masih sebatas

penyusunan silabus, RPP, program tahunan, KKM, dan rincian mingu efektif. Hal ini

didasarkan pada Wina Sanjaya (2006:145) menyatakan bahwa”sebagai suatu profesi,

terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesioanl dan kompetensi social kemasyarakatan”.

Dalam hal pelaksanaan program, seorang pemimpin harus melakukan berbagai

tahapan agar program tersebut dapat berjalan dengan baik. Siagian (2002:15) tahap tersebut yaitu : a) Tahap perumusan misi organisasi, b) Tahap penentuan profil organisasi,

c) Tahap eksternal, d) Tahap analisis dan perilaku, e) Tahap penetappan jangka panjang, f)

Tahap penentuan strategi, g) Taha penentuan jangka pendek, h) Tahap perumusan kebijakan, i) Tahap pelembagaan strategi, j) Tahap penciptaan sistem penilaian”.

Peningkatan kompetensi profesional guru dapat dilakukan melalui berbagai

program, dalam hal ini Depdiknas (2008: 3) menetapkan bahwa: program penataran

dilakukan melalui berbagai program mencakup: (a) Penataran peningkatan teknis dan

professional guru sebagai akibaat dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan kiat

mendidik, (b) Penataran penyegaran, yaitu untuk menyegarkan kemampuan gur yang telah berada dan bekerja di lapangan yang diperkirakan kurang mendapat kesempatan untuk

berhubungan dengan suasana mutakhir kependidikan, (c) Penataran untuk

menyampaikaan berbagai informassi mengenai pembaharuan di bidang pendidikan, (d) Penataran untuk menyampaikan berbagai kebijaksanaan baru dalam bidang pendidikan.

Berdasaarkan dari teori-teori tersebut, maka tujuan sertifikasi yang dilakukan

tidak lain adalah untuk peningkatan kemampuan guru dari segala bidang. Samani (2006;10) menyebutkan bahwa “untuk menentukan tingkat kelayakan seseorang guru

dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah dan sekaligus

memberikan sertifikasi pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan lulus uji

sertifikasi. Dengan kata lain tujuan dari sertifikasi untuk meeningkatkan mutu dan

meneentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan

mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.

Pemberdayaan guru, salah satunya dapat dilakukan melalui pembagian tanggung jawab. Keberadaan guru sebagai staf dalam proses pembelajaran dan pengajaran di

sekolah menjadi salah satu pilar kepeemimpinan pendidikan dengan diserahkan tanggung

jawab tertentu oleh kepala sekolah kepadanya. Menurut Marks (dalam Sutheja, 1999:103), bahwa;”salah satu factor utama yang sangat menentukan keefektifan kerja guru adalah

semangat kerja”.

Kemampuuan seorang guru menurut Castetter (1999:78) dapat diklasifikasikan

empat kriteria yang memiliki kinerja sebagai berikut:

Page 24: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

20

a) Kriteria karakteristik perorangan meliputi penampilan, kesetiaan, motivasi

kerja dan hubungan antar perorangan.

b) Kriteria proses meliputi tingkah laku dalam kelas, prestasi guru, pertanyaan, gaya mengajar, gaya yang efektif dan individualisasi, tingkah laku diluar kelas,

tanggung jawab diluaar pengajaran.

c) Kriteria priduk merupakan suatu set sasaran pelaksanaan yang ditentukan atau tingkat pertumbuhan yang akaan diselesaikan, produk-produk yang berarti

hasil atau hasil anggota staf individu.

d) Kriteria ganda merupakan kombinasi cirri, produk ataau proses.

Keterlibatan guru yang telah disertifikasi dalam kegiatan peningkatan

profesionalisme sangat penting dirasakan, baik dari sisi kompetensi pofesional,

kompetensi pedagogik maupun kompetensi kepribadian dan social.

2. Kedisiplinan Guru yang telah lulus sertifikasi

Peningkatan disiplin guru merupakan hal yang mutlak dalam proses pendidikan. Peningkataan disiplin guru dapat dilaksanakan dengan supervisi. Secara konseptual bahwa

salah satu indicator tingginya kinerja seorang guru ditandai dengan adanya penegakan

kedisiplinan disekolah tersebut. Disiplin guru meliputi kehadiran dalam kelas dan luar kelas. Disiplin diluar kelas meliputi kehadiran ke sekolah tepat waktu, mempersiapkan

materi ajar yang akan diajarkan kepada siswa sesuai dengan kurikulum dan prosedur yang

telah ditetapkan. Cara yang ditempuh oleh kepala sekolah SMPN 1 Kota Banda Aceh dalam menegakkan kedisiplinan guru yang telah lulus sertifikasi berupa pemberian

hukuman bagi guru dan siswa yang terlambat hadir kesekolah dengan menunggu di depan

pintu gerbang sekolah setiap jam pertama pelajaran pada hari senin, setelah jam upacara

selesai baru bagi mereka yang tidak disiplin di bolehkan masuk kedalam perkarangan

sekolah dengan memberi absensi pernyataan bahwasannya tidak akan mengulangi

keterlambatan pada saat upacara dimulai.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kemampuan guru yang telah lulus sertifikasi pada SMPN 1 Kota Banda Aceh

berkenaan dengan kemampuan pedagogik menunjukkan hasil yang baik, kemampuan

ini dilaksanakan melalui berbagai program kegiatan seperti meningkatkan kompetensi melalui MGMP, penyusunan silabus, RPP, program tahunan, KKM, dan rincian

minggu efektif. Kemampuaan guru dalam Pelaksanaan pengelolaan kurikulum tingkat

satuan pendidikan (KTSP) dilakukan berdasarkan standar isi dan standar kompetensi

kelulusan dan peraturan pelaksanaannya. Kemampuan guru terhadap kompetensi

pedagogik terlihat mengacu kepada peningkatan yang lebih baik.

2. Kedisiplinan guru yang telah lulus sertifikasi pada SMP Negeri 1 Banda Aceh telah

menuju ke arah yang lebih baik, kedisiplinan guru ini dilaksanakan dengan cara konseptual, yang meliputi kehadiran dalam kelas dan luar kelas.

DAFTAR RUJUKAN

Azhari (2003), Supervisi Rencana Program Pembelajaran. Jakarta: Rian Putra.

Bafadal, Ibrahim, (2004), Peningkatan Profesionalisme Guru Skeolah Dasar (dalam

Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah). Jakarta: Bumi

Aksara.

Dharma, Agus, (2004). Manajemen Supervisi. Jakarta: Raja Grafindo.

Page 25: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

21

Djauzak (2006) Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Jakarta:

Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional

Delin, M (2010) Upaya Pengawas Pendidikan dalam Meningkatkan Kemampuan Profesional Guru pada Skeolah Dasar di Kabupaten Simeulue: Tesis pada

unsyiah Banda Aceh, tidak diterbitkan.

Fajar, Arnie. (2006). Peranan Sertifikasi Guru dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru. Dalam Makalah Seminar Nasional Sosialisasi Sertifikasi Guru dalam

memaknai UU No. 14 Tahun 2005. Bandung: Disdik Jawa Barat.

Hamalik, Oemar (2009). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.

Jakarta:PT. Bumi Aksara

Hamzah B Uno. (2008). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Moleong, Lexy J.(2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Nasir, Usman, (2007), Manajemen Peningkatan Kinerja Guru, Mutiara Ilmu – Bandung.

Samani, Muchla. (1999). Manajemen Sekolah. Jakarta : Dirjen Dikdasmen Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana Preanada Media Group.

Sagala, Syaiful. (2006). Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung : Alfabeta. Sahertian, Piet A. (2003). Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka

Pengembangan Sumber daya Manusia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. 2006. Jakarta: Eka Jaya.

Page 26: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

22

PENGAJARAN MATEMATIK DENGAN PENDEKATAN PENGAJARAN

MENGIKUT KONTEKS DI SEKOLAH VOCATIONAL

Murni, S.PD, M.PD

DR. MOHD Uzi Dollah

PROF. Madya DR. Noor Shah Saad

PENDAHULUAN

Matematik adalah satu mata pelajaran yang sangat penting di Indonesia,

mesti diajarkan kepada semua pelajar pada tiap-tiap peringkat pendidikan

menengah (Depdiknas, 2002; Depdiknas 2003). Tetapi, matematik dianggap

sebagai suatu pelajaran yang kurang menarik, kaku, dan membosankan. (Wan Zah

et al., 2005; Mohd Uzi & Sam, 2009). Persoalan ini kerana pengajaran yang

kurang berkesan, serta gagal mengaitkan matematik dengan kehidupan keseharian.

Mandat Undang-Undang nombor: 14 tahun 2005 tentang guru dan

pensyarah serta Peraturan Kebangsaan Indonesia nombor: 19 tahun 2005

pendidikan kebangsaan agar guru sentiasa berusaha untuk meningkatkan fasa

ajaran profesionnya. Guru-guru profesional akan menjalankan pengajaran dan

pembelajaran yang interaktif, memberi inspirasi, menyeronokkan, merangsang

minat para pelajar mengambil bahagian secara aktif, bersedia menjana

pengetahuan baru berasaskan pada pengetahuan dan minat pelajar sedia ada.

Dalam pengajaran matematik bermakna mestilah pelajar mempelajari sesuatu

pengetahuan atau konsep matematik yang baru. Pelajar juga mestilah secara aktif

membabitkan diri dalam proses pembelajaran, seperti dalam perbincangan kelas,

menyelesaikan masalah matematik dan melaksanakan aktiviti atau projek

matematik. Akan tetapi, pengajaran dan pembelajaran lebih berkemungkinan

menggunakan pendekatan yang rasmi, iaitu mengendalikan bilik darjah dengan

menggunakan pendekatan pengajaran yang baik dan berkesan menurut pandangan

guru itu sendiri, tanpa memikirkan kepelbagaian corak pelajar dalam bilik darjah

(Nickson, 1992). Apakah guru, secara am kurang menyedari matlamat yang telah

dirangka oleh kerajaan dalam kurikulum 2006?

Pernyataan Masalah Kemampuan pelajar di sekolah sangat bergantung pada apa yang

dijalankan guru selama proses belajar mengajar (Furner & Kumar 2007). Kejayaan

dari setiap proses belajar mengajar, terutama di ruangan kelas sangat dipengaruhi

oleh proses yang dijalankan oleh guru serta peralatan sekolah, kurikulum dan

sistem pendidikan. Guru yang dapat mendorong pelajar lebih aktif terlibat dalam

pekerjaan mereka kemungkinan akan mempunyai pelajar yang berminat dalam

matematik.

Oleh itu, diperlukan pengajaran yang berkemahiran untuk mengaitkan

antara teori matematik dengan keadaan sebenar. Pengajaran mengikut konteks

adalah sebuah konsep mengajar yang menolong para guru untuk menghubung

kaitkan material pengajaran yang mereka ajarkan dengan kehidupan sebenar, dan

Page 27: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

23

boleh menolong pelajar untuk membuat hubungan antara ilmu pengetahuan dan

aplikasinya terhadap kehidupan sebenar. Oleh itu, kegiatan pengajaran mengikut

konteks boleh mengarahkan pelajar untuk dapat mengaplikasikan teori matematik

dengan lebih berkesan (Pearson, 2003).

Walau bagaimanapun, pengajaran mengikut konteks dalam pengajaran

matematik mengikut konteks di Indonesia masih lagi baru dan belum menyeluruh.

Satu sudut yang masih kurang jelas dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah

berkenaan pengaplikasian pengajaran mengikut konteks dalam pengajaran

matematik di bilik darjah. Walaupun Kurikulum 2006 penekanan pada mengikut

konteks, tetapi sama ada adakah ia suatu realiti dalam proses pengajaran dan

pembelajaran matematik dalam bilik darjah? Dan apakah pengajaran mengikut

konteks akan memberikan keputusan yang lebih baik? Inilah adalah merupakan

satu persoalan asasi yang membawa kepada kecenderungan penyelidikan membuat

kajian pengajaran dalam pendidikan matematik khususnya pada sekolah

SMK/Vokasional.

Kerangka Konsep

Idea-idea daripada para ahli falsafah dan pakar seperti Piaget (1983);

Ausubel (1963) dan Bruner (1990) menjadi asas yang kukuh dalam pembinaan

teori tentang pengajaran dan pembelajaran matematik. Satu teori yang mengambil

kira pelajar membina pengetahuan baru secara aktif berasaskan pengetahuan sedia

ada adalah daripada perspektif fahaman konstruktivisme.

Jean Piaget (1970), mengatakan bahawa untuk mengetahui suatu objek kita

harus melakukan aksi terhadap objek tersebut dan mentransformasikannya.

Menurut Piaget, menjadi tahu adalah suatu proses aktif dalam keadaan mana

individu berinteraksi dengan lingkungan dan mentransformasikannya di dalam

fikiran dengan menggunakan struktur-struktur yang telah ada dalam fikiran.

Berkaitan dengan pemerolehan pengetahuan, pendapat Von Glasersfeld

berbeza secara radikal dengan konsepsi pemerolehan pengetahuan tradisional

terutama dalam kaitan antara pengetahuan dan realiti. Von Glasersfeld

berpendapat bahawa pengetahuan dan realiti tidak memiliki nilai mutlak, dan

pengetahuan diperoleh secara aktif dan dikonstruksi melalui indera atau melalui

komunikasi. Von Glasersfeld (1984) mengemukakan bahawa konstruktivisme

radikal tidak diinterpretasikan sebagai gambaran daripada realiti secara mutlak,

tetapi sebagai model pengetahuan dan kemungkinan memperoleh pengetahuan

dalam kognisi dengan cara mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman

sendiri. Dalam pembelajaran, konstruktivisme radikal tergolong konstruktivisme

individu, sebagaimana konstruktivisme kognitif yang dikemukakan Piaget.

Teori Konstruktivisme Vygotsky, Vygostsky adalah seorang sarjana

Hukum, tamat dari Universitas Moskow pada tahun 1917, kemudian beliau

melanjutkan studi dalam bidang filsafat, psikologi, dan sastra pada fakultas

Psikologi Universitas Moskow dan menyelesaikan studinya pada tahun 1925

dengan judul disertasi “The Psychology of Art”. Vygotsky wafat pada tahun 1934.

Vygotsky (1925) mengatakan Art is the social technique of emotion, a tool of

Page 28: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

24

society which brings the most intimate and personal aspects of our being into the

circle of social life. It would be more correct to say that emotion becomes personal

when every one of us experiences a work of art; it becomes personal without

ceasing to be social.

Wujud enam ciri utama pengajaran berasaskan penerapan pembelajaran

mengikut konteks di bilik darjah di ubah suai (Hull, 1997; Jhonson, 2002;

Siswono, 2002; Rustana, 2002; Nurha di, 2002; suyanto, 2002; Depdiknas, 2003),

sehingga terbina seperti rajah 1.1. Enam ciri pengajaran mengikut konteks iaitu :

belajar bermakna, inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penaksiran

autentik, hal ini didapatkan dan disimpulkan juga atas dasar proses pengalaman

pengakaji sebagai pensyarah pada FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan)

dan pada PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) serta hasil perbincangan

beberapa pensyarah berpengalaman pada FKIP Banda Aceh.

Rajah 1.1 Kerangka konsep pengajaran matematik dengan pendekatan

pengajaran mengikut konteks.

Tujuan Kajian

Kajian ini dijalankan bermatlamat untuk mendedahkan secara lengkap

pengajaran mengikut konteks. Fokus utama diberikan kepada menerangkan kaedah

perancangan, pelaksanaan, dan semakan pengajaran matematik dengan pendekatan

mengikut konteks di bilik darjah.

PENGAJARAN MENGIKUT KONTEKS

PEMBELAJARAN

BERMAKNA

REFLEKSI

MASYARAKAT

BELAJAR

PENAKSIRAN

AUTENTIK

INKUIRI

PEMODELAN

Page 29: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

25

Soalan Kajian

Secara khusus, soalan penyelidikan dalam kajian ini adalah:

1. Apakah perancangan pengajaran guru dengan pendekatan pengajaran

mengikut konteks?

2. Bagaimana pelaksanaan pengajaran guru dengan pendekatan pengajaran

mengikut konteks dalam bilik darjah?

3. Apakah masalah yang dihadapi guru dalam pelaksanaan pengajaran

mengikut konteks di dalam bilik darjah?

PENGAJARAN MENGIKUTI KONTEKS

Mata pelajaran matematik adalah kumpulan material kajian dan pelajaran

tentang kuantiti melalui penggunaan nombor dan simbol dalam aritmetik, aljabar,

geometri, trigonometri, statistik dan kalkulus yang memberikan peruntukan kepada

manusia untuk berfikiran secara logik dan kritis. Matematik yang bersifat sejagat

berguna sebagai peralatan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sebenar.

Tambahan pula, mengkaji matematik juga melatih intelek seseorang dan

mempengaruhi kemahiran berfikir logik. Untuk itu, mengubah tanggapan yang

matematik adalah sukar dan menakutkan untuk menjadi menyeronokkan

hendaklah diperlakukan (Turmudi, 2008; Noor Shah Saad, 2002).

Reka Bentuk Kajian

Matlamat kajian ini adalah untuk menelusuri keberkesanan pengajaran

matematik melalui pendekatan pengajaran mengikut konteks. Pengajaran mengikut

konteks adalah suatu pengajaran yang boleh menolong guru untuk menjadikan

kandungan sukatan pengajaran berkait dengan kehidupan sebenar ke dalam bilik

darjah (Siswono, 2002; Nurhadi, 2003; Hull, 1997; Rustana, 2002).

Kaedah Pengumpulan Data

Empat kaedah pengumpulan data telah digunakan dalam kajian ini iaitu:

pemerhatian, catatan lapangan, temu bual dan pengumpulan dokumen.

Pengumpulan Dokumen

Pengkaji akan melakukan pengumpulan dokumen yang dirasa perlu untuk

penyelidikan. Pengumpulan dokumen yang digunakan oleh sesuatu masyarakat

dapat memberi gambaran tentang pengalaman dan pengetahuan yang mereka

miliki (Cheah, 2001). Ini menunjukkan, dokumen seperti buku-buku, lembaran

kerja, rancangan pengajaran, alat bantu mengajar dan nota-nota personal peserta

yang digunakan dalam proses pengajaran bilik darjah, mempunyai maklumat

tertentu yang boleh mempengaruhi pengajaran bilik darjah.

Peserta kajian

Peserta kajian ini adalah terdiri daripada tiga orang guru matematik

Tingkatan empat Sekolah Vokasional di Kota Banda Aceh. Kota Banda Aceh

Page 30: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

26

merupakan ibu negeri propinsi Aceh. Terdapat tiga sekolah vokasional, iaitu SMK

1, SMK 2 dan SMK 3. Walau bagaimanapun, guru yang terbabit dalam kajian ini

adalah daripada dua sekolah vokasional, yang ditentukan berasaskan kepada

kesanggupan pihak pengurusan sekolah untuk bekerjasama dengan membenarkan

gurunya terlibat dalam kajian. Sekolah vokasional dipilih kerana sekolah ini

mengutamakan pratikal dan kerja amali.

Tata Cara Pengumpulan Data

Peringkat 1: Temu Bual Prapengajaran; Peringkat 2: Pemerhatian

Pengajaran; Peringkat 3: Temu Bual Setelah Pengajaran

Kajian Rintis

Satu kajian rintis dibuat terhadap dua orang guru Matematik tingkatan

empat di SMK 3 dan dijalankan dalam keadaan pengajaran bilik darjah sebenar.

Matlamat membiasakan pengkaji tentang tatacara kajian, disamping untuk

mendapat pengalaman dengan kaedah pemerhatian (membuat rakaman video),

pengumpulan dokumen, temu bual membuat rakaman audio, serta membuat

catatan ketika pemerhatian, temu bual dan membuat analisis awal kajian rintis.

Hasil kajian rintis menunjukkan bahawa kedua-dua orang guru kurang upaya

tentang ciri pengajaran mengikut konteks.

Keboleh Percayaan dan Ketekalan

Satu cara mempertingkatkan kebolehpercayaan adalah dengan melakukan

triangulasi (Mazulewicz dan Fenton, 2006; Golafshani, 2003). Satu strategi

triangulasi yang digunakan dalam kajian ini adalah dengan mempelbagaikan

kaedah pengumpulan data. Empat alat pengumpulan data yang digunakan dalam

kajian ini adalah pemerhatian, temu bual, catatan lapangan dan pengumpulan

dokumen.

Rekaman audio temubual dan rekaman video pengajaran ditranskribkan

oleh orang yang dilantik pengkaji Triangulasi dibuat terhadap transkripsi bertulis

bagi meningkatkan keboleh percayaan cara yang digunakan ialah dengan melantik

dua orang penyemak transkripsi bertulis ini, disamping disemak sendiri oleh

pengkaji

.

Prosedur Penganalisisan Data

Peringkat 1: Maklumat daripada rakaman audio temu bual prapengajaran,

dan temu bual pascapengajaran; Peringkat 2: Transkripsi lengkap proses

pengajaran bilik darjah, Peringkat 3: Membuat pembahagian dan pengkodan.;

Peringkat 4: Penganalisisan data fokus diberikan kepada menjawap tiga persoalan

utama, iaitu: pertama, Apakah perancangan pengajaran guru dengan pendekatan

pengajaran mengikut konteks?; kedua, Bagaimana pelaksanaan pengajaran guru

dengan pendekatan pengajaran mengikut konteks?; ketiga, Apakah masalah yang

Page 31: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

27

dihadapi guru dalam pelaksanaan pengajaran mengikut konteks?; Peringkat 5:

Kesimpulan dibuat secara merentas peserta tentang pengajaran mengikut konteks.

Hasil Dapatan Soalan Kajian 1

Apakah perancangan guru dengan pendekatan pengajaran mengikut konteks?

Jadual 5.1: Ciri Pengajaran Mengikut Kontek Yang Dirancang Oleh Ketiga-Tiga Guru

Jenis Jenis Ciri P1 P2 P3

Pendekatan GBE GBA GPR GBE GBA GPR GBE GBA GPR

R R R R R R R R R

Pendekatan Pembelajaran Dt Ltd Dt Dtt G Dtt Dtt Dtt Dtt

Mengikut Bermakna

Konteks

Inkuiri T Dt T Dtt Dtt G Dtt Dtt Dtt

Masyarakat Dt Dt Dt Dtt Dtt Dtt Dtt Dtt Dtt

Belajar

Pemodelan Dtd Dt T Dtt Dtt Dtt Dtt Dtt Dtt

Refleksi T Dtd Dtd G Dtt Dtt Dtt Dtt Dtt

Penaksiran Dt Dt Dt Dtt Dtt Dtt Dtt Dtt Dtt

Autentik

Hasil Dapatan Soalan Kajian 2

Bagaimana pelaksanaan pengajaran guru dengan pendekatan pengajaran mengikut konteks dalam bilik darjah?

Jadual 5.2: Ciri Pengajaran Mengikut Kontek Yang Dilaksanakan Oleh Ketiga-Tiga Guru

Jenis Jenis Ciri P1 P2 P3

Pendekatan GBE GBA GPR GBE GBA GPR GBE GBA GPR

P P P P P P P P P

Pendekatan Pembelajaran Ltd TL Ltd Lrr TL Lrr Lrr Lrr Lrr

Mengikut Bermakna

Konteks

Inkuiri TL Ltd TL Lr Lrr TL Lrr Lrr Lrr

Masyarakat Ltd Ltd Ltd Lrr Lrr Lrr Lrr Lrr Lrr

Belajar

Pemodelan TL Ltd TL Lr Lrr Lr Lrr Lrr Lrr

Refleksi TL TL TL TL Lr Lr Lrr Lrr Lrr

Penaksiran Ltd Ltd Ltd Lrr Lrr Lrr Lrr Lrr Lrr

Autentik

Page 32: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

28

Hasil Dapatan Soalan Kajian 3

Apakah masalah yang dihadapi guru dalam melaksanakan pengajaran

mengikut konteks di dalam bilik darjah?

Jadual 4.5: Semakan Pengajaran Mengikut Konteks Yang Dilakukan Oleh Ketiga-Tiga

Guru

Jenis Jenis Ciri P1 P2 P3

Pendekatan GBE GBA GPR GBE

GB

A GPR

GB

E

GB

A GPR

S S S S S S S S S

Pendekatan Pembelajaran A TA A A TA A A A A

Mengikut Bermakna

Konteks

Inkuiri TA A TA A A TA A A A

Masyarakat A A A A A A A A A

Belajar

Pemodelan TA A TA A A A A A A

Refleksi TA TA TA TA A A A A A

Penaksiran A A A A A At A A A

Autentik

Berdasarkan ketiga-tiga pengajaran yang dilakukan oleh tiga peserta kajian,

mereka mengaku mengalami beberapa masalah semasa menerapkan enam ciri

pengajaran mengikut konteks. Setiap peserta kajian masing-masing mengalami

masalah yang berbeza.

Analisis Merentas Peserta

Setelah membuat analisis secara subjek, iaitu kes demi kes, bahagian ini

akan membincangkan analisis merentas peserta. Perbandingan di buat merangkumi

persamaan dan perbezaan dalam pendekatan pengajaran mengikut konteks antara

peserta.

Page 33: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

29

Page 34: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

30

PENUTUP

Dapatan kajian menunjukkan bahawa ketiga-tiga peserta menghadapi

masaalah dalam melaksanakan pengajaran mengikut konteks, walaupun diberi

pemahaman dalam Kurikulum Pendidikan Menengah di Indonesia. Ketiga-tiga

peserta pada pengajaran pertama belum berupaya merancang dan melaksanakan

sepenuhnya ciri pengajaran mengikut konteks dalam pengajarannya. Pengajaran

kali pertama, kelihatan ketiga-tiga peserta hanya dapat merancang tiga ciri sahaja

secara tersirat dan melaksanakan pengajaran mengikut konteks, dengan situasi

tidak tahu nama ciri yang dilaksanakan dalam pengajarannya. Setiap selesai

pengajaran, ketiga-tiga guru selalu melakukan semakan. Semakan dilakukan oleh

ketiga-tiga guru agar pada pengajaran selanjutnya tidak terjadi masaalah yang

sama. Semakan dilakukan terhadapa ciri pengajaran mengikut konteks yang

dilaksanakan dalam bilik darjah. pada pengajaran pertama, ketiga-tiga guru

melakakukan terhadap tiga daripada eman ciri pengajaran mengikut konteks.

Pada pengajaran Kedua, setelah diberikan penjelasan oleh pengkaji

mengenai enam ciri pengajaran mengikut konteks, ketiga-tiga peserta sudah dapat

merancang dan melaksanakan lima ciri pengajaran mengikut konteks. Walaupun

dua daripada tiga peserta dapat melaksanakan tiga ciri dengan yakin dan dua ciri

kurang yakin dalam pengajarannya. Satu daripada tiga peserta dapat melaksanakan

empat ciri dengan yakin dan satu ciri kurang yakin dalam pengajarannya. Pada

pengajaran kedua, ketiga-tiga guru melakukan semakan terhadap lima daripada

enam ciri pengajaran mengikut konteks. Pada pengajaran ketiga, setelah diberi

penjelasan lagi mengenai pengajaran mengikut konteks, ketiga-tiga peserta

berupaya dengan sendirinya merancang enam ciri pengajaran mengikut konteks

secara bertulis dan melaksanakan enam ciri pengajaran mengikut kontek dengan

yakin dalam pengajarannya. Pada pengajaran ketiga, ketiga-tiga guru melakukan

semakan terhadap semua ciri daripada pengajaran mengikut konteks.Untuk itu,

guru tersebut dituntut mesti sabar untuk menjadikan dirinya menjadi guru yang

kreatif iaitu guru yang mesti banyak membaca beberapa buku matematik lainnya

yang berkenaan dengan tajuk pengajaran kelasnya. Sehingga peristiwa tersebut

dapat membimbing dan mengarahkan guru tersebut menjadi guru matematik yang

dicintai pelajar, guru yang disenangi pelajar dan guru yang dirindukan pelajar serta

guru yang dinanti-natikan pelajar di bilik darjah.

Guru dalam mempersembahkan pengajaran mesti mempunyai kesabaran

yang tinggi serta pengajarannya harus selalu berkiblat kepada kateristik daripada

pelajar di bilik darjah dengan demikian guru dalam mempersembahkan

pengajarannya akan berkeyakinan tinggi pula; penggunaan bahasa dalam

pengajaran kadangkala seorang peserta kajian harus menggunakan dua bahasa iaitu

bahasa indonesia dan bahasa aceh dalam menjelaskan subjek pengajaran ini

bertujuan supaya pelajar dalam keseluruhan bilik darjah faham isi daripada

pengajaran guru. Oleh itu, pengajaran guru dapat bermakna tidak hanya bagi

pelajar tetapi bermakna pula bagi karier guru itu sendiri dan dapat

menyumbangkan prestasinya dimana tempat guru itu mengabdi. Sehingga, guru

Page 35: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

31

tersebut dapat menjemput apa yang ditekankan oleh menteri pendidikan serta visi

dan misi dari sekolah tersebut.

DAFTAR RUJUKAN

.

Bruce, W.C & J.K. Bruce. (1992). Teaching With Inquiry. Maryland: Alpha

Publishing Company, Inc.

Depdiknas. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum dan Hasil

Belajar Matematika jenjang SD-MI, SLTP-MTs,SMU-MA Pusat

Kurikulum, Balitbang Depdiknas, Jakarta.

Depdiknas. (2003) Kurikulum Berbasis Kopetensi (Draf Juni 2002). Jakarta :

Balitbang Depdikbud.

Hull D. (1997). Who Are You Calling Stupid? Waco : CORD Communication, Inc.

Johnson, E.B. (2002). Contectual Teaching and Learning: What it is and Why it is.

Here to stay. Thousands Oaks, California: Corwin Press, Inc.

Mohd. Uzi, D. (2006). Pengajaran dan Pembelajaran Matematik melalui

Penyelesaian Masalah. Dewan Bahasan dan Pustaka Kuala Lumpur.

Dewan Bahasa dan Pustaka.

Mulholland J., & Wallace J. (2001). Teacher induction and elementary science

teaching:

Nickson, M. (1992). The culture of the matematics classroom: An unknown

quantity? In D. A. Grouws (Ed), Handbook of research on mathematics

teaching and learning, pp. 101-114. New York: Macmillan Publishing

Company.

Noor Shah Bin Hj. Saad. (2002). Teori&Perkaedahan Pendidikan Matematik: Siri

I. Edisi Kedua.Petaling Jaya, Selangor: Prentice Hall, Pearson Malaysia

Sdn.Bhd. Authentitic Assessment for Engl.

Piaget, J. 1970. Genetic Epislemology. New York: Columbia University Press.

Siswono, Tatag Y.E. (2002). Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Kontekstual.

Jurnal Matematika atau Pembelajarannya. VII (Edisi Khusus): 608:612.

Taylor.1993.”Vygotskian Influences in Mathematics Education With Particular

Refrences to Attitude Development”. Dalam Jurnal Focus on Learning in

Mathematics.Vol 15 No. 2 hal.3-17.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika :

Paradigma Eksploratf dan Investigatif. Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan

Dosen [http://hukum.jogjakota.go.id/upload/14-Th-2005.PDF]

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional [http://www.dikti.go.id/Archive2007/UUno20th2003-

Sisdiknas.htm]

Von. Glassersfeld, E. 1984. An Introduction to Radical Constructivism. Author’s

translation in P. Watzwalick (Ed), The Invented Reality. Newyork: Norton,

1984. Originally published P. Watzlawick (Ed), Die Erfundene

Page 36: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

32

Wirklichkeit. Munich: Piper, 1981. Erns von Glasersfeld, on line paper,

html.

Vygotsky, L. (1925). The Psychology of Art. Thesis pada fakultas Psikologi

Universitas Moskow.

Vygotsky, L. (1978). Interaction Between Learning and Development. From Mind

and Society (ms. 79-91). Cambridge, MA: Harvard University Press.

Vygotsky’s Educational Theory in Cultural Context, Cambridge Universty press,

2003.

Page 37: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

33

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI

SISWA SMA KOTA BANDA ACEH

Musriadi1

Djufri2

Muhibuddin3

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Berbasis

Masalah Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa SMA Kota Banda Aceh.

Dengan bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa, tanggapan siswa

terhadap model pembelajaran berbasis masalah dengan model pembelajaran konvensional

dan tanggapan siswa terhadap materi jamur (fungi) yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah dengan konvensional di SMA Kota Banda Aceh.

Penelitian ini mengunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen dengan

desain penelitian Pretest-posttest Control Group Design. Dalam penelitian ini terdapat kelompok eksperimen kelas X1 dan kelompok kontrol kelas X2 dengan populasi siswa

SMA Inshafuddin Kota Banda Aceh. Pengumpulan data dilakukan dengan pretes, postes

dan angket dengan tehnik analisis data mengunakan uji t pada taraf signifikansi 0,05. Untuk tanggapan siswa dengan deskripsi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat

perbedaan hasil belajar siswa pada kedua kelas dengan thitung 2,292 dan ttabel 1,645 serta

tanggapan siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah 16,17% sangat senang,

50,93% senang, 32,73% kurang senang dan 2,57% tidak senang. Model pembelajaran

konvensional 9,71% sangat senang, 47,37% senang, 38,37% kurang senang dan 4,53%

tidak senang. Tanggapan positif siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah 38,2% sangat senang, 43,5% senang, 16,8% kurang senang, dan 2,5%

tidak senang. Tanggapan negatif siswa 3% senang, 15,8% kurang senang, 43% tidak

senang, dan 38,2% sangat tidak senang tidak ada siswa yang memberikan tanggapan sangat senang. Tanggapan positif siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran

konvensional 32,9% sangat senang, 38,9% senang, 18,3% kurang senang, dan 5,6% tidak

senang. Tanggapan negatif siswa 8,8% senang, 20,6% kurang senang, 37,9% tidak senang dan 32,7% sangat tidak senang.

Kata Kunci : Pembelajaran Berbasis Masalah, Hasil Belajar, Tanggapan Siswa,

Jamur (Fungi).

1Mahasiswa Magister Pendidikan Biologi Universitas Syiah Kuala

2Pembimbing utama, Dosen Magister Pendidikan Biologi Universitas Syiah Kuala

3Pembimbing pembantu, Dosen Magister Pendidikan Biologi Universitas Syiah Kuala

Page 38: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

34

PENDAHULUAN

Mengacu pada masalah pembelajaran biologi yang dialami siswa di SMA Kota

Banda Aceh di atas diperlukan suatu penelitian yang mengkaji perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. Namun, mengingat

pembelajaran merupakan proses yang bersifat irreversible perlu dilakukan

pengujian terlebih dahulu sebelum suatu model pembelajaran dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas secara umum.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Suci (2012) menunjukkan bahwa

penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan kooperatif

diantaranya meningkatkan aktivitas (partisipasi) mahasiswa dalam Kegiatan Belajar

Mengajar (KBM), meningkatkan hasil belajar mata kuliah teori akuntansi,

mendapat respon yang positif dari mahasiswa karena pembelajaran menjadi lebih

bermakna. menyimpulkan bahwa Hasil belajar baik pada Ranah Kognitif, Afektif dan

Psikomotor mengalami peningkatan setelah diimplikasikan pembelajaran berbasis

masalah. Lestari (2008) juga mengatakan bahwa penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran fisika di tingkat SMP dapat lebih meningkatkan

penguasaan konsep fisika dan keterampilan berpikir kreatif siswa dibanding penggunaan

model pembelajaran tradisional dan penggunaan pembelajaran berbasis masalah (PBM) dapat lebih meningkatkan kemahiran berfikir kreatif dan kritis, kemahiran proses sains

dan pencapaian dalam mata pelajaran fisika, dibandingkan penggunaan pembelajaran

tradisional Penelitian yang dilakukan di atas oleh beberapa peneliti diatas mengunakan sintaks

yang tidak jauh berbeda antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lainnya dan

dilakukan pada pembelajaran fisika, namun untuk pembelajaran biologi khususnya dengan

pembelajaran berbasis masalah belum dicobakan. Oleh karena itu penulis ingin

melanjutkan penelitian tersebut dengan sintaks pembelajaran yang berbeda dengan

penelitian yang dilakukan sebelumnya, perbedaan yang penulis lakukan terdapat fase pembelajaran. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai konsep Jamur (Fungi).

Kegiatan penelitian yang akan dilakukan adalah tentang “Penerapan Model

Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa SMA Kota Banda Aceh”.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan umum pada

penelitian ini adalah : ”Apakah ada peningkatan hasil belajar siswa dan motivasi

siswa setelah diterapkan Model Pembelajaran Berbasis Masalah?”

Untuk memperjelas permasalahan dalam penelitian ini, maka perumusan masalah

di atas diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa yang di ajarkan dengan model pembelajaran

berbasis masalah dibandingkan dengan penerapan pembelajaran konvensional ? 2. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran dengan model

pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran konvensional?

3. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap materi jamur (fungi) yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran konvensional?

Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui :

Page 39: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

35

1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis masalah

terhadap hasil belajar siswa pada materi jamur (fungi)

2. Untuk mengetahui Tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran konvensional?

3. Untuk mengetahui Tanggapan siswa terhadap materi jamur (fungi) yang dibelajarkan

dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan penerapan model pembelajaran konvensional?

METODE PENELITIAN

Model pembelajaran yang digunakan dalam model pembelajaran berbasis masalah

adalah pembahasan secara klasikal dikelas dengan metode diskusi dan tanya jawab, dan

kegiatan praktikum. Kelas kedua sebagai kelas kontrol, yaitu kelas menggunakan model

pembelajaran konvensional. Pada kelas kontrol ini model pembejaran yang diterapkan

adalah pemaparan materi pembelajaran oleh guru dengan bantuan media pembelajaran

power point. Desain metode eksperimen “Pretest-posttest Control Group” disajikan pada tabel berikut (Tabel-3.1).

Tabel-3.1 : Desain Pretest-posttest Control Group Design

Sampel Kelompok Pretes Perlakuan Postes

Acak A(Eksperimen) O X1 O

Acak B (Kontrol) O X2 O

Ket. :

X1 = Model Pembelajaran berbasis masalah X2 = Model Pembelajaran konvensional

O = Pretes

O = Postes

Tahapan penelitian ini dibagi menjadi lima langkah yaitu merumuskan masalah

yang akan dikaji, studi pendahuluan, perancangan penerapan model pembelajaran berbasis

masalah, implementasi model pembelajaran berbasis masalah, pengumpulan dan analisis

data, serta pengambilan kesimpulan. Tahapan penelitian tersebut digambarkan dalam

bentuk alur penelitian seperti yang ditunjukan pada gambar 3.1.

Tempat dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu SMP Negeri di Kota Banda Aceh, Propinsi

Aceh. Sedangkan subyek penelitian ini adalah siswa kelas X sebanyak 120 siswa, yang

tersebar pada empat kelas paralel, dengan rata-rata jumlah siswa 30 siswa per kelas. Dari

populasi ini, diambil secara acak sebanyak 30 siswa yang dijadikan sebagai kelas

eksperimen (pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah) dan 30 siswa

sebagai kelas kontrol (model pembelajaran konvensional). Pengelompokan siswa ke

dalam kelas eksperimen dan kelas kontrol didasarkan pada kemampuan awal penguasaan

konsep (hasil pretes) sama atau tidak berbeda nyata antara kedua kelas.

Proses Pengumpulan Data

Data yang dikumpulan dalam penelitian ini terdiri dari empat macam data, yaitu : (1) data kemampuan hasil belajar awal siswa yang diukur dengan pretest, (2) data

kemampuan hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran yang diukur dengan postest,

Page 40: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

36

(3) data peningkatan hasil belajar yang diukur dengan menghitung selisih antara skor

postest dengan skor pretest, (4) data tanggapan siswa tentang pelaksanaan strategi dan

materi pembelajaran yang diukur dengan skala sikap.

Tehnik Pengolahan Data

Untuk keperluan pengujian penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dengan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar siswa dan untuk

menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, data yang dikumpulkan adalah

skor pretes (kemampuan awal) dan skor posttest (kemampuan akhir). Data tanggapan

siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dengan model pembelajaran

konvensional, serta tanggapan siswa terhadap materi jamur (fungi) yang dibelajarkan

model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dengan model pembelajaran konvensional

diperoleh melalui angket setelah proses belajar dilaksanakan.

Analisis Data Dari data skor pretest dan skor postes tersebut, selanjutnya dihitung dengan

“Gain” dengan cara mengurangi skor poster dengan skor pretest. Untuk menghindari

kesalahan dalam mengiterpretasikan perolehan Gain masing-masing siswa, maka dilakukan normalisasi Gain dengan menggunakana rumus dari Hake (Cheng, et al., 2004).

Data hasil belajar, siswa dihitung menggunakan rumus g factor (gain score

normalized) sebagai berikut :

Dengan kategori perolehan N-Gain :

Tinggi : N-Gain > 70; Sedang : 30 ≤ N-Gain≤ 70;

Rendah : N-Gain < 30.

Skor rata-rata gain normalisasi (N-Gain) antara kedua kelompok eksperimen

digunakan sebagai data untuk membandingkan kemampuan hasil belajar. Perbedaan kedua

rata-rata antara kelompok eksperimen dilakukan dengan “uji-t”. jenis “uji-t” yang digunakan adalah independen sample t-test. Sebagai persyaratan “uji-t” antara kedua

kelompok eksperimen harus berdistribusi normal dan memiliki varian yang sama

(homogen). Oleh karena itu sebelum dilakukan “uji-t”, terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas (data N-gain) kedua kelas eksperimen, dan uji homogenitas (data N-gain)

antara kelas eksperimen. Jika hasil tersebut menunjukkan data berdistribusi normal dan

homogen, maka dilanjutkan uji beda dua rata-rata dengan uji-t test. Jika hasil uji tidak

berdistribusi normal atau tidak homogen, maka uji beda dua rata-rata yang dilakukan adalah uji non parametric dengan menggunakan Uji Mann-whitney.

Data tanggapan siswa terhadapa implementasi model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran konvensional dianalisis dengan menghitung persentase

item pernyataan dan dianalisis dengan membandingkan kecenderungan sikap positif dan

sikap negatif siswa.

Skor Postes – Skor Pretes

N-gain = -------------------------------------------- x 100

Skor Postes Tertinggi – Skor Pretes

Page 41: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

37

Uji Hipotesis Uji hipotesis yang digunakan dalam melihat perbedaan hasil belajar siswa

menggunakan uji-t, sebelum melakukan uji-t terlebih dahulu dirumuskan kedalam bentuk statistik yaitu :

1. Uji beda dua rata-rata (Ho :µ2)

2. Uji beda dua rata-rata (Ha : µ1 ≠ µ2) Hipotesis dalam penelitian ini adalah µ1 ≠ µ2, pengujian dilakukan dengan

menggunakan taraf signifikansi 0,05 dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

1. Jika t-hitung > t-tabel (α = 0,05) maka Ho ditolak, Ha diterima

2. Jika t-hitung < t-tabel (α = 0,05) maka Ho diterima, Ha ditolak.

HASIL PENELITIAN

Kemampuan utama yang diamati dalam penerapan model pembelajaran berbasis

masalah dan model pembelajaran konvensional kemampuan penguasaan konsep atau

hasil belajar siswa dan sikap siswa. Hasil belajar siswa ditempuh dengan dua tahap yaitu pertama tahap pengetahuan awal siswa, kedua membandingkan pengetahuan baru dengan

pengetahuan awal siswa. Tanggapan siswa yang diamati ada dua jenis, yang pertama

tanggapan siswa terhadap model pembelajaran, dan yang kedua tanggapan siswa terhadap materi jamur yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah dan model

pembelajaran konvensional.

Hasil Belajar Siswa

1. Kemampuan Awal Siswa Siswa yang menjadi sampel penelitian untuk Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

berasal dari SMA Inshafuddin Kota Banda Aceh. Siswa-siswa tentunya telah pernah

mengikuti pembelajaran tentang jamur (fungi) ketika di bangku SMP/MTs. Hasil analisis

kemampuan pengetahuan awal siswa menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara siswa yang ada di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol setelah dilakukan pretes

(Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Rata-rata nilai pretes siswa pada kelas eksperimen dan kelas control

Pretes Kelas Normalitas Homogenitas

Signifikansi EXP KNTRL EXP KNTRL EXP-KNTRL

Rata-Rata

Pretest

49.83

38.80 Normal

X2Hitung =

-10.7127

Normal

X2Hitung =

-12.4120

Homogen

Fhitung =1.58

Tidak

Signifikan

thitung = 0.517

thitung < ttabel

0.517 < 1.645

X2tabel (α = 0.05) dk (5-3=2) = 5.9915

Ftabel (α = 0.05) dk (58) = 1.85 Ttabel (α = 0.05) dk (n1+n2-2 = 58) = 1.645

Hasil analisis table 4.1 menunjukkan bahwa siswa yang ada dikelas Eksperimen

dan Kelas Kontrol memiliki kemampuan awal yang sama, dan memiliki nilai pretes

yang sama terlihat dari nilai thitungnya lebih kecil dari ttabel. Uji normalitas menggunakan

uji Chi-Kuadrat sedangkan homogenitas sampel digunakan uji F

2. Hasil Belajar Siswa pada Akhir Pembelajaran Hasil belajar siswa pada akhir pembelajaran tentang jamur (fungi) diukur

melalui postes. Soal postes yang diberikan pada kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Page 42: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 -

8085

38

adalah soal yang sama sebanyak 60 soal. Postes dilaksanakan setelah materi jamur

(fungi) diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah di kelas X-1dan model

konvensional di kelas X-2. Pada kedua terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas control yang tertera pada table 4.2.

TABEL 4.2. Rata-rata N-Gain siswa pada kelas experiment dan kelas kontrol

N-Gain Kelas Normalitas Homogenitas

Signifikansi EXP KNTRL EXP KNTRL (EXP-KNTRL

Rata-Rata

N-Gain

57.80 54.07

Normal

X2Hitung =

2.7985

Normal

X2Hitung =

2.2376

Homogen

Fhitung = 1.19

Signifikan

thitung = 2.292

thitung > ttabel

2.292 > 1.645

X2

tabel (α = 0.05) dk (5-3=2) = 5.9915

Ftabel (α = 0.05) dk (58) = 1.85

Ttabel (α = 0.05) dk (n1+n2-2 = 58) = 1.645

Setelah diperoleh nilai pretes dan postes pada kedua kelas dilakukan uji

signifikansi peningkatan hasil belajar siswa. Untuk menguji signifikansi peningkatan hasil belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas control di tempuh dengan menguji

rata-rata pretes, postes, skor gain dan N-gain pada kedua kelas. Pada kedua kelas

tampak ada peningkatan seperti yang tertera pada gambar 4.1

0

10

20

30

40

50

60

Postes Pretes Gain N-Gain

49.83

39.37

10.47

57.84

44.538.8

5.7

54.06

Kelas Experimen Kelas Kontrol

Gambar 4.1. Perbandingan Hasil Belajar Siswa di Kelas Experimen

dan Kelas Kontrol

Gambar 4.1 tampak bahwa saat pretes siswa di kelas eksperimen dan di kelas

control memiliki rata-rata skor yang tidak jauh berbeda, yaitu 39,37 untuk kelas

eksperimen dan 38,80 di kelas kontrol. Setelah dilaksanakan proses belajar mengajar

(PBM) di kelas eksperimen dan control tampak terdapat perbedaan peningkatan hasil

belajar siswa baik di kelas eksperimen dan kelas control. Kelas eksperimen rata-rata postes 49,83 dan kelas kontrol 44,50 sedangkan rata-rata N-Gain kelas eksperimen 57,82

dan kelas control 54,06.

Perbedaan hasil belajar siswa di kelas Eksperimen dan kelas control digunakan uji

t, data uji t yang digunakan adalah data N-Gain siswa pada kedua kelas. Diperoleh thitung

sebesar 2.292 dan ttabel 1,645, dengan asumsi terima Ho bila thitung < ttabel dan tolak Ho bila

Sk

or

Rat

a R

ata

Page 43: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

39

thitung > ttabel pada taraf signifikan 0,05. Hasil penghitungan uji t diperoleh thitung > ttabel atau

2,292 > 1,645. Hipotesis yang menyatakan ada perbedaan hasil belajar siswa yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah dan model konvensional pada materi jamur (fungi) diterima.

4.1.2 Tanggapan siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah dan model

konvensional Tanggapan siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah dan model

konvensional diberikan kepada siswa berupa angket dengan 20 pertanyaan tentang materi

jamur (fungi) yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masaah dan model

konvensional, angket diberikan setelah selesai materi diajarkan. Analisis tanggapan siswa

terhadap model pembelajaran berbasis masalah dan model konvensional menggunakan

persentase siswa. Sebelumnya pernyataan terlebih dahulu dikelompokkan menjadi tujuh

kelompok pernyataan, lalu setiap kelompok soal diambil rata-rata persentase siswa seperti

yang tertera pada table 4.3.

Tabel 4.3 Skor Rata-rata sikap siswa terhadap model pembelajaran

Kelompok

Pernyataan

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Sangat Senang

Kurang Tidak Sangat Senang Kurang Tidak

Senang Senang Senang Senang Senang Senang

menarik, kepuasan belajar

dan tidak

membosankan

14,2 49,2 34,2 2,5 10,8 50,8 35 3,3

mudah

memahami

prinsip dan

konsep biologi

15,6 50 31,1 3,3 8,9 51,1 34,4 5,6

Membantu

memecahkan

masalah dalam belajar

15 41,7 43,3 0 10 45 43,3 1,7

Meningkatkan

motivasi 16,7 48,9 32,2 2,2 6,7 42,2 46,7 4,4

Meingkatkan semangata kerja

sama dalam

kelompok

20 46,7 30 3,3 8,3 52,5 34,2 5

Perasaan

dihargai dalam

mengemukakan pendapat

15 55 25 5 13,3 40 40 6,7

Meningkatkan

semangat belajar 16,7 65 33,3 1,7 10 50 35 5

Tanggapan siswa di kelas eksperimen pada kelompok menarik, kepuasan belajar

dan tidak membosankan 4,2% siswa merasa sangat senang, 49,2% Senang, 34,2% Kurang senang, dan 2,5 % Tidak Senang. Kelompok Mudah memahami prinsip dan konsep

biologi, 15,6% siswa merasa sangat senang, 50% Senang, 31,1% Kurang senang, dan

3,3% tidak senang. Kelompok membantu memecahkan masalah dalam belajar 15% siswa merasa sangat senang, 41,7% Senang, 43,3% Kurang senang, dan 0% Tidak senang,

kelompok meningkatkan motivasi 16,7% siswa merasa sangat senang, 48,9% Senang,

32,2% Kurang senang, dan 2,2% Tidak senang. Kelompok meningkatkan semangat

Page 44: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

40

kerjasama kelompok 20% siswa merasa sangat senang, 46,7% Senang, 30% Kurang

senang dan 3,3% Tidak senang. Kelompok perasaan dihargai dalam mengemukakan

pendapat 15% siswa merasa sangat senang, 55% Senang, 25% Kurang senang dan 5% Tidak senang. Kelompok meningkatkan semangat belajar 16,7% siswa merasa sangat

senang, 65% Senang, 3,3% Kurang senang dan 1,7% Tidak senang, dan terlihat jelas pada

gambar 4.2.

0

10

20

30

40

50

60

70

14.2 15.6 15 16.720

15 16.7

49.2 50

41.748.9 46.7

55

65

34.231.1

43.3

32.2 3025

33.3

2.5 3.30 2.2 3.3 5

1.7

Sangat Senang Senang Kurang Senang Tidak Senang

Gambar 4.2 Tanggapan Siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah

Tanggapan siswa di kelas control pada kelompok menarik. Kepuasan belajar dan

tidak membosankan 10,8% siswa merasa sangat senang, 50,8% Senang, 35% Kurang

Senang, dan 3,3% Tidak Senang. Kelompok mudah memahami prinsip dan konsep biologi

8,9% siswa merasa sangat senang, 51,1% Senang, 34,4% Kurang Senang, dan 5,6% Tidak Senang. Kelompok membantu memecahkan masalah dalam belajar 10% siswa merasa

sangat senang, 45% Senang, 43,3% kurang senang, dan 1,7% Tidak Senang. Kelompok

meningkatkan motivasi 6,7% siswa merasa sangat senang, 42,2% Senang, 16,7% Kurang senang, dan 4,4% Tidak senang. Kelompok meningkatkan semangat kerjasama dalam

kelompok 8,3% siswa merasa sangat senang. 52,5% Senang, 34,2% kurang senang, dan

2% Tidak senang. Kelompok perasaan dihargai dalam mengemukakan pendapat 13,3% siswa merasa sangat senang, 40% Senang, 40% Kurang senang, dan 6,7% Tidak senang.

Kelompok meningkatkan semangat belajar 10% siswa merasa sangat senang, 50% senang,

35% kurang senang, dan 5% tidak senang dan terlihat jelas pada gambar 4.3.

Sk

or

Rata

Rat

a

Page 45: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

41

0

10

20

30

40

50

60

10.8 8.9 106.7 8.3

13.310

50.8 51.145

42.2

52.5

40

50

35 34.4

43.346.7

34.240

35

3.3 5.61.7 4.4 5 6.7 5

Sangat Senang Senang Kurang Senang Tidak Senang

Gambar 4.3 Tanggapan siswa terhadap model konvensional

4.1.3 Tanggapan Siswa Terhadap Materi Pembelajaran jamur Tanggapan siswa terhadap materi jamur (fungi) terbagi atas dua pernyataan, yaitu

pernyataan positif dan pernyataan negatif. Angket diberikan setelah mengikuti

pembelajaran tentang materi jamur menggunakan model pembelajaran berbasis masalah

dan model konvensional Dari angket diperoleh tanggapan positif dan tanggapan negatif

dari kelas Eksperimen dan kelas control. Tanggapan siswa terhadap materi jamur (fungi)

di kelas eksperimen dan kelas control tertera pada table 4.4.

Tabel 4.4. Tanggapan Siswa Terhadap Materi Jamur (Fungi)

No Kriteria

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Tanggapan Tanggapan Tanggapan Tanggapan

Positif Negatif Positif Negatif

1 Sangat Senang 38.2 32.9

2 Senang 43.5 3 38.9 8.8

3 Kurang Senang 16.8 15.8 18.3 20.6

4 Tidak Senang 2.5 43 5.6 37.9

5 Sangat Tidak

Senang

38.2 32.7

Table 4.4 memperlihatkan bahwa tanggapan positif siswa terhadap materi jamur

(fungi) yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah 38.2% sangat senang, 43.5% senang, 16.8% kurang senang, dan 2.5% tidak senang dan tidak ada siswa

memberikan tanggapan sangat tidak senang. Sedangkan tanggapan negatif siswa terhadap

materi jamur (fungi) yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah 3%

senang, 15.8% kurang senang, 43% tidak senang, dan 38.2% sangat tidak senang tidak ada

Sk

or

Rata

Rat

a

Page 46: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

42

siswa memberikan tanggapan sangat senang. Pernyataan tanggapan siswa terhadap materi

jamur (fungi) kelas eksperimen dapat terlihat jelas pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Tanggapan siswa terhadap materi di kelas PBL

Tanggapan positif siswa terhadap materi yang diajarkan dengan model

konvensional 32.9% sangat senang, 38.9% senang, 18.3% kurang senang, dan

5.6% tidak senang dan tidak ada siswa yang memberikan tanggapan sangat tidak

senang. Tanggapan negatif siswa terhadap materi yang diajarkan dengan model

konvensional 8.8% senang, 20.6% kurang senang, 37.9% tidak senang, dan 32.7%

sangat tidak senang tidak ada yang memberikan tanggapan sangat tidak senang.

Pernyataan tanggapan siswa terhadap materi di kelas control dapat terlihat jelas

pada gambar 4.5.

Sk

or

Rat

a R

ata

Page 47: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 - 8085

43

0

5

10

15

20

25

30

35

40

sangat

senang

senang kurang

senang

tidak senang sangat tidak

senang

32.9

38.9

18.3

5.6

32.7

0

20.6

37.9

Tanggapan Positif Tanggapan negatif

Gambar 4.5 Tanggapan Siswa Terhadap Materi Di kelas Konvensional

PEMBAHASAN

Pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan pembelajaran siswa pada

masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuan sendiri, menumbuhkan

keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan dapat meningkatkan

kepercayaan diri sendiri. Masalah autentik diartikan sebagai masalah kehidupan nyata

yang ditemukan siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu

pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks

bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah,

serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam

situasi berorientasi masalah.

Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang ciri utamanya

pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin,

penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya atau hasil peraga. Model

pembelajaran menyajikan masalah autentik dan bermakna sehingga siswa dapat

melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri.

Pada penelitian ini terbukti dari hasil pretes kelas kontrol dan eksperimen yang

homogen dapat diasumsikan bahwa kemampuan kedua kelas ini setara dan sama. Perlakuan apapun yang diberikan kepada kelas eksperimen nantinya akan memberikan

hasil seberapa besar pengaruh tindakan yang dilakukan dan apakah bernilai positif atau

Sk

or

Rata

Rat

a

Page 48: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

44

sebaliknya. Dari hasil penelitian, hasil belajar kelas eksperimen terbukti lebih tinggi

daripada kelas kontrol dengan metode konvensional.

Model pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan ke kelas eksperimen bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari

siswa sehingga melatih dan meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan menyelesaikan

masalah, serta mendapat pengetahuan konsep-konsep penting. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk

membantu siswa mencapai ketrampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan

masalah penggunaannya di dalam tingkat berpikir lebih, dalam situasi berorientasi pada

masalah, termasuk dalam proses belajar (Ibrahim dan Nur, 2005).

Data N-Gain penelitian menunjukkan bahwa peningkatan yang diperoleh oleh 2

(dua) kelas tersebut berbeda-beda, dengan rata-rata peningkatan tertinggi berada pada

kelas eksperimen. Meskipun kedua kelas tersebut tidak mempunyai skor yang jauh

berbeda dalam hal peningkatan belajarnya, namun peningkatan hasil belajar siswa

di kelas eksperimen lebih baik jika dibandingkan dengan peningkatan hasil belajar siswa di kelas kelas kontrol.

Peningkatan hasil belajar siswa kelas ekperimen tersebut tidak terlepas dari

aktivitas yang dilakukan oleh guru maupun siswa dalam kelasnya. Guru sendiri berperan sebagai pembimbing teman-temannya yang mengalami kesulitan dalam hal memahami

materi yang telah disampaikan oleh guru, membuat teman-teman dkelasnya lebih aktif

dalam bertanya dan mengeluarkan pendapat, dikarenakan guru itu adalah teman mereka sendiri, sehingga mereka tidak ada rasa malu ataupun enggan utnuk

bertanya atau sekedar mengeluarkan pendapatnya. Siswa relatif bebas bersikap dan

berpikir, bebas memilih perilaku yang dapat diterima/tidak diterima oleh teman-teman

sebayanya. Trianto (2007) menyebutkan bahwa siswa dapat lebih aktif dalam

berkomunikasi dengan perasaan bebas yang dimilikinya jika mereka merasa akrab dengan

gurunya, sehingga dapat mempermudah dalam memahami konsep/materi yang sedang diajarkan.

Hasil observasi aktifitas siswa pada metode pembelajaran berbasis masalah

didapatkan bahwa aktifitas-aktifitas yang dilakukan seluruhnya memperoleh rata-rata persentase yang tinggi. Perasaan butuh belajar dan berharap berhasil tetap terjaga dan

konsisten sampai akhir pembelajaran terbukti dengan aktifitas menyelesaikan masalah dan

aktifitas mencapai tujuan belajar tetap memperoleh persentase yang tinggi. Selain itu sikap siswa yang tertarik untuk belajar dilakukan oleh seluruh siswa kelas eksperimen (100%),

sikap bertanggung jawab juga mendominasi (88%) siswa tau kewajiban dan harapan dari

guru pada pembelajaran ini.

Sanjaya (2008) mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah (PBM)

memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: dapat menantang kemampuan siswa serta

memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, dapat

meningkatakan aktivitas pembelajaran siswa, membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

Disamping itu, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik

terhadap hasil maupun proses belajarnya dan mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Motivasi

siswa meningkat terbentuk dan akan terus meningkat tajam, mempertahankan proses

belajar mengajar tetap menjadi perhatian utama para siswa selama waktu tertentu jika

menggunakan metode pembelajaran seperti ini.

Page 49: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

45

Guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah berperan sebagai penyaji masalah,

penanya, mengadakan dialog membantu menyelesaikan masalah, dan memberi fasilitas

penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan intelektual siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi

jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran

gagasan. Berdasarkan kajian empirik dan teoritis tersebut diatas, dapat dipaparkan bahwa

metode pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan

hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari perbedaan peningkatan hasil belajar antara kelas

eksperimen, yang belajar dengan guru yang menerapkan metode pembelajaran berbasis

masalah, lebih baik dibandingkan dengan peningkatan hasil belajar siswa pada kelas

kontrol, yang belajar dengan guru yang menerapkan metode pembelajaran konvensional

pada materi Jamur (Fungi).

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa penerapan

metode pembelajaran berbasis msalah dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi

siswa pada materi Jamur (Fungi) dengan kesimpulan: 1. Kemampuan hasil belajar materi Jamur (Fungi) menggunakan model pembelajaran

berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan kemampuan hasil belajar materi

Jamur (Fungi) menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan menggunakan pembelajaran berbasis msalah dapat menjadikan siswa lebih kreatif, berpikir tingkat

tinggi dan aktif.

2. Motivasi belajar siswa pada belajar materi Jamur (Fungi) menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan kemampuan hasil

belajar materi Jamur (Fungi) menggunakan model pembelajaran konvensional. Siswa

lebih menyukai pembelajaran berbasis masalah karena interaksi-interaksi yang muncul membuat mereka lebih mudah dan cepat dalam memperoleh tujuan belajar. Sikap

tertarik yang ditampilkan siswa memberikan motivasi yang tinggi pada proses

pembelajaran. Hasil temuan penelitian menjelaskan bahwa kelas siswa yang mendapat model

pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada kelas siswa yang tidak menggunakan

model pembelajaran berbasis masalah (konvensional). Kelas model pembelajaran berbasis masalah mempunyai motivasi lebih tinggi dalam belajar dibandingkan kelas konvensional.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Arifin, Z. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : Lentera Cendikia.

Arikunto, S. (2006a). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2006b). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Abbas, N. (2000a). Penerapan Model Pembelajran Berdasarkan Masalah (Problem

Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika di SMU. Tersedia:

http://www.Depdiknas.go.id/jurnal/51/040429%.pdf. diakses 10 Januari 2013. Abbas, N. (2000b). Penerapan Model Pembelajran Berdasarkan Masalah (Problem

Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika di SMU. Tersedia:

http://www.Depdiknas.go.id/jurnal/51/040429%.pdf. diakses 10 Januari 2013.

Page 50: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

46

Abbas, N. (2000c). Penerapan Model Pembelajran Berdasarkan Masalah (Problem

Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika di SMU. Tersedia:

http://www.Depdiknas.go.id/jurnal/51/040429%.pdf. diakses 10 Januari 2013. Arends, (2009a). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,Landasan

dan Implementasi Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta

: Kencana Prenada Media Group. Arends, (2009b). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,Landasan

dan Implementasi Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta

: Kencana Prenada Media Group.

Ali, R., Akhter, A., Shahzad, S., Sultana, N., & Ramzan, M. (2011). The impact

of motivation on students’ academic achievement in mathematics in problem

based learning environment. International Journal of Academic Research. 3

(1). 306-309.

Barrows, H. (1996). New direction for teaching and learning “Problem Based Learning

medichine and beyond: A brief overbiew. Jossey Bass Publishers.

Boud, D. and G. Feletti. (2007). The Challenge of Problem Based Learning. London :

Kogan Page

Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Duch, J. B. (1995a). Problem Based Learning in Physics: The Power of Student

Teaching Student. Tersedia: http://www.udel.edu/pbl/jan95-phys.html diakses pada tanggal 08 Januari 2013.

Duch, J. B. (1995b). What is Problem Based Learning?. Tersedia di :

http://www.udel.edu/pbl/jan95-phys.html diakses pada tanggal 08 Januari 2013.

Duch, J. B. (2008). A Key Factor in PBL. Tersedia di : http://www.udel.edu/pbl/jan95-

phys.html diakses pada tanggal 08 Januari 2013.

Duch, J. B. (2001). The Power Of Problem Based Learning. Virginia: Sterling.

Dimyati, M. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :Rieneka Cipta

Ehreberg, R. G.,Brewer, D.J.,Gamoran,A.,Wilms,J.D (2001). Class Size and

Studentachiecement.American Psychologycal Society (2 (1),1:28 Ennis. R. H. (1985). Developing Mind : Goal for a critical Thinking Curriculum.

Arethur L. Costa Editor

Glazer, E. (2001a). Problem Based Instruction. In M. Orey (Ed.), Enginering

Perspectives on learning, teaching, and technology Tersedia.

Page 51: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

47

KURIKULUM INTEGRATIF PADA PEMBELAJARAN SAINS

DI SEKOLAH DASAR

Prof. Madya. Dr. Nurahimah Bt Mohd Yusoff. 1

Drs. Ibrahim. M.Pd 2

ABSTRAK

Kurikulum integratif mempunyai pengertian yang subjektif terhadap penerapan dan tujuan dari pelaksanaanya. Integratif diartikan sebagai kesepaduan yaitu menekankan

perkembangan individu secara menyeluruh dan bersepadu ke arah melahirkan insan yang

baik berdasarkan kepercayaan, keyakinan serta kepatuhan kepada Tuhan. Kurikulum integratif juga dapat diartikan kesepaduan bermacam ketrampilan dalam satu pengajaran

dan pembelajaran atau mungkin juga kesepaduan keberagaman disiplin ilmu dalam

sesuatu subjek yang di ajarkan kepada siswa-siswi. Fokus uraian tentang pengembangan

kurikulum integratif kepada tiga landasan pendidikan dan pengetahuan yaitu: Pertama,

integratif dari segi kesepaduan bahan ajar yang diajarkan kepada peserta didik, artinya

setiap ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam proses belajar mrngajar harus dapat difahami oleh semua siswa di jenjang sekolah dasar. Kedua pada keperluan yang

komprehensif dan bersepadu bukannya terpecah-pecah dalam mengikuti bahan ajar yang

sesuai akan membuat siswa mudah mengerti. Ketiga setiap siswa dapat mempelajari sesuatu ilmu atau pengetahuan yang disediakan bagi mereka tentu sejalan dengan

pengetahuan dan perkembangan jasmani dan rohani tingkat sekolah dasar. Untuk

mengembangkan Kurikulum Integratif untuk mengajarkan materi IPA Sains, sekaligus menumbuhkan sikap arif pada diri siswa terhadap nilai-nilai yang diintegrasikan.

Penerapan Kurikulum Integratif diharapkan dapat memberikan manfaat ganda bagi siswa,

yaitu pemahaman dan penguasaan materi IPA sains, tumbuhnya sikap arif pada diri siswa

terhadap nilai-nilai yang diintegrasikan, khususnya nilai-nilai kearifan lokal (KL), dan

keberagaman budaya (KB). Tujuan jangka panjang yang akan dicapai adalah

mengimplementasikan nilai-nilai syariat Islam dalam pembelajaran tematis di kelas rendah

sebagaimana yang diamanatkan Qanun Pendidikan Provinsi Aceh, dan membantu guru dalam

melaksanakan amanat pendidikan nasional saat ini, yaitu melaksanakan Pendidikan Berkarakter.

Sedangkan target khusus yang dicapai adalah tersedianya perangkat pembelajaran Kurikulum Integratif untuk kelas awal SD/MI.

Kata Kunci: Kurikulum Integratif, pembelajaran IPA Sains, SD/MI

1 Dosen CAS University Utara Malaysia, Sintok Kedah Darul Aman Malaysia.

2 Dosen Prodi Biologi Pendidikan FKIP USM Banda Aceh

Page 52: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

48

PENDAHULUAN

Perkembangan budaya dalam masyarakat Aceh terus berkembang dan sejalan dengan

kaedah ajaran agama Islam yang dijalan secara turun-temurun dalam setiap jenjang

pendidikan formal. Nilai-nilai Islami itu telah diamalkan secara turun temurun dan menjadi

adat tradisi dalam masyarakat Aceh, yang juga dapat diwarisi dari generasi ke generasi

melalui pendidikan dalam keluarga, masyarakat, dalam rangka mendidik pribadi-pribadi

muslim yang berakhlakul karimah. Dikarenakan pengaruh dalam modernisasi, sekarang ini

dalam masyarakat telah terjadi pergeseran nilai-nilai yang berkenaan agama Islam dan budaya

orang Aceh. Sebaiknya nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan azas budaya

dan pendidikan merupakan bagian penting dalam kegiatan pendidikan (Morina, 2010). Setelah

tsunami tahun akhir Desember 2004 yang lalu, terjadilah proses keterbukaan daerah Aceh,

mengakibatkan masyarakat Aceh mengalami paparan terhadap berbagai budaya negara luar

terutama pada akses agama, pendidikan dan budaya. Sementara itu, keadaan sanitasi,

kesehatan masyarakat di Aceh pasca musibah gempa dan tsunami tersebut sangat

mengkhawatirkan. Banyak sumber air bersih di daerah yang terkena tsunami tercemar dengan

minyak, mikroba tanah, arsen kerak bumi sehingga tidak dapat dicomsumsi oleh masyarakat.

Air dengan kualitas yang baik menjadi sesuatu yang mahal bagi masyarakat Aceh. Meskipun

disebagian daerah masyarakatnya masih dapat mengandalkan perusahaan daerah air minum,

namun distribusi air ke rumah-rumah penduduk tidak lancar bahkan ada kendala jaringan air

bersih yang belum tersambung hingga saat ini (Serambi Indonesia,2013).

Upaya mendukung pelaksanaan syariat Islam diselur wilayah Provinsi Aceh serta

mengembangkan sistem pendidikan Islami yang sekarang dikembangkan di Nanggroe Aceh

Darussalam (NAD), adalah seyogianya budaya Islami dan adat Aceh dihidupkan kembali.

Untuk itu, Pemda NAD telah menyusun Qanun Pendidikan no 5 tahun 2008 menegaskan

bahwa: Pendidikan Provinsi NAD adalah pendidikan yang berlandaskan pada Al-Quran dan

al Hadist, falsafah negara Pancasila, UUD 1945, dan kebudayaan Aceh yang Islami.

Sejalan dengan Qanun Pendidikan di provinsi NAD di atas, dikeluarkan kebijakan

dalam bidang pendidikan, salah satunya kebijakan tentang pengembangan kurikulum yang

relevan dengan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan serta disesuaikan

dengan kebutuhan lokal, khususnya terkait dengan pelaksanaan syariat Islam. Masalah

pendidikan Aceh menjelaskan bahwa salah satu aspek terpenting dari penyelenggaraan

keistimewaan Aceh yang bersendikan syariat Islam adalah sistem pendidikan yang mampu

mendukung cita-cita melahirkan sumber daya manusia berkualitas unggul dan kompetitif baik

kualitas iman dan taqwa (IMTAQ) maupun kualitas imu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

Sulaiman (2008). Selanjutnya , Rusdi Sufi (2009) menjelaskan bahwa keadaan budaya yang

Islami dalam penerapan sistem pendidikan di Aceh belum menampakkan kesan yang kuat

sehingga tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberlakuan

syariat Islam. Banyak hal yang terlihat belum menunjang penataan sistem tersebut, antara lain

bahan ajar yang belum tertata dengan baik dan kurikulum berbasis kompetensi versi NAD

yang belum tersedia untuk dipergunakan oleh guru.

Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum 2013, pada awal semester ini maka bahan

ajar siswa ditekankan bahwa salah satu prinsip pengembangan silabus adalah aktual dan

kontekstual. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan memberikan penekanan pada karakter

pelajar/siswa, kebutuhan sekolah, dan muatan lokal kebijakan daerah. Pembelajaran tersebut

Page 53: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

49

salah satunya adalah pembelajaran yang mengacu pada Kurikulum Integratif, yaitu suatu

kurikulum yang dikembangkan untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013 berkarakter.

Pelaksanaan Kurikulum Integratif dilakukan melalui pengembangan dan pelaksanaan

pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal (KL) & keberagaman budaya

(KB) Aceh.

Tujuan utama tulisan ini adalah bagaimana upaya melaksanakan Kurikulum Integratif

pada pembelajaran sains di SD/MI. Sehingga dilakukan kegiatan sebagai berikut.

(1) Dapatkah guru menlaksanan proses belajar mengajar dengan Kurikulum Integratif pada

pembelajaran sains untuk mengajarkan materi IPA sains di sekolah dasar.

(2) Apa saja perangkat pendukung Kurikulum Integratif pada pembelajaran sains yang

meliputi: RP, LKS, Buku Panduan Belajar, Panduan Pengembangan Kurikulum Integratif

yang harus dipergunakan oleh siswa.

(3) Mengembangkan kopetensi siswa dan mengetahui kualitas Kurikulum Integratif yang

akan dipergunakan oleh guru/ siswa dan akan dikembangkan sejara berjenjang pada

semua sekolah tingkat SD/MI.

Kurikulum Integratif Islami mempunyai pengertian yang subjektif terhadap

penerapan dan tujuan dari penlaksanaanya. Integratif diartikan sebagai kesepaduan yaitu

menekankan perkembangan individu secara menyeluruh dan berpaduan ke tujuan yang dapat

melahirkan insan yang berakhlakul karimah. Kurikulum integratif juga boleh memberi arti

kesepaduan pada berbagai keahlian dalam suatu proses belajar mengajar atau multi disiplin

ilmu yang perlu di ajarkan kepada peserta didik. Dalam membidik uraian tentang

pengembangan sebuah produk kurikulum yang dapat mengintegrasikan aspek, agama islam,

budaya dan kearifan lokal serta pengetahuan dasar/karakter yang harus dimiliki setiap siswa.

PEMBAHASAN

Integratif dari sudut pandang mengaitkan materi ajar pada suatu informasi yang harus

disampaikan kepada siswa-siswi. Dalam arti jamak lainnya kontek ilmu pengetahuan dan

pengalaman dalam proses belajar mengajar yang perlu difahami peserta didik sesuai dengan

perkembangan usia mereka. Kata integrasi (integration) berarti pencampuran,

pengkombinasian dan perpaduan secra sistematik dan terpola dengan benar. Integrasi secara

umum dapat dilakukan terhadap dua hal atau lebih, dan masing-masing dapat saling mengisi

tanpa bersinggungan atau paradoks (Woodford, 2003). Berdasarkan pengertian-pengertian di

atas dapat dijelaskan bahwa pengertian dari integrasi pembelajaran sains dan agama islam

dalam tulisan ini adalah menyepadukan dan mengkombinasikan cara pandang atau kerangka

pikir yang biasa dipakai di dalam sains, yakni rasional-empiris-ilmiah dengan agama yang

cenderung normatif-teologis-dalam proses pembelajaran yang berakhlakul karimah.

1. Pengertian Pendidikan Islam

Perdasarkan logika dan pemikiran bahwa suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan

tidak akan mempunyai arti apa-apa. Dapat ditafsirkan bahwa dari pengalaman selama proses

belajar mengajar merupakan tujuan yanga akan dicapai oleh peserta didik. Pada dasarnya

Page 54: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

50

pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam membantu arah

tujuan yang harus dicapai oleh siswa. Namun sebelum masuk pada pembahasan mengenai

fungsi dan tujuan Pendidikan Islam terlebih dahulu perlu dijelaskan apa pengertian

Pendidikan Islam. Pengertian pendidikan Islam yaitu sebuah proses yang dilakukan untuk

menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta

mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi, yang berdasarkan

kepada ajaran Al-qur’an dan Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini terciptanya manusia

yang berakhlakulkarimah setelah proses pendidikan berakhir. Amri (2012) berpendapat

bahwa pendidkan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan

potensi manusia lain atau memindahkan nilai-nilai yang dimilikinya kepada orang lain. Dalam

proses pemindahan nilai itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah,

pertama melalui pengajaran yaitu proses pemindahan nilai berupa (Ilmu) pengetahuan dari

seorang guru kepada murid-muridnya dari suatu generasi kegenerasi berikutnya. kedua

melalui pelatihan yang dilaksanakan dengan jalan membiasakan seseorang melakukan

pekerjaan tertentu untuk memperoleh keterampilan mengerjakan pekerjaan tersebut. ketiga

melalui indoktrien yang diselenggarakan agar orang meniru atau mengikuti apa saja yang

diajarkan orang lain tanpa mengizinkan si penerima tersebut mempertanyakan nilai-nilai yang

diajarkan secara bebas. Apabila ingin membahas seputar Islam dalam Pendidikan merupakan

suatu hal yang sangat menarik terutama dalam kaitannya dengan upaya pembangunan Sumber

Daya Manusia muslim, sebagaimana Islam di pahami sebagai pegangan hidup yang diyakini

mutlak kebenarannya akan merai arah dan landasan etis serta moral pendidikan, atau dengan

kata lain hubungan antara Islam dan pendidikan bagaikan dua sisi keping mata uang. Artinya,

Islam dan pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar baik secara

ontologis, epistimologis maupun aksiologis. Pemikiran di atas sejalan dengan falsafah bahwa

sebuah usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan mempunyai arti apa-apa. Ibarat

seseorang yang bepergian tak tentu arah maka hasilnya adalah tidak lebih dari pengalaman

selam perjalanan. Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha yang dilakukan sehingga dalam

penerapannya ia tak kehilangan arah dan pijakn. Namun sebelum masuk dalam pembahasan

mengenai fungsi dan tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu perlu dijelaskan apa pengertian

Pendidikan Islam itu sendiri dan fungsinya untuk masyarakat. Peran lembaga pendidikan

memberikan perhatian dan menyelenggarakan riset tentang Islam yang tercermin dalam

program sebagai ilmu yang diperlukan seperti ilmu-ilmu lain yang setara. Pengertian di atas

dalam arti lembaga tersebut memperlakukan Islam sebagai sumber nilai bagi sikap dan

tingkah laku (karakter) yang harus tercermin dalam penyelenggaraannya pendidikan untuk

kepentingan bangsa.

2. Kurikulum Integratif.

Walaupun Fogarty (1991) mengartikan bahwa kurikulum sebagai model untuk

menyepadukan ketrampilan, tema, konsep, dan topik dalam bahan bantu pengajaran sains

Biologi atau menggabungkan kedua-dua masalah metode, teknik yang perlu dipersiapkan oleh

guru. Sebagai model kurikulum integratif yang menawarkan beberapa kemungkinan tentang

perpaduan dan berhubungan antara aktivitas dengan pengalaman di sekolah atau pengalaman

pendidikan.

Page 55: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

51

Perpaduan dan kombinasi dua paradigma ini menjadi salah satu variabel terwujudnya

integrated curriculum. Menurut Drake, (1998) kurikulum integratif (integated curriculum)

adalah model kurikulum yang disusun dan dilaksanakan dengan mengedepankan berbagai

perspektif, di dalamnya terangkum berbagai pengalaman belajar, dan menjembatani berbagai

ranah pengetahuan sehingga proses belajar mengajar leih bermakna. Kemudian Siraj, (2001)

menyatakan bahwa model kurikulum ini banyak memberikan manfaat kepada anak didik, dari

sisi keilmuan maupun pengalaman yang berguna bagi kehidupannya di masa mendatang /life

skill. (Sabda, 2005).Integrated curriculum tersebut pada akhirnya akan menghasilkan

interconnected curriculum atau interdependent curriculum. Penjelasan makna integrated

curriculum dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti kolaborasi penggabungan (fusion)

beberapa topik menjadi satu bahagian bahan ajar yang mudah disampaikan kepada siswa.

Misalnya topik tentang kesehatan, lingkungan hidup, perubahan ekologi, panas bumi,

kerusakan hutan, banjir dan perilaku masyarakat digabungkan menjadi satu dalam kajian

tentang biologi. Menyepadukan sub disiplin keilmuan ke dalam induknya menjadi satu

kesatuan seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu kimia, biologi, fisika dan sain

teknologi dimasukkan ke dalam kelompok MIPA- ilmu murni (pure science). Ada juga

dengan cara menghubung-hubungkan satu topik dengan pengetehuan-pengetahuan lain yang

sedang dipelajari oleh siswa tetapi berbeda jam. Ini diistilahkan Sabda dengan

multidisciplinary. Misalnya, ketika jam tertentu siswa belaj ar tentang biologi mahluk hidup,

maka guru dapat meminta siswa untuk mengigat atau mengungkapkan pengetahuan yang

diperolehnya dalam pelajaran lain yang masih ada kaitannya. Proses penyampaian materi satu

topik dengan menggunakan berbagai perspektif dalam waktu bersamaan. Ini disebut Drake

(1998) dengan istilah interdicplinary. Misalnya, topik lingkungan dijelaskan melalui

perspektif agama islam, adat dan budaya Aceh, tradisi yang sering berinteraksi disekitar

masyarakat. Langkah ini biasanya cenderung mengedepankan pendekatan bandingan

(comparative spective).antara peserta didik dengan lingkungan sekitar atau antara siswa

dengan siswa. Usaha mengaitkan suatu topik dengan nilai-nilai, peristiwa, isu-isu terkini

(current issues) yang sedang berkembang dalam prakteknya penyusunan dan pelaksanaan

kurikulum tidak dimulai dari apa yang tertulis, tetapi berdasarkan pertanyaan siswa terhadap

permasalahan tertentu, tentang sesuatu yang dianggap urgen. Langkah-langkah di atas,

menurut Ibrahim (2012) harus tetap berada dalam bingkai korelasi (correlation) dan

harmonisasi (harmonization). Artinya, dalam mewujudkan kurikulum integratif, baik pada

level konsep maupun implementasi, kata kuncinya adalah korelasi dan harmonisasi.

Dengan demikian, perspektif yang beragam, pengalaman yang bermacam-macam,

pendekatan dan bidang keilmuan yang variatif harus tetap memiliki keterkaitan antara satu

sarna lain dan tidak saling bertentangan atau dipertentangkan, agar dapat saling mengisi dan

melengkapi. Pada tataran praktis, penciptaan korelasi dan harmonisasi dalam kurikulum

integratif sangat ditentukan kemampuan melakukan eksplorasi (terutama guru) terhadap

berbagai isu penting yang sedang berkembang, dan menghindari pengulangan-pengulangan

yang membingungkan siswa. Secara implementatif dalam wilayah pembelajaran, yang

menggunakan model integratif islami meliputi ranah filosofis, dan ranah strategi Morina

(2012). Ranah filosofis dalam pembelajaran berarti bahwa eksistensi dalam kaitannya dengan

disiplin ilmu lainnya. Integratif ditandai dengan pengintegrasian materi satu disiplin ilmu

Page 56: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

52

dengan lainnya untuk saling melengkapi dan menguatkan metode pembelajaran

mengharuskan penggunaan berbagai pendekatan keilmuan, sedangkan pada ranah strategi

pembelajaran integratif ditunjukkan dengan penerapan strategi pembelajaran yang variatif

dengan prinsip pembelajaran aktif.

3. Pengembangan Kurikulum Integratif Islami

Usaha menyepadukan kurikulum ilmu pengetahuan sains dan pendidikan agama

Islam pada asasnya membentuk keupayaan kurikulum mata pelajaran sains dengan

pendidikan agama Islam yang sejalan dengan waktu dan kemauan institusi pendidikan. Makna

pengembangan kurikulum dapat dilihat dari program atau inovasi dalam kurikulum agar dapat

dilaksanan dengan baik oleh guru, sekolah atau pihak ibu wali murid yang perlu di

ditunjukkan dengan penetapan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip

pembelajaran aktif, Syafruddin Sabda (2006) merencanakan tiga cara untuk pengembangan

kurikulum integratif Islam, adalah:

1) Integrasi pengetahuan sains dan pendidikan Islam

Berkenaan dengan masalah ini kurikulum mata pelajaran sains seperti Biologi, Fisika,

Kimia dan lain-lain semua data tertulis untuk menggabungkan konsep, teori, nilai-nilai Islam

didalamnya komponen objektif, isi, proses dan hasil yang diharapkan akan lebih baik dan

berguna kepada siswa.

2) Integrasi pendidikan agama Islam dalam bahan ajar.

Untuk meng integrasikan bahan ajar sains dalam pendidikan agama Islam seperti

uraian di atas maka model kurikulum integratif tersebut dikaitkan dengan pendidikan agama.

Program kurikulum integratif bukan hanya pada penguatan isi pelajaran atau bahan ajar

tetapi juga melibatkan strategi pengantar materi ajar, cara evaluasi. Masalah ini boleh

dilakukan dengan (a) mengintegrasikan bahan ajar pendidikan agama dengan masalah-

masalah subjek sains untuk memperkaya pengetahuan siswa dan (b) mengintegrasikan subjek

pendidikan agama dengan konsep teori mata pelajaran sains diluar mata pelajaran yang wajib

diajarkan di sekolah. Kemudian penilaian yang menyeluruh terhadapa bahan ajar dan proses

yang dijalankan oleh pihak sekolah.

3) Integrasi pengetahuan dan pendidikan agama Islam saling berkaitan.

Pada bagian ketiga ini upaya menggabungkan dua cara yang mempunyai uraian

dalam proses 1 dan 2, bahwa maksud mengajar bermacam disiplin sains diajar dalam cara

yang sepadan dengan agama Islam.

Kemudian pakar kurikulum seperti Collin (1991), Case (1991), Brophy (1993)

Maurer (1994),Blanc (1995), Mulyasa (2010), konsep kurikulum integastif yang bagus dapat

menggabungkan antara beberapa keahlian, konsep, tema dan topik secara linier pada disiplin

Page 57: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

53

ilmu senantiasa mudah diikuti oleh pelajar didalam kelas. Achsin (2007), kurikulum integratif

adalah (1) memadukan ilmu agama dan umum dalam kurikulum yang dilaksanakan di

sekolah, (2) memadukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (imtek) dan Imtak (Iman dan

Taqwa) dan (3) integrasi antara institusi dengan kemauan ibu-wali pelajar, yaitu bagaimana

sekolah/yayasan dalam mendidik anak juga melibatkan wali murid yang dapat membantu

pendanaan.

Sejak diperkenalkannya reformasi pendidikan sains yang dilakukan dalam

adopsi dari pendekatan terpadu untuk mengajar ilmu pengetahuan di Amerika Serikat,

Australia, dan Eraopa, banyak negara telah mengadopsi pendekatan saisn teknologi dan

masyarakat. Namun, filosofis didasarkan pada kesamaan dari semua ilmu pengetahuan atau

semua disiplin ilmu dalam kaitannya dengan konsep-konsep ilmiah, prinsip, nilai-nilai sikap

dan ilmu pengetahuan proses serta dalam kaitannya dengan sifat antar-disiplin dari masalah

kehidupan nyata menjadi ditangani melalui ilmu pengetahuan, Ibrahim (2010).. Ilmu yang

harus disampaikan kepada siswa dalam terpadu atau holistic model sehingga dapat

mencerminkan kesempatan belajar dalam berbagai konteks. Bahwa aktivitas transfer

pengetahuan, keterampilan dan teknik belajar di kelas, merupakan salah satu dasar dari

argumen pedagogis Ada juga kebutuhan praktis untuk siswa dalam meningkatkan

pengetahuan ilmiah, yang semakin meningkat. Siswa dapat memperoleh wawasan

mendasar/konsep ilmu yang akan berfungsi sebagai referensi awal setelah meninggalkan

sekolah dan beradaptasi dalam masyarakat.

4. Pembelajaran Terpadu Bentuk Tematik

Kemampuan untuk memecahkan masalah nyata berarti kompetensi (Baez dan Alles,

1973). Memang, pemecahan masalah memerlukan membuat pertimbangan nilai dan

pengambilan keputusan. Ini pada gilirannya melibatkan membuat pilihan mengingat interaksi

yang kompleks dari ilmu pengetahuan dan teknologi di satu sisi dan masyarakat, budaya dan

lingkungan di sisi lain. Latihan pilihan dalam kaitannya dengan ilmiah Kegiatan adalah

tindakan tanggung jawab yang besar. Tiga konsep, terhadap ingin tahu, kasih sayang dan

kompetensi yang terkait erat satu sama lain. Selain itu, mereka merupakan penting aspek

pendidikan umum individu. Memasukkan mereka ke ilmu yang tidak dipisahkan program

untuk sekolah sangat penting.diantaranya:

1. Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau

peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik disekolah dasar. Landasan

yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan

bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya

(pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan

sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya

2. Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat

yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme yang berlaku pada

masyarakat setempat dan pengaruh sosial. Hakikat pembelajaran terhadap proses

Page 58: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

54

pembelajaran perlu ditekankan padapembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan,

suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman peserta didik/siswa.

3. Aliran konstruktivisme meihat pengalaman langsung peserta didik (direct experiences)

sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi

atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan

obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu

saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing

peserta didik. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang

berkembang terus menerus. Keaktifan peserta didik yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya

sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.

4. Aliran humanisme melihat peserta didik dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan

motivasi yang dimilikinya suatu tempat atau wilayah tertentu yang berhubungan dengan

aktivitas siswa dan guru. Hal ini berkaitan dengan perkembangan atau psikologis anak didik

dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik

dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan

isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada peserta didik agar tingkat keluasan dan

kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar

memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut

disampaikan kepada peserta didik dan bagaimana pula peserta didik harus mempelajarinya

sesuai dengan perkembangan jasmani dan kematangan emosionalnya.

KESIMPULAN

Bermacam masalah untuk melakukan pembaharuan pendidikan bahwa salah satu

aspek terpenting dari penyelenggaraan mengisi keistimewaan Aceh yang bersendikan syariat

Islam. Tujuan dan cita-cita melahirkan sumber daya manusia berkualitas unggul dan

kompetitif baik kualitas iman dan taqwa (IMTAQ) maupun kualitas imu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK). Para pakar pendidikan menjelaskan bahwa keadaan budaya yang Islami

dalam penerapan sistem pendidikan di Aceh belum menampakkan perubahan yang kuat

sehingga tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberlakuan

syariat Islam. Banyak hal yang terlihat belum menunjang penataan sistem tersebut, antara lain

bahan ajar yang belum tertata dengan baik dan kurikulum berbasis kompetensi versi NAD

yang belum tersedia untuk dipergunakan oleh guru. Sejalan dengan pelaksanaan kurikulum

2013, pada awal semester ini maka bahan ajar siswa ditekankan bahwa salah satu prinsip

pengembangan silabus adalah aktual dan kontekstual. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan

memberikan penekanan pada karakter pelajar/siswa, kebutuhan sekolah, dan muatan lokal

kebijakan daerah. Pembelajaran tersebut salah satunya adalah pembelajaran yang mengacu

pada Kurikulum Integratif, yaitu suatu kurikulum yang dikembangkan untuk mendukung

pelaksanaan Kurikulum 2013 berkarakter. Pelaksanaan Kurikulum Integratif dilakukan

melalui pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai

kearifan lokal & keberagaman budaya Aceh.

Page 59: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

55

SARAN

Nilai-nilai kearifan dalam kehidupan sehari-hari merupakan karakter siswa

diharapkan untuk dimasukkan sebagai tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan Kuriulum

Integratif dicantumkan pada panduan bahan ajar, yang dapat dilakukan oleh institusi dan guru.

Untuk memadukan ilmu agama dan umum dalam kurikulum yang dilaksanakan di sekolah,

memadukan Teknologi dan Imtak (Iman dan Taqwa) yaitu tujuan sekolah/lembaga dalam

mendidik siswa-siswa yang berkarakter.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Mas'ud, (2002). Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik (Humanisme

Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam), Yogyakarta: GAMA MEDIA.

Amin Abdullah, dkk.2003, Menyatukan Kembali Ilmu-IImu Agama dan Umum, Yogyakarta:

SUKA Press.

Arends, Richard I. (1997). Classroom Instruction and Management. New York: Mc Graw-

Hill

Bahrum, Teuku, dkk. (2002). Peulajaran Basa Aceh. Pabelan: Medan.

Cut Morina Zubainur,Ibrahim dan Su’id (2008). Kurikulum integratif pada pembelajaran

tematik di SD/MI Banda Aceh Darussalam. Unsyiah

Collins, Gillians & Hazel, Dixon, (1992) Integrated learning planned curiculum. 3 Australia

Bookshelf Publishing and Multi Media International (UK) Ltd.

Depdiknas (2003). Kurikulum 2004. Balitbang Depdiknas: Jakarta.

------------ (2005). Paket Pelatihan Awal untuk Sekolah dan Masyarakat. Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah: Jakarta.

Eggen, Paul.D& Kauchak, Donald. P. (1996). Strategies for Teachers. Teaching Content and

Thinking Skills. Allyn and Bacon: USA

Gravemeijer, K.P.E. (1994) Developing Realistics Mathematics Education. Utrecht: CD-β

Press, The Netherlands.

Haidar Bagir, (1999)"Sains Islami: Suatu Alternatif', dalam Jurnal Ulumul Qur 'an, XII Vol 2

thn IX. 123-128.

Heuvel-Panhuizen. (1998). Realistic Mathematics Education, Work in Progress. Makalah

disampaikan dalam NORMA-lecture di Kristiansand, Norwegia. Juni, 5-9 1998.

Hudojo, Herman (2001) Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. JICA.

Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang

Ibrahim, (2000). Saint teknologi masyarakat. Thesis Pasca sarjana Malang Jawa

Timur.Universitas Negeri Malang.

Ibrahim, (2012) Penerapan kurikulum integratif islami dapat meningkatkan prestasi belajar

siswa SMP di Aceh. Jurnal Serambi Ilmu No. XII Vol 2 thn IX. 123-128.

Ibrahim, (2012) Penerapan kurikulum integratif islami dalam pengajaran IPA-sains pada

SD/MI di Provinsi Aceh. Jurnal Biologi Education. No. I Vol I. 13-18.

Ibrahim, (2012) Faktor-faktor yang memepengaruhi pelaksananaan kurikulum integratif yang

islami pada pengajaran dan pembelajaran IPA-Biologi tingkat SMP di Provinsi Aceh.

Jurnal Ragam Ilmu No. 3 Vol I. 46-53.

Page 60: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

56

Joyce, Bruce; Weils, Marsha and Showers, Beverly. (1992). Model of Teaching.

Massachusetts: Allyn and Bacon Publishing Company.

Mulyasa, E. (2003) Kurikulum Berbasis Kompetensi. Rosda Karya: Bandung

Mulyasa, E. (2011) Menajemen Kurikulum Berkarakter . Rosda Karya: Bandung

Saedah Siraj (Ed.), (2001). Perkembangan kurikulum: teori dan amalan (Curriculum

development: theory and practice) (2nd ed.). Selangor, Malaysia: Alam Pintar [See

also, University Libraries, The Ohio State University at http://osu.worldcat.org.

Sanaky, Hujair, AH. (2003) Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani

Indonesia. Yogyakarta: Safria Insani Press.

Sulaiman, Darwis. A. (2005) Revitalisasi Budaya Masyarakat Aceh dalam Meningkatkan

Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Anak. Makalah Disampaikan

pada Diskusi Panel Nasional “Recovery Pendidikan Nanggroe Aceh Darussalam”,

Forum Mahasiswa Pascasarjana Aceh Malang, di Malang pada Tanggal 18-19 Juni

2005.

Susan M. Drake, (1998) Creating Integrated Curriculum Proven Ways to Increse Student

Learning, California: Corwin Press.

Ted Peters Gaymon Bennet, (2004) (ed.), Menjembatani Sains dan Agama, terjemah oleh

Jessica Cristiana Pattinasarany, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Lil Amri (2011) Pendidikan Islam dan Tantangan Perkembangan Teknologi. Jakarta Mizan

Press.

Zakiah Daradjat, dkk. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 61: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

57

AKLIMATISASI MIKROALGA HIJAU DALAM LIMBAH PETERNAKAN

UNTUK MENINGKATKAN PENYISIHAN NUTRIEN DAN

PRODUKSI LIPIDA

Irhamni*, Elvitriana, Vera Viena*

Dosen Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah,

ABSTRAK

Mikroalga memiliki kemampuan untuk menyerap berbagai bentuk nitrogen, dan

posfor. Penelitian mengenai aklimatisasi mikroalga hijau dalam fotobioreaktor

volume 2 liter untuk menyisihkan nutrien dalam limbah cair peternakan dengan

konsentrasi limbah yang berbeda, yaitu 25, 50 dan 100%, dan siklus pencahayaan 24

jam dan 12 jam (on/off) telah dilakukan.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pertumbuhan mikroalga hijau terbaik diperoleh dari mikroalga teraklimatisasi dengan

kandungan biomassa tertinggi sebesar 1,65 gr/L berat kering, dikuti dengan 1,4 dan

1,35 gram/liter berat kering pada kultur limbah cair peternakan 25, 50 dan 100% (v/v).

Pertumbuhan alga hijau tanpa aklimatisasi sangat lambat dengan masa kultivasi yang

sama yaitu 16 hari, kandungan biomassa hanya berkisar antara 0,65–1,1 gram/liter

berat kering. Proses metabolisme mikroalga hijau teraklimatisasi terbukti mampu

menyisihkan nutrien amonium, nitrat dan pospat dalam limbah cair peternakan 60-

98%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan mikroalga hijau lokal untuk

penyisihan limbah peternakan dapat dilakukan sebagai salah satu metode alternatif

penanggulangan limbah cair, sedangkan biomassa alga dapat dimanfaatkan untuk

produksi lipid minyak alga.

Kata kunci: aklimatisasi, mikroalga hijau, biomassa, penyisihan nutrien, produksi

lipid

ABSTRACT

Microalgae has ability to absorp various forms of Nitrogen dan Phosfor. Research on

green microalgae cultivated in photobioreactor volume 2 liter to remove the nutrient

content in the livestock waste by considering the effect of different waste

concentration,e.i 100%, 50% and 25% and length of illumination time, e.i 24 hour and

12 hour (on/off) on biomass produced has been done. The result showed that the

highest microalgae growth is obtained from the acclimatized culture of the livestock

waste 25% with biomass content 1,65 gram/liter dry weight, and followed by the

livestock waste (50% and 100%) , with biomass content 1,4 gram/liter dry weight and

1,35 gram/liter dry weight, respectively. The non-acclimatized microalgae showed a

Page 62: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

58

very slow growth within the same cultivation time, e.i 16 days with biomass range

from 0,65–1,1 gram/liter dry weight. Metabolism process of acclimatized green

microalgae was proven to be able to remove the nutrient content of ammonium,

nitrate, and phosphate in range 60-98%, thus we concluded that the usage of local

green microalgae for livestock waste removal can be done as one of the alternative

methods for wastewater treatment, while algae biomass can be utilized for the

production of algae oil lipid.

Keywords: acclimatization, green microalgae, biomass, nutrient removal, lipid

production

PENDAHULUAN

Eutrofikasi pada badan air (misalnya danau atau aliran sungai) dapat terjadi

pada kondisi kaya nutrien dalam sistem yang menimbulkan perkembangan alga (algal

bloom). Pertumbuhan alga yang berlebih, dapat menyebabkan penurunan pada

kualitas air, seperti; menurunnya kejernihan air, bau, penurunan kandungan oksigen,

dan kemungkinan dapat membunuh ikan. Sumber-sumber nutrien tersebut dapat

berasal dari instalasi pengolahan limbah, detergen buangan rumah tangga, septik

sistem, sedimen, kotoran ternak, dan penggunaan pupuk komersil (Hoyle, dkk., 2003).

Penggunaan mikroalga untuk pengolahan limbah cair menawarkan beberapa

keuntungan lebih daripada pengolahan limbah secara tradisional, diantaranya dalam

hal efektifitas biaya untuk menyisihkan BOD, Posfor, Nitrogen dan dapat

menghilangkan bakteri patogen dibandingkan sistem lumpur aktif. Melalui proses

pengolahan limbah cair dngan alga dapat ditumbuhkan biomassa dalam jumlah besar

(Woertz, 2007). Alga secara alamiah bekerja untuk mereduksi kadar Nitrogen dan

Posfor pada limbah cair peternakan (Johnson, 2009). Nutrien seperti nitrogen dan

posfor dapat dihilangkan dari limbah cair dengan beberapa cara. Cara yang paling

umum adalah dengan menghilangkan nitrogen melalui proses denitrifikasi yang

mereduksi nitrat menjadi nitrogen gas, yang dilepaskan ke atmosfer (Metcalf & Eddy,

2004).

Biomassa mikroalga mengandung sejumlah besar senyawa seperti protein dan

lipid. Mikroalga memiliki kemampuan untuk menyerap berbagai bentuk nitrogen, dan

posfor, dimana mikroalga ini dapat menggunakan berbagai senyawa organik,

khususnya senyawa eutrofik yang mengandung nitrogen dan posfor sebagai sumber

karbon (Lee, dkk., 1998). Mikroalga pada dasarnya memanfaatkan berbagai senyawa

organik terutama pada perairan yang tercemar senyawa organik mengandung Nitrogen

dan Posfor bersama Karbon dalam fotosintesis. Oleh karena itu, kultur mikroalga

dalam limbah cair akan tumbuh baik dan sekaligus berperan positif dalam upaya

pengelolaan limbah cair. Kultur Botryococcus braunii adalah mikroalga hijau yang

Page 63: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

59

potensial dalam menghasilkan lipid, tetapi laju pertumbuhannya agak lambat.

Optimasi media pertumbuhan terbukti dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan

produksi lipida (Tran, dkk., 2010)

Penelitian oleh Wang dkk., (2009) menunjukkan feasibilitas kultivasi

Chlorella sp. dalam sampel limbah cair yang diambil dari empat lokasi berbeda dari

Pabrik Pengolahan Limbah Cair Pemukiman (MWTP). Diamati bahwa Chlorella sp.

dapat beradaptasi dengan baik pada keempat limbah cair dengan tanpa fase lag (fase

adaptasi). Pertumbuhan alga meningkat cepat pada bagian tengah kolam pengolahan

karena tingginya kadar nitrogen, posfor dan COD dibandingkan dengan 3 lokasi

limbah cair lainnya. Sreesai, dkk., (2002) juga telah mempelajari aplikasi mikroalga

lainnya untuk pengolahan limbah cair peternakan babi di Bangkok. Proses kultur

Chlorella sp didalam limbah cair menyebabkan transformasi zat-zat organik dan

nutrien dalam limbah menjadi biomassa alga. Hasil penelitian membuktikan bahwa

sistem kultur ini berhasil mengolah limbah cair peternakan babi dan mengembalikan

organisme air lain yang menguntungkan bagi lingkungan.

Hal tersebut telah mendorong peneliti untuk mengkaji mikroalga sebagai salah

satu solusi untuk pengendalian pencemaran akibat pembuangan limbah cair

peternakan ke badan-badan air dengan cara memanfaatkan mikroalga hijau yang

diperoleh dari wilayah Banda Aceh dan melakukan tahapan aklimatisasi mikroalga

hijau tersebut didalam limbah peternakan pada konsentrasi yang berbeda-beda. Tujuan

khusus dari penelitian ini adalah; (1) mengkaji pengaruh aklimatisasi mikroalga hijau

terhadap pertumbuhan mikroalga hijau yang berasal dari daerah Banda Aceh, (2)

membandingkan tingkat penyisihan nutrien limbah peternakan oleh mikroalga hijau

yang diaklimatisasi, (3) mengembangkan dan membudidayakan kultur mikroalga

hijau terbaik dengan biomassa berkadar lipid yang tinggi. Akhir penelitian ini

diperoleh metode pertumbuhan mikroalga yang terbaik dalam menyisihkan sejumlah

nutrien yang terdapat didalam limbah cair peternakan dan juga diperoleh biomassa

dengan kandungan lipid tinggi sebagai salah satu sumber alternatif minyak nabati dari

mikroalga hijau.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Sampel mikroalga hijau diperoleh dari kolam terbuka di wilayah Darussalam,

Banda Aceh. Sampel mikroalga diambil menggunakan net planton dan dicentrifuge.

Mikroalga campuran yang diperoleh kemudian dikultur didalam media pertumbuhan

BG-11 (Rippka dkk.,1979), dengan komposisi (g/L): NaNO3 1,5; Na2HPO4 0,04;

MgSO4.7H2O 0,075; ZnCl2 dihidrat 0.036; asam sitrat 0,006; ferric ammonium citrate,

0.006; Na2-EDTA 0.001; Na2CO3 0.02; dan larutan trace metal 1 ml (H3BO3 2.86 g,

MnCl2.4H2O 1.81 g, ZnSO4.7H2O 0.222 g, Na2MoO4.2H2O 0.390 g, CuSO4.5H2O 79

Page 64: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

60

mg and Co(NO3)2.6H2O 49.4 mg per liter) pada pH 7,4. Kloroform, Metanol (p.a).

Bahan kimia ini keseluruhan diperolah secara komersil dari Merck.

Sampel limbah cair hasil peternakan diperoleh dari kandang peternakan sapi di

Darussalam, Banda Aceh. Limbah peternakan ini disaring sebelum digunakan dalam

perlakuan.

Prosedur Penelitian

Analisa Karakteristik Limbah (sebelum dan sesudah perlakuan)

Limbah cair peternakan dibuat dalam konsentrasi yang berbeda (100%, 50%,

dan 25% v/v) untuk melihat pengaruh konsentrasi limbah terhadap pertumbuhan

mikroalga dan kemampuan menyisihkan limbah pada kondisi pekat dan dengan

pengenceran.

(1) Parameter pH limbah sebelum diinokulasi diukur dengan pH meter.

(2) Analisa NH4, NO3, PO4 (mg/L), dilakukan dengan cara APHA (2005) sebelum

diinokulasi dengan isolat. Pengukuran parameter nutrien limbah pada kultur

perlakuan dilakukan setelah mencapai fase stasioner.

Aklimatisasi Mikroalga

Mikroalga lokal yang diperoleh dari sumber kolam terbuka di wilayah Banda Aceh

dan sekitarnya, disentrifugasi, dan dikembangbiakkan dalam Media BG-11 serta

dibuat stok kulturnya dari mulai 10 ml, 100 ml, 500 ml dan 1000 ml sebanyak 2

wadah kultur. Salah satu wadah disimpan sebagai stok kultur dan wadah kultur

lainnya digunakan sebagai working kultur untuk selanjutnya diaklimatisasi didalam

limbah cair peternakan selama 14 hari sebelum digunakan untuk pengolahan limbah

cair.

Kultivasi Mikroalga dalam Fotobioreaktor dengan Variasi Perlakuan

Mikroalga yang telah diaklimatisasi digunakan didalam penanganan limbah

cair peternakan dengan cara mengambil inokulum sebesar 10%

(V.inokulum/V.media) dan ditanam didalam erlenmeyer 3000 ml yang mengandung

2000 mL media cair (BG-11 disterilkan langsung, sedangkan limbah cair lainnya

disaring halus). Kultur vessel diinkubasi pada keadaan tetap dengan suhu ruangan dan

intensitas pencahayaan kontinyu (lampu 4 x 8 watt) dengan aerasi udara tetap. Kultur

dianalisa untuk melihat kurva pertumbuhan mikroalga dengan menentukan kandungan

biomassa (dry weight) per 2 hari, sedangkan kandungan lipid biomassa hanya diukur

pada akhir masa kultivasi (16 hari). Mikroalga juga diberi perlakuan kultivasi 5 hari,

10 hari dan 15 hari untuk melihat pengaruh waktu tinggal mikroalga dalam

menyisihkan nutrien limbah dalam bentuk kandungan NH4, NO3, PO4 dalam media

sisa setelah dipisahkan dari biomassanya.

Page 65: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

61

Analisa Kultur Hasil Kultivasi

(1) Kurva Pertumbuhan Mikroalga

Kurva pertumbuhan mikroalga didapat dengan menentukan berat biomassa kering dengan

2 (dua) hari interval.

(2) Kandungan biomassa

Kandungan biomassa ditentukan dengan cara spektrofotometri menggunakan

panjang gelombang 680 nm (Lee dkk., 1998).

(3) Kandungan total lipid biomassa

Metode dasar analisa ini merupakan modifikasi dari Bligh dan Dyer (1959). Sel

alga yang dipanen dihancurkan dengan mortar dan dipindahkan kedalam corong

pemisah. Lipid diekstraksi dengan larutan kloroform metanol (2:1, v/v) dan

terpisah menjadi lapisan cairan kloroform dan metanol dengan penambahan

metanol dan air untuk menghasilkan rasio pelarut akhir dari kloroform : metanol :

air sebesar 1:1:0.9. Lapisan kloroform dicuci dengan 20 ml larutan NaCl 5%, dan

diuapkan sampai kering, total lipid ditentukan secara gravimetri (Lee dkk., 1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Aklimatisasi Mikroalga Hijau terhadap Pertumbuhan Mikroalga Hijau

Mikroalga hijau yang dikultivasi dalam limbah cair peternakan terlebih dahulu

diberi perlakuan aklimatisasi selama 14 hari untuk memperkuat daya tahan hidup dan

kemampuan adaptasi mikroalga terhadap konsentrasi limbah cair yang berbeda. Alga

hijau yang tumbuh kemudian diaplikasikan untuk menyisihkan kandungan nutrien

yang terkandung di dalam limbah peternakan agar aman dibuang ke lingkungan.

Gambar 1 dan 2 dapat dilihat ciri-ciri mikroalga hijau yang tumbuh didalam media

limbah cair peternakan.

Gambar 1dan 2. Mikroalga hijau campuran dalam limbah peternakan

Page 66: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

62

Kurva Kalibrasi Antara Absorbansi Dengan Biomassa

Kurva hubungan antara absorbansi dengan biomassa kering mikroalga

merupakan kurva kalibrasi untuk mengetahui kandungan biomassa mikroalga pada

saat mengukur hasil biomassa mikroalga selama tahap kultivasi. Hasil hubungan

antara absorbansi (A) dengan kandungan biomassa (dalam berat kering) mikroalga

(g/l) untuk kurva kalibrasi ditunjukkan pada Gambar 3. Kurva kalibrasi dibuat dengan

menentukan absorbansi mikroalga pada konsentrasi inokulum mikroalga awal yang

berbeda-beda yaitu 1, 5, 10, 15, 20 % v/v (volume inokulum per volume media cair).

Absorbansi diukur setelah pertumbuhan mencapai tahap logaritmik (7 hari) dan

pengukuran kandungan biomassa (dalam satuan berat kering g/l) dilakukan dengan

memisah biomassa dari media cair dan dikeringkan pada suhu 1050C pada oven.

Gambar 3. Kurva kalibrasi absorbansi (A) terhadap kandungan biomassa

kering alga (g/L) pada limbah peternakan

Kultur mikroalga hijau teraklimatisasi dikultivasi pada keadaan tetap dengan

suhu ruangan dan intensitas pencahayaan kontinyu (lampu 4x8 watt) untuk

mengetahui pengaruh aklimatisasi terhadap kandungan biomassa mikroalga pada

konsentrasi limbah cair yang berbeda. Kultur dianalisa untuk melihat kurva

pertumbuhan mikroalga dengan menentukan kandungan biomassa (dry weight) per 2

hari dan hasilnya diilustrasikan pada Gambar 4.

y = 2.2942x - 0.0466

R2 = 0.9853

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Absorbansi (A)

Kandungan Biomassa (g/L)

Page 67: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

63

Gambar 4. Pengaruh konsentrasi limbah cair peternakan terhadap kandungan

biomassa mikroalga teraklimatisasi.

Pertumbuhan mikroalga hijau sangat dipengaruhi oleh media tumbuh yang

digunakan, karena mikroalga lokal yang telah diaklimatisasi dalam limbah peternakan

dan yang tidak diaklimatisasi menunjukkan kurva pertumbuhan yang berbeda jauh.

Pada Gambar 5, pertumbuhan mikroalga yang tidak diaklimatisasi sangat lambat

dalam menyesuaikan diri dengan konsentrasi limbah peternakan yang pekat sehingga

butuh waktu lebih lama untuk fase pertumbuhan limbah cair peternakan pada 50 dan

100%. Kurva pertumbuhan pada media limbah peternakan masih harus menyesuaikan

diri dengan tingkat kepekatan yang terkandung dalam limbah cair yang telah

mengalami masa aklimatisasi. Kandungan biomassa mikroalga yang telah

diaklimatisasi antara 0,3–1,6 g/l, dengan biomassa tertinggi diperoleh pada media

kontrol saat pertumbuhan 12 hari, dan pada media limbah cair peternakan 25% saat

pertumbuhan 16 hari.

Gambar 5. Pengaruh konsentrasi media terhadap kandungan biomassa alga

yang tidak diaklimatisasi dalam masa kultivasi 16 hari

Page 68: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

64

Media cair yang berasal dari limbah peternakan dapat menjadi media tumbuh

yang baik bagi pertumbuhan mikroalga hijau lokal dan berpotensi sebagai medium

alternatif pertumbuhan massal mikroalga hijau lokal dimasa yang akan datang.

Bertoldi, dkk (2006), menyebutkan bahwa alternative media kultur yang telah

dievaluasi untuk kultivasi mikroalga diantaranya limbah cair industri dan pertanian,

yang mengandung residu kaya akan nutrien dan dapat diubah menjadi nutrisi bagi

pertumbuhan biomassa aquakultur. Hu dkk, (2004), juga menyebutkan bahwa

beberapa jenis mikroalga hijau seperti Scenedesmus sp. dan Chlorella sp., mampu

tumbuh baik dalam limbah cair peternakan, tanpa pengenceran dengan air.

Konsentrasi limbah sangat berpengaruh pada pertumbuhan mikroalga hijau, dimana

semakin tinggi kepekatan limbah cair peternakan maka pertumbuhan menjadi semakin

lambat dan butuh fase pertumbuhan yang lebih lama untuk tumbuh. Penelitian proses

aklimatisasi mikroalga hijau lokal selama 14 hari agar mikroalga tersebut dapat

beradaptasi dengan lingkungan limbah cair peternakan.

Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

memerlukan cahaya, karbondioksida, air dan garam anorganik dan suhu antara 20-30 0C. Pertumbuhan mikroalga hijau membutuhkan karbondioksida sebagai sumber

utama pencahayaan dan nutrien.

Pertumbuhan mikroalga hijau lokal sangat dipengaruhi oleh masa kultivasi,

konsentrasi limbah cair dan siklus pencahayaan. Kandungan biomassa terus

meningkat pada siklus cahaya 24 jam dan mulai menurun pada siklus cahaya 12 jam.

Berkurangnya pencahayaan dan kandungan nutrien dalam limbah cair sehingga proses

fotosintesis berjalan agak lambat dan jumlah biomassa yang dihasilkan lebih sedikit

dibandingkan siklus cahaya 24 jam pada konsentrasi limbah cair 100%. Konsentrasi

limbah peternakan 100%, mula-mula kandungan bahan organik yang tinggi belum

mampu terdegradasi sempurna oleh mikroalga sehingga butuh waktu 5 hari untuk

dapat beradaptasi sampai tercapai pertumbuhan biomassa tertinggi pada 15 hari.

Kandungan biomassa pada media tumbuh, limbah cair peternakan sangat dipengaruhi

oleh siklus pencahayaan dan konsentrasi limbah, dimana pada kondisi pekat 100%

limbah dan siklus cahaya 24 jam, mikroalga masih tetap beradaptasi pada kondisi

turbiditas tinggi dan mulai tumbuh baik pada hari ke-5. Konsentrasi limbah yang sama

dan pencahayaan 8 jam, kandungan biomassa meningkat lebih tinggi dari pada siklus

24 jam. dipengaruhi oleh faktor tingginya kandungan nutrien yang terdapat didalam

limbah peternakan sehingga dengan pencahayaan kontinyu mikroalga terus memakan

nutrien yang ada sehingga setelah nutrien habis pertumbuhan akan menurun,

sedangkan dengan pencahayaan 12 jam mikroalga lokal ini masih dapat beristirahat

sambil terus berasimilasi memanfaaatkan nutrien dalam limbah cair peternakan

sebagai sumber makanannya.

Page 69: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

65

Penyisihan Nutrien oleh Mikroalga Hijau

Limbah peternakan diperoleh dari kolam penampungan limbah peternakan

warga diwilayah Kota Banda Aceh dengan ciri fisik berwarna hitam kecoklatan yang

mengandung endapan organik berwarna hijau, berbau menyengat dan bercampur

antara feses dengan urin ternak. Analisa pH limbah dilakukan beberapa saat setelah

pengambilan sampel, dan kemudian dilanjutkan dengan analisa kandungan COD,

BOD, dan nutrien berupa ammonium, nitrat dan posfat yang ditunjukkan dalam Tabel

1 berikut. Kandungan pH limbah peternakan berkisar antara 9,1–9,6. Kandungan pH

yang tinggi pada limbah cair ini disebabkan oleh kandungan bahan organik dan juga

nutrien yang terdapat didalam limbah sehingga dibutuhkan pengolahan terhadap

limbah agar aman dibuang ke perairan dan tidak menimbulkan eutrofikasi.

Tabel 1. Data karakteristik limbah cair peternakan sebelum perlakuan.

Parameter limbah Konsentrasi Limbah Peternakan (v/v)

Kontrol 100 50 25

pH 9,6 9,4 9,0 8,2

COD (mg/L) 1120 960 160 10

BOD (mg/L) 628 471 73 4

NH4 (mg/L) 1,0 0,62 0,36 0,82

NO3 (mg/L) 8,208 4,980 2,700 0,622

PO4 (mg/L) 6,836 5,552 6,453 0,946

Kemampuan mikroalga hijau lokal dalam menyisihkan nutrien yang

terkandung dalam limbah cair peternakan dalam bentuk kandungan Amonium, Nitrat

dan Posfat. Kandungan pH limbah diukur, sedangkan analisa kandungan nutrien NH4,

NO3, PO4 (mg/l), dilakukan dengan cara APHA (2005) sebelum diinokulasi dengan

inokulum mikroalga teraklimatisasi. Hasil analisa penurunan nutrien limbah cair

peternakan setelah dikultur selama 16 hari, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Persen penyisihan limbah cair peternakan setelah kultivasi 16 hari

Parameter

limbah

Konsentrasi Limbah

Peternakan (v/v) Kontrol

Persen Penyisihan Nutrien

LP100 LP50 LP25 (BG-11) LP100 LP50 LP25 (BG11)

pH 9,6 9,4 9,0 8,2 9,6 9,4 9,0 8,2

COD (mg/L) 192 80 32 4,8 82,86 91,67 80 50

BOD (mg/L) 0 2 1 1 100 99,68 76,19 75,19

NH4 (mg/L) 0,181 0,139 0,146 0,401 81,9 77,58 59,44 51,1

NO3 (mg/L) ND 0,53 0,274 0,16 ND 89,18 89,85 74,28

PO4 (mg/L) ND ND ND 0,767 ND ND ND 18,92

ND = tidak terdeteksi.

Page 70: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

66

Hasil analisa kandungan nutrien limbah setelah 15 hari kultivasi menunjukkan

bahwa parameter COD dan BOD mampu diturunkan sampai 98-100%, sedangkan

nutrien nitrat mampu diturunkan oleh kultur mikroalga sampai 89%, kemudian diikuti

dengan nutrien Amoniak. Penurunan nutrien Posfat tidak dapat terdeteksi pada sisa

media kultur alga 16 hari, sehingga kecenderungan penurunan nutrien jenis Posfat

tidak terbaca.

Produksi Lipid Mikroalga Hijau

Pada Tabel 3 diperlihatkan kemampuan mikroalga teraklimatisasi dalam

memproduksi total lipida setelah masa kultivasi 16 hari.

Tabel 3. Produksi Total Lipida Mikroalga Hijau setelah masa kultivasi 16 hari

Media Kultur Total Lipida (%)

Kontrol (BG-11) 35,72

LP100 16,00

LP50 15,12

LP25 38,53

KESIMPULAN

1. Pertumbuhan mikroalga hijau yang diaklimatisasi dan yang tidak

diaklimatisasi menunjukkan perbedaan yang nyata pada kurva

pertumbuhannya.

2. Kultivasi mikroalga selama 16 hari menunjukkan kemampuan mikroalga

teraklimatisasi dalam menurunkan kandungan nutrien Amonium, Nitrat dan

Pospat dalam limbah peternakan.

3. Mikroalga hijau yang teraklimatisasi dalam limbah peternakan mampu

memproduksi lipid 15-38%.

SARAN

1. Perlu dikaji lebih lanjut tingkat pertumbuhan dan penyisihan nutrien dalam

limbah peternakan pada faktor-faktor lainnya seperti; intensitas pencahayaan,

dan penambahan aerasi karbondioksida terhadap kandungan biomassa dan

lipida dari mikroalga hijau.

2. Perlu pengembangan penelitian mikroalga hijau teraklimatisasi untuk metode

ekstraksi terbaik sebagai penghasil minyak nabati berkadar asam lemak tinggi

yang berpotensi sebagai biodiesel.

Page 71: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

67

DAFTAR PUSTAKA

American Public Health Association (APHA0, (2005), Standards Methods for the

Examination of Water and Wastewater, 21st ed.; American Public Health

Association: Washington, D.C.

Bertoldi, F.C., Sant’Anna, E., da Costa Braga, M.V., and Oliveira, J.G.B., (2006),

Lipids, Fatty Acids Composition And Carotenoids of Chlorella Vulgaris

Cultivated In Hydroponic Wastewater, Grasas y aceites, 57 (3), 270-274.

Bligh, A., Dyer, W.J. (1959), A Rapid Method of Total Lipid Extraction and

Purification, Can. J. Biochem. Physiol. 37, 911-917.

Hoyle, B.D., Lerner, K.L., Richmond, E., (2003). Algal Blooms in Fresh Water. 1, 21-

24.

Hu, Q., dan Sommerfeld, M., (2004), Selection of High Performance Microalgae for

Bioremediation of Nitrate-Contaminated Groundwater, Technical Report for

Grant Number 01-HO-GR-0113, School of Life Sciences Arizona State

University.

Johnson, M. B., (2009), Microalgal Biodiesel Production through a Novel Attached

Culture System and Conversion Parameters, Master Thesis of Virginia

Polytechnic Institute and State University

Lee, S.J., Kim, S. -B., Kim, J.-E., Kwon, G. -S., Yoon, B. -D., and Oh, H. -M.. (1998).

Effects of harvesting method and growth stage on the flocculation of the green

alga Botryococcus braunii, Letters in Applied Microbiology, 27, 14–18.

Metcalf and Eddy, Inc (2004), Wastewater Engineering: Treatment and Reuse, 4th

Edition, McGraw-Hill International, New York.

Rippka, R., J. Deruelles, J.B. Waterbury, M. Herdman, and R. Y. Stanier. (1979),

Genetic Assignments, Strain Histories and Properties of Pure Cultures of

Cyanobacteria. J. Gen. Microbiol. 111: 1-61.

Sreesai, S., Asawasinsopon, R., and Satitvipawee, P., (2002), Treatment and Reuse of

Swine Wastewater, Thammasat Int. J. Sc. Tech., Vol 7. No.1

Tran, H.L., Kwon, J.S., Kim, Z.H., Oh, Y., Lee, C.G., 2010, Statistical Optimization

of culture media for growth and lipid production of Botryococcus braunii

LB572, J.Biotechnology and Bioprocess Engineering, Vol 15, No.2, pp 277 –

284.

Wang, L., Min Min., Li. Y., Chen. P., Chen, Y., Liu, Y., Wang, Y., and Ruan, R.,

(2009), Cultivation of Green Algae Chlorella sp. in Different Wastewaters

from Municipal Wastewater Treatment Plant, Appl Biochem Biotechnol., DOI

10.1007/s12010-009-8866-7

Woertz, I. C., (2007), Lipid Productivity Of Algae Grown On Dairy Wastewater As A

Possible Feedstok For Biodiesel, Master Thesis of California Polytechnic

University, San Louis Obispo.

Page 72: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

68

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMA

SE KABUPATEN ACEH UTARA

Oleh

Jalaluddin

Munawar

Zainal Abidin Suwarja

ABSTRAK Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu model manajemen yang

memberikan kewenangan yang luas kepada sekolah untuk pengelolaan sekolah sesuai

dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan sekolah. Manajemen Peningkatan Mutu

Berbasis Sekolah yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Menegah Umum,

diungkapkan beberapa indikator yang menjadi karakteristik dari konsep MPBS

sekalugus merefleksikan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak antara lain

sebagai berikut: (1) Lingkungan sekolah yang aman dan tertip; (2) Sekolah memiliki

misi dan target mutu yang ibgin dicapai; (3) Sekolah memilki kepemimpinan yang

kuat; (4) Adanya harapan yang tinggi dari personil sekolah (kepala sekolah,guru, dan

staf lainnya, termasuk siswa) untuk berprestasi; (5) Adanya pengembangan staf

sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK; (6) Adanya pelaksanaan evaluasi

yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administrative, dan

pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan dan atau perbaikan mutu; (7) Adanya

komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua siswa dan masyarakat. Untuk

meningkatkan implementasi manajemen berbasis sekolah di SMA Se-Kabupaten

Aceh Utara melalui seminar, pelatihan dan panduan pelaksana manajemen berbasis

sekolah. Untuk meningkatkan keharmonisan sekolah dengan masyarakat dalam

peningkatan dalam peningkatan mutu sekolah. Komite sekolah harus menjadi mitra

sekolah, sehingga sekolah bisa lebih konsentrasi melakukan proses pembelajaran,

sedangkan komite sekolah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh

sekolah. Sekolah menyusun rencana kerja tahunan dan rencana kerja empat tahun

dengan mengembangkan bidang kurikulum dan pembelajaran, kesiswaan, ketenagaan,

sarana dan prasarana, keuangan, peran serta masyarakat dan pelayanan khusus;

Sedangkan evaluasi sekolah meliputi, supervisi, evaluasi pembelajaran, evaluasi diri

sekolah, dan akreditasi sekolah; Yang menjadi faktor pendukung, Jumlah dan

kompetensi guru memadai, komitmen warga sekolah, pembagian tugas guru sesuai

dengan kemampuan guru, sarana dan prasaran sekolah memadai. Sedangkan faktor

penghambat adalah partisipasi masyarakat belum optimal, kompetensi guru perlu

ditingkatkan, dana serta sarana dan prasarana belum mencukupi, hasil evaluasi belum

ditindaklanjuti secara benar.

Keywords: Manajemen berbasis sekolah, dan mutu pendidikan

Page 73: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

69

PENDAHULUAN

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), merupakan salah satu jawaban dari

pemberian otonomi daerah di bidang pendidikan dan telah diundang-undangkan

dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidik Nasional

Pasal 48 ayat (1) menyatakan bahwa “Pengelolaan dana pendidikanberdasarkan

prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik” Sejalan dengan hal

diatas, maka pemerintah juga mengeluarkan peraturan pemerintah yang melandasi

pelaksanaan

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di satuan pendidikan yaitu, Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 19 ayat (1) menyatakan bahwa “Pengelolaan

satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan

Manajemen Berbasis Sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan,

partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas”.

Desentralisasi pendidikan menawarkan paradigma baru bagi kepala sekolah

untuk lebih mandiri dan mengembangkan seluruh sumber daya sekolah menjadi

sekolah unggul. Tuntutan tersebut diperkirakan berimplikasi terhadap penyusunan

kurikulum dan manajemen sekolah. Perubahan manajemen pendidikan menjadi suatu

keniscahyaan, sehingga sekolah-sekolah juga dituntut melakukan perubahan

mananjemen agar lulusan sekolah benar-benar berkualitas.Sistem yang sentralistik

selama ini telah menghalangi peluang berkembangnya profesionalisme di bidang

pendidikan baik faktor pembiayaan pemdidikan yang masih rendah, sumber daya

yang kurang memadai, manajemen yang kurang efektif, maupun faktor ekternal yaitu

bidang politik, ekonomi, hukum dan iptek yang turut memberikan kontribusi

rendahnya mutu pendidikan.

Strategi manajemen ini menekan adanya program peningkatan mutu berkelanjutan,

ketelibatan orang tua siswa dalam perbaikan sekolah, bidang pengajaran, guru dan

pegawai, siswa, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan masyarakat.

Manajemen Berbasis Sekolah diperkirakan mempunyayi peluang besar dalam

mendorong gerakan perbaikan mutu pendidikan dalam era otonomi daerah. Namun

pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah sangat tergantung pada mutu sumber daya

manusia. Terutama kemampuan kepala sekolah dalam menerapakan ide-ide baru dan

perbaikan mutu sesuai dengan ide, tujuan dan fungsi Manajemen Berbasis Sekolah.

Hubungan kerja sama antara personil sebagai inti dari proses manajerial yang

dilakukan oleh manajer sehingga program kerja organisasi dalam bidang pendidikan

dapat terlaksana dengan baik pelaksanaan proses belajar mengajar, administrasi,

pembinaan siswa, evaluasi kependidikan dalam rangka efektivitas organisasi

pendidikan dengan peningkatan mutu secara berkelanjutan.

Manajemen Berbasis Sekolah secara konsepsional akan membawa perubahan

terhadap peningkatan kinerja sekolah dalam peningkatan mutu, efesiensi manajemen

keungan, pemerataan kesempatan dan pencapaian tujuan politik (demokrasi) suatu

Page 74: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

70

bangsa lewat perubahan kebijakan desentralisasi diberbagai aspek baik politik,

edukatif, administrativ, maupun aggaran pembiayaan pendidikan.

Manajemen Berbasis Sekolah selain akan meningkatkan kualitas belajar

mengajar dan efisiensi operasional pendidikan, juga tujuan politik terutama demokrasi

di sekolah Permadi, (2001:17)

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan,

salah satunya adalah memberikan otonomi yang luas kepada sekolah untuk

pengambilan keputusan secara partisiatif dengan melibatkan masyarakat secara secara

langsung.

Diyakini bahwa Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan

suatu model Pelaksanaan kebijakan desentralisir bidang pendidikan, sehingga dapat

dijadikan suatu konsep inovatif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Keberhasilan pelaksanaan MBS sangat di tentukan oleh kebijakan dari pemerintah dan

juga keterampilan kepala sekolah, guru, dan partisipasi masyarakat.

Kepala sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat harus mengerti bentuk

pengembangan program pendidikan yang tepat dan layak di berikan pada peserta

didik, serta dapat merencanakan segala program yang lebih operasional sesuai dengan

kebutuhan mereka.

Terkait dengan unsur-unsur yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap

efektifnya MBS di sekolah. Menurut Nurkolis (2003:42) bahwa Manjemen Berbasis

Sekolah adalah unsur pokok sekolah memegang kontrol yang lebih besar pada setiap

kejadian yang terjadi di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi

lembaga non-struktur yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru,

kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat dan murid. Seiring

dengan semakin gencarnya tuntutan akuntabilitas para lulusan sebagai salah satu

indikator keberhasilan pendidikan, MBS menjadi sekolah target utama penilaian, dan

membebaninya dengan serangkaian kewajiban untuk melakukan banyak hal dalam

rangka memenuhi segala kebutuhan pendidikan para peserta didik.

Semenjak adanya pemberian otonomi kesekolah dengan menerapkan konsep

MBS, berbagai permasalahan muncul baik dari segi kesiapan SDM kepemimpinan

kepala sekolah, guru, ketersediaan sarana dan prasarana dan partisipasi mayarakat.

Permasalahan lain adalah perencanaan analisis SWOT dan strategi yang digunakan

dalam melaksanakan MBS di sekolah.

TINJAUAN PUSTAKA

Siahaan, (2006:31) menyatakan bahwa “dalam model sekolah yang

menerapakan pendekatan MPBS dalam pengelolaannya, guru dan staf lainya dapat

menjadi lebih efektif karena adanya partisifasi mereka dalam membuat keputusan”.

Dengan demikian, rasa kepemilikan terhadap sekolah menjadi lebih tinggi dan

Page 75: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

71

pengunaan sumber daya pendidikan lebih optimal sehingga diperoleh hasil yang lebih

baik.

Menurut Fattah (2000:8) Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai:

pengalihan dan pengambilan keputusan dari tingkat pusat sampai ke tingkat sekolah.

Pemberian kewenangan dalam pengambilan keputusan di pandang sebagai

otonomi di tingkat sekolah dalam pemanfaatan semua sumber daya sehinga sekolah

mampu secara mandiri, mampu mengali, mengalokasikan, menentukan piroritas,

memanfaatkan, mengendalikan dan mempertanggung jawabkan kepada setiap pihak

yang berkepentingan.

Mulyasa (2004:41) menyatakan bahwa: “untuk menjamin efektivitas

pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala sekolah

sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru harus menjabarkan isi

kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke dalam program tahunan, semesteran

dan bulanan” Manajemen Berbasis Sekolah diartikan sebagai “model manajemen

yang memberikan otonomi atau kemandirian yang lebih besar kepada

sekolah”.Sagala, (2006:133) Model manajemen ini mendorong pengambilan

keputusan partisipatif yang melibatkan langsung semua warga sekolah sesuai dengan

standar mutu yang berkaitan dengan kebutuhan sarana dan prasarana, fasilitas sekolah,

peningkatan kualitas kurikulum, dan pertumbuhan jabatan guru.

Mulyasa (2004 : 33) mengatakan bahwa: Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

atau School Berbasis Manajemen merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah

yang efektif dan produkif. Hal ini disebabkan dalam konsep MBS, pengambilan

keputusan diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yaitu

sekolah, meskipun standar pelayanan minimnya ditetapkan oleh pemerintah, akan

tetapi sekolah lebih leluasa dalam mengelola sumber daya, sumber dana,

sumberbelajardalammengalokasikan-

nya sesuai dengan prioritas kebutuhan di sekolah.

Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di jajaran sekolah yang berstatus

negeri, memang memerlukan sosialisasi, dari kantor cabang Dinas Pendidikan dan

Pengajaran di tingkat kecamatan melalui berbagai upaya seperti:

1. Memberikan penjelasan bahwa telah terjadi perubahan paradigma manajemen

pendidikan dari yang bersifat birokratis hirarkis menuju demokratis.

2. Menjelaskan keuntungan yang diperoleh dengan di terapkan Manajemen Berbasis

Sekolah.

3. Menjelaskan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah adalah salah satu wujud

demokratisasi pendidikan di persekolahan.

4. Dengan diterapkan Manajemen Berbasis Sekolah, maka kepala sekolah memiliki

wewenang yang besar dalam manentukan berbagai kebijakan sekolah.

Page 76: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

72

5. Mendorong kepemimpinan kepala sekolah untuk secara terus menerus

mempersiapkan diri menerima dan melakukan perubahan sesuai dengan tuntutan

masyarakat sebagai penguna jasa lembaga pendidikan.

6. Menyadarkan pengelola atau penyelengara sekolah bahwa masyarakat berhak

memiliki akses kesekolah.

METODE PENELITIAN

a. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk meliput data dalam

penelitian, Instrumen penelitian yang diperlukan adalah pedoman wawancara,

pedoman observasi dan pedoman dokumentasi. Arikunto (2002:174) mengemukakan

bahwa: keberhasilan penelitian kualitatif sangat ditentukan oleh ketelitian dan

kelengkapan catatan lapangan yang disusun peneliti. Catatan lapangan disusun

berdasarkan hasil pengamatan (observasi), wawancara dan studi dokumentasi.

Sedangkan untuk penulisan tesis ini penulis menggunakan pedoman wawancara,

pedoman observasi dan pedoman dokumentasi.

b. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan mengikuti prosedur

atau langkah-langkah seperti dikemukakan Nasution (1992:126-141), yaitu: (a)

reduksi data, (b) display data, (c) kesimpulan, dimana proses berlangsungya secara

sirkuler selam penelitian berlangsung. Pada tahap awal pengumpulan data, fokus

peneliti masih melebar dan belum tamapak jelas, sedangkan observasi masih bersifat

umum dan luas. Setelah fokus semakin jelas maka peneliti mengunakan observasi

yang lebih berstruktur untuk mendapatkan data yang lebih spesifik.

Penelitian ini dilakukan pada bulan April s.d Oktober pada SMA Negeri 1

Samudra,SMA Negeri Bina Bangsa Lhokseukon, SMA Negeri 1 Matangkuli, SMA

Negeri 1 Syamtalira Aron dan SMA Negeri 1 Payabakong semuanya berada pada

Kabupaten Aceh Utara yang sudah menerapkan konsep Manajemen Berbasis Sekolah

(MBS). Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah Kepala Sekolah,

Pendidik (Guru), Komite Sekolah dan Tokoh Masyarakat.

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Manajemen Kepala Sekolah Di Kabupaten Aceh Utara MBS telah dilaksanakan mulai sejak 2001 dan

sekolah terakhir yang mulai menerapan MBS tersebut adalah pada tahun 2009 yang

lalu. Artinya usia MBS di kabupaten Aceh Utara secara teori sudah sangat lama

sekali. Namun dengan usianya yang sudah diatas 10 tahun ternyata tidak semua

personil sekolah paham akan apa itu MBS, bahkan ada 1 sekolah sampel yang seluruh

personilnya tidak tahu MBS. Sosialisasi yang dilakukan oleh para atasan untuk

Page 77: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

73

memperkenalkan MBS ini hanya berupa pertemuan, dan dimasukkan dalam rapat

(100%), tidak ada juknis atau tindakan, apa apa yang harus dilakunkan untuk

membantu mengenalkan MBS ini ke staf sekolah.

Visi Misi Tujuan Sekolah diketahui oleh semua kepala sekolah, jelas sekali

mereka terlibat terlalu banyak dan dinia pendikan. Kekuatan pendukung MBS ini

beraneka ragam di sekolah penelitian sampel ini. Visi misi dan tujuan sekolah telah

dipahami dan diketahui betul oleh para kepala sekolah karena mereka turut menyusun

dan mengoreksinya serta membantu mensosialisasikannya. Kekuatan MBS disekolah

sampel berbeda-beda ada yang mengandalkan sarana prasarana, ada juga perangkat

pembelajaran. Namun 50% adalah kualifikasi pendidik yang S1 dan mengajar sesuai

bidangnya.

Kelemahan sebagian besar (70%) berkutat di perilaku masyarakat yang Aceh,

tidak mendukung selain pemerintah juga belum maksimal memberikan dana dan

menyediakan tenaga pengajar. Bentuk partisipasi masyarakat selain moril dan materil

juga keamanan siswa, hadir dalam rapat namun seluruh Kepala Sekolah sepakat

bahwa bantuan dalam bentuk biaya (dana) tidak bisa diandalkan dari para masyarakat.

Sistem pengelolaan manajemen dan kurikulum dijalankan sesuai standar, tupoksi dan

mengacu pada faktor pendukung dan dasar hukum.

Kerjasama yang dilakukan oleh para kepala sekolah dan guru dilakukan

dengan baik dalam bentuk kerja sama, musyawarah dan dukungan serta kesempatan

kepada para guru untuk kreatif dan inovatif. Bentuk kemandirian program kesiswaaan

dilakukan dengan cara melibatkan siswa dengan tetap mengacu pada visi missi

sasaran dan tujuan sehingga terbentuk PICK, KRR, PMR, OSIS, Seni bahkan unit

kewirausahaan.

Pengelolaan program dan kurikulum 60% sudah akuntabel, sisanya sedang

ditindak lanjuti dan tidak akuntabel. Untuk kuantitas pekerjaannya telah dilaksanakan

minimal 70% namun tidak ada yang mencapai 90% lebih. Hal tersebut terjadi karena

kemampuan guru, dana, masyarakat yang tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah

dan solusi yang diharapkan oleh para kepala sekolah tersebut adalah dengan

meningkatkan disiplin, kemampuan guru (SDM) dan siswa serta kepeduliaan dari para

stakeholders.

Pelaksanaan program dilakukan melalui musyawarah yang dilakukan dengan

membentuk MGMP dan menegakkan disiplin, inovasi pendidikan serta masalah-

masalah pendidikan juga sering dibahas. Untuk berjalan efektif monev dilakukan

dengan memberikan sanksi pada setiap yang melaggar proposal kerja dan meminta

pertanggung jawaban penanggung jawab program tersebut.

Dan akhirnya hasilnya terjadi peningkatan yang signifikan dan positif,

termasuk dalam bidang prestasi akademik dan non akademik. Sekolah dapat

menghasilkan siswa yang aktif dan inovatif serta berprestasi dan diterima di PTN.

Page 78: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

74

Selain itu para siswa mewakili sekolah, kabupaten bahkan provinsi untuk berbagai

kejuaraan.

Seluruh hasil itu tentunya berdampak positif terhadap sekolah walaupun juga

menimbulkan ekses negative yaitu tanggung jawab sekolah dalam segala hal menjadi

penuh. Namun secara umum hal tersebut tetap memberikan respon yang baik, positif

dan menyenangkan bagi kepala sekolah, bahkan tidak merasa MBS ini menganggu

kewenangan mereka para kepala sekolah. Untuk kesejahteraan personil juga

meningkat, karena ada banyak insentif dan penghargaan bagi para personil yang

bermutu kreatif. Mereka pun bereaksi positf dengan semakin bertanggung jawab dan

berkompetensi.

B. Manajemen Guru dan Personil Sekolah Pola sosialisasi yang dilakukan para kepala sekolah yaitu dengan rapat-rapat

rutin maupun briefing pada waktu tertentu. Para guru pun dilibatkan penuh pada

penyusunan visi misi tujuan sasaran sekolah dan tentu saja program yang diusulkan

dan dijalanakan sudah sesuai dengan keinginan sekolah secara umum dan kearifan

lokal (kultur masyarakat) serta melewati tahap SWOT dan didukung oleh transparansi

sistem pengelolaan baik manajemen sekolah maupun kesiswaan.

Program-program tersebut dilaksanakan dengan jadwal dan waktu yang telah

diprediksi sebelumnya, jikapun terjadi perubahan disesuiakan kembali pelaksanaanya

dan itu menjadi tanggung jawab masing-masing kepala program. Monev yang

dilakukan dalam bentuk pemantauan secara kualitatif dan berjangka 1 bulan. Untuk

bidang akademik dan non akademik, sejalan dengan kepala sekolah, seluruh guru

sepakat hasilnya sangat meningkat dan membanggakan serta teratur. Tidak ada guru

yang tertekan dengan adanya MBS ini, bahkan kesejahteraan personil meningkat

karena tersedianya dana lebih dan secara garis besar seluruh guru sepakat MBS ini

berdampak positif.

C. Komite Sekolah Pola sosialisasi yang diterima komite/masyarakat dalam bentuk rapat

(gabungan atau rutin) yang dilakukan oleh sekolah. Serupa dengan guru para komite

juga dilibatkan dalam penyusunan visi misi tujuan sasaran sekolah sehingga mereke

berpendaapat program-program tersebut secara umum baik, sesuai dan bisa

dijalankan. Untuk bidang keuangan, hanya 40% komite yang tahu secara lengkap

laporannya, sedangkan sebagian besar tidak tahu tentang laporan keuangan lengkap

sekolah tiap tahunnya.

Para komite dan masyarakat hanya bisa memberikan bantuan dalam bentuk

tenaga, material dan moril, walaupun ada sebagian (20%) memberikan bantuan dana.

Walaupun begitu mereka tetap berniat dan ingin bekerjasama dengan tetap

mendungkung sekolah, menganalisis kebutuhan sekolah serta ikut dalam setiap rapat

yang diadakan. Sedikit kejanggalan, seluruh komite sekolah sepakat adanya

Page 79: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

75

transparasi di sekolah, padahal sebelumnya mereka menjawab tidak mengetahui

secara rinci dana yang masuk dan keluar, terjadi inkosisten pada jawaban ini.

Menurut mereka lagi anggaran telah sistematis dan teratur, dapat

dipertanggung jawab kan dan dikelola dengan akuntabilitas yang tinggi.

Kemandirian penyusunan program dengan membentuk sebuah tim kerja

kemudian tim ini diarahkan untuk menyusun dan mengembangkan program sehingga

diharapkan hasil yang diharapkan dapat meningkatkam mutu, partisisipatif dan

positif. Para komite telah diakomodir dengan pertemuan, Tanya jawab, rapat bahkan

dengan kotak saran yang disediakan. Monev dilakan dengan mengajukan pertanyaan,

tinjauan langsung, memantau bahkan intervensi secara efektif.

Dampak positif dari MBS ini adalah target dan sistem pendidikan lebih

dipahami dan diterima oleh masyarakat. Dan secara umum masyarakat dan komite

sangat medukung dan memberikan respon positif pada MBS ini.

KESIMPULAN

1. Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam

mengkoordinasikan,menggerakkan dan menyerasikan semua sumber daya

pendidikan yang tersedia

2. Kepemimpinana kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat

mendorong sekolah untuk dapat meujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran

sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan

bertahap.

3. Guru dan komite sekolah secara bersama-sama ikut serta penyusunan manajemen

untuk meningkatkan potensi belajar siswa dalam menyusun program perencanaan

kegiatan. Kelemahan terlihat dari kemampuan yang dimiliki oleh guru dan komite

dalam hal melayani penggunaan sumberdaya sekolah.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Arikunto, Suharsimi, (2002). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Bedjo Sujanto, (2007). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Jakarta: CV.

Sagung Seto.

Depertemen Pendidikan Nasional, (2001).Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah. Buku 1 Jakarta. Depdiknas.

Dedi, Hamid, (2003). Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Jakarta: Purat Bahagia.

Duhou, Abu Ibtisam, (1999). School Based Management. Jakarta: Logos.

Fattah, Nanang, (2000). Manajemen Berbasis Sekolah, Andira, Bandung.

Gaffar, (1989), Perencanaan Pendidikan Teori dan Metodelogi. Jakarta: P2LPTK.

Huberman, (1992), Analisis Data Kualitatif, Terjemahan Tjetjeb Rohindi, Jakarta: Ui

Press

Page 80: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

76

Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi, (2001). Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi

Daerah. Yogyakarta: Adicipta.

Mukhtar Dan Suparto, Widodo, (2003). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: CV.

Fijamas.

Mulyasa. E, (2004). Menjadi Kepala Sekolah yang Profesional. Bandung. PT Remaja

Rosda Karya.

Mulyasa, E., (2002). Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi,

Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

Mulyana, Deddy, (2002). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Moleong, Lexy, J. (2000), Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rordakarya,

Bandung.

Nasution, (1992) Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung : Tarsito.

Nurkolis, (2003). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Nurkolis, (2005). Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: PT. Grasindo, cet ke 2.

Permadi, Dedi, (2001). Manajemen Berbasis Sekolah Dan Kepemimpinan Mandiri

Kepala Sekolah, PT. Sara Panca Karya Nusa, Bandung.

Satori, Djam’an, (2001). Manajemen Berbasis Sekolah (School Baed Management)

Basic Educational Project. Jawa Barat, Bandung.

Salisbury, D, F. (1996). Five Technologies For Educational Chage, New Jersey:

Educational Technology Publications, Englewood Campany.

Sidi, Indra Djati, (2003), Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru

Pendidikan, Paramadina Jakarta.

Siagian, Sondang P. (1995). Manajemen Stratejik. Jakarta. Bina Aksara.

Siahaan. Dkk, (2006). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Quantum Teaching.

Ciputat.

Suryadi, Ace, (1998). Manajemen Pendidikan Nasional dalam Kerangka

Kemandirian Bangsa. Idepdikbud. Jakarta.

Supriadi, dkk, (2001), Reformasi Pendidikan Dalam Kontek Otonomi Daerah, Adcita

Karya Nusa,Yokyakarta.

Sujanto, Bedjo (2007). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Sagung Seto,

Jakarta.

Page 81: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

77

PENGARUH PEMBERIAN URINE DOMBA (CAPRA SP )

DAN INTERVAL WAKTU PEMBERIAN TERHADAP

PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN

CABAI MERAH ( CAPSICUM ANNUM )

Nurmaya Sari

M. Ridhwan

Anita Noviyanti

ABSTRAK

Penelitian tentang pengaruh pemberian urine domba (Capra sp) dan interval waktu pemberian

terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman cabai merah (Capsicun annum, L), dilaksanakan di

Desa Lampeuneuen, Kecamatan Darul Kamal, Kabupaten Aceh Besar mulai pada tanggal 14

Juli 2013 sampai tanggal 8 September 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

dampak pemberian urine domba (Capra sp) terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman cabai

merah (Capsicum annum L), untuk mengetahui pengaruh interval waktu pemberian urine

domba (Capra sp) terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman cabai merah (Capsicum annum

L), untuk mengetahui interaksi dampak pemberian urine domba dan interval waktu pemberian

urine domba (capra sp) terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman cabai merah (Capsicum

annum L). Penelitian ini dilakukan pada tanaman cabai merah yang telah berumur 4,6,8

minggu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak kelompok

(RAK) Faktorial, terdiri dari 2 faktor dengan 16 kombinasi perlakuan dan 2 ulangan sehingga

terdapat 32 plot penelitian dan 1 plot penelitian terdapat 5 polybag. Faktor-faktor yang diteliti

terdiri dari faktor perlakuan urine domba dengan simbol”U” terdiri dari 4 taraf yaitu U0 =

kontrol, U1 = 100 ml/l air, U2 = 200 ml/l air, dan U3 = 300 ml/l air. Faktor interval waktu

pemberian urine domba dengan simbol “I” terdiri dari 4 taraf yaitu I0 = tanpa perlakuan, I1 =

1 minggu sekali pemberian urine, I2 = 2 minggu sekali pemberian urine, dan I3 = 3 minggu

sekali pemberian urine. Parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi tinggi tanaman

(cm), jumlah daun (helai) dan lebar daun (cm). Pengaruh pemberian urine domba tidak

berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada umur 4 sampai 6 minggu setelah

tanam, dan pada umur 8 minggu setelah tanam berpengaruh sangat nyata.

Kata kunci: urine domba, pertumbuhan vegetatif, cabai merah

PENDAHULUAN

Cabai merah berasal dari benua Amerika bersamaan dengan petualangan Christoper

Colombus pada 1492. Colombus yang juga disebut penemu benua Amerika mengetahui

bahwa, Suku Indian yang pribumi benua tersebut, ternyata memanfaatkan cabai yang

diperkirakan ada sejak tahun 5.000 SM. Colombus lalu membawa tanaman cabai tersebut ke

benua Eropa, hingga akhirnya menyebar ke Afrika, hingga Asia termasuk Indonesia.

Bertanam cabai merah sebetulnya sudah dilakukan masyarakat Indonesia, baik secara

tradisional, semi intensif, maupun intensif.Meski demikian, suplai cabai merah dalam negeri

terus mengalami peningkatan. Terutama menjelang musim penghujan, pasokan cabai

berkurang yang mengakibatkan harga cabai merah naik berlipat-lipat (Santika, 1999:35).

Page 82: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

78

Negara-negara pengekspor cabai merah yang utama adalah India, Pakistan,

Bangladesh, Cina, dan Singapura. Hal ini menunjukkan bahwa cabai merah mempunyai

potensi pemasaran baik untuk tujuan domestik maupun tujuan ekspor.Berdasarkan hasil

pengamatan, harga cabai merah mencapai puncaknya secara periodik tahunan pada hari-hari

besar seperti hari raya (Anonimus, 2000:20).

Cabai merah merupakan tanaman perdu dari family terung – terungan yang memiliki

nama ilmiah Capsicum sp. Tanaman cabai merah banyak ragam tipe dan pertumbuhan dan

bentuk buahnya diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di Negara

asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni cabai besar,

cabai keriting, cabai rawit dan paprika (Anonimus, 2012:12).

Buah berkhasiat stimulan, meningkatkan nafsu makan ( stomakik ), perangsang kulit,

dan sebagai obat gosok. Cabai merah mengandung antioksidan dan berfungsi untuk menjaga

tubuh dari serangan radikal bebas.Kandungan vitamin c yang cukup tinggi pada cabai dapat

memenuhi kebutuhan harian setiap orang, namun harus di konsumsi secukupnya untuk

menghindari nyeri lambung. Cabai merah juga mengandung Lasparaginase dan Capsaicin

yang berperan sebagai zat anti kanker (Novi, 2011:29).

Cabai merah ( Capsicum annum, L ) merupakan salah satu komoditas unggulan yang

bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang menarik dan sebagai bumbu

masak kaya vitamin A, C serta kalsium yang tinggi. Tanaman ini dapat dibudidayakan di

dataran tinggi maupun rendah, di lahan sawah atau pun dilahan kering/tegalan, dan dapat juga

di tanam didalam pot atau polybag, tanpa memerlukan persyaratan agroklimat terlalu khusus.

Untuk mencegah terjadinya fluktuasi produksindan fluktuasi harga yang sering merugikan

petani, maka perlu diupayakan budidaya yang dapat berlangsung sepanjang tahun antara lain

dengan cara mengatur pola tanam di masing-masing sentra produksi khususnya di Jawa Barat.

Sehingga dapat memenuhi permintaan pasar dan diharapkan harga selalu stabil (Novi,

2011:29).

Cabai merah atau Lombok gede ( Jawa ), atau cabe ( Sunda ) adalah jenis buah yang

dihasilkan dari pohon yang disebut pohon cabai. Cabai merah mempunyai tinggi pohon

sekitar 50 cm. batang pohon cabai merah berwarna hijau, bunga berwarna putih berbentuk

terompet.Buah cabai merah berwarna hijau tua jika masih muda dan berwarna merah jika

sudah masak.Ukuran cabai merah sedikit lebih besar dibandingkan cabai rawit. Cabai merah

berukuran panjang sekitar 6-10 cm. cabai merah dapat tumbuh di daerah dataran rendah dan

dataran tinggi.Cabai merah dapat tumbuh subur jika ditanam di lahan gambut yang banyak

terdapat humus, tidak tergenang air.

Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau makhluk hidup

yang telah mati. Bahan organik ini akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme

sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk organik

lengkap karena kandungan unsur hara nya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur

mikro.

Pupuk kandang mengandung 3 golongan komponen, yaitu kotoran/sampah, bahkan

keluaran padat dari binatang,dan urin. Sifat/keadaan dan konsentrasi relatif dari komponen-

komponen ini dalam macam-macam pupuk kandang adalah sangat berbeda, tergantung jenis

binatangnya.Cara pemberian makanannya dan pemeliharaan binatang-binatang tersebut.Sisa-

sisa tanaman yang merupakan kotoran pada pupuk kandang biasanya tinggi kandungan

Page 83: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

79

karbohidrat, terutama selulosa dan rendah kandungan nitrogen maupun mineral.Nitrogen dan

mineral terkandung tinggi pada urin dan kandungan karbohidratnya sangat kecil.

Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang

berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang terkandung unsur hara nya lebih

dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik cair adalah dapat secara cepat mengatasi

defesiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara secara

cepat. Salah satu pupuk organic cair adalah urine domba.

Urine domba merupakan pupuk olahan yang mengandung hormon auksin yang dapat

mempercepat pertumbuhan akar pada perbanyakan tanaman. Urine domba mengandung kadar

N 36,90 % sampai 37,31 %, P 16,5 % sampai 16,8 %, dan K sampai 1,27 %

(Anonimus,2011:15)

Dari uraian diatas maka penulis ingin melaksanakan penelitian dengan judul

“Pengaruh Pemberian Urine domba (Capra sp) dan Interval Waktu Pemberian Terhadap

Pertumbuhan Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L)’’.

Rumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang masalah diatas yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah dampak pemberian urine domba (Capra sp) terhadap pertumbuhan

vegetatif tanaman cabai merah (Capsicum annum L)?

b. Bagaimanakah pengaruh interval waktu pemberian urine domba (Capra sp) terhadap

pertumbuhan vegetatif tanaman cabai merah (Capsicum annum L)?

c. Adakah interaksi antara pemberian urine domba dan interval waktu pemberian urine

domba (capra sp) terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman cabai merah (Capsicum annum

L)?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dampak pemberian urine domba (Capra sp) terhadap pertumbuhan

vegetatif tanaman cabai merah (Capsicum annum L).

b. Untuk mengetahui pengaruh interval waktu pemberian urine domba (Capra sp) terhadap

pertumbuhan vegetatif tanaman cabai merah (Capsicum annum L).

c. Untuk mengetahui interaksi pemberian urine domba dan interval waktu pemberian urine

domba (capra sp) terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman cabai merah (Capsicum

annum L).

Urine Domba sebagai Pupuk Cair

Urine domba merupakan pupuk olahan yang mengandung hormon auksin yang dapat

mempercepat pertumbuhan akar pada perbanyakan tanaman. Urine domba mengandung kadar

N 36,90 % sampai 37,31 %, P 16,5 % sampai 16,8 %, dan K sampai 1,27 %

(Anonimus,2011:15). Kandungan hara makro pupuk kandang cair dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 84: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

80

Tabel 1. Kandungan Hara Makro Pupuk Kandang Cair Beberapa Jenis Ternak

Jenis Ternak

Jenis Kotoran

Kandungan Hara Makro %

Nitrogen Fosfor Kalium Kalsium

Kuda Cair 1,24 0,004 1,26 0,32

Kerbau Cair 0,62 - 1,34 -

Domba Cair 1,43 0,01 0,55 0,11

Sapi Cair 0,52 0,01 0,56 0,007

Babi Cair 0,31 0,05 0,81 -

Sumber : Sukamto Hadisuwito (1999).

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa pupuk kandang cair dari hewan domba

memiliki sumber nitrogen (N) terbesar dibandingkan dengan pupuk kandang cair dari hewan

yang lain yaitu sebesar 1,43 %, Fosfor sebanyak 0,01%, Kalium sebanyak 0,55%, dan

Kalsium sebanyak 0,11%. Selain itu, dalam pupuk kandang cair juga mengandung unsur

mikro seperti seng ( ZN ), tembaga ( Cu ), besi (Fe ), molybdenum ( Mo ).Pemberian pupuk

kandang cair ini paling baik diberikan pada tanaman yang sedang dalam masa vegetatif dan

masa perkembangbiakan. Hadisuwito (2007:34) mengemukakan bahwa, didalam urine domba

terdapat dua unsur hara yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro.

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih cabai merah dan

pupuk urine domba.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Polybag, Kayu, Cangkul,

Parang, gembor, meteran, papan plang, spidol, kertas, alat tulis, gelas ukur.

Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK ) Faktorial, terdiri dari 2 faktor dengan 16 kombinasi perlakuan dan 2 ulangan sehingga

terdapat 32 plot penelitian.

Pelaksanaan Penelitian

Adapun pelaksanaan penelitian ini antara lain :

Page 85: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

81

Persiapan Lahan

Bersihkan lahan dari rumput liar yang mengganggu, kemudian dicangkul dan

diratakan, setelah itu, dibuat plot-plot penelitian dengan ukuran 50 x 50 cm, jarak antar blok

30 cm dan jarak antar barisan 50 cm.

Persiapan Benih Cabai Merah

Sebelum disemai, benih cabai merah terlebih dahulu direndam dalam air hangat

(50°C) atau direndam dengan ZPT Grow Quik (1cc) selama 20 menit untuk mempercepat

perkecambahan, pertumbuhan dan menghilangkan hama dan penyakit yang terbawa benih.

Pembuatan Persemaian

Pada persemaian cabai merah perlu diberikan naugan agar sinar matahari tidak

sepenuhnya menyinari tanaman. Naungan dibuat dari tiang bambu seperti para-para dengan

tinggi 100 cm bagian timur dan 50 cm bagian barat dan diberi atap penutup dari plastik.

Sedangkan untuk lebar dan panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan, naungan menghadap

Timur-barat. Tinggi bedengan persemaian 20-50 cm dengan lebar 80-100 cm dan panjangnya

sesuai kondisi dilapangan.

Penanaman

Untuk melakukan penanaman cabai merah kedalam polybag/wadah, yang perlu

diperhatikan adalah diameter dan kedalaman wadah, hal ini terkait dengan perakaran cabai

yang menyebar menembus cukup dalam antara 30-50 cm. Sebelum memindah benih cabai

merah kedalam polybag, polybag terlebih dahulu di isi dengan tanah gembur atau topsoil.

Setelah itu benih cabai merah yang tumbuh dan memiliki 2 helai daun dapat dipindahkan

kedalam polybag yang telah terisi tanah gembur atau top soil dengan kedalaman lubang tanam

± 2 cm.

Pemberian Pupuk Urine Domba

Pupuk urine domba diaplikasikan pada saat umur tanaman 21 hari. Sesuai dengan

taraf perlakuan yaitu tanpa perlakuan, 100 ml/L (air), 200 ml/L (air), 300 ml/L (air).

Diaplikasikan dengan cara disiram ketanaman. Pemupukan bertujuan menyediakan unsur hara

yang dibutuhkan oleh tanaman, dengan pemberian pupuk urine domba, tanaman dapat tumbuh

pesat sehingga dapat cepat berbunga dan berbuah (Cahyono, 2003).

Pemeliharaan

Pemelihaan tanaman dilakukan yaitu penyiraman dilakukan 2 kali sehari (pagi dan

sore). Penyiangan dilakukan secara rutin dengan cara dicabut dengan tangan. Pemberantasan

hama dan penyakit tanaman cabai merah dilakukan dengan cara menyemprotkan pestisida.

Parameter yang Diamati

Adapun parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, dan lebar daun.

Metode Analisa Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengambil

kesimpulan menggunakan model linier yang diasumsikan untuk Rancangan Acak Kelompok (

RAK ) faktorial yaitu dengan ANAVA.

Page 86: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

82

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman (cm)

Dari hasil penelitian setelah di analisa secara statistik menunjukkan bahwa pemberian

urine domba memberikan pengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 4 sampai

6 minggu setelah tanam, tetapi memberikan pengaruh sangat nyata pada umur 8 minggu

setelah tanam. Pada pemberian interval waktu memberikan pengaruh tidak nyata terhadap

tinggi tanaman pada umur 4 sampai 6 minggu setelah tanam, tetapi memberikan pengaruh

sangat nyata pada umur 8 minggu setelah tanam. Interaksi pemberian urine domba dan

interval waktu pemberian memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi

tanaman pada umur 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam.

Dari hasil penelitian bahwa pemberian urine domba memberikan pengaruh sangat

nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada umur 8 minggu setelah tanam. Tanaman yang

tertinggi dijumpai pada perlakuan U1 yaitu 15,40 cm yang berbeda tidak nyata terhadap

perlakuan U0 yaitu 12,43 cm, dan U3 yaitu 15,03 cm berbeda tidak nyata terhadap U2 yaitu

14,15 cm. Sedangkan pada perlakuan U3 berbeda sangat nyata terhadap U0.

Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa interval waktu pemberian memberikan pengaruh

sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 8 minggu setelah tanam. Tanaman yang

tertinggi dijumpai pada perlakuan I3 yaitu 16,18 cm yang berbeda tidak nyata terhadap

perlakuan I2 yaitu 15,73 cm, dan terhadap I1 yaitu 16,00 cm tetapi berbeda sangat nyata I0

yaitu 13,95 cm. Pada perlakuan I2 berbeda tidak nyata terhadap I1, tetapi berbeda nyata

terhadap I0 dan I1 berbeda tidak nyata terhadap I0.

Jumlah Daun (Helai)

Dari hasil penelitian setelah di analisa secara statistik menunjukkan bahwa pemberian

urine domba memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun pada umur 4 sampai 6

minggu setelah tanam, tetapi memberikan pengaruh sangat nyata pada umur 8 minggu setelah

tanam. Pada pemberian interval waktu memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah

daun pada umur 4 sampai 6 minggu setelah tanam, tetapi memberikan pengaruh nyata pada

umur 8 minggu setelah tanam. Interaksi pemberian urine domba dan interval waktu pemberian

memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah daun pada umur 4, 6 dan 8

minggu setelah tanam.

Dari Hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa pemberian urine domba memberikan

pengaruh sangat nyata terhadap parameter jumlah daun pada umur 8 minggu setelah tanam.

Jumlah daun terbanyak dijumpai pada perlakuan U3 yaitu 7,60 helai berbeda nyata terhadap

perlakuan U2 yaitu 7,00 helai dan berbeda nyata terhadap U1 yaitu 7,20 helai berbeda sangat

nyata terhadap U0 yaitu 7,10 helai.

Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa interval waktu pemberian urine domba

memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun pada umur 8 minggu setelah tanam.

Jumlah daun terbanyak dijumpai pada perlakuan I3 yaitu 7,75 helai yang berbeda tidak nyata

terhadap perlakuan I2 yaitu 7,00 helai, dan terhadap I1 yaitu 6,90 helai tetapi berbeda tidak

nyata terhadap I0 yaitu 7,30 helai. Sedangkan pada perlakuan I3 berbeda sangat nyata terhadap

I0.

Page 87: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

83

Lebar Daun (cm)

Dari hasil penelitian setelah di analisa secara statistik menunjukkan bahwa pemberian

urine domba memberikan pengaruh tidak nyata terhadap lebar daun pada umur 4 sampai 6

minggu setelah tanam, tetapi memberikan pengaruh sangat nyata pada umur 8 minggu setelah

tanam. Pada pemberian interval waktu memberikan pengaruh tidak nyata terhadap lebar daun

pada umur 4 sampai 8 minggu setelah tanam. Interaksi pemberian urine domba dan interval

waktu pemberian memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter lebar daun pada umur

4, 6 dan 8 minggu setelah tanam.

Hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa pemberian urine domba memberikan

pengaruh sangat nyata terhadap parameter luas daun pada umur 8 minggu setelah tanam.

Lebar daun terbesar dijumpai pada perlakuan U3 yaitu 18,35 cm yang berbeda sangat nyata

terhadap perlakuan U2 yaitu 18,00 cm, U1 yaitu 17,55 cm berbeda nyata terhadap U0 yaitu

17,25 cm. Sedangkan pada perlakuan U3 berbeda sangat nyata terhadap U0.

Selanutnya dapat dijelaskan bahwa interval waktu pemberian urine domba

memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun pada umur 8 minggu setelah tanam.

Lebar daun terbesar dijumpai pada perlakuan I3 yaitu 18,15 cm yang berbeda tidak nyata

terhadap perlakuan I2 yaitu 17,80 cm, I1 yaitu 17,55 cm dan I0 yaitu 17,20 cm. Pada

perlakuan I2 berbeda tidak nyata terhadap I1 dan I1 berbeda tidak nyata terhadap I0.

Pembahasan

Pemberian Urine Domba(Capra sp) terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Cabai

Merah (Capsicum annum L)

Dari hasil penelitian setelah di analisa secara statistik menunjukkan bahwa pemberian

urine domba tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun dan

lebar daun pada umur 4 dan 6 minggu setelah tanam.

Perlakuan pemberian urine domba berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi

tanaman, jumlah daun dan lebar daun pada umur 4 dan 6 minggu setelah tanam.

Hal tersebut disebabkan karena pemberian urine domba yang diberikan pada tanaman

cabai merah belum dapat dipergunakan secara sempurna karena tanaman cabai merah belum

tumbuh dengan sempurna terutama pada pertumbuhan akar di dalam tanah, sehingga nutrisi

yang terkandung dalam urine domba belum dapat diserap oleh akar tanaman secara maksimal

untuk dipergunakan oleh tanaman dalam meningkatkan pertumbuhan, keadaan tersebut

mengakibatkan perlakuan pemberian urine domba memberikan pengaruh tidak nyata terhadap

parameter tinggi tanaman, jumlah daun dan lebar daun pada umur 4 dan 6 minggu setelah

tanam.

Pada umur 8 minggu setelah tanam memberikan pengaruh sangat nyata pada

pemberian urine domba terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun dan lebar daun, hal

ini disebabkan karena pupuk urine domba yang diberikan pada tanaman cabai merah

mengandung unsur N 36,90 sampai 37,31%, P 16,5 sampai 16,8%, dan K 0,67 sampai 1,27%

yang diperlukan oleh tanaman untuk meningkatkan serta mengembangkan pertumbuhan

tanaman terutama pertumbuhan vegetatif pada tanaman cabai merah.

Page 88: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

84

Menurut Hadisuwito (2007) menyatakan pemberian pupuk cair paling baik diberikan

pada tanaman yang sedang dalam masa vegetatif dan masa perkembangbiakan.

Interval Waktu Pemberian Urine Domba(Capra sp) terhadap Pertumbuhan Vegetatif

Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L)

Dari hasil penelitian setelah di analisa secara statistik menunjukkan bahwa interval

waktu pemberian urine domba tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman,

jumlah daun dan lebar daun pada umur 4 dan 8 minggu setelah tanam.

Interval waktu pemberian urine domba pada tanaman cabai merah memberikan

pengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur 4 dan 6 minggu

setelah tanam, secara angka terjadi pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun. Setelah di

analisa secara statistik menunjukkan perbedaan angka yang tidak terlalu jauh. Hal tersebut

disebabkan karena tanaman cabai merah yang diberi perlakuan interval waktu pemberian

urine domba masih mengalami adaptasi terhadap lingkungannya.

Jumin (2002) menyatakan bahwa, adaptasi adalah proses di mana individu, populasi

atau spesies dalam beberapa hal berubah fungsi atau bentuk menjadi lebih baik pada

lingkungan yang baru diterimanya. Dalam rangka penyesuaian tersebut biasanya terjadi

perubahan fisiologis dan morfologis secara berangsur-angsur.

Parameter jumlah daun pada umur 8 minggu setelah tanam memberikan pengaruh

nyata pada interval waktu pemberian urine domba. Hal tersebut disebabkan karena

pertambahan jumlah daun sangat dipengaruhi oleh sifat genetik oleh tanaman itu sendiri yang

tidak dapat dirubah atau dipengaruhi perlakuan yang diberikan.

Interval waktu pemberian urine domba juga berpengaruh tidak nyata terhadap

parameter lebar daun, pada umur 4 sampai 8 minggu setelah tanam. Hal tersebut disebabkan

karena tidak adanya perbedaan laju pertumbuhan dari masing-masing perlakuan sehingga

tidak terjadinya perbedaan dalam penyerapan unsur hara dari dalam tanah yang dipergunakan

untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan tidak adanya perbedaan dalam

penyerapan unsur hara pada tanaman maka indeks lebar daun (leaf area indeks) tidak berbeda

pula guna mendukung proses fotosintesa terhadap unsur hara yang diperlukan oleh tanaman.

Interaksi Urine Domba dan Interval Waktu Pemberian Urine Domba(Capra sp)

terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L)

Dari hasil penelitian setelah di analisa secara statistik menunjukkan bahwa interaksi

pengaruh pemberian urine domba dan interval waktu pemberian memberikan pengaruh tidak

nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun dan lebar daun, pada umur 4 sampai 8

minggu setelah tanam. Hal tersebut disebabkan karena antara urine domba dan interval waktu

pemberian urine domba sangatlah singkat dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman cabai

merah.

Dari hasil penelitian yang dianalisis dengan menggunakan metode RAK faktorial

pada tingkat signifikan 0,05 dapat disimpulkan bahwa pemberian urine domba (Capra sp) dan

interval waktu pemberian terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman cabai merah (Capsicum

annum), terhadap tinggi tanaman cabai merah, jumlah daun (helai) tanaman cabai merah dan

Page 89: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

85

lebar daun tanaman cabai merah dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh tidak nyata.

Dimana Fhitung lebih besar dari Ftabel (Fhitung > Ftabel). Menurut kriteria analisis varian bahwa

apabila nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel (Fhitung > Ftabel) maka hipotesis alternatif (Ha) yang

diajukan ditolak atau dengan kata lain antar perlakuan terdapat perbedaan yang tidak nyata.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian setelah dianalisis secara statistik maka dapat diambil beberapa

kesimpulan, antara lain:

1. Pada umur 4 sampai 8 minggu setelah tanam pada pemberian urine domba berpengaruh

sangat nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun dan lebar daun.

2. Pada umur 8 minggu setelah tanam pada interval waktu pemberian berpengaruh sangat

nyata terhadap parameter tinggi tanaman.

3. Interaksi antara pengaruh pemberian Urine Domba dan Interval Waktu Pemberian

memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun dan

lebar daun, pada umur 4 sampai 8 minggu setelah tanam.

DAFTAR PUSTAKA

Amin. (2010).Klasifikasi Cabai Merah. Jakarta, diakes 18 Februari 2013 dari

(http://amintabin.blogspot.com/2010/09/klasifikasi-cabai-merah-capsicum-

annum.html)

Anonimus. (2000).Budidaya Tanaman Cabai. Jawa Barat, diakses 19 Februari

2013 dari (http://www.diperta.jabarprov.go.id)

Hadisuwito, S. (2007). Membuat Pupuk Kompos Cair. Jakarta: PT Agro Media Pustaka

Nawangsih. (2001).Klasifikasi Cabai Merah. Jakarta: PT Mitratani Mandiri Perdana

Pracaya. (1994). Bertanam 30 Jenis Sayuran. Jakarta: Swadaya

Sastrosupadi. (2000).Perancang Percobaan. Jakarta: Rajawali

Sumarni, N dan A. Muharam. (2005). Budidaya Cabai Merah. Paduan Teknis

PPT Cabai Merah.

Widodo. (2002).Teknologi Budidaya Cabai. Lampung, diakses 18 Februari 2013

Dari ( http://lampung.litbang.deptan.go.id )

Djuarnani, N., Kristian, dan Budi S.S.(2004). Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta : PT

Agromedia pustaka.

Setiadi. (1999). Menanam Cabai Merah. Jakarta : Diakses 18 Februari 2013 dari

(http://Setiadi.com/menanam-cabe)

Widodo. (2002). Teknologi Budidaya Cabai. Jakarta : Diakses 18 Februari 2013 dari

(http://Lampung.litbang.deptan.go.id)

Page 90: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

86

PENGARUH PRESTASI MICRO TEACHING TERHADAP PRESTASI PPL

MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH

BANDA ACEH

Rita Hermina

Anwar

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi prestasi micro teaching dan deskripsi

prestasi PPL mahasiswa Pendidikan Ekonomi serta untuk mengetahui pengaruh prestasi micro

teaching terhadap prestasi PPL mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Serambi Mekkah

Banda Aceh. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah data-data mengenai

prestasi micro teaching dan prestasi PPL mahasiswa Pendidikan Ekonomi, sedangkan subjek

dalam penelitian ini adalah kepala bagian pengajaran, staf pengajaran, dan mahasiswa

Pendidikan Ekonomi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh. Teknik pengumpulan data

adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan cara dokumentasi, sedangkan

teknik analisis data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan mengunakan software SPSS

versi 16. Berdasarkan pembahasan, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) = 0,441 dimana nilai

tersebut menjelaskan adanya pengaruh antara prestasi micro teaching dengan prestasi PPL.

Koefisien determinasi (r2) dengan nilai sebesar 0,195 menunjukkan bahwa 19,5% prestasi

micro teaching yang mempengaruhi prestasi PPL sedangkan selebihnya 80,5% prestasi PPL

dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Dari hasil pengujian

data diperoleh nilai thitung sebesar 2,603 sementara ttabel pada tingkat dk = n-2 (dk = 28) dengan

taraf signifikan 5% adalah sebesar 1,701. Dengan demikian nilai thitung lebih besar dari ttabel

(2,603 ≥ 1,701) sehingga hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan ada pengaruh antara

prestasi micro teaching dengan prestasi PPL mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas

Serambi Mekkah Banda Aceh diterima (H0 ditolak dan H1 ditrima). Dilihat dari terdapatnya

pengaruh antara prestasi micro teaching terhadap prestasi PPL, maka hendaknya guru

mengajarkan cara mengaplikasikan konsep mengajar dengan sungguh-sungguh.

Kata-kata Kunci : Microteaching, PPL.

PENDAHULUAN

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) sebagai salah satu fakultas dari suatu

perguruan tinggi Universitas Serambi Mekkah (USM) yang menyelengarakan pendidikan

calon guru yang profesional. Di mana pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dalam kehidupan manusia, sebab pendidikan merupakan salah satu proses pembentuk

manusia untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada.

Kompetensi profesional seorang guru (Uno, 2007:18) adalah seperangkat kemampuan

yang harus dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan

berhasil. Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian

khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang diluar bidang

pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut diluar bidang

kependidikan. Kalau diperhatikan secara lebih seksama, baik guru maupun peserta didik,

Page 91: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

87

mempunyai peranan yang sama penting dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar di

kelas. Dalam upaya perwujudan kegiatan belajar mengajar, maka guru dan siswa adalah

manusia yang pada hakikatnya merupakan makhluk yang sama. Perbedaanya terletak pada

fungsi dan peranan masing-masing. Guru bukanlah orang yang serba mengetahui, dan siswa

bukanlah orang yang serba tidak tahu. Guru mempunyai kelebihan tertentu yang harus

digunakan untuk membelajarkan siswa. Guru dan peserta didik keduanya adalah manusia

yang menjadi fokus dari strategi belajar mengajar. Guru secara individual sebagai pihak yang

menyampaikan ilmu dan siswa secara individual melakukan kegiatan belajar untuk

membentuk selfoncept bagi dirinya sendiri.

Usaha-usaha meningkatkan keguruan tenaga profesinya dibidang keguruan ini

sebetulnya sudah ada sejak lama dan berbagai lembaga pendidikan guru, termasuk IKIP dan

FKG/FKIP dilingkungan universitas. Hanya mungkin model dan caranya berbeda. Oleh

karena itu, guru merupakan profesi utama yang menjadi lapangan kerja bagi lulusan FKIP.

Untuk mempersiapkan calon guru yang berkompetensi sebagaimana disebut diatas,

kiranya tidak cukup bila calon guru yang hanya dibekali materi yang bersifat teoritas saja,

mengingat tugas utama guru adalah mengajar oleh karena itu, di FKIP ada program

pengalaman lapangan yang merupakan kegiatan praktik mengajar disekolah-sekolah.

Sehubungan dengan ini, Asril (2010:91) mengatakan bahwa Program Pengalaman Lapangan

(PPL) merupakan muara dan aplikasi dari seluruh materi yang diterima peserta didik dari

selama mengikuti pembelajaran dibangku kuliah. Sebelum mahasiswa terjun untuk mengikuti

PPL, langkah pertama yang harus diambil adalah latihan mengajar yang disebut dengan Micro

teaching. Micro teaching merupakan syarat mutlak bagi calon guru untuk mendapatkan

pengalaman-pengalaman berdiri di depan kelas dan melatih kemampuan bertindak sebagai

administrator pendidikan, baik disekolah maupun diluar sekolah.

Pembelajaran mikro bagi setiap calon guru sebagai bekal persiapan menghadapi

praktik lapangan. Calon guru dilatih untuk menunjukkan keaktifan dan kemampuannya

sebagai guru, baik kepada para teman seprofesi, dan dosen pembimbing. Perlu ditambahkan

bahwa mungkin sekali calon guru yang melakukan real class room teaching akan membawa

akibat yang cukup fatal dalam rangka memenuhi maksud proses belajar mengajar. Dikatakan

oleh Brown dalam buku interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Sadirman, 2007:182),

bahwa mahasiswa calon guru yang sedang praktek mengajar senantiasa akan membelajarkan

siswa-siswanya (siswa belajar sesuatu pengetahuan) dan sekaligus ia sendiri belajar mengajar.

Dengan demikian kalau calon guru harus langsung berhadapan dengan 30 siswa atau lebih,

untuk menyampaikan pesan atau misi satuan pelajaran yang padat dan komplek, maka akan

dirasakan sebagai beban yang berat. Oleh sebab itu, mata kuliah Micro teaching adalah mata

kuliah yang wajib lulus bagi mahasiswa S1 kependidikan. Karena melalui mata kuliah ini

mahasisiwa dibekali keterampilan mengajar dilapangan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengdakan penelitian

dengan judul “Pengaruh Prestasi Micro Teaching Terhadap Prestasi PPL Mahasiswa

Pendidikan Ekonomi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh”.

Tujuan penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui prestsi micro teaching mahasiswa Pendidikan Ekonomi

Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun Akademi 2011/2012.

Page 92: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

88

b. Untuk mengetahui prestasi PPL mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Serambi

Mekkah Tahun Akademi 2011/2012.

c. Untuk mengetahui pengaruh prestasi Micro teaching terhadap prestasi PPL di

Pendidikan Ekonomi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh.

TINJAUN PUSTAKA

Pengajaran Mikro dalam Proses Pendidikan Guru

Robert F. Schuck dalam buku Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi

(Hamalik, 2002:151) membahas perihal konsep pengajaran mikro, proyek pendidikan guru

Stanford pengembangan keterampilan dalam pengajaran mikro, program Universitas Brigham

young, study the san Juse State College, dan suatu assessment.

Pendidikan melakukan fungsinya melalui tiga cara, atau proses pendidikan memiliki

tiga dimensi, Hamalik (2002:151) yakni:

a. Dimensi substantif, tentang apa yang diajarkan.

b. Dimensi tingkah laku, tentang bagaiman mengajar atau dinamika pembuatan

mengajar belajar.

c. Dimensi lingkungan, keadaan lingkungan secara fisik dimana berlangsung belajar.

Ketiga dimensi ini telah disusun dalam bentuk model konseptual (model proses

pendidikan) oleh Lawrence Downey dalam buku Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan

Kompetensi (Hamalik, 2002:151) sebagaimana tertera dibawah ini.

Sejak bertahun-tahun lamanya orang terlibat dalam proses pendidikan guru, dengan maksud

menemukan metode yang paling efektif dan efisien dalam rangka mempersiapkan calon guru

yang sanggup mengemban peranan profesionalnya. Pengembangan dalam bidang teknologi

telah membantu membuka dimensi baru dalam pendidikan guru dengan digunakannya

pengajaran mikro.

Hubungan Pembelajaran Mikro dengan Program Pengalaman Lapangan

Pembelajaran mikro bukan pengganti praktik lapangan, melainkan bagian dari

program penglaman lapangan yang berusaha untuk menimbulkan, mengembangkan serta

membina keterampilan-keterampilan tertentu dari calon-calon guru dalam menghadapi kelas.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas berikut ini dikemukakan beberapa alternatif yang

dapat menggambarkan kedudukan program pengajaran mikro dalam ruang lingkup program

pengalaman lapangan, dapat dilihat dalam bagan 2.2 berikut :

Pembelajaran Mikro dan PPL (Alternatif 1)

Observasi kegiatan/proses

belajar mengajar dalam kelas

dan diskusi

Melaksanakan micro

teaching

Praktik mengajar real class

room teaching

Page 93: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

89

Gambar 2.3 Bagan Pembelajaran Mikro Dan PPL Alternatif 2

Sumber: Asril, Micro teaching (2010:57)

Gambar 2.2 Bagan Pembelajaran Mikro dan PPL Alternatif 1

Sumber: Asril, Micro teaching (2010:56)

Pembelajaran Mikro dan PPL (Alternatif 2)

Pemilihan dua alternatif diatas dapat dilakukan antara lain berdasarkan latar belakang

pendidikan/pengalaman dari peserta didik/mahasiswa. Umpamanya bagi mahasiswa yang

berasal dari SMA diharuskan memilih alternatif I, sedangkan dari SPG memilih alternatif II

yang manapun dipilih, haruslah tetap mengikuti prinsip yang sama yakni latihan-latihan

keterampilan terbatas yang dilakukan secara terisolasi dalam pengajaran mikro haruslah

dilatihkan kembali secara interaksi dalam real class room teaching.

Sebagai bagian dari program pengalaman lapangan pengajaran mikro perlu

ditempatkan pada kedudukan organisasi pengelolaan pengalaman lapangan yang terdapat di

LPTK. Agar pengelolaan pengajaran mikro tersebut dapat terlaksana dengan baik, diperlukan

staf yang mempunyai keahlian yang berbeda-beda antara lain:

a. Pimpinan, yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan serta kerja dari unit

pengajaran mikro, serta bertanggung jawab dalam mengadakan hubungan demi

kelancaran pelaksanaan mikro dikenal dengan UPT-PLL.

Praktik mengajar

(real class room

teaching)

Class room

teaching

Melaksanakan micro

teaching

Observasi proses

pembelajaran dalam

kelas

Page 94: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

90

b. Staf teknisi, menangani dan bertanggung jawab terhadap alat-alat yang diperlukan

dalam pengajaran mikro.

c. Staf peneliti atau ahli, mengadakan penelitian guna mengembangkan program

pengajaran mikro.

d. Staf dosen pembimbing (supervisor atau dosen pembimbing lapangan), membimbing

calon guru yang sedang melaksanakan pengajaran mikro.

Salah satu kemungkinan tentang hal diatas, diberikan ilustrasi bagaimana struktur dan

organisasi pengelola program pengalaman lapangan dalam kegiatannya dengan pengajaran

mikro sebagai tergambar pada bagan 2.4.

Pembelajaran Mikro dan Pengelolaan PPL

METODE PENELITIAN

Objek dan Subjek Penelitian

Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah data-data mengenai prestasi

micro teaching dan prestasi PPL mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Serambi

Mekkah Banda Aceh, sedangkan subjek dalam penelitian ini adalah kepala bagian pengajaran,

staf pengajaran, dan mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Serambi Mekkah Banda

Aceh.

Teknik Pengumpulan Data

Gambar 2.4 Bagan Pengajaran Mikro Dalam Pengelolaan PPL

Sumber: Asril, Micro teaching (2010:59)

Lembaga pengelola

program pengalaman

Unit media Unit pengajaran Unit sekolah

Staf teknis Staf penelliti Supervisor dosen

pem. Guru Pamong

mahasiswa

Page 95: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

91

Untuk memilih data yang konkret tentang masalah yang diteliti maka penelitian

menggunakan metode kuantitatif.

Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul melalui hasil penelitian dengan menggunakan dokumentasi

kemudian data diolah dengan menggunakan metode statistik yaitu dengan menggunakan

rumus statistik regresi linier sederhana dan korelasi yang diolah melalui komputer dengan

mengunakan software SPSS versi 16.

Selanjutnya untuk menguji hipotesis diterima atau ditolak maka diuji dengan uji-t ,

rumusnya:

21

2

r

nrt hitung

−=

HASIL PENELITIAN DANPEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Berikut ini penulis memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Universitas

Serambi Mekkah Banda Aceh pada tanggal 24-25 juli 2012. Dalam mengolah data penelitian

langkah yang diambil yaitu dengan mengumpulkan data dokumentasi dari pengajaran

pendidikan ekonomi. Langkah berikutnya data-data yang telah diambil dimuat dalam table.

Analisis variabel micro teaching tergolong dalam kategori baik, hal ini dapat dilihat

dari perolehan nilai rata – rata keseluruhan sebesar 77 yang berada diantara rentang interval

71 – 85.

Analisis variabel PPL tergolong dalam kategori baik, hal ini dapat dilihat dari

perolehan nilai rata – rata keseluruhan sebesar 77 yang berada diantara rentang interval 71 –

85.

Analisis Regresi, Determinasi, dan Korelasi

1. Analisis Regresi

Analisis regresi linier memperlihatkan berapa banyak perubahan nilai micro teaching

terhadap nilai PPL. Langkah pertama dengan mencari nilai a.

∑ ∑∑ ∑ ∑ ∑

−=

22

2

)(

)()(

XXn

XYXXYa

∑∑∑ ∑∑−

−=

22 )(

)()(

ii

iiii

XXn

YXYXnb

Tabel 1. Coefficientsa

Model

Unstandardized

coefficients

Standardized

coefficient t Sig

B Std. Error Beta

1 (constant) 46.319 11.752 3.941 0.000

Micro teaching 0.396 0.152 0.441 2.603 0.015

Sumber: Perhitungan SPSS

Page 96: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

92

Setelah kita mendapatkan nilai a dan b dari pengolahan data maka kita mendapatkan

persamaan linear yang menunjukkan pengaruh antara prestasi micro teaching terhadap

prestasi PPL mahasiswa pendidikan ekonomi Universitas Serambi Mekkah dengan rumus:

Y = 46,319 + 0,396X

Dari persamaan regresi diatas, diketahui bahwa nilai konstanta (a) sebesar 46,319 dan

nilai koefisien regresi (b) sebesar 0,396, artinya ketika prestasi micro teaching meningkat

sebesar satu satuan, maka prestasi PPL akan meningkat sebesar 0,396 karena koefisien regresi

bertanda positif.

2. Analisis Determinasi

Untuk mencari pengaruh antara varaibel prestasi micro teaching terhadap prestasi

PPL maka kita harus menghitung nilai koefisien determinasi.

Tabel 2. Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 0.441a 0.195 0.166 3.34660

Sumber: Perhitungan SPSS

Nilai koefisien determinasi r2 = 0,195 ini menunjukkan bahwa prestasi micro teaching

memiliki pengaruh sebesar 19,5% terhadap prestasi PPL. Sedangkan 80,5% dipengaruhi oleh

variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

3. Analisis Korelasi

Untuk mencari pengaruh antara variabel prestasi micro teaching terhadap prestasi

PPL maka kita harus menghitung nilai korelasi.

{ }∑∑∑∑

∑ ∑ ∑−

−=

))(.()(.

))((.

2222

iiii

iii

YYnXXn

YXYXnr

Tabel 3 Correlations

PPL Microteaching

Pearson Correlation PPL 1.000 0.441

Microteaching 0.441 1.000

Sig. (1-tailed) PPL . 0.007

Microteaching 0.007 .

N PPL 30 30

Microteaching 30 30

Sumber: Perhitungan SPSS

Page 97: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

93

Tabel diatas menunjukkan bahwa pengaruh antara prestasi micro teaching dengan

prestasi PPL sebesar 0,441 atau 44,1%, sedangkan 55,9% pengaruh antara PPL dengan

variabel lain. Selanjutnya untuk menguji hipotesis diterima atau ditolak maka diuji dengan

uji-t sebagai berikut:

21

2

r

nrt hitung

−=

Tabel 4.6. Coefficientsa

Model

Unstandardized

coefficients

Standardized

coefficient t Sig

B Std. Error Beta

1 (constant) 46.319 11.752 3.941 0,000

Micro teaching 0.396 0.152 0.441 2.603 0,015

Sumber: Perhitungan SPSS

Berdasarkan perhitungan yang telah diselesaikan diatas, maka nilai penelitian yang

didapat yaitu thitung = 2,603, untuk membandingkan dengan ttabel maka dicari dahulu derajat

kebebasan dengan mengunakan rumus:

2−= ndk

230 −=dk

28=dk

Harga t dengan signifikan α = 0,05 dan derajat kebebasan 28 dari tabel distribusi

diperoleh ttabel = 1,701 sedangkan thitung = 2,603. Sehingga dapat disimpulkan bahwa thitung lebih

besar dari ttabel (2,603 > 1,701). Ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.

Pembahasan

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui pengaruh antara prestasi micro

teaching terhadap presatasi PPL, sehingga diperoleh gambaran tentang keeratan pengaruh

antara prestasi micro teaching terhadap prestasi PPL, sedangkan untuk mengetahui seberapa

besar faktor antara prestasi micro teaching terhadap prestasi PPL digunakan hasil perhitungan

koefisien determinasi (r2), interprestasi hasil perhitungan diatas diperoleh hasil koefisien

korelasi (r) sebesar 0,441. Hal ini menunjukkan pengaruh agak rendah antara variabel X

(prestasi micro teacing) dan variabel Y (prestasi PPL). Nilai koefisien korelasi yang agak

rendah tersebut menunjukkan pengaruh antara prestasi micro teaching terhadap prestasi PPL,

sehingga diperoleh gambaran pengaruh antara prestasi micro teaching terhadap prestasi PPL.

Selanjutnya dengan mengunakan hasil perhitungan koefisien determinasi (r2)

diperoleh hasil sebesar 0,195 ini berarti bahwa prestasi micro teaching dapat mempengaruhi

prestasi PPL sebesar 19,5%. Sedangakan sisanya sebesar 80,5% (100-19,5%) dipengaruhi

oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

Dari hasil perhitungan diperoleh thitung = 2,603 pada taraf signifikan α = 0,05 dengan

derajat kebebasan (30-2) = 28 maka diperoleh ttabel sebesar 1,701. Dengan demikian thitung >

ttabel yaitu 2,603 > 1,701 maka Ho ditolak H1 diterima, sehingga hipotesis yang berbunyi

Page 98: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

94

“diduga prestasi micro teaching berpengaruh terhadap prestasi PPL mahasiswa pendidikan

ekonomi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh”. Sesuai dengan hasil penelitian.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai koefisien korelasi (r) = 0,441 dimana nilai

tersebut menjelaskan adanya pengaruh antara prestasi micro teaching dengan prestasi

PPL. Sementara itu koefisien determinasi (r2) yang diperoleh dengan nilai sebesar 0,195

menunjukkan bahwa 19,5 % prestasi micro teaching yang mempengaruhi prestasi PPL,

sedangkan sisanya sebesar 80,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan

dalam penelitian ini.

2. Adanya pengaruh yang signifikan antara variabel prestasi micro teaching dengan prestasi

PPL mahasiswa pendidikan ekonomi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh. Hal ini

dibuktikan dari hasil perhitungan thitung > ttabel yaitu thitung sebesar 2,603 sedangkan ttabel

sebesar 1,701 pada taraf signifikan 5% dan dk = 28.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PT

Rineka Cipta

Asril, Zainal. (2010), Micro teaching. Jakarta. Raja Wali Pers.

Gulo. (2002), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta. PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Hamalik, Oemar. (2002), Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta. PT

Bumi Aksara Jl Sawo Raya No 18.

Hasibuan, J. J, dan Moedjiono. (2006), Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT Remaja

Rosdakarya.

Kristanti, Pramonilya. (2011), Pengaruh Prestasi Perencanaan Pengajaran Akutansi dan

Micro Teaching Terhadap Prestasi Mahasiswa Program Pengalaman Lapangan

Jurusan Pendidikan Akutansi 2007. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Roestiyah. (2001), Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Rohani, Ahmad. (2004) Pengelolaan Pengajaran Edisi Revisi. Jakarta PT. Rineka Cipta

Sardiman. (2007), Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. PT Raja Grafindo

Persada.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2010), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung. PT Remaja

Rosda Karya.

TIM UPT-PPL USM. (2012), Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan

FKIP-USM, Banda Aceh. UPT-PPL USM

Uno, Hamzah. (2007), Profesi Kependidikan, Jakarta. PT Bumi Aksara

Usman dan akbar. (2006), Pengantar Statistika, jakarta. PT Bumi Aksara

Page 99: Serambi Akademica (Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora ... · Aklimatisasi Mikroalga Hijau dalam Limbah Peternakan untuk Meningkatkan ... Berdasarkan identifikasi masalah di atas,

Serambi Akademica Vol. I No. 2, November 2013 ISSN : 2337 – 8085

95